Perkembangan Moral Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A.Teori perkembangan Jean Piaget Teori perkembangan kognitif Jean Piaget atau teori Piaget menunjukkan bahwa kecerdasan berubah seiring dengan pertumbuhan anak. Perkembangan kognitif seorang anak bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, anak juga harus mengembangkan atau membangun mentalnya (Jarvis, M., 2000). Perlu diketahui bahwa Jean Piaget adalah seorang psikolog yang berasal dari Swiss yang mempelajari anak-anak di awal abad ke-20. Teorinya membahas perkembangan intelektual atau kognitif, yang diterbitkan pada tahun 1936, dan masih digunakan hingga saat ini. Menurut Piaget (dalam Wilis, R., 2011), anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberi kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat di respons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman yang dialami anak, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang harus di akomodasi oleh struktur kognitif anak (Matt Jarvis, 2000). Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan memungkinkan perkembangan pengalaman terus-menerus. Menurut Piaget (dalam Wilis, R., 2011) menyatakan bahwa pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak terhadap lingkungan akan terus berkembang sampai ke titik di mana anak mampu memikirkan kejadian potensial dan mampu secara mental mengeksplorasi kemungkinan akibatnya (Matt Jarvis, 2011:142). Teori Piaget berfokus pada anak-anak, mulai dari lahir hingga remaja, dan menjelaskan berbagai tahap perkembangan, termasuk bahasa, moral, memori, dan pemikiran. Ada 4 tahapan perkembangan anak menurut Piaget (dalam Wilis, R., 2011) yaitu: 1. Tahap Sensorimotor (Usia 18 – 24 bulan) Tahap sensorimotor merupakan yang pertama dari empat tahap dalam teori perkembangan kognitif Piaget. Teori ini meluas sejak lahir hingga sekitar 2 tahun, dan merupakan periode pertumbuhan kognitif yang cepat. Selama periode ini, bayi mengembangkan pemahaman tentang dunia melalui koordinasi pengalaman sensorik (melihat, mendengar) dengan tindakan motorik (menggapai, menyentuh). Perkembangan utama selama tahap sensorimotor adalah pemahaman bahwa ada objek dan peristiwa terjadi di dunia secara alami dari tindakannya sendiri. Misalnya, jika ibu meletakkan mainan di bawah selimut, anak tahu bahwa main yang biasanya ada (dia lihat) kini tidak terlihat (hilang), dan anak secara aktif mencarinya. Pada awal tahapan ini, anak berperilaku seolah mainan itu hilang begitu saja.



2.



Tahap Pra-operasional (Usia 2 – 7 Tahun)



Tahap pra-operasional merupakan tahap kedua dalam teori Piaget. Tahap ini dimulai sekitar 2 tahun dan berlangsung hingga kira-kira 7 tahun. Selama periode ini, anak berpikir pada tingkat simbolik tapi belum menggunakan operasi kognitif.



Pemikiran anak selama tahap ini adalah sebelum operasi kognitif. Artinya, anak tidak bisa menggunakan logika atau mengubah, menggabungkan, atau memisahkan ide atau pikiran. Perkembangan anak terdiri dari membangun pengalaman tentang dunia melalui adaptasi dan bekerja menuju tahap (konkret) ketika ia bisa menggunakan pemikiran logis. Selama akhir tahap ini, anak secara mental bisa merepresentasikan peristiwa dan objek (fungsi semiotik atau tanda), dan terlibat dalam permainan simbolik.



3.



Tahap Operasional Konkret (Usia 7 – 11 Tahun)



Tahap operasional konkret merupakan tahap ketiga dalam teori Piaget. Periode berlangsung sekitar usia 7 hingga 11 tahun, dan ditandai dengan perkembangan pemikiran yang terorganisir dan rasional. Piaget menganggap tahap konkret sebagai titik balik utama dalam perkembangan kognitif anak, karena menandai awal pemikiran logis. Pada tahapan ini, anak cukup dewasa untuk menggunakan pemikiran atau pemikiran logis, tapi hanya bisa menerapkan logika pada objek fisik.



