Print Skripsi Hal 272 273 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



SKRIPSI



oleh SITI ZULAIKHA NIM G41151266



PROGRAM STUDI REKAM MEDIK JURUSAN KESEHATAN POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2019



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



SKRIPSI



Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Kesehatan (S.Tr. Kes) di Program Studi Rekam Medik Jurusan Kesehatan



oleh SITI ZULAIKHA NIM G41151266



PROGRAM STUDI REKAM MEDIK JURUSAN KESEHATAN POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2019



ii



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIDKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI JEMBER JURUSAN KESEHATAN FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Siti Zulaikha (G41151266) Telah diuji pada tanggal 24 Januari 2019 Telah Dinyatakan Memenuhi Syarat



Ketua Penguji,



dr. Novita Nuraini, M.A.R.S NIP. 19841107 201012 2 002



Sekretaris Penguji,



Anggota Penguji,



Rossalina Adi Wijayanti, S. KM, M.Kes NIP. 19840219 201504 2 002



Indah Muflihatin, S. Si, T, M. Kes NIP. 19830328 201703 2 001



Mengetahui, Ketua Jurusan Kesehatan



Sustin Farlinda, S. Kom., MT NIP. 19720204 200112 2 003



iii



HALAMAN PERSEMBAHAN



Dengan rasa syukur kepada Allah S.W.T yang senantiasa memberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses pengerjaan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini dibuat sebagai persembahan rasa terima kasih kepada: 1.



Kedua orang tua saya yaitu bapak saya Jumain dan ibu saya Ngatini.



2.



Kakak kandung saya Agustiningsih, kakak ipar saya Alan Ramdhan Eka Diansyah, dan keponakan saya Zahra Auliya Diansyah.



3.



Rossalina Adi Wijayanti, S. KM, M. Kes. selaku dosen pembahas dua dan dosen pembimbing untuk kesabaran dan bimbingannya selama ini.



4.



dr. Novita Nuraini, M.A.R.S. selaku dosen pembahas satu.



5.



Indah Muflihatin, S.Si.T, M.Kes. selaku dosen pembahas tiga.



6.



Almamater Program Studi Rekam Medik Politeknik Negeri Jember, tempat menuntut ilmu.



7.



Teman-teman Cetar atas nama Fira Ludianti, Dyah Ayu Puspitasari, Fenti Lisa Umami, dan Novita Dinar.



8.



Teman-teman Griya Kos No. 71 atas nama Amelia Agustiningrum, Afida Turrohmah Maulidiyah, Dena Yola Vita, Elma Khoirotun Nafiah, dan Resta Yuliani.



9.



Vitrianto selaku teman debat dalam segala hal.



10.



Calon imamku siapapun itu nantinya yang telah digariskan oleh Allah S.W.T.



11.



Teman-teman PKL di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang atas nama Yulita Rahmatillah, Retita Larasati, Nonik Aisyah Rohman, Mery Widyastutik, Aula Dina Rahmah, Dewi Wardah, Lailatu Taufiqoh, Nur Holila Musdolifa, Fenti Lisa Umami



12.



Teman-teman satu angkatan yang telah menemani dan selalu menyemangati saya.



iv



HALAMAN MOTTO “Kejujuran, Kedisiplinan, Ikhtiar, dan Doa tidak akan membohongi sebuah hasil” (Siti Zulaikha) “Nothing imposible in this world” (Nelson Mandela) “Adalah kebodohan jika kita melakukan hal yang sama berulang kali dan menunggu hasil yang berbeda” (Albert Einstein)



v



HALAMAN PERNYATAAN



Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Siti Zulaikha NIM



: G41151266 Menyatakan dengan sebenar–benarnya bahwa segala pernyataan dalam



skripsi saya yang berjudul “Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo” merupakan gagasan dan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat di periksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.



Jember, 27 Mei 2019



Siti Zulaikha NIM G41151266



vi



The Causal Factor of The Returning Care Claim Document by Health Insurance at Mitra Sehat Hospital in Situbondo (Siti Zulaikha)



Siti Zulaikha Medical Record Study Program Department of Health



ABSTRACT Health refund was an essential thing of JKN implementation which was implemented in the hospital by health insurance through claim submission. Nevertheless, those proposed files was not always stated as qualified by health insurance so that the claim document was returned. It happened at Mitra Sehat hospital in Situbondo, the claim document was returned by health insurance. The impact of claim file return was queue claim and diagnose rates decline. The purpose of this research was to know the causal factor of inpatient claim document return by health insurance at Mitra Sehat hospital in Situbondo. The kind of research that is used by the researcher is qualitative, data collecting through interview toward 5 informants, observation, and documentation. The result of this research showed that cause of claim document return was caused by incomplete claim document and coding rule in corresponding. The incomplete of checklist existence, small of room claim, no SOP claim, scanner less and human resource, unimplemented claim implementation monitoring suggestion to minimize the returning claim document was implemented a direction toward claim officer intensively, room utilization maximally, file racks providing, physician query providing, SOP claim preparation, scanner and human resource addition and meeting implementation routinely.



Keywords: claim document, returns, nonconformities, incompleteness, problem trees



vii



Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo (Siti Zulaikha)



Siti Zulaikha Program Studi Rekam Medik Jurusan Kesehatan



ABSTRAK Pembiayaan kesehatan merupakan bagian terpenting dari implementasi JKN yang diselenggarakan di rumah sakit oleh BPJS Kesehatan melalui pengajuan klaim. Namun tidak semua berkas yang diajukan dikatakan layak oleh BPJS Kesehatan sehingga terjadi pengembalian berkas klaim. Hal ini terjadi di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, berkas klaim rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Dampak pengembalian berkas klaim yaitu klaim pending dan penurunan tarif diagnosis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, pengumpulan data melalui wawancara kepada 5 informan. observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab pengembalian berkas klaim disebabkan ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaklengkapan dan ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh pengetahuan petugas kurang, tidak adanya checklist, ruangan klaim sempit, SOP klaim belum ada, kurangnya scanner dan SDM dan monitoring pelaksanaan klaim belum terlaksana. Saran untuk meminimalisir terjadinya pengembalian berkas klaim adalah diadakannya arahan kepada petugas klaim secara intensif, pemanfaatan ruangan secara maksimal, penyediaan rak berkas, disediakan physician query, penyusunan SOP klaim, penambahan scanner dan SDM serta pelaksanaan rapat rutin



Kata Kunci: berkas klaim, pengembalian, ketidaksesuaian, ketidaklengkapan, pohon masalah



viii



RINGKASAN



Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, Siti Zulaikha, NIM G41151266, Tahun 2019, 367 hlm, Rekam Medik, Politeknik Negeri Jember, Rossalina Adi Wijayanti, S. KM, M.Kes (Pembimbing).



BPJS Kesehatan bekerjasama dengan rumah sakit milik pemerintah maupun swasta dengan membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS antar pihak adalah suatu hubungan hukum yang resmi dan sah, mencakup hak dan kewajiban para pihak yang harus dipatuhi selama masa perjanjian. Rumah sakit berhak menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada peserta dan BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran klaim kepada faskes atau PPK. Klaim BPJS Kesehatan adalah pengajuan biaya perawatan pasien peserta BPJS oleh pihak rumah sakit kepada pihak BPJS Kesehatan, dilakukan secara kolektif dan ditagihkan kepada pihak BPJS Kesehatan setiap bulannya. Proses klaim ini sangat penting bagi rumah sakit sebagai penggantian biaya pasien asuransi yang telah berobat. Rumah Sakit (RS) Mitra Sehat Situbondo merupakan rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit tipe C pada tahun 2017. Jumlah kunjungan pasien di RS Mitra Sehat Situbondo setiap tahunnya mengalami peningkatan. studi pendahuluan tanggal 11 Mei 2018 dengan petugas JKN didapatkan laporan bahwa sejak RS Mitra Sehat Situbondo bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, manajemen keuangan mengalami hambatan sehingga proses pelayanan menjadi terganggu. Hal tersebut dikarenakan terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan. Pengembalian berkas klaim ini paling banyak terjadi pada berkas rawat inap daripada berkas klaim rawat jalan dengan perbandingan 1:11. Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh dua hal yakni berkas klaim tidak lengkap dan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaklengkapan berkas kaim dan ketidaksesuaian kaidah koding dapat disebabkan oleh faktor human,



organization,



technology,



planning,



controlling. ix



organizing,



actuating,



dan



Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif. Pengumpulan data dilakukan denganmelakukan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah berkas yang dikembalikan hampir setiap bulannya terjadi dengan rata-rata sebesar 13.065% dari 595 berkas yang diklaimkan. Petugas pendaftaran sering salah dalam menginputkan tanggal masuk dan keluar pada SEP sehingga berkas harus dikembalikan. Petugas koding juga menyatakan bahwa petugas masih sering terjadi kekeliriuan entri berkas klaim yang tidak layak seperti kasus KLL yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Petugas koding masih kebingungan untuk membedakan mana yang termasuk kasus KLL dan mana yang tidak termasuk kasus KLL. Berdasarkan faktor human terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah kurangnya pemahaman tentang regulasi kelengkapan berkas klaim, rata-rata karyawan masih baru sehingga belum ada pengalaman, dan kurangnya jumlah verifikator internal. Berdasarkan faktor organization terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah berkas hilang karena rak/kerabjang berkas klaim tidak ada dan ruangan sempit sehingga sesak apabila melakukan proses pengecekan berkas klaim. Berdasarkan faktor



technology terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah kurangnya



scanner dan karyawan masih belum bisa mengatasi terjadinya error sehingga apabila terjadi error hingga 2 hari akan menghambat kerja input data Berdasarkan faktor planning terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum optimalnya SOP pengisian berkas rekam medis, tidak ada sosialisasi pengisian rekam medis, dan belum ada SOP kelengkapan berkas klaim. Berdasarkan faktor organizing terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum optimal keterlibatan antara dokter, perawat, dan perekam medis, belum jelas dan rinci job description-nya. Berdasarkan faktor actuating terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum ada reward dan punishment, pengarahan hanya pada saat awal bekerja saja. Berdasarkan faktor controlling terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum diadakan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali sehingga tidak ada kebijakan baru. x



Koding yang tidak sesuai menurut BPJS Kesehatan yaitu N20.2 (Batu saluran



kencing+ISK),



K30



(Dispepsia),



A16.0



(TB+PPOK),



A09



(GEA+Thypoid), K81.9 (Cholecystitis + cholelithiasis). Berdasarkan faktor human terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah belum paham tentang regulasi diagnosa apa saja yang dapat diklaimkan ke BPJS Kesehatan, kurang pahamnya clinical pathway dan terminologi medis, kurangnya keterampilan membaca tulisan dokter. Berdasarkan faktor organization terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah kurang konsentrasinya karyawan dalam bekerja karena ruangan sempit. Berdasarkan faktor technology terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah belum bridging antara v-klaim dan e-klaim. Berdasarkan faktor planning terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah tidak mengetahui SOP pengkodingan, belum ada sosialisasi SOP, dan tidak ada rencana strategis terkait pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding. Berdasarkan faktor organizing terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah ruangan sempit. Berdasarkan faktor actuating terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah tidak ada reward dan punishment, dan pengarahan hanya pada saat awal bekerja saja. Berdasarkan faktor controlling terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah belum ada rapat rutin untuk evaluasi program sehingga nantinya akan muncul kebijakan baru. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pembuatan SOP pengklaiaman, sosialisasi SOP, penambahan karyawan, pengajuan proposal untuk pelebaran ruangan, penambahan scanner, memperjelas job description, membuat checklist, diadakan reward seperti penambahan hari cuti atau hadiah kecil setiap tahunnya dan punishment seperti peringatan baik secara lisan maupun tertulis.



xi



PRAKATA



Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo” dengan baik dan lancar. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.



Saiful Anwar, S. TP. MP, selaku Direktur Politeknik Negeri Jember.



2.



Sustin Farlinda, S. Kom., MT, selaku Ketua Jurusan Kesehatan.



3.



Faiqatul Hikmah, S.KM., M. Kes, selaku Ketua Program Studi Rekam Medik yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melanjutkan studi dan membantu dalam proses pendidikan.



4.



Rossalina Adi Wijayanti, S. KM., M.Kes, selaku pembimbing yang telah memberikan motivasi, kesempatan, dan waktunya untuk membimbing peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini.



5.



Keluarga dan saudara – saudara yang memberikan dukungan dan motivasi untuk memperlancar terselesainya skripsi ini.



6.



Teman–teman Program Studi Rekam Medik Politeknik Negeri Jember angkatan 2015 yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.



Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun cara penyusunannya. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.



xii



PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS



Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama



: Siti Zulaikha



NIM



: G41151266s



Program Studi



: Rekam Medik



Jurusan



: Kesehatan



Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada UPT. Perpustakaan Politeknik Negeri Jember, Hak Bebas Royalti NonEksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Karya Ilmiah berupa Skripsi saya yang berjudul : FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini UPT. Perpustakaan Politeknik Negeri Jember berhak menyimpan, mengalih media atau format, mengelola dalam bentuk Pangkalan Data (Database), mendistribusikan karya dan menampilkan atau mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta. Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Politeknik Negeri Jember. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas Pelanggaran Hak Cipta dalam Karya ilmiah ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jember Pada Tanggal : 27 Mei 2019 Yang menyatakan,



Nama : Siti Zulaikha NIM : G41151266



xiii



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ........................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. vi ABSTRACT .......................................................................................................... vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii RINGKASAN ....................................................................................................... ix PRAKATA ........................................................................................................... xii PERNYATAAN .................................................................................................. xiii DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xx DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xxv



BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................ 6 1.2.1 Tujuan Umum........................................................................... 6 1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 6 1.3 Manfaat Penelitian .............................................................................. 7 1.3.1 Bagi Peneliti .............................................................................. 7 1.3.2 Bagi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ................................ 7 1.3.3 Politeknik Negeri Jember ......................................................... 7



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 8 xiv



2.1.1 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Taliana D. Malonda 8 2.1.2 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Estri Aditya Pradani 8 2.2 State of the Art .................................................................................... 9 2.3 Rumah Sakit ...................................................................................... 10 2.3.1 Definisi Rumah Sakit .............................................................. 10 2.3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit .............................................. 11 2.3.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit.......................................... 12 2.4 Rekam Medis .................................................................................... 14 2.4.1 Definisi Rekam Medis ............................................................ 14 2.4.2 Aspek Rekam Medis ............................................................... 14 2.5 BPJS Kesehatan ................................................................................ 15 2.5.1 Definisi BPJS Kesehatan ........................................................ 15 2.5.2 Visi dan Misi BPJS Kesehatan ............................................... 16 2.6 Klaim................................................................................................. 17 2.6.1 Definisi Klaim......................................................................... 17 2.6.2 Jenis Klaim ............................................................................. 18 2.6.4 Verifikasi di Kantor (Vedika) ................................................. 19 2.6.5 Penting dan Dampak Klaim BPJS Kesehatan......................... 45 2.6.6 Indikator Penelitian ................................................................. 45 2.7 Pohon Masalah .................................................................................. 51 2.7.1 Definisi Pohon Masalah .......................................................... 51 2.7.2 Tujuan Pembuatan Pohon Masalah......................................... 52 2.7.3 Langkah Pembuatan Pohon Masalah ...................................... 52 2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Pohon Masalah ........................... 54 2.7.5 Kekurangan Pohon Masalah ................................................... 55 2.8 Brainstorming ................................................................................... 55 2.9 Kerangka Konsep .............................................................................. 58



BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 60 3.1 Jenis Penelitian.................................................................................. 60 3.2 Unit Analisis ..................................................................................... 60 3.3 Definisi Istilah ................................................................................... 61 xv



3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 69 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data...................................................... 69 3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ................................................. 69 3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 69 3.5.1 Lokasi Penelitian..................................................................... 69 3.5.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 70 3.6 Analisis Data ..................................................................................... 70 3.7 Tahapan Penelitian ............................................................................ 71 3.8 Uji Keabsahan Data .......................................................................... 73



BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 74 4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ................... 74 4.1.1 Profil Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ............................ 74 4.1.2 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ....... 74 4.1.3 Visi, Misi, Tujuan, Struktur Organisasi, dan Data Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ............................................................ 75 4.1.4 Gambaran Alur Klaim BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ...................................................................... 76 4.2 Identifikasi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo.......................................... 80 4.3 Identifikasi Berkas yang Tidak Lengkap Menurut BPJS Kesehatan sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS Mitra Sehat Situbondo ..................................................................... 83 4.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization .. 93 4.4.1



Faktor



Penyebab



dari



Segi



Human



Berdasarkan



Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ........................ 94 4.4.2 Faktor Penyebab dari Segi Organization Berdasarkan Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 111 4.4.3 Faktor Penyebab dari Segi Technology Berdasarkan Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 116



xvi



4.5 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap Berdasarkan Faktor Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling ..................................................................................... 123 4.5.1 Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap dari Segi Planning ................................................................ 123 4.5.2 Faktor Penyebab Level Kedua dari Segi Organizing Berdasarkan Penyebab Level Pertama Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap..................................................... 128 4.5.3



Faktor



Penyebab



dari



Segi



Actuating



Berdasarkan



Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 133 4.5.4



Faktor



Penyebab



dari



Segi



Controlling



Berdasarkan



Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 138 4.6 Identifikasi Koding yang Tidak Sesuai Menurut BPJS Kesehatan sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS Mitra Sehat Situbondo ................................................................... 141 4.7 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization ........ 144 4.7.1 Faktor Penyebab dari Segi Human Berdasarkan Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................................... 144 4.7.2 Faktor Penyebab dari Segi Organization Berdasarkan Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................... 154 4.7.3 Faktor Penyebab dari Segi Technology Berdasarkan Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................................... 158 4.8 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding Berdasarkan



Faktor



Planning,



Organizing,



Actuating,



dan



Controlling ..................................................................................... 162 4.8.1 Identifikasi Faktor Penyebab dari Segi Planning Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................................... 162 4.8.2 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi Organizing Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding .................................................................................. 166



xvii



4.8.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi Controlling Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding .................................................................................. 173 4.9 Analisis Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Menggunakan Pohon Masalah ....................................................... 175 4.10 Menentukan Pemecahan Masalah Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo dengan Menggunakan Metode Brainstrorming ............................. 184



BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 201 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 201 5.2 Saran ............................................................................................... 203



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 204 DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 219



xviii



DAFTAR TABEL



Halaman 1.1 Data Berkas Rawat Inap yang Mengalami Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Tahun 2018 ............ 2 1.2 Data Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo Tahun 2018 ........................................................................... 3 2.1 Persamaan dan Perbedaan Karya Tulis Ilmiah.................................................. 9 2.2 Perbedaan Verifikasi Konvensional dan Vedika............................................. 20 2.3 Permasalahan Koding...................................................................................... 24 3.1 Data Subjek Penelitian di RS Mitra Sehat Situbondo terkait Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan ................... 60 3.2 Definisi Istilah ................................................................................................. 61 3.3 Jadwal Kegiatan .............................................................................................. 70 4.1 Data Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo bulan September – Desember Tahun 2018 ............... 80 4.2 Hasil Analisis Kelengkapan Berkas Klaim BPJS Kesehatan Pasien Rawat Inap Bulan September – Desember Tahun 2018 di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dilihat dari kelengkapan lembar klaim rawat inap........................ 84 4.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim Rawat Inap 1 Kasus Persalinan bulan Oktober Tahun 2018 ............... 87 4.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim Rawat Inap 1 Kasus ISK bulan Desember Tahun 2018 ...................... 90 4.5 Tabel Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019 ..................................... 105 4.6 Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019 ............................................... 107 4.7 Ketidaksesuaian Kaidah Koding antara Verifikator Internal Rumah Sakit dengan Verifikator BPJS Kesehatan Tahun 2018 ........................................ 141 4.8 Hasil Upaya Perbaikan Masalah Tahun 2018 ............................................... 185 4.9 Menyusun Standar Beban Kerja.................................................................... 193 xix



DAFTAR GAMBAR



Halaman 2.1 Masalah Utama................................................................................................ 53 2.2 Penyebab Level Pertama ................................................................................. 53 2.3 Penyebab Level Kedua .................................................................................... 53 2.4 Penyebab Level Kedua .................................................................................... 54 2.5 Pohon Masalah secara Keseluruhan ................................................................ 54 2.6 Kerangka Konsep (Doha dan Darmawan) ...................................................... 58 3.1 Tahapan Penelitian .......................................................................................... 71 4.1 Alur Klaim BPJS di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.............................. 77 4.2 Pohon Masalah dari Faktor Human .............................................................. 110 4.3 Pohon Masalah Faktor Organization ............................................................ 115 4.4 Pohon Masalah Faktor Technology ............................................................... 122 4.5 Pohon Masalah Faktor Planning ................................................................... 126 4.6 Pohon Masalah Faktor Organizing ............................................................... 131 4.7 Pohon Masalah Faktor Actuating .................................................................. 137 4.8 Pohon Masalah Faktor Controlling ............................................................... 140 4.9 Pohon Masalah Faktor Human ...................................................................... 153 4.10 Pohon Masalah Faktor Organization .......................................................... 157 4.11 Pohon Masalah Faktor Technology ............................................................. 161 4.12 Pohon Masalah Faktor Planning ................................................................. 165 4.13 Pohon Masalah Faktor Organizing ............................................................. 168 4.14 Pohon Masalah Faktor Actuating ................................................................ 172 4.15 Pohon Masalah Faktor Controlling ............................................................. 174 xx



4.16 Penyebab Level Pertama ............................................................................. 175 4.17 Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaklengkapan Berkas Klaim ............................................................................................. 177 4.18 Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaksesuaian Kaidah Koding ....................................................................................................... 181 4.19 Checklist Kelengkapan Berkas Klaim ......................................................... 191



xxi



DAFTAR LAMPIRAN



Halaman 1. Permohonan Observasi, Wawancara dan Brainstorming ............................... 219 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 1 ........... 220 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 2 ........... 223 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 1 ............ 224 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 2 ............ 227 6. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 3 ............ 229 7. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 1 ............. 231 8. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 2 ............... 232 9. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 3 ............. 234 10. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Kepala Rekam Medis .......... 237 11. Lembar Pedoman Wawancara....................................................................... 239 12. Lembar Wawancara ...................................................................................... 240 13. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Human ............................................................ 241 14.



Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Organization ................................................................................................ 249



15. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran dan Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Technology ....... 252 16. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Planning ......................................................... 257 17.



Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Organizing ................................................................................................... 260



xxii



18.



Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Actuating ...................................................................................................... 264



19.



Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Controlling ................................................................................................... 266



20. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Human ..................................................... 268 21. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organization ............................................ 274 22. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Planning .................................................. 276 23. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organizing ............................................... 278 24. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Actuating.................................................. 281 25. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Controlling .............................................. 284 26. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Human ............................................................ 286 27. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Technology ..................................................... 291 28. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Planning ......................................................... 293 29. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Human ................................................................. 295 30. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Technology .......................................................... 300 31. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Planning .............................................................. 305 32. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Organizing .......................................................... 307



xxiii



33. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Controlling .......................................................... 309 34. Lembar Wawancara Pengambilan Kebijakan ............................................... 311 35. Lembar Wawancara Kepala Keuangan dan Kepegawaian ........................... 314 36. Lembar Wawancara Ketidaklengkapan Berkas dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding.......................................................................................................... 315 37. Lembar Observasi ......................................................................................... 319 38. Lembar Observasi Kedisiplinan dan Kaidah Koding.................................... 322 39. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 1 ......................................... 324 40. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 2 ......................................... 327 41. Daftar Hadir Brainstorming .......................................................................... 330 42. Pedoman dan Hasil Brainstorming ............................................................... 331 43. Hasil Brainstorming ...................................................................................... 332 44. Dokumentasi Penelitian ................................................................................ 340 45. Formulir Evaluasi Kelengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ......................... 343 46. SOP Evaluasi Kelengngkapan Berkas Klaim ............................................... 344 47. SOP Pengkodingan Pasien JKN .................................................................... 347 48. SOP Pendaftaran Pasien JKN Rawat Inap .................................................... 349 49. SOP Penerbitan SEP ..................................................................................... 352 50. Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta ........................................ 356 51. Petunjuk Teknik E-Klaim INA-CBGs 5.2 .................................................... 357 52. Surat Pernyataan............................................................................................ 358 53. Biodata Peneliti ............................................................................................. 359



xxiv



DAFTAR SINGKATAN



Depkes



: Departemen Kesehatan



RI



: Republik Indonesia



JKN



: Jaminan Kesehatan Nasional



SJSN



: Sistem Jaminan Kesehatan Nasional



BPJS



: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial



PKS



: Perjanjian Kerja Sama



Persi



: Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia



PPK



: Penyedia Pelayanan Kesehatan



RS



: Rumah Sakit



INA-CBG’s



: Indonesia Case Base Groups



KLL



: Kecelakaan Lalu Lintas



dkk



: dan kawan-kawan



SOP



: Standar Operasional Prosedur



CMG’s



: Casemix Main Groups



IJP



: Instalasi Jaminan Pembiayaan



NGT



: Nominal Group Technique



CARL



: Capability Accessibility Readiness and Leverage



Menkes



: Menteri Kesehatan



PT Taspen



: Persero Terbatas Tabungan dan Asuransi Pensiun



PT Jamsostek : Persero Terbatas Jaminan Sosial Tenaga Kerja PT Asabri



: Persero Terbatas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia



PT Askes



: Persero Terbatas Asuransi Kesehatan



RITP



: Rawat Inap Tingkat Pertama



RJTP



: Rawat Jalan Tingkat Pertama



RJTL



: Rawat Jalan Tingkat Lanjutan



RITL



: Rawat Inap Tingkat Lanjutan



FPK



: Formulir Pengajuan Klaim



COB



: Coordination of Benefit



SEP



: Surat Eligibilitas Peserta



DPJP



: Dokter Penanggung Jawab Poli xxv



LUPIS



: Luar Paket INA CBGs



BOA



: Brand Office Aplication



SDM



: Sumber Daya Manusia



UGD



: Unit Gawat Darurat



HOT



: Human, Organization, Technology



POAC



: Planning, Organizing, Actuating, Controlling



SIMRS



: Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit



RSUD



: Rumah Sakit Umum Daerah



UU



: Undang-Undang



Permenkes



: Peraturan Menteri Kesehatan



SK



: Surat Keputusan



RSUP



: Rumah Sakit Umum Provinsi



PPDS



: Program Pendidikan Dokter Spesialis



ICD-10



: International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems revisi ke 10



ICD-9-CM



: International Classification of Diseases, 9th Revision, Clinical Modification



IT



: Information Technology



PBI



: Penerima Bantuan Iuran



Vedika



: Verifikasi di Kantor/Verifikasi Digital Klaim



CABG



: Coronary Artery Bypass Graft



KTP



: Kartu Tanda Penduduk



KK



: Kartu Keluarga



MRS



: Masuk Rumah Sakit



DBD



: Demam Berdarah



TPPRI



: Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap



DM



: Diabetes Melistus



NIDDM



: Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus



IDDM



: Insulin-Dependent Diabetes Melitus



IGD



: Instalasi Gawat Darurat



PPA



: Profesional Pemberi Asuhan



xxvi



BAB 1. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Rumah



sakit



merupakan



institusi



pelayanan



kesehatan



yang



menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Depkes RI, 2009a). Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik



dan



organisasi



yang



sangat



kompleks,



ditambah



dengan



ditetapkannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) di Indonesia mewajibkan setiap penduduk memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan bermutu



agar



dapat



melangsungkan



hidup



(Depkes



RI,



2004).



JKN



diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan bekerjasama dengan rumah sakit milik pemerintah maupun swasta dengan membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS antar pihak adalah suatu hubungan hukum yang resmi dan sah, mencakup hak dan kewajiban para pihak yang harus dipatuhi selama masa perjanjian. Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014a) menjelaskan bahwa rumah sakit berhak menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada peserta dan BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran klaim kepada faskes atau PPK. Klaim BPJS Kesehatan adalah pengajuan biaya perawatan pasien peserta BPJS oleh pihak rumah sakit kepada pihak BPJS Kesehatan, dilakukan secara kolektif dan ditagihkan kepada pihak BPJS Kesehatan setiap bulannya (Ardhitya, 2015). Proses klaim ini sangat penting bagi rumah sakit sebagai penggantian biaya pasien asuransi yang telah berobat. Persi (2016) menyatakan bahwa aliran kas rumah sakit terganggu akibat permasalahan dalam pembayaran klaim. Selanjutnya, Shobirin (2017) menambahkan bahwa terhambatnya pembayaran kewajiban pengawas, pemasok, dan memangkas biaya pemeliharaan salah satunya dikarenakan pengembalian berkas klaim oleh BPJS. Oleh sebab itu, upaya pencegahan pengembalian berkas klaim diperlukan agar proses pembayaran klaim tidak terhambat sehingga pelayanan rumah sakit dapat berjalan optimal.



1



2



Rumah Sakit (RS) Mitra Sehat Situbondo merupakan rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit tipe C pada tahun 2017. Jumlah kunjungan pasien di RS Mitra Sehat Situbondo setiap tahunnya mengalami peningkatan. Jumlah pasien umum RS Mitra Sehat Situbondo pada tahun 2017 mengalami penurunan dan jumlah pasien asuransi mengalami peningkatan yang signifikan. Pasien rawat umum tercatat sebanyak 20% dari total pasien sedangkan jumlah pasien BPJS Kesehatan sebesar 80%. Hasil wawancara yang telah dilakukan pada studi pendahuluan tanggal 11 Mei 2018 dengan petugas JKN didapatkan laporan bahwa sejak RS Mitra Sehat Situbondo



bekerjasama



dengan



BPJS



Kesehatan,



manajemen



keuangan



mengalami hambatan sehingga proses pelayanan menjadi terganggu. Hal tersebut dikarenakan terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan. Pengembalian berkas klaim ini paling banyak terjadi pada berkas rawat inap daripada berkas klaim rawat jalan dengan perbandingan 1:11. Hasil dokumentasi diperoleh data berkas rawat inap yang mengalami pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan pada bulan Januari sampai April 2018 sebagai berikut. Tabel 1.1 Data Berkas Rawat Inap yang Mengalami Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Tahun 2018



Bulan Januari Februari Maret April



Berkas yang Tidak di Kembalikan oleh BPJS Kesehatan Jumlah Persentase 196 149 189 190



82,35% 74,13% 89,15% 84,40%



Berkas yang di Kembalikan oleh BPJS Kesehatan Jumlah



Persentase



42 52 23 35



17,65% 25,87% 10,85% 15,60%



Total 238 201 212 225



Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut diketahui bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap setiap bulannya selalu terjadi. Pengembalian berkas klaim rawat inap tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 25,87% sedangkan persentase pengembalian berkas klaim rawat inap terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 10,85%. Pengembalian berkas klaim ini dapat mempengaruhi pengelolaan



3



keuangan rumah sakit karena hampir 80% pendapatan rumah sakit berasal dari klaim JKN. Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh dua hal yaitu berkas klaim tidak lengkap dan ketidaksesuaian kaidah koding (BPJS Kesehatan, 2017). Kedua penyebab ini juga terjadi di RS Mitra Sehat Situbondo. Hasil dokumentasi dan observasi yang didapatkan dari lembar serah terima klaim BPJS Kesehatan, didapatkan data penyebab pengembalian berkas klaim sebagai berikut. Tabel 1.2 Data Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo Tahun 2018



Bulan Januari Februari Maret April



Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan Berkas Klaim Tidak Lengkap Kaidah Koding Tidak Sesuai Jumlah Persentase Jumlah Persentase 30 41 23 25



71,43% 78,85% 100% 71,43%



12 11 0 10



28,57% 21,15% 0% 28,57%



Total 42 52 23 35



Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Tabel 1.2 menjelaskan bahwa rata-rata penyebab tertinggi penggembalian berkas klaim disebabkan oleh berkas klaim tidak lengkap sebesar 80,43% kemudian karena kaidah koding tidak sesuai sebesar 19,57%. Dampak ketidaklengkapan berkas klaim yaitu terjadinya penundaan pembayaran oleh BPJS Kesehatan



sedangkan



dampak



ketidaksesuaian



kaidah



koding



dapat



mengakibatkan pengembalian uang ke BPJS Kesehatan yang sebelumnya telah masuk ke rumah sakit sehingga terjadi penundaan pembayaran sampai koding sudah dibenarkan. Sebagian besar kaidah koding yang tidak sesuai dapat menurunkan tarif diagnosa. Manaida, dkk. (2017) menjelaskan bahwa masih banyak perawat dan DPJP yang sering salah dalam mengisi tanggal masuk dan keluar perawatan, hal ini tidak terlalu penting namun verifikator BPJS Kesehatan sangat teliti dalam melakukan verifikasi berkas klaim. Hal ini sejalan dengan penuturan petugas pendaftaran di RS Mitra Sehat Situbondo, petugas pendaftaran sering salah dalam menginputkan tanggal masuk dan keluar pada SEP sehingga berkas harus dikembalikan. Windari dan Kristijono (2016) juga menjelaskan bahwa terdapat



4



kode yang salah pada kasus fraktur. Kesalahan kode tersebut karena kurangnya kode tambahan karakter (tertutup atau terbuka) sehingga menyebabkan pengembalian berkas klaim. Hasil wawancara kepada petugas koding juga menyatakan bahwa petugas masih sering terjadi kekeliriuan entri berkas klaim yang tidak layak seperti kasus KLL yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Petugas koding masih kebingungan untuk membedakan mana yang termasuk kasus KLL dan mana yang tidak termasuk kasus KLL. Ruangan kerja untuk proses pengklaiman yang sempit juga menghambat proses klaim karena petugas merasa tidak nyaman (Nurdiah dan Iman, 2016). Hal ini selaras dengan penuturan petugas JKN di RS Mitra Sehat Situbondo yang menyatakan bahwa ruangan sempit sehingga penumpukan berkas dimana–mana yang dapat mengindikasi terjadinya kehilangan berkas sebelum diklaimkan ke BPJS Kesehatan. Jika berkas klaim hilang maka RS dapat kehilangan penggantian pembiayaan oleh BPJS Kesehatan. Apabila ruangan tidak nyaman maka dapat mengurangi konsentrasi petugas dalam bekerja. Susahnya jaringan juga mempengaruhi proses pengentrian data BPJS Kesehatan. Sophia dan Darmawan (2017) menyatakan bahwa keterlambatan klaim disebabkan aplikasi dan jaringan internet sering bermasalah, aplikasi belum bridging anatara INA-CBG’s dan SIMRS, dan masih ada rumah sakit yang belum memiliki billing system. Begitu pula yang dikatakan oleh petugas entri data bahwa sering terjadi loading dan error pada proses grouping sehingga petugas harus reload berulang-ulang dan membutuhkan waktu 5-10 menit agar dapat tersimpan. Kurangnya jumlah printer juga menghambat proses klaim karena printer untuk rawat jalan dan rawat inap jadi satu. Keterlambatan pencetakan SEP maksimal 3 hari sehingga apabila melebihi batas, SEP tidak dapat dicetak. Hal ini akan mempengaruhi kelengkapan berkas klaim. Berjalan



tidaknya



SOP



terkait



klaim



juga



dapat



mempengaruhi



pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan. Hal ini dipertegas oleh Setyaningsih (2017) yang menyatakan bahwa petugas tidak selalu melaksanakan SOP karena kesibukan dan banyaknya pekerjaan yang dijalankan. Berdasarkan hasil wawancara, SOP terkait proses klaim, misalnya SOP Pengkodingan, di RS Mitra Sehat Situbondo masih belum optimal karena menumpuknya pekerjaan.



5



Petugas koding menyatakan bahwa kadang langkah-langkah dalam mengkoding tidak sama dengan yang ada di SOP karena sibuknya petugas. Nurdiah dan Iman (2016) menjelaskan bahwa terbentuk tim khusus untuk pengelolaan klaim sangat membantu proses klaim namun tugas dan fungsinya masih belum terperinci sehingga petugas kadangkala mengerjakan lebih dari satu pekerjaan. Hasil wawancara dan observasi di RS Mitra Sehat Situbondo menjelaskan bahwa mulai dibentuk tim JKN pada awal tahun 2018. Tim JKN ini terdiri dari tim assembling, entri data, koding, verifikator internal, dan distributor berkas namun pembagian tugasnya masih belum terperinci dan belum ada SK terkait rincian tugas dari direktur. Membangkitkan semangat etos kerja sangat diperlukan untuk peningkatan kinerja petugas. Hal ini diungkapkan Malonda, dkk. (2016) bahwa tidak ada reward dan kompensasi dari atasan sehingga motivasi dalam bekerja kurang. Begitu pula yang dikatakan oleh petugas assembling dan koding bahwa belum ada reward bagi petugas yang rajin dalam bekerja sehingga petugas merasa hasil kerjanya belum dihargai padahal pekerjaan yang dilakukan tidak ada dalam job description. Berjalan atau tidaknya evaluasi juga berpengaruh pada pengembalian berkas klaim. Belum dilakukannya pengawasan secara rutin memicu kelalaian petugas medis maupun non medis



terhadap kelengkapan



berkas klaim



padahal



kelengkapan berkas klaim salah satu syarat penggantian biaya pengobatan (Nindy, dkk., 2018). Hal ini sama seperti kondisi di RS Mitra Sehat Situbondo yang dijelaskan oleh kepala rekam medis bahwa belum pernah dilakukan pengawasan baik dari pihak rumah sakit maupun BPJS Kesehatan, memang ada rapat namun rapat baru diadakan jika ada masalah saja. Berdasarkan permasalahan tersebut, ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding masih sering terjadi. Sehingga ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding dimungkinkan disebabkan oleh faktor human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. Sehingga peneliti ingin menyelesaikan permasalahan tersebut dengan pohon masalah.



Pohon masalah digunakan



untuk



mengetahui



struktur



persoalannya sehingga dapat diketahui sumber persoalan yang perlu diatasi atau di



6



intervensi (Solihin, 2012). Sehingga peneliti tertarik mengambil judul, “Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.”



1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah, “Bagaimana faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo?”



1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.



1.2.2 Tujuan Khusus a.



Mengidentifikasi berkas klaim rawat inap yang mengalami pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo.



b.



Mengidentifikasi berkas yang tidak lengkap menurut BPJS Kesehatan sehingga terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap di RS Mitra Sehat Situbondo.



c.



Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap berdasarkan faktor human, technology, dan organization.



d.



Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap berdasarkan faktor planning, organizing, actuating, dan controlling.



e.



Mengidentifikasi koding yang tidak sesuai menurut BPJS Kesehatan sehingga terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap di RS Mitra Sehat Situbondo.



f.



Mengidentifikasi



faktor



penyebab



ketidaksesuaian



berdasarkan faktor human, technology, dan organization.



kaidah



koding



7



g.



Mengidentifikasi



faktor



penyebab



ketidaksesuaian



kaidah



koding



berdasarkan faktor planning, organizing, actuating, dan controlling. h.



Menganalisis faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan menggunakan pohon masalah



i.



Menentukan pemecahan masalah pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo dengan menggunakan metode Brainstrorming.



1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keahlian peneliti dalam faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.



1.3.2 Bagi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah informasi dan bahan masukan bagi rumah sakit dalam membuat strategi terkait klaim sehingga pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan dapat dihindari.



1.3.3 Politeknik Negeri Jember Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengembangan penelitian yang berhubungan dengan faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Taliana D. Malonda Malonda (2015) dalam jurnalnya berjudul, “Analisis Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano” menyatakan bahwa Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai tindak lanjut dari pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bertujuan untuk pembiayaan kesehatan. Sehingga dalam rangka memahami dengan jelas dan lengkap sistem kesehatan maka perlulah dipahami pula tentang subsistem pembiayaan kesehatan. Namun kenyataanya hal ini masih kurang dimengerti dan dipahami sepenuhnya dimana masih terdapat permasalahan antara pelayanan kesehatan yang diterima dengan tuntutan pengajuan klaim dan rumah sakit, yaitu pengajuan klaim tidak sesuai dengan prosedur dan tarif dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) sehingga menimbulkan masalah bagi RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengajuan klaim BPJS Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian informan didasarkan pada prinsip kesesuaian (appropiatenesis) dan kecukupan (adequency). Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa masih terdapat beberapa masalah dalam koordinasi dan kerja tim serta keterlambatan penyerahan dan tidak lengkapnya dokumen serta belum adanya billing system menyebabkan terhambatnya pembayaran klaim BPJS.



2.1.2 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Estri Aditya Pradani Pradani (2017) dalam jurnalnya berjudul, “Keterlambatan Pengumpulan Berkas Verifikasi Klaim BPJS di RS Bhayangkara Semarang” bertujuan untuk menganalisis akar masalah dan solusi terbaik keterlambatan pengumpulan berkas verifikasi klaim BPJS ke IJP (Instalasi Jaminan Pembiayaan) di rumah sakit. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan



8



9



metode Focus Group Discussion, diagram Fishbone dan pertanyaan “5 Why” untuk mencari akar masalah. Setelah diketahui akar masalah dilakukan pemilihan alternatif solusi dengan metode Nominal Group Technique (NGT) dan Capability Accessibility Readiness and Leverage (CARL). Kegiatan ini melibatkan 2 staf manajemen, 3 staf IJP, 2 petugas apotik, dan 7 perawat IGD, rawat jalan dan rawat inap. Hasil penelitian ini adalah solusi terbaik berupa pembuatan umpan balik tertulis oleh IJP untuk seluruh unit pelayanan rawat jalan dan rawat inap yang diharapkan dapat mengatasi keterlambatan pengumpulan berkas verifikasi klaim BPJS ke IJP.



2.2 State of the Art Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Karya Tulis Ilmiah Materi Judul



Variabel Penelitian



Metode Subjek



Taliana D. Malonda (2015) Analisis Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano Manusia, sarana prasarana, dan kebijakan.



Estri Aditya Pradani (2017) Keterlambatan Pengumpulan Berkas Verifikasi Klaim BPJS di RS Bhayangkara Semarang



Kualitatif a. Direktur RS 1 orang b. Kepala Ruangan 2 orang c. Kepala RM 1 orang d. DPJP 1 orang e. Perawat Pelaksana 1orang f. Petugas RM 1 orang g. Petugas Koder/ Petugas Entry Data 1 orang, h. Petugas Verifikator 2 orang.



Deskriptif kualitatif Staf manajemen, staf IJP, petugas apotik, dan perawat IGD, rawat jalan dan rawat inap



Man, method, machine, material, dan money.



Siti Zulaikha (2018) Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Stubondo human, organization, technology, planning, organizing, actuating, controlling Kualitatif Petugas klaim rawat jalan, petugas klaim rawat inap, kepala rekam medis, koder, petugas assembling, petugas pendaftaran.



Perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel yang diteliti. Peneliti nantinya akan membedakan faktor penyebab penundaan



10



pembayaran klaim berkas rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Penyebab penundaan pembayaran klaim karena adanya ketidaklengkapan berkas klaim dan kesalahan koding. Akar permasalahan ini akan digali dengan mengidentifikasi penyebab mendasar terjadinya penundaan pembayaran klaim yang meliputi faktor human, technology, organization, planning, organizing, actuating, dan controlling.



2.3 Rumah Sakit 2.3.1 Definisi Rumah Sakit Menkes (2006) menjelaskan bahwa rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik, dan rehabilitatif untuk orang-orang yang mederita sakit, cidera, dan melahirkan. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Depkes RI, 2009). Rumah Sakit merupakan salah satu pelayanan jasa yang dalam melakukan aktivitasnya, tidak boleh lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Gunawan dan Djati, 2011). Berdasarkan pengertian tersebut, rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan serta untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan sebagaimana yang dimaksud, sehingga perlu adanya penyelenggaan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan. Salah satu perusahaan industri jasa yang membutuhkan komputer sebagai alat pemrosesan dan penyajian informasi adalah Rumah Sakit. Rumah Sakit sebagai salah satu sektor industri jasa yang memberikan pelayanan kepada pasien merupakan sektor yang berkembang dengan cepat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (Susilowati, 2017).



11



2.3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pasal 5 disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut: a.



Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.



b.



Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.



c.



Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.



d.



Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.



Adapun tugas serta fungsi rumah sakit, yaitu: a.



Memberi pelayanan medis.



b.



Memberi pelayanan penunjang medis.



c.



Memberi pelayanan kedokteran kehakiman.



d.



Memberi pelayanan medis khusus.



e.



Memberi pelayanan rujukan kesehatan.



f.



Memberi pelayanan kedokteran gigi.



g.



Memberi pelayanan sosial.



h.



Memberi penyuluhan kesehatan.



i.



Memberi pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat dan rawat intensif.



j.



Memberi pendidikan medis secara umum dan khusus.



k.



Memberi fasilitas untuk penelitian dan pengembangan ilmu kesehatan.



l.



Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi.



Oleh karena itu rumah sakit mulai bekerja keras untuk meningkatkan mutu pelayanan guna bersaing ditingkat global (Barlian, 2016).



12



2.3.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya (Depkes RI, 2009) sebagai berikut: a.



Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.



1)



Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.



2)



Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan displin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.



b.



Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat:



1)



Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba :



a)



Rumah sakit publik yang dikelola oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



b)



Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.



2)



Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Penyelenggarakan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi



rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009), sebagai berikut: a.



Rumah Sakit Umum



1)



Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai



fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) sub spesialistik.



13



2)



Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas



dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) sub spesialis dasar. 3)



Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai



fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik. 4)



Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas



dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar. b.



Rumah Sakit Khusus



1)



Rumah Sakit Khusus Kelas A Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang mempunyai



fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. 2)



Rumah Sakit Khusus Kelas B Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai



fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. 3)



Rumah Sakit Khusus Kelas C Rumah sakit khusus kelas C adalah rumah sakit khusus yang mempunyai



fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai dengan kekhususan yang minimal.



2.3.4 Hak dan Kewajiban Rumah Sakit pada Era JKN Adapun hak rumah sakit sebagai faskes diantaranya (Menkes, 2014): a.



Mendapatkan



informasi



tentang



kepesertaan,



prosedur



pembayaran, dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan.



pelayanan,



14



b.



Menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap.



Kewajiban dari rumah sakit terdiri atas: a.



Memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai ketentuan yang berlaku.



b.



Memberikan laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah disepakati.



2.4 Rekam Medis 2.4.1 Definisi Rekam Medis Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Menkes, 2008). Departemen Kesehatan (2004b) menyebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Gemala R. Hatta (2012: 73), rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien di sarana pelayanan kesehatan.



2.4.2 Aspek Rekam Medis Rekam medis memiliki tujuh aspek (Depkes RI, 2004c) yaitu: a.



Aspek administrasi Rekam medis mempunyai arti administrasi karena isinya menyangkut



tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab bagi tenaga kesehatan. b.



Aspek medis Rekam medis mempunyai nilai medis karena catatan tersebut dipakai



sebagai dasar merencanakan pengobatan dan perawatan yang akan diberikan.



15



c.



Aspek hukum Rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah



adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam usaha menegakkan hukum serta bukti untuk menegakkan keadilan. d.



Aspek keuangan Rekam medis dapat menjadi bahan untuk menetapkan pembayaran biaya



pelayanan kesehatan. e.



Aspek penelitian Rekam medis mempunyai nilai penelitian karena mengandung data atau



informasi sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. f.



Aspek pendidikan Rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena menyangkut data



informasi tentang perkembangan kronologi pelayanan medik terhadap pasien yang dapat dipelajari. g.



Aspek dokumentasi Rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena merupakan sumber



yang harus didokumentasikan yang dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan.



2.5 BPJS Kesehatan 2.5.1 Definisi BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan oleh penerapan BPJS yang mengaburkan alur layanan yang selama ini berjalan (Firdaus dan Dewi, 2015). Program BPJS dibagi menjadi lima jenis program jaminan sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam dua program penyelenggaraan yaitu: a.



Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dengan programnya adalah jaminan kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.



16



b.



Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan programnya adalah jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian yang dimulai 1 Juli 2015. BPJS



Kesehatan



adalah



badan



hukum



yang



dibentuk



untuk



menyelenggarakanprogram jaminan kesehatan. BPJS adalah peleburan empat bahan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, empat badan usaha yang dimaksud adalah PT Taspen, PT Jamsostek, PT Asabri, dan PT Askes. BPJS ini berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga Indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. Peserta BPJS Kesehatan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: a.



PBI (Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan yaitu peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang – Undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintahan.



b.



Bukan PBI jaminan kesehatan.



2.5.2 Visi dan Misi BPJS Kesehatan Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan misi, visi dan misi dari program BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2016) adalah: a.



Visi BPJS Kesehatan Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki



jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul, dan terpercaya. b.



Misi BPJS Kesehatan



1)



Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).



17



2)



Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.



3)



Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.



4)



Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip – prinsip tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja unggul.



2.6 Klaim 2.6.1 Definisi Klaim Klaim adalah tagihan atas biaya pelayanan kesehatan bagi peserta asuransi kesehatan yang diajukan baik secara perorangan maupun secara kolektif oleh Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK). Ilyas (2006), klaim adalah suatu permintaan salah satu dari dua pihak yang mempunyai ikatan, agar haknya terpenuhi. Pada manajemen klaim ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a.



Adanya Dua Pihak yang Jelas Melakukan Ikatan Perjanjian Hal ini menggambarkan secara jelas siapa yang melakukan ikatan dengan



siapa dan kejelasan pihak yang memiliki hak serta kewajiban. b.



Adanya Ikatan Perjanjian yang Jelas dan Resmi antara Kedua Pihak Bentuk ikatan ini akan mempengaruhi kepatuhan kedua pihak terhadap



ikatan perjanjian yang mereka sepakati bersama. Ikatan tersebut dapat berbentuk saling percaya, saling mengikat secara etis, secara adat, dan secara hukum. c.



Adanya Informed Consent Informed artinya kedua pihak mengetahui dan memahami semua aspek yang



mengikat mereka. Consent yaitu ikatan tersebut dilakukan dengan dasar kesadaran dan kesukarelaan dan bukan didasarkan karena paksaan, ancaman atau tipuan. d.



Didokumentasikan



18



Dokumentasi dari pernyataan ikatan antara kedua pihak diperlukan untuk mencegah pengingkaran oleh salah satu pihak yang bisa disengaja atau tidak disengaja. Biasanya bentuk perjanjian ini berupa sertifikat polis yang berisi tentang segala hal yang berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab kedua belah pihak secara tertulis.



2.6.2 Jenis Klaim Secara keseluruhan pengajuan klaim yang masuk ke BPJS Kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) kategori (BPJS Kesehatan, 2016) yaitu: a.



Klaim Kolektif



Klaim kolektif adalah klaim yang diajukan oleh fasilitas kesehatan (faskes) atas biaya pelayanan seluruh peserta yang telah dilayani ataupun pembayaran yang bersifat prospektif dalam periode tertentu (satu bulan). Biaya pelayanan yang dilakukan secara kolektif adalah: 1)



Klaim pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)



2)



Klaim persalinan di faskes tingkat pertama dan bidan



3)



Klaim peayanan tingkat lanjutan, baik rawat jalan maupun rawat inap



4)



Klaim gawat darurat



5)



Klaim ambulan



6)



Klaim Coordination of Benefit (COB) dari asuransi tambahan atau penjamin pelayanan kesehatan lainnya.



7)



Klaim atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan di daerah belum tersedia faskes yang memenihu syarat.



b.



Klaim Perorangan



Klaim perorangan adalah klaim yang diajukan oleh peserta secara perorangan untuk pelayanan tertentu yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh peserta tersebt. Biaya pelayanan yang dapat diklaim secara perorangan adalah biaya kompensasi untuk pelayanan kesehatan bagi peserta di daerah belum tersedia faskes yang memenuhi syarat.



19



2.6.3 Ketentuan Umum Klaim di BPJS Kesehatan Berdasarkan ketentuan BPJS Kesehatan (2016), adapun ketentuan umum klaim di BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut: a.



Faskes mengajukan klaim setiap bulan secara reguler paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.



b.



BPJS Kesehatan wajib membayar faskes atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan.



c.



BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada fasilitas kesehatan sebesar 1% dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 bulan keterlambatan.



d.



Seluruh berkas dokumen penagihan klaim dan pertanggungjawaban dana disimpan oleh rumah sakit dan BPJS Kesehatan dan sewaktu-waktu dapat diaudit oleh yang berwenang. Apabila berkas dikembalikan oleh BPJS Kesehatan karena berkas tidak lengkap dan ketidaksesuaian kaidah koding maka akan terjadi penundaan pembayaran klaim atau penurunan tarif bagi rumah sakit.



e.



Kadaluarsa klaim



1)



Klaim Kolektif



a)



Fasilitas kesehatan milik pemerintah baik tngkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan.



b)



Fasilitas kesehatan milik swasta baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah 6 (enam) bulan setelah pelayanan diberikan.



2)



Klaim Perorangan Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua) tahun



setelah pelayanan diberikan.



2.6.4 Verifikasi di Kantor (Vedika) Vedika merupakan singkatan dari Verifikasi di Kantor BPJS. Vedika merupakan sebuah sistem yang sedang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan untuk



20



proses verifikasi dan klaim dari fasilitas kesehatan. Tujuan vedika yaitu meningkatkan kepuasan fasilitas kesehatan, mengurangi beban operasional BPJS Kesehatan, dan mencapai otomasi bisnis proses verifikasi klaim. Manfaat vedika adalah mencapai percepatan dan simplifikasi proses pengajuan berkas klaim dan verifikasi dan membangun hubungan profesional berdasarkan trust and fairness terhadap failitas kesehatan (Maharani, 2017). Vedika dilaksanakan secara bertahap di seluruh rumah sakit, diharapkan pada Desember 2017 seluruh rumah sakit telah menjalankan vedika. Vedika sebagai proses transisi untuk mempersiapkan SDM, sarana prasarana, sistem informasi manajemen (IT) baik di rumah sakit maupun kantor cabang sebelum implementasi e-claim diterapkan. Sebelum dilaksanakannya vedika, proses klaim dilakukan secara konvensional. Adapun perbedaan klaim konvensional dan vedika sebagai berikut (Maharani, 2017). Tabel 2.2 Perbedaan Verifikasi Konvensional dan Vedika Pembeda



Konvensional



Where Who



BPJS Centre di rumah sakit Verifikator BPJS Kesehatan



What



 Verifikasi administrasi: seluruh klaim.  Verifikasi pelayanan: seluruh klaim. Klaim masuk secara bertahap harian.



When



How



Verifikasi oleh rumah sakit (-). Surat tanggung jawab mutlak dalam pengajuan klaim oleh FKRTL (-). Audit klaim (post review claim) dilakukan oleh rumah sakit (-). Lama waktu verifikasi sampai pembayaran bervariasi di setiap daerah  Manual  Konfirmasi klaim ke RS



Vedika Kantor cabang BPJS Kesehatan.  Verifikator BPJS Kesehatan.  Verifikator internal rumah sakit.  Verifikasi administrasi: seluruh klaim.  Verifikasi pelayanan: sampling klaim. Klaim masuk secara menyeluruh bulanan (minimalisir adanya klaim susulan). Verifikasi oleh rumah sakit (+) Surat tanggung jawab mutlak dalam pengajuan klaim oleh FKRTL (+). Audit klaim (post review claim) dilakukan oleh rumah sakit (+). Lama waktu verifikasi sampai pembayaran sama (15 hari) di setiap daerah.  Manual+digital.  Konfirmasi klaim ke RS dan peserta.



Sumber: BPJS Kesehatan, 2017. a.



V-Klaim Administrasi



1)



Berkas klaim yang akan diverifikasi meliputi:



a)



Rawat Jalan



21



(1)



Surat Eligibilitas Peserta (SEP).



(2)



Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh DPJP.



(3)



Protocol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus.



(4)



Resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi).



(5)



Tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak, dan lain - lain.



(6)



Berkas pendukung lain yang diperlukan.



b)



Rawat Inap



(1)



Surat perintah rawat inap.



(2)



SEP.



(3)



Resume medis yang ditandatangani oleh DPJP.



(4)



Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh DPJP.



(5)



Laporan operasi (jika diperlukan).



(6)



Protocol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus.



(7)



Resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi).



(8)



Tanda terima alat kesehatan (alat bantu gerak, collar neck, corset, dan lain lain).



(9)



Berkas pendukung lain yang diperlukan.



1)



Tahap Verifikasi Administrasi Klaim Verifikasi administrasi kepesertaan adalah meneliti kesesuaian berkas klaim



yaitu antara Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan data yang diinput dalam aplikasi INA CBGs dengan berkas pendukung lainnya. b.



V-Klaim Administrasi Pelayanan



1)



Untuk kode INA CBGs severity level III pastikan ada pengesahan dari Komite Medik. Tingkat keparahan (severity level) sesuai dengan tipe dan kompetensi RS.



2)



Verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnose dan prosedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau soft copynya).



22



3)



Kesesuaian Spesialisasi Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan diagnosa. Misalnya, pasien dengan diagnosa jantung namun DPJP-nya adalah spesialis mata, lakukan cross check ke resume medis atau poli.



4)



Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi operator. Misalnya, dalam laporan tindakan Apendiktomi oleh operator spesialis jantung, perlu dilakukan cross check lebih lanjut.



5)



Kesesuaian antara Tipe Rumah Sakit dan kompetensi dokter di Rumah Sakit tersebut. Misalnya: tindakan kraniotomi yang dilakukan di Rumah Sakit Type D, Tindakan CABG yang dilakukan di Rumah Sakit yang tidak memiliki ahli Bedah Thorax Kardio Vaskuler, perlu dilakukan cross check lebih lanjut.



6)



Koding yang ditentukan koder tidak unbundling. Contoh: Diabetes Melitus with Nephrophaty menjadi Diabetes Melitus (Diagnosa Primer) dan Nephrophaty (Diagnosa Sekunder).



7)



Perhatikan readmisi untuk diagnosa penyakit yang sama, jika pasien masuk dengan diagnosa yang sama lakukan cross check dengan riwayat pulang rawat pada episode yang lalu, apakah pada episode rawat yang lalu pasien pulang dalam keadaan sembuh atau pulang dalam keadaan pulang paksa, ataupun dirujuk. Jika pasien telah dipulangkan dalam keadaan pulang paksa maka episode rawat pada readmisi merupakan kelanjutan dari pembiayaan penyakit yang sama.



8)



Pada kasus special CMGs:



(a)



Alat kesehatan dengan prosedur operasi pastikan kesesuaian tagihan dengan resume medis, billing RS dan laporan operasi.



(b)



Diluar prosedur operasi: pastikan kesesuaian tagihan dengan resume medis, billing RS, resep alat kesehatan, bukti tanda terima alat kesehatan.



(c)



Pada kasus special drug, pastikan kesesuaian antara tagihan dengan resume medis, billing dan regimen (jadwal dan rencana pemberian obat). Adapun special



drugs



meliputi



Deferasirox, Human albumin.



Steptokinase,



Deferiprone,



Deferoksamin,



23



(d)



Special procedures, contoh: Tumor pineal-Endoscopy, Pancreatectomy dll. Diperlukan surat keterangan dokter sebagai keterangan/laporan operasi untuk special prosedur yang dilakukan.



(e)



Special investigations: other CT Scan, Nuclear Medicine, MRI, Diagnostic and procedure imaging on eye. Kasus yang mendapatkan special investigation telah dilengkapi bukti pelayanan penunjang sebelumnya, seperti: MRI dilakukan setelah ada hasil X-ray dan CT Scan, dsb.



(f)



Special prosthesis: subdural grid electrode, cote graft,TMJ prosthesis, Liquid Embolic (for AVM), Hip Implant/knee implant. Perhatikan kesesuaian diagnosa utama dan prosedur yang dilakukan, misal : TMJ Prosthesis



dilakukan



pada



kasus



fraktur



os



temporomandibular/



temporomandibular joint, ditangani spesialis THT kraniofasial/Bedah Mulut. (g)



Sub-acute group: hari rawat 43 s/d 103 hari dan Chronic Group : hari rawat 104 s/d 180. Sesuaikan masa rawat pasien dengan rekomendasi pulang dari DPJP pada



visite terkahir di rekam medis. Untuk kasuskasus dengan diagnosa berbiaya tinggi lakukan kunjungan ke bangsal perawatan/Customer visite. Pastikan assessment ADL sudah dilakukan dan dikuatkan dengan customer visit. (h)



Ambulatory package, contoh : hemodialisa, radioterapi, dan lain - lain.



9)



Kasus-kasus bayi baru lahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), memastikan berat badan bayi kurang dari 2500 gram dengan resume medis dan apabila diperlukan melihat surat keterangan lahir.



10)



Memastikan bayi baru lahir yang tidak memiliki masalah medis dari persalinan normal maupun section menjadi satu bagian tagihan persalinan.



11)



Memastikan bayi baru lahir tidak sehat dari persalinan normal maupun dari seksio sesaria menjadi tagihan terpisah dari persalinan ibu.



12)



Pada kasus-kasus yang sudah ditegakkan diagnosa pastikan pada kunjungan berikutnya harus menggunakan kode diagnose Z (kontrol).



13)



Perhatikan pasien yang menjalani rawat jalan dan dilanjutkan dengan rawat inap pada hari yang sama hanya bisa ditagihkan sebagai satu episode RI.



a.



Permasalahan Koding Adapun sejumlah kasus yang menjadi permasalahan terkait proses coding INA-CBG maupun terkait hal-hal yang ditetapkan



oleh klinisi di FKRTL. Daftar permasalahan tercantum pada kolom Diagnosis/Prosedur, dengan penjelasan permasalahan yang lebih rinci pada kolom Perihal, sedangkan kolom Kesepakatan berisikan hasil kesepakatan sejumlah pihak terkait yang harus dijadikan pedoman dalam proses penatalaksanaan maupun proses klaim INA-CBG (Menkes, 2016). Tabel 2.3 Permasalahan Koding No.



Utama



1.



2.



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur Candidiasis (B37)



Perihal Pada kasus-kasus candidiasis (B.37)



Hipertensi (I10-I15)



HIV



Kesepakatan ditambahkan



kode



a. Koding Hipertensi disertai dengan kode CHF. b. Koding Hipertensi disertai dengan kode RF. Dampak: peningkatan severity level



3.



4.



5.



Thalasemia (D56.1)



Penagihan Top Up obat kelasi/ Thalasemia (Deferipron dan Deferoxsamin) dalam sebulan lebih dari 1x Hiperglikemia dicoding terpisah dengan diagnosis utama seperti DM (E10-E14)



Hiperglikemia (R73.9)



Tonsilektomi dengan Kauter Faring (28.2 dan 29.39)



Dampak: secara nilai klaim tidak ada, kecuai dibalik menjadi diagnosis primer Tonsilektomi selalu dikoding dengan kauter faring Dampak: peningkatan biaya akibat perubahan grouping



24



Pada kasus HIV tidak dapat dikoding sendiri-sendiri/terpisah tetapi dikoding dengan kode kombinasi, jadi seharusnya B20.4 dan B.37 tidak dikoding Diagnosis hipertensi dan gagal jantung atau dan gagal ginjal hanya dapat dikoding dengan satu koding kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal ginjalnya ( Permenkes no. 27 Tahun 2014 ) Top up klaim obat kelasi (pada klaim rawat inap) hanya dapat dikoding 1x sebulan (sesuai Permenkes No.59 tahun 2014) Hiperglikemi (R73.9) tidak dapat menjadi diagnosa utama jika ada diagnosa lain yang lebih spesifik



Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding



No. 6.



7.



8.



9.



10.



11.



12.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur Appendectomy dengan laparotomi (47.0+54.1) Herniotomi dengan laparotomi (53.9+54.1) Insisi Peritoneum (54.95)



Repair (75.69)



Perineum



USG pada Kehamilan(88.76/8 8.79)



WSD dan puncture of lung



Endotrakeal



Tube



Perihal



Kesepakatan



Tindakan operasi yang membuka lapisan perut dikoding terpisah dengan kode tindakan utama



Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding



Dampak: Meningkatkan biaya, hasil grouping berbeda atau bertambah



Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding



Tindakan operasi dikoding terpisah-pisah misalnya SC/appendectomy dengan insisi peritoneum.



Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding



Dampak: meningkatkan biaya,hasil grouping berbeda atau bertambah Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi perineum dengan tindakan repair perineum (75.69). Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69) akan menyebabkan perubahan grouper menjadi O6-12-I dengan biaya klaim yang lebih tinggi dari grouper persalinan normal Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG kehamilan, biasanya pada kasus rawat jalan. Dampak: biaya klaim kode 88.76/88.79 lebih tinggi dibandingkan kode 88.78 Pada kasus-kasus degan pemasangan WSD (34.04) sering disalahgunakan dengan menambah koding puncture of lung (33.93) Dampak: peningkatan biaya karena koding 33.93 akan merubah hasil grouper menjadi lebih tinggi Pada operasi atau tindakan yang perlu



25



Repair pada rutin episiotomy saat persalinan normal dikoding dengan 73.6 (bukan kode 75.69)



USG pada kehamilan dapat dikoding menggunakan kode 88.78 (bila terbukti melakukan tindakan USG)



Koding tindakan WSD adalah 34.04



Prosedur yang merupakan bagian dari



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur (96.04) Collar Neck



13.



14.



DHF pada pasien hamil



15.



Gas Gangrene (A48.0)



16.



Kejang



17.



Soft Tissue Tumor



18.



Penyulit



Eksisi (83.39)



Persalinan SC



Perihal



Kesepakatan



pemasangan endotracheal tube dikoding terpisah prosedur utama tidak dapat dikoding Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Tidak perlu dikoding karena Collar neck Spinal Device (84.59) karena langsung dikode termasuk alat kesehatan yang dibayar namun oleh dr. Sp.OT tidak menggunakan sistem INA-CBG. Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis penyakit dalam (Contoh DHF). Bagaimana utama: kode DHF (A91), sedangkan diagnosis sekundernya ? diagnosis sekunder adalah kode “O” Penggunaan Gas Gangrene sebagai diagnosis a. Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada sekunder, biasanya didiagnosis gangrene dikoding pemeriksaan fisik didapatkan adanya gas gangrene krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau pada foto rontgen didapatkan adanya gas Dampak: peningkatan severity level menjadi III dilokasi gangren. b. Sesuai kaidah ICD jika gangrene saja dapat dikode R02, Sedangkan pada kasus DM, Gas Gangrene dikode A48.0 dan gangrene DM diberi kode E10-E14 (sesuai dengan jenis DM) dengan digit terakhir .5 (contoh Gangrene DM Tipe 2 di kode E11.5). Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder Jika diagnosis Kejang disertai hasil menyebabkan peningkatan biaya klaim. pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi Dampak: peningkatan severity level menjadi II yang sesuai (diazepam, fenitoin, atau valproat) maka dapat dikoding a. Pasien dirawat inapkan 1 hari. a. Pasien dengan tindakan eksisi soft tissue b. Penentuan Eksisi massa soft tissue tumor, biasa tumordapat dirawat inap: disalahgunakan selalu dikoding 83.39 (Ekxicion 1) sesuai dengan indikasi medis pasien. of Lession of other soft tissue) dibandingkan 2) dengan narkose umum. 86.3 (other local exicion or destruction of b. Penggunaan kode berdasarkan lokasi STT: lession tissue of skin & subcutaneous tissue. 1) kode 83.39 untuk STT yang lokasi nya Dampak : Biaya koding 83.39 lebih tinggi dari dalam (deep), 86.3, RI>RJ 2) kode 86.3 untuk STT yang superfisial. Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika Kode O82 digunakan sebagai diagnosis



26



No.



Utama Persalinan



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur (O82)



19.



Perihal



Kesepakatan



penyulit persalinan adalah kode O42.0 dan O42.1



utama jika ada penyulit dalam persalinan, seperti contohnya O42.0 & O42.1 dengan tindakan seksio sesarea yang menghasilkan proses grouping persalinan vaginal Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 untuk semua kasus Tindakan kemoterapi menggunakan kode Z51.1 Pada kasus Skin graft, tidak dapat dijamin pada yang berhubungan dengan kosmetikCatatan: perhatian penggunaan koding graft, pastikan tindakan graft wajar dilakukan pada pasien (misalnya pada luka/injury yang luas dan dalam), jika hanya luka kecil dikoding skin graft (86.69) perlu dikonfirmasi. a. Episode sesuai dengan aturan episode rawat jalan, educational therapy bukan untuk konsultasi gizi b. Pelayanan poli gizi adalah yang dilakukan oleh dokter spesialis gizi klinik Anemia pada persalinan: a. Standar Diagnosis Anemia dapat menggunakan standar WHO b. Jika terdapat bukti klinis (lab) anemia tetap dikoding



Pemasangan infus pump (99.18)



Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 hanya untuk kasus persalinan Kemoterapi oral dikoding sebagai kemoterapi



21.



Skingraft



Skin graft ditagihkan pada kasus kelloid, sellulitis, dan lain-lain



22.



Educational Therapy (93.82)



Educational therapy pada konsultasi ke dokter misalnya dokter gizi pada klaim rawat jalan



20.



23.



Kemoterapi Oral



Anemia



Penggunaan Anemia sebagai diagnosis sekunder pada beberapa diagnosa utama seperti: persalinan, gagal Ginjal, dll. Menyebabkan peningkatan biaya klaim. Dampak : Peningkatan Severity Level menjadi II



Anemia sebagai diagnosis sekunder adalah anemia yang disebabkan oleh: a. Komplikasi penyakit utamanya (dimana terapi anemia berbeda dengan terapi utamanya, contoh: pasien kanker payudara



27



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur



24.



Leukositosis



25.



Malnutrisi Kaheksia (R64)



26.



Gagal Ginjal Akut/AKI (N17)



27.



LeukopeniaAgranulositosi



Perihal



Leukositosis dengan penambahan kode D728 sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan saat hasil laboratorium leukosit meningkat walaupn tidak mengikat dan tidak ada terapi spesifik.



Kesepakatan yang diradioterapi, pada perjalanannnya timbul anemia maka anemia tersebut dapat dimasukkan diagnosa sekunder dan stadium lanjut, dll) yang memerlukan transfusi darah dan eritropoetin harus dimasukkan b. Anemia gravis (dibawah 8) pada penyakit kronik (gagal ginjal kronik, kanker kedalam diagnosa sekunder karena memerlukan pengobatan khusus yg berbeda dari penyakit dasarnya). Leukositosis (D72.8) yang dimasukkan sebagai diagnosis sekunder bukanlah leukositosis yang disebabkan karena infeksi atau karena pemberian obat-obatan (GCSF, Steroid) dan myeloproliferatif neoplasma (MPN)



Dampak: peningkatan severity level menjadi II Penggunaan Malnutrisi dan Kaheksia sebagai diagnosis sekunder.



Diagnosis menyertakan bukti klinis (penilaian status gizi, IMT,dll)Termasuk pada kanker stadium lanjut dimasukkan Dampak: peningkatan severity level menjadi II sebagai diagnosa sekunder karena memerlukan penatalaksanaan khusus. AKI sebagai diagnosis sekunder, biasanya sering Kriteria Diagnosis Gagal Ginjal Akut disalahgunakan pada hasil laboratorium ureum (N17.9): kreatinin yang meningkat tidak bermakna. a. Terjadi peningkatan/penurunan kadar kreatinin serum sebanyak ≥0,3 mg/dl. Dampak: peningkatan severity level menjadi III b. Terjadi penurunan jumlah urin ≤0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam Kode Agranulositosis sebagai diagnosis sekunder, a. Dalam penegakan diagnosis perlu biasanya disalahgunakan pada hasil laboratorium mencantumkan bukti medis (hasil lab).



28



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur s (D70)



28.



Efusi Pleura (J90-J91)



29.



Respiratory Arrest (R09)



30.



Pneumonia/ Bronkopneum onia



31.



TB Paru (A15)



32.



Disfagia (R13)



Perihal



Kesepakatan



leukosit yang menurun tetapi tidak bermakna b. Diagnosis leukopenia (D70) pada pasien (misalnya pada pasien-pasien kemoterapi juga kanker adalah leukosit dibawah 3000 dan dikoding D70 karena leukopeni). harus dituliskan diluar diagnosa kankernya karena hal ini berdampak pada pemberian Dampak: peningkatan severity level menjadi III GCSF pasca kemoterapi sampai leukosit diatas atau sama dengan 5000 Penggunaan Efusi Pleura sebagai Diagnosa Efusi Pleura dapat didiagnosis sekunder bila sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim. hasil pemeriksaan imaging (foto thoraks, USG, CT scan) menunjukkan gambaran Dampak: peningkatan severity level menjadi III efusi atau/dan bila dilakukan proof punksi keluar cairan Penggunaan Respiratory Arrest sebagai diagnosis Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai sekunder terutama pada kasus yang meninggal. diagnosis sekunder bila:. a. Terdapat usaha resusitasi dan atau Dampak: peningkatan severity level menjadi III pemakaian alat bantu nafas. b. Bila terkait dengan diagnosis primer. c. Merupakan perjalanan penyakit primer Penggunaan Pneumonia sebagai diagnosis Pneumonia dapat didiagnosis berdasarkan sekunder tanpa hasil rontgen atau tanda klinis. pemeriksaan imaging minimal foto thoraks dan atau berdasarkan anamnesis pasien Dampak: meningkat severity level II mengeluh batuk produktif disertai dengan perubahan warna sputum (purulensi) atau dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara nafas tambahan berupa ronki atau suara nafas bronkial Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada TB Paru (A15-A19) tetap diltulis sebagai pasien dengan TB Paru yang sedang pengobatan diagnosis sekunder apapun diagnosis OAT rutin primernya karena merupakan komorbid yang harus tetap di pantau selama perawatan Dampak: peningkatan severity level menjadi II Disfagia pada kasus tonsilitis, tonsilektomi, dan Diagnosis sekunder Disfagia (R13) dapat lain-lain. dikoding bersama dengan Prosedur



29



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur



Perihal



Kesepakatan



Tonsilektomi (28.2) pada kondisi sebagai berikut: a. Pasien Anak. b. Terdapat gizi kurang akibat gangguan menelan dimana berat badan kurang dibanding usia atau IMT menurut usia Penambahan diagnosa hemiplegia/Hemiparese Tidak ada masalah sebagai diagnosis sebagai Diagnosa utama maupun sekunder sekunder jika memang di rekam medis pada menyebabkan peningkatan biaya klaim catatan perawatan dituliskan klinis hemiparesis (G81.9) Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity level menjadi II, sebagai diagnosis utama atau ditukar dengan stroke akan meningkatkan biaya dan severity level III Vertigo dirawat inapkan Indikasi vertigo yang dirawatinapkan: a. Vertigo (R.42) sentral dengan etiologi nya : Stroke (iskemik, hemoragik), infeksi akut dan kronik, trauma kepala, tumor intraserebral dengan peningkatan tekanan intra kranial b. Vertigo perifer dengan muntah-muntah hebat sehingga dapat menyebabkan terjadi hiponatremia / hipokalemia / hipoglikemia / insufisiensi renal Katarak dengan Teknik penatalaksanaan kasus penderita katarak dan Operasi Phacoemulsification pterigium umumnya dilakukan rawat inap Dampak: peningkatan severity level menjadi II



33.



Hemiparese/ Hemiplegia



34.



Vertigo



35.



Katarak



Untuk operasi katarak dengan Phacoemulsification (insisi ±3 mm) maka pasien katarak tanpa penyulit dilakukan di rawat jalan.



Operasi Katarak dengan Teknik SICS (Small Incicion Cataract Surgery): a. Untuk operasi katarak dengan SICS (insisi ± 6 mm) maka dilakukan rawat jalan.



30



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur



Perihal



Kesepakatan b. Pasien dilakukan rawat inap dengan tindakan Phacoemulsification dan SICS apabila: 1) Ada komplikasi selama operasi (during opreration) yang memerlukan pemantauan intensif setelah operasi 2) Operasi pada salah satu mata pasien dimana mata yang lain visusnya sudah 0 (buta) atau one eyes. 3) Jika ada underlying disease seperti : hipertensi, DM, HbsAG(+), dan lain-lain. Operasi Katarak dengan Teknik ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction), ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) Indikasi rawat inap jika: a. Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm. b. Waktu operasi lebih lama dibandingkan operasi dengan teknik Phaco. c. Untuk menghindari / meminimalkan resiko infeksi, prolaps isi bola mata (iris, vitreous) paska operasi. Indikasi Secara Umum Rawat Inap pada Operasi katarak: a. Memakai Teknik ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction). b. Katarak Pediatrik (anak – anak: kongenital, juvenil). c. Katarak Hipermatur. d. Katarak dengan gangguan pendengaran, kelainan jiwa/cacat mental dan dengan penyakit sistemik( HHD, Decomp, hipertensi, Diabetes mellitus, HbsAg+) e. Kepatuhan pemakaian Obat. f. Katarak dengan komplikasi penyakit mata ( contoh: Uveitis, glaukoma). g. Luksasi lentis/subluksasi lentis, katarak dengan iridodialisis. h. Katarak dengan sikatrik kornea. i. Zonulysis.



31



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur



Perihal



Kesepakatan j. Sinekia anterior/posterior lebih dari 180 derajat>2 quadran. k. Katarak dengan komplikasi intra operatif. l. Katarak Grade 5 (Brunescent). m. katarak+Glaukoma. n. katarak Post Vitrektomi. o. katarak Post Uveitis. p. katarak Pada high Myopia. q. katarakTraumatika. r. Komplikasi Post operatif. s. Katarak+Ablatio Retina. t. katarak Polaris Posterior. u. Pasien-pasien yang memerlukan pemeriksaan tambahan Khusus. v. pasien tidak kooperatif , baik krn usia muda w. maupun keadaan psikologis pasien, cemas dan lain-lain.



36.



Pterigium (H11.0)



penatalaksanaan kasus penderita katarak dan Rawat Inap: pterigium umumnya dilakukan rawat inap a. Pterigium (H11.0) Grade IV. b. Operasi dengan teknik Graft Conjungtiva, Flap conjungtiva, atau membran amnion baik dengan jahitan atau membran glue. c. Pasien anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif yang memerlukan anestesi umum. d. Ada keperluan sistemik yang memerlukan evaluasi baik dibidang mata maupun dari departemen lain. e. Terdapat perdarahan masif atau komplikasi lain yang memerlukan evaluasi lebih lanjut. f. Transportasi sulit atau jauh dari tempat pelayanan Rawat jalan: Operasi Pterigium (H11.0)



32



No.



37.



38.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur



Perihal



Penambahan kode E871 (Hypo-osmolality and hyponatremia) sebagai diagnosa sekunder, sering disalahgunakan saat hasil laboratorium menurun tidak bermakna.



tanpa penyulit (Kondisi seperti yang diindikasikan pada Rawat Inap) dan dikerjakan dengan Bare Sklera Tindakan ini dilakukan di Rawat jalan kecuali pada anak-anak yang belum kooperatif/ memerlukan Anestesi Umum (GA) a. Skala penilaian Gejala Ekstrapiramidal syndrom (G25.9) yang ditetapkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada Lampiran II) digunakan sebagai panduan diagnosis Ekstrapiramidal Syndrom untuk dokter dan dapat dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator. b. Skala penilaian gejala Ekstrapiramidal syndrom yang di tetapkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada Lampiran II) dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator jika terjadi keraguan diagnosis Kondisi Hiponatremia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar Na < 135 mEq/L



Dampak: peningkatan severity level menjadi II Penambahan kode E876 (Hypokalemia) sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada hasil laboratorium yang menurun tidak bermakna.



Kondisi Hipokalemia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar K
70%, dan RCA stenosis >70%. Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang luas memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow fraction ration). Nilai FFR < 0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR maka pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu apakah lesi sebagai penyebab iskemik. Indikasi CABG : Lesi multipl+F98e stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan atau tanpa diabetes mellitus. Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi (Fraksi ejeksi rendah atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka dapat dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and Stagging PCI) dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan lama tindakan. PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika kondisi klinis stabil.



No.



Utama



53.



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur Syok Operasi (T811)



saat



Perihal



Penggunaan koding T811 pada diagnosis sekunder, biasanya pada pasien dengan tindakan atau terapi.



54.



Scleroterapy pada Hemorhoid (49.42)



55.



Odontektomi (23.19)



Dampak: peningkatan severity level menjadi III Kasus Scleroterapi pada hemorhoid oleh Sp.PD dan dirawat inapkan hanya untuk injeksi obatnya karena obatnya mahal Tindakan Odontektomi di rawat inapkan



56.



Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0)



Pulmonary oedema (J81)



Pasien dengan riwayat hemodialisa rutin mengalami efek samping sesak, kemudian pulmonary edema dikoding sebagai diagnosa sekunder dan menyebabkan severity level meningkat menjadi berat (III)



57.



Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0)



Ascites (R18)



Pasien dirawat inapkan hanya untuk dilakukan fungsi ascites. Apa kriteria rawat inap untuk tindakan fungsi ascites atau dapat kah sebagai rawat jalan? Tepatkah pengkodingan pada kasus ini?



58.



Imbalance of constituents of food intake(



Dampak: peningkatan biaya pada klaim Kecendrungan pasien yang tidak nafsu makan langsung dikode dengan E63.1 (imbalance of constituents food intake). Kapan imbalance of



38



Kesepakatan g. PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna. Tidak masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang dalam rekam medis tertulis manifestasi klinis syok yang merupakan komplikasi operasi serta tertulis penatalaksaan syok tersebut Pasien dengan tindakan Scleroterapi pada hemorhoid dapat dirawat inap berdasarkan keadaan umum pasien Pasien dengan tindakan odontektomi dapat dirawat inap sesuai dengan keadaan umum pasien, atau jumlah maupun letak gigi Kriteria Pulmonary Oedema: gejala klinis sesak, takikardi, ronki Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang terekam dalam resume medis dan ada terapi diuretik dan oksigen yang diberikan. Pada kasus HD rutin yang dirawat inap dengan kondisi pulmonary oedema, maka Dx Sekunder Pulmonary Odema dan Dx utama CKD (bukan kontrol HD atau kode Z) Kriteria Rawat Inap untuk Ascites adalah Ascites masif, tujuan tindakan Pungsi untuk Terapeutik. Bila terjadi pada kasus CKD, maka diagnosis ascites dapat menjadi diagnosis sekunder dan diagnosis utamanya adalah CKD Kode R63.8 (other symptoms and signs concerning food and fluid intake) digunakan untuk intake sulit yakni kelainan yang



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur E63.1)



Perihal constituents of food intake ditegakkan? Dampak : peningkatan severity level menjadi sedang (II)



59.



60.



61.



62.



Insufisiensi renal (N19)



Typhoid (A01.0)



Kode sekunder N19 (insufisiensi renal) dikoding dengan penanganan yang kurang bermakna yaitu istirahat saja. Apakah kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal ?



Urinary Tract Infection, site not specified (N390)



Ventricular fibrillation and flutter (I49.3)



Non



spesific



EKG (8952)



Kesepakatan membutuhkan tindakan khusus diet parenteral, enteral atau parsial baik cairan dan atau nutrisiKode E63.1 (imbalance of constituents food intake) digunakan untuk Intake sulit yang disertai asesmen gizi oleh dokter yang merawat/dokter ahli gizi/ahli gizi. Bukti malnutrisi, IMT kurang dari 16. Kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal: Nilai GFR kurang dari 60 atau nilai creatinin wanita diatas 1,1 dan pria diatas 1,3



Dampak : peningkatan severity level Kode N390 sebagai ISK sering dijadikan dignosa Diagnosa ISK dibuat berdasarkan salah satu sekunder sedangkan hasil pemeriksaan penunjang dari kriteria dibawah ini: masih dalam batas normal. Kapan diagnosa ISK a. Gejala klinis yang khas (minimal satu): ditegakkan? sakit kencing, nyeri perut bagian bawah, Dampak: Menyebabkan kenaikan severity level nyeri tekan suprapubic, anyanganyangan, nyeri pinggang, nyeri ketok costovertebral angle (CVA) dengan atau tanpa disertai demam dan jumlah lekosit urin lebih dari 10/LPB. b. Kultur urin positif Diagnosa sekunder ventrikular fibrilasi selalu VF harus disertai dengan diagnosis jantung dipasangkan dengan diagnosa jantung lain seperti yang potensial menyebabkan henti jantung I10 (hypertensi essential), I11, dan I50. Namun dan dilakukan tata laksana sesuai dengan tidak ada penggunaan terapi yang spesifik tatalaksana henti Jantung. penanganan VF pada pasien tersebut. Dampak: peningkatan severity level klaim menjadi sedang (III) Penambahan kode K75.2 (non specific reactive



39



Kriteria diagnosis hepatitis reaktif non



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur reactive hepatitis (K75.2)



63.



Gout arthritis (M10.9)



Other local excision or destruction of lession of ankle joint (80.87)



64.



Phlebitis



65.



Septikemia



66.



Alergi Obat



Perihal hepatitis) sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada hasil laboratorium yang SGOT/PT meningkat tidak bermakna. Dampak: peningkatan severity level menjadi sedang (II) Pasien dengan Gout arthritis yang dilakukan injeksi artikular tetapi dikoding 80.87 (Other local excision or destruction of ankle joint) dan dirawat inapkan



Penggunaan Phlebitis sebagai diagnosa sekunder sering disalahgunakan pada kondisi pasien rawat inap yang diinfusDampak: peningkatan severity level menjadi II Penggunaan Septikemia sebagai diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaimDampak: peningkatan severity level menjadi II



Penggunaan Alergi obat (T88.7) sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaimDampak: peningkatan severity level menjadi II



40



Kesepakatan spesifik normal



bila SGOT/SGPT



diatas



nilai



Kriteria rawat inap untuk pasien Gout Arthritis adalah Gout dengan banyak sendi 3 atau lebih atau Gout Polyarticular atau Gout yang dirawat karena penyakit lain atau gout dengan nyeri hebat VAS >=7Kode Tindakan untuk injeksi artikular adalah 81.92 (injection of therapeutic substances into joint or ligaments) Phlebitis dapat digunakan sebagai diagnosis sekunder bila dilakukan penatalaksanaan khusus, seperti diantaranya debridement atau pemberian antibiotik Penggunaan kode Septicaemia (A41.9) adalah untuk kondisi yang sesuai dengan terminologi Sepsis dan terpenuhi kriteria sepsis dan tatalaksana sepsis yaitu hipertermi, hiportemi, tachichardi, tachypnoe dengan hasil laboratorium leukosistosis atau leukopenia Alergi obat (T88.7) adalah reaksi lokal atau sistemik akibat pemberian obat oral atau parenteral, atau topikal, inhalasi atau metode pemberian obat lainnya untuk mengobati suatu penyakit, tidak termasuk alergi karena hasil skin test.Alergi obat yang menjadi sebab perawatan saat itu atau yang terjadi pada saat perawatan berlangsung dapat



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur



67.



Thypoid Fever (A01.0)



DHF(A91)



68.



GEA (A09)



Thypoid Fever (A01.0)



69.



CKD



d. No.



Perihal



Kesepakatan



Thypoid ditambahkan Dengue Fever, sering disalahgunakan pada hasil widal yang meningkat tetapi tidak bermakna ataupun pada hasil trombosit yang menurun tapi tidak bermaknaDampak: peningkatan severity level menjadi II kombinasi GEA dengan Thypoid fever, sering disalahgunakan yaitu GEA sebagai diagnosis utama dan thypoid sebagai diagnosis sekunderDampak: peningkatan severity level menjadi III Diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) on HD dalam 1 bulan masuk opname 3 kali hanya dapat diacc klaim 1 pelayanan oleh BPS Kesehatan karena dianggap readmisi



dijadikan diagnosis sekunder. Informasi tersebut dicantumkan pada resume medis pasien saat pulang rawat. Diagnosis typhoid dan DHF dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk kedua penyakit tersebut.



Diagnosis GEA dan typhoid dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk kedua penyakit tersebut.



CKD dengan komplikasi penyakit lain dapat dirawat inap lebih dari satu kali sesuai dengan indikasi medis



Permasalahan Administrasi Utama



1.



Thalasemia (D56.1)



2.



Kelas rawat



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur Hemosiderosis



Perihal



Kesepakatan



Penggunaan kode Hemosiderosis (E83.1) menyebabkan peningkatan biaya klaim



Klaim rawat jalan Thalasemia Mayor dengan diagnosis sekunder Hemosiderosis (E83.1) yang mendapatkan top up obat kelasi besi diinput sebagai pasien rawat inap (sesuai PMK No. 59/2014) dengan tidak diinputkan semua kode diagnosis sekundernya ke dalam software INA-CBG. Kelas klaim dibayarkan setara dengan kelas 3



Peserta yang dirawat inap di ruangan IGD atau



41



No.



Utama



Diagnosis/Prosedur Sekunder Prosedur



3.



e. No.



Perihal



Kesepakatan



ruang non kelas seperti ruang observasi/peralihan/ruangan kemoterapi, klaim ditagihkan sesuai hak kelas peserta (kelas 1-3) Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan ke dalam software INACBG menyebabkan perubahan grouping dan tarif menjadi turun, maka prosedur-prosedur yang menurunkan tarif tidak diinput hanya untuk kasus persalinan



Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan ke dalam software INACBG menyebabkan perubahan grouping dan tarif menjadi turun, maka prosedur-prosedur yang menurunkan tarif tidak diinput untuk semua kasus



Permasalahan Klinis dan Mekanisme Klaim Jenis Pelayanan



Kriteria



Aturan Prosedur Pelayanan dan Pengajuan Klaim



Besaran Tarif



1.



Pet Scan



a. Penjaminan layanan Pet Scan dilakukan apabila a. pemeriksaan penunjang radiologi diagnostik dengan CT Scan atau MRI tidak memberikan hasil yang jelas. b. Pemberian rekomendasi Pet Scan diberikan oleh Cancer Board atau tim dokter multidisiplin yang b. merawat. c. Penggunaaan Pet Scan diindiikasikan untuk unknown primary tumor atau difficult case. Untuk diagnosis lain diperlukan rekomendasi dari dokter spesialis onkologi.



