Makalah Perceraian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “ KONSEP PERCERAIAN DALAM ISLAM “ DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA DOSEN PENGAMPU : dr.H.Naulang Kadir,M.Pd.



DISUSUN OLEH :  NURSAFIKA DAYANTI (2020203874230057)



PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE 2021



KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb.



Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak. Penulisan makalah berjudul “ KONSEP PERCERAIAN DALAM ISLAM” bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah BAHASA INDONESIA. Pada makalah ini diuraikan pengertian perceraian menurut Bahasa dan menurut pandangan islam serta beberapa bagian lainnya seperti hukum perceraian, syarat-syarat perceraian dan lain sebagainya. Selama proses penyusunan makalah, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih. Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin. Wassalamualaikum wr.wb



Parepare, 20 januari 2021



Penulis



i



DAFTAR PUSTAKA MAKALAH.....................................................................................................................................................i “ KONSEP PERCERAIAN DALAM ISLAM “.....................................................................................................i KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i BAB 1...........................................................................................................................................................1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1 I.



LATAR BELAKANG...........................................................................................................................1



II.



RUMUSAN MASALAH......................................................................................................................3



III.



TUJUAN PEMBAHASAN...............................................................................................................3



BAB 2...........................................................................................................................................................4 PEMBAHASAN.............................................................................................................................................4 A.



PENGERTIAN PERCERAIAN..............................................................................................................4 1.



Perceraian Dalam Hukum Islam..................................................................................................4



2.



Perceraian dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974.................................................................5



B.



Dasar Hukum Talak.........................................................................................................................6



C.



Hukum Perceraian Dalam Islam......................................................................................................6



D.



Macam-macam Perceraian.............................................................................................................7 1.



Perspektif Hukum Islam..............................................................................................................7



2.



Perspektif undang-undang..........................................................................................................9



BAB 3.........................................................................................................................................................10 PENUTUP...................................................................................................................................................10 A.



KESIMPULAN.................................................................................................................................10



B.



SARAN...........................................................................................................................................11



DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................11



ii



BAB 1 PENDAHULUAN I.



LATAR BELAKANG



Perceraian merupakan bagian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanpa adanya perkawinan terlebih dahulu. Perkawinan merupakan awal dari hidup bersama antara hidup seorang pria dengan wanita yang diatur dalam hukum agama serta peraturan perundangundangan dalam suatu negara, sedangkan perceraian merupakan akhir dari kehidupan bersama suami istri tersebut. Setiap orang menghendaki agar perkawinan yang dilaksanakannya itu tetap utuh sepanjang masa kehidupannya, tetapi tidak sedikit perkawinan yang dibina dengan susah payah itu harus berakhir dengan suatu perceraian. Perceraian atau talak dalam hukum Islam pada prinsipnya boleh tapi dibenci oleh Allah, namun perceraian merupakan solusi terakhir yang boleh ditempuh manakala kehidupan rumah tangga tidak bisa dipertahankan lagi. Islam menunjukkan agar sebelum terjadi perceraian, ditempuh usaha-usaha perdamaian antara kedua belah pihak, karena ikatan perkawinan adalah ikatan yang paling suci dan kokoh. Sejalan juga dengan prinsip perkawinan bahwa perceraian harus di persulit1, ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah, sebagaimana bunyi hadist berikut ini : Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai.( Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal). 2 Ungkapan bahwa “Perkara halal yang di benci Allah” adalah talak merupakan keringanan dari Allah dan merupakan hukum yang di syariatkan dalam kondisi darurat, yaitu ketika hubungan suami istri sudah tidak dapat di pertahankan, keduanya sudah tidak saling mencintai dan saling mengharapkan, sehingga untuk menegakkan hukum Allah itu akan kesulitan karena tidak ada dukungan antara keduanya sehingga hak antara keduanya saling di langgar maka jalan perceraian adalah jalan yang terbaik, seperti firman Allah SWT dalam surat an-Nisa' ayat 130: 1



Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo, cet.I, 1995, hlm. 268 Abu Abdullah Muhammad ibn Ya zid Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Jordan: Baitul Afkar Al-Dauliyyah, 2004), h. 219 2



1



Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana. 3 Penelitian ini berawal dari adanya bunyi Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan talak ba’in kubra (talak tiga) adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da dukhul dan habis masa ‘iddahnya. Dari beberapa pendapat di atas tentang talak tiga sekaligus ada beberapa pendapat atau beberapa penafsiran tentang jatuhnya talak tiga (ba’in qubra). Menurut para Imam Mazdhab tentang talak tiga sekaligus maka sah jatuhnya tiga, sedangkan menurut Ibnu Taimiyyah, Thaus dan sebagian ahli dhahir berpendapat tidak jatuh tiga sekaligus tetapi satu, dan penerapanya dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 120 talak tiga prosesnya melalui tiga kali menjatuhkan talak. Maka berdasarkan uraian di atas penulis menemukan alasan untuk meneliti lebih lanjut terkait talak tiga sekaligus dengan judul skripsi “Keabsahan Talak Ba’in Kubraa Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 120”



II.



RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Proses Penjatuhan Talak menurut Pasal Hukum Islam? 2. Bagaimana Keabsahan Penjatuhan Ba’in Kubraa Sekaligus menurut Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam? 3. Apa pengertian perceraian dalam hukum islam dan hukum Negara sesuai pasal yang berlaku?



III.



TUJUAN PEMBAHASAN 1. 2. 3. 4.



3



Berdasarkan dari rumusan masalah di atas dapatlah pula memberikan tujuan penelitian sebagai berikut: Untuk mengetahui proses penjatuhan talak Pasal dalam Kompilasi Hukum Islam. Untuk mengetahui keabsahan talak ba’in kubraa sekaligus menurut Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam. Untuk mengetahui syarat dan makna dari perceraian Untuk mengetahui hukum perceraian menurut hukum islam dan hukum negara.



Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemahnhya. (Jakarta: PT. Sari Agung, 2002), hlm 17



2



BAB 2 PEMBAHASAN A. PENGERTIAN PERCERAIAN 1. Perceraian Dalam Hukum Islam Secara bahasa talak atau perceraian dalam hukum Islam menurut Zainuddin al-Malibari berasal dari kata hallul qaid yakni “melepaskan ikatan” sedangkan menurut syara’ adalah melepaskan ikatan nikah dengan lafadz yang akan disebut kemudian. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rofik dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam adalah Ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu putusnya perkawinan4. Pada prinsipnya tujuan perkawinan sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam adalah untuk mewujudkan keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, oleh karenanya untuk menggapai tujuan tersebut dalam hukum perkawinan islam menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian5. Sedangkan talak sebagaimana yang dikemukakan oleh Soemiyati adalah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan6oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Sedangkan talak menurut Haifa Ahmad Jawwad dalam bukunya, Otentitas Hak-hak Perempuan, Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender7 adalah pemutusan akad perkawinan oleh keputusan suami yang biasanya dilakukan secara sepihak oleh suami tanpa disertai pengungkapan alasan apa-apa.8



4



Zainudin al-Malibari, Fathul Mu’in, Alih Bahasa, Moch Muhtar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005, hal. 1346. Ahmad Rofik, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 276. 6 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Yogyakarta: Teras, 2011. Hal 83. 7 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 1999. Hal. 103. 8 Haifa A. Jawwad. Otentitas Hak-hak Perempuan, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002. Hal 251-252. 5



3



2. Perceraian dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Salah satu prinsip dalam hukum perkawinan adalah menghindari terjadinya perceraian. Adapun perceraian sebagaimana ditegaskan oleh Soemiyati dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam dan Undangundang Perkawinan, mengartikan secara umum yaitu segala bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya karena meninggalnya salah satu dari pihak suami atau isteri. 9 Selanjutnya untuk ketentuan tentang putusnya perkawinan diatur dalam dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 sebagaimana dikutip oleh Wasman dan Wardah Nuroniyah yaitu : a) Karena kematian salah satu pihak, b) Karena perceraian dan, c) Atas keputusan pengadilan10



Dalam Pasal 65 Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 juga dinyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di muka sidang pengadilan setelah pihak pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan keduanya, adapun bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut: “Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.11 Menurut ketentuan Pasal tersebut ditegaskan bahwa peceraian hanya dapat dilakukan di muka sidang pengadilan. Dengan demikian perceraian yang dilakukan tidak dimuka sidang pengadilan dianggap tidak sah atau belum pernah terjadi ikrar talak (perceraian), karena perceraian yang dilakukan tidak dimuka sidang pengadilan diangap tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Perceraian tersebut akan berdampak negative pada keduanya apalagi pada pihak isteri bila suaminya tidak memberikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh isteri setelah perceraian terjadi.



B. Dasar Hukum Talak Adapun dasar dasar hukum adanya talak atau perceraian adalah firman Allah dalam surat At-Talaq ayat 1. 12 9



Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 1999, hal. 103. Wasm, dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam dalam Perbandingan Fiqh dan Hukum Positif, Yogyakarta: Liberty, 2003, hal. 154. 11 Noto Susanto, Organisasi dan Yurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada, 1963, hal. 27. 12 Yayasan Penerjemah DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah Munawwarah,, tt. Hal. 9 10



4



Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu dapat menghadapi iddahnya (yang wajar) dan hitungan waktu iddah itu serta bertawakalah kepada Allah tuhanmu”. Selanjutnya firman Allah dalm suarat Al-Baqarah ayat 227. 13 Artinya: “Dan jika mereka ber ’azam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Adapun dasar hukum talak yang lain adalah dari hadits Nabi sebagaimana hadits yang dikutip oleh Ahmad Rofik.14 Artinya: Suatu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (perceraian). (Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan al-Hakim, dari Ibnu Umar).



C. Hukum Perceraian Dalam Islam Perceraian dalam hukum Islam dipandang sebagai sesuatu yang jelek dan sebisa mungkin untuk dihindari. Adapun untuk hukum perceraian dilihat dari sisi kemaslahatan dan kemudharatannya Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqh Islam membagi hukum percerian menjadi empat bagian yaitu: Wajib, makruh, sunat dan haram.15 1. Wajib Hukum melaksanakan perceraian menjadi wajib apabila atas putusan hakim dalam hal terjadinya perselisihan yang berkepanjangan antara suami isteri dan sudah diadakan upaya perdamaian oleh dua orang hakim, selanjutnya kedua hakim sudah memandang perlu umtuk mengadakan perceraian yang bersifat ba’in sughra’. 16 2. Haram Adapun hukum talak menjadi haram apabila ikrar talak dilakukan tanpa adanya alasan yang jelas. 17Karena tidak ada kemaslahatan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut. 3. Makruh Yaitu hukum asal dari talak itu sendiri. 4. Sunnat



13



Ibid,Surat Al-Baqarah, ayat 227. Hal. 675. Ahmad Rofik, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal 268. 15 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1986, hal. 402 16 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Cet. III, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hal. 133 17 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jil. VIII, Cet. I, Bandung: Al-Ma’arif, 1987, hal. 11 14



5



Adapun hukum talak bisa menjadi sunnat apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibanya (nafkahnya) atau perempuan tidak mampu kehormatan dirinya18.



D. Macam-macam Perceraian 1. Perspektif Hukum Islam Perceraian dalam hukum Islam atau putusnya hubungan perkawinan selanjutnya disebutkan sebagai talak, perceraian atau putusnya perkawinann dalam hukum Islam terjadi karena: Kematian, Talak, (ta’lik talak) fasakh, khuluk dan syiqaq. 19



1. Putusnya Perkawinan karena Kematian Putusnya perkawinan karena adanya sebab kematiann salah satu dari suami atau isteri, maka pihak lain bisa dan berhak mewarisi atas harta peninggalan yang meninggal, karena adanya kesepakatan yang umum dikalangan ulama tentang kausalitas sebab-sebab kewarisan yakni karena adanya hubungan perkawinan, 20Bagi pihak isteri yang dengan meninggalnya suami tidak dibolehkan segera melangsungkan perkawinan yang baru dengan laki-laki yang lain karena harus menanggung masa iddah. Berbeda dengan pihak suami yang bisa secara dapat langsung melangsungkan perkawinan yang baru karena tidak adanya jangka waktu tunggu bagi seorang suami yag ditinggal mati oleh isterinya. Adapun ketentuan iddahnya adalah sebagaimana ditetapkan oleh firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 234.



2. Putusnya perkawinan karena talak Talak adalah suatu perbuatan yag dilakukan oleh suami berupa menolak berlanngsunya perkawinan, adapun talak adalah cara yang lazim digunakan untuk menghentikan perkawinan, sedangkan perceraian yang dimaksud disini adalah perceraian dengan mengucapkan ikrar talak yang langsung jatuh (munjas) yaitu ikrar talak yang diucapkan dan jatuh tanpa adanya sarat apapun, juga tidak disandarkan pada waktu yang akan datang maupun adanya penangguhan jatuhya talak. Sedangkan ikrar talak yang di gantungkan dengan syarat atau waktu yang akan datang (muallaq) adalah talak langsung tetapi digantungkan dengan sesuatu yang menjadi syarat jatuhnya talak, atau digantungkan dengan suatu peristiwa yang bakal terjadi dimasa yang akan datang. Sedangkan talak yang disandarkan pada waktu yang akan datang (mudhaf) yaitu ucapan talak yang dikaitkan denggan waktu, bahwa



18



Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1986, hal. 402 8 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut Perundangan, Hukum Adat dan Agama, Ct. Kedua, Bandung: Mandar Maju, 2003, hal. 166. 20 Sukris Sarmadi, Transedensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, Raja Grafindo Jakarta: Persada, 1997, hal.166. 19



6



apabila waktu yang dimaksud itu tiba maka jatuh talaknya. Sementara itu penyampaian talak dilhat dari sighatnnya dibagi menjadi dua macam yaitu:



1.) Talak Sharih Makna sharih adalah tegas, yaitu kalimat yang terang tidak raguragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan, seperti ucapan “engkau tertalak atau saya ceraikan engkau. 21



2.) Talak Kinayah Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu sehingga



a. b. c. d.



boleh dan dapat diartikan perceraian nikah atau yang lain, contoh “pulanglah engkau kerumah orang tuamu” kata kinayah dalam hal ini bermakna ganda yaitu talak dan selain talak, adapun yang menjadi perbedaan adalah niatnya. 22 Talak dapat jatuh dengan berbagai macam cara penyampaianya yang bisa menunjukan berakhirnya hubungan perkawinan yaitu dengan kata-kata atau dengan mengirim surat kepada isterinya atau dengan isyarat bagi orang yang bisu atau dengan mengirim seorang utusan: Talak dilakukan dengan ucapan (ikrar talak). Talak disampaikan denganmengirim utusan Talak dengan menggunakan Talak disampaikan melalui tulisan



3. Putusnya Perkawinan Karena fasakh Pengerian fasakh secara bahasa berarti mencabut atau membatalkan yang didalamnya mengandung pengertian bahwa falsafah ini memperlihatkan kewenangan qadli (hakim Pengadilan Agama) untuk membatalkan suatu perkawinan atas permintaan pihak isteri23. Jadi fasakh adalah perceraian dengan keputusan hakim atas permintaan dari pihak isteri. Dengan kata lain fasakh merupakan peluang atau jalan yang bisa ditempuh



4. Putusnya perkawinan dengan sumpah li’an Putusnya perkawinan dengan sumpah li’an dapat terjadi karena adanya tuduhan dari suami kepada isterinya melakukan perbuatan zina atau suami mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, 24adapun li’an berarti sumpah atau mengutuk karena seseorang yang melakukan perceraian dengan cara li’an pada sumpahnya yang kelima dia bersedia meminta kutukan Allah apabila ternyata sumpahnya adalah dusta, sesuai dengan firman Allah Surat An-Nur, ayat, 6-7 yaitu43:



21



Ibrahim Muhamad, Fikih Wanita, Alih Bahasa Anshori Umar, Semarang: Assyifa, tt. Hal. 398. Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam: Perbandingan Fiqh dan Hukum Positif, Yogyakarta: Teras, 2011, hal. 95 23 Sudarsono, Hukum Kelurga Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hal. 63 24 Moh Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996. Hal. 154 22



7



Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan sumpah yang kelima: Bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta”.



5. Putusnya Perkawinan Karena Nusyuz 6. Putusnya Perkawinan Karena Syiqaq 2. Perspektif undang-undang 1.) Kematian 2.) Perceraian



BAB 3 PENUTUP A. KESIMPULAN Perceraian merupakan bagian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanpa adanya perkawinan terlebih dahulu. Perkawinan merupakan awal dari hidup bersama antara hidup seorang pria dengan wanita yang diatur dalam hukum agama serta peraturan perundang-undangan dalam suatu negara, sedangkan perceraian merupakan akhir dari kehidupan bersama suami istri tersebut. Setiap orang 8



menghendaki agar perkawinan yang dilaksanakannya itu tetap utuh sepanjang masa kehidupannya, tetapi tidak sedikit perkawinan yang dibina dengan susah payah itu harus berakhir dengan suatu perceraian. Hukum perceraian dalam islam : 1. Wajib 2. Haram



3. makruh 4. sunnat



Macam-macam perceraian ada 2 yaitu : 1. Perspektif undang-undang 1.) Kematian 2.) Perceraian. 2. Perspektif hukum islam 1.) Putusnya perkawinan karena kematian 2.) Putusnya perkawinan karena talak 3.) Putusnya perkawinan karena fasakh 4.) Putusnya perkawinan karena sumpah li’an 5.) Putusnya perkawinan karena nusyuz 6.) Putusnya perkawinan karena syiqaq 7.) Dll.



B. SARAN Dari rangkuman di atas, pasti masih ada yang perlu di pahami secara lebih luas, khususnya bagi pemegang jurusan atau pendidikan yang berhubungan dengan KEKELUARGAAN. Maka dari itu, saya slaku penulis makalah ini memohon maaf sebesar-besarnya kepada pembaca jika ada kesalahan dari materi yang saya buat seperti di atas. Karena saya hanya manusia biasa yang selalu berbuat kesalahan sebesar dan sekecil apapun. Untuk teman-teman , juga diharapkan untuk selalu menjaga keharmonisan di dalam keluarga agar senantiasa di Rido-I oleh Allah SWT. Aamiin____.



DAFTAR PUSTAKA Rofiq, Ahmad.1995. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Abu Abdullah Muhammad ibn Ya zid Ibnu Majah. 2004. Sunan Ibnu Majah. Jordan: Baitul Afkar AlDauliyyah. Departemen Agama RI.2002. Al-Quran dan Terjemahnhya. Jakarta: PT. Sari Agung. 9



Zainudin al-Malibari,Muhtar Moch.2005. Alih Bahasa. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Rofiq,Ahmad.2000.Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wasman dan Wardah Nuroniyah.2011. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Yogyakarta: Teras. Soemiyati.1999. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Yogyakarta: Liberty. Haifa A. Jawwad. 2002. Otentitas Hak-hak Perempuan, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Soemiyati. 1999. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty. Wasm, dan Wardah Nuroniyah. 2003. Hukum Perkawinan Islam dalam Perbandingan Fiqh dan Hukum Positif, Yogyakarta: Liberty. Susanto, Noto. 1963. Organisasi dan Yurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada. Yayasan Penerjemah DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah Munawwarah,, tt. Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rasjid, Sulaiman.1986. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sudarsono. 2005. Hukum Perkawinan Nasional, Cet. III, Jakarta: Rineka Cipta. Moh Idris Ramulyo. 1996. Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta.



10



11