Pina Print Tnpa No Hal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Henti jantung adalah suatu keadaan dimana fungsi jantung secara tiba-tiba berhenti pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita penyakit jantung.Hal ini terjadi ketika sistem kelistrikan jantung menjadi tidak berfungsi dengan baik dan menghasilkan irama jantung yang tidak normal (American Heart Association, 2015). Secara klinis, keadaan henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya (PERKI, 2015). Kejadian henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian tertinggi di Amerika dan Kanada. Walaupun angka insiden belum diketahui secara pasti, akan tetapi pihak pusat pengendalian pencegahan dan kontrol penyakit Amerika Serikat memperkirakan sekitar 330.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner diluar rumah sakit atau di ruang gawat darurat, 250.000 diantaranya meninggal di luar rumah sakit (PERKI, 2020). Angka kejadian henti jantung di Indonesia tidak ada data statistik yang pasti mengenai jumlah kejadian henti jantung di rumah sakit setiap tahunnya (Suharsono dan Ningsih, 2012). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, presentasi penduduk Indonesia yang mengalami masalah penyakit jantung 1,5% dan Gorontalo menduduki peringkat ke dua setelah Kalimantan Utara dengan prevalensi 2,0%. Sedangkan data yang diperoleh dari World Health Organisation (WHO) tahun 2015 menunjukan bahwa 45% kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung yaitu 17,7 juta.



Untuk mengurangi angka kematian akibat henti jantung, maka dibutuhkan penatalaksanaan yang tepat dalam penanganan pasien henti jantung. Salah satu penanganannya adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP). RJP merupakan langkah pertolongan medis untuk mengembalikan fungsi nafas atau sirkulasi darah didalam tubuh yang terhenti. Resusitasi jantung paru bertujuan menjaga darah dan oksigen tetap beredar keseluruh tubuh (Pratondo & Iktavinus, 2012). Hingga saat ini RJP merupakan penatalaksanaan yang sangat vital dalam kasus henti jantung.American Heart Association menyebutkan bahwa kejadian henti jantung dapat terjadi dimana saja, penanganan RJP pada saat kejadian dapat membantu mengurangi resiko kematian. Henti jantung dapat sangat mematikan, namun ketika RJP dan Defibrilasi dapat diberikan secepatnya, dalam banyak kasus jantung dapat berdenyut kembali (AHA, 2015). Kualitas RJP memberi pengaruh sangat besar terhadap ketahanan hidup (survival rate) pasien henti jantung perlu diketahui bahwa RJP yang dilakukan sesuai pedoman (algoritma RJP hanya mampu menyediakan sejumlah 10-30% dari aliran darah normal ke jantung dan 30-40% ke otak), sehingga perawat pemberi RJP harus mempunyai kemampuan dalam memberikan RJP dengan kualitas terbaik dan sesegera mungkin. Kemampuan untuk merespon dengan cepat dan efektif pada kejadian henti jantung terletak pada perawat yang kompeten dalam prosedur RJP, sementara kurangnya keterampilan RJP pada perawat terindentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi untuk hasil yang buruk pada kejadian henti jantung (Elazazay, 2012). RJP yang berkualitas tinggi dan kepercayaan diri perawat yang efektif sangat penting bagi perawat yang memiliki



peran penting yang biasanya menjadi responden pertama didalam klinik kegawatdaruratan rumah sakit.Hal ini membutuhkan seperangkat tindakan yang terkoordinasi dalam rantai survival, termasuk penanganan pertama dan aktivasi segera, RJP awal, defibrilasi yang cepat, bantuan hidup lanjutan yang efektif dan perawatan yang baik setelah serangan jantung (Travers et al, 2010). Kepercayaan