2.



Rehabilitasi Psikososial



Pemberianlayananrehabilitasipsikosoialdapatdiberika npadapelayananrawatjalan maupun rawat inap.



a.



42



Tarif rawat jalan yang mendapatkan pelayanan PET Scan ditetapkan sebesar Rp.8.000.000,00 (delapan juta rupiah) sebagai tarif Non INACBG. Tarif rawat inap yang mendapatkan pelayanan PET Scan meliputi tarif INA- CBG dan tarif pelayanan PET SCAN sebesar Rp.8.000.000,00 (delapan juta rupiah).



a.



Rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan Pet Scan adalah rumah sakit minimal kelas B. b. Pasien melampirkan hasil CT Scan atau MRI sebelumnya. c. Pet Scan dilakukan satu kali selama perjalanan penyakit. d. Pengajuan klaim Pet Scan pada kasus rawat jalan adalah tarif non INA-CBG (tarif INA-CBG rawat jalan tidak diajukan)e) Pengajuan klaim Pet Scan pada rawat inap dilakukan diluar aplikasi INACBG Untuk pelayanan rawat jalan Jenis pelayanan rehabilitasi diklaimkan setiap kali kunjungan psikososial dan fasilitas kesehatan



No.



Jenis Pelayanan



Kriteria a. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) b. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) c.



1)



Besaran Tarif



Layanan rehabilitasi Psikososial pasien rawat inap meliputi: Psikofarmaka (Manajemen Pengobatan) Psikoedukasi (Psychoeducation) b. Manajemen Kasus (Case Management) Latihan Keterampilan Sosial (Social Skill Training) Latihan Keterampilan Hidup (Life Skill Training) Terapi Vokasi (Vocational Therapy) Terapi Occupational (Ocupational Therapy) Dukungan Hidup (life Support) Spiritual – Contoh Best Practice Rehabilitasi Kognitif (Cognitive Rehabilitation) Komunitas Terapeutik (Therapeutic Community). Layanan Rehabilitasi Psikososial rawat jalan meliputi: Psikoedukasi (Psychoeducation) Manajemen Kasus (Case Management) Latihan Keterampilan Sosial (Social Skill Training) Latihan Keterampilan Hidup (Life Skill Training) Terapi Vokasi (Vocational Therapy) Terapi Occupational (Ocupational Therapy) Dukungan Hidup (life Support) Spiritual-Contoh Best Practice Rehabilitasi Kognitif (Cognitive Rehabilitation) Komunitas Terapeutik (Therapeutic Community) Kriteria penjaminan pelayanan rehabilitasi psikososial rawat jalan diberikan kepada pasien berdasarkan seleksi sesuai dengan minat dan bakatnya, dengan kriteria: Gangguan jiwa berat (Skizofrenia, Depresi,



43



mengacu pada tarif INA CBG sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang berlaku. Untuk pelayanan rawat inap diklaimkan setiap episode mengacu pada tarif INA CBG sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang berlaku.



Aturan Prosedur Pelayanan dan Pengajuan Klaim yang dapat memberikan pelayanan rehabilitasi psikososial terlampir



No.



Jenis Pelayanan



Kriteria



Besaran Tarif



Bipolar, Skizoafektif) 2) Pasien tidak gelisah (PANSS EC 55) 4) Tes fungsi kognitifnya masih cukup baik (MMSE>20) 5) Keluarga pasien kooperatif 6) Gejala negatif minimal 7) Pasien dapat berkomunikasi 8) Pasien dapat membaca dan menulis, minimal pendidikan SD 9) Pasien berusia mulai dari 19 th – 50 th d. Kriteria penjaminan pelayanan rehabilitasi psikososial rawat inap ditentukan oleh dokter spesial jiwa yang menjadi DPJP pasien tersebut.



44



Aturan Prosedur Pelayanan dan Pengajuan Klaim



45



2.6.5 Penting dan Dampak Klaim BPJS Kesehatan Proses klaim BPJS Kesehatan sangatlah penting bagi fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan tingkat primer maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjut sebab klaim merupakan penggantian biaya pengobatan pasien selama pasien berobat ke fasilitas kesehatan. Isa (2015) menjelaskan bahwa dengan adanya program JKN memberikan dampak positif yaitu peningkatan pendapatan rumah sakit seiring dengan peningkatan jumlah pasien BPJS Kesehatan. Petugas rumah sakit jika bekerja dengan giat maka akan memperoleh jasa pelayanan dari klaim BPJS Kesehatan. Sehingga apabila ada beberapa berkas yang tidak diklaim akan sangat mengganggu manajemen keuangan rumah sakit yang berakibat fatal kerugian rumah sakit.



2.6.6 Indikator Penelitian a.



Human Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam suatu



organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil, karena merupakan sumber yang menggerakkan dan mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman (Susiawan dan Muhid, 2015). Penentuan variabel human oleh peneliti terdiri dari: 1)



Pengetahuan Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang penting yang harus dimiliki



oleh seseorang dalam profesi yang dijalaninya (Purnamasari dan Hernawati, 2013). Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Endarto dan Purnomo, 2013). 2)



Kedisisplinan Disiplin merupakan suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan



membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku petugas sehingga para petugas tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan petugas lainnya dengan meningkatkan prestasi kerjanya (Sajangbati, 2013). Jadi, dikatakan disiplin apabila karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugas



46



dan tanggungjawabnya dengan baik. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya (Setiawan, 2013). 3)



Pengalaman Kerja Sejauh mana tenaga dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja



tergantung dari kemampuan, kecakapan, dan keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masa kerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Pengalaman merupakan atribut penting dimana seseorang memiliki keahlian melaksanakan tugasnya melebihi selektif terhadap informasi mengingat agar tidak terjadi kesalahan lebih besar dalam mengerjakan tugasnya. Banyaknya tugas-tugas pemeriksaan dan lamanya pengalaman kerja mengembangkan keahlian kualitas sumber daya manusia. Semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki maka akan meningkatkan kualitas hasil yang dihasilkan (Parasayu dan Rohman, 2014). 4)



Ketersediaan Sumber Daya Manusia Kebutuhan perekam medis di rumah sakit harus sesuai dengan kebutuhan



baik dari segi jenis, kualifikasi, jumlah, dan pengadaan. Penyiapan pelayanan harus ditunjang dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai karena berpengaruh pada produktifitas kerja sehingga perlu adanya keseimbangan antara jumlah peetugas dengan jumlah pasien yang harus dilayani sehingga tercipta kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, nyaman, efisien, dan produktif (Alfianto dan Zakiyah, 2015). b.



Organization Komponen organisasi menilai dari aspek struktur organisasi dan lingkungan



organisasi. Struktur organisasi terdiri dari tipe, kultur, politik, hierarki, perencanaan



dan



pengendalian,



strategi,



manajemen,



dan



komunikasi.



Kepemimpinan, dukungan dari top manajemen dan dukungan staf merupakan bagian yang penting dalam mengukur keberhasilan sedangkan lingkungan organisasi terdiri dari sumber pembiayaan, pemerintahan, politik, kompetisi, hubungan interorganisasional, dan komunikasi (Erawantini, 2017). Iklim



47



organisasi merupakan suasana kerja yang dialami oleh karyawan, misalnya lewat ruang kerja yang menyenangkan, rasa aman dalam bekerja, penerangan yang memadai, sarana dan prasana yang memadai jaminan sosial yang memadai, promosi jabatan, kedudukandan pengawasan yang memadai (Sari, 2011). c.



Technology Teknologi merupakan alat atau sarana yang digunakan oleh manusia untuk



memenuhi kebutuhan hidup (Barus, dkk., 2017). 1)



Jumlah Komputer Komputer merupakan alat bantu yang memberikan informasi untuk



memenuhi kebutuhan (Ramadhani, dkk., 2013). Pendayagunaan komputer di rumah sakit harus disesuaikan dengan kebutuhan karena diharapkan akan tercipta efisisensi kerja petugas dan kecepatan dalam pelayanan pasien. Sehingga apabila kebutuhan komputer tercukupi maka proses klaim akan lebih cepat. 2)



Jumlah Printer Printer pada rekam medis dapat memberikan berbagai keuntungan



diantaranya ketepatan waktu dalam kelengkapan verifikasi klaim, kecepatan pelayanan kepada pasien, dan pembuatan laporan yang tidak terlambat kepada kepala rekam medis. Pendayagunaan printer di rumah sakit harus disesuaikan dengan kebutuhan karena diharapkan akan tercipta efisisensi kerja petugas. Sehingga apabila kebutuhan printer tercukupi maka proses klaim akan lebih cepat terutama untuk kelengkapan verifikasi administrasi. Printer merupakan perangkat hardware untuk mencetak page pekerjaan di screen aplikasi editor word pada laptop/computer. Dengan printer pekerjaan pengelolahan data akan lebih mudah. Penggunaan printer secara umum biasanya menggunakan satu computer untuk satu printer (Hendry, 2018). 3)



Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh petugas saat komputer yang



digunakan untuk melakukan proses pendaftaran pasien, koding, dan penginputan data klaim ke server BPJS Kesehatan mengalami heng atau error. Tindakan dapat berupa penambahan fasilitas seperti wifi atau pemancar wifi. Mendiagnosa kerusakan printer merupakan sistem yang menggunakan pengetahuan dan



48



penalaran manusia yang ditangkap komputer untuk memecahkan suatu masalah yang biasanya membutuhkan keahlian pakar (Agustina, 2018). 4) Aplikasi yang Mendukung d.



Planning Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan



oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan mendasari pelaksanaan kegiatan. Sehingga dengan melakukan planning dapat mengotimalkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Wijayanti, 2016). Planning adalah proses perumusan tujuan organisasi sampai penetapan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Tanpa fungsi perencanaan, tidak akan ada kejelasan urutan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui fungsi perencanaan, ditetapkan tugas pokok staf yang kemudian digunakan oleh pimpinan untuk melakukan supervisi, dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan staf untuk menjalankan tugasnya. Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang (Siriyei dan Wulandari, 2013). Perlu dirancang perencanaan secara baik, tepat, dan benar sebab suatu perencanaan yang baik pasti menghasilkan hasil yang baik. Salah satu proses perencanaan adalah penyusunan Rencana Kerja Operasional (RKO). Rencana Kerja Operasional merupakan informasi-informasi yang mencakup mengapa kegiatan ini penting dilakukan? Apa yang akan dicapai? Bagaimana cara mengerjakannya? Siapa yang akan mengerjakannya dan siapa sasaran kegiatan? Sumber daya pendukung? Di mana kegiatan akan dilaksanakan? Kapan kegiatan ini akan dikerjakan? (Darmawan, 2014). e.



Organizing Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk



menghimpun dan mengatur semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi (Siriyei dan Wulandari, 2013). Pengorganisasian (organizing) yaitu rangkaian kegiatan dalam fungsi manajemen yang mencakup penghimpun seluruh sumber



49



daya atau potensi milik organisasi guna pemanfaatan secara efisien dalam mencapai tujuan (Darmawan, 2014). Terdapat 4 pilar yang menjadi dasar untuk melakukan proses pengorganisasian. Keempat pilar tersebut adalah pembagian kerja, pengelompokan pekerjaan, penentuan relasi antar bagian dalam organisasi serta penentuan mekanisme untuk mengintegrasikan aktivitas antarbagian dalam organisasi atau koordinasi. Adapun keempat pilar tersebut adalah sebagai berikut. 1)



Pilar Pertama: Pembagian Kerja Proses pembagian kerja dari keseluruhan menjadi lebih spesifik atau lebih



sederhana dan detail dinamakan pula dengan spesialisasi pekerjaan. Keseluruhan pekerjaan tersebut kemudian diturunkan atau dibagi-bagi berdasarkan kriteria tertentu yang lebih spesifik. Pembagian kerja mutlak diperlukan, sehingga besar kemungkinan belum optimalnya pembagian kerja akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan (Wijayanti, 2016). 2)



Pilar Kedua: Pengelompokan Pekerjaan (Job Description) Proses pengelompokkan dan penamaan bagian atau kelompok pekerjaan



menurut kriteria tertentu itulah yang disebut dengan depertementalization. Job description merupakan variabel penting dan sebagai dasar dalam suatu pekerjaan. Job description yang kurang optimal tentunya akan berpengaruh pada pekerjaan seseorang. Salah satu indikator job description yang tidak dapat terpenuhi adalah aplikasi deskripsi terpisah untuk setiap posisi. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kurang jelasnya job description yang ada (Wijayanti, 2016). 3)



Pilar Ketiga: Penentuan Relasi Antarbagian dalam Organisasi Penentuan reasi antarbagian dalam organisasi yaitu dengan penentuan



hierarki. Penentuan hirarki ini mempermudah koordinasi antar staf. 4)



Pilar Keempat: Koordinasi Koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktivitas dari



berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi bisa tercapai secara efektif. Tanpa koordinasi, berbagai kegiatan yang dilakukan di setiap bagian organisasi tidak akan terarah dan cenderung hanya membawa misi masing-masing bagian. Dikhawatirkan, tidak terkoordinasinya setia bagian pada giliran berikutnya justru akan menghambat organisasi dalam mencapai tujuannya.



50



f.



Actuating Actuating (pelaksanaan) atau fungsi penggerakan pelaksanaan meliputi,



directing, commanding, motivating, staffing, coordinating. Actuating atau fungsi penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki (quality of care) dan dukungan sumber daya yang tersedia (quality of service) (Siriyei dan Wulandari, 2013). Kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi, dan penerapan kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu suksesnya manajer melaksanaan fungsi manajemen ini. Penggerakan dan pelaksanaan merupakan sebuah upaya yang dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Batasan-batasan terkait aspek pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai dalam fungsi actuating (pergerakan dan pelaksanaan), antara lain: 1)



Pengetahuan dan Keterampilan Motivasi Motivasi



adalah



upaya



untuk



menimbulkan



rangsangan



dorongan



dan/ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau sekelompok masyarakat agar bersangkutan ingin berbuat dan bekerja sama secara optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2)



Pengetahuan dan Keterampilan Komunikasi Komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka



menciptakan rasa saling mengerti serta saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antarindividu ataupun kelompok. Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditekankan bahwa tujuan utama dari komunikasi ialah untuk menciptakan pengertian bukan persetujuan. 3)



Pengetahuan dan Keterampilan Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi aktivitas seseorang



atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu situasi tertentu. 4)



Pengetahuan dan Keterampilan Pengarahan Pengarahan



merupakan



upaya



pengambilan



keputusan



yang



berkesinambungan dan terus-menerus yang terwujud dalam bentuk perintah



51



ataupun petunjuk sebagai pedoman dalam organisasi. Adapun syarat pengarahan yang baik yaitu kesatuan perintah, informasi yang lengkap, hubungan langsung dengan SDM dalam organisasi, suasana informal. g.



Controlling Controlling adalah proses untuk mengawasi secara terus menerus kegiatan



staf dalam melaksanakan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan.peran jembatan antar pribadi (interpersonal role), peran penyambung informasi (information transfer role), dan peran pengambil keputusan (decision-making role) (Siriyei dan Wulandari, 2013). Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tahap-tahap pengawasan terdiri atas penentuan standar, penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, pengukuran pelaksanaan kegiatan, pembanding pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan, dan pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. Pengawasan dapat dipahami sebagai proses menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Langkah-langkah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian antara lain mengukur hasil atau prestai yang telah dicapai lalu membandingkan hasil pencapaian dengan tolok ukur atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap penyipangan-penyimpangan yang dijumpai



berdasarkan



faktor-faktor



penyebabnya.



Secara



umum,



objek



pengawasan terdiri dari kualitas dan kuantitas fisik seperti barang atau jasa, pemasukan dan penggunaan sumber daya uang, pelaksanaan program di lapangan berdasarkan pada RKO, hal-hal yang bersifat strategis serta pelaksanaan kerja sama.



2.7 Pohon Masalah 2.7.1 Definisi Pohon Masalah Pohon masalah (problem tree) merupakan sebuah pendekatan/metode yang digunakan untuk identifikasi penyebab suatu masalah. Analisis pohon masalah



52



dilakukan dengan membentuk pola pikir yang lebih terstruktur mengenai komponen sebab akibat yang berkaitan dengan masalah yang telah diprioritaskan. Metode ini dapat diterapkan apabila sudah dilakukan identifikasi dan penentuan prioritas masalah. Pohon masalah memiliki tiga bagian, yakni batang, akar, dan cabang. Batang pohon menggambarkan masalah utama, akar merupakan penyebab masalah inti, sedangkan cabang pohon mewakili dampak. Penggunaan pohon masalah ini berkaitan dengan perencanaan proyek.



2.7.2 Tujuan Pembuatan Pohon Masalah a.



Membantu tim kerja organisasi melakukan analisis secara rinci dalam mengeksplorasi penyebab munculnya permasalahan utama yang telah ditetapkan sebelumnya. Eksplorasi penyebab masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode five whys yakni metode menggali penyebab persoalan dengan cara bertanya “mengapa” sampai lima level atau tingkat.



b.



Membantu tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.



c.



Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama dalam suatu gambar atau grafik.



d.



Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan utama dengan melihat komponen sebab akibat dari suatu permasalahan.



2.7.3 Langkah Pembuatan Pohon Masalah a.



Langkah pertama dalam menyusun pohon masalah adalah mengidentifikasi dan merumuskan masalah utama organisasi berdasarkan hasil analisis atas informasi yang tersedia. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk merumuskan masalah utama, misalnya dengan cara diskusi, curah pendapat, dan lain-lain. Masalah utama ini kita tempatkan pada bagian tengah dari gambar.



53



Masalah Utama



Gambar 2.1 Masalah Utama



b.



Langkah ketiga adalah menganalisis penyebab munculnya masalah utama. Penyebab pada tahap ini kita namakan penyebab level pertama. Hubungan antara masalah utama dengan penyebab level pertama dapat digambarkan sebagai berikut:



Masalah Utama Sebab



Penyebab Level Pertama



Penyebab Level Pertama



Penyebab Level Pertama



Gambar 2.2 Penyebab Level Pertama



c.



Langkah keempat adalah menganalisis lebih lanjut penyebab dari penyebab level pertama. Penyebab dari munculnya penyebab level pertama ini kita namakan penyebab level kedua. Hubungan antara penyebab level pertama dengan penyebab level kedua dapat kita gambarkan sebagai berikut: Penyebab Level Pertama



Penyebeb Level Kedua



Penyebab Level Kedua



Gambar 2.3 Penyebab Level Kedua



54



Penyebab Level Pertama



Penyebab Level Kedua



Gambar 2.4 Penyebab Level Kedua



d.



Langkah kelima adalah menganalisis lebih lanjut penyebab dari munculnya penyebab level kedua. Demikian seterusnya, analisis dapat dilakukan sampai dengan level kelima. Contoh dalam tulisan ini, penulis batasi hanya sampai dengan penyebab level kedua.



e.



Langkah keenam adalah menyusun pohon masalah secara keseluruhan. Berdasarkan langkah pertama sampai dengan kelima, pohon masalah secara keseluruhan dapat digambarkan pada Gambar berikut: Penyebab Level Pertama



Penyebeb Level Kedua



Penyebab Level Pertama



Penyebab Level Kedua



Penyebab Level Kedua



Penyebab Level Pertama



Penyebab Level Kedua



Gambar 2.5 Pohon Masalah secara Keseluruhan



2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Pohon Masalah a.



Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan persoalan utama atau masalah prioritas organisasi.



b.



Membantu



kelompok/tim



kerja



organisasi



secara



rinci



dalam



mengeksplorasi penyebab munculnya persoalan dengan menggunakan metode five whys. Metode five whys adalah suatu metode menggali penyebab persoalan dengan cara mengapa sampai lima level atau tingkat.



55



c.



Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.



d.



Membantu kelosolmpok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama dalam suatu gambar atau grafik.



e.



Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan utama yang ada.



2.7.5 Kekurangan Pohon Masalah a.



Membutuhkan waktu yang lama jika masalah yang terjadi semakin kompleks akan lebih sulit dan lama dalam menentukan penyebab utama masalah.



b.



Dapat terjadi overlap terutama ketika kriteria yang digunakan jumlahnya sangat banyak. Hal tersebut juga dapat menyebabkan waktu pengembalian keputusan menjadi lebih lama.



c.



Hasil kualitas keputusan yang didapatkan dari metode pohon masalah sangat bergantung pada bagaimana pohon tersebut di desain. Sehingga jika pohon masalah yang dibuat kurang optimal maka akan berpengaruh pada kualitas dari keputusan yang dibuat.



d.



Setiap kriteria pengambilan keputusan dapat menghasilkan hasil keputusan yang berbeda. Sehingga perlu kecermatan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan dalam menentukan penyebab utama masalah.



e.



Pengkumulasian jumlah error dari setiap tingkat dalam sebuah pohon keputusan yang besar.



2.8 Brainstorming Brainstorming merupakan peralatan yang cepat, sederhana, yang sama pentingnya dalam pembuatan keputusan perbaikan mutu. Teknik ini biasanya berorinetasi kelompok yang mempertemukan sekelompok individu untuk membuat daftar ide yang menyeluruh mengenai suatu area atau topik yang sedang



56



dihadapi. Brainstorming merupakan proses yang merangsang dan mendorong pemikiran kreatif dan bebas yang akan memberi peluang kepada para individu untuk menuliskan setiap ide pilihan mereka tanpa dipersalahkan. Daftar yang dihasilkan tersenut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan atau memicu pertanyaan lain dalam pengidentifikasian dan pemecahan masalah. Brainstorming dilakukan untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan langkah lainnya dalam proses perbaikan mutu. Teknik ini sangat berguna terutama ketika suatu anggota kelompok berpartisipasi dan tidak ada pembatasan pemikiran. Berikut ini adalah gambaran teknik Brainstorming (Timotius, 2016). a.



Memaparkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi terkait penyebab masalah. Anggota kelompok dipersilahkan untuk mengecek kembali penyebab masalah, adakah yang ingin ditambah, dikurang, atau dirubah.



b.



Anggota sebuah kelompok dikumpulkan untuk mendiskusikan suatu solusi. Setelah beberapa menit berpikir mengenai solusi tersebut, seorang fasilitator kelompok dipilih dan diminta untuk mencatat ide yang telah dipikirkan oleh kelompok tersebut pada sebuah papan atau flip chart agar lebih mudah dilihat oleh semua orang dalam kelompok itu. Setiap anggota kemudian diberi kesempatan untuk mengemukakan setiap idenya mengenai solusi tersebut. Para anggota dapat mengemukakan idenya dengan freewheeling (siapa saja dapat menyebutkan ide) atau dengan teknik round robin (menyebutkan ide secara bergiliran menurut urutan melingkar). Fasilitator mencatat semua ide tersebut tanpa melakukan diskusi, penilaian, atau kritik. Agar sesi brainstorming ini berlangsung cepat, setiap anggota diberikan jangka waktu yang singkat (15 detik) untuk mengemukakan ide mereka. Setiap ide dicatat sama persis seperti kata-kata yang disampaikan oleh orang yang



mengemukakan



ide



tersebut.



Anggota



kelompok



mungkin



mendapatkan inspirasi dari ide yang dibuat oleh anggota lain. Pengajuan ide dari para anggota kelompok dapat dilakukan dalam beberapa putaran hingga semua anggota telah kehabisan ide atau batas waktu yang disepakati telah habis. Setiap sesi biasanya berlangsung sekitar 15 menit atau kurang. Anda dapat memiliki lebih dari satu putaran hingga semua ide dikeluarkan.



57



c.



Tahap berikutnya adalah memeriksa daftar ide yang telah dihasilkan dan sangat dianjurkan melakukan diskusi untuk menjelaskan setiap ide dan tujuan yang melandasi masing-masing ide itu. Semua anggota dapat mengajukan pertanyaan mengenai setiap atau semua ide yang dihasilkan untuk mencapai tingkat pemahaman yang sama terhadap maksud yang sebenarnya mengenai ide yang dihasilkan.



d.



Begitu ide telah diperjelas lebih lanjut, keseluruhan daftar ide harus dievaluasi dan ide yang serupa satu dengan yang lainnya harus digabungkan. Oleh karena itu, dalam langkah ini ide yang telah dicatat tersebut diervisi dan ide yang sama dihilangkan. Ide tersebut kemudian dapat dikelompokkan ke dalam tema atau kategori yang sama. Sejumlah ide yang telah disempurnakan tersebut dapat digunakan oleh kelompok dan diterapkan sesuai tujuan awalnya.



Kelebihan Brainstorming a.



Seseorang aktif berfikir untuk menyatakan pendapat.



b.



Meningkatkan partisipasi peserta brainstorming dalam berdiskusi.



c.



Terjadi persaingan yang sehat.



d.



Bebas mengemukakakan pendapat.



e.



Suasana demokrasi dan disiplin dapat ditumbuhkan.



f.



Menghasilkan jawaban atau atau pendapat melalui reaksi berantai.



g.



Penggunaan waktu dapat dikontrol dan metode ini dapat digunakan dalam kelompok besar atau kecil.



Kekurangan Brainstorming a.



Memerlukan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaannya.



b.



Lebih didominasi oleh seseorang yang aktif.



c.



Pernyataan yang tidak penting juga dituliskan.



58



2.9 Kerangka Konsep Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan Berkas Klaim



Input (SDM) Human Organization Technology



Pemecahan masalah dengan Brainstorming



Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Proses Planning Organizing Actuating Controlling



Input (SDM) Human Organization Technology



Proses Planning Organizing Actuating Controlling



Gambar 2.6 Kerangka Konsep (Doha dan Darmawan)



Berdasarkan Gambar 2.6 tersebut diketahui bahwa penundaan klaim dapat disebabkan karena dua hal yaitu ketidaklengkapan berkas klaim dan kesalahan kodefikasi diganosis maupun tindakan. Ketidaklengkapan berkas klaim dan kesalahan koding dapat disebabkan karena faktor human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling.



Faktor human,



organization, dan technology merupakan faktor input/masukan/sumber daya manusia yang menjadi penyebab level pertama dari pengembalian berkas klaim sedangkan planning, organizing, actuating, controlling merupakan faktor proses manajemen yang menjadi penyebab level pertama dari pengembalian berkas klaim . Faktor human yaitu faktor yang dilihat dari kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia yang meliputi pengetahuan, kedisiplinan, pengalaman kerja dan jumlah petugas. Faktor organization yaitu faktor yang dilihat dari segi tuntutan tugas, tuntutan antar pribadi, dan struktur organisasi. Faktor technologi yaitu sarana prasarana yang menunjang dalam proses klaim, misalnya kesediaan komputer, printer, aplikasi penunjang klaim. Faktor penyebab jika dilihat dari manajemennya dibedakan menjadi 4 yaitu dilihat dari planning, organizing, actuating, dan controlling. Planning yaitu perencanaan yang telah dibuat sebelumnya untuk mewujudkan tujuan yang akan



59



dicapai pada masa mendatang, misalnya adanya SOP. Faktor organizing yaitu pengaturan atau alokasi pekerjaan antar petugas. Faktor actuating yaitu adanya dorongan atau arahan dari atasan tentang proses klaim dan strategi agar RS dapat menjalankan proses klaim dengan baik dan benar. Faktor controlling yaitu adanya evalusi dengan diadakan rapat rutin untuk membahas permasalah dan solusi yang tepat.



BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif untuk mengetahui faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo.



3.2 Unit Analisis Unit analisis dalam penelian ini adalah unit rekam medik di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan karakteristik yang dibutuhkan oleh peneliti yang berkaitan dengan masalah pengembalian berkas klaim rawat inap Adapun informan yang dipilih ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Data Subjek Penelitian di RS Mitra Sehat Situbondo terkait Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan No. 1. 2.



Informan Satu orang kepala rekam medis Tiga orang verifikator internal



3.



Dua petugas pendaftaran yang mengurus SEP



4.



Satu orang kepala rekam medis Tiga orang verifikator internal



5.



6.



Tiga orang petugas entri data



Kewenangan Kelengkapan Berkas Penanggung jawab proses klaim di RS Mitra Sehat Situbondo. Memverifikasi kelengkapan berkas klaim kembali sebelum dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan Situbondo. Mengidentifikasi kelengkapan berkas BPJS Kesehatan di TPPRI, membuat SEP. Pengkodingan JKN Penanggung jawab proses klaim di RS Mitra Sehat Situbondo. Menentukan kode diagnosis dan tindakan menggunakan ICD–10 versi 2010 dan ICD-9-CM versi 2010 serta diagnosa harus yang ditangani oleh BPJS Kesehatan (155 diagnosa).Memverifikasi koding sebelum dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan Situbondo. Menginputkan data klaim ke aplikasi INA-CBG’s.



Sumber: Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Objek penelitian yang digunakan adalah berkas klaim rawat inap bulan September tahun 2018 yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo.



60



3.3 Definisi Istilah Tabel 3.2 Definisi Istilah No. 1.



2.



3.



Istilah



Indikator



Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan Ketidaklengkapan berkas klaim.



a. Human



1) Pengetahuan



Definisi Berkas klaim rawat inap yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan pada bulan September 2018 karena berkas tidak lengkap atau karena ketidaksesuaian kaidah koding. Berkas yang dinyatakan tidak lengkap oleh BPJS Kesehatan sehingga berkas dikembalikan oleh BPJS Kesehatan ke RS Mitra Sehat Situbondo. Kelengkapkapan berkas klaim rawat inap dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif meliputi lengkapnya lembar klaim rawat inap yang terdiri dariBPJS Kesehatan menyatakan lengkap apabila terdapat: a. Clinical pathway b. Resume medis lengkap yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh DPJP. c. SEP d. Surat perintah rawat inap dari UGD/Poli. e. Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti: laporan operasi, protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat) pemberian obat khusus, resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak, dan lain - lain), billing system atau perincian tagihan manual rumah sakit. f. Print out luaran aplikasi pengajuan klaim g. Hasil pemeriksaan penunjang Analisis secara kuantitatif juga melihat dari lengkapnya setiap item pada masing-masing berkas klaim (setiap item di berkas klaim harus terisi lengkap). Analisa secara kualitatif melihat dari kesesuaian antara anamnesa, pemeriksaan penunjang, diagnosa utama, tindakan, spesialisasi, dan koding diagnosis maupun koding tindakan. a) Hasil tahu petugas pendaftaran terkait regulasi kelengkapan berkas klaim di TPPRI, berkas klaim yang harus dilengkapi di TPPRI bagi



61



Pengumpulan Data a. Observasi (hal 327) b. Dokumentasi 1) Observasi (hal 332 dan 335) 2) Dokumentasi 3) Wawancara (hal 323)



(1) Wawancara 249 dan 276)



(hal



No.



Istilah



Indikator



2) Kedisiplinan



3) Pengalaman kerja



4) Ketersediaan SDM



b. Organization



1) Lingkungan kerja



Definisi pasien JKN, pengisian dan pembuatan SEP (SEP semua kasus, SEP kasus kecelakaan, SEP rujukan), batas waktu pembuatan SEP, dan tindakan yang dilakukan apabila salah dalam pembuatan SEP setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang. b) Hasil tahu verifikator internal terkait berkas klaim yang harus dilengkapi secara umum, pentingnya kelengkapan berkas klaim, SEP, tindakan apabila resume tidak lengkap, kelengkapan berkas kasus bedah, berkas penunjang untuk kasus Thypoid, rangkap kwitansi, cara mengecek kelengkapan, alat mengecek kelengkapan berkas klaim, bukti pelayanan yang harus dilengkapi setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang. Berjalan atau tidaknya lembar check list yang digunakan oleh verifikator internal dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim sehingga keberhasilan suatu tujuan yaitu proses klaim dapat dicapai yakni tidak terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap. Ketepatan waktu verifikator internal dan petugas pendaftaran dalam mengerjakan tugas sepert tidak terlambat datang dan tepat waktu saat jam istirahat. a) Lama waktu yang ditempuh verifikator internal dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim dan membedakan antara berkas klaim rawat inap yang lengkap dan tidak lengkap tidak lebih dari 5 menit. b) Keterampilan petugas pendaftaran dalam melayani kelengkapan berkas di loket pendaftaran rawat inap dan keterampilan membuat SEP pasien tidak lebih dari 1 menit atau 5 menit sehingga tidak terjadi not respoding. Pemetaan verifikator internal dan petugas pendaftaran sudah mencukupi atau belum sehingga tidak terjadi double job atau ketidaksesuaian dengan job description saat awal masuk kerja atau pekerjaan menumpuk dan belum selesai. Lingkungan kerja dan suasana ruang kerja petugas pendaftaran dan verifikator internal mendukung dalam proses klaim BPJS Kesehatan, ruangan tidak sempit, penataan ruang rapi, sarana prasarana terpenuhi, dan petugas nyaman dalam bekerja.



62



Pengumpulan Data (2) Dokumentasi



(a)



Wawancara (hal 252 dan 278) (b) Observasi (hal 330) (c) Dokumentasi



(1) Wawancara 253 dan 279) (2) Dokumentasi



a)



(hal



Wawancara (hal 253 dan 279) b) Observasi (hal 327) c) Dokumentasi a) Wawancara (hal 257 dan 282) b) Observasi (hal 329) c) Dokumentasi



No.



Istilah



c. Technology



Indikator



Definisi



2) Tuntutan antar pribadi



Tekanan yang diciptakan oleh petugas klaim lainnya, dukungan sosial dari rekan-rekan yang dapat meningkatkan atau malah menimbulkan stres kerja.



1) Komputer



2) Printer



3) Terjadinya error dan cara mengatasinya 4) Scanner



5) Aplikasi mendukung



d. Planning



1) Proses planning



2) Kualitas planning e. Organizing



yang



hasil



1) Pembagian kerja



Pengumpulan Data



Wawancara 258 dan 283) b) Dokumentasi Tersedianya jumlah komputer bagi petugas pendaftaran dalam melakukan a) Wawancara proses klaim pasien JKN rawat inap misalnya saat pembuatan SEP sehingga 260.) tidak terjadi antri penggunaan komputer.. b) Observasi c) Dokumentasi Tersedianya jumlah printer bagi petugas pendaftaran dalam mencetak SEP a) Wawancara pada bagian pendaftaran sehingga tidak terjadi antrian penggunaan printer. 261) b) Observasi c) Dokumentasi Penyebab komputer atau printer error dan tindakan yang dilakukan oleh a) Wawancara petugas pendaftaran saat komputer atau printer yang digunakan mengalami 261) heng atau error saat melengkapi berkas. b) Dokumentasi Tersedianya scanner bagi verifikator internal dalam proses klaim sehingga a) Wawancara tidak terjadi antrian penggunaan scanner dan proses scan berkas klaim 263) dapat tepat waktu sebelum berkas klaim dikirimkan pada tanggal 15 bulan b) Dokumentasi berikutnya. Adanya SIMRS, aplikasi SEP, aplikasi e-klaim versi 5.1, bridging SIMRS a) Wawancara dengan v-klaim atau e-klaim, bridging v-klaim dengan e-klaim sehingga 263) tidak terjadi penginputan 2 kali oleh verifikator internal dan petugas b) Observasi pendaftaran. c) Dokumentasi Verifikator internal melakukan identifikasi kelengkapan berkas klaim sesuai a) Wawancara dengan ketentuan kelengkapan berkas klaim oleh BPJS Kesehatan maupun 265 dan 284) kebijakan yang berlaku di rumah sskit. b) Dokumentasi Tersedianya peraturan kelengkapan berkas klaim baik dari BPJS Kesehatan maupun kebijakan rumah sakit. Tingkat baik atau buruknya perencanaan yang telah di buat oleh rumah a) Wawancara sakit dapat berupa SOP atau kebijakan lainnya sehingga kelengkapan 267 dan 285) berkas klaim dapat tercapai. b) Dokumentasi Keterlibatan petugas pendaftaran dan verifikator internal dalam pengecekan a) Wawancara kelengkapan berkas klaim dalam keseharian atau apabila terdapat karyawan 268 dan 286) yang cuti sehingga tidak terjadi penumpukan pekerjaan yang b) Dokumentasi



63



a)



(hal



(hal



(hal



(hal



(hal



(hal



(hal



(hal



(hal



No.



Istilah



Indikator 2) Job description



f. Actuating



1) Motivasi



2) Pengarahan



g. Controlling



Definisi mengakibatkan salah satu atau beberapa tugas tidak dapat terselesaikan tepat waktu Kejelasan dan kerincian job description petugas pendaftaran dan verifikator internal atau kekonsistenan job description awal dengan saat bekerja yang akan berpengaruh terhadap pekerjaan karyawan yang mengakibatkan tidak beresnya pekerjaan (karyawan bekerja asal-asalan) atau menumpuknya pekerjaan). a) Upaya kepala rekam medis dan karyawan lainnya untuk menimbulkan rangsangan dorongan kepada verifikator internal dan petugas pendaftaran agar dapat bekerja sama secara optimal dalam melaksanakan kelengkapan berkas klaim sehingga ketidaklengkapan berkas klaim dapat diminimalisir. b) Pemberian reward berupa sertifikat atau hadiah kecil atau pemberian hari cuti atau berupa pujian/promosi jabatan oleh kepala rekam medis baik dengan menggunakan uang pribadi ataupun uang hasil perencanaan kepada petugas pendaftaran dan verifikator internal yang rajin dalam mengecek kelengkapan berkas klaim dan tepat waktu dalam pengecekan berkas klaim dan pemberian punishment berupa teguran lisan, pemberian SP (1-3) oleh untuk karyawan yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk. Pemberian reward dan punishment tersebut dibakukan dalam sebuah kebijakan di unit rekam medis khususnya tim JKN. Pemberian arahan dengan teknik konsultasi yang dilakukan oleh kepala rekam medik yang kemudian dibahas bersama-sama dengan petugas pendaftaran dan verifikator internal untuk membahas tentang terjadinya pengembalian berkas klaim yang disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim dan memberikan arahan kepada petugas pendaftaran dan verifikator internal apa yang seharusnya dilakukan jika terjadi ketidaklengkapan berkas klaimS. Suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang direncanakan, pelaksanaan rapat secara rutin (3 atau 6 bulan sekali) dengan



64



Pengumpulan Data a)



Wawancara 270 dan 288) b) Observasi c) Dokumentasi



(hal



(1) Wawancara 272 dan 289) (2) Observasi (3) Dokumentasi



(hal



a)



Wawancara 273 dan 290) Dokumentasi



(hal



Wawancara 274 dan 292) Dokumentasi



(hal



b)



1) 2)



No.



1)



Istilah



Ketidaksesuaian koding



a. Human



Indikator



kaidah



1) Pengetahuan



2) Kedisiplinan



Definisi seluruh karyawan klaim yang dipimpin oleh kepala rekam medik untuk memberikan penilaian terhadap proses melengkapi berkas klaim dan memberikan masukan untuk perencanaan di masa mendatang. Kaidah koding dianggap tidak sesuai oleh BPJS Kesehatan sehingga berkas klaim dikembalikan. Ketidaksesuaian koding tersebut dilihat dari penentuan kode diagnosa dan kode tindakan oleh verifikator internal, penentuan severtity level, dan penentuan diagnosa utama. Penentuan kode yang tepat dilihat dari diagnosa yang tercantum dalam resume medis serta ditunjang dengan pemeriksaan penunjang pasien. Pengkodingan diagnosa dilakukan dengan menggunakan ICD-10 versi 2010 dan koding tindakan dilakukan dengan ICD-9-CM versi 2010. Struktur kode INA-CBG’s terdiri dari 4 digit yaitu: a. Digit ke-1 (alfabetik): menggambarkan kode CMG (Casemix Main Groups). b. Digit ke-2 (numerik): menggambarkan tipe kelompok kasus (Case Groups). c. Digit ke-3 (numerik): menggambarkan spesifikasi kelompok kasus. d. Digit ke-4 (romawi): menggambarkan tingkat keparahan kelompok kasus. a) Hasil tahu verifikator internal terkait penentuan leadterm, penentuan terminologi medis, alat untuk penentuan kode diagnosis dan tindakan, cara pengkodingan sesuai aturan INA-CBG’s, diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, diagnosa utama, diagnosa sekunder, perbedaan akut dan kronis, dan penentuan kasus KLL setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang. b) Hasil tahu petugas entri terkait aplikasi INA-CBGs, cara penginputan data ke aplikasi INA-CBGs, pencarian kode dignosis dan tindakan di aplikasi INA-CBG’s, cara grouping di aplikasi INA-CBGs, pengisian sub-acute group, yang termasuk special CMGs. a) Verifikator internal menyelesaikan kode diagnosa dan kode tindakan pada pasien rawat inap langsung saat berkas klaim rawat inap masuk ke ruang JKN dan verifikator internal datang tepat waktu untuk bekerja serta istirahat sesuai dengan ketentuan rumah sakit.



65



Pengumpulan Data 3)



Observasi



a. b.



Dokumentasi Wawancara (hal 324) Observasi (hal 330)



c.



(1) Wawancara 294 dan 303) (2) Dokumentasi



(hal



(1) Wawancara 296 dan 305) (2) Dokumentasi



(hal



No.



Istilah



b. Organization



c. Technology



Indikator



Definisi



b) Ketepatan waktu petugas entri data dalam menginputkan seluruh data ke aplikasi INA-CBG’s maksimal tanggal 15 bulan berikutnya sesuai dengan standar BPJS Kesehatan dan petugas entri data datang tepat waktu untuk bekerja serta istirahat sesuai dengan ketentuan rumah sakit. 3) Pengalaman kerja a) Kecepatan dan ketepatan verifikator internal dalam menentukan kode diagnosis dan kode tindakan yang telah di tuliskan oleh DPJP. b) Keterampilan mengetik dan kekonsisten petugas entri data dalam menginputkan kode diagnosa dan kode tindakan ke aplikasi INA-CBG’s tidak lebih dari 10 menit sehingga terjadinya not responding dapat diminimalisir.. 4) Ketersediaan SDM Pemetaan verifikator internal dan petugas entri data sudah mencukupi atau klaim belum sehingga tidak terjadi double job atau sesuai dengan job description saat awal masuk bekerja atau pekerjaan menumpuk dan belum selesai. 1) Lingkungan kerja Lingkungan kerja dan suasana ruang kerja mendukung dalam proses pengkodingan diagnosis penyakit maupun tindakan, ruangan tidak sempit, penataan ruang rapi, dan sarana prasarana tercukupi seperti ICD. 2) Tuntutan antar pribadi Tekanan yang diciptakan oleh petugas klaim lainnya dan dukungan sosial yang diberikan oleh rekan-rekan dan kepala reka medis sehingga tidak menimbulkan stres kerja. 1) Komputer Tersedianya jumlah komputer dalam melakukan proses entri data klaim sehingga tidak terjadi antrian penggunaan komputer dan tersedianya komputer untuk proses pengkodingan diagnosis dan tindakan sehingga tidak terjadi antrian penggunaan komputer. 2) Printer Tersedianya jumlah printer dalam mencetak lembar INA-CBGs sehingga tidak terjadi antrian penggunaan printer.



3) Terjadinya error dan cara mengatasinya 4) Aplikasi mendukung



yang



Pengumpulan Data



(1) Wawancara 297 dan 305) (2) Dokumentasi



a) b) a) b) c)



Wawancara (hal 297 dan 306) Dokumentasi Wawancara (hal ) Observasi (hal 329) Dokumentasi



a) b)



Wawancara (hal Dokumentasi



a)



Wawancara 299 dan 308) Observasi Dokumentasi Wawancara 309) Observasi Dokumentasi Wawancara 309) Dokumentasi Wawancara 299 dan 312) Observasi



b) c) a)



b) c) Penyebab komputer atau printer error serta tindakan yang dilakukan oleh a) petugas entri data saat komputer atau printer yang digunakan mengalami heng atau error saat pencetakan hasil klaim. b) Adanya aplikasi ICD-10, ICD-9-CM, aplikasi INA CBG’s ataupun a) aplikasi lainnya yang mendukung proses kodefikasi. b)



66



(hal



(hal



(hal



(hal



(hal



No.



Istilah d. Planning



Indikator 1)



2)



e. Organizing



1)



2)



f. Actuating



1)



2)



g. Controlling



Definisi



Pengumpulan Data



c) Proses planning Verifikator internal melakukan proses kodefikasi berkas sesuai dengan SOP a) pengkodingan dan ketersediaan peraturan tentang kodefikasi INA-CBGs. b) c) Kualitas hasil Tingkat baik atau buruknya perencanaan yang telah dibuat dapat berupa a) planning SOP atau kebijakan yang berlaku di rumah sakit sehingga pelaksanaan koding dapat tercapai. b) Pembagian kerja Keterlibatan verifikator internal dalam pemberian kode, pengecekan ulang a) kaidah koding, dan petugas entri data dalam menginputkan data klaim. b) Job description Deskripsi pekerjaan verifikator internal dan petugas entri data sudah sesuai, a) rinci, dan jelas untuk setiap posisi sehingga menghindari tidak beresnya pekerjaan atau kebingungan tugas verifikator internal dan tidak terjadi b) penumpukan pekerjaan. Motivasi a) Upaya kepala rekam medis dan petugas lainnya untuk menimbulkan (1) rangsangan dorongan kepada verifikator internal agar dapat bekerja sama secara optimal dalam pelaksanaan kodefikasi sehingga verifikator (2) internal tetap semangat dalam melakukan proses kodefikasi dignosis dan tindakan. b) Pemberian reward berupa pemberian tambahan hari cuti, hadiah kecil, pemberian pujian, kenaikan jabatan, pemberian gaji insentif 2%, atau penghargaan lainnya kepada verifikator internal dan petugas entri data yang rajin dan tepat dalam pelaksanaan penentuan kode dan pemberian punishment berupa peringatan secara lisan, peringatan tertulis (SP 1-3) untuk petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk. Pengarahan Pemberian arahan dengan teknik konsultasi yang dilakukan oleh kepala a) rekam medik yang kemudian dibahas bersama-sama dengan verifikator internal dan petugas entri data untuk membahas tentang terjadiya b) pengembalian berkas klaim yang disebabkan oleh kesalahan kodefikasi dignosa ataupun tindakan. Suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukan dan mengoreksi 1)



67



Dokumentasi Wawancara (hal 301 dan 313) Dokumentasi Observasi (hal 330) Wawancara (hal 302 dan 314) Dokumentasi Wawancara (hal 315) Dokumentasi Wawancara (hal 316) Dokumentasi Wawancara 272) Dokumentasi



(hal



Wawancara 273) Dokumentasi



(hal



Wawancara



(hal



No.



2)



Istilah



Brainstorming



Indikator



Definisi



Pengumpulan Data



penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang 317) direncanakan, pelaksanaan rapat secara rutin (3 atau 6 bulan) dengan 2) Dokumentasi seluruh petugas klaim yang dipimpin oleh kepala rekam medik untuk 3) Observasi memberikan penilaian terhadap proses pelaksanaan kodefikasi dan memberikan masukan untuk perencanaan di masa mendatang. Metode/cara yang digunakan untuk menentukan rekomendasi solusi terkait Brainstorming (hal 339) masalah pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan.



68



69



3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara, dokumentasi, dan brainstorming. Observasi/pengamatan dilakukan oleh peneliti secara langsung terhadap berkas rawat inap yang mengalami pengembalian berkas klaim untuk mengidentifikasi faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan, apakah sesuai dengan ketentuan/alur klaim atau belum. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti secara langsung kepada petugas assembling, koder, verifikator internal yang mengurus BPJS Kesehatan rawat inap serta kepala rekam medis sebagai pengambilan kebijakan. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan dari segi human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling sehingga ditemukan akar permasalahan serta solusi yang tepat. Dokumentasi dilakukan dengan mengambil gambar laporan berkas yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan, video, dan rekaman saat wawancara. Brainstorming dilakukan oleh peneliti untuk menentukan rekomendasi penyelesaian masalah.



3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen/alat yang akan digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah checklist untuk observasi, pedoman wawancara berupa kuisioner untuk wawancara, recorder, kamera, dan alat tulis.



3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.5.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Fokus penelitian dilakukan pada bagian unit rekam medis RS Mitra Sehat Situbondo.



70



3.5.2 Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan selama 4 bulan yaitu mulai bulan Juli sampai Oktober 2018. Adapun rincian kegiatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan No.



Bulan tahun 2018



Kegiatan Mei



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Jun



Jul



Agst



Sept



Okt



Nov



Des



Bulan tahun 2019 Jan



Survei Pendahuluan Studi Kepustakaan Pembuatan Proposal Seminar Proposal Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Pembahasan Pembuatan Laporan Seminar Hasil



3.6 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori. Langkah analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan tiga langkah yaitu: a.



Reduksi Data Reduksi data dilakukan dengan merangkum, memilah hal-hal yang pokok,



memfakuskan pada hal-hal yang penting sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan. b.



Penyajian Data Penyajian data dalam penelitian ini berupa teks yang bersifat naratif. Selain



itu, penyajian data akan ditampilkan dengan menggunakan pohon masalah yang dapat memudahkan dalam memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.



71



c.



Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini nantinya dapat menjawab



rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tetapi mungkin juga tidak karena masalah dan rumusan masalah masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Temuan dapat deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.



3.7 Tahapan Penelitian Studi Pendahuluan



Identifikasi Masalah



Studi Kepustakaan



Merumuskan Masalah



Tujuan Penelitian



Menentukan Unit Analisis (Subjek dan Objek Penelitian)



Pengumpulan Data



Wawancara



Observasi



Dokumentasi



Analisis Data



Pohon Masalah



Hasil dan Pembahasan



Brainstorming



Saran dan Kesimpulan



Gambar 3.1 Tahapan Penelitian



Penyelesaian Masalah



72



Keterangan tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut. a.



Identifikasi Masalah Peneliti melakukan identifikasi masalah dengan survei pendahuluan di RS



Mitra Sehat Situbondo sehingga peneliti menemukan suatu permasalahan dalam kegiatan unit rekam medik dengan cara membandingkan kenyataan dengan indikator atau standar yang berlaku terkait pengklaiman BPJS Kesehatan. b.



Studi Kepustakaan Peneliti melakukan studi kepustakaan tentang teori–teori yang berkaitan



dengan proses klaim yang akan diteliti. c.



Studi Pendahuluan Peneliti membandingkan antara teori dengan kenyataan di RS Mitra Sehat



Situbondo. Peneliti melakukan observasi dan wawancara langsung dalam kegiatan yang berhubungan dengan proses klaim yang sedang diteliti. d.



Merumuskan Masalah Apabila telah ditemukan masalah, maka peneliti merumuskan masalah



menjadi kalimat agar permasalahan menjadi fokus. Ternyata ditemukan masalah terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Sehingga rumusan masalah dibuat sesuai masalah yang ada di RS Mitra Sehat Situbondo yakni bagaimana faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo? e.



Menetukan Tujuan Penelitian Peneliti menentukan tujuan penelitian yakni sesuai dengan yang telah



dirumusakan sebelumnya sesuai dengan permsalahan yang terjadi. Adapun tujuan penelitiannya adalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo. Faktor penyebab meliputi human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. f.



Menentukan Unit Analisis Peneliti melakukan unit analisis yaitu menentukan subjek yang akan



dilakukan wawancara dan observasi serta objek yang kan diamati.



73



g.



Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi kepada Informan dan Objek Penelitian Wawancara dilakukan secara mendalam agar informasi yang dihasilkan



akurat, lengkap, dan jelas. Observasi dan dokumentasi dilakukan untuk memastikan keakuratan data dari hasil wawancara kepada informan. h.



Analisis Data Peneliti melakukan pengolahan data yang telah didapatkan dari penelitian



dengan menggunakan pohon masalah. i.



Hasil dan Pembahasan Hasil dari penelitian yang dilakukan selama 3 bulan akan di bahas secara



tuntas sesuai dengan tujuan penelitian. j.



Brainstorming Brainstorming dilakukan untuk menentukan prioritas penyebab masalah dan



prioritas penyelesaian masalah. k.



Kesimpulan dan Saran Menyimpulkan hal–hal yang berkaitan dengan pengembalian berkas klaim



rawat inap oleh BPJS Kesehatan dan memberikan saran kepada pihak yang berkepentingan.



3.8 Uji Keabsahan Data Uji validitas yang digunakan peneliti adalah triangulasi teknik, triangulasi waktu, dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan menguji kredibilitas data, dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi teknik yang ditempuh peneliti dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber. Sumber yang dimaksud peneliti yaitu kepala rekam medis, petugas assembling, petugas koding, dan petugas pendaftaran. Triangulasi waktu dilakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi dalam waktu atau situasi yang berbeda.



BAB 4. PEMBAHASAN



4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo 4.1.1 Profil Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo a.



Nama Rumah Sakit



: Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo



b.



Kelas Rumah Sakit



: Type D



c.



Status Kepemilikan



: Yayasan Mitra Sehat Situbondo



d.



Alamat



: Desa Curah Jeru RT.II/RW.XI Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo



e.



Kecamatan



: Panji



f.



Kotamadya



: Situbondo



g.



Provinsi



: Jawa Timur



h.



Jumlah tempat tidur



: 60 TT



i.



No Telp



: (0338) 678141, HP. 082333282112



j.



No Fax



: (0338) 678141



4.1.2 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Permulaan tahun 2012 sebuah klinik didirikan di Desa Curah Jeru, Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo dengan kapasitas 10 tempat tidur. Klinik tersebut didirikan atas keinginan Bapak H. Imam Hidayat, S.Kep., Ners., M.M.Kes. dan Ibu Hj. Parsia Pungkaswati, S.Kep., Ners. untuk lebih mengabdikan diri dalam bidang kesehatan masyarakat dengan nama Klinik Sehat dan diresmikan menjadi klinik swasta tanggal 23 Agustus 2012. Klinik Sehat yang terletak di Desa Curah Jeru Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan apotek. Seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Klinik Sehat, maka dirasakan perlu untuk meningkatkan kemampuan pelayanan Klinik Sehat. Oleh karena itu pada tanggal 23 Januari 2013 berdasarkan Akta Notaris Lukman Hakim Gusti, S.H. didirikan Yayasan Mitra Sehat Situbondo yang merupakan pemilik dari Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, dan dengan adanya Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo No.



74



75



050/0365/431.301.5/2013 Klinik Sehat ditingkatkan kemampuan pelayananannya menjadi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Pelayanan Rumah Sakit Mitra Sehat diperkuat dengan Surat Keputusan Bupati Situbondo No. 188/327/P/006.02/2015 tentang Izin Operasional Tetap Penyelenggaraan Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Mitra Sehat meliputi pelayanan gawat darurat 24 jam, pelayanan rawat jalan berupa KB, dan imunisasi, pemeriksaan kehamilan oleh bidan dan dokter spesialis, pelayanan rawat inap, pelayanan persalinan oleh bidan maupun oleh dokter spesialis, pelayanan farmasi dan pelayanan penunjang lainnya. Rumah Sakit Mitra Sehat mempunyai prinsip melayani masyarakat ekonomi bawah namun disertai kualitas yang baik. Saat di Rumah Sakit Mitra Sehat mimiliki 66 tempat tidur dan 110 orang karyawan yang akan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya rumah sakit. Hal ini berkaitan dengan kesiapan rumah sakit dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang lebih optimal. Pengembangan fasilitas terus dilakukan dalam rangka



memberikan



pelayanan



yang



maksimal



kepada



masyarakat.



Pengembangan sumber daya manusia di Rumah Sakit Mitra Sehat juga terus menerus ditingkatkan melalui pelatihan dan seminar. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia Rumah Sakit Mitra Sehat.



4.1.3 Visi, Misi, Tujuan, Struktur Organisasi, dan Data Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo a.



Visi Menjadi rumah sakit kepercayaan masyarakat kabupaten Situbondo dan



sekitarnya dalam memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang bermutu dan terjangkau. b.



Misi



1)



Memberikan solusi atas masalah kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.



2)



Memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.



3)



Memberikan pengobatan secara profesional sesuai prosedur, berkualitas dan dapat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat



76



4)



Ikut



serta



dalam



usaha



masyarakat



dalam



meningkatkan



derajat



kesejahteraan melalui peningkatan kesehatan. c.



Tujuan



1)



Tujuan Umum Turut berperan dalam pendekatan pelayanan kesehatan Rumah sakit yang



proaktif yaitu memberikan pelayanan yang paripurna mencakup upaya preventif, promotif, kuratif dan rehebilitatif. 2)



Tujuan Khusus:



a)



Penyelenggaraan manajemen dan administrasi rumah sakit yang mampu menyediakan informasi secara cepat, tepat, akurat.



b)



Penyelenggaraan



pelayanan



kesehatan



paripurna



yang



menjamin



keselamatan pasien dan keamanan karyawan dalam memberikan pelayanan tersebut. c)



Penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta berorientasi customer.



4.1.4 Gambaran Alur Klaim BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Proses klaim BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo diajukan ke kantor cabang BPJS Kesehatan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Proses pengajuan klaim dilakukan dengan mengirimkan berkas klaim rawat jalan maupun rawat inap (hardcopy) dan file txt (softcopy). Sebelum berkas klaim diajukan ke kantor BPJS Kesehatan, terdapat prosedur yang harus dilewati yaitu pelayanan administrasi dan rekapitulasi pelayanan. Adapun prosedur pelayanan administrasi rawat inap dilakukan oleh petugas loket pendaftaran dengan gambaran sebagai berikut. a.



Pasien datang ke Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dengan menunjukkan KTP, KK, Kartu JKN, surat pengantar rawat inap, surat kontrol, dan surat rujukan kecuali kasus emergency tanpa surat rujukan. Kartu JKN, KTP, KK, dan surat pengantar rawat inap di fotokopi rangkap tiga.



77



b.



Pasien akan dibuatkan SEP oleh petugas pendaftaran yang kemudian akan diserahkan oleh pasien guna mendapat pelayanan rawat inap.



c.



Pasien mendapat pelayanan rawat inap sesuai dengan indikasi medisnya. Apabila pelayanan administrasi pasien rawat inap telah selesai, kelanjutan



proses pengajuan klaim adalah rekapitulasi pelayanan pasien rawat inap. Rekapitulasi pelayanan pasien rawat inap dimulai pada saat pasien mendapat pelayanan rawat inap kemudian hasil pelayanan akan di catat di dalam berkas rekam medis sebagai bukti-bukti pelayanan pasien. Jika pasien pulang dan dokter spesialis memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan perawatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo maka untuk kunjungan selanjutnya pasien langsung datang ke rumah sakit tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu dengan membawa surat keterangan dokter tersebut. Apabila dokter spesialis tidak memberikan surat keterangan maka pada kunjungan berikutnya pasien harus ke FKTP terlebih dahulu. Setelah pasien rawat inap pulang, berkas rekam medis pasien JKN akan di antar ke unit rekam medik untuk peoses pengelolaan berkas klaim. Alur proses pengajuan klaim rawat inap ke BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dapat digambarkan sebagai berikut. DRM dari bangsal Analisis



Tidak



Lengkap?



Assembling



Koding



Indeksing



Input data klaim pasien rawat inap



Grouping



Data di Simpan



Cetak lembar INA-CBGs



Berkas Klaim di Kirim ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan Situbondo



Gambar 4.1 Alur Klaim BPJS di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo



78



Penjelasan alur klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Sitbondo adalah sebagai berikut a.



Dokumen Rekam Medis (DRM) dari Bangsal Berkas klaim rawat inap berada di dalam DRM yang berasal dari bangsal



rawat inap. Tidak semua DRM digunakan untuk proses klaim BPJS Kesehatan. Adapun berkas klaim yang harus ada terdiri dari kwitansi rangkap tiga, SEP, surat perintah rawat inap, resume medis lengkap dengan mencantumkan diagnosa dan prosedur yang telah ditandatangani oleh DPJP, bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti: laporan operasi, protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat) pemberian obat khusus, resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak, dan lain - lain), billing system atau perincian tagihan manual rumah sakit, dan hasil pemeriksaan penunjang. b.



Analisis Formulir yang telah diurutkan akan dianlisis oleh petugas analisis. Proses



analisis merupakan proses memilah formulir yang lengkap dan tidak lengkap. Apabila berkas tidak lengkap maka berkas akan dikembalikan ke bangsal untuk dilengkapi oleh pihak terkait. Namun apabila berkas lengkap, berkas akan dilanjutkan ke bagian koding. Bagian analisis juga bertugas untuk memilah formulir yang dibutuhkan untuk proses klaim. Jadi tidak semua formulir di DRM yang dibutukan untuk proses klaim ke BPJS Kesehatan. c.



Assembling Dokumen rekam medis yang didalamnya terdapat berkas klaim akan masuk



ke dalam unit rekam medik untuk dilakukan assembling. Assembling merupakan proses penyortiran formulir/mengurutkan formulir dari nomor terbesar hingga nomor terkecil. Apabila formulir sudah diurutkan, formulir akan dikaitkan ke sampul DRM agar formulir tidak terlepas. d.



Koding Formulir ringkasan masuk keluar pasien dan resume medis selanjutkan akan



di koding oleh koder. Adapun yang dikoding yaitu diagnosa penyakit pasien dan tindakan yang telah didapatkan oleh pasien. Pengkodingan dilakukan dengan



79



menggunakan ICD-10 versi 2010 untuk diagnosa penyakit dan ICD-9-CM digunakan untuk mengkode tindakan pasien. e.



Indeksing Berkas yang telah dikoding selanjutnya akan dilakukan indeksing oleh



petugas indeksing. Indeksing merupakan proses pengelompokkan dengan menggunakan kode. Pengindeksan dalam rekam medis dibagi menjadi lima yaitu indeks utama pasien, indeks penyakit pasien, indeks operasi/tindakan, indeks kematian, dan indeks dokter. Proses indeksing bertujuan untuk mempermudah pencarian kembali data pasien. f.



Input Data Klaim Pasien Rawat Inap Data klaim pasien JKN akan diinputkan ke aplikasi INA-CBG’s yang dapat



diakses oleh petugas entri data di situs resmi BPJS Kesehatan. Data klaim meliputi data sosial dan data medis pasien seperti nomor JKN, nama, alamat, diagnosa, tindakan, dan lain-lain. Apabila aplikasi SIMRS dan aplikasi INACBG’s sudah bridging, maka cukup menginputkan nomor SEP pasien JKN. g.



Grouping Proses selanjutnya merupakan proses grouping (pengelompokkan kasus) di



aplikasi INA-CBG’s. Apabila proses grouping mengalami error maka hal ini terjadi karena grouper tidak bisa berjalan dengan baik. Jika beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan ke dalam software INA-CBG’s menyebabkan perubahan grouping dan tarif menjadi turun, maka prosedurprosedur yang menurunkan tarif tidak diinput. h.



Cetak Lembar INA-CBGs



Data pasien JKN yang telah diinputkan pada aplikasi INA-CBGs akan di cetak sehingga keluaran dari data yang sebelumnya telah diinputkan akan menjadi lembar INA-CBGs. Lembar INA-CBGs ini nantinya yang akan di kirim ke kantor cabang BPJS Kesehatan di Banyuwangi. i.



Berkas Klaim di Kirim ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan Situbondo Berkas yang dianggap telah lengkap dan kaidah koding telah sesuai oleh



verifikator internal maka berkas selanjutnya akan dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan Situbondo. Pengiriman berkas klaim ke kantor cabang BPJS



80



Kesehatan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Kelengkapan berkas klaim dan kaidah koding akan kembali di verifikasi oleh verifikator BPJS Kesehatan. Apabila kelengkapan berkas klaim kurang atau kaidah koding tidak sesuai maka oleh pihak BPJS Kesehatan akan dikembalikan ke Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.



4.2 Identifikasi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo Sistem klaim yang digunakan saat ini di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah sistem vedika (verifikasi digital klaim) yakni 30% manual dan 70% IT. Sistem vedika mulai diberlakukan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sejak bulan Januari 2018. Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo mendapatkan tim verifikator BPJS Kesehatan di Banyuwangi sehingga berkas klaim dikirimkan ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Semenjak diberlakukan sistem vedika, pengembalian berkas klaim semakin banyak dan waktu yang dibutuhkan untuk mengoreksi berkas yang mengalami pengembalian oleh BPJS Kesehatan juga semakin lama sebab berkas klaim harus di antarkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Hasil observasi yang telah dilakukan diperoleh data pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan cabang Banyuwangi pada bulan September – Desember 2018 adalah sebagai berikut. Tabel 4.1 Data Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo bulan September – Desember Tahun 2018



Bulan September Oktober November Desember



Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan Berkas Klaim Tidak Lengkap Kaidah Koding Tidak Sesuai Jumlah Persentase Jumlah Persentase 25 9 18 34



14,20% 5,32% 10,05% 18,48%



11 17 13 22



6,25% 10,06% 7,26% 11,96%



Total 176 169 179 184



Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Tabel 4.1 menjelaskan bahwa apabila berkas klaim dianggap tidak layak oleh BPJS Kesehatan akan dikembalikan pada kurun waktu 2 hari setelah berkas klaim disetor oleh RS Mitra Sehat ke kantor cabang BPJS Kesehatan



81



Banyuwangi. Berkas klaim dikatakan tidak layak apabila berkas klaim tidak lengkap dan kaidah koding yang tidak sesuai. Pengembalian berkas klaim terjadi setiap bulannya dengan jumlah yang tidak menentu. Persentase pengembalian berkas klaim berturut-turun bulan September-Desember 2018 adalah 20,45%; 15,38%; 17,31%; dan 30,44%. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil wawancara kepada petugas casemix di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo menjelaskan bahwa memang penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap karena berkas klaim dianggap tidak layak oleh verifikator BPJS Kesehatan Cabang Banyuwangi. Berkas dikatakan tidak layak karena dua hal yakni berkas klaim tidak lengkap dan ketidaksesuain kaidah koding (BPJS Kesehatan, 2017). Hal ini juga terjadi di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo yang menyatakan bahwa berkas dikembalikan karena ada berkas yang tidak lengkap dan persepsi kaidah koding yang tidak sama dengan verifikator BPJS Kesehatan. Berikut ini adalah hasil wawancara petugas casemix yang menyatakan bahwa: “Iya memang dek, berkas dikembalikan oleh verifikator BPJS Kesehatan di rumah sakit ini karena berkas yang tidak lengkap sama koding yang tidak sama dengan verifikator BPJS Kesehatan” (Verifiktor internal 1, 2018) “Gara-gara kodingnya nggak sama dek sama BPJS terus juga ada yang nggak lengkap kayak penunjangnya gitu atau nggak sesuai antara penunjang sama diagnosa” (Verifiktor internal 3, 2018) Kutipan tersebut menjelaskan bahwa berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan karena berkas klaim tidak lengkap dan kaidah koding yang tidak sesuai dengan BPJS Kesehatan. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manaida (2017) yang menyatakan bahwa perbedaan koding antara rumah sakit dan koding BPJS Kesehatan sering menjadi kendala serta bukti pelayanan lainnya juga sering tidak ada. Hal ini sering menjadi pertimbangan oleh verifikator BPJS Kesehatan saat melakukan verifikasi berkas klaim sehingga bisa dikatakan tidak layak dan dikembalikan lagi untuk direvisi kembali. Adapun hasil observasi dari 149 berkas yang dikembalikan pada Bulan September-Desember



82



2018, diperoleh bahwa 86 berkas dinyatakan tidak lengkap dan 63 berkas dianggap kaidah koding tidak sesuai. Permasalahan pengembalian berkas klaim seperti ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kode diagnosis juga ditemukan dalam penelitian Tuti (2010) menyatakan bahwa 23,3% telah terjadi ketidaksesuai dalam penetapan kode diagnosis. Kesalahan dalam pengkodean diagnosis penyakit akan memberikan implikasi kepada klaim sehingga menyakibatkan penurunan tarif penyakit. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maimun (2018) yang ditemukan bahwa dari 463 berkas rekam medis rawat inap pada formulir ringkasan masuk dan keluar ditemukan 93 kesalahan atau tidak tepat dalam pengkodean penyakit (diagnosa), penentuan diagnosa



utama/diagnosa



sekunder,



dan



ketidaktelitian



koder



dalam



pengkodingan. Selain itu, penyebab pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim juga terjadi di Rumah Sakit Dr. R. Ismoyo karena ada beberapa syarat yang belum terpenuhi diantaranya kelengkapan administrasi pasien seperti KTP, kartu keluarga, dan lain-lain sehingga petugas BPJS memberi waktu kepada pasien 3x24 jam untuk melengkapi berkas apabila melewati batas akan dikenakan denda dan lama waktu sejak pengklaiman diajukan 6-7 hari (Lewiani dan Akifah, 2017). Apriyantini (2016) juga mengemukakan bahwa data dari Instalasi Rawat Inap tahun 2014 menunjukkan bahwa 46% resume medis pasien pulang tidak lengkap, hal ini salah satunya karena tidak dituliskan diagnosa pasien dan data bulan Januari-Februari 2015 masih terdapat sebesar 30%-40% resume medis pasien pulang tidak ditulis lengkap oleh dokter. Akibat pengembalian berkas klaim rawat inap maka akan mengganggu keuangan rumah sakit sebab akan memperlambat proses pembayaran klaim. Sesuai dengan ketentuan umum dalam administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan disebutkan bahwa BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap dan kaidah koding di Kantor Cabang/Kantor Operasi Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan. Selain itu, akibat pengembalian berkas klaim rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat karena ketidaksesuaian kaidah koding dapat menyebabkan kerugian. Hal ini disebabkan



83



rata-rata terjadi penurunan tarif yang cukup signifikan akibat ketidaksesuaian kaidah koding antara koder rumah sakit dengan verifikator BPJS Kesehatan. Hal ini sesuai dengan Maimun (2018) yang menyatakan bahwa akibat salah koding akan berpengaruh pada tarif INA-CBGs, biaya tidak sesuai sehingga rumah sakit dapat rugi, jika uang dari BPJS Kesehatan sudah diterima oleh pihak rumah sakit maka pihak rumah sakit wajib mengembalikan uang sejumlah kode yang tidak sesuai. Selain itu, akibat pengembalian berkas adalah apabila terdapat resume medis yang tidak lengkap akan dikembalikan kepada pihak rumah sakit untuk dilengkapi dan diverifikasi oleh pihak BPJS Kesehatan untuk dibayarkan namun pihak rumah sakit didenda sebesar 10% akibat resume tidak lengkap (Apriyantini, 2016). Sehingga besar kemungkinan berkas klaim yang tidak lengkap dan ketidaksesuaian



kaidah



koding



yang



terbukti



dengan



tingginya



angka



ketidaklengkapan berkas klaim dan tingginya angka ketidaksesuain kaidah koding dapat menyebabkan kejadian pengembalian berkas klaim rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.



4.3 Identifikasi Berkas yang Tidak Lengkap Menurut BPJS Kesehatan sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS Mitra Sehat Situbondo Hasil penelitian dengan masalah utama pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, yang menjadi penyebab munculnya masalah tersebut salah satunya adalah ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Hal ini diperkuat dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara kepada petugas verifikator internal bagain casemix yang menyatakan bahwa: “Sama BPJS Kesehatan, berkas klaim kita dikembalikan ke rumah sakit lagi soalnya berkasnya tidak lengkap, dek dan juga karena……” (Verifikator internal 1, 2018) Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim salah satunya disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim. Berkas dikatakan tidak lengkap karena kurangnya berkas klaim dan tidak lengkapnya



84



pengisian lembar klaim. Berkas klaim yang tidak lengkap dikembalikan oleh BPJS Kesehatan biasanya 2 hari setelah berkas diserahkan ke BPJS Kesehatan dan dilakukan setiap 3 bulan sekali namun terkadang juga melebihi dari 3 bulan tersebut. Sehingga besar kemungkinan pengembalian berkas klaim disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim pasien rawat inap. Kelengkapan berkas klaim dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Kelengkapan secara kuantitatif dilihat dari lengkapnya lembar klaim rawat inap dan lengkapnya pengisian setiap item lembar klaim. Adapun analisa secara kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 4.3 yang didapatkan dari hasil observasi dan dokumentasi terhadap 86 berkas klaim BPJS Kesehatan pasien rawat inap yang tidak lengkap dari 149 berkas (57,72%) yang telah dikembalikan oleh BPJS Kesehatan pada bulan September – Desember 2018 sebagai berikut. Tabel 4.2 Hasil Analisis Kelengkapan Berkas Klaim BPJS Kesehatan Pasien Rawat Inap Bulan September – Desember Tahun 2018 di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dilihat dari kelengkapan lembar klaim rawat inap Lembar klaim BPJS Kesehatan



Lengkap



Clinical pathway Resume medis Laporan penunjang Surat Eligibilitas Peserta (SEP) Surat perintah rawat inap Formulir verifikasi JKN/luaran aplikasi pengajuan klaim Surat keterangan/bukti pelayanan (operasi, kelahiran)



Tidak Lengkap   



   



Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelengkapan berkas persyaratan klaim BPJS Kesehatan pasien rawat inap didapatkan persentase lembar syarat tidak lengkap tersebut yaitu 57,72% (86 berkas tidak lengkap dari 149 berkas yang dikembalikan) pada bulan September-Desember 2018. Studi dokumentasi ketidaklengkapan syarat tersebut dikarenakan sebagai berikut. a.



Clinical Pathway Clinical pathway merupakan rekapitulasi pelayanan pasien/perjalanan



penyakit pasien yang merupakan lampiran yang dibuat rumah sakit yang berisi catatan perawatan episode perawatan pasien selama berobat di Rumah Sakit Mitra



85



Sehat Situbondo. Sejalan dengan penelitian Riza (2015) menjelaskan bahwa laporan individual pasien adalah data yang didapatkan dari dokumen persyaratan pengajuan klaim BPJS Kesehatan pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Lembar laporan individual pasien juga yaitu hasil rekapitulasi pelayanan pasien yang dibuat rumah sakit dan berisi catatan perawatan pasien dalam satu episode perawatan (Megawati dan Pratiwi, 2016). Hasil studi observasi dan dokumentasi terhadap 149 berkas yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan, didapatkan hasil analisis 20 lembar clinical pathway pasien tidak lengkap dengan persentase ketidaklengkapan sebesar 33,42%. Ketidaklengkapan pengisian clinical pathway diketahui bahwa item yang menyebabkan dikembalikannya klaim BPJS Kesehatan antara lain tanggal masuk, kelas perawatan, tanda tangan DPJP, dan diagnosa. Hasil studi dokumentasi sebagian besar permasalahan yaitu karena salah dalam pengentrian item oleh petugas pendaftaran misalnya kelas perawatan pada clinical pathway berbeda dengan keterangan yang ada pada lampiran SEP maupun resume medis, dan tanggal masuk pada clinical pathway berbeda dengan tanggal masuk pada SEP. Hal ini senada dengan hasil penelitian oleh Megawati dan Pratiwi (2016) yang menyebutkan bahwa dari 38 lembar kelengkapan syarat berkas klaim BPJS yang tidak lengkap terdapat 32 lembar laporan individul pasien tidak lengkap dengan persentase ketidaklengkapan sebesar 84% dan berkas lengkap sejumlah 6 lembar dengan persentase 16%, berkas kontrol persentase ketidaklengkapan sebesar 8% atau 3 syarat tidak lengkap dan sebanyak 35 berkas lengkap atau persentase 92%. Item pada lembar individual pasien yang memiliki persentase ketidaklengkapan paling banyak yaitu pada item diagnosa utama yaitu sebesar 26% item tidak lengkap dan 74% item lengkap dari 38 lembar case (kasus). b.



Laporan Penunjang Laporan penunjang pasien merupakan laporan hasil pelayanan tambahan



(pemeriksaan darah lengkap, elektrokardiografi, CT scan, pemeriksaan kreatin, pemeriksaan urine) bagi yang memerlukan pemeriksaan tambahan yang berguna untuk menunjang penegakan diagnosa pasien. Senada dengan yang diungkapkan oleh Basaryadi (2013) bahwa laporan penunjang adalah laporan dari suatu



86



rangkaian pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi tertentu guna memperoleh keterangan yang lebih lengkap. Apabila laporan penunjang tidak ada atau tidak lengkap dalam pengajuan syarat klaim ke BPJS Kesehatan maka oleh verifikator BPJS Kesehatan akan dikembalikan untuk di lengkapi atau dilampirkan kembali. Kekurangan lembar penunjang akan berpengaruh pada keabsahan penagihan dan perhitungan biaya perawatan pasien karena lembar penunjang merupakan bukti pasien telah melakukan pelayanan tambahan. Hasil studi observasi dan dokumentasi terhadap 149 lembar pemeriksaan penunjang, kelengkapan syarat berkas klaim berupa pemeriksaan penunjang pasien rawat inap di RS Mitra Sehat Situbondo didapatkan hasil analisis terdapat 25 lembar laporan penunjang tidak lengkap dengan persentase ketidaklengkapan sebesar 16,77%. Hasil studi dokumentasi dihasilkan ketidaklengkapan berkas syarat laporan penunjang pasien tersebut karena tidak dilampirkannya lembar laporan penunjang pada berkas syarat pengajuan Klaim BPJS pasien rawat inap. Selain itu, ditemukan kasus pemeriksaan penunjang yang dianggap oleh verifikator BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan diagnosis atau kode penyakit sehingga pihak verifikator BPJS meminta pihak rumah sakit untuk merevisi diagnosa ataupun merevisi pemeriksaan penunjang dengan mengembalikan berkas klaim BPJS Kesehatan pasien rawat inap. Laporan penunjang merupakan persyaratan penting dalam pengajuan klaim BPJS Kesehatan karena nantinya dapat diketahui kisaran biaya tambahan yang harus ditagih kepada pihak BPJS Kesehatan. Hal tersebut sejalan dengan penelitina Megawati dan Pratiwi (2016) menyatakan bahwa 38 lembar laporan penunjang kelengkapan syarat berkas klaim BPJS pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dari hasil analisis dihasilkan terdapat 7 lembar laporan penunjang tidak lengkap dengan persentase ketidaklengkapan sebesar 18%, dan berkas lengkap sejumlah 31 lembar dengan persentase 82%. Berkas kontrol sudah memenuhi kriteria kelengkapan 100%. Selain kelengkapan persyaratan berkas klaim, analisa secara kuantitaif juga dilihat dari kelengkapan pengisian berkas klaim. Kelengkapan berkas klaim juga dilakukan secara kualitatif yaitu melihat dari kesesuaian antara anamnesa,



87



pemeriksaan penunjang, diagnosa utama, tindakan, spesialisasi, dan koding diagnosis maupun koding tindakan. Berikut merupakan hasil observasi yang dilakukan pada 2 (dua) berkas klaim rawat inap dari kasus terbanyak yang tidak lengkap secara kuantitatif maupun kualitatif di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sehingga dikembalikan oleh pihak BPJS Kesehatan. a.



Berkas Klaim JKN Pasien Rawat Inap 1 Kasus Persalinan



Hasil observasi berdasarkan kelengkapan berkas klaim dan validitas isi pada kasus persalinan yang merupakan kasus terbanyak yang terjadi pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim, ketidaklengkapan pengisian berkas klaim maupun ketidaksesuaian diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang ditunjukkan pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim Rawat Inap 1 Kasus Persalinan bulan Oktober Tahun 2018 Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



SEP



Resume Medis



                      



Validitas Isi Persyaratan Pengisian No. SEP Tanggal SEP No. kartu Nama peserta Tanggal lahir No. telepon Faskes perujuk Diagnosa awal Peserta Jenis rawat Kelas rawat Tanggal MRS Ruang Alasan MRS Penyakit penyerta Hasil pemeriksaan saat MRS Diagnosa utama Diagnosa sekunder Tata laksana a. Medika mentosa saat dirawat b. Tindakan medis c. Medika mentosa saat pulang Keadaan waktu keluar RS Cara keluar RS



Sesuai



Tidak Sesuai



                      



Keterangan



88



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada    



Lembar INACBG’s



Hasil pemeriksaan penunjang



Clinical pathway



                                      



Validitas Isi Persyaratan Pengisian



Sesuai



Sebab meninggal (jika ada) Instruksi tindak lanjut/kontrol (jika ada) Tempat dan tanggal membuat resume Ttd DPJP Nama peserta No. RM Umur tahun Umur hari Tanggal lahir Jenis kelamin Kelas perwatan No. SEP Tanggal masuk Tanggal keluar Jenis perawatan Cara pulang LOS Berat lahir Diagnosa utama Diagnosa sekunder Prosedur Hasil grouping







Nama klien Tanggal lahir/umur Berat badan Sex Tinggi badan No. registrasi No. RM Diagnosa awal Kode ICD-10 Rencana LD Cara pulang Diagnosa Utama Penyerta Komplikasi Assesmen klinik Pemeriksaan penunjang Tindakan Jasa keperawatan Obat-obatan Darah/kolf AMHP



           



Tidak Sesuai



                     



       



Keterangan



89



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada     



Rincian obat Surat pengantar rawat inap Laporan operasi SK Kelahiran



         



Validitas Isi Persyaratan Pengisian Jasa farmasi Jasa gizi Nutrisi Hasil/outcome Pendidikan rencana pemulangan Varians Nama perawat Nama dokter Ttd DPJP Nama pelaksana verifikasi Diagnosa akhir Kode diagnosa akhir Tindakan



Sesuai



Tidak Sesuai



Keterangan



              



















Keterangan: Validitas isi dilihat dari pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine (2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014, dan Juknis Verisikasi Klaim. Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Berdasarkan Tabel 4.4 tersebut dapat diketahui bahwa pada berkas klaim 1 kasus persalinan, kelengkapan persyaratan sudah memenuhi. Namun berdasarkan hasil validitas isi, ada beberapa item yang belum diisi maupun diisi tapi tidak sesuai. Adapun item yang sudah diisi namun belum sesuai yaitu pada lembar SEP item tanggal SEP. Hasil wawancara menyatakan bahwa ketidaksesuaian disebabkan pasien belum juga melengkapi berkas klaim yaitu KTP, KK, dan Kartu JKN sehingga petugas akhirnya memanipulasi tanggal masuk. Adapun item yang tidak diisi adalah diagnosa utama, diagnosa sekunder, dan tanda tangan dokter pada lembar resume pasien. Hasil wawancara menjelaskan bahwa memang sering dokter kandungan di Rumah Sakit Mitra Sehat tidak menuliskan diagnosa. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh verifikator internal sebagai berikut. “….. yang nggak lengkap paling banyak di obgyn ya dek? Iya mbak. Emang dokternya itu harus diingetin dulu itu dek. Maklum dokter uda senior jadi sering lupa” (Petugas verifikator 1, 2018)



90



Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa paling banyak berkas klaim yang tidak lengkap adalah kasus obgyn. Ketidaklengkapan di kasus obgyn disebabkan oleh tidak ada tanda tangan DPJP dan diagnosa pasien. Sehingga pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan disebabkan ketidaklengkapan pengisian berkas klaim yaitu karena tidak ada tanda tangan DPJP dan diagnosa pasien pada resume medis pasien. b.



Berkas Klaim JKN Pasien Rawat Inap 2 Kasus Typhoid



Hasil observasi berdasarkan kelengkapan berkas dan validitas isi pada kasus Typhoid yang merupakan kasus yang banyak juga mengalami pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim, ketidaklengkapan pengisian berkas klaim maupun ketidaksesuaian diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang ditunjukkan pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim Rawat Inap 1 Kasus ISK bulan Desember Tahun 2018 Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



SEP



Resume Medis



                    



Validitas Isi Persyaratan Pengisian No. SEP Tanggal SEP No. kartu Nama peserta Tanggal lahir No. telepon Faskes perujuk Diagnosa awal Peserta Jenis rawat Kelas rawat Tanggal MRS Ruang Alasan MRS Penyakit penyerta Hasil pemeriksaan saat MRS Diagnosa utama Diagnosa sekunder Tata laksana a. Medika mentosa saat dirawat b. Tindakan medis c. Medika mentosa saat



Sesuai



Tidak Sesuai



                    



Keterangan



91



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada     



Lembar INACBG’s



Hasil pemeriksaan penunjang



Clinical pathway



                                    



Validitas Isi Persyaratan Pengisian pulang Keadaan waktu keluar RS Cara keluar RS Sebab meninggal (jika ada) Instruksi tindak lanjut/kontrol (jika ada) Tempat dan tanggal membuat resume Ttd DPJP Nama peserta No. RM Umur tahun Umur hari Tanggal lahir Jenis kelamin Kelas perwatan No. SEP Tanggal masuk Tanggal keluar Jenis perawatan Cara pulang LOS Berat lahir Diagnosa utama Diagnosa sekunder Prosedur Hasil grouping



Sesuai



Tidak Sesuai



                        



Nama klien Tanggal lahir/umur Berat badan Sex Tinggi badan No. registrasi No. RM Diagnosa awal Kode ICD-10 Rencana LD Cara pulang Diagnosa Utama Penyerta Komplikasi Assesmen klinik Pemeriksaan penunjang Tindakan Jasa keperawatan



                



Keterangan



92



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada        



Rincian obat Surat pengantar rawat inap Laporan operasi SK Kelahiran



         



Validitas Isi Persyaratan Pengisian Obat-obatan Darah/kolf AMHP Jasa farmasi Jasa gizi Nutrisi Hasil/outcome Pendidikan rencana pemulangan Varians Nama perawat Nama dokter Ttd DPJP Nama pelaksana verifikasi Diagnosa akhir Kode diagnosa akhir Tindakan



Sesuai



Tidak Sesuai



Keterangan



                 



















Keterangan: Validitas isi dilihat dari pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine (2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014, dan Juknis Verisikasi Klaim. Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Berdasarkan Tabel 4.5 tersebut dapat diketahui bahwa pada berkas klaim 2 kasus Typhoid, kelengkapan persyaratan sudah memenuhi. Namun berdasarkan hasil validitas isi, ada beberapa item sudah diisi namun tidak sesuai. Adapun item yang sudah diisi namun belum sesuai yaitu pada lembar resume pasien dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pada resume pasien menurut verifikator BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan didapatkan salmonela positif namun dokter menuliskan diagnosa DBD. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati dan Pratiwi (2016) yang menjelaskan bahwa masih ditemukan masalah pada bagian aministrasi BPJS terkait berkas pengajuan klaim asuransi BPJS pasien rawat inap masih mengalami kendala yakni berkas klaim dikembalikan oleh verifikator BPJS Kesehatan. Hal



93



tersebut dikarenakan ada persyaratan yang belum lengkap atau terdapat item yang tida diisi dengan lengkap. Hasil penelitian terhadap 76 berkas klaim BPJS pasien rawat inap didapatkan persentase lembar syarat tidak lengkap tersebut yaitu lembar syarat laporan individual pasien sebesar 32 lembar syarat yang tidak lengkap atau 84% atau sebanyak 6 (16%) lembar syarat yang lengkap. Lembar laporan penunjang sebanyak 7 lembar syarat yang tidak lengkap atau sebesar 18% dengan 31 (82%) lembar syarat lengkap. Sehingga ketidaklengkapan berkas klaim yang di analisis secara kuantittaif dan kualitatif merupakan penyebab terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Ketidaklengkapan lembar klaim, ketidaklengkapan pengisian lembar klaim, dan ketidaksesuaian antara diganosis maupun pemeriksaan penunjang dikarenakan beberapa penyebab diantaranya faktor human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Leonard (2016) yang menyatakan bahwa faktor terjadinya pengembalian berkas klaim terdiri dari SDM, sarana prasarana, prosedur, planning, organizing, actuating, controlling, dan lingkungan.



4.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi,



dan



dokumentasi,



telah



diketahui



bahwa



faktor



penyebab



ketidaklengkapan berka klaim rawat inap adalah hal-hal yang berkaitan dengan faktor manajemen. Faktor manajemen merupakan suatu cara mengtur organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Faktor manajamen di bedakan menjadi dua yaitu dari segi input (Sumber Daya Manusia) dan segi proses. Faktor input manajamen yaitu faktor masukan yang mempermudah terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Komponen input meliputi human (faktor manusia), organization (faktor organisasi), dan technology (faktor teknologi).



94



4.4.1 Faktor Penyebab dari Segi Human Berdasarkan Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap Proses pengecekan kelengkapan berkas klaim pasien rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo melibatkan petugas pendaftaran dan verifikator internal. Faktor human yang terlibat dalam pelaksanaan klaim masih dihadapkan masalah secara kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. a.



Pengetahuan



1)



Petugas Pendaftaran Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang penting yang harus dimiliki



oleh seseorang dalam profesi yang dijalaninya (Purnamasari dan Hernawati, 2013). Notoatmojo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan yang dimaksud yakni penginderaan mata, hidung, telinga, dan sebagainya, namun sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi melalui indera penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga). Penelitian ini berkaitan dengan pengetahuan petugas pendaftaran tentang pendaftaran terkait regulasi kelengkapan berkas klaim di TPPRI, berkas klaim yang harus dilengkapi di TPPRI bagi pasien JKN, pengisian dan pembuatan SEP (SEP semua kasus, SEP kasus kecelakaan, SEP rujukan), batas waktu pembuatan SEP, dan tindakan yang dilakukan apabila salah dalam pembuatan SEP setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang.. Cara mengecek kelengkapan berkas klaim dilakukan sesuai dengan prosedur pengajuan klaim BPJS Kesehatan karena BPJS Kesehatan memiliki panduan dan aturan yang harus diikuti oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim dan Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Secara umum, pengetahuan petugas pendaftaran tentang SEP sudah baik meskipun ada beberapan hal yang belum diketahui diantaranya penentuan tanggal SEP dan kode diagnosis.



95



Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan melalui wawancara, petugas pendaftaran menyatakan bahwa masih belum memahami sepenuhnya tentang regulasi dan pedoman panduan penyelenggaraan klaim BPJS Kesehatan seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim dan Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Petugas hanya mendapatkan informasi dari teman-temannya yang lebih paham tentang klaim BPJS Kesehatan. hal tersebut sesuai dengan pernyataan petugas pendaftaran yang menyatakan bahwa: “Pernah sih dek baca tapi lupa dan nggak memahami sepenuhnya soalnya kan banyak yang harus dibaca tapi kebanyakan tahu tentang berkas apa saja yang harus dilengkapi itu ya dari mbak-mbak yang sudah lama kerja disini” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Hal ini juga dipertegas dengan pernyataan petugas pendaftaran yang bekerja lebih lama daripada petugas pendaftaran 1 yang mengatakan bahwa: “Iya dek kita pokok uda ngasih peraturan dari BPJS Kesehatan tentang berkasberkas yang harus dilengkapi di bagian pendaftaran rawat inap tapi kayakknya sih nggak dibaca soalnya itu kan banyak banget yang harus dibaca, palingan karyawan yang baru kami bimbing ini lo berkas yang harus dilengkapi dan harus dicatat biar kalau lupa enak. Kalau aturan dari rumah sakit sendiri terkait kelengkapan berkas klaim ya tidak ada kan kita hanya manut ke BPJS Kesehatan aja dek” (Petugas pendaftaran 2, 2018) Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa petugas pendaftaran telah membaca peraturan tentang kelengkapan administrasi namun tidak begitu memahami tentang regulasi tersebut karena regulasinya terlalu banyak. Petugas pendaftaran sudah mengetahui persyaratan yang harus dilengkapi meskipun kadang ada yang lupa seperti surat pengantar rawat inap. Adapun berkas klaim di bagian pendaftaran yang harus dilengkapi adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), KK (Kartu Keluarga), Kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan Surat Pengantar Rawat Inap. Persyaratan tersebut tidak harus di fotokopi karena persyaratan tersebut digunakan untuk membuktikan bahwa pasien tersebut



96



termasuk peserta asuransi kesehatan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh petugas pendaftaran sebagai berikut. “Persyaratan yang harus dilengkapi itu ya KTP, kartu JKN, KK, dan surat pengantar rawat inap” “Nggak harus di fotokopi sih dek tapi mungkin mikirnya pasien daripada bolakbalik dan takut yang asli hilang makanya di fotokopi tapi sebenarnya nggak harus difotokopi kan itu nanti cuma dipekek formalitas aja, ternyata pasien ini uda terdaftar di asuransi, juga digunakan buat menyamakan data antara di kartu JKN sama kartu identitas lainnya soalnya pasien kadang pakai kartu JKN orang lain atau kalau nggak kartu anggota keluarganya yang lain” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Pernyataan tersebut sebenarnya tidak dibenarkan sebab fotokopi KTP, KK, dan kartu JKN diperlukan sebagai bukti otentik pasien telah terdaftar di asuransi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lewiani (2017) bahwa harus ada fotokopi KTP, fotokopi BPJS Kesehatan, fotokopi KK, dan disertakan juga dengan status rawat inapnya sebab dijadikan legalisasi pihak BPJS Kesehatan apakah katu masih aktif atau tidak. Selain itu, fotokopi kartu identitas bertujuan untuk menyesuaikan antara identitas dengan kartu pasien karena seringkali pasien memakai kartu orang lain. Apabila antara kartu identitas pasien dan kartu JKN tidak sesuai maka berkas klaim tidak bisa diklaimkan dan secara otomatis, pasien harus menjadi pasien umum/mandiri (membayar biaya pelayanan kesehatan sendiri). Kelengkapan berkas klaim di bagian pendaftaran yang paling penting adalah Surat Eligibilitas Pasien (SEP) sebab salah satu syarat untuk verifikasi berkas klaim yang akan diajukan kepada kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Surat Eligibilitas Pasien wajib dimiliki oleh setiap pasien yang akan menerima pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai tanda bahwa peserta tersebut secara administrasi klaim sah dan resmi sebagai pasien yang dijamin oleh BPJS Kesehatan. Masalah yang dihadapi oleh petugas pendaftaran dalam pembuatan SEP adalah penentuan kode diagnosis pasien dan penentuan tanggal SEP. Petugas pendaftaran 1 menyatakan bahwa kadang kesulitan dalam menentukan kode diagnosis pasien sebab diagnosa yang dituliskan oleh dokter dan diagnosa yang ada di aplikasi v-klaim dan ICD-10 ada yang berbeda, kodenya juga ada yang



97



berbeda meskipun tidak banyak. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara kepada responden sebagai berikut. “Kalau pembuatan SEP sebenarnya gampang dek cuma kadang kesulitan dalam penentuan kode diagnosis soalnya diagnosa yang dituliskan sama dokter kadang tidak ada di aplikasi v-klaim dan ICD-10. Kadang pula diagnosis yang ada di vklaim juga tidak sama dengan yang ada di ICD-10” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa petugas pendaftaran kadangkala kesulitan dalam penentuan kode diagnosis. Kesulitan dalam penentuan kode diagnosis disebabkan diagnosa yang ditulis dokter tidak sama dengan diagnosa yang ada di ICD dan terminologi medis maupun clinical pathway masih belum dipahami sepenuhnya. Hasil pengamatan didapatkan bahwa petugas masih belum paham patofisiologi pasien dan terminologi medis. Hal ini terbukti pada saat petugas membedakan antara sinistra dan dextra, anterior dan posterior, semiplegia, DM tipe 1 dan tipe 2, NIDDM dan IDDM. Sehingga seringkali kode antara SEP dan yang ada di resume pasien berbeda. Petugas pendaftran yang membuat SEP juga tidak mengecek dokumen rekam medis pasien, petugas hanya melihat dari surat pengantar rawat inap saja. Petugas pendaftaran juga menjelaskan bahwa 90% kode melihat di google dan 10% melihat di ICD-10. Adapun pernyataan petugas pendaftaran adalah sebagai berikut. “Ya paling banyak kita lihatnya di mbah google dek, ya persentasenya sekitar 90% di mbah google dan 10% lihat di ICD-10, itu biar cepet dek, kasihan kalau pasiennya antri lama” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Saat penginputan kode diagnosis, petugas pendaftaran sering mencari kode langsung di google bukan di ICD sehingga kodenya seringkali tidak sesuai. Selain itu, petugas pendaftaran juga tidak mengikuti aturan kodefikasi yaitu menentukan leadterm terlebih dahulu. Seringkali petugas pendaftaran dalam searching diagnosa menggunakan anotominya bukan patofisiologi. Sehingga dapat disimpulkan petugas pendaftaran dalam menentukan kode diagnosis tidak sesuai dengan prosedur klasifikasi dan kodefikasi penyakit.



98



Masalah lainnya dalam pembuatan SEP yang dialami oleh petugas pendaftaran adalah apabila pasin tidak melengkapi berkas sampai 3 hari padahal pembuatan SEP dibatasi sampai 3 hari. Jika pasien belum melengkapi persyaratan administrasi lebih dari 3 hari maka SEP tidak dapat diterbitkan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapakan oleh petugas pendaftaran yakni sebagai berikut. “Biasanya kalau persyaratan administrasi pasien belum lengkap dan itu melebihi dari 3 hari, biasanya kami manipulasi dek, manipulasinya di tanggal masuk pasien” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Kutipan tersebut menyatakan bahwa apabila pasien melengkapi berkas klaim lebih dari 3 hari maka dalam penentuan tanggal masuk dimanipulasi agar dapat diklaim oleh BPJS Kesehatan. Permasalahan dalam pembuatan SEP tersebut disebabkan oleh lama kerja petugas pendaftaran. Petugas pendaftaran di bagian rawat inap yang mengurus dalam pembuatan SEP mengatakan bahwa petugas masih baru bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sehingga pada awal bekerja masih dibantu oleh petugas yang senior namun sekitar bekerja dapat 2-3 minggu, petugas pendaftaran dibiarkan mengerjakan sendiri dalam pembuatan SEP. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh petugas pendaftaran sebagai berikut. “Saya masih baru bekerja disini dek. Saya kerja disini sekitar bulan Juli 2018 berarti jika dihitung sudah dapat 3 bulan. Jadi awal kerja disini langsung dipasrahi di bagian pendaftaran dan awalnya deg-degan, dibantu sama mbakmbak yang senior, kalau salah-salah dikit nanti ya tanya dan dimaklumi kok sama mbak senior” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Kutipan



tersebut



menjelaskan



bahwa



apabila



petugas



pendaftaran



melakukan kesalahan dalam pembuatan SEP akan dibantu oleh petugas yang lebih senior. Kesalahan dalam pembuatan SEP disebabkan belum adanya pelatihan terkait cara pegisian maupun pengecekan persyaratan administrasi klaim dari pihak eksternal. Petugas pendaftaran hanya menerima informasi dari petugas senior dan petugas senior mendapatkan informasi tersebut dari undangan yang diberikan oleh pihak BPJS Kesehatan serta searching di google. Pihak BPJS Kesehatan pernah memberikan undangan kepada pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo untuk menghadiri sosialisasi terkait persyaratan administrasi pasien



99



asuransi namun petugas pendaftaran tidak menghadirinya dikarenakan lokasi Kantor Cabang BPJS Kesehatan berada di Banyuwangi karena Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo mendapatkan verifikator internal di Banyuwangi. Djuhaeni (2012) dalam aktivitas manajemen SDM juga menjelaskan bahwa diperlukan adanya upaya pengembangan SDM melalui pelatihan untuk meningkatkan kinerja SDM tersebut. Ketidaklengkapan



persyaratan



administrasi



pasien



asuransi



tidak



dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan petugas pendaftaran. Dua petugas pendaftaran rawat inap yang membuat atau menerbitkan SEP di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo lulusan D4 Rekam Medis. Petugas menjelaskan bahwa materi tentang cara pembuatan SEP di bangku kuliah tidak diajarkan jadi memang materi klaim khususnya v-claim baru diterima oleh petugas pendaftaran saat bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan petugas pendaftaran terkait pendaftaran terkait regulasi kelengkapan berkas klaim di TPPRI, berkas klaim yang harus dilengkapi di TPPRI bagi pasien JKN, pengisian dan pembuatan SEP (SEP semua kasus, SEP kasus kecelakaan, SEP rujukan), batas waktu pembuatan SEP, dan tindakan yang dilakukan apabila salah dalam pembuatan SEP setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang sudah baik. Meskipun dalam penentuan tanggal masuk seringkali di manipulasi agar dapat diklaim ke BPJS Kesehatan dan penentuan kode yang tidak sesuai dengan kaidah koding yaitu mengandalkan google. 2)



Verifikator Internal Pengetahuan merupakan kumpulan informasi yang di dapat dari pengalaman



yang menjadikan seseorang itu tahu akan sesuatu (Indahyani, 2015). Pengalaman ini dapat berasal dari dunia pendidikan seseorang tersebut misalnya di bangku perkuliahan yang sebagian besar lebih menjurus ke bidang pekerjaannya. Penelitian ini berkaitan dengan pengetahuan verifikator internal tentang berkas klaim yang harus dilengkapi secara umum, pentingnya kelengkapan berkas klaim, SEP, tindakan apabila resume tidak lengkap, kelengkapan berkas kasus bedah, berkas penunjang untuk kasus Typhoid, rangkap kwitansi, cara mengecek



100



kelengkapan, alat mengecek kelengkapan berkas klaim, bukti pelayanan yang harus dilengkapi setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang. Cara mengecek kelengkapan berkas klaim harus sesuai dengan prosedur pengajuan klaim BPJS Kesehatan karena BPJS Kesehatan memiliki panduan dan aturan yang harus diikuti oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim dan Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan melalui wawancara, verifikator internal menyatakan bahwa masih belum memahami sepenuhnya tentang regulasi dan pedoman panduan penyelenggaraan klaim BPJS Kesehatan seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim dan Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Petugas hanya mendapatkan informasi dari teman-temannya yang lebih paham tentang klaim BPJS Kesehatan. hal tersebut sesuai dengan pernyataan petugas pendaftaran yang menyatakan bahwa: “Kalau peraturan kelengkapan kita jarang baca malah nggak baca sama sekali palingan ya pas kuliah dulu aja, itu pun lupa dek, kan uda lama. Biasanya kita tahu tentang kelengkapan berkas klaim itu dari grup whatsapp BPJS Kesehatan, kadang juga dikasih undangan bila ada pergantian syarat atau sistem” (Verifikator internal 1, 2018) Namun meskipun verifikator internal jarang membaca peraturan terkait kelengkapan berkas klaim, petugas paham mengenai hal-hal apa saja yang harus dilengkapi. Terbukti pada hasil wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut. “Biasanya kalau persyaratan klaim untuk pasien rawat inap itu SEP, resume, clinical pathway, surat pengantar rawat inap, register IGD bila pasien masuk melalui IGD, surat keterangan kelahiran (bila kasus persalinan), pemeriksaan penunjang, laporan operasi (bila ada)” (Verifikator internal 1, 2018) Hasil wawancara menjelaskan bahwa persyaratan klaim diantaranya SEP, resume, clinical pathway, surat pengantar rawat inap, register IGD bila pasien masuk melalui IGD, surat keterangan kelahiran (bila kasus persalinan),



101



pemeriksaan penunjang, laporan operasi (bila ada). Jika tetap terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan setalah dilakukan verifikasi di rumah sakit, hal tersebut disebabkan kurangnya ketelitian verifikator. Kurangnya ketelitian karena menumpuknya berkas yang harus di cek dan tenggang waktu pengumpulan berkas klaim hampir habis yakni setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Hal tersebut disampaikan oleh verifikator internal sebagai berikut. “Kadang kalau berkas lagi nggak masuk di sini (ruang casemix) ya kita ngerjakan yang lainnya dek tapi kalau semua berkas uda masuk, kita mulai ngerjakan, kalau nggak teliti ya wajar dek, pekerjaan kita banyak, apalagi sekarang prosedur BPJS tambah rumit. Tambah banyak permintaannya” (Verifikator internal 1, 2018) “Memang kadang kita nggak teliti dek apalagi kalau sudah capek” (Verifikator internal 2, 2018) Kutipan wawacara tersebut menjelaskan bahwa ketidaktelitian verifikator dalam mengecek kelengkapan berkas klaim yaitu karena banyak berkas yang harus dicek kelengkapannya dan prosedur klaim lebih rumit dari sebelumnya. Ketidaktelitian disebabkan verifikator terlalu capek dengan tumpukan pekerjaan. Terkait pemahaman verifikator internal mengenai batas waktu penyerahan berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan, semua verifikator tahu batas terakhir pengumpulan berkas klaim. “Setiap tanggal 15 bulan berikutnya tapi ditoleransi tanggal 20” (Verifikator internal 1, 2018) “Dulu itu setiap tanggal 10 bulan berikutnya, sekarang ganti tanggal 15” (Verifikator internal 2, 2018) Hasil kutipan tersebut menyatakan bahwa petugas paham bahwa batas pengiriman ke BPJS Kesehatan setiap tanggal 15 bulan berikutnya namun BPJS Kesehatan memberikan batas toleransi sampai tanggal 20 bulan berikutnya. Sehingga untuk masalah pengiriman berkas klaim ke BPJS Kesehatan tidak mengalami masalah. Apabila terjadi ketidaklengkapan secara kuantitatif maupun kualitatif, hal tersebut disebabkan petugas tidak pernah dilakukan sosialisasi



102



maupun pelatihan langsung dengan BPJS Kesehatan, hanya diberikan undangan apabila ada peraturan terbaru, dan apabila ada yang tidak diketahui, biasanya diungkapkan pada grup whatsapp. Sehingga dapat disimpulkan pengetahuan verifikator internal terkait kelengkapan berkas klaim sudah cukup baik sebab verifikator internal telah mengetahui berkas klaim yang harus dilengkapi secara umum, pentingnya kelengkapan berkas klaim, SEP, tindakan apabila resume tidak lengkap, kelengkapan berkas kasus bedah, rangkap kwitansi, dan cara mengecek kelengkapan. Namun verifikator internal kurang paham tentang alat mengecek kelengkapan berkas klaim, bukti pelayanan yang harus dilengkapi, dan pemeriksaan penunjang untuk kasus Typhoid. Apabila terjadi ketidaklengkapan berkas klaim, hal tersebut disebabkan oleh ketidaktelitian petugas dalam mengecek kelangkapan karena banyaknya berkas yang harus dicek. Selanjutnya disebabkan belum adanya dilakukan sosialisasi maupun pelatihan langsung dengan BPJS Kesehatan, hanya diberikan undangan apabila ada peraturan terbaru, dan apabila ada yang tidak diketahui, biasanya diungkapkan pada grup whatsapp. Selain itu, pengetahuan verifikator dalam kategori cukup karena verifikator internal belum paham tentang clinical pathway. b.



Kedisiplinan Proses pengecekan kelengkapan berkas klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat



Situbondo tidak mengunakan check list sehingga verifikator internal melakukan pengecekan berkas klaim secara langsung tanpa di list. Oleh sebab itu seringkali terjadi



kelewatan/ketidaktepatan



dalam



pengecekan



berkas



klaim



baik



kelengkapan isi maupun kelengkapan berkas klaim yang meliputi SEP, resume, surat pengantar rawat inap, surat keterngan kelahiran (bila ada), laporan pemeriksaan penunjang, laporan operasi (bila ada), dan lain-lain. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh verifikator internal sebagai berikut. “Disini nggak ada checlist buat klaim, ya kita langsung aja ngeceknya” (Verifikator internal 1, 2018) “Iya emang kita kayak gitu dek biar cepat, kita nggak usah checklist-checklistan” (Verifikator internal 2, 2018)



103



Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa di Rumah Sakit Mitra Sehat, verifikator internal tidak menggunakan checklist kelengkapan berkas klaim. Checklist merupakan alat bantu untuk mengetahui berkas yang sudah lengkap atau berkas belum lengkap dilihat dari kelengkapan jumlah berkas maupun pengisian berkas. Tidak berjalannya checklist juga terjadi di RSUD Dr. Soekarjo Tasikmalaya yang menyebutkan bahwa tidak berjalannya checklist akan menyulitkan petugas padahal checklist berfungsi untuk memudahkan dalam menganalisis kelengkapan berkas klaim rawat inap (Nurdiah dan Iman, 2016). Tidak dibuatnya lembar checklist di Rumah Sakit Mitra Sehat disebabkan petugas merasa akan memperlambat pekerjaan karena harus mencentang ke kertas kembali dan verifikator internal dikejar waktu untuk penyerahan berkas klaim ke kantor cabang



BPJS



Kesehatan



Banyuwangi.



Sehingga



besar



kemungkinan



pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan karena tidak adanya lembar checklist sebab lembar checklist akan membantu mempermudah pengecekan kelengkapan berkas klaim. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh verifikator internal sebagai berikut. “Sebenarnya memang lebih enak kalau ada checklist se dek tapi ya gitu takut lama juga, kan kita juga dikejar target buat ngirim berkas ke BPJS” (Verifikator internal 1, 2018) Verifikator internal mengakui bahwa memang penting checklist guna membantu pekerjaan petugas dan agar lebih sistematis sebab sistem verifikasi klaim saat ini berbeda. Verifikasi klaim yang saat ini diterapkan di Rumah Sakit Mitra Sehat menggunakan scan dan manual. Berkas yang di scan diantaranya adalah surat keterangan rawat inap, surat keterangan kelahiran (bila ada), laporan operasi (bila ada), laporan pemeriksaan penunjang, dan sebagainya sedangkan yang dikirim hardcopy langsung ke kantor cabang BPJS Kesehatan adalah SEP dan resume medis pasien. Sehingga checklist mempengaruhi terjadinya ketidaklengkapan berkas klaim dan mengyebabkan terjadinya pengembalian berkas klaim. Oleh sebab itu, diperlukan checklist agar ketidaklengkapan jumlah berkas klaim maupun ketidaklengkapan pengisian berkas klaim dapat dicegah.



104



c.



Pengalaman Kerja Pengalaman kerja merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh



karyawan dalam menjalankan tugas-tugas



yang dibebankan kepadanya.



Pengalaman kerja menunjukkan berapa lama agar karyawan bekerja dengan baik. Pengalaman kerja juga meliputi banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang pernah diduduki oleh seseorang atau lamanya seseorang bekerja atau lama jabatan pada masing-masing pekerjaan tersebut (Hasibuan, 2000). Pengalaman kerja dalam penelitian ini yaitu kemampuan atau keterampilan petugas pendaftaran dalam melayani kelengkapan berkas klaim dan membuat SEP serta verifikator internal dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim rawat inap dan membedakan antara berkas klaim rawat inap yang lengkap dan tidak lengkap. Masing-masing petugas memiliki pengalaman kerja yang berbeda-beda dilihat dari lamanya petugas bekerja dan jenis pekerjaan yang dikerjakan. 1)



Petugas Pendaftaran Pengalaman kerja berhubungan erat dengan keterampilan atau kemampuan



seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kemampuan kerja merupakan kapasitas individu dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya (Sirnamora, 2006). Kemampuan bekerja masing-masing individu pasti berbeda, ada yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dan ada juga yang biasa saja. Pengalaman bekerja mutlak diperlukan agar petugas dapat menyelesaikan tugasnya secara cepat dan tepat sesuai dengan metode atau standar kerja yang telah ditetapkan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Keterampilan atau kemampaun dalam bekerja menjadi dasar petugas pendaftaran klaim pasien rawat inap dalam menyelesaikan pekerjaannya secara cepat dan tepat. Meskipun masih terjadi kebingungan penginputan apabila pasien belum melengkapi berkas lebih dari 3 hari, secara umum penginputan dan penerbitan SEP dilakukan secara cepat. Kebingungan petugas pendaftaran dalam menentukan tanggal SEP tersebut membuat petugas melakukan manipulasi tanggal masuk pasien agar berkas dapat di klaim sebab batas pembuatan SEP pasien rawat inap adalah 3 hari. Hasil wawancara dengan petugas pendaftaran menyatakan bahwa:



105



“Kita pembuatan SEP nggak lama kok dek paling sekitar 2 menit kecuali kalau reloadnya lama bisa lebih dari 10-15 menit. Terus juga kalau kita bingung menentukan tanggal masuk juga lama, cari kode diagnosis juga lama” (Petugas pendafatarn 1, 2018) Hasil observasi dengan menggunakan stopwatch menunjukkan bahwa petugas dalam pembuatan SEP mumbutuhkan waktu 2 menit apabila tidak terjadi gangguan yang tidak diinginkan seperti error. Apabila terjadi error maka waktu yang dibutuhkan untuk membuat SEP bisa melebihi 10-15 menit per pasien. Penyebab kebingungan petugas dalam menentukan tanggal SEP adalah menunggu pasien rawat inap dalam melengkapi berkas klaim rawat inap. Apabila pasien benar-benar lama dalam melengkapi berkas klaim maka pasien harus mau menjadi pasien umum. Penyebab lainnya jika penginputan lama yaitu penentukan kode sebab kadang diagnosa yang dituliskan oleh dokter, kemudian dicari kodenya di ICD-10 ternyata kodenya berbeda dengan di aplikasi v-claim. Selain itu, penyebab lainnya yaitu proses reload yang lama. Proses reload yang lama disebabkan ketika petugas tidak langsung mengerjakan SEP atau ketika jaringannya buruk. Kurang telitinya petugas pendaftaran biasanya ada pada tanggal lahir sebab tanggal lahir berupa angka dan angka membutuhkan waktu untuk mengetik. Ketidaktelitian juga dipengaruhi karena banyaknya pasien yang mendaftar sebab petugas pendaftaran bukan hanya membuat SEP rawat inap tapi juga membuat rawat jalan. Seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian (Purnamasari, 2005). Salah satu indikator pengalaman kerja adalah masa kerja dan keterampilan yang dimiliki. Adapun data masa kerja petugas pendaftaran adalah sebagai berikut. Tabel 4.5 Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019 No. 1. 2.



Jabatan



Masa Kerja



Petugas pendaftaran 1 Petugas pendaftaran 2



6 bulan 6 bulan



Sumber: Bagian Kepegawaian RS Mitra Sehat Situbondo, 2019.



106



Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa masa kerja kedua petugas pendaftaran adalah 6 bulan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 2 petugas memiliki masa kerja kurang dari 3 tahun dan petugas pendaftaran masih belum terbiasa mengetik 10 jari. Sehingga besar kemungkinan pengalaman kerja yang kurang menyebabkan ketidaklengkapan berkas klaim khususnya dalam penerbitan SEP. 2)



Verifikator Internal Pengalaman kerja adalah sejauh mana tenaga dapat mencapai hasil yang



memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan, dan keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Sehingga pengalaman merupakan atribut penting dimana seseorang memiliki keahlian melaksanakan tugasnya melebihi selektif terhadap informasi mengingat agar tidak terjadi kesalahan lebih besar dalam mengerjakan tugasnya. Keahlian kerja menjadi dasar verifikator internal dalam menyelesaikan pekerjaannya secara cepat dan tepat. Meskipun masih terjadi ketidaktelitian verifikator internal dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim, secara umum proses pengecekan kelengkapan berkas klaim sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara sebagai berikut. “Kita kan cuma bertiga terus berkas yang harus kita cek banyak soalnya nggak hanya rawat inap aja tapi juga rawat jalan. Yah… wajar juga kita nggak fokus apalagi kalau mepet mau di kirim ke BPJS” (Verifikator internal 1, 2018) Hasil



wawancara



tersebut



menunjukkan



bahwa



ketidaklengkapan/



ketidaksesuaian disebabkan verifikator internal tidak fokus dalam pengecekan berkas klaim. Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim rata-rata disebabkan oleh ketidaksesuaian antara pemeriksaan penunjang dan diagnosa yang diberikan oleh dokter yang bertanggungawab (DPJP). Apabila ada kasus yang seperti itu maka verifikator internal akan menuliskan ke lembar khusus yang diberikan oleh BPJS Kesehatan sebagai klarifikasi diagnosa atau mengklarifikasi kepada dokter apabila ada ketidaksesuaian antara pemeriksaan penunjang dan diagnosa. Ketidaksesuaian antara pemeriksaan penunjang dan diagnosa juga disebabkan ketidaktahuan



107



verifikator tentang patofisiologi manusia. Indikator pengalaman kerja adalah kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan dan keterampilan yang merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan (Handoko, 2009). Salah satu indikator pengalaman kerja adalah masa kerja dan keterampilan yang dimiliki. Adapun data masa kerja petugas pendaftaran adalah sebagai berikut. Tabel 4.6 Tabel Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019 No. 1. 2. 3.



Jabatan



Masa Kerja



Verifikator internal 1 Verifikator internal 2 Verifikator internal 3



1 tahun 7 bulan 1 tahun 7 bulan 1 tahun



Sumber: Bagian Kepegawaian RS Mitra Sehat Situbondo, 2019.



Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa masa kerja verifikator internal 1 dan 2 adalah 1 tahun 7 bulan sedangkan verifikator internal 3 adalah 1 tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 3 verfifikator internal memiliki masa kerja kurang dari 3 tahun. Sehingga besar kemungkinan pengalaman kerja yang kurang menyebabkan ketidaklengkapan berkas klaim khususnya dalam penerbitan SEP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja verifikator internal masih kurang karena verifikator internal belum bisa mendeteksi kesalahan dan mencari penyebab muncul kesalahan tersebut sebelum dikirimkan ke kantor BPJS Kesehatan sehingga terjadi pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian pemeriksaan penunjang dengan diagnosa. d.



Ketersediaan SDM



1)



Petugas Pendaftaran Hasil wawancara kepada petugas pendaftaran, jumlah petusgas yang



mengerjakan SEP berjumlah 2 orang yaitu 1 untuk shift pagi dan 1 untuk shift sore. Dua orang tersebut semuanya lulusan perekam medis. Berikut ini adalah hasil wawancara kepada petugas pendaftaran yang menyatakan bahwa: “Jumlah petugas pendaftaran ada 2, semuanya lulusan perekam medis.” “…nggak kurang sih dek kalau buat SEP saja, kalau pasien rawat inap mah lebih dikit daripada rawat jalan. Kalau sekarang nggak kuwalahan soalnya kan sekarang BPJS memberlakukan sistem wilayah jadi pasien nggak terlalu banyak



108



dibandingkan dulu. Kita juga merangkap mengerjakan pelaporan sensus, sistemnya sama, sama-sama dibagi 2 pekerjaannya biar cepat.” (Petugas pendaftaran 1, 2018) “Nggak kuwalahan kok dek di sini tapi beda kayaknya sama pekerjaan mbakmbak di dalam itu, banyak banget kerjaannya” (Petugas pendaftaran 2, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa 2 (dua) petugas pendaftaran sudah mencukupi untuk menerbitkan SEP setiap harinya. Ketersediaan SDM dikatakan sudah memadai apabila beban kerja yang didapatkan petugas tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan namun seimbang (Nurdiah dan Iman, 2016). Sumber daya yang utama dalam implementasi suatu program adalah sumber daya manusia (Almasri, 2017), sehingga penting apabila sumber daya manusia terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk petugas pendaftaran jumlahnya terpenuhi meskipun petugas pendaftaran merangkap mengerjakan laporan sensus harian karena jumlah pasien rawat inap tidak terlalu banyak. Dengan kata lain, jumlah petugas pendaftaran tidak mempengaruhi terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim. 2)



Verifikator Internal



Berdasarkan hasil wawancara kepada verifikator internal, jumlah petugas yang mengerjakan kelengkapan berkas di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ada 3 (tiga) orang dan semuanya lulusan perekam medis. Berikut ini adalah hasil wawancara kepada verifikator internal yang menyatakan bahwa: “Jumlah verifikator internal disini ada 3 orang, semuanya lulusan rekam medis dek. Kita disini tuh kerjanya misahin berkas yang dibutuhkan untuk klaim, ngoding, input data di INA-CBGs, scan berkas, ngirim berkas juga ke kantor BPJS, pokok kita double-doble dek, ngerjakan pelaporan internal juga”. “…kurang dek” (Verifikator internal 1, 2018) “Haduh kurang dek apalagi kalau memasuki waktu tenggang pengiriman berkas klaim ke BPJS soalnya kan kita nggak hanya ngerjakan rawat inap saja tapi juga rawat jalan juga” (Verifikator internal 2, 2018) Petugas yang berjumlah 3 orang tersebut harus dapat menyelesaikan tugas mulai dari assembling, coding, input data ke aplikasi INA-CBGs, pelaporan, dan



109



distribusi berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Banyaknya tugas yang harus dikerjakan berbanding terbalik dengan jumlah petugas yang menangani kelengkapan berkas klaim sehingga verifikator internal merasa kurang jumlah sumber daya manusianya. Kurangnya petugas klaim di bagian casemix akan menambah beban kerja petugas klaim yang ada di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Sehingga sering juga terjadi keterlambatan pengiriman berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Menurut Gempur (2004), beban kerja berlebihan dipercaya sebagai salah satu sumber yang paling menyebabkan stres kerja. Setiap petugas diharuskan mengerjakan lebih dari satu pekerjaan agar dapat terselesaikan tepat waktu. Terkadang petugas harus kerja lembur untuk mengerjakan pekerjaannya sehingga hasilnya belum optimal. Manuaba (2000) menjelaskan bahwa dampak beban kerja yang berlebihan akan menimbulkan kelelahan fisik atau mental atau keduanya dan tampil dalam bentuk reaksi emosional.



Sehingga besar



kemungkinan penyebab ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan kurangnya SDM di RS Mitra Sehat Situbondo karena yang mengecek kelengkapan berkas klaim sejumlah 3 orang. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi suatu kebijakan salah satunya disebabkan oleh manusia yang tidak mencukupi ataupun tidak memadai sehingga menurunkan mutu dari suatu pelayanan (Nurdiah dan Iman, 2016). Sehingga jumlah verifikator internal mempengaruhi terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim. Kurangnya jumlah verifikator internal disebabkan oleh beban kerja verifikator internal tinggi sehingga verifikator internal merangkap-rangkap kerjanya. e.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Human terkait Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor human. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.



110



Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap



Belum memahami Juknis/aturan BPJS tentang kelengkapan berkas klaim



Tidak ada sosialisasi peraturan tentang kelengkapan berkas klaim



Belum memahami pemeriksaan penunjang yang harus diserakan, misalnya pemeriksaan laboratorium atau laporan-laporan



Kesalahan inputan pada SEP seperti TTL, nomor JKN, dan tanggal masuk



Tidak meminta kartu identitas pasien dan tidak memfotokopi kartu JKN maupun identitas pasien



Tidak adanya lembar checklist kelengkapan berkas klaim



Tidak dapat mengetik dengan cepat



Checklist dirasa akan memperlambat pekerjaan



Lama bekerja < 1 tahun



Dikejar waktu untuk menyerahkan berkas ke BPJS Kesehatan



Banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan



Gambar 4.2 Pohon Masalah dari Faktor Human Gambar 4.2 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap tersebut disebabkan oleh karyawan belum memahami juknis/aturan BPJS tentang kelengkapan berkas klaim, belum memahami pemeriksaan penunjang yang harus diserahkan, kurang ketelitian, tidak adanya lembar checklist, dan banyak karyawan yang masih baru. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor input dalam kinerja rumah sakit. Keterampilan dan pemahaman yang baik akan memberikan hasil kinerja yang baik juga bagi rumah sakit. Khususnya untuk pengelolaan klaim, jika SDM yang tersedia berpengalaman dan memahami klaim dengan baik maka kesalahan dalam verifikasi klaim dapat dihindari. Hasil penelitian di Rumah Sakit Dr. R. Ismoyo didapatkan bahwa jumlah petugas yang bertugas mengurusi klaim dari pihak rumah sakit ada 5 orang. SDM tersebut dianggap belum sesuai karena petugas rekam medis tersebut bukan lulusan perekam medis karena hanya terdapat satu orang lulusan D3 rekam medik. Perekam medis harus memiliki kualifikasi yaitu DIII Rekam Medis, DIV Rekam Medis/Sarjana Terapa Rekam Medis, Sarjana Rekam Medis, dan Magister Rekam



111



Medis. Hal ini Rumah Sakit DR. R. Ismoyo dalam penyelenggaraan Rekam Medis masih memiliki kekurangan petugas rekam medis. Sesuai dengan tujuan dari penelitian bahwa pengelolaan klaim dapat berjalan dengan lancar jika petugas yang berhubungan langsung dengan klaim memiliki pemahaman dan keterampilan yang baik sehingga klaim dapat diproses dengan baik. Jika petugas klaim tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik dapat menyebabkan kesulitan dalam proses klaim yang dapat mengakibatkan terganggunya arus kas rumah sakit (Lewiani, dkk., 2017). Kusumawati dan Prasetya (2016) juga menjelaskan bahwa ketidaklengkapan dokumen rekam medis disebabkan karena kurangnya sarana atau alat bantu seperti kartu kendali untuk menuliskan dokumen yang tidak lengkap, buku ekspedisi untuk serah terima dokumen dari bangsal ke assembling sehingga tidak adanya pengendalian dokumen rekam medis tidak lengkap, hal tersebut menyebabkan banyak ditemukan dokumen yang kurang lengkap dalam pengisiannya dan petugas juga mengerjakan fungsi selain assembling seperti fungsi koding yaitu memberi kode dan mengentri kode, menyebabkan tidak efisien dalam menjalankan tugas.



4.4.2 Faktor Penyebab dari Segi Organization Berdasarkan Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap a.



Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan salah satu komponen terpenting dalam



karyawan menyelesaikan pekerjaannya. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja ada dua macam yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non-fisik. Menurut Sedarmayanti (2001), lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung sedangkan lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja,



112



baik hubungan kerja dengan atasan maupun hubungan sesama rekam kerja ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkungan fisik. Hasil observasi yang telah dilakukan di ruang casemix Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo didapatkan bahwa sudah terdapat lampu, meja, kursi, rak untuk berkas, kasur untuk istirahat, dan keranjang berkas dalam menunjang proses klaim. Namun berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada verifiikator internal, ruangan yang ada terlalu sempit sehingga berkas berserakan dimanamana. Jumlah keranjang berkas juga kurang untuk menampung berkas yang berasal dari poli dan rak untuk berkas yang digunakan sebagai tempat berkas yang belum lengkap juga masih kurang karena ingin disesuaikan dengan jumlah poli atau ruangan. Adapun cuplikan hasil wawancara yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. “Seperti yang kamu lihat dek ruangan ini sangat sempit, ukurannya sekitar 5x3 meter aja. Lampu sudah terang benderang, ruangan ini cukup bersih sih meskipun raknya masih berdebu” “Raknya kurang banyak ini dek soalnya polinya banyak, bangsalnya juga banyak” (Verifikator internal 1, 2018) “Ruangannya sempit dek, buat gerak aja kadang susah apalagi kalau orangnya gemuk-gemuk yang masuk tapi nyaman kok” (Verifikator internal 2, 2018) Hasil pengukuran yang telah dilakukan terhadap ruangan casemix didapatkan luas ruangan sebesar 12,5 m2 dengan panjang ruang 5 meter dan lebar 2,5 meter. Berdasarkan hasil pengamatan, memang untuk ruang gerak petugas sangat terbatas karena sempitnya ruangannya sehingga perlu adanya perluasan ruang guna menunjang proses klaim dan dapat menghindari terjadinya kehilangan berkas klaim. Berbeda dengan lingkungan fisik yang ada di bagian pendaftaran, bagian pendaftaran merasa nyaman dengan ruangannya karena memang tidak sempit dan kebutuhan ATK juga terpenuhi meskipun penataan berkas kurang rapi. Hal ini dibuktikan pada hasil observasi bahwa berkas masih berserakan dimana-mana dan



113



rak untuk tempat buku register kurang. Hal ini diperjelas dengan kutipan wawancara yang dilakukan kepada petugas pendaftaran sebagai berikut. “Kita nyaman kok dek di sini meskipun di almarinya masih berdebu, berkasnya maaf ya masih berantakan” “…kurang raknya dek biar berkasnya nggak berantakan” (Petugas pendaftaran 1, 2018) “Sudah nyaman di sini kok dek, nggak terlalu sempit, nggak ada pengamannya buat bagian pendaftaran kayak kaca jadi kemungkinan terkena penyakit infeksi ya sudah mau bagaimana lagi sudah resiko” (Petugas pendaftaran 2, 2018) Hasil observasi juga tidak ditemukan petugas pendaftaran menggunakan masker sebagai pelindung dalam bekerja sehingga apabila terjadi penularan infeksi maka itu menjadi konsekuensi petugas pendaftaran. Menurut petugas pendaftaran, penggunaan masker ditakutkan akan membuat pasien merasa tidak dihargai dan membuat pasien merasa tidak nyaman untuk bertanya. Jika memang kondisi seperti itu, maka alangkah lebih baiknya untuk memberikan kaca pada tempat pendaftaran agar petugas pendaftaran dapat terhidar dari resiko penyakit menular oleh pasien atau di sebut juga penyakit akibat kerja. Besar kemungkinan ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan ruangan klaim sempit dan tidak ada sekat kaca ataupun petugas pendaftaran tidak memakai masker saat bekerja. Ruangan yang sempit berbanding terbalik dengan jumlah berkas klaim. Hal ini akan mengidikasi terjadinya berkas tercecer, tidak terklaimkan bahkan mungkin hilang (Nurdiah dan Iman, 2016). Namun dalam hal ini, ruangan yang sempit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim. b.



Tuntutan Antar Pribadi Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain



(Natassia dan Indria, 2017). Tekanan yang diciptakan maksudnya apakah dalam organisasi tersebut canggung, penuh dengan tekanan, santai, berbaur, atau menegangkan. Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada petugas pendaftaran menyatakan bahwa tidak ada ketegangan dalam bekerja sehingga merasa senang



114



dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan keterangan petugas pendaftaran sebagai berikut. “Saya bekerja disini baru dek, sekitar 2 bulan. Awalnya canggung ya dek, takut gitu tapi mbak-mbak disini baik sih jadi nggak terlalu takut gitu di hari berikutnya” “…sejauh ini menyenangkan, kita juga sering juga curhat-curhat pekerjaan kalau ada masalah” “belum ada konflik dan mudah-mudahan nggak ada ya” (Petugas pendaftaran 1) “Awalnya dia kelihatan banget takut gitu tapi kita ngasih pendekatan soalnya kalau canggung-canggungan juga nggak enak kan” (Verifikator internal 2) Sesama pegawai yang mengurus kelengkapan berkas klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat saling mendukung dan tidak terjadi ketegangan atau konflik. Dua petugas pendaftaran memang bisa dikatakan masih baru bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Awal bekerja saja yang canggung, malu untuk bertanya, takut salah bertindak namun setelah dijalankan beberapa hari kemudian mulai menyenangkan. Sebab jika terjadi konflik yang tidak kunjung berakhir akan menimbulkan stres yang cukup besar khususnya diantara karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi (Natassia dan Indria, 2017). Tidak terjadinya konflik yang berarti juga seperti yang dikatakan oleh verifikator interal Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebagai berikut. “Kita nggak rebutan kerjaan sih, ngapain di rebutin juga pekerjaan wong disini memang banyak pekerjaan” (Verifikator internal 1, 2018) “Iya dek alhamdulillah nggak ada konflik yang berarti” (Verifikator internal 2, 2018) “Nggak ada konflik sih dek dan mudah-mudahan nggak ada” “…kalau ada masalah pasti langsung diomongkan” (Verifikator internal 1, 2018) Sejauh ini antar karyawan yang menangani kelengkapan berkas klaim tidak ada konflik yang berarti, jika adapun langsung diselesaikan. Petugas menyatakan bahwa jika ada masalah langsung diselesaikan bukannya tidak saling bertegur



115



sapa hingga beberapa hari. Antar karyawan juga saling mempercayai dan saling memberikan dukungan sebab apabila rendahnya tingkat kepercayaan dan dukungan antar karyawan akan meningkatkan stres kerja. Sehingga tuntutan antar pribadi tidak mempengaruhi atau tidak menyebabkan terjadinya ketidaklengkapan berkas klaim secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga menyebabkan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. c.



Gambaran



Pohon



Masalah



dari



Faktor



Organization



terkait



Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor organization. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap



Berkas klaim terselip bahkan hilang



Berkas berantakan



Tidak ada rak/kardus untuk menampung berkas klaim dari poli/bangsal Ruangan sempit



Gambar 4.3 Pohon Masalah Faktor Organization



Gambar 4.3 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS



Kesehatan



disebabkan



oleh



ketidaklengkapan



berkas



klaim.



116



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan oleh berkas klaim ada yang terselip bahkan sampai hilang. Berkas yang terselip bahkan hilang tersebut disebabkan oleh berkas yang berantakan dan karyawan tidak ada ruang gerak untuk mengecek berkas. Apabila berkas terselip menyebabkan berkas tidak lengkap dan akhirnya dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdiah dan Iman (2016) yang menyatakan bahwa ruangan kerja untuk proses pengklaiman sempit atau tidak luas apabila di bandingkan dengan berkas. hasil observasi dalam satu ruangan pengelolaan klaim terdapat 12 orang dengan tata ruang yang ruang yang kurang baik dimana banyak berkas klaim yang disimpan di bagian atas beberapa petugas yang penyangganya hampir roboh. Sehingga diperlukan suatu pengamanan arsip dan dokumen agar berkas tidak tercecer dan bahkan mungkin hilang.



4.4.3



Faktor



Penyebab



dari



Segi



Technology



Berdasarkan



Penyebab



Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap a.



Jumlah Komputer Salah satu sarana yang mendukung terlaksananya kegiatan kerja adalah



adanya ketersediaan alat-alat perlengkapan yang disesuaikan dengan kebutuhan serta memenuhi persyaratan estetika agar memudahkan pengamanan arsip dan dokumen (Menteri Dalam Negeri, 2006). Salah satu peralatan yang harus ada adalah komputer. Komputer merupakan suatu sistem yang terdiri atas peralatan atau komponen perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang bekerja secara otomatis. Jadi, komputer bukan hanya sekedar mesin hitung atau penyimpan data namun komputer juga merupakan mesin yang memiliki kemampuan membantu manusia dalam mengerjakan tugas yang semakin banyak dan kompleks. Komputer merupakan perangkat yang sangat penting dalam proses klaim karena sistem klaim yang saat ini diterapkan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah v-klaim yang mana 30% manual dan 70% IT sehingga komputer sangat diperlukan oleh petugas klaim di rumah sakit. Jumlah komputer pada bagian pendaftaran ada 1 (satu) untuk membuat SEP. Jumlah komputer yang



117



hanya 1 menurut petugas pendaftaran tidak menghambat pekerjaan. Berikut merupakan kutipan hasil wawancara sebagai berikut. “Cukup kok dek soalnya pasiennya nggak banyak” “…mungkin gara-gara pasiennya cuma sedikit jadi hanya menyediakan 1 komputer” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa 1 komputer cukup untuk melakukan proses pendaftaran yang meliputi identifikasi pasien dan pembuatan SEP. Satu komputer tersebut digunakan untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Jarang sekali terjadi antrian penggunaan komputer akibat banyaknya pasien sebab rata-rata pasien rawat jalan maupun rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sekitar 100-200 pasien per bulan. Hal ini juga didukung oleh hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa ada 1 komputer untuk pembuatan SEP baik pasien rawat jalan maupun rawat inap. Menurut Kurniawan, dkk. (2017), machine berupa komputer adalah peralatan yang dipergunakan oleh iarang yang ada dalam suatu organisasi sehingga dapat memperlancar atau memudakan dalam pencapaian tujuan organisasi. Penggunaan komputer akan menghasilkan dan membawa kemudahan dalam melaksanakan pekerjaan. Anggaran untuk penyediaan fasilitas seperti komputer, printer, ATK cukup tinggi sehingga apabila dibutuhkan penambahan komputer atau peralatan yang mendukung proses klaim bisa dilakukan. Penyusunan anggaran setiap tahunnya pasti akan dilakukan pada rapat besar dan kebutuhan sarana prasarana di setiap unit setiap tahunnya pasti juga akan di bahas pada rapat tersebut. Perhitungan kebutuhan jumlah komputer didasarkan pada banyaknya pasien yang berobat. Sehingga 1 komputer tidak menghambat pekerjaan petugas dalam proses pembuatan SEP. Satu komputer dianggap cukup untuk melayani pasien di bagian pendaftaran sehingga tidak mempengaruhi proses klaim. Jika terjadi antrian pasien biasanya menggunakan komputer petugas laporan yang terdapat di bagian pendaftaran juga namun hal itu sangat jarang terjadi. Sehingga komputer tidak menyebabkan terjadinya ketidaklengkapan berkas klaim yaitu kelengkapan SEP. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurdiah dan Iman (2016) yang menyatakan



118



bahwa komputer tidak menyebabkan unclaimed berkas apabila jumlah komputer sudah memadai. b.



Jumlah Printer Printer merupakan komponen output yang digolongkan sebagai hardcopy



device yaitu digunakan untuk mencetak keluaran dari proses yang dilakukan komputer, baik tulisan, gambar, maupun grafik secara langsung yang umumnya menggunakan media kertas (Yudhanto, 2010). Jumlah printer di bagian pendaftaran untuk menangani pembuatan SEP ada 1 printer. Satu printer tersebut dianggap cukup untuk proses penerbitan SEP baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Satu printer dalam 1 bulan dapat mencetak SEP sekitar 150-200 lembar dan kebutuhan printer didasarkan pada perhitungan jumlah pasien yang berobat. Printer ini harus ada di bagian pendaftaran sebab SEP sangat penting untuk proses klaim. Berikut hasil wawancara kepada petugas pendaftaran dan kepada ruangan adalah: “Cukup sih” “…pasiennya kan nggak banyak jadi 1 printer cukup” (Petugas pendaftaran 1, 2018) “Penyediaan printer berdasarkan jumlah pasien” “…printer buat SEP itu mahal harganya jadi harus pinter mengelola keuangan biar yang penting didahulukan” (Kepala keuangan, 2018) Penyediaan komputer dilakukan oleh kepala keuangan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo berdasarkan jumlah kunjungan pasien setiap tahunnya dan kekuatan penggunaan printer. Jenis printer yang digunakan adalah printer canon dengan harga Rp. 3.000.000/printer. Pemilihan printer juga harus sesuai dengan standar penerbitan SEP agar SEP yang dihasilkan sesuai dengan keinginan BPJS Kesehatan. Hasil wawancara juga menjelaskan bahwa tidak terjadi antrian penggunaan printer sehingga tidak mengganggu proses pelayanan di bagian pendaftaran. Nurdiah dan Iman (2016) menyatakan bahwa apabila ketersediaan printer kurang bukanlah salah satu penyebab unclaimed berkas sehingga jumlah 1 printer



di



Rumah



Sakit



Mitra



Sehat



Situbondo



tidak



menyebabkan



ketidaklengkapan berkas klaim yang mengakibatkan pengembalian berkas klaim



119



rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Sehingga besar kemungkinan jumlah printer tidak mempengaruhi ketidaklengapan berkas klaim hingga menyebabkan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. c.



Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya Error merupakan suatu ketidaksabilan sistem sehingga mengganggu proses



pelayanan di rumah sakit. Error yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah error teknologi seperti terjadinya error pada komputer dan printer. Terjadinya error komputer di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo disebabkan oleh penggunaan komputer secara bersamaan sehingga proses loading lama dan menyebabkan not responding. Hal ini terjadi pada saat penginputan data sosial maupun data medis pasien pada SEP. Berikut merupakan hasil wawancara kepada petugas pendaftaran sebagai berikut. “Kalau input datanya lama pasti nggak respon jadi langsung aja close” “…errornya paling lama 1 jam tapi paling sering biasanya 5-10 menit sih” (Petugas pendaftaran 1, 2018)



Berdasarkan penjelasan tersebut artinya terjadinya error dalam penginputan data untuk penerbitan SEP disebabkan proses input data yang lama oleh petugas pendaftaran. Biasanya petugas pendaftaran dalam mengatasi error pengisian data untuk penerbitan SEP adalah dengan menutup (close) aplikasi untuk membuat SEP atau menunggu sampai tidak terjadi error. Jika error lebih dari 8 jam maka akan dipanggilkan petugas IT yang mengurus sistem di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Jadi petugas IT tidak ada di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo namun dipanggil apabila terjadi error, petugas IT di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sama dengan RSUD Abdorahem Situbondo. Error juga terjadi pada printer yang digunakan oleh petugas pendaftaran. Error-nya printer biasanya berupa hilangnya tulisan atau warna, tiba-tiba kertas macet, dan tiba-tiba printer mati. Printer yang error disebabkan oleh salah peletakan kertas pada printer, catrite rusak sehingga warna jelek, printer tidak dipanaskan terlebih dahulu, dan penggunaan printer melebihi kapasitas. Kapasitas penggunaan printer seharusnya tidak lebih dari 1000 lembar per hari. Jika terjadi



120



error pada printer biasanya dipanggilkan petugas yang mengurus printer karena petugas pendaftaran tidak mengerti cara memperbaiki error pada printer. Berikut adalah kutipan wawancara kepada petugas pendaftaran adalah: “Saya nggak bisa perbaiki error, kalau error ya manggil orang biar cepet” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Cuplikan wawancara tersebut menjelaskan bahwa petugas pendaftaran tidak dapat memperbaiki error disebabkan memang bukan keahliannya. Jadi, jika terjadi error pada printer, yang dilakukan oleh petugas pendaftaran adalah memanggil praktisi printer agar cepat diperbaiki. Proses pemiliharaan printer juga tidak dilakukan secara periodik jadi pemeliharaan hanya dilakukan jika terjadi masalah saja. Sehingga terjadinya error memang mempengaruhi proses klaim namun tidak menyebabkan terjadinya pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap di RS Mitra Sehat Situbondo. d.



Scanner Scanner (alat pembaca optis) adalah alat yang membaca data dengan



menyinari sinar terang di atas data dan kemudian menangkap teks, citra, atau gambar yang terpantul pada suatu matriks sel-sel foto elektronik (Suyanto, 2005). Fungsi scanner mirip dengan mesin fotokopi. Mesin fotokopi hasilnya dapat langsung dilihat pada kertas sedangkan scanner hasilnya ditampilkan pada layar monitor komputer dahulu kemudian baru dapat dirubah dan dimodifikasi sehingga tampilan dan hasilnya menjadi bagus yang kemudian dapat disimpan sebagai file text, dokumen, dan gambar (Widjaja, 2016). Berhubung saat ini sistem klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo 70% IT dan juga merupakan rumah sakit percobaan menuju e-claim, maka scanner sangat diperlukan. Jumlah scanner di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebanyak 1 buah. Hal ini senada dengan ungkapan verifikator internal sebagai berikut. “Ada 1 scanner dan itu kurang” (Petugas entri data, 2018) “…ya proses klaim jadi lama” (Verifikator internal 1, 2018)



121



Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa 1 scanner kurang untuk melakukan proses klaim sehingga proses klaim menjadi terhambat. Dibutuhkan minimal 2 scanner untuk mendukung proses klaim sebab berkas yang diklaim bukan hanya berkas rawat inap namun juga berkas rawat jalan. Awalnya dibelikan 1 scanner karena terdapat memang ada scanner yang jadi satu dengan printer. Namun scanner yang jadi satu dengan printer dianggap tidak efektif karena proses klaim lebih lama jika dibandingkan dengan dengan menggunakan portable scanner. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika jumlah scanner kurang akan menghambat proses klaim karena akan menyebabkan keterlambatan penyerahan berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan dan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan sebab apabila jumlah printer kurang menyebabkan berkas klaim kadang tidak ter-scan mengingat banyaknya berkas yang di scan. e.



Aplikasi yang Mendukung Aplikasi yang digunakan untuk penerbitan SEP adalah aplikasi v-klaim. V-



klaim merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan berbasis web yang terhubung online secara nasional. Aplikasi ini salah satunya berfungsi untuk melakukan proses input data peserta JKN-KIS yang akan mendapatkan pelayanan di rumah sakit dan berfungsi sebagai aplikasi untuk mengirimkan softfile tagihan pelayanan dari rumah sakit kepada BPJS Kesehatan. Aplikasi yang digunakan di bagian pendaftaran hanya v-klaim saja, untuk aplikasi yang digunakan untuk penentuan kode diagnosis pada pembuatan SEP juga dilakukan di aplikasi vklaim. Namun jika petugas merasa bingung kode pada aplikasi v-klaim maka petugas akan menggunaka buku ICD-10. Adapun hasil wawancara kepada petugas pendaftaran adalah sebagai berikut. “hanya ada aplikasi v-klaim aja” “…karena yang dibutuhkan memang hanya v-klaim” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Memang hasil wawancara yang telah dilakukan kepada petugas pendaftaran menyatakan bahwa hanya membutuhkan aplikasi v-klaim namun sebenarnya juga membutuhkan aplikasi ICD-10 maupun ICD-9-CM sebagai penunjang sehingga proses pelayanan jauh lebih cepat daripada menggunakan buku manual. Jika



122



terdapat aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM maka petugas cukup search leadterm saja sehingga kode cepat ditemukan. Sehingga aplikasi yang mendukung untuk proses klai seperti v-klaim, e-klaim, ICD-10, dan ICD-9-CM tidak menyebabkan terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab aplikasi tersebut sudah tersedia di RS Mitra Sehat Situbondo. f.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Technology terkait Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor technology. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap



Aplikasi e-klaim sering error



Ada berkas yang belum di scan dan salah letak berkas klaim pada folder lainnya



Lama dalam peninputan data



Ketidaktelitian petugas casemix



Tidak dapat mengetik secara cepat



Banyaknya Pekerjaan yang harus dikerjakan



Gambar 4.4 Pohon Masalah Faktor Technology



Gambar 4.4 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap tersebut disebabkan oleh proses reload/grouping yang lama dan belum ada berkas klaim yang belum di scan. Proses reload/grouping yang lama disebabkan oleh lamanya penginputan data. Lamanya penginputan data disebabkan oleh tidak terbiasanya karyawan mengetik secara cepat. Berkas yang belum di scan disebabkan oleh kurangnya jumlah



123



scanner sedangkan berkas yang harus di scan banyak. Sehingga jumah scan berbanding terbalik dengan jumlah berkas klaim yang akan di scan. Hal ini juga terjadi di Rumah Sakit Umum William Booth Semarang yang memiliki sarana dan prasarana untuk pelaksanaan sistem vedika yang lengkap dan layak digunakan. Sarana dan prasarana tersebut terdiri dari komputer, printer, internet, aplikasi, alat fotocopy, mobil untuk pengantar berkas yang sudah sesuai dengan Surat Edaran Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang vedika. Namun pada awal pelaksanaan sistem vedika, terkendala pada aplikasi vedika yang terkadang mengalami gangguan dari pusat. Sehingga dapat mengganggu pelaksanaan sistem vedika, seperti keterlambatan



pengajuan



klaim.



Pelaksanaan



e-claim,



bagian



casemix



merencanakan untuk melakukan pengajuan penambahan alat scan supaya mempercepat pekerjaan (Alvianitasari, dkk., 2018).



4.5 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap Berdasarkan Faktor Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling 4.5.1 Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap dari Segi Planning a.



Proses Planning Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dalam melakukan planning



(perencanaan) dengan kategori cukup. Terkait perencanaan dimana harus terdapat SOP yang disusun atau terseedia dari sejak awal kegiatan sebagai acuan dan dasar kegiatan petugas di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, namun di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo masih belum terdapat SOP terkait pengklaiman. Berdasarkan hasil wawancara penyusunan SOP terkait pengklaiman tidak dilakukan sebab kesibukan petugas klaim dan sering bergantinya bertugas klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Selain itu, tidak dibuatnya SOP terkait kelengkapan berkas klaim juga disebabkan oleh perubahan alur pengolahan klaim dari BPJS Kesehatan. Adapun hasil wawancara kepada kepala rekam medis adalah sebagai berikut.



124



“Pengennya sih buat dek tapi belum sempat” “Banyak tugas yang harus dikerjakan dek, peraturan BPJS kan sudah banyak jadi kita manut saja sama BPJS nggak perlu buat nanti ganti-ganti terus kalau buat sendiri” (Kepala rekam medis, 2018) Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa belum ada SOP tapi pihak rumah sakit menginginkan sebuah perencanaan yang baik agar tujuan oragnisasi khususnya di bagian casemix dapat tercapai. Suatu perencanaan akan membantu sebuah organisasi untuk memiliki target-target dan target tersebut harus dilaksanakan agar dapat dijadikan evaluasi tingkat keberhasilan suatu program. Ketersediaan SOP dapat memaksimalkan proses pengklaiman dan dapat mengurangi berkas yang loss atau tidak teridentifikasi keberadaannya. Sehingga proses klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo disesuaikan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Proses klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dimulai di bagian pendaftaran kemudian akan masuk ke poli. Berkas rekam medis yang sebelumnya ada di bangsal, setelah pasien pulang akan masuk ke ruang casemix kemudian oleh verifikator internal akan di pilah-pilah berkas yang dibutuhkan untuk proses klaim. Proses pemilihan berkas tersebut dilakukan sebab tidak semua berkas dijadikan bahan untuk klaim. Selanjutnya dilakukan proses analisis kuantitatif yaitu pemilihan berkas yang lengkap dan tidak lengkap. Berkas yang tidak lengkap nantinya akan di kembalikan ke bangsal dan berkas yang lengkap akan segera dikoding. Selanjutnya berkas klaim akan diinputkan ke aplikasi INA-CBGs lalu akan di scan dan yang terakhir berkas klaim akan dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan maksimal tanggal 15 bulan berikutnya. Alur proses klaim tersebut sudah sesuai dengan alur klaim dari BPJS Kesehatan. Namun alangkah lebih baiknya jika suatu unit membuat perencanaan sendiri agar memiliki target jelas yang akan dicapai. Jika akan dilakukan suatu penyusunan planning, sebaiknya planning dilakukan oleh masing-masing bagian yang terlibat dalam pelaksanaan klaim seperti bagian rekam medis di bagian coding dan grouping, assembling, dan pendaftaran sehingga rencana kegiatan pengembangan dan peningkatan



125



pengetahuan, keterampilan SDM melalui pelatihan, dan lain-lain dapat tercapai. Perencanaan ini akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan, dan kapan akan dilakukan. Perencanaan juga akan menentukan kebutuhan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga proses planning menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim. b.



Kualitas Hasil Planning Hasil identifikasi kualitas hasil planning yang dilakukan masih ditemukan



beberapa sub variabel dalam kategori kurang diantaranya rencana kegiatan untuk peningkatan/pengendalian terjadinya pengendalian berkas klaim rawat inap. Planning merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan mendasari pelaksanaan kegiatan. Terry (2006) menjelaskan bahwa planning adalah menyusun kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang dengan memperhatikan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Sehingga diharapkan apabila dengan melakukan planning yang baik dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Planning ini merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan. Hal ini sesuai yang dikemukana oleh Koontz, Cyril dan Heins (1996) yang menyatakan bahwa planning menjebatani kesenjangan antara keadaan pada saat sekarang dengan keadaan yang diinginkan di masa depan. Mengingat pentingnya planning tersebut, besar kemungkinan planning yang tidak optimal akan mempengaruhi banyaknya jumlah pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Planning di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo untuk kelengkapan berkas klaim mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Belum ada peraturan atau kebijakan dari internal (Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo) terkait kelengkapan berkas klaim, hanya terdapat SOP Kelengkapan berkas rekam medis secara umum dengan standar 100%. Sehingga petugas klaim yang mengurus kelengkapan berkas klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat harus membuat/menyususn perencanaan agar jumlah pengembalian berkas klaim rawat



126



inap



dapat



diminimalisir/dicegah.



Penelitian



tersebut



menggambarkan



keberhasilan pelaksanaan proses klaim BPJS Kesehatan sangat tergantung dari aspek manajemen selain keterampilan teknis dari masing-masing petugas pengelola program. c.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Planning terkait Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor planning. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap



Belum optimalnya SOP pengisisan berkas rekam medis



Tidak ada SOP kelengkapan berkas klaim



Belum ada sosialisasi pengisian berkas rekam medis



Bingung dalam membuat SOP dan aturan BPJS yang selalu update Belum pernah membuat SOP



Gambar 4.5 Pohon Masalah Faktor Planning



Gambar 4.5 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan oleh belum optimalnya SOP pengisian berkas rekam medis yang disebabkan belum adanya sosialisasi SOP pengisian berkas rekam medis. Selain itu, ketidaklengkapan berkas klaim juga disebabkan tidak adanya SOP kelengkapan berkas klaim atau pun pembuatan rencana strategis. Tidak dibuatnya SOP kelengkapan berkas klaim atau pun pembuatan rencana strategis disebabkan bingungnya karyawan dalam



127



membuat SOP atau rencana strategis yang disebabkan karyawan belum pernah membuat SOP atau pun rencana strategis. Hal ini sejalan dengan penelitian Alvianitasari, dkk. (2018) yang menyatakan bahwa pada tahap perencanaan bagian casemix RSU William Booth Semarang tidak ada bukti tertulis atau dokumen perencanaan. Namun pada tahap persiapan pelaksanaan sistem vedika sudah sesuai dengan Surat Edaran Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang vedika. Rencana untuk mencapai tujuan pengurangan pengembalian berkas klaim adalah dengan mengkomplitkan dokumen. Kemudian strategi untuk mencapai tujuan percepatan pembayaran klaim dengan mempercepat klaim dan sistem kerja. Namun rencana rumah sakit ini belum efektif karena pada pelaksanaan 6 bulan sistem vedika masih terkendala dengan pengembalian berkas klaim atau klaim pending dan keterlambatan pembayaran klaim. Sehingga untuk mengatasi masalah keterlambatan pembayaran klaim, bagian casemix menyusun rencana dengan melakukan pengajuan klaim pada tanggal 8 setiap bulannya dan melakukan pengajuan penambahan SDM. Solusi untuk masalah klaim pending yang mungkin disebabkan ketidaklengkapan berkas, rencana yang dipilih adalah dengan lebih teliti dan lebih cepat penyusunan berkas klaim. Bagian casemix RSU William Booth Semarang tidak memiliki SOP pelaksanaan sistem vedika karena SOP pelaksanaan sistem vedika hanya dimiliki oleh BPJS Kesehatan yang disosialisasikan ke rumah sakit. Sehingga petugas dalam menjalankan tugasnya mengikuti SOP bidang masing-masing dan peraturan BPJS Kesehatan yang berlaku. Surat edaran BPJS Kesehatan tidak dijelaskan mengenai harus atau tidak suatu rumah sakit memiliki SOP pelaksanaan sistem vedika. Walaupun demikian, pelaksanaan sistem vedika RSU William Booth Semarang berjalan baik dan sesuai peraturan BPJS Kesehatan (Alvianitasari, dkk., 2018). Sehingga kualitas hasil planning menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab ada beberapa hal yang belum ada pada SOP kelengkapan berkas dan untuk SOP kelengkapan berkas klaim masih belum ada.



128



4.5.2 Faktor Penyebab Level Kedua dari Segi Organizing Berdasarkan Penyebab Level Pertama Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap a.



Pembagian Kerja Pembagian kerja didasarkan pada keahlian dan keterampilan khusus agar



tidak ada istilahnya seluruh tugas diselesaikan oleh seseorang sehingga individu lain tidak melakukan hal apa pun. Hasibuan (2007) juga menjelaskan bahwa pembagian kerja yaitu informasi tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung jawab, kondisi pekerjaan, hubungan pekerjaan, dan aspek-aspek pekerjaan pada suatu jabatan tertentu dalam organisasi. Pentingnya pembagian kerja ini dinyatakan oleh Adam Smith (1995) yang menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui pembagian kerja (division of labour). Pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat belum optimal karena belum optimalnya keterlibatan dokter dalam mengisi berkas rekam medis khususnya resume dan clinical pathway yang diwajibkan untuk diserahkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Hasil wawancara kepada verifikator internal menjelaskan sebagai berikut. “Dokter obgyn yang harus terus diingatkan padahal jika nggak perlu diingatkan, proses klaim lebih cepat, nggak mungkin terjadi keterlambatan penyerahan ke BPJS” “…petugas ruangan juga kalau nyetor berkas nggak setiap hari, jadi sekalinya nyetor banyak banget dan itu pasti mentok sama hari mau setor ke BPJS” (Verifikator internal 1, 2018) Kurangnya keterlibatan petugas ruangan juga mempengaruhi proses klaim karena akan mempengaruhi kualitas kelengkapan dan kodefikasi. Semakin banyak berkas yang masuk semakin tinggi tingkat kemalasan petugas sehingga akan mempengaruhi kualitas dalam pekerjaan. Pembagian kerja ini dapat dikatakan sebagai kejelasan tugas. Suatu pekerjaan tidak akan efektif jika dilakukan hanya oleh seorang karyawan (Daft, 2007). Kejelasan tugas akan mempengaruhi kinerja organisasi serta didukung dengan orang yang tepat pada tempat yang tepat. Pembagian kerja mutlak dilakukan dalam organisasi agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga tidak menimbulkan penumpukan pekerjaan pada satu titik dan kekosongan pada titik yang lain (Yossa dan



129



Zunaidah, 2013). Pembagian kerja pada akhirnya akan menghasilkan unit-unit dan job description dari masing-masing unit dalam organisasi, hubungan serta wewenang masing-masing unit. Hal ini juga dirasakan oleh petugas pendaftaran yang menyatakan bahwa terjadi tumpang tindih pekerjaan meskipun dibantu oleh petugas lainnya apabila terjadi antrian pasien yang panjang. Adapun hasil wawancara kepada petgas pendaftaran adalah sebagai berikut. “Kalau antriannya panjang pasti dibantu sama petugas lainnya yang ada di tempat pendafataran” “…kita juga mengurus laporan sensus” “…grafik barber johnson selalu terbengkalai sih tapi kita masih mau mencoba kok” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, keterlibatan petugas lainnya sangat mendukung dalam proses identifikasi pasien dan pembuatan SEP. Meskipun di tempat pendaftaran bukan hanya terdapat petugas pendaftaran namun juga terdapat kasir, laporan harian, dan lain-lain, mereka tetap saling membantu dalam proses identifikasi pasien meskipun itu bukan tugas dan tanggung jawab mereka. Keterlibatan petugas lainnya akan berpengaruh terhadap kecepatan pekerjaan sehingga pekerjaan akan lebih cepat selesai. Selain itu, keterlibatan petugas lainnya akan membangun interaksi antar karyawan meskipun mereka berbeda unit. Sehingga pembagian kerja menyebabkan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab akan berpengaruh pada ketelitian petugas klaim dalam melengkapi berkas klaim. b.



Job Description Job description adalah suatu catatan yang sistematis tentang tugas dan



tanggung jawab suatu jabatan tertenru yang ditulis berdasarkan fakta-fakta yang ada. Penyusunan uraian jabatan ini sangat penting terutama untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian, untuk menghindari terjadinya pekerjaan rangkap serta untuk mengetahui batas-batas tanggung jawab dan wewenang masingmasing jabatan. Job description merupakan dasar dalam suatu pekerjaan. Hasil wawancara yang telah dilakukakan, petugas pendaftaran dan verifikator internal menjelaskan bahwa saat awal bekerja telah ditunjukkan job description (uraian



130



pekerjaan) namun pada saat bekerja job description tersebut tidak berjalan karena ternyata pekerjaan jauh lebih banyak. Adapun hasil wawancaranya sebagai berikut. “Dokter obgyn yang harus terus diingatkan padahal jika nggak perlu diingatkan, proses klaim lebih cepat, nggak mungkin terjadi keterlambatan penyerahan ke BPJS” “…petugas ruangan juga kalau nyetor berkas nggak setiap hari, jadi sekalinya nyetor banyak banget dan itu pasti mentok sama hari mau setor ke BPJS” (Verifikator internal 1, 2018) Seringnya berganti karyawan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo membuat job description pada saat awal bekerja tidak digunakan. Sehingga karyawan pada saat sudah bekerja berbeda job description-nya dengan yang ditunjukkan pada saat awal melamar bekerja. Job description yang kurang optimal tentunya akan berpengaruh pada pekerjaan seseorang. Salah satu indikator job description yang saat ini tidak dapat terpenuhi di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah aplikasi deskripsi terpisah untuk setiap posisi. Tidak terpisahnya deskripsi untuk setiap posisi akan mengakibatkan kurang jelasnya job description. Ketidakjelasan job description juga dirasakan oleh petugas pendaftaran yang menyatakan bahwa sebagai berikut. “Saat proses interview dulu job description saya sebenarnya assembling tapi waktu training di tempatkan di bagian pendaftaran” (Petugas pendaftaran 1, 2018) “Iya memang saya dulu bareng daftar kerjanya sama….dan memang dia dapat assembling tapi kenyataannya malah bagian pendaftaran” (Petugas pendaftaran 2, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa job description yang diberikan pada saat awal bekerja berbeda dengan kenyataan pada saat bekerja. Setelah di cross check kepada kepala rekam medis ternyata terjadinya perbedaan job description pada saat awal bekerja dan saat mulai bekerja disebabkan oleh kurangnya keterampilan dan kurangnya jumlah SDM. Hasibuan (2007) menjelaskan bahwa job description yang kurang jelas akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak beres bahkan pejabat yang bersangkutan menjadi overacting. Hal ini terjadi oleh petugas pendaftaran bahwa bagian assembling



131



terbengkalai karena berbedanya job description tersebut. Job description juga dapat dijadikan sebagai indikator penilaian kinerja karyawan. Apabila seseorang melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana yang tercantum dalam job description maka kinerja seseorang dianggap baik (Soegandhi, 2013). Sehingga job description menyebabkan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab akan berpengaruh pada ketelitian petugas klaim dalam melengkapi berkas klaim. Apabila job description tidak rinci maka akan berpengaruh pada beban kerja petugas klaim yang terlibat dalam kelengkapan berkas klaim. d.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Organizing terkait Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor organizing. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap



Kurangnya komunikasi antara dokter, perawat, bidan, dan perekam medis



Kelelahan petugas casemix



Canggung untuk mengingatkan



Jumlah pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah petugas dan terjadi double job description



Senioritas tenaga kesehatan



Gambar 4.6 Pohon Masalah Faktor Organizing



Gambar 4.6 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap.



132



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan belum optimalnya keterlibatan dokter, perawat, dan perekam medis dalam pengisian berkas rekam medis yang disebabkan petugas rekam medis merasa takut/canggung untuk mengingkatkan dikarenakan belum akrab/mengenal karena masih baru bekerja. Kecanggungan sangat dirasakan ketika berhubungan dengan dokter. Sehingga apabila terdapat ketidaklengkapan pengisian DRM misalnya diagnosa maupun tindakan, petugas casemix akan menitipkan ke perawat yang berjaga tidak kepada dokternya secara langsung. Selain itu, ketidaklengkapan berkas klaim juga disebabkan karyawan bingung dengan tugas dan tanggung jawabnya karena job description awal berbeda saat bekerja. Hal ini disebabkan ternjadinya rolling pekerjaan sehingga karyawan sering tidak paham apa tugas yang harus dilakukannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Alvianitasari, dkk. (2018) menjelaskan bahwa bagian casemix RSU William Booth Semarang tidak mempunyai struktur organisasi dan pembagian job description petugas. Sehingga membingungkan dalam pekerjaan yang akhirnya semua pekerjaan dikerjakan. Kemudian koordinasi bagian casemix berjalan baik secara langsung dan tidak langsung. Hal tersebut sesuai dengan Surat Edaran Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang vedika, yang menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan dan rumah sakit harus mempunyai hubungan kerjasama yang baik. Bagian casemix mengadakan rapat apabila terdapat masalah yang harus dibahas sedangkan koordinasi dengan BPJS Kesehatan melalui media sosial, dimana setiap rumah sakit memiliki penanggungjawab sistem vedika yang berhubungan langsung dengan BPJS Kesehatan. Koordinasi yang berjalan baik, apabila ada masalah seperti berkas klaim yang harus diperbaiki, langsung dikerjakan atau diperbaiki oleh petugasnyang bersangkutan di bagian casemix. Apabila mengalami kendala maka diselesaikan secara bersama-sama. Karena pada era vedika, rumah sakit mempunyai tanggungjawab mutlak, dimana BPJS Kesehatan mempercayai rumah sakit dalam pengajuan klaim. Sehingga petugas bagian casemix harus bertanggungjawab terhadap profesi masing-masing



133



4.5.3 Faktor Penyebab dari Segi Actuating Berdasarkan Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap a.



Motivasi Motivasi



adalah



upaya



untuk



menimbulkan



rangsangan



dorongan



dan/ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau sekelompok orang agar ingin berbuat dan bekerja sama secara optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Timotius, 2016). Motivasi juga merupakan daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga, waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan serta berbagai sasaran yang telah ditentukan (Siagian, 2004). Hasil wawancara terkait motivasi kerja petugas pendaftaran yang mengurus SEP di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sudah cukup baik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh petugas pendaftaran yang mengurus SEP pasien rawat inap adalah sebagai berikut. “Saya juga takut dek kalau nggak melaksanakan tugas, jadi ya memotivasi diri sendiri soalnya kan saya juga masih baru disini” “…kepala rekam medisnya belum jelas juga dek soalnya yang lama baru keluar….” “…disemangati juga, “kamu bisa kok dek”, gitu biasanya” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Petugas pendaftaran memberikan motivasi kepada diri sendiri agar tugas yang telah ditanggungjawabkan dapat terlaksana dengan baik. Petugas pendaftaran melakukan motivasi terhadap diri sendiri dengan memberikan sugesti bahwa jika bekerja dengan maksimal akan dapat menjadi pegawai kontrak dan bukan petugas training lagi. Awal bekerja diberikan dukungan oleh petugas yang lebih senior tapi seiringnya waktu, hal tersebut semakin hilang disebabkan kesibukan petugas masing-masing. Petugas juga menyatakan bahwa apabila terdapat reward dan punishment akan lebih memberikan gairah dalam bekerja sebab antar petugas akan bersaing untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan



134



baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara kepada petugas pendaftaran sebagai berikut. “Nggak ada reward dan punishment” “Nggak tau kok nggak ada mungkin nggak ada subsidi” “….kalau ada malah lebih semangat kerjanya dek” (Petugas pendaftaran 1, 2018) Dukungan dari atasan seperti dari kepala rekam medis untuk pemberian reward dan punishment masih belum ada sebab belum ada anggaran khusus dari atasan untuk reward dan punishment. Selain itu, ditakutkan ada kecemburuan sosial jika hanya unit rekam medis saja yang mendapatkan reward dan punishment. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh kepala rekam medis sementara di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebagai berikut. “….belum ada subsidi dari atasan” “saya saja bekerja disini dek masak harus ngasih juga” (Kepala Rekam Medis, 2018) Kepala rekam medis di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo masih belum ditetapkan secara sah oleh Direktur Rumah Sakit. Penetapan baru direncanakan dilaksanakan pada awal tahun 2019. Pemilihan kepala rekam medis didasarkan pada lamanya karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo pada bagian unit rekam medis dan memiliki latar belakang pendidikan rekam medis. Belum ada upaya untuk pemberian reward dan punishment kepada karyawan lainnnya sebab ditakutkan ada kecemburuan sosial antar unit dan pemberian reward dengan uang pribadi juga masih berpikir sebab masih baru juga bekerja di rumah sakit dan masih banyak kebutuhan pribadi yang harus dipenuhi. Gibson et al. (2003) mengungkapkan bahwa sasaran utama dari program reward adalah untuk menarik individu yang berkualitas, menjaga karyawan agar tetap tinggal, dan memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Mungkin dengan pemberian reward dan punishment dapat memberikan efek lebih nyaman lagi kepada karyawan sehingga karyawan lebih lama bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Pernyataan-pernyataan tersebut hampir sama seperti yang diungkapkan oleh verifikator internal sebagai berikut. “….nggak ada sih”



135



“kalau ada reward punishment pasti lebih semangat kerja” “Motivasinya ya biar cepat selesai pekerjaannya biar cepat istirahat” “Pekerjaan sesuai dengan target yang ditetapkan meskipun belum optimal” (Verifikator internal 1, 2018) Sebagian besar para karyawan mengharapkan adanya reward dan punishment guna menggugah gairah bekerja. Tidak disediakannya subsidi disebabkan oleh Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo merupakan rumah sakit swasta sehingga pengelolaan keuangan juga harus diatur sedemikian rupa agar semuanya seimbang. Selain itu, sistemnya BPJS Kesehatan sekarang diberlakukan sistem wilayah artinya untuk peserta BPJS Kesehatan dapat berobat hanya di sekitar fasilitas kesehatan terdekat sehingga hal ini sangat berpengeruh dengan pendapatan rumah sakit. Saat sebelum diberlakukan sistem wilayah, pasien yang berobat di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sampai antrian yang sangat panjang namun setelah diberlakukan sistem wilayah, pasien di Rumah Sakit Mitra Sehat mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sesungguhnya reward dan punishment dapat mengubah perilaku karyawan sebagai contoh ketika seorang karyawan yang terkenal sering datang terlambat, pada suatu saat ia datang tepat waktu maka ia langsung diberikan reward atas perilakunya demikian seterusnya. Hingga akhirnya karyawan tersebut muncul sikap pembelajaran bahwa ketika ia datang tepat waktu maka ia akan mendapatkan reward sehingga perilaku lama (sering datang terlambat) akan berubah dengan perilaku baru (datang tepat waktu) (Garay, 2006). Reward dan punishment sangat penting dalam memotivasi kinerja karyawan, karena melalui reward dan punishment karyawan akan menjadi lebih berkualitas dan bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Reward dan punishment adalah dua kata yang saling bertolak belakang akan tetapi, kedua hal tersebut saling berkaitan, keduanya memacu karyawan untuk meningkatkan kualitas kerja. Pada dasarnya, baik reward maupun punishment sama-sama dibutuhkan untuk merangsang karyawan agar meningkatkan kualitas kerjanya. Kedua sistem tersebut digunakan sebagai bentuk reaksi pimpinan terhadap kinerja yang ditunjukkan oleh karyawannya. Meskipun sekilas fungsi keduanya berlawanan namun pada dasarnya sama-sama bertujuan agar seseorang



136



menjadi lebih baik, lebih berkualitas dan bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Sehingga besar kemungkinan pemberian reward dan punishment akan mempengaruhi kinerja petugas dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim sehingga kejadian pengembalian berkas klaim dapat diminimalisir. b.



Pengarahan Pengarahan



merupakan



upaya



pengambilan



keputusan



yang



berkesinambungan dan terus-menerus yang terwujud dalam bentuk perintah ataupun petunjuk sebagai pedoman dalam organisasi. Adapun syarat pengarahan yang baik yaitu kesatuan perintah, informasi yang lengkap, hubungan langsung dengan SDM dalam organisasi, suasana informal. Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan peencanaan kegiatan proses klaim dalam rangka menugaskan petugas klaim untuk melaksanakan tugas sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kepala rekam medis sebagai pimpinan tertinggi di unit rekam medis dalam melakukan kegiatan pengarahan dapat dilakukan dengan saling memberikan motivasi,



membantu



pemecahan



masalah,



melakukan



pendelegasian,



menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi, dan koordinasi (Swanburg, 2000). Kepala rekam medis harus menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam menghadapi persoalan pengembalian berkas klaim rawat inap melalui pengamatan serta kepala rekam medis juga harus objektif dalam menghadapi tingkah laku karyawannya. Hasil wawancara kepada kepala rekam medis menyatakan bahwa dalam mengarahkan untuk melaksanakan pekerjaan yang sudah ditugaskan kepada bawahannya sudah dilakukan, namun hanya dilakukan pada saat awal petugas ditugaskan di bagian casemix tersebut. Adapun hasil wawancara kepada kepala rekam medis sebagai berikut. “Ngasih arahannya pas waktu awal ditugaskan disitu sih dek soalnya kan disini petugasnya ganti-ganti” “….kalau ada karyawan yang tanya ya saya jawab, kalau nggak tanya ya nggak saya jawab kecuali kalau itu penting” (Kepala rekam medis, 2018)



137



Jadi, pengarahan di bagian casemix dilakukan kepada karyawan baru hanya pada saat awal penempatan pekerjaan namun jika dalam proses kegiatan karyawan memiliki kendala, kepala rekam medis dengan senang hati memberikan arahan yang benar agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya sesuai harapan. Pengarahan adalah proses untuk menumbuhkan semangat (motivation) pada karyawan agar dapat bekerja keras dan giat serta membimbing mereka dalam melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Melalui pengarahan, seorang kepala rekam medis menciptakan komitmen, mendorong usaha-usaha yang mendukung tercapainya tujuan. Sehingga proses pengarahan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo bisa dikatakan kurang karena hanya dilakukan pada saat awal bekerja dan jika dilakukan pada saat kegiatan berjalan, itu pun inisiatif karyawan bukan inisiatif dari kepala rekam medis. Besar kemungkinan pengarahan yang yang belum optimal akan mempengaruhi jumlah berkas yang dikembalikan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdiah (2016) yang menyatakan bahwa belum optimanlnya pengarahan dapat menurunkan semangangat karyawan sehingga masalah belum juga dapat diselesaikan. c.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Actuating terkait Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor actuating. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap



Tidak ada reward dan punishment



Tidak ada kebijakan dari atasan



Gambar 4.7 Pohon Masalah Faktor Actuating



138



Gambar 4.7 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan tidak adanya reward dan punishment yang disebabkan tidak adanya kebijakan dari atasan. Tidak adanya kebijakan tersebut disebabkan tidak ada anggaran untuk menyelenggarakan reward dan punishment. Selain itu, ketidaklengkapan berkas klaim juga disebabkan kepala rekam medis tidak mau rugi sehingga ditiadakannya pemberian reward berupa hadiah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurfadillah (2017) yang menjelaskan bahwa tidak ada reward dan punisment berpengaruh pada kinerja karyawan dalam pengisian berkas rekam medis. Sehingga perlu diberlakukan kebijakan reward dan punishment.



4.5.4 Faktor Penyebab dari Segi Controlling Berdasarkan Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu program dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target yang ditentukan. keberhasilan suatu program apabila harapan sesuai dengan kenyataan namun apabila harapan tidak sesuai dengan kenyataan berarti program tersebut gagal dan perlu dievaluasi. Melalui kegiatan evaluasi dapat membuahkan pengetahuan yang relevan tentang ketidaksesuaian antara yang diharapkan dan hasil yang diterima. Evaluasi tidak hanya sekedar menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jaug masalah tersebut dapat diselesaikan tetapi juga dapat menyumbangkan klarifikasi terhadap nilai-nilai yang mendasari suatu kegiatan serta dapat membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali maslah kebijakan (Annas, 2017). Berdasarkan hasil penelitian tentang monitoring, evaluasi, dan feedback dapat diidentifikasi bahwa kegiatan controling dalam pelaksanaan proses klaim masih kurang. Hasil penelitian tersebut ditunjukkan masih ditemukannya peningkatan jumlah berkas klaim yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Hasil wawancara menyatakan bahwa belum dilakukan rapat secara rutin sehingga



139



kendala-kendala atau masalah hanya diselesaikan secara personel saja. Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan kepada kepala rekam medis. “Belum pernah dilakukan rapat secara rutin” “Pengenlah dilakukan rapat rutin tapi kerjaan masih banyak” (Kepala rekam medis, 2018) Hasil wawancara menjelaskan bahwa kegiatan evaluasi terkait pengklaiman belum dilaksanakan secara rutin. Akan tetapi evaluasi dilaksanakan apabila terdapat kendala atau masalah saja pada kegiatan klaim seperti pengisian resume atau clinical pathway yang tidak lengkap, adanya peraturan baru terkait prosedur klaim, dan terjadinya pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan. Kegiatan evaluasi juga seharusnya dilakukan dengan membuat laporan bulanan, triwulan, maupun tahunan agar terdapat bukti otentik terkait pelaksanaan evaluasi. Rapat rutin seharusnya dilaksanakan kerena bersifat penting dan dengan adanya rapat rutin nantinya dapat memecahkan atau mencari jalan keluar yang efektif dan efisien suatu permasalahan terkait kelengkapan berkas klaim rawat inap. Evaluasi juga dapat dijadikan suatu jembatan untuk penyampaian informasi terkait perubahan kebijakan baru sehingga akan mudah disampaikan atau disosialisasikan dan sebagai alat koordinasi internal serta eksternal untuk menghindari perbedaan persepsi dan miskomunikasi (Nurdiah dan Iman, 2017). Upaya pengawasan dan evaluasi juga perlu ditingkatkan sebab untuk memastikan pelaksanaan krgiara sudah berjalan maksimal atau belum. Sejalan dengan teori Murti (2004) yang menyatakan bahwa pengawasan dan evaluasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dapat memberikan koreksi untuk menjamin tujuan organisasi dan manajemen organisasi tercapai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi dapat menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab belum ada evaluasi pada bulan-bulan sebelumnya untuk mengetahui penyebab dan solusi dari masalah tersebut. Sehingga masalah terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap masih sering terjadi dan belum menemukan titik terang agar tidak terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap.



140



d.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Controlling terkait Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor controlling. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap Tidak dilakukan rapat untuk Ketidaklengkapan berkas klaim Beda shift dan tidak ada jadwal rapat



Gambar 4.8 Pohon Masalah Faktor Controlling



Gambar 4.8 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim tersebut disebabkan tidak adanya kebijakan baru yang disebabkan tidak dilakukan rapat rutin untuk evaluasi program. Tidak adanya rapat tersebut dikarenakan antara karyawan dan atasan berbeda shift dalam bekerja serta tidak ada jadwal rapat rutin karena memang kepala rekam medis baru belum ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Penilaian berupa monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem vedika. Monitoring dan evaluasi belum berjalan pada bagian casemix RSU William Booth Semarang. Berdasarkan Surat Edaran Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang vedika, monitoring dan evaluasi dilakukan rutin satu bulan sekali oleh kepala bidang PMR BPJS Kesehatan untuk mengevaluasi proses pengajuan klaim dan penanganan keluhan. Menurut BPJS Kesehatan pada era vedika diharapkan rumah sakit mandiri melakukan evaluasi



141



internal untuk kelancaran pelaksanaan sistem vedika. Karena BPJS Kesehatan tidak melakukan monitoring dan evaluasi sistem vedika setiap rumah sakit. Jika tidak ada montoring dan evaluasi internal, maka masalah yang sama kemungkinan dapat terjadi kembali (Alvianitasari, dkk., 2018).



4.6 Identifikasi Koding yang Tidak Sesuai Menurut BPJS Kesehatan sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS Mitra Sehat Situbondo Hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dari 149 berkas klaim yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan pada bulan September-Desember tahun 2018 ditemukan berkas yang dikembalikan karena ketidaksesuaian kaidah koding antara verifikator internal rumah sakit dengan verifikator BPJS kesehatan sejumlah 63 berkas atau 42,28% dari berkas yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Adapun kode yang dianggap tidak sesuai adalah sebagai berikut. Tabel 4.7 Ketidaksesuaian Kaidah Koding antara Verifikator Internal Rumah Sakit dengan Verifikator BPJS Kesehatan Tahun 2018



No. 1. 2. 3. 4. 5.



Dignosis Batu saluran kencing+ISK Dispepsia TB+PPOK GEA+Thypoid Cholecystitis + cholelithiasis



Kode Menurut Rumah Sakit N20.2 K30 A16.0 A09 K81.9



Kode Menurut BPJS Kesehatan N39.0 R42 J44.0 A01.0 K80.1



Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.



Tabel 4.7 menjelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan kode antara verifikator internal rumah sakit dengan verifikator BPJS Kesehatan antara lain: a.



Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo menuliskan diagnosa batu pada saluran kencing dan ISK sehingga oleh verifikator internal dikode N20.2 namun menurut verifikator BPJS Kesehatan jika terdapat batu pada saluran kemih+ISK kodenya dianggap hanya infeksi saluran kemih (ISK) sehingga harus dikode N39.0.



b.



Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo menuliskan diagnosa utama pasien dispepsia sehingga oleh verifikator



142



internal dikode K30 namun menurut verifikator BPJS Kesehatan jika pasien menderita dispepsia dianggap sama dengan vertigo sehingga harus dikode R42. c.



Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo menuliskan diagnosa utama pasien TB sehingga oleh verifikator internal dikode A16.0 namun menurut verifikator BPJS Kesehatan jika pasien menderita TB dianggap sama dengan PPOK sehingga harus dikode J44.0.



d.



Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo menuliskan diagnosa utama pasien GEA sehingga oleh verifikator internal dikode A09 namun menurut verifikator BPJS Kesehatan jika pasien menderita GEA dianggap sama dengan typhoid sehingga harus dikode A01.1. Verifikator BPJS Kesehatan menyatakan kode A01.1 sebab dalam pemeriksaan penunjangnya ditemukan salmonela positif.



e.



Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo menuliskan diagnosa pasien Cholecystitis+cholelithiasis dan dikode K81.9 namun verifikator internal kecolongan kode, seharusnya kode tersebut digabung sehingga dikembalikan oleh BPJS Kesehatan untuk direvisi dengan kode K80.1. Perbedaan kaidah koding tersebut disebabkan oleh berubah-ubahnya



verifikator dari BPJS Kesehatan sehingga antara verifikator yang satu dengan lainnya berbeda. Selain itu, jika ada aturan baru kadang telat dalam pemberitahuan sehingga berkas yang sudah dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan baru masuk undangan ke Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Selain itu, perbedaan kaidah koding karena kadang verifikator internal rumah sakit kurang teliti dalam mengecek hasil laboratorium sehingga terjadi kesalahan dalam penentuan kode. Kecolongannya kode kombinasi karena memang kurang teliti dari verifikator internal Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maimun, dkk. (2018) yang menyebutkan bahwa telah ditemukan 93 kesalahan atau tidak tepat dalam pengkodean penyakit (diagnosa), penentuan diagnosa utama/diagnosa sekunder, dan ketidakteltian koder dalam pengkodingan dari 463 berkas rekam



143



medis rawat inap pada formulir ringkasan masuk dan keluar. Kesalahan pengkodingan tersebut antara lain diagnosa epidural haemorrhage yang dikode S02.0 seharusnya dikode S06.4 karena integral dengan diagnose sekunder dan diagnosa utama, DHF dikode A91 seharusnya A90 karena thrombosit masih dalam batas normal 158.000/ul, dan diagnosa anemia post haemorrhage yang dikode D50.0 seharusnya D62 (anemia post haemorrhage) perdarahan saluran cerna bagian atas. Kesalahan pengkodean akan berpengaruh kepada tarif diagnosa, contohnya penyakit TB akan berdampak pada tarif karena menggunakan aplikasi misalnya TB Rp 3.000.0000, asma sejumlah Rp 2.000.000. Apabila petugas kodefikasi (coder) salah dalam menetapkan kode diagnosis, maka jumlah pembayaran klaim juga akan berbeda. Tarif pelayanan kesehatan yang rendah tentunya akan merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif pelayanan kesehatan yang tinggi terkesan rumah sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut sehingga merugikan pihak penyelenggara jamkesmas maupun pasien (Suyitno. 2007). Kasus ketidakauratan kode juga dilakukan oleh Octaria (2016) yang menjelaskan menyebutkan bahwa penelusuran dokumen rekam medis dan laporan 3 bulan terakhir dimana pada bulan Januari sampai Maret 2015 pasien rawat jalan BPJS berjumlah 2314 orang, dimana pengkodean diagnosa penyakit yang dikembalikan dari verifikator BPJS Kesehatan ke petugas rekam medis berjumlah rata-rata 60 kode diagnosa penyakit tiap bulannya, sedangkan untuk jumlah pasien rawat inap BPJS Kesehatan berjumlah 333 orang, dimana pengkodean diagnosa penyakit yang dikembalikan dari verivikator BPJS ke petugas rekam medis berjumlah rata-rata 20 kode diagnosa penyakit tiap bulannya. Ketepatan pengkodean diagnosa penyakit pasien masih ditemukan kode diagnosa yang tidak tepat seperti halnya penyakit diabetes melitus dengan koma dikode E10 seharusnya berdasarkan ICD-10 E14.0, kode diagnosa penyakit arthritis dikode M19 seharusnya M19.9. Menurut Seruni dan Sugiarti (2015), ketidakakuratan kode yang terjadi dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang dapat mengancam bahkan mengganggu jalannya kegiatan di rumah sakit terutama pada kegiatan pengkodean



144



dan kegiatan lain yang terkait, antara lain terjadi ketidaksesuaian besar pembiayaan atas pengobatan dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Baik up code maupun down code sehingga sangat berpotensi menimbulkan fraude and abuse. Hal lain yang terkait dengan keakuratan kode tentu saja pelaporan rumah sakit. Menurut (Wittayawarawat dkk, 2007), ringkasan diagnosa yang benar dan pengodean untuk keadaan (pasien) sangat penting bagi sistem pelaporan rumah sakit karena dapat membantu mengidentifikasi keakuratan masalah dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, perencanaan kesehatan dan keamanan, keuangan pelayanan kesehatan dan penelitian. Jika kode yang dihasilkan tidak akurat, maka akan menghasilkan pelaporan yang tidak baik pula sehingga bahkan dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan dan



penelitian.



Sehingga



ketidakauratan



kaidah



koding



menyebabkan



pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan.



4.7



Identifikasi



Faktor



Penyebab



Ketidaksesuaian



Kaidah



Koding



Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization 4.7.1 Faktor Penyebab dari Segi Human Berdasarkan Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding a.



Pengetahuan Pengetahuan merupakan sesuatu atau semua yang diketahui dan di pahami



atas dasar kemampuan seseorang adalam berpikir, merasa, maupun mengindera, baik diperoleh secara sengaja maupun tidak sengaja (Maufur, 2008). Jadi, dalam penelitian ini yaitu terkait hasil tahu atau semua yang diketahui oleh verifikator internal dan petugas entri data terkait hal-hal yang berhubungan dengan proses klaim pasien rawat inap. 1)



Verifikator Internal Pengetahuan verifikator internal berfokus pada semua hal yang diketahui



oleh verifikator internal terkait penentuan leadterm, penentuan terminologi medis, alat untuk penentuan kode diagnosis dan tindakan, cara pengkodingan sesuai aturan INA-CBG’s, diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, diagnosa utama, diagnosa sekunder, perbedaan akut dan kronis, dan penentuan



145



kasus KLL setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang.. Cara kodefikasi diagnosa didasarkan pada ICD-10 versi 2010 sedangkan kodefikasi tindakan didasarkan pada ICD-9-CM. Berikut adalah hasil wawancara kepada verifikator internal adalah: “Ya kan nggak ada keterangan apa-apa, pokoknya kalau tidak ada keterangan apa-apa di anggap kasus akut, contohnya faringitis kalau nggak ada keterangan berarti dianggap akut” (Verifikator internal 1, 2018) Pernyataan tersebut tidak dibenarkan sebab dalam penentuan akut atau kronis didasarkan pada lamanya pasien menderita penyakit tersebut. Jika pasien menderita penyakit faringitis melebihi dari 28 hari maka dianggap penyakit tersebut kronis dan jika kurang dari 28 hari maka dianggap akut. Sehigga banyak sekali didapatkan kode dengan point 9 (.9). Selain itu, penentuan untuk kasus kecelakaan juga sering terjadi. Hal ini dikarenakan petugas bingung dalam menentukan mana yang termasuk kasus kecelakaan dan mana yang bukan termasuk kasus kecelakaan. Berikut adalah kutipan wawancara kepada verifikator internal adalah: “bukan kasus kecelakaan kalau begitu dek, kan pasien kecelakaan di rumah bukan di lalu lintas” “tabrak lari itu bukan kasus kecelakaan” (Verifikator internal 1, 2018) Menurut verifikator internal, jika pasien kecelakaan bukan tunggal artinya ada pihak yang menabrak/ditabrak dianggap kasus kecelakaan namun petugas tidak melihat riwayat pasien yang bersangkutan. Jika menurut BPJS Kesehatan, apabila pasien di depan rumah meskipun bukan di jalan raya maka kasus tersebut dianggap kasus kecelakaan. Selain itu juga kasus tabrak lari, sebenarnya kasus tabrak lari ditanggung oleh jasa raharja namun verifikator internal menyatakan bahwa kasus tersebut ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 35 tahun 1965 yang menyatakan bahwa kasus tabrak lari yang sudah terbukti dan kecelakaan yang sebelumnya di jamin oleh BPJS Ketenagakerjaan/Jasa Raharja bukan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.



146



Kasus lainnya yang juga sering salah di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah kasus penyakit jantung padahal tidak ada dokter spesialis jantung sehingga tidak dapat diklaimkan ke BPJS Kesehatan namun verifikator internal tetap diklaimkan sehingga terjadi pengembalian berkas klaim. Akibat kasus-kasus tersebut pernah terjadi 4 kasus kecelakaan yang tidak bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan, kemudian verifikator internal melakukan briefing kepada keluarga pasien untuk membayar mandiri namun pasien tidak mau karena tidak ada uang dan itu adalah keselahan pihak rumah sakit. Sehingga rumah sakit mengalami kerugian yang cukup signifikan sekitar Rp. 5.000.000/pasien. Kurangnya pengetahuan tersebut disebabkan oleh kurangnya membaca peraturan baru mengenai diagnosis yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Selain itu, sering bergantinya verifikator internal sehingga verifikator internal masih awam dengan tata cara kerja untuk menentukan kode diagnosis yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataannya sebagai berikut. “Males bacanya dek terlalu banyak aturan” “...saya baru kerja disini jadi maklum kalau belum paham benar aturan-aturan di BPJS soalnya yang ada di teori beda banget sama kenyataannya” (Verifikator internal 1, 2018) Jadi, kurangnya membaca terkait aturan BPJS Kesehatan khususnya masalah kode yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan mempengaruhi terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap. Selain itu, kurangnya pengetahuan terkait terminologi medis juga berpengaruh pada jumlah pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan seperti anterior, posterior, lateral, unilateral, bilateral, dan lainlain. Belum pernah ikut pelatihan kepada verifikator internal juga dapat memicu banyaknya kesalahan kode. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh verifikator internal sebagai berikut. “Pernah sih dek bulan September kemarin di undang sama verifikator internal buat pelatihan tapi gara-gara jauh jadi males mau ke sana” (Verifikator internal 1, 2018) Tingkat kemalasan verifikator internal untuk mengikuti pelatihan juga menjadi pemicu terjadinya peningkatan pengembalian berkas klaim rawat inap karena kesalahan kodefikasi. Padahal undangan tersebut gratis dan akan



147



mendapatkan banyak ilmu terkait kode diagnosis maupun tindakan yang dijamin oleh BPJS Kesehatahn. Alasan verifikator internal tidak datang menghadiri pelatihan tersebut selain malas karena jauh juga karena tidak mau meninggalkan pekerjaan yang menumpuk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan verifikator internal masih kurang sebab belum bisa membedakan kasus KLL dan bukan kasus KLL, struktur INA-CBG’s, leadterm suatu penyakit, dan diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Ketidakakuratan kode penyakit juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudra dan Pujihastuti (2016) yang menyatakan bahwa ketepatan penggunaan bahasa terminologi medis dan pengetahuan petugas tentang terminologi medis memberikan kontribusi sebesar 80% terhadap keakuratan kode diagnosis penyakit. 2)



Petugas Entri Data Pengetahuan petugas entri data lebih difokuskan kepada pemahaman



petugas terhadap penginputan data sosial maupun data medis pasien ke aplikasi INA-CBGs (e-claim versi 5.2) serta hasil dari keluaran INA-CBGs. Secara umum, verifikator internal memahami cara penginputan data sosial maupun data medis serta proses grouping. Namun verifikator internal masih belum memahami tentang maksud dari keluaran aplikasi INA-CBGs tersebut padahal keluaran tersebut penting untuk mengetahui pendapatan rumah sakit. Berikut adalah hasil wawancara kepada petugas entri data adalah: “Jadi, awalnya buka alamatnya di e-claim BPJS Kesehatan terus masuk ke menu login, kita login dan selanjutnya masuk ke halaman utama dan diisi ini........hingga terakhir ke proses grouping dan selesai” “...apa ya dek artinya, saya juga nggak tahu” (Petugas entri data, 2018) Jadi, petugas entri data tidak mengetahui dan memahami struktur dari keluaran INA-CBGs seperti contoh A-1-15-III yang artinya pasien menderita penyakit sepsis dengan tingkat keparahannya berat. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi, petugas entri data wajib mengetahui arti dari struktur tersebut sebab akan membantu dalam penentuan diagnosa utama apabila dokter tidak bisa menegakkan diagnosa utama. Apabila diagnosa utama tidak dapat ditegakkan oleh dokter maka petugas entri data dapat menegakkan diagnosis dengan syarat



148



memiliki karakteristik klinik yang mirip dan menyerap biaya yang hampir sama atas izin dari dokter. Apabila petugas entri data mengetahui struktur kodefikasi tersebut akan membantu dalam penegakan diagnosis dan kerugian rumah sakit dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan data bahwa 3 informan memiliki pengetahuan kurang karena dapat menjawab benar sebanyak 5 pertanyaan dari 10 pertanyaan (nilai 50%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan petugas entri data masih kurang sebab belum bisa membedakan kasus KLL dan bukan kasus KLL, struktur INA-CBG’s, leadterm suatu penyakit, dan diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan petugas entri data sudah baik meskipun penginputan CNS masih kadang belum terisi sehingga kadang sering rugi. b.



Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan



kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan. Kedisiplinan juga merupakan tuntutan bagi seseorang untuk lebih tertib sehingga dijadikan syarat mutlak untuk suatu kemajuan dan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik (Budiono, 2006). Kedisiplinan dalam penelitian ini berfokus pada ketepatan waktu verifikator internal dalam menyelesaikan kode diagnosa dan kode tindakan untuk dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan. Berikut kutipan wawancara kepada verifikator internal adalah: “Pokoknya setiap ada berkas yang datang dan suda lengkap kita kerjakan” (Verifikator internal 1, 2018) Kutipan tersebut menjelaskan bahwa setiap ada berkas yang masuk ke ruang casemix akan langsung dikerjakan oleh verifikator internal. Meskipun kadang ada kemalasan verifikator internal sehingga terjadi penumpukan berkas klaim di ruang casemix. Verifikator internal juga datang tepat waktu saat bekerja namun kadangkala jika verifikator interal jenuh, belum jam istirahat akan istirahat terlebih dahulu. Istirahat biasanya jam 11.30-13.00 namun kadang istirahat mulai pukul 10.00 WIB jika verifikator merasa sudah jenuh dengan pekerjaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan kepala rekam medis sebagai berikut.



149



“Memang biasanya jam 10.00 sudah istirahat kalau jenuh dan nggak terlalu banyak pasien” (Kepala rekam medis, 2018) Saat di cross check kepada kepala rekam medis memang benar kadang petugas istirahat sebelum waktu istirahat berlangsung dengan syarat pasien tidak terlalu banyak dan kerjaan tidak terlalu banyak juga. Sehingga waktu istrirahat lebih awal tidak mempengaruhi terjadinya kemoloran dalam proses klaim namun yang mempengaruhi adalah kemalasan pasien jika terjadi penumpukan berkas klaim yang harus dikerjakan. Apabila pelaksanaan disiplin kerjanya baik maka akan tercipta rasa tanggung jawab yang besar dari diri seseorang dan lebih disiplin dalam



melaksanakan



tugas-tugasnya



(Sibarani,



2018).



Sehingga



dapat



disimpulkan bahwa kedisiplinan verifikator internal tidak menyebabkan pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding sebab verifikator internal sudah disiplin dalam bekerja. c.



Pengalaman Kerja Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah



diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Trijoko, 1980). Pendapat lain yaitu Ranupandojo (2002) mengemukakan pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas–tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja merupakan pemahaman dan keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan kecepatan dalam mengerjakan tugas yang telah diberikan. Pengalaman kerja pada penelitian ini berfokus pada keterampilan verifikator internal untuk melakukan



kodefikasi



diagnosis



dan



tindakan



dalam



satu



hari



dapat



menyelesaikan berapa berkas. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, verifikator internal dalam menentukan kode diagnosis membutuhkan waktu 3-5 menit/diagnosa. Hal ini ditunjang dengan hasil wawancara kepada verifikator internal sebagai berikut.



150



“Tergantung dek, kalau diagnosanya bisa dibaca hanya 2 menit, kalau diagnosa itu-itu saja bisa 1 menit tapi kalau tulisan tidak bisa dibaca bisa lebih dari 5 menit” (Verifikator internal, 2018) Berdasarkan hasil wawancara tersebut banyak faktor yang menyebabkan kecepatan verifikator internal dalam mengkode berkurang misalnya pada saat tulisan dokter tidak bisa di baca sehingga harus konfirmasi kepada DPJP. Selain itu, apabila terdapat terminologi medis yang tidak diketahui oleh verifikator internal sehingga verifikator internal harus mencari di google untuk mencari terminologi medis seperti batu ginjal, biduran, cangkrangen, dan lain-lain. Hal tersebut sangat mempengaruhi kecepatan dalam melakukan kodefikasi. Apabila terdapat banyak tulisan dokter yang tidak terbaca dan banyak terminologi medis yang tidak dipahami maka akan terjadi penumpukan berkas yang belum dikode sehingga proses klaim akan lebih lama. Hal ini sama yang dialami oleh petugas entri data, petugas entri data dapat menginputkan 1 berkas biasanya sekitar 3-5 menit. Kecepatan penginputan bergantung pada koneksi internet dan seberapa banyak pengguna aplikasi. Secara umum, keterampilan mengetik sudah baik hanya saja memang masih belum menggunakan 10 jari karena belum terbiasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja verifikator internal sudah baik karena sudah cukup cepat apabila tidak cepat biasanya disebabkan oleh tulisan dokter yang tidak terbaca atau butuh konfirmasi kepada DPJP. Petugas yang berpengalaman umumnya mampu membaca tulisan dokter dengan lebih baik, serta mempunyai hubungan interpersonal dan komunikasi yang lebih akrab dengan tenaga medis yang menuliskan diagnosis (Windari, 2016). Pengalaman kerja petugas entri data sendiri sudah cukup baik yaitu dapat menyelesaikan dalam waktu 3-5 menit jika tidak terjadi error. d.



Ketersediaan SDM Jumlah verifikator internal di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ada 3



orang, 1 orang yang mengurus untuk kelengkapan berkas klaim dan 2 orang yang bertugas untuk mengkode diagnosa maupun tindakan dan sekaligus 2 orang tersebut juga berfungsi untuk mengecek kembali kode yang telah di koding.



151



Penentuan jumlah 3 verifikator internal tersebut didasarkan atas jumlah pasien yang berobat di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo tanpa memperhatikan beban kerja verifikator internal. Berikut adaalah cuplikan hasil wawancara kepada kepala kepegawaian di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah sebagai berikut. “…didasarkan pada jumlah kunjungan pasien rawat jalan maupun rawat inap sih dek” (Kepala Kepegawaian, 2018) Berdasarkan kutipan wawancara tersebut didapatkan bahwa penentuan kebutuhan jumlah SDM didasarkan hanya kepada jumlah kunjungan pasien tanpa memperhatikan beban kerja karyawan. Hal ini tidak dibenarkan sebab manajemen yang baik harus memperhatikan beban kerja karyawannya agar kinerja dan produktivitas karyawan dapat meningkat. Sistem klaim yang diterapkan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo saat ini juga berbeda karena termasuk rumah sakit percobaan menuju era e-klaim tahun 2019 sehingga pekerjaan menjadi lebih banyak. Banyaknya pekerjaan di sebabkan 30% menggunakan manual dan 70% menggunakan IT. Sebenarnya jika benar-benar menerapkan IT akan membantu verifikator internal dalam proses klaim namun kenyataannya malah membebankan verifikator internal. Sebab proses scan yang lebih lama jika menggunakan sistem baru, jika menggunakan sistem lama, proses klaim lebih cepat karena tidak memilah-milih berkas yang sudah di scan. Berikut adalah hasil wawancara kepada verifikator internal adalah: “Kurang sebenarnya dek, sistemnya sekarang beda, kerjaannya malah lebih banyak” (Verifikator internal 1, 2018) Berdasarkan hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan verifikator internal semakin banyak karena perubahan sistem klaim yakni dengan menggunakan scan pada berkas penunjang seperti clinical pathway, pemeriksaan penunjang, resep obat, laporan operasi, dan lain-lain sedangkan yang dikirim secara manual/kertas adalah SEP dan resume pasien. Proses klaim dengan menggunakan sistem baru yang membuat lama adalah proses scan karena setelah di scan, berkas akan dipilah-pilah lagi untuk dijadikan 1 folder sehingga



152



memudahkan dalam mengecek kelengkapan berkas klaim oleh verifikator BPJS Kesehatan. Semakin banyaknya pekerjaan tersebut maka semakin tinggi beban kerja yang ditanggung oleh verifikator internal sehingga menjadi kewajaran apabila terjadi lembur apalagi saat mendekati proses pengiriman berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan. Hasil wawancara juga menyatakan bahwa verifikator internal membutuhkan 2 karyawan lagi untuk membantu proses klaim sebab pekerjaan verifikator internal bukan hanya mengecek dan melakukan kodefikasi namun juga membuat laporan internal kepada atasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketersediaan SDM masih kurang dan dapat menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuaian kaidah koding yang mengakibatkan kelelahan/stres kerja petugas karena tingginya beban kerja yang harus dikerjakan. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Bausat (2015) yang menyatakan bahwa adapun kendala utama yang dirasakan oleh pihak manajemen dan juga koder justru terkait dengan kurangnya jumlah koder yang ada. Saat ini, RSUD Tenriawaru hanya memiliki dua orang koder yang berarti beban kerja kedua koder tersebut tidak sedikit. e.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Human terkait Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Terjadinya pengembalian berkas klaim dari faktor human terkait ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan kurangnya pengetahuan petugas casemix terkait clinical pathway dan aturan kaidah koding INA-CBGs , petugas casemix tidak mengikuti pelatihan koding yang diadakan oleh BPJS Kesehatan, petugas malas membaca regulasi karena banyaknya regulasi dan regulasi selalu diperbaharui, tidak optimalnya mengkode diagnosa dan tindakan karena beban kerja tinggi, kurang updatenya peraturan terbaru terkait kode INA-CBGs, kurangnya keterampilan mengkode dan membaca tulisan dokter karena tulisan dokter sulit dibaca, dan lain-lain. Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor human. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.



153



Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding



Tidak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh BPJS Kesehatan



Malas membaca regulasi BPJS Kesehatan



Banyaknya regulasi yang harus dibaca



Regulasi sering diperbaharui



Kurangnya pemahaman clinical pathway dan terminologi medis Lupa materi kuliah dan belum membaca aturan INA-CBGs



Tidak optimalnya mengkode diagnosa penyakit dan tindakan Beban kerja banyak



Beban kerja berbanding terbalik dengan jumlah verifikator internal



Kurang update peraturan BPJS Kesehatan Tidak mengerti cara mendapatkan informasi terbaru terkait peraturan BPJS Kesehatan



Kurang keterampilan menentukan kode dan membaca tulisan dokter Tidak jelasnya tulisan diagnosa penyakit Lama kerja < 1 tahun dan tidak ada buku pintar



Gambar 4.9 Pohon Masalah Faktor Human



Gambar 4.9 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan oleh ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding artinya antara kode rumah sakit dan kode verifikator internal BPJS berbeda. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh malasnya karyawan dalam membaca regulasi terkait kodefikasi BPJS Kesehatan, kurangnya pemahaman clinical pathway dan terminologi medis, tidak optimalnya mengkode diagnosa penyakit maupun tindakan medis, kurang disiplinnya karyawan dalam bekerja misalnya jam istirahat karyawan, dan kurangnya keterampilan karyawan dalam menentukan kode. Malasnya karyawan membaca regulasi terkait kodefikasi disebabkan banyaknya regulasi BPJS Kesehatan yang harus dipaham. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alvianitasari, dkk. (2018) yang menjelaskan bahwa menurut BPJS Kesehatan KCU Semarang sumber daya manusia bagian casemix RSU William Booth Semarang sudah memenuhi syarat untuk melaksanakan sistem vedika. Aspek kompetensi, SDM bagian casemix berkompeten dan bertanggungjawab dalam bidangnya karena pemahamannya bagus dan cekatan. Namun SDM bagian casemix jumlahnya terbatas sedangkan kasus setiap bulan semakin bertambah. Permenpan RB No 30 Tahun 2013, jumlah minimal perekam medis di suatu rumah sakit tipe C sebanyak 36 orang, sedangkan di RSU William Booth Semarang yang merupakan rumah sakit tipe C hanya ada 7 orang perekam medis. Kemudian 2 dari 7 SDM bagian casemix



154



berpendapat bahwa kesulitan membaca tulisan diagnosa dokter sehingga dapat menyebabkan kesalahan pengkodingan. Apabila SDM atau koder kurang teliti maka dapat menyebabkan berkas klaim kurang lengkap. Hal ini juga senada dengan penelitian oleh Leonard (2016) yang dilakukan oleh SDM yang terlibat dalam pelaksanaan klaim masih dihadapkan masalah secara kualitas dan kuantitas SDM, seperti diagnosis tidak lengkap, tidak jelas dan tidak sesuai kaidah ICD-10 dan ICD-9-CM yang diisi oleh PPDS yang disebabkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan SDM, penempatan SDM masih ada yang belum sesuai kompetensi dan jumlah SDM bagian TURP yang tidak sebanding dengan jumlah berkas yang diverifikasi. Terkait dengan ketepatan dan kelengkapan diagnosis dalam Permenkes 269 Tahun 2008 tentang rekam medis menjelaskan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib mengisi rekam medis. Dokter harus menghindari penggunaan singkatan, tetapi harus jelas, terperinci, dan memastikan semua catatan pasien disahkan, karena dokumentasi dokter dibutuhkan untuk reimbursement biaya pasien. D. Harvey dan Bowin dalam aktivitas manajemen SDM juga menjelaskan bahwa diperlukan adanya upaya pengembangan SDM melalui pelatihan untuk meningkatkan kinerja SDM tersebut. SDM adalah aset yang dimiliki oleh sebuah organisasi yang perlu dikelola dengan efektif agar dapat memberikan nilai tambah pada organisasi. Jumlah dan kualifikasi SDM yang terlibat dalam setiap tahapan pelaksanaan klaim perlu diperhatikan, seperti pelatihan, harapan dan sikap SDM sebagai pelaksana dalam pelaksanaan klaim pelayanan pasien apakah menerima atau menolak sistem.



4.7.2 Faktor



Penyebab dari Segi



Organization



Berdasarkan Penyebab



Ketidaksesuaian Kaidah Koding a.



Lingkungan Kerja Lingkungan kerja yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja sehingga



dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalankan tugasnya (Nitisemito, 1996 dalam Sudibya, 2012). Faktor lingkungan kerja dapat berupa lingkungan/suatu kondisi fisik kantor/ruangan yang terdiri dari penerangan, ventilasi udara, suhu



155



udara, dan lain-lain yang mampu meningkatkan suasana kondusif, semangat kerja, dan kinerja karyawan (Sedarmayanti, 2001). Kondisi fisik di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo yaitu ruangan sempit sehingga menghambat proses klaim. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara kepada verifiktor internal sebagai berikut. “Waduh bisa dilihat sendiri dek, ruangan ini sempit” “Ruangan ini dipakai sama verifikator internal, petugas entri data, dan tempat istirahat petugas pendaftaran” “…yah sekitar 3 m x 2.5 m lah” (Verifikator internal 1, 2018) Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa ruangan sempit dengan panjang 3 meter dan lebar 2.5 meter. Ruangan tersebut dipakai oleh 5 orang petugas klaim dan tumpukan ratusan berkas (berkas rawat jalan dan rawat inap) sehingga ruangan tampak lebih sempit. Ruangan tersebut terdapat 2 komputer beserta meja dan kursi, 1 almari berkas yang tidak lengkap, 1 kasur, dan keranjang-keranjang sebagai wadah berkas klaim yang berasal dari ruangan. Seringkali verifikator internal berpindah ruangan di poli jantung yang bersebelahan dengan ruang casemix untuk mengerjakan tugasnya agar tidak terjadi misfile karena jika berkas klaim hilang maka akan merugikan rumah sakit. Ruangan casemix tersebut terdapat Air Conditionar (AC) yang mana temperaturnya dapat diatur oleh karyawan. Ventilasi di ruang casemix tidak ada sehingga penerangan dari cahaya matahari langsung tidak ada, penerangan hanya mengandalkan lampu ruangan dengan merek philips. Faktor lingkungan ini sangat penting karena apabila lingkungan kerja tidak dapat memuaskan karyawan maka akan menurunkan semangat kerja karyawan dan pada akhirnya dapat menurunkan produktifitas kerja karyawan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik tidak terlalu berpengaruh pada terjadinya pengembalian berkas klaim karena mau tidak mau harus tetap berada di ruangan tersebut meskipun sempit. Meskipun kadang secara tidak langsung apabila terjadi penumpukan berkas di ruangan yang sempit akan mensugesti diri sendiri untuk malas mengerjakan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jusmin, dkk. (2016) yang menyatakan bahwa ruangan yang nyaman akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.



156



b.



Tuntutan Antar Pribadi Tuntutan antar pribadi merupakan tekanan yang diciptakan oleh satu



karyawan dengan karyawan lainnya karena kurangnya dukungan sosial seperti dukungan teman. Hubungan pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres kerja yang cukup besar karena karyawan memiliki kebutuhan sosial yang sangat tinggi (Robbin, 2006). Hubungan antar pribadi di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sudah cukup baik, hal ini terlihat dari komunikasi antar karyawan yang baik. Jika ada masalah terkait pengembalian berkas klaim karena kodefikasi akan dibicarakan dan dikomunikasikan dengan baik. Apabila ada masalah pekerjaan lainnya, apabila karyawan merasa jenuh, antar karyawan pasti akan curhatcurhatan sehingga lebih menumbuhkan rasa nyaman dalam berkerja. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh verifikator internal sebagai berikut. “Seringlah kita curhat-curhatan masalah pekerjaan dek” “…itu sih yang bikin kita kangen kalau nggak kerja, kita merasa nyaman kan salah satu faktornya ada teman” (Verifikator internal 1, 2018) Komunikasi yang baik dapat dijalin dengan curhat kepada teman apabila ada masalah dalam pekerjaan. Sampai saat ini belum ada masalah yang berarti antar karyawan hingga karyawan tersebut tidak bertegur sapa. Jika ada masalah pribadi apabila ada unek-unek dengan teman pasti akan dibicarakan dengan baik-baik. Tuntutan antar pribadi yang saling bertentangan dapat menurunkan kinerja dan produktifitas karyawan sehingga apabila ada masalah harus segera diselesaikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuaian kaidah koding tidak disebabkan oleh tuntutan antar indivudu. c.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Organization terkait Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor organization. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.



157



Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding



Tidak konsentrasi dalam bekerja



Berkas berantakan



Berdesakan orang



Tidak ada keranjang untuk berkas dari poli



Ruangan sempit



Gambar 4.10



Pohon Masalah Faktor Organization



Gambar 4.10 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan petugas casemix tidak konsentrasi dalam bekerja. Tidak konsentrasi dalam bekerja disebabkan berkas klaim rawat inap yang sangat berantakan karena tidak ada keranjang untuk berkas dari klinik dan ruangannya juga sempit. Tidak konsentrasinya karyawan dalam bekerja juga disebabkan berdesakan orang yang keluar masuk ruang casemix karen ruangannya sempit. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdiah dan Iman (2016) yang menyatakan bahwa ruangan kerja untuk proses pengklaiman sempit atau tidak luas apabila di bandingkan dengan berkas. Hasil observasi dalam satu ruangan pengelolaan klaim terdapat 12 orang dengan tata ruang yang ruang yang kurang baik dimana banyak berkas klaim yang disimpan di bagian atas rak di atas beberapa petugas yang penyangganya hampir roboh. Sehingga diperlukan suatu pengamanan arsip dan dokumen agar berkas tidak tercecer dan bahkan mungkin hilang. Namun faktor organization tidak mempengeruhi terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding.



158



4.7.3



Faktor



Penyebab



dari



Segi



Technology



Berdasarkan



Penyebab



Ketidaksesuaian Kaidah Koding a.



Jumlah Komputer Komputer adalah mesin untuk memanipulasi data menurut perintah-perintah



tertentu (Eliza, 2010). Komputer dalam proses klaim sangat penting karena datadata pasien harus diinput untuk dihasilkan keluaran berupa lembar INA-CBGs. Jumlah komputer di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo untuk memproses klaim ada 2 komputer. Jumlah 2 komputer dirasa cukup oleh verifikator internal, berikut adalah hasil wawancaranya adalah: “cukup sih…” “Nggak pernah antri kok komputernya” (Verifikator internal 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa jumlah komputer yang tersedia cukup untuk melakukan proses penginputan data ke aplikasi e-claim terbukti tidak terjadi antrian penggunaan komputer. Penyediaan kebutuhan komputer didasarkan pada jumlah kunjungan pasien baik rawat jalan maupun rawat inap. Sehingga jumlah komputer tidak mempengaruhi proses klaim karena jumlahnya sudah sesuai dengan kebutuhan. b.



Jumlah Printer Printer adalah alat pencetak dengan media kertas berupa teks maupun



gambar (Fauzi, 2017). Printer merupakan piranti penting dalam poses klaim karena ada lembar penting yang harus dicetak untuk diserahkan ke kantir cabang BPJS Kesehatan yaitu lembar INA-CBGs. Jumlah printer di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo untuk proses klaim sebanyak 1 buah. Printer tersebut bukan hanya digunakan untuk mencetak hasil klaim tetapi juga digunakan untuk mencetak hasil pembuatan laporan eksternal maupun internal. Berikut adalah hasil wawancara kepada verifikator internal adalah: “Cukup dek” “Nggak antri sih cuma lama aja” (Verifikator internal 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa jumlah printer sudah cukup untuk proses klaim asalkan tidak digunakan secara bersamaan. Meskipun jumlah



159



printer hanya 1 dan bukan hanya digunakan untuk proses klaim saja namun tidak terjadi antrian dalam penggunaan printer. Printer yang digunakan adalah merek canon MP230 dengan pemeliharaan setiap 2 tahun sekali. Sehingga jumlah printer tidak mempengaruhi proses klaim khususnya terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap karena sudah memadai. c.



Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya Error dalam penelitian ini adalah error pada komputer dan error pada



printer. Error pada komputer adalah kekeliruan, ketidaktepatan atau kesalahan yang dapat disebabkan oleh software atau perangkat lunak, hardware atau perangkat keras, dan human error yang berarti kesalahan karena pengguna. Terjadinya error pada komputer biasanya karena perangkat lunak berupa aplikasi e-claim. E-claim merupakan aplikasi proses klaim yang disediakan oleh BPJS Kesehatan. Lamanya error paling lama 3 hari dan biasanya ada pemberitahuan terlebih dahulu oleh BPJS Kesehatan. Berikut adalah hasil wawancara yang telah dilakukan kepada petugas entri data adalah: “Paling lama 3 hari dek tapi biasanya ada pemberitahuan dulu dari BPJS Kesehatan” “Ya kita nggak bisa ngapa-ngapain kalau error” “…ada orang IT tapi harus manggil dulu soalnya orang IT-nya ada di RSUD” (Petugas entri data 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa error pada aplikasi e-claim paling lama sampai 3 hari dan paling sedikit 10-15 menit. Jika terjadi error pada aplikasi biasanya petugas entri data memanggil petugas IT rumah sakit yang mana petugas IT tersebut juga bekerja di RSUD Abdorahem Saleh sehingga error dapat diatasi. Begitu pula apabila terjadi error pada printer biasanya petugas entri data juga memanggil service printer agar printer dapat segera digunakan. Error-nya printer biasanya printer berhenti tiba-tiba, salah peletakan kertas, dan tidak berfungsinya warna printer/tinta sehingga hasil cetakan yang keluar menjadi jelek. Petugas entri data tidak dapat memperbaiki printer maupun aplikasi e-klaim sendiri sebab tidak memiliki keahlian di bidang tersebut. Meskipun salah satu petugas entri data adalah lulusan D2 IT tetap saja tidak bisa memperbaiki aplikasi maupun printer tersebut.



160



d.



Aplikasi yang Mendukung



Aplikasi yang mendukung pada proses klaim khususnya aplikasi yang digunakan untuk keluaran INA-CBGs dan aplikasi pendukung kodefikasi. Adapun aplikasi pendukung proses klaim terdiri dari: 1)



Aplikasi INA-CBG 5.2 Aplikasi INA-CBG 5.2 merupakan penyempurnaan dari versi sebelumnya



yaitu INA-CBG versi 5.0. Update terbaru ini memfasilitasi proses klaim sesuai dengan PMK Nomor 64 Tahun 2016 sebagai perubahan PMK Nomor 52 Tahun 2016 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan. Aplikasi INA-CBG 5.2 ini disediakan oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan selalu diperbaharui secara periodik. Apabila aplikasi INA-CBG 5.2 error maka karyawan tidak dapat melakukan proses klaim. Sehingga aplikasi INA-CBGs 5.2 tidak mempengaruhi terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding karena aplikasi tersebut sudah ada di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. 2)



Aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 Aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 di Rumah Sakit Mitra Sehat



Situbondo tidak ada namun ada ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 berupa pdf. Ada aplikasi ICD-10 namun bukan versi 2010 melainkan versi 2005. Biasanya verifikator internal dalam melakukan kodefikasi menggunakan aplikasi INA-CBGs langsung atau seringkali juga menggunakan aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 online yang dapat diakses di google. Namun petugas casemix juga sering googling terkait kodefikasi diagnosa dan tindakan sehingga prosedur dalam mengkode seringkali tidak digunakan. Apabila tidak terdapat aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 maka menggunakan buku ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 meskipun kegiatan kodefikasi menjadi lebih lama. Apabila tidak terdapat aplikasi dan buku ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 maka proses kodefikasi diagnosis dan tindakan tidak bisa dilakukan dan berkas tidak dapat diklaimkan. Sehingga aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM tidak mempengaruhi terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding karena aplikasi tersebut sudah ada di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.



161



e.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Technology terkait Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor technology. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding



Aplikasi antaea v-klaim dan e-klaim belum bridging sehingga kode tidak konsisten



Diagnosa antara aplikasi e-klaim dan ICD manual/pdf berbeda



Keterbatasan dana



Belum ada pembaharuan dari BPJS Kesehatan



Gambar 4.11 Pohon Masalah Faktor Technology



Gambar 4.11 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim disebabkan oleh ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan aplikasi antara v-klaim dan e-klaim belum bridging sehingga kode tidak konsisten. Belum bridging-nya v-klaim dan e-klaim disebabkan keterbatasan dana. Ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan diagnosa antara aplikasi eklaim dan ICD manual/pdf ada yang berbeda yang disebabkan belum adanya pembaharuan aplikasi dari BPJS Kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Leonard (2016) yang menyatakan bahwa hardware yang digunakan dalam pelaksanaan klaim pelayanan pasien berupa komputer, server, dan jaringan pendukung yang masih dihadapkan pada kurang siapnya IT mandiri rumah sakit seperti jaringan internet bermasalah, kapasitas server terbatas sehingga dalam melakukan koding dan grouping membutuhkan waktu 10-15 menit. Software yang digunakan dalam pelaksanaan klaim pelayanan pasien adalah software INA-CBGs versi 4.0 dari Kementerian Kesehatan. Integrasi sistem



162



masih dihadapkan pada maslah belum biridging sistem antara aplikasi INA-CBGs, SIMRS dan BPJS. Berdasarkan analisis SWOT perlu adanya strategi penguatan IT dengan bekerjasama dengan vendor dalam pengelolaan IT dan integrasi sistem. Sistem IT yang saling tersambung yang disebut dengan bridging sistem, dengan adanya bridging sistem maka semua data yang ada di fasilitas kesehatan dan BPJS bisa terhubung secara online sehingga akan mempercepat dan mempersingkat waktu dalam pengelolaan data klaim, seperti saling memberi dan menerima data dan akhirnya akan mempercepat pelayanan. Sistem bridging meningkatkan efektifitas memasukkan data serta efisiensi penggunaan sumber daya, dan dengan sistem bridging ini dapat meningkatkan kecepatan dalam proses pengelolaan klaim. seperti yang dikemukan Azwar bahwa fasilitas dan sarana merupakan salah satu aspek penting dalam kelancaran organisasi.



4.8



Identifikasi



Faktor



Penyebab



Ketidaksesuaian



Kaidah



Koding



Berdasarkan Faktor Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling 4.8.1



Identifikasi



Faktor



Penyebab



dari



Segi



Planning



Berdasarkan



Ketidaksesuaian Kaidah Koding Planning (perencanaan) merupakan langkah awal dalam organisasi untuk menjalankan suatu usaha sebelum menentukan dalam pengambilan keputusan. Berhasil tidaknya atau baik buruknya keputusan yang diambil dapat dilihat dari matangnya rencana tersebut. Perencanaan adalah fungsi manajemen dalam suatu organisasi dengan tujuan jangka panjang atau ke masa depan. Fungsi perencanaan berkaitan dengan penetapan tujuan, sasaran, dan penentuan strategis/kebijakan agar tujuan organisasi dapat diimplementasikan dalam bentuk rencana kegiatan serta rencana penggunaan sumber daya dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Marhaeni, 2011). a.



Proses Planning Proses planning adalah satu proses yang selalu memandang ke depan atau



kemungkinan-kemungkinan yang akan datang termasuk pengembangan program, kebijakan, dan prosedur untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi (Dharmmesta, 2014). Proses planning merupakan salah satu fungsi dalam manajemen organisai.



163



Salah satu bukti telah dilaksanakannya proses planning di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah dengan adanya SOP pengkodingan. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh verifikator internal sebagai berikut. “Kalau SOP pengkodingan secara umum ada tapi kalau yang menjurus ke klaim nggak ada” (Verifikator internal 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa terdapat SOP pengkodingan namun tidak ada SOP pengkodingan untuk proses klaim. Sebenarnya cara pengkodingan antara pasien asuransi dengan umum sama namun yang membedakan adalah struktur kodefikasi di pasien asuransi. Proses planning dilakukan dengan beberapa langkah di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo namun verifikator internal tidak tahu siapa yang membuat SOP tersebut sebab pada saat mulai bekerja sudah SOP tersebut dan belum pernah diperbaharui. SOP pengkodingan dibuat pada tahun 2014. Berikut adalah kutipan dari petugas verifikator internal: “Waduh saya nggak tahu awal buat SOP-nya, saya awal kerja sudah ada SOP” “…belum pernah diperbaharui” “…pengennya sih tapi kita nggak sempet” (Verifikator internal 1, 2018) Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa belum pernah dilakukan revisi atau pembaharuan SOP padahal sebenarnya SOP harus diganti setiap 2 tahun sekali. Adapun seharusnya proses planning di mulai dari penetapan tujuan di unit casemix misalnya tidak terjadi pengembalian berkas klaim lebih dari 10 berkas, kemudian merumuskan keadaan saat ini. Selanjutnya melakukan analisis SWOT sehingga nantinya dapat ditentukan strategi yang tepat. Apabila proses planning dilakukan dengan tepat maka keberhasilan program dapat tercapai karena juga terdapat target-target yang harus dicapai. Sehingga besar kemungkinan terjadinya pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan proses planning yang tidak ada. Proses planning tidak melibatkan seluruh unit terkait sehingga unit terkait tidak mengetahui isi dari SOP.



164



b.



Kualitas Hasil Planning Perencanaan



kualitas



(quality



planning)



adalah



penetapan



dan



pengembangan kebutuhan untuk kualitas serta penerapan sistem kualitas, dapat juga dikatakan sebagai berhasil tidaknya suatu planning atau baik buruknya suatu planning. Planning dapat diwujudkan dalam bentuk renstra, SOP, kebijakan, ataupun peraturan direktur rumah sakit. Penerapan planning di unit rekam medis bagian casemix diimplementasikan dalam bentuk SOP pengkodingan. Kualitas hasil planning di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dikategorikan cukup sebab pengimplementasian SOP pengkodingan masih ada yang belum sesuai, misalnya verifikator internal dalam menentukan kode tanpa mencari leadterm terlebih dahulu, sering verifikator menggunakan anatomi pasien untuk mencari kode padahal seharusnya mencari leadterm terlebih dahulu. Hal tersebut dapat terjadi karena alasan agar proses pengkodingan lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan yang dinyatakan oleh verifikator internal sebagai berikut. “…belum berhasil” “…saya saja nggak tahu SOP-nya kayak apa dek” “…pokoknya kita cari dah asal cepat” (Verifikator internal 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa verifikator internal belum tahu SOP pengkodingan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebab SOP tidak pernah disosialisasikan oleh kepala rekam medis. Sehingga verifikator internal melakukan proses kodefikasi sesuai dengan yang didapatkan pada bangku kuliah meskipun awal kerja sudah dituntun sampai 2 minggu. Hal tersebut dibenarkan oleh kepala rekam medis sebagai berikut. “SOP-nya ada di rumah dek haha” “….tak bimbing awal kerja tapi juga saya kontrol setiap harinya” (Kepala rekam medis, 2018) Kutipan wawancara tersebut menyatakan bahwa SOP tidak pernah disosialisasikan kepada karyawan sehingga wajar karyawan tidak mengetahui SOP pengkodingan dan karyawan tidak melaksanakan SOP tersebut. SOP dibawa pulang oleh kepala rekam medis dengan tujuan agar tidak rusak. Jadi, karyawan hanya dibekali cara pengkodingan pada sistem klaim pada saat awal bekerja, jika



165



karyawan sudah paham maka akan dibiarkan untuk melakukan pekerjaannya sendiri. Sehingga perlu adanya perbaikan planning dan sosialisasi planning agar tujuan oraganisasi dapat tercapai. Dapat disimpulkan bahwa kualitas planning masih kurang sehingga menyebabkan pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding. Agar penentuan kode diagnosis akurat diperlukan suatu perangkatin struksi atau langkah-langkah yang dibakukan dalam bentuk Standart Operating Procedure (SOP). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Seruni dan Sugiarsi (2015) yang menyatakan bahwa di RSUD dr. Sayidiman Magetan sudah terdapat SOP tentang pemberian kode penyakit dengan ICD10 dengan nomor 445/68/403.211/2009 akan tetapi dalam SOP tersebut masih belum memuat langkah-langkah pengodean yang benar menurut ICD-10. c.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Planning terkait Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor planning. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding



Karyawan tidak mengetahui SOP pengkodingan



Tidak ada pembaharuan SOP pengkodingan



Tidak ada perencanaan pembuatan buku pintar dan sosialisasi peraturan terbaru



Tidak ada sosialisasi SOP pengkodingan Kesibukan kepala rekam medis dan karyawan



Gambar 4.12 Pohon Masalah Faktor Planning



166



Gambar 4.12 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim disebabkan ketidaksesuaian kaidang koding. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan karyawan tidak mengetahui SOP pengkodingan karena tidak ada sosialisasi tentang SOP pengkodingan, tidak disosialisasikan karena kesibukan kepala rekam medis dan karyawan. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan tidak adanya pembahrauan SOP pengkodingan yang sebelumnya telah ditetapkan karena kesibukan kepala rekam medis dan karyawan. Ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan tidak adanya perencanaan pembuatan buku pintar yang berisi kumpulan daftar diagnosa, tindakan, dan kode penyakit maupun kode tindakan. Leonard (2016) menyampaikan bahwa perencanaan yang diusulkan sangat bergantung pada pemimpin lambat memperoleh respon dari manajemen, dan usulan yang diajukan sering tidak tepat sasaran. Perencanaan yang baik akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan, perencanaan akan menentukan kebutuhan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.



4.8.2 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi Organizing Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding a.



Pembagian Kerja Pembagian kerja metupakam pemisahan jenis pekerjan yang dilakukan oleh



kelompok



individu



tertentu



untuk



mempercepat



penyelesian



pekerjaan.



Pembagian kerja yang sesuai atau dengan kata lain orang yang tepat pada tempat yang tepat dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas karyawan (Hartono dan Rotinsulu, 2015). Pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sudah baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada verifikator internal sebagai berikut. “Sudah sesuai sih dek sama lulusannya” (Verifikator internal 1, 2018)



167



Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa pembagian kerja sudah sesuai dengan kompetensi karyawan. Pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo berdasarkan lulusan terakhir karyawan. Lulusan terakhir dijadikan indikator paling ampuh sebab karyawan dengan pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan yang rendah. Verifikator internal yang bertugas dalam memverifikasi keakuratan kode sekaligus juga bertanggung jawab terhadap pemberian kode memiliki riwayat pendidikan terakhir D4 rekam medis untuk yang lulusan SMA/SMK ditempatkan pada filing (penyimpanan berkas). Pembagian kerja dilakukan agar tidak ada kesan bahwa hanya karyawan-karyawan tertentu saja yang selalu diberikan tanggung jawab (Rachmawati, 2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat tidak mempengaruhi terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap karena ketidaksesuaian kaidah koding. b.



Job Description Job description merupakan suatu uraian pekerjaan yang menjadi pedoman



bagi seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan jabatannya. Penyusunan job description dari suatu pekerjaan atau jabatan, dilakukanlah kegiatan analisis jabatan (TSM, 2015). Jadi sebelum dibuat job description, harus di tentukan jabatan yang tepat untuk orang yang tepat. Job description ini merupakan keluaran (output) suatu analisis jabatan. Berikut hasil wawancara kepada verifikator internal dan petugas entri data terkait job description di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah: “Job description saya sebenarnya assembling saat awal kerja namun ada rolling jabatan gara-gara banyak yang keluar” “Nggak jelas sekarang apa job descriptionnya dek pokok saya ngerjakan apa yang ditugaskan sama saya” “Sama sih dek, saya awal kerja dikasih job description bagian pendaftaran” “Sekarang saya ngerjakan apa yang disuruh sama atasan” (Petugas entri data, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa job description karyawan tidak sesuai pada saat kontrak kerja diberikan. Saat dilakukan pergantian jabatan, karyawan juga tidak diberikan job description yang baru sehingga job description



168



tidak jelas. Karyawan hanya menjalankan tugas sesuai dengan yang ditugaskan oleh atasan. Pekerjaan karyawan juga tidak spesifik sebab verifikator internal juga melakukan pekerjaan membuat laporan internal dan eksternal, distribusi berkas, dan proses scanning sehingga beban kerja menjadi sangat banyak. Secara komprehensif suatu job description berisi uraian: nama jabatan; tingkat jabatan; atasan langsung; bawahan langsung; ringkasan pekerjaan; tugas dan tanggung jawab; pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperlukan; pengalaman yang diperlukan; dan persyaratan khusus (bila ada) seperti bersedia bekerja lembur. Job description



yang tidak jelas akan berpengaruh



terhadap



ketidakjelasan peran. Seseorang yang mengalami ketidakjelasan peran akan mengalami kecemasan, menjadi lebih tidak puas, dan melakukan pekerjaan dengan kurang efektif di banding orang lain sehingga menurunkan kinerja dan produktifitas mereka dalam bekerja (Hanif, 2013). Sehingga besar kemungkinan ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan job description kurang rinci hingga menyebabkan beban kerja petugas tinggi dan ketelitian dalam melakukan pekerjaan juga semakin berkurang yang akhirnya menyebabkan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. d.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Organizing terkait Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor organizing. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding Job description Tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan



Kurangnya koordinasi apabila ada peraturan koding terbaru dari BPJS Kesehatan



Gambar 4.13 Pohon Masalah Faktor Organizing



169



Gambar 4.13 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan job description tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan verifikator internal. Terdapat 3 verifikator internal dan salah satu verifikator internal memiliki latar belakang IT . Selain itu juga disebabkan kurangnya koordinasi apabila ada eraturan koding terbaru dari BPJS Kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Leonard (2016) yang menjelaskan bahwa masing-masing bagian (rawat inap, rawat jalangawat darurat, coding dan grouping di unit rekam medis, Tata Usaha Rawat Pasien, komite medik dan administrasi klaim) telah melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing, tetapi masih kurang koordinasi. Sehingga diperlukan adanya koordinasi yang mana secara teori bahwa koordinasi diperlukan sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan atau bidang-bidang fungsional suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien, tanpa koordinasi individu-individu, satuan-satuan atau bidang-bidang fungsional akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi. Jika seluruh subsistem atau bagian yang terlibat dalam pelaksanaan klaim berjalan dan bekerja secara normal maka subsistem atau antar bagian akan berintegrasi secara efektif satu sama lain. Koordinasi dapat tercapai salah satunya dengan adanya komunikasi yang baik antar bagian.



4.8.3 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi Actuating Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding a.



Motivasi Motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan atau mendorong seseorang



atau kelompok orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Irianto, 2005). Motivasi kerja adalah suatu keinginan dan dorongan di dalam diri pegawai untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Motivasi timbul dimulai dari adanya kebutuhan dan keinginan. Motivasi akan mempengaruhi perilaku sehingga timbul dorongan-dorongan selanjutnya dorongan akan membentuk perilaku sehingga tujuan dapat tercapai (Darmadi, 2018). Motivasi



170



verifikator internal dan petugas entri data masih kurang. Hal ini sesuai dengan penjelasan verifikator internal dan petugas entri data sebagai berikut. “Mau nggak mau harus dikerjakan dek” “Nggak ada reward dan punishment” “Kerjanya cuma gini-gini aja jadi ya biasa saja” “Menyemangati diri sendiri saja” (Verifikator internal 1, 2018) “Lesu pasti ada lah dek” “Nyemangatin diri sendiri aja” “Mangkanya kita sering menghibur diri sendiri, biasanya dengerin musik aja” (Petugas entri data 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa semangat kerja verifikator internal dan petugas entri data masih kurang. Hal ini terbukti saat pengamatan tingkah laku, karyawan lesu dalam melaksanakan pekerjaan padahal pekerjaan masih banyak. Karyawan juga sering istrirahat lebih awal (pukul 10.00 padahal jam istirahat pukul 11.00) agar tidak jenuh. Belum adanya reward dan punishment juga mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Apabila terdapat reward misalnya penambahan gaji insentif dan punishment misalnya surat peringatan, karyawan dapat lebih semangat lagi dalam bekerja. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2015) yang menyatakan bahwa apabila ada reward dan punishment akan meningkatkan motivasi karyawan. Semakin tinggi tingkat motivasi kerja karyawan dalam bekerja maka semakin tinggi pula tingkat produktivitas kerja karyawan. Sehingga besar kemungkinan reward dan punishment menyebabkan ketidaksesuaian kaidah koding yang akhirnya menyebabkan berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan karena kurangnya motivasi dalam mengerjakan pengecekan ulang kodefikasi diagnosa maupun tindakan. b.



Pengarahan Pengarahan merupakan bentuk perhatian seseorang yang ditunjukkan



melalui tindakan konsultasi, nasihat, dan tuntunan yang diberikan oleh pemimpin transformasional (Wagimo dan Ancok, 2005). Pengarahan juga merupakan hubungan seseorang dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaga serta pikirannya secara efektif dan



171



efisien sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pengarahan ini bersifat kompleks karena menyangkut manusia dan berbagai tingkah laku dari manusia itu sendiri. Setiap manusia dengan berbagai tingkah lakunya pasti berbeda-beda (Danarwati, 2013). Pengarahan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sudah baik. Hal tersebut diungkapkan oleh verifikator internal dan petugas entri data sebagai berikut. “Setiap ada masalah saja dilakukan konsultasi dan nasihat” “Atasannya baik banget, perhatian banget kok dek” (Verifikator internal, 2018) “Mbak…baik banget dek, kita saling membantu kok, perhatian dan memberikan nasihat apabila ada masalah” (Petugas entri data, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa atasan (kepala rekam medis) sudah perhatian kepada bawahannya atau karyawannya. Namun konsultasi dan nasihat tersebut dilakukan hanya pada saat ada masalah pekerjaan saja. Perhatian tidak hanya dilakukan pada saat ada masalah tetapi alangkah lebih baiknya perhatian dilakukan juga pada kehidupan sehari-hari agar ada rasa memiliki dan tidak ada kesenjangan sosial antara bawahan dan atasan. Apabila pengarahan dilakukan oleh atasan dengan baik maka dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Apabila terjadi perbedaan persepsi kodefikasi antara verifikator internal dan verifikator BPJS Perbedaan persepsi antara petugas rumah sakit dan BPJS disebabkan perbedaan latar belakang pendidikan antara petugas rumah sakit dan BPJS, ini sejalan dengan hasil penelitian Latifah (2015) menemukan bahwa salah satu penyebab perbedaan persepsi antara rumah sakit dengan BPJS disebabkan karena perbedaan latar belakang pendidikan antara petugas rumah sakit dengan BPJS, petugas rumah sakit memiliki latar belakang D III rekam medis, sementara petugas BPJS memiliki latar belakang pendidikan di luar rekam medis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besar kemungkinan ketidaksesuain kaidah koding disebabkan kurang optimalnya pengarahan oleh Kepala Rekam Medis dan pengarahan oleh BPJS Kesehatan jika ada masalah saja dan akhirnya menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan.



172



c.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Actuating terkait Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor actuating. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Tidak ada reward dan punishment



Anggaran belum ada



Gambar 4.14 Pohon Masalah Faktor Actuating



Gambar 4.14 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding dikarenakan tidak adanya reward dan punishment. Tidak adanya reward dan punishment disebabkan tidak adanya anggaran untuk reward. Pemberian reward dapat berupa pemberian tambahan hari cuti, hadiah kecil, pemberian pujian, kenaikan jabatan, pemberian gaji insentif 2%, atau penghargaan lainnya kepada verifikator internal dan petugas entri data yang rajin dan tepat dalam pelaksanaan penentuan kode dan pemberian punishment berupa peringatan secara lisan, peringatan tertulis (SP 1-3) untuk petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk.Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Leonard (2016) yang menyatakan bahwa SOP belum mengatur tentang pengisian diagnosis sesuai kaidah ICD 10 dan ICD 9 dan belum ada SOP terkait reward dan punishment. Nuryati (2014) bahwa SOP, reward dan punishment mendukung pengkodean diagnosis pasien BPJS. Sehingga besar kemungkinan reward dan



173



punishment menyebabkan ketidaksesuaian kaidah koding yang akhirnya menyebabkan berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan.



4.8.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi Controlling Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding Controllling merupakan suatu proses untuk menjamin bahwa tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Controllling manajemen adalah usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan tujuan yang ada di perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyipangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya lembaga dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisiensi dalam pencapaian tujuantujuan lembaga (Danarwati, 2013). Proses controlling di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo masih kurang optimal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh verifikator internal dan petugas entri data sebagai berikut. “Dilakukan kalau ada masalah saja” “Nggak pernah dilakukan rapat rutin” “Yah kita ngomong-ngomong biasa saja buat bahas masalah kayak curhat-curhat gitu saja” (Verifikator internal 1, 2018) “Kalau ada masalah saja dek” “Kita sama-sama sibuk sih” “Nggak pernah membandingkan antara kenyataan dan standar sih” (Petugas entri data 1, 2018) Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa tidak pernah ada rapat rutin secara rutin. Apabila ada masalah saja dilakukan rapat dan kadang tidak langsung ditemukan solusi. Rapat itupun hanya dilakukan hanya pada subunit saja misalnya bagian verifikator internal saja atau pendaftaran saja. Jarang sekali semua karyawan rekam medis khususnya karyawan klaim dikumpulkan jadi satu. Selain itu juga tidak pernah membandingkan antara kenyataan dan standar yaitu SOP



174



yang sebelumnya telah dibuat sehingga masalah pengembalian berkas klaim masih terus terjadi setiap bulan. Akibat tidak adanya rapat secara rutin tersebut juga tidak tercipta kebijakan baru sehingga kebijakan yang lama/SOP tidak pernah dilakukan



pembaharuan/revisi.



Sehingga



ketidaksesuaian



kaidah



koding



disebabkan oleh tidak pernah dilakukan evaluasi maupun pengawasan dengan mengadakan rapat rutin untuk membahas program yang tercapai dan belum tercapai serta mencarikan solusinya. d.



Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Controlling terkait Ketidaksesuaian Kaidah Koding



Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor controlling. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut. Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding



Belum ada rapat rutin



Tidak ada jadwal rapat rutin



Karyawan dan atasan beda shift



Kepala rekam medis belum ditetapkan



Gambar 4.15 Pohon Masalah Faktor Controlling



Gambar 4.15 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan belum ada rapat rutin yang disebabkan tidak adanya jadwal rapat rutin dan antar karyawan yang berbeda shift. Tidak adanya jadwal rapat rutin atau tidak ditetapkannya jadwal rapat disebabkan kepala rekam medis belum ditetapkan secara tertulis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh



175



Nurdiah dan Iman (2016) yang menjelaskan bahwa Evaluasi yang dilaksanakan terkait pengklaiman seperti rapat belum dilaksanakan secara rutin. Akan tetapi evaluasi dilakukan apabila terdapat kendala atau masalah dalam proses pengajuan klaim seperti masalah keterlambatan pengajuan klaim, adanya klaim yan gagal (unclaimed), adanya berkas yang dikembalikan atau koreksi dan yang terakhir adanya sosialisasi peraturan baru terkait klaim BPJS.



4.9 Analisis Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Menggunakan Pohon Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya, masalah utama dalam penelitian ini adalah pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Penyebab munculnya masalah utama atau level pertama dalam penelitian ini adalah ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap dan ketidaksesuaian kaidah koding. Sehingga pohon masalah yang disajikan untuk masalah utama dan penyebab level pertama pada permasalahan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo dapat digambarkan sebagai berikut. Penyebab Level 1 Masalah Utama



Ketidaklengkapan berkas klaim



Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding



Gambar 4.16 Penyebab Level Pertama



Gambar tersebut menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan menjadi masalah utama di Unit Rekam Medis bagian casemix Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Pengembalian berkas klaim rawat



176



inap tersebut disebabkan karena dua hal yaitu ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding. Selanjutnya, ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding ini disebut penyebab level pertama. Faktor-faktor penyebab pengembalian berkas persyaratan klaim BPJS pasien rawat inap juga terjadi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, yang mana penyebab pengembalian berkas persyaratan klaim disebabkan oleh ketidaklengkapan kartu BPJS Kesehatan seperti nomor SEP salah, ketidaklengkapan diagnosa utama dan sekunder. Kekurangan dalam kelengkapan fotocopy kartu BPJS bukan menjadi faktor utamapengembalian rumah



sakit.



Kartu BPJS



berkas



klaim



merupakan



ke kartu



pihak verifikator internal yang



berisikan nomor



kepesertaan BPJS dan berisi data sosial pasien. Kartu BPJS Kesehatan sebagai tanda bukti pasien asuransi BPJS yang berisi item-item data sosial guna administrasi pasien. Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Valentina dan Halawa (2018) juga menyatakan bahwa penyebab pengembalian berkas klaim disebabkan oleh ketidakakuratan kode diagnosis. Akibatnya terjadi pending atau sering disebut dengan unclaimed yang artinya tidak terklaim atau tertunda. Berdasarkan 83 berkas BPJS yang terpending ada 45% berkas BPJS dikarenakan dari kesalahan pengkodingan, 22% dikarenakan dari indikasi medis dan 33% dikarenakan administrasi. Kemudian peneliti akan melakukan analisis penyebab lainnya dengan menggunakan pohon masalah hingga nantinya ditemukan akar penyebab masalah utama tersebut. Hasil penelitian menunjukkan penyebab unclaimed berkas BPJS pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) Medan adalah jumlah SDM, sarana, teknologi, perencanan berupa ketersediaan SOP, dan evaluasi. Hal ini juga ditemukan dalam penelitian ini penyebab ketiga terjadinya pengembalian berkas klaim dari faktor human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. Adapun gambaran pohon masalah terkait masalah pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan selengkapnya akan digambarkan sebagai berikut.



Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap



Belum memaha mi Juknis/ aturan BPJS tentang kelengka pan berkas klaim



Tidak ada sosialisasi peraturan tentang kelengkapan berkas klaim Banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan



Belum memahami pemeriksaan penunjang yang harus diserahkan misalnya pemeriksaan laboratorium atau laporanlaporan



Kesalahan inputan pada SEP seperti TTL, nomor, JKN, dan tanggal masuk



Tidak meminta kartu identitas pasien dan tidak memfoto kopi kartu JKN maupun identitas



Tidak adanya lembar checklist kelengka pan klaim



Checklist dirasa akan memperla mbat pekerjaan



Dikejar waktu untuk menyerah kan berkas ke BPJS Kesehatan



Tidak dapat mengetik dengan cepat



Berkas klaim terselip bahkan hilang



Aplikasi E-Klaim sering error



Berkas berantakan Lama bekerja < 1 tahun



Tidak ada rak/ kardus untuk menampung berkas klaim dari poli/ bangsal



Ruangan sempit



Lama dalam peninputan data



Tidak dapat mengetik secara cepat



Ada berkas yang belum di scan dan salah letak berkas klaim pada folder lainnya



Ketidaktel itian petugas casemix



Belum optimalnya SOP pengisian berkas rekam medis



Tidak ada SOP kelengka pan berkas klaim



Belum ada sosialisasi pengisian berkas rekam medis



Bingung dalam membuat SOP dan aturan BPJS yang selalu update Belum pernah membuat SOP



Kurangnya komunikasi antara dokter, perawat, bidan, dan perekam medis



Canggung untuk mengingat kan



Senioritas tenaga kesehatan



Kelelah an petugas casemix



Jumlah pekerja an tidak sebandi ng dengan jumlah petugas dan terjadi double jobdesc ription



Gambar 4.17Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaklengkapan Berkas Klaim 177



Tidak ada reward dan punishment



Tidak dilakukan rapat untuk evaluasi Ketidaklengkapan berkas klaim



Tidak ada kebijakan dari atasan



Beda shift dan tidak ada jadwal rapat



178



Gambar 4.17 menjelaskan bahwa masalah utama yaitu pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Pengembalian BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya sebagai berikut. a.



Human Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap dari faktor human disebabkan petugas belum memahami Juknis/aturan BPJS tentang kelengkapan berkas klaim yang disebabkan tidak ada sosialisasi peraturan tentang kelengkapan berkas klaim yang disebabkan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan. Selain itu, petugas juga kurang paham tentang clinical pathway sehingga terjadi ketidaksesuaian antara diagnosa dan pemeriksaan penunjang. Ketidaklengkapan berkas klaim juga disebabkan oleh karyawan kurang teliti dalam penginputan SEP karena SEP tidak pernah di cek ulang sebelum di cetak. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap juga disebabkan tidak adanya lembar checklist yang dirasa akan memperlambat pekerjaan karena petugas dikejar waktu penyerahan berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap juga disebabkan petugas casemix belum mampu mengetik secara cepat karena lama bekerja < 1 tahun. b.



Organization Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap dari faktor organization yaitu dari faktor lingkungan fisik. Adapun penyebab dari faktor organization yaitu berkas klaim sering terselip bahkan hilang karena berkas berantakan. Hal tersebut disebabkan tidak ada rak/kardus untuk menampung berkas klaim dari poli/bangsal yang disebabkan ruangan rekam medis terlalu sempit. c.



Technology Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan oleh faktor technology. Ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan pada saat pembuatan SEP. Saat pembuatan SEP terjadi reload yang lama dan pada saat input data ke



179



aplikasi INA-CBGs terjadi proses grouping yang juga lama. Lamanya reload disebabkan petugas lama dalam pengiputan data ke aplikasi v-klaim maupun ke aplikasi e-klaim yang disebabkan petugas tidak terbiasa mengetik secara cepat. Apabila dalam penginputan lama terkadamg petugas klaim menutup aplikasi agar aplikasi dapat berfungsi lebih cepat. Ketidaklengkapan berkas klaim juga disebabkan ada beberapa berkas klaim yang belum di scan. Adanya berkas klaim yang belum di scan disebabkan petugas klaim tidak teliti dalam proses scanning. Selain itu, jumlah scanner tidak sebanding dengan jumlah berkas klaim. Jumlah scanner hanya ada satu dan berkas yang harus di scan ada ratusan berkas klaim. d.



Planning Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan belum optimalnya SOP pengisian rekam medis dan belum ada sosialisasi terkait pengisian berkas rekam medis kepada Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Tidak adanya sosialisasi disebabkan kesibukan antar karyawan. Selain itu, ketidaklengkapan berkas klaim juga disebabkan tidak adanya SOP terkait kelengkapan berkas klaim yang disebabkan petugas klaim bingung dalam membuat SOP kelengkapan berkas klaim dan aturan BPJS Kesehatan yang selalu update. Kebingungan dalam pembuatan SOP disebabkan petugas klaim belum pernah membuat SOP. Sehingga tidak ada rencana dari atasan untuk membuat SOP terkait pengklaiman khususnya kelengkapan berkas klaim agar terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan dapat diminimalisir bahkan dicegah. e.



Organizing Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan karyawan kelelahan dalam bekerja. Kelelahan dalam bekerja disebabkan jumlah pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah petugas dan terjadi double job description. f.



Actuating Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan tidak ada reward dan punishment. Reward berupa sertifikat penghargaan, kenaikan gaji insentif,



180



pemberian hari cuti sedangkan punishment berupa teguran, SP 1, SP 2, dan SP 3. Tidak adanya reward dan punishment disebabkan tidak ada kebijakan dari atasan karena tidak adanya anggaran dari atasan. g.



Controlling Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan tidak adanya kebijakan baru misalnya pembuatan SPO kelengkapan berkas klaim atau kebijakan lainnya terkait proses klaim di unit rekam medis khususnya bagian casemix tentang klaim BPJS Kesehatan. Tidak adanya kebijakan baru tersebut disebabkan belum pernah dilakukan rapat untuk evaluasi program khususnya tentang proses klaim. Belum pernah dilakukan rapat evaluasi terkait proses klaim khususnya pengembalian berkas klaim rawat inap karena ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan antar karyawan berbeda shift kerja dan tidak ada jadwal tetap terkait evaluasi program. Sehingga tidak terlaksanakan evaluasi tersebut. Pengembalian ketidaksesuaian



berkas



kaidah



klaim



koding.



rawat



inap



Ketidaksesuaian



juga kaidah



disebabkan koding



oleh artinya



ketidaksamaan persepsi kode antara verifikator rumah sakit dengan verifikator BPJS Kesehatan sehingga berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan kepada RS Mitra Sehat Situbondo. Ketidaksesuain kaidah koding dalam penelitian ini disebabkan dari faktor human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. Berikut akan digambarkan penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan kepada RS Mitra Sehat Situbaondo yang digambarkan dalam bentuk pohon masalah. Bentuk pohon masalah ini nantinya akan ditemukan akar penyebab masalah sehingga akar penyebab masalah ini dapat ditemukan solusi agar terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap dapat dicegah.



Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan



Ketidaksesuaian kaidah koding



Tidak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh BPJS Kesehatan



Malas membaca regulasi BPJS Kesehatan Banyak nya regulasi yang harus dibaca



Kurang nya pemaha man clinical pathway dan terminol ogi medis



Tidak optimal nya mengkode diagnosa penyakit dan tindakan



Lupa materi kuliah



Beban kerja banyak Beban kerja berbanding terbalik dengan jumlah verifikator internal



Kurang keteram pilan menentu kan kode



Kurang update peraturan BPJS Kesehatan



Tidak jelasnya tulisan diagnosa penyakit



Tidak mengerti cara mendapatk an informasi terbaru terkait peraturan BPJS Kesehatan



Lama kerja < 1tahun dan tidak ada buku pintar



Aplikasi antara vklaim dan eklaim belum bridging sehingga kode tidak konsisten Keter batas an dana



Diagnosa antara aplikasi e-klaim dan ICD manual/ pdf berbeda Belum ada pembaharu an dari BPJS Kesehatan



Karyawan tidak mengetah ui SOP pengkodi ngan Tidak ada sosialisasi SOP pengkodi ngan



Tidak ada pembahar uan SOP pengkodi ngan



Tidak ada perencanaan pembuatan buku pintar dan sosialisasi peraturan terbaru



Job description tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan



Kurangnya koordinasi apabila ada peraturan koding terbaru dari BPJS Kesehatan



Kesibukan kepala rekam medis dan karyawan



Gambar 4.18 Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaksesuaian Kaidah Koding 181



Tidak ada reward dan punishment



Anggaran belum ada



Belum ada rapat rutin



Tidak ada jadwal rapat rutin Kepala rekam medis belum ditetapkan



Karyawan dan atasan beda shift



182



Gambar 4.18 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap merupakan masalah utama. Pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan oleh ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya sebagai berikut. a.



Human Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor human. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan petugas malas membaca regulasi BPJS Kesehatan terkait kaidah koding. Petugas malas membaca regulasi tersebut disebabkan banyak regulasi yang harus dibaca. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan petugas juga tidak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh BPJS Kesehatan dan kurangnya pemahaman clinical pathway dan terminologi medis petugas klaim. Hal tersebut disebabkan petugas lupa materi kuliah yang telah diajarkan di bangku perkuliahan. Ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan tidak optimalnya petugas dalam mengkode penyakit dan tindakan karena beban kerja petugas tinggi. Beban kerja tersebut disebabkan antara beban kerja petugas dengan jumlah verifikator internal di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo tidak sebanding. Petugas klaim juga kurang disiplin dalam bekerja hingga akhirnya jam istirahatnya lebih dahulu karena petugas klaim merasa jenuh dengan banyaknya pekerjaan. Ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan kurangnya keterampilan petugas klaim dalam menentukan kode diagnosa dan tindakan karena petugas klaim seringkali petugas kesulitan dalam membaca tulisan dokter yang disebabkan lama kerja petugas klaim kurang dari 3 tahun. b.



Organization Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor organization. Faktor organization dalam penelitian ini yaitu petugas tidak dapat konsentrasi dalam bekerja. Petugas tidak konsentrasi dalam bekerja disebabkan berkas yang berantakan dan banyak orang yang keluar masuk di ruang casemix. Hal tersebut



183



disebabkan tidak adanya keranjang untuk berkas klaim dari poli dan sempitnya ruang casemix di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. c.



Technology Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor technology. Faktor technology dalam penelitian ini yaitu aplikasi antara v-klaim dan e-klaim belum bridging sehingga kode tidak konsisten. Belum bridging-nya SIMRS dan v-klaim maupun e-klaim disebabkan rumah sakit belum ada dana untuk melakukan bridging SIMRS. Selian itu, diagnosa antara aplikasi e-klaim dan ICD manual maupun pdf berbeda yang disebabkan belum ada pembaharuan dari BPJS Kesehatan terkait kode diagnosis maupun kode tindakan. d.



Planning Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor planning. Faktor planning dalam penelitian ini adalah karyawan tidak mengetahui SOP pengkodingan karena di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbodo disebabkan belum ada sosialisasi SOP pengkodingan. Sosialisasi pengkodingan belum pernah dilakukan sebab kesibukan petugas klaim di bagian casemix. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan tidak ada pembaharuan SOP pengkodingan karena kesibukan petugas klaim. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan tidak ada perencanaan/rencana strategis terkait pengklaiman. Tidak dibuatnya rencana strategis disebabkan petugas bingung cara membuat rencana strategis karena tidak ada pelatihan dalam membuat perencanaan strategis dan petugas klaim masih fresh graduation. e.



Organizing Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor organizing. Faktor organizing dalam penelitian ini adalah job description tidak rinci karena belum ada pembaharuan job description. Tidak diperbaharuinya job description disebabkan job description dianggap tidak penting oleh petugas klaim. Ketidaksesuain kaidah koding juga disebabkan job description pada saat tes



184



wawancara berbeda dengan saat bekerja. Halini sebabkan adanya rolling pekerjaan karena dilakukan penyesuaian pekerjaan dengan kemampuan latar belakang pendidikan. f.



Actuating Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor actuating. Faktor actuating dalam penelitian ini adalah tidak adanya reward dan punishment. Tidak adanya reward karena belum adanya anggaran oleh atasan dan belum adanya punishment karena belum ada kebijakan oleh atasan. g.



Controlling Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena



ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor controlling. Faktor controlling dalam penelitian ini adalah tidak adanya kebijakan baru karena belum pernah dilakukan rapat rutin untuk membahas proses klaim. Tidak adanya rapat rutin disebabkan belum ada jadwal rapat rutin dan terdapat perbedaan shift kerja antar petugas klaim. Tidak dibentuknya jadwal rapat rutin disebabkan kepala rekam medis belum menetapkan jadwal rapat tersebut.



4.10 Menentukan Pemecahan Masalah Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo dengan Menggunakan Metode Brainstrorming Brainstorming yang dilakukan pada tanggal 3 November 2018 dihadiri oleh informasi penelitian sebagai peserta dan peneliti sebagai moderator. Informan penelitian terdiri dari kepala rekam medis, petugas pendaftaran, verifiktor internal yang merangkap juga menjadi petugas entri data. Berdasarkan uraian pembahasan terkait faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan maka dapat disusun upaya perbaikan masalah dengan menggunakan teknik brainstorming. Berikut adalah hasil upaya perbaikan masalah yang diperoleh dengan metode brainstorming.



185



Tabel 4.8 Hasil Upaya Perbaikan Masalah Tahun 2018 No.



Variabel



1.



Human



2.



Organization



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah



Ketidaklengkapan Berkas Klaim Petugas pendaftaran a. Konfirmasi kembali dengan bingung dalam dokter terkait diagnosa. penentuan kode jika b. Ada list terminologi medis antara koding di surat pengantar rawat inap berbeda dengan aplikasi v-klaim Verifikator internal a. Membuat list kelengkapan belum memahami berkas seperti persalinan regulasi kelengkapan harus berkas apa saja yang (berkas apa saja yang diikutsertakan. harus dilengkapi b. Sosialisasi regulasi khususnya pemeriksaan kelengkapan. penunjang) dan pathway pasien sehingga formulir penunjang sering tidak disertakan Tidak berjalannya Membuat checklist kelengkapan lembar checklist karena klaim atau membuat kartu tidak ada checklist kendali kelengkapan klaim ataupun kartu kendali Belum bisa mengetik Melatih diri untuk mengetik dengan cepat sehingga dengan cepat proses penginputan lebih dari 1 menit Sering salah input Lebih teliti dalam penginputan tanggal lahir dan pengecekan kembali sebelum SEP di cetak Lamanya dalam a. Melakukan manajemen identifikasi kelengkapan waktu berkas klaim untuk 1 b. Membuat target 1 hari dapat pasien membutuhkan menyelesaikan berapa waktu lebih dari 3 menit berkas Kurangnya jumlah Penambahan karyawan sesuai verifikator internal dengan beban kerja yang sehingga banyak dikerjakan pekerjaan yang harus ditunda Ruangan casemix sempit a. Pelebaran ruangan b. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih luas Tidak ada sekat kaca di Penggunaan masker oleh pendaftaran sehingga petugas pendaftaran kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular besar Ruangan berdebu dan Ruangan dibersihkan setiap rekam medis berserakan hari. Berkas ditata supaya lebih rapi



186



No.



Variabel



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah



3.



Technology



Tidak ada petugas IT tetap Kurangnya scanner



4.



Planning



Belum ada SOP kelengkapan berkas klaim dari rumah sakit Belum ada perencanaan strategis



5.



Organizing



Job description tidak jelas dan tidak rinci



6.



Actuating



Kurangnya bekerja



7.



Controlling



Tidak ada rapat rutin



semangat



Evaluasi program



8.



Human



dan disediakan rak/keranjang Kontrak petugas IT diperpanjang Penambahan scanner minimal 1 scanner a. Menyusun dan menetapkan SOP kelengkapan klaim b. Sosialisasi SOP kelengkapan klaim Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya kelengkaoan berkas klaim a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 1%, pemberian pujian, pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3) Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun kebijakan minimal setiap 2 tahun sekali



Ketidaksesuan Kaidah Koding Verifikator internal tidak a. Sosialisasi regulasi BPJS paham regulasi Kesehatan yang berlaku. pengkodingan b. Pelatihan kodefikasi yang mengacu pada regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. Verifikator internal tidak Persamaan persepsi dengan paham perbedaan semua pihak penyakit akut dan kronis Petugas entri data tidak Sosialisasi regulasi BPJS paham struktur dari Kesehatan yang berlaku. keluaran INA-CBGs seperti contoh A-1-11-III Petugas entri data tidak Membuat petunjuk teknis paham perbedaan pengisian di aplikasi e-klaim diagnosa utama dan 5.1 dengan dilengkapi maksud sekunder dari masing-masing item Waktu istirahat lebih Pemberian peringatan kepada awal dari ketentuan jam karyawan istirahat



187



No.



9.



Variabel



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah Konfirmasi dengan dokter terkait diagnosa yang tidak jelas Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan



Organization



Tulisan dokter sulit di baca Kurangnya jumlah verifikator internal sehingga banyak pekerjaan yang harus ditunda Ruangan casemix sempit



10.



Technology



11.



Planning



Kurangnya keranjang berkas Tidak ada petugas IT tetap Belum ada SOP pengkodingan klaim dari rumah sakit Belum ada perencanaan pembuatan buku pintar Job description tidak jelas dan tidak rinci



12.



Organizing



13.



Actuating



Kurangnya bekerja



14.



Controlling



Tidak ada rapat rutin



semangat



Evaluasi program



a. Pelebaran ruangan b. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih luas Penambahan kerangjang/kardus tidak terpakai Kontrak petugas IT diperpanjang a. Menyusun dan menetapkan SOP pengkodingan klaim b. Sosialisasi SOP pengkoidngan klaim Membuat buku pintar kode yang sering keluar a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab apabila ada perubahan Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 1%, pemberian pujian, pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3) Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun kebijakan minimal setiap 2 tahun sekali



Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018



Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa variabel yang menjadi masalah adalah human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. Masalah yang pertama dari segi human adalah petugas pendaftaran bingung dalam penentuan kode jika antara koding di surat pengantar rawat inap berbeda dengan aplikasi v-klaim. Berdasarkan hasil brainstorming upaya



188



penyelesaian masalah pertama adalah konfirmasi kembali dengan dokter terkait diagnosa yang tidak sama dengan yang ada di aplikasi v-klaim. Hal ini sesuai dengan penelitian Maimun, dkk. (2018) yang menyatakan bahwa apabila terdapat diagnosa yang meragukan/tidak sama dengan aplikasi v-klaim maka harus dilakukan konfirmasi baik via telp/via WA kedokter yang bersangkutan atau saat ini sedang praktik maka konfirmasi langsung ke dokter tersebut. Rekam medis menyebutkan bahwa data dalam rekam medis dibuat oleh kedokteran atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien, karena dokterlah yang mempunyai kewajiban, hak dan tanggung jawab untuk menentukan diagnosis dan pelayanan yang diberikan, dan oleh karenanya tidak boleh diubah oleh pihak lain (Menkes, 2007). Sehingga yang berhak megubah diagnosa ada DPJP, petugas pendaftaran harus konfirmasi ke DPJP apabila ditemukan perbedaan diagnosa antara yang dituliskan DPJP dengan yang ada di aplikasi v-klaim. Upaya penyelesaian masalah yang kedua adalah dilakukan standarisasi/tersedianya list terminologi medis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mangentang (2015) yang menjelaskan bahwa diperlukan upaya persamaan persepsi/standarisasi mengenai suatu penyakit dengan membuat standarisasi terminologi medis. Masalah kedua dari segi human adalah verifikator internal belum memahami regulasi kelengkapan (berkas apa saja yang harus dilengkapi khususnya pemeriksaan penunjang) dan pathway pasien sehingga formulir penunjang sering tidak disertakan. Upaya perbaikan masalah pertama yang dilakukan adalah membuat list kelengkapan berkas seperti persalinan harus berkas apa saja yang diikutsertakan karena beda diagnosa beda pemeriksaan penunjang yang disertakan. Misalnya kasus persalinan harus menyertakan SEP, resume, surat pengantar rawat inap, surat keterangan persalinan, laporan operasi, surat pengantar rawat inap, pemeriksaan laboratorium sedangkan kasus jantung yang harus ada yaitu SEP, resume, surat pengantar rawat inap, pemeriksaan elektrogram. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfiyan (2014) yang menyatakan bahwa list kelengkapan lembar–lembar klaim penting sehingga pengendalian ketidaklengkapan berkas klaim dapat diminimalisir. Upaya



189



perbaikan masalah kedua adalah sosialisasi regulasi kelengkapan berkas klaim. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ulfah (2011) yang menjelaskan bahwa penting dilakukan sosialisas tentang persyaratan pasien jamkesmas agar ketidaklengkapan berkas klaim dapat diminimalisir. Masalah ketiga dari segi human adalah tidak berjalannya lembar checklist karena tidak ada checklist kelengkapan klaim ataupun kartu kendali sehingga terdapat berkas yang masih tertinggal untuk dilengkapi. Upaya penyelesaian masalah tersebut dilakukan dengan membuat checklist kelengkapan klaim atau membuat kartu kendali yang digunakan untuk pengontrolan kelengkapan berkas klaim. Peneliti mendesainkan checklist dan kartu kendali sebagai alternatif pilihan untuk memudahkan verifikator internal dalam menganalisis kelengkapan berkas klaim. Berikut merupakan desain kartu kendali ketidaklengkapan berkas klaim yang disarankan oleh peneliti. Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



SEP



Resume Medis



Validitas Isi Persyaratan Pengisian No. SEP Tanggal SEP No. kartu Nama peserta Tanggal lahir No. telepon Faskes perujuk Diagnosa awal Peserta Jenis rawat Kelas rawat Tanggal MRS Ruang Alasan MRS Penyakit penyerta Hasil pemeriksaan saat MRS Diagnosa utama Diagnosa sekunder Tata laksana d. Medika mentosa saat dirawat e. Tindakan medis f. Medika mentosa saat pulang Keadaan waktu keluar RS Cara keluar RS Sebab meninggal (jika



Sesuai



Tidak Sesuai



Keterangan



190



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



Lembar INACBG’s



Validitas Isi Persyaratan Pengisian ada) Instruksi tindak lanjut/kontrol (jika ada) Tempat dan tanggal membuat resume Ttd DPJP Nama peserta No. RM Umur tahun Umur hari Tanggal lahir Jenis kelamin Kelas perwatan No. SEP Tanggal masuk Tanggal keluar Jenis perawatan Cara pulang LOS Berat lahir Diagnosa utama Diagnosa sekunder Prosedur Hasil grouping



Hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi)



Clinical pathway



Nama klien Tanggal lahir/umur Berat badan Sex Tinggi badan No. registrasi No. RM Diagnosa awal Kode ICD-10 Rencana LD Cara pulang Diagnosa Utama Penyerta Komplikasi Assesmen klinik Pemeriksaan penunjang Tindakan Jasa keperawatan Obat-obatan Darah/kolf



Sesuai



Tidak Sesuai



Keterangan



191



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



Validitas Isi Persyaratan Pengisian



Sesuai



Tidak Sesuai



Keterangan



AMHP Jasa farmasi Jasa gizi Nutrisi Hasil/outcome Pendidikan rencana pemulangan Varians Nama perawat Nama dokter Ttd DPJP Nama pelaksana verifikasi Diagnosa akhir Kode diagnosa akhir Tindakan Rincian obat Surat pengantar rawat inap Laporan operasi (kasus bedah) SK Kelahiran (kasus persalinan) SK Persalinan kasus persalinan) Catatan: centang yang tidak lengkap



Gambar 4.19 Checklist Kelengkapan Berkas Klaim



Gambar tersebut merupakan desain kartu kendali kelengkapan berkas klaim yang dapat digunakan sebagai alat untuk analisis kelengkapan berkas klaim secara tertulis sehingga dapat menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan kelengkapan berkas klaim. Lembar kelengkapan juga akan didesainkan untuk pengajukan kelengkapan berkas klaim (gambar terlampir). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurhaidah, dkk (2016) yang menyatakan salah satu faktor yang menyebabkan ketidaklengkapan pengisian rekam medis adalah tidak adanya cheklist penilaian kelengkapan pengisian rekam medis, sehingga peneliti menyarankan untuk membuat cheklist penilaian atau kartu kendali.



192



Masalah ketiga dari segi human adalah belum bisa mengetik 10 jari sehingga proses penginputan lebih dari 1 menit. Jika jumlah pasien banyak maka akan menghambat proses pelayanan karena lamanya pasien mendapatkan pelayanan. Upaya perbaikan masalah yang disarankan adalah melatih diri untuk mengetik 10 jari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutirman (2012) yang menyatakan bahwa diperlukan pengembangan keterampilan dan pengetahuan mengetik berbasis komputer sesuai dengan perkembangan era global sekarang dan masa yang akan datang. Masalah keempat dari segi human adalah sering salah input tanggal lahir sehingga sering dilakukan edit data. Upaya perbaikan masalah yang disarankan adalah lebih teliti dalam penginputan dan pengecekan kembali sebelum SEP di cetak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Supraba (2013) yang menyatakan bahwa lebih teliti dalam penginputan dan pemahaman data sehingga sistem dapat berjalan dengan baik tanpa ada kesalahan. Masalah kelima dari segi human adalah lamanya dalam identifikasi kelengkapan berkas klaim untuk 1 pasien membutuhkan waktu lebih dari 3 menit sehingga berkas klaim masih menumpuk yang belum dianalisis kelengkapan berkas klaim. Upaya perbaikan masalah yaitu dengan melakukan manajemