Makalah Perceraian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERCERAIAN MATA KULIAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA



DISUSUN OLEH ZULFAN HIDAYAT 010120181 KELAS G SEMESTER 4



SEKOLAH TINGGI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM 2022/2023



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Bogor, 28 Maret 2022



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………2 BAB I……………………………………………………………………...4 PENDAHULUAN………………………………………………………..4 A. Latar Belakang…………………………………………………..4 B. Rumusan Masalah……………………………………………….4 BAB II…………………………………………………………………….5 PEMBAHASAN………………………………………………………….5 A. B. C. D. E.



Pengertian Perceraian…………………………………………...5 Alasan terjadi perceraian………………………………………..7 Kapan Terjadi Perceraian………………………………………10 Korban Perceraian………………………………………………11 Anak Anak Setelah Orang Tua Bercerai………………………13



BAB III…………………………………………………………………..14 PENUTUP……………………………………………………………….14 A. Kesimpulan………………………………………………………14 B. Saran…………………………………………………………….14



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Perceraian adalah putusnya pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita oleh keputusan pengadilan, dan ada alasan yang baik untuk tidak bisa hidup damai sebagai pasangan. Pembubaran perkawinan apabila hubungan mereka tidak lagi memungkinkan tercapainya tujuan perkawinan, baik oleh suami atau istri, maupun dengan kesepakatan bersama. Perceraian pada umumnya dianggap tidak terpuji, tetapi jika keadaan mentok dalam rangka memperbaiki runtuhnya hubungan perkawinan, maka perkawinan atau perceraian tersebut wajib diselesaikan. Penyebab konflik tidak hanya perempuan dan laki-laki, tetapi juga sikap egois individu. Oleh karena itu, untuk alasan yang baik, perceraian dimungkinkan jika Undang-Undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Keputusan Nomor 9 Tahun 1975.



B. Rumusan Masalah - Apa pengertian dari perceraian? - Mengapa terjadi perceraian? - Kapan terjadi perceraian? - Siapa yang terkena dampak perceraian? - Di mana anak-anak setelah orang tua mereka bercerai?



BAB II PEMBAHASAN



1. Pengertian Perceraian Pengertian perceraian dalam bahasa Indonesia berarti “berpisah” dari kata dasar “cerai”. Secara terminologi (syara`), talak adalah istilah yang melepaskan ikatan perkawinan. Istilah lafadz digunakan pada masa jahiliyah yang kemudian digunakan oleh syara`. Dalam istilah Fiqh, perceraian disebut "Talak" atau "Furqah". Perceraian berarti memutuskan hubungan atau membatalkan perjanjian. Sedangkan Furqah berarti perceraian, kebalikan dari berkumpul. Kata Talak dan Furqah memiliki arti umum dan khusus. Dalam pengertian umum, itu berarti semua jenis perceraian oleh suami, yang ditentukan oleh hakim. Sedangkan dalam arti khusus adalah permohonan cerai suami. Menurut HA. Fuad mengatakan: `` Perceraian berarti putusnya perkawinan antara suami dan istri karena tidak adanya keharmonisan dalam keluarga atau karena alasan lain, seperti kemandulan pasangan dan setelah dilakukan upaya perdamaian antar keluarga. dari kedua belah pihak. Di sisi lain, penulis juga mengkaji berbagai ketentuan Undang-undang Perceraian di Indonesia, antara lain: Menurut Al Hadist Menurut asal usul thalaq, hukumnya adalah makruh berdasarkan hadits Nabi SAW, yaitu perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq. (HR.Abu Daud dan AlHakim). Selain itu, dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, maka dia dilarang merasakan surga. (HR. Turmudzi putra Ibnu Majah)



Menurut Peraturan Perundang Undangan Meskipun pernikahan adalah untuk membentuk sarang cinta, mawaddah dan rahmat bagi pasangan muslim, dalam kehidupan keluarga juga tidak tertutup kemungkinan timbul masalah yang dapat mengancam keharmonisan pernikahan. Meski tidak bisa menyelesaikan masalah, keduanya sepakat untuk memutuskan ikatan pernikahan mereka melalui perceraian. Sebelum Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (UUP) berlaku, perkawinan diatur dalam Buku I Kitab Hukum Perdata (KUHP), yang memuat ketentuan tentang putusnya



perkawinan (cerai). Dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, maka ketentuan Peraturan dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) tentang Perkawinan tidak berlaku. Buku I Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak memiliki pengertian tentang perceraian, hanya mengatur tentang putusnya perkawinan dan akibat-akibatnya. Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mengatur tentang pemutusan perkawinan yang menyatakan: “perkawinan dapat diputus oleh: kematian; Cerai; Dengan keputusan Pengadilan. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang hanya mengatur tentang tata cara perceraian, secara khusus Pasal 14 mengatur bahwa: “Suami yang kawin secara Islam akan menceraikan istri, mengajukan surat dengan pengadilan tempat tinggalnya, memberitahukan kepadanya bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya beserta alasannya dan meminta pengadilan untuk mengadakan persidangan untuk tujuan ini pemadat, mesin slot, dll tidak dapat disembuhkan; b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa persetujuan pihak lainnya dan tanpa alasan yang sah atau karena alasan lain selain penguasaan pihak lainnya; c) Salah satu pihak dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih menurut hukum setelah perkawinan; d) Salah satu pinak melakukan kekejaman serius atau penyalahgunaan yang membahayakan pihak lain; e) Salah satu pihak cacat atau sakit karena tidak mampu menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri; f) Sering terjadi pertengkaran dan pertengkaran antara suami dan istri dan tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali di rumah.



Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah pembebasan dari batasan-batasan dalam perkawinan dan pemutusan hubungan perkawinan.



Menurut Kompilasi Hukum Islam Perceraian merupakan salah satu penyebab rusaknya perkawinan. Hal ini sesuai dengan ketentuan KETIKA Pasal 113 mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh 3 (tiga) sebab sebagai berikut: 1) Kematian; 2) Perceraian; 3) Putusan Pengadilan. Menurut Pasal 114 KHI, dengan ketentuan bahwa perceraian dengan perceraian dapat dilakukan oleh suami atau oleh istri. Selain itu, menurut Pasal 115 KHAI, perceraian hanya dapat dikabulkan di pengadilan agama setelah pengadilan mengadili dan gagal mendamaikan kedua belah pihak. Selanjutnya dalam Pasal 116 KHI alasanalasan terjadinya perceraian pasangan suami isteri dapat disebabkan karena: a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, atau lain sebagainya yang sulit disembuhkan; b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama, 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;



2. Alasan Terjadi Perceraian Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, disebutkan dalam Pasal 19 bahwa perceraian dapat dibolehkan jika ada beberapa alasan penting. Jika tidak, pengadilan tidak akan melanjutkan penyelesaian perceraian melalui gugatan cerai yang diajukan oleh penggugat. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, mengatur bahwa perceraian dapat timbul atau dikabulkan karena alasan-alasan sebagai berikut: -



Salah satu pihak melakukan perzinahan atau menjadi pemabuk, pemabuk, perjudian dan orang-orang yang sukar disembuhkan. Alasan ini dapat digunakan untuk mengajukan gugatan cerai, karena jika seseorang telah



-



-



-



melakukan perzinahan, berarti ia telah mengkhianati kesucian dan kesucian suatu perkawinan. Termasuk membuat, menjejalkan dan berjudi, merupakan pelanggaran terhadap hukum agama dan hukum positif. Salah satu pihak (suami/istri) meninggalkan pihak lainnya selama 2 tahun berturut-turut tanpa persetujuan pihak lainnya. Dan bukan untuk alasan yang baik, untuk sesuatu yang lain di luar kekuasaannya. Ini melibatkan kewajiban untuk memberikan dukungan material dan spiritual, jika satu pihak meninggalkan yang lain untuk waktu yang lama tanpa persetujuan dari pasangan, ini akan menyebabkan kegagalan pasangan untuk melakukan kewajiban untuk memiliki. Dengan demikian, jika pasangan tidak mau, mereka dapat memberikan alasan sebagai dasar untuk mengajukan gugatan cerai. Salah satu pihak dijatuhi hukuman lima tahun penjara, atau lebih setelah pernikahan itu dirayakan. Sama halnya dengan poin b, poin ini juga dapat dijadikan alasan bagi salah satu pihak untuk mengajukan gugatan cerai. Sebab, jika salah satu dari kedua pihak yang terlibat harus menjalani hukuman penjara 5 tahun atau lebih, berarti pihak yang bersangkutan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai pasangan. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penyalahgunaan yang serius, yang dapat merugikan pihak lain;



Poin ini berfokus pada keuntungan atau manfaat pernikahan, bukan keselamatan individu/salah satu pihak. Jika perkawinan dipertahankan tetapi akan mempengaruhi keselamatan individu, lebih baik pernikahan dipertahankan tetapi akan mempengaruhi keselamatan individu, lebih baik jika pernikahan diakhiri dengan perceraian. Dalam hal ini harus dapat membuktikan, apabila terjadi suatu perbuatan atau ancaman yang membahayakan keselamatan seseorang/salah satu pihak. Dengan demikian, alasan tersebut telah diterima oleh majelis hakim yang sedang mempertimbangkan perkara tersebut di pengadilan. -



Salah satu pihak menjadi cacat atau sakit karena tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai suami/istri;



Tidak dapat dipungkiri bahwa kasih sayang pasangan dipengaruhi oleh faktor fisik, terutama kebutuhan biologis. Ketika salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajiban pasangannya karena cacat atau sakit, salah satu pihak dapat menggunakannya sebagai alasan untuk mengajukan gugatan cerai. Sering terjadi pertengkaran dan pertengkaran antara suami dan istri, dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah. Tidak ada kehidupan keluarga yang rukun, damai dan nyaman jika penuh dengan pertengkaran. Juga, jika perselisihan tidak dapat dihindari dan tidak terselesaikan. Jika situasi ini berlanjut dan dapat menyebabkan efek yang lebih buruk di masa depan, maka Anda dapat mengajukan gugatan cerai di pengadilan.



Selanjutnya, dalam kompleksitas Hukum Islam (WH), BAB XVI tentang putusnya perkawinan, juga menyebutkan beberapa alasan untuk mengajukan gugatan cerai. Melalui substansi, sifat pasalnya sama dengan pasal 19 PP no 9/1975. Namun ada beberapa tambahan penting yang diturunkan dalam pasal tersebut, yaitu: 



Suami melanggar takliktalak;



Dalam akad nikah, mempelai pria biasanya membaca atau paling tidak menandatangani semboyan taklik talak, atau akad yang diucapkan mempelai pria setelah akad nikah, yang termasuk dalam akad nikah. Artinya, berupa janji cerai yang ditangguhkan dengan syarat tertentu, dan hal ini dapat terjadi di kemudian hari. Dalam hal ini suami dengan sengaja meninggalkan istrinya tanpa mencari nafkah selama 2 tahun berturut-turut, kemudian suami melakukan kekerasan terhadap istrinya. Oleh karena itu, istri berhak meminta kepada Pengadilan yang berwenang untuk menyelesaikan perceraian tersebut. 



Pertobatan atau kemurtadan menyebabkan kedamaian dalam keluarga.



Pasangan seagama hanya diperbolehkan menikah. Jika dalam keluarga salah satu pihak (pasangan) keluar dari agama atau berpindah agama. Itulah akhir dari pernikahan. Jika pernikahan tersebut dipaksakan untuk dilanjutkan, maka pada akhirnya hanya akan menimbulkan perselisihan. Perceraian hanya dimungkinkan jika salah satu alasan di atas terpenuhi. Dalam Mazmur 39 ayat (2), hukum perkawinan, mengatakan bahwa untuk perceraian, harus ada alasan yang dapat dibuktikan, jika pasangan tidak dapat lagi hidup rukun. Setelah upaya perceraian selesai, pilihan alasan, apa pun alasan sebenarnya, akan sangat menentukan proses perceraian. Serta akibat hukum dari perceraian itu sendiri. Karena salah satu pihak melakukan perzinahan atau menjadi pemabuk, pemabuk, penjudi, dsb. (intractable), umumnya akan mempengaruhi keputusan untuk memaksakan hak asuh anak yang dibuat oleh Juri. Meskipun pada umumnya hak asuh anak di bawah umur 12 tahun adalah milik ibu, tetapi jika terbukti di pengadilan bahwa istri berselingkuh, hak asuh anak akan jatuh ke tangan ayah. Karena istri terbukti melakukan perbuatan asusila (zina), di hadapan hukum, tidak amanah dalam membesarkan dan mendidik anak. Bisa juga terjadi jika alasan perceraian adalah karena suami atau istri memiliki kebiasaan buruk lainnya, seperti mabuk, mabuk atau melakukan perilaku kekerasan, yang dapat mengancam jiwa anak. Faktor utama yang menyebabkan perceraian Ringkasnya, ada beberapa faktor penyebab perceraian, yaitu: -



Perselingkuhan



-



Komunikasi yang buruk Sangat ekonomis Tidak mau mengalah Intervensi orang tua Perbedaan prinsip dan keyakinan Romantisisme samar Konflik peran perbedaan besar dalam pernikahan Seks Kurang percaya diri atau tidak aman Belum dewasa Pelanggaran dan pemenjaraan bagi penjahat Perbedaan antara tujuan pribadi dan tujuan karir Masalah keuangan tidak setia Ketidakcocokan intelektual Ketidakcocokan seksual Konversi agama atau kepercayaan 3. Kapan Terjadi Perceraian



Sesungguhnya setiap ketika selesainya bulan madu merupakan adalah periode yg rawan bagi setiap pasangan pernikahan. Untuk itulah diharapkan kewaspadaan, diharapkan komitmen & kesungguh-sungguhan bagi setiap pasangan nikah buat saling memupuk , memelihara & saling membahagiakan. Sesungguhnya terdapat 3 Periode pada pernikahan yg mempunyai taraf kerawanan melebihi tahun-tahun yg lain, hal ini dikarenakan memuncaknya disparitas yg menyerap lebih poly tenaga pasangan nikah buat saling mengikuti keadaan. Adapun 3 periode yg sesungguhnya kita patut sadari & waspadai, & patut kita antisipasi itu merupakan : 1) Periode usia nikah 1-lima tahun merupakan periode dimana fondasi pernikahan sesungguhnya belum relatif kuat. Dan justru dalam usia 1-4 tahun itu tuntutan buat saling mencocokan & mengikuti keadaan itu menyedot begitu poly tenaga pasangan suami istri yg masih baru ini. Mereka dituntut bisa mengikuti keadaan menggunakan pasangannya, menggunakan mertua menggunakan saudara ipar, menggunakan kerabat, & menggunakan pekerjaan atau karier. Jika mereka sukses pada saling mengikuti keadaan akan sebagai famili yg semakin kokoh. Namu jika mereka gagal buat mengikuti keadaan hal itu akan mengakibatkan problema semakin meruncing & nir selesai atau perceraian. 2) Periode Puber ke 2 atau Usia Parobaya yaitu



periode usia pernikahan 15-20 tahun. Adalah periode dimana usia masing masing suami istri antara 40-50 tahun. Apa yg sesungguhnya terjadi yg mengakibatkan perkawinan menghadapi usia kritis dalam periode ini? Anak-anak mulai menginjak usia remaja, & kenakalan remaja acapkali mengakibatkan disparitas cara didik & cara mendisiplin anak yg menyebabkan disparitas semakin tajam antara suami istri, disinilah krisis yg baru dimulai. Bukan itu saja ketika ini karir umumnya telah mantap, keuangan mantap, & umumnya orang tua & mertua yg mengawasi kita telah mulai meninggal, disaat yg sama interaksi suami istri umumnya mulai merenggang lantaran istri mulai masuk masa menopause & suami memasuki masa puber ke 2. Dan disinilah terjadi poly godaan perselingkuhan. 3) Masa Pensiun atau dianggap pula masa sarang kosong yaitu periode 30-35 tahun usia pernikahan. Masa dimana anak-anak dalam biasanya telah menikah & meninggalkan rumah. Pasangan suami istri yg selama ini belum biasa saling memaafkan, menghargai & mengikuti keadaan menggunakan baik maka ketika memasuki masa purna tugas & wajib tinggal berduaan selama 24 jam sehari adalah suatu kesulitan akbar yg menyebabkan pasangan semakin menjauh diusia senja. Pemilihan waktu Jadi , kapan saat terbaik buat memberitahu anak-anak Anda mengenai perceraian ? Memilih saat yg sempurna bisa sebagai sedikit rumit . Percakapan Anda akan mempunyai menggunakan anak Anda nir bisa bergegas naik . Dengan demikian , menentukan saat dimana Anda berdua mempunyai relatif saat & anakanak Anda perdeo pula. Setelah Anda memberitahu mereka mengenai perceraian , itu hanya akan mengakibatkan pergolakan emosi . Jadi , menentukan hari saat anak-anak Anda nir mempunyai sekolah atau nir mempunyai aktivitas ekstra kurikuler lainnya buat menghadiri . Kedua Anda perlu menempatkan disparitas Anda ke samping & menaruh anak-anak Anda perhatian penuh , saat mereka mencoba buat mengasimilasi berita . Mereka pula perlu berurusan menggunakan wangsit pemisahan misalnya halnya yang anda lakukan 4. Korban Perceraian ANAK-ANAK MENJADI KORBAN Anak-anak adalah korban yang paling terpengaruh ketika orang tua memutuskan untuk bercerai. Anak-anak mungkin takut kehilangan citra ayah atau ibunya, takut kehilangan kasih sayang orang tua yang tidak lagi di rumah. Mungkin juga



mereka merasa bersalah dan melihat diri mereka sendiri sebagai penyebabnya. Prestasi akademik anak akan menurun atau mereka akan lebih sering menyendiri. Anak yang lebih besar mungkin juga merasa terjebak di antara orang tua mereka. Salah satu atau kedua orang tua yang berpisah mungkin curiga bahwa mantan pasangannya mempengaruhi anak untuk membencinya. Hal ini dapat menggelincirkan anak agar tidak membuka diri terhadap masalah besar yang dihadapinya saat remaja. Sebagai pelampiasan yang buruk, anak bisa terjerat dalam pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal-hal negatif lainnya yang bisa merugikan. DAMPAK TERHADAP ORANG TUA Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga dapat terpengaruh oleh keputusan perceraian. Sebagai orang tua, mereka mungkin takut anak mereka yang bercerai akan menderita karena perceraian atau terganggu oleh gosip orang. Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai akhirnya harus membantu membesarkan cucu mereka karena pasangan yang bercerai tidak dapat membesarkan anak-anak mereka. Perceraian bukan hanya keputusan yang hanya mempengaruhi pernikahan dua orang, tetapi juga memiliki dampak yang kuat pada keluarga mereka. Mari kita cari tahu setelah tim perceraian di anggota keluarga. Sampai perceraian meninggal, kami berpisah. Tapi mengapa pernikahan gagal? Ketidakbahagiaan perkawinan pasangan mungkin timbul dari masalah perilaku atau sikap, seperti pasangan yang agresif, gila kerja, perzinahan, kecanduan alkohol atau narkoba, atau pelecehan fisik atau emosional oleh keluarga. Masing-masing situasi ini dapat menciptakan banyak stres dalam pernikahan dan juga bagi mereka yang terpengaruh olehnya. Pada akhirnya, perceraian adalah pengalaman emosional yang menyakitkan bagi semua orang yang terlibat, terutama anak-anak. Pengaruh perceraian pada keluarga Perceraian membawa stres. Menurut dokumen hukum, keduanya gagal menyelamatkan pernikahan mereka dan berpisah. Bagaimana jika anak-anak ikut campur? Jika orang tua Anda kecewa dengan keputusan Anda untuk meninggalkan pasangan, mereka bisa mengatasinya setelah pengalaman hidup yang solid. Tapi ada anak yang mengatakan bahwa ibu dan ayah putus ketika mereka tidak benar-benar mengenal dunia. Faktanya, pernikahan tidak pernah memiliki ungkapan "Jika kamu melakukan kesalahan, aku akan meninggalkanmu. Namun, bagi sebagian orang, perceraian seringkali menjadi jalan keluar dari neraka.



5. Di mana anak-anak setelah orang tua mereka bercerai Undang-Undang Kesejahteraan Anak No. 23 Tahun 2002 (The Child Protection Act) mendefinisikan anak sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak yang belum lahir. Anak dalam ruang lingkup subjek hukum, dalam hal perceraian, adalah anak yang sah. Artiya, anak yang lahir dalam/akibat perkawinan yang sah. Setelah pengadilan memutuskan untuk menyetujui perceraian, biasanya tidak hanya menentukan pembagian harta bersama, tetapi juga memutuskan masalah hak asuh anak. Perwalian atau dalam bahasa UU Kesejahteraan Anak adalah perwalian, yaitu hak orang tua untuk mengasuh, membesarkan, memelihara, membina, melindungi, dan mengembangkan anak, sesuai dengan agama dan kemampuan, bakat, serta minatnya. Undang-Undang Perkawinan pada Pasal 45 Bab X tentang hak dan kewajiban antara orang tua dan anak mengatur bahwa kedua orang tua harus memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Kewajiban ini berlaku sampai anak tersebut menikah atau dapat hidup sendiri. Dimana kewajiban tetap berjalan meskipun perkawinan antara dua orang putus. Dengan demikian, terlepas dari sisi mana pengadilan memutuskan, orang tua memiliki kewajiban yang sama untuk merawat dan mendidik anak-anak mereka.



BAB III PENUTUP Kesimpulan Perceraian adalah pemutusan perkawinan antara suami dan istri karena ketidakcocokan dalam keluarga atau karena alasan lain. Perceraian bukan hanya sebuah keputusan, itu hanya mempengaruhi kehidupan pernikahan dua orang tetapi juga memiliki dampak yang kuat pada keluarga mereka. Anak-anak adalah korban yang paling terpengaruh ketika orang tua memutuskan untuk bercerai. Situasi konflik yang berujung pada perceraian, tanpa disadari oleh orang tua, seringkali membawa anak ke dalam konflik. Melibatkan anak dalam konflik orang tua dapat berdampak negatif terhadap perkembangan psikologis anak. Setelah perceraian, anak harus tetap memiliki hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya. Setiap anak bereaksi berbeda terhadap pengumuman perceraian orang tua. Pada awalnya, mereka mungkin mengungkapkan kemarahan, ketakutan, atau kesedihan yang luar biasa. Beberapa mungkin tampak acuh tak acuh atau tidak terjadi apa-apa. Ada juga orang yang malu dan menyembunyikan fakta ini dari teman-temannya dan berpura-pura tidak terjadi. Beberapa bahkan lega karena tidak ada lagi pertengkaran di rumah. Pada akhirnya, perceraian adalah pengalaman emosional yang menyakitkan bagi semua orang yang terlibat, terutama anak-anak. saran Solusi untuk kasus perceraian adalah dengan mempertimbangkan kembali, jika Anda benar-benar membutuhkan perceraian, maka Anda harus memikirkan baikbaik kerugian yang akan Anda tanggung di kemudian hari. Perceraian akan berdampak negatif pada psikis anak, orang tua harus mengutamakan nasib anaknya di atas ego masing masing.