diri



merupakan



keyakinan



bahwa



seseorang



mampu



melaksanakan tugas,mencapai tujuan, dan mengatasi rintangan dalam berbagai situasi (Sapariyah, 2011). Kepercayaan diri perawat dalam melakukan RJP juga sangat penting, kepercayaan diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri mengenai seberapa baik dirinya dapat berfungsi pada situasi tertentu, kepercayaan diri berhubungan dengan kepercayaan bahwa dirinya mampu melakukan tindakan yang diharapkan (Utami, 2013). Rasa kepercayaan diri seseorang sangat penting untuk orang yang terlibat disituasi darurat.Dalam kasus Resusitasi Jantung, motivasi seseorang sangat penting dalam bertindak untuk mendapatkan hasil yang efisien (Gonzi, 2015). Kurangnya kesiapan perawat dan kepercayaan diri perawat dalam menanggapi peristiwa RJP dapat mengakibatkan waktu yang panjang untuk intervensi dan mengakibatkan penurunan kesempatan pasien untuk bertahan hidup (Ferianto, 2016). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusno Ferianto, Ahsan, Ika Setyo Rini tahun 2016, tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self efficacy



Perawat



Dalam



Melaksanakan



Resusitasi



Pada



Pasien



Henti



Jantung.Terdapat hubungan antara pengalaman keberhasilan dan kemampuan komunikasi dengan self efficacy perawat dalam melaksanakan resusitasi henti



jantung. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Dani Dzulkornain tahun 2018, Gambaran Pemberian Resusitasi Pada Pasien Cardiac Arrest Oleh Perawat Berbasis self efficacy Theory.Hasil penelitian menunjukan resusitasi pada henti jantung pasien yaitu sebesar 31 orang dan effikasi diri perawat rendah yaitu sebesar 24 orang, sebagian besar perawat memiliki self efficacy yang tinggi dalam memberikan resusitasi pada henti jantung dipengaruhi oleh jenis kelamin, pendidikan dan pelatihan. Data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) diseluruh Indonesia mencapai 11.719.015 (13,1%) dari total seluruh kunjungan di RSU dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan di IGD berasal dari rujukan dengan jumlah 1.033 rumah sakit umum dari 1.319 rumah sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawatdarurat (Kemenkes, 2014). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan literature review tentang Tingkat Kepercayaan diri Perawat Dalam Melakukan Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Henti Jantung Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian bagaimana Tingkat Kepercayaan Diri Perawat Dalam Melaksanakan Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Henti Jantung Di Rsud.Prof. DR. H .Aloei saboe.



1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Gambaran Kepercayaan Diri Perawat dalam melakukan Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Henti Jantung Di RSUD.Prof. DR. H. Aloei Saboe. 1.4 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya mengenai Tingkat Kepercayaan Diri Perawat dalam melaksanakan Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Henti Jantung Di RSUD. Prof. DR. H. Aloei 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Perawat Untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri perawat khususnya dalam melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP). 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan rujukan bagi rumah sakit untuk lebih memahami mengenai Tingkat Kepercayaan Diri Perawat dalam melaksanakan Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Henti Jantung Di RSUD. Prof. DR. H. Aloei. 3. Bagi Lembaga Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat serta sebagai bahan arsip bagi institusi, sebagai bahan referensi pengajar maupun mahasiswa mengenai Gambaran Kepercayaan Diri Perawat dalam melaksanakan Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Henti Jantung.



BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Konsep Henti Jantung 2.1.1Pengertian Henti Jantung Henti Jantung merupakan salah satu keadaan gawat daruratan yang dapat terjadi secara tiba-tiba, sehingga harus mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat. Henti jantung dapat menyebabkan kurangnya distribusi oksigen yang dapat di salurkan ke seluruh tubuh terutama otak dan jantung itu sendiri. Bila kurang oksigen ke otak, maka sel-sel otak akan mati dan hilangnya kesadaran juga fungsi otak lainnya. Pada jantung, sel-sel jantung akan kekurangan oksigen, dan akan mati. Sel-sel yang telah mati tidak dapat dihidupkan kembali bila tidak cepat ditangani maka dapat berujung pada kematian. Henti jantung tidak hanya terjadi dirumah sakit, tetapi juga dapat terjadi diluar rumah sakit (PERKI, 2020).Henti jantung adalah konsekuensi dari aktivitas otot jantung yang tidak terkoordinasi. Dengan EKG, ditunjukkan dalam bentuk Ventricular Fibrillation (VF). Satu menit dalam keadaan persisten VF, aliran darah koroner menurun hingga tidak ada samasekali. Dalam4 menit, aliran darah karotis tidak ada sehingga menimbulkan kerusakan neurologi secara permanen (Alkatiri, 2009). Henti jantung merupakan salah satu kegawatdaruratan yang paling OHCA (Out Of Hospital Cardiac Arrest) merupakan kejadian henti jantung mekanis yang ditandai dengan tidak adanya tanda-tanda sirkulasi dan terjadi diluar rumah sakit. OHCA merupakan penyebab utama kematian dikalangan dewasa di Amerika Serikat. Sekitar 300.000 kejadian



OHCA terjadi setiap tahun di Amerika Serikat dan sekitar 92% orang meninggal karena OHCA (Bryant, 2011). 2.1.2 Tanda-tanda Henti Jantung Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersenggal-senggal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung. Pada kondisi henti jantung, sirkulasi terhenti dan semua organ tubuh mengalami hipoksia (HIBGABI, 2019). 2.1.3 Proses Terjadinya Henti Jantung Menurut Davey, 2015. Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya: 1. Aritmia ventrikel Sumbatan koroner akut, jaringan parut yang terjadi setelah infark miokard, gagal jantung karena etiologi lain, dan gangguan metabolik seperti hipokalemia dan hiperkalemia, hipoksemia, dan obat-obatan. 2. Bradi aritmia Penyakit jaringan kondusif, seperti blok jantung komplit, selama infark miokard, setelah aritmia ventrikel yang lama atau henti pernafasan. 3. Syok kardiogenik Sering disebabkan oleh infark miokard yang luas atau gagal jantung lanjut. Jika terjadi kegagalan sirkulasi dan terlihat komplex QRST pada monitor EKG.



4. Hipofolemia Seperti luka tusuk, pendarahan gastroistestinal atau retroperitoneal yang berat misalnya ruptur anerisma aorta abdominalis. 5. Temponade pericardial Luka tusuk, infark miokard baru (yang menunjukan ruptur jantung), keganasan atau segera setelah bedah jantung. 6. Emboli paru 7. Neumotoraks tension Penderita asma, penyakit paru kronis, terutama penyakit paru obstruksif kronik (PPOK), atau setelah trauma. 2.1.4. Perawatan pasca henti jantung Menurut Rini, Suharsono, Ulya, Suryantono, Kartikawati, Fahtoni, 2019: a. Mengoptimalkan organ vital. b. Pasien yang mengalami henti jantung diluar rumah sakit harus segera dibawa ke rumah sakit yang memadai dan mempunyai kemampuan komprehensif untuk menangani pasien setelah henti jantung. Rumah sakit tersebut hendaknya mempunyai fasilitas intervensif koroner akut, perawatan neurologi,critical care, dan terapi hipotermi. c. Kirimkan pasien henti jantung dirumah sakit ke unit critical care yang memadai untuk memberikan perawatan yang komprehensif. d. Identifikasi terapi faktor pencetus henti jantung dan mencegah terjadinya henti jantung ulang di masa mendatang.



2.2. Konsep Resusitasi Jantung Paru 2.2.1 Pengertian Resusitasi jantung paru RJP adalah upaya mengembalikan fungsi nafas atau sirkulasi yang berhenti dan membantu memulihkan fungsi jantung dan paru pada keadaan normal. RJP mencegah berhentinya sirkulasi darah atau berhentinya respirasi yang dapat menyebabkan kematian sel-sel akibat kekurangan oksigen dan memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi melalui kompresi dada (Chest Comprassion) dan ventilasi pada korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas, tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. (PERKI, 2020). 2.2.2 Prosedur Resusitasi Jantung Paru (RJP) Prosedur pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP) secara rinci menurut HIBGABI, 2019 adalah sebagai berikut : 1. Pastikan keamanan penolong, pasien dan lingkungan. 2. Periksa kembali keadaan pasien dengan cara menggoncangkan bahu pasien. 3. Segera berteriak meminta pertolongan. 4. Memberikan posisi pasien. Untuk melakukan tindakan BHD (Bantuan Hidup Dasar) yang efektif, pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika pasien ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi pasien ke posisi terlentang. Ingat, penolong harus membalikan pasien



sebagai satu kesatuan antara kepala, leher, dan bahu di gerakan secara bersama-sama (kontrol servikal). 5. Mengatur posisi penolong Segera berlutut sejajar dengan bahu pasien agar saat memberikan bantuan nafas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi. 6. Sirkulasi Terdiri dari 2 tahap : a) Memastikan tidaknya denyut jantung pasien. b) Ada tidaknya denyut jantung pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien dengan 2/3 jari tangan (jari telunjuk dan jari tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian kedua jari digeser kebagian sisi kanan atau kiri kira-kira 2cm, raba dengan lembut selama 5-10 detik. c) Jika teraba denyut nadi, penolong harus kembali memeriksa pernafasan pasien dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan napas, tetapi jika bernapas pertahankan jalan napasnya. d) Memberikan bantuan sirkulasi. e) Jika arteri karotis teraba, cukup berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali. f) Namun bila arteri karotis tidak teraba lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi jantung luar dengan perbandingan 30:2 (baik 1 atau 2 orang penolong), dalam tehnik sebagai berikut :



1) Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menulusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu tulang dada (sternum). 2) Dari pertemuan tulang sternum diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi. 3) Letakan salah satu pangkal telapak tangan penolong pada pertengahan dari ½ bagian bawah tulang dada (sternum) letakaan pangkal telapak tangan yang satu lagi menumpang diatas tangan yang pertama. Letakan jari-jari kedua tangan atau saling mengait untuk memastikan bahwa penekanan dilakukan tepat pada sternum dan tidak pada tulang iga atau bagian atas perut. 4) Tepatkan badan penolong vertikal diatas pasien dengan bertumpu pada kedua lengan yang diluruskan diatas sternum pasien dan tekan sternum tegak lurus sedalam 1,5 sampai 2 inci (4-5 cm). 5) Lepaskan tekanan tanpa melepas kontak antara tangan dan sternum pasien, kemudian ulangi penekanan/kompresi jantung luar dengan kecepatan 100 x/m (dilakukan4 siklus/m,berarti hampir 2 x kompresi dalam 1 detik. 6) Kombinasikan kompresi dan napas buatan setelah 30x kompresi, berikan napas buatan yang efektif sebanyak 2x. Tidak boleh ada penundaan antara kompresi, nafas buatan, kompresi lagi, sehingga jeda waktu tidak lamadan lanjutkan rasio kompresi dan ventilasi 30:2.



7) Kompresi dan ventilasi tidak boleh dihentikan kecuali untuk memeriksa tanda-tanda sirkulasi jika pada psien bergerak atau ada usaha bernafas spontan. 8) Evaluasi a. Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien dievaluasi kembali. b. Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan rasio 30:2. c. Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakan pasien pada posisi mantap. d. Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10-12x / menit dan monitor nadi setiap 10 detik. e. Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan nafas tetap terbuka. f. Lanjutkan resusitasi jantung paru sampai: 1) Pertolongan diambil alih oleh yang lebih ahli. 2) Pasien tanda-tanda sirkulasi. 3) Penolong kelelahan. Hal-hal yang perlu di perhatikan: 1. Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru). 2. Lakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru) : a. Timbul nafas spontan



b. Diambil alih alat/ petugas lain c. Dinyatakan meninggal d. Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon 7. Airway ( Jalan Nafas) Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan: a. Pemeriksaan jalan nafas Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup dasar ini sesuai dengan panduan yang terbaru dari American Heart Association mengenai bantuan hidup dasar, bahwa penderita yang mengalami henti jantung umumnya memiliki



penyebab



primer



gangguan



jantung.



Sehingga



kompresi



secepatnya harus dilakukan dari pada menghabiskan waktu untuk mencari sumber benda asing pada jalan nafas. Setelah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 kali maka dilanjutkan dengan nafas. Posisi penderita saat diberikan bantuan nafas tetap terlentang, jikalau mungkin dengan dasar yang keras dan datar dengan posisi penolong tetap berada disamping penderita. Hal yang diperhatikan: 1) Berikan bantuan nafas 2 kali dalam waktu 1 detik setiap tiupan. 2) Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk memperlihatkan pengangkatan dinding dada. 3) Berikan bantuan nafas bersesuai dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali bantuan nafas setiap 30 kali kompresi.



b. Membuka jalan nafas Pada umumnya bila pasien tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah danepiglottis akan menutup faring dan laring, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan nafas. Pembebasan jalan nafas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (head tild and chin lif) dan manuver mendorong mandibula. Jika dicurigai adanya servikal jangan lakukan manuver tengadah. 8. Breathing (Pernafasan) Memberikan bantuan nafas. Jika pasien tidak bernafas, bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma, dengan cara memberikan hembusan nafas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5-2 detik dan volume udara yang dihembuskan 700-1000 ml (10 ml/ kg BB) atau sampai dada pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik nafas dalam pada saat akan akan menghembuskan nafas agar tercapai volume udara yang cukup. Penolong harus memperlihatkan respon dari pasien atau pasien setelah diberikan bantuan nafas. 2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas RJP 1. Tingkat pendidikan Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pikiran yang terbuka mengenai hal-hal baru. Semakin cepat seseorang



menerima hal baru maka semakin menambah pengetahuan seseorang (Lestari, 2015). 2. Pelatihan Pelatihan merupakan bagian dari pengembangan sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas saat ini. Salah satu tujuan pelatihan yaitu meningkatkan pemahaman perawat terhadap prinsip, prosedur, hubungan, dan etika kerja yang harus diterapkan dalam suatu organisasi (Siagian dalam Fahiqi, 2016). 3. Pengalaman Menurut Suparno, 2016. Semakin banyak pengalaman seseorang akan banyak ditantang dan mungkin akan dikembangkan dan diubah dengan asimilasi dan akomodasi. Tanpa pengalaman seseorang akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Hal-hal baru yang didapati seseorang saat bekerja dapat menambah pengetahuanya dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. 4. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu yang diperoleh dari panca indra beberapa hal yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain pendidikan, informasi, pengalaman, dan budaya (Lestari, 2015). 2.3 Konsep Kepercayaan diri 2.3.1 Pengertian Kepercayaan Diri Menurut Jess Feist dan Feist, 2010.Kepercayaan diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan dan mengatasi hambatan. Menurut Gufron, 2010. Bahwa



kepercayaan diri mengacu pada keyakinan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. 2.3.2 Aspek-Aspek Kepercayaan Diri Aspek-aspek kepercayaan diri menurut Gufron dan Risnawita, 2014 adalah sebagai berikut : 1. Keyakinan kemampuan diri Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara sungguh-sungguhakan apa yang dilakukan. 2. Optimis Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya. 3. Objektif Orang yang memandang permasalahannya atau sesuatu yang sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri. 4. Bertanggung jawab Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.



5. Rasional dan realistis Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, suatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. 2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Khikmah, 2017) : 1. Konsep Diri Terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang di awali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu kelompok. 2. Harga Diri Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Tingkat harga diri seseorang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang. 3. Pengalaman Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri dan juga sebaliknya pengalaman juga akan menjadi faktor menurunnya kepercayaan diri. Pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan pribadi yang sehat. 4. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri seseorang. Pendidikan yang rendah akan menjadikan seseorang tersebut



tergantung dan berada dibawah kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan pendidikan yang rendah. 2.3.4 Ciri-ciri Individu Yang Memiliki Kepercayaan Menurut Yeung, 2014. Seorang yang memiliki kepercayaan diri yaitu : a. Mampu menghadapi berbagi situasi baru. Melihat berbagai kesulitan bukan sebagai suatu ancaman tetapi tantang yang dapat diatasi. b. Berani terlibat dan berperan aktif dalam melakukan perubahan, seseorang yang percaya diri tidak hanya berharap perubahan dari lingkungan dan keadaan. c. Berani keluar dari keadaan atau situasi yang cukup nyaman mencoba berbagai pengalaman baru. d. Mampu mengatasi berbagai kegagalan yang dialami dengan melakukan usahausaha yang lebih dalam, sehingga mampu mencapai keinginanya. e. Mempunyai keinginan untuk lebih maju dan menetapkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek untuk keinginanya.



2.5 Kerangka Berfikir Henti jantung, Henti nafas



CPR



Hight Quality CPR



Faktor yang mempengaruhi Aspek-aspek Kepercayaan Diri 1. Keyakinan Kemampuan diri 2. Optimis 3. Objektif 4. Bertanggung jawab 5. Rasional dan Realistis



1. 2. 3. 4. 5.



Kepercayaan Diri Tingkat Pendidikan Pelatihan Pengalaman pengetahuan



Gambar 2.1 (Compresmith 2006, Ghufron 2011, & Dzulkornain 2018)



BAB III METODE PENELITIAN 3.1.



Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi literature. Studi Literature merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan data atau sumber yang berhubungan pada sebuah topik tertentu yang bisa diperoleh dari beberapa sumber seperti jurnal, buku, internet, dan sumber pustaka lain.



3.2.



Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi a. Penelitian ini menggunakan kata kunci kepercayaan diri dan resusitasi jantung paru. b. Artikel full-text dengan format PDF dan berbahasa Inggris atau Indonesia c. Diambil dari database akademik d. Artikel terbitan 2015 sampai dengan 2020 2. Kriteria Ekslusi Artikel yang bukan merupakan format full-text, artikel review, serta artikel terbitan dibawah tahun 2010.



3.1 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, artikel yang digunakan yaitu jenis artikel penelitian yang membahas tentang tingkat kepercayaan diri perawat dalam melakukan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung.



3.3.1. Pemilihan Topik yang Akan di Review (PICOT) Pemilihan topik artikel yang akan direview pada studi literature ini menggunakan metode PICOT (Population, Intervention, Comparration, Outcome, dan Time). Populasi dalam studi literature ini adalah perawat, penelitian ini tidak menggunakan intervensi dan tidak memiliki komparasi,Outcome yang dinilai dari studi literature ini adalah ada atau tidaknya hubungan kepercayaan diri dengan kualitas resusitasi jantung paru. 3.3.2. Kata kunci Kata kunci yang digunakan dalam pencarian literature ini yaitu kepercayaan diri dan resusitasi jantung paru. 3.3.3. Database pencarian Database yang digunakan dalam penelitian ini adalah database akademik berupa DOAJ, ScienceDirect, dan Google Scholar. 3.3.4. Menganalisis dan mengsintesis literature Pencarian literature ini dilakukan dengan menggunakan internet melalui database DOAJ, ScienceDirect, dan Google Scholar dengan rentang waktu pencarian artikel antara tahun 2015-2020. Pencarian literature menggunakan kata kunci self efficacy and CPR. Setelah dilakukan identifikasi awal, pada database DOAJ didapatkan 175 artikel, ScienceDirect sebanyak 8 artikel, dan Google Scholar sebanyak 215 artikel. Kemudian dilakukan screening meliputi judul, abstrak, full-text, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, didapatkan pada database DOAJ sebanyak 35 artikel, ScienceDirect sebanyak 3 artikel, dan Google Schoolar sebanyak 43



artikel, dengan total sebanyak 81 artikel. Kemudian artikel diperiksa sesuai dengan kriteria inklusi dan didapatkan 6 artikel sesuai kriteria inklusi dan sebanyak 75 artikel terekslusi.Dari 6 artikel, 2 artikel masuk kedalam kategori duplikat sehingga dikeluarkan, dan diperoleh hasil akhir berupa 4 artikel yang direview. Pada saat pencarian literature sesuai yang didapatkan, artikel yang membahas secara spesifik tentang kepercayaan diri perawat dalam melakukan resusitasi jantung paru sangat minim.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1. Deskripsi Hasil Tinjauan Literature Table 4.1. Hasil Tinjauan Literature Studi Tahun Sampel Mohammad Dani 2018 sampel Djulkarnain dalam penelitian Gambaran ini yaitu pemberian sebanyak resusitasi pada 55 pasien cardiac responden arrest oleh perawat berbasis self efficacy teory



tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepercayaan diri perawat dalam memberikan resusitasi pasien henti jantung



Variable Variable Independent dalam penelitian ini pemberian resusitasi, Variebel Dependent yaitu Self efficacy



Metode / Alat Ukur teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan instrument menggunakan lembar kuesioner



Outcome Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki self efficacy yang tinggi dalam memberikan resusitasi pada pasien cardiac arrest



Studi Kusno Ferianto, Ahsan, Ika Setyo Rini Analaisis faktorfaktor yang mempengaruhi self efficacy perawat dalam melaksanakan resusitasi pada pasien henti jantung



Siti kurniawati kasim Hubungan mastery experience dan verbal persuasion dengan self efficacy perawat dalam melaksanakan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung



Tahun Sampel 2016 Responde n dalam penelitian ini yaitu 30 perawat



tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor yang mempengaruhi self efficacy perawat dalam melaksanakan resusitasi pada henti jantung



Variable Variable independent dalam penelitian ini yaitu faktor yang mempengaruhi self efficacy perawat Variable dependent dalam penelitian ini yaitu resusitasi pafa pasien henti jantung



Metode / Alat Ukur Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner standar perawat karir, OSS3,PSS GSE Score are used for instrument.



Outcome Pengujian hipotesis menunjukan terdapat hubungan antara Mastery experience dan Verbal persuasivedengan Self efficacy perawat dalam melaksanakan resusitasi jantung paru



2018



tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Hubungan mastery experience dan verbal persuasion dengan self efficacy perawat dalam



Variabel independent dalam penelitian ini yaitumastery experience dan verbal persuasion. Variable dependent dalam penelitian ini yaitu self efficacy perawat



Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner



Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan mastery experience dan verbal persuasion



Sampel dalam peneliatian ini sebanyak 44 orang



Studi diruangan ICU dan CVCU di RSUD Prof Dr.H.Aloesaboe



Tahun



Dudella Desnani Firman Yasin, Ahsan dan Septi Dewi Rahmawati



2017



Analisis faktor yang berhubungan dengan effikasi diri remaja dalam melakukan resusitasi jantung paru di SMK Negeri 2 Sinosari



Sampel



tujuan melaksanakan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung Sampel Tujuan dalam penelitian untuk peneliatian menganalisis ini faktor-faktor sebanyak yang 110 orang berhubungan dengan efikasi diri remaja dalam melakukan resusitasi jantung paru



Variable dalam melakukan resusitasi jantung paru Variable independent dalam penelitian ini adalah faktor yang berhubungan dengan efikasi diri remaja. Variable dependent dalam penelitian ini yaitu resusitasi jantung paru



Metode / Alat Ukur



Outcome



pengumulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunakan kuisioner



Berdasarkan hasil uji square menunjukan p value variable pengalaman yaitu nilai p= 0,007 (p0,05), untuk kesadaran nilai p= 0,000 (p