4.



Tahap Operasional Formal (Usia 12 tahun ke atas)



Tahap operasional formal dimulai sekitar usia 12 tahun dan berlangsung hingga dewasa. Saat remaja memasuki tahap ini, mereka memperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak dengan memanipulasi ide di kepalanya, tanpa ketergantungan pada manipulasi konkret. Seorang remaja bisa melakukan perhitungan matematis, berpikir kreatif, menggunakan penalaran abstrak, dan membayangkan hasil dari tindakan tertentu.



Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun mungkin setiap tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk memungkinkan logika jenis baru atau operasi (Matt Jarvis, 2011:148). Semua manusia melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun masih pada tingkat pra-operasional dalam cara berfikir. Namun urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkattingkat berikutnya (Ratna Wilis, 2011:137)



Tingkatan perkembangan intelektual manusia mempengaruhi kedewasaan, pengalaman fisik, pengalaman logika, transmisi sosial dan pengaturan sendiri. Teori Piaget jelas sangat relevan dalam proses perkembangan kognitif anak, karena dengan menggunakan teori ini, manusia dapat mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak di levelnya. Dengan demikian bila dikaitkan dengan pembelajaran kita bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi anak,



misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh anak.



B. Teori perkembangan Kohlberg Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya. Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: prakonvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapantahapan ini. Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya. 1. Conventional level Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat prakonvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat prakonvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris. 2. Post Conventional Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif



masyarakat. Akibat ‘hakikat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional. 3. Convertional Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.



C. Pandangan psikologi sosial Erick H. Erikson: Adalah Erik Homburger Erikson, seorang psychoanalyst yang mengembangkan teori psychosocial development. Dalam teori ini Erikson membagi manusia kedalam 8 stages / 8 tingkatan mulai dari saat mereka masih bayi sampai di usia dimana mereka sudah tidak produktif lagi. 1.Trust vs Mistrust. Biasanya anak di usia tersebut akan percaya pada siapa saja yang dapat memberikan perhatian lebih kepada mereka, sehingga mereka merasakan kenyamanan dan ketenangan saat berada di dekat orang tersebut misalnya adalah saat berada di dekat orang tua mereka. Sebaliknya, mereka akan merasa tidak nyaman dan tidak tenang bahkan tidak bisa mempercayai mereka apabila berada di tengah orang orang asing yang tidak mereka kenal. 2. Autonomy vs Doubt. Sebagian besar Ibu - Ibu di dunia sering mengeluh pada anak - anak mereka yang berusia 2 - 3 tahun. Mereka mengeluh karena anak - anak mereka menjadi nakal dan terkesan susah diatur. Sebenarnya hal tersebut adalah sifat alami yang akan terjadi karena anak - anak di usia tersebut memiliki rasa ingin tau yang besar akan hal - hal baru yang ditemui mereka. Tak jarang mereka akan aktif bertanya saat mereka melihat orang - orang dewasa melakukan aktivitas mereka. Baiknya, jangan terlalu melarang mereka untuk melakukan hal - hal baru yang ingin mereka ketahui. Berikanlah penjelasan kepada mereka dengan bahasa yang lembut agar mereka tidak salah mengartikan hal - hal tersebut. Jika anda berhasil membuat mereka yakin akan semua itu mereka akan menjadi anak - anak yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi di kemudian hari. Namun, apabila anda tidak sukses memberikan penjelasan kepada mereka, mereka akan menjadi anak - anak yang pemalu dan ragu - ragu dalam menghadapi sesuatu. Karena bisa jadi mereka tidak yakin dengan pengetahuan yang mereka dapat sebelumnya. 3. Initiative vs Guilt . Tahap ini juga bisa disebut sebagai tahap exploration. Bagi anda yang memiliki anak - anak di usia tersebut ajaklah anak - anak anda ke tempat - tempat yang dapat membantu mereka meng-explore semua hal - hal baru yang ada di sekeliling mereka; misalnya permainan di alam bebas dengan mengajak



mereka ke tempat - tempat bernuansa alam seperti kebun binatang mungkin bisa jadi pilihan yang tepat untuk menumbuhkan rasa ingin tau mereka terhadap macam - macam suaka yang ada di alam ini. Apabila anda dapat mengajarkan semua hal - hal yang bermanfaat, maka mereka akan memiliki sifat sifat dari orang - orang yang memiliki tujuan dalam hidup karena bisa jadi saat mereka meng-explore, mereka mendapatkan initiatif untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari suaka - suaka tersebut. 4. Industry vs Inferiority. Usia ini adalah saat anak - anak mulai merasakan pendidikan akademis dan bersosialisasi terhadap lingkungan dan teman - teman sebayanya. Baiknya anda tidak "melepaskan" anak - anak anda pada usia ini. Pendidikan akademis memang penting untuk membantu perkembangan otak anak - anak anda, tapi pendidikan di rumah juga tidak kalah pentingnya. Jangan sampai kita sebagai orang tua "lepas kendali" dan akhirnya anak - anak kita lah yang menjadi korban dan terjerumus dalam hal - hal negatif. 5. Identity vs Role Confusion. Usia remaja adalah usia yang rentan terhadap hal - hal negatif. Apalagi di zaman sekarang ini yang serba canggih. Salah - salah alat komunikasi pun bisa menjadi perusak moral anak - anak. Jangan terlalu mengekang anak - anak remaja karena bisa jadi mereka akan menjadi pemberontak nantinya. Karena di usia ini adalah usia dimana mereka sedang mencari jati diri mereka. Mereka akan berpikir "saya adalah sesuatu" yang sudah bisa hidup mandiri dan tidak butuh perlindungan dari orang tua. Menjadi sahabat berbagi dengan anak - anak lebih baik daripada menjadi musuh bagi kebebasan mereka. Biarlah mereka ber-ekspresi sesuai dengan jiwa muda mereka asalkan itu hal - hal positif. 6. Intimacy vs Isolation. Tahap ini adalah tahap dimana orang - orang membutuhkan hubungan yang lebih dekat dengan orang orang yang dianggap bisa memberikan kenyamanan dan kebahagiaan untuk mereka. Oleh sebab itu banyak mereka yang sudah berpacaran memutuskan untuk menikah karena mereka ingin hubungan mereka dengan orang yang dicintai semakin terjalin erat. Dalam bidang ekonomi pun mereka akan cenderung ingin mandiri, apalagi bagi anak - anak yang sudah bekerja. Mereka cenderung "tidak mau diatur" dalam mengelola uang hasil kerja mereka. 7. Generativity vs Stagnation. Orang - orang yang berada di usia tersebut biasanya sudah tidak memiliki minat untuk bekerja lagi. Mereka cenderung ingin memberikan apa yang telah mereka dapat kepada anak - anak mereka. Misalnya anda adalah seorang pengusaha yang memiliki perusahaan sendiri, maka anda akan berpikir untuk memberikan usaha tersebut kepada anak - anak mereka. 8. Ego Integrity vs Despair Masa - masa ini akan masa mengenang apa yang telah mereka capai semasa muda. Bagi mereka yang sukses dalam hidup kemungkinan besar akan berbahagia saat mereka tutup usia nanti. Sebaliknya bagi mereka yang tidak merasa sukses akan merasa kecewa dan menyesal saat tutup usia nanti. Semua ini



merupakan teori yang terjadi di kehidupan nyata. Kebahagiaan kita tergantung dari seberapa kita merasa bahagia. Bahagia tidak harus memiliki banyak uang, tapi saat kita melihat anak - anak kita bisa menjadi "berguna" bagi sesama itu juga merupakan kebahagiaan hidup.



Referensi : - https://www.kompasiana.com/yustina_reni/teori-psychosocial-development-erikerikson_552c84406ea834aa568b456a - https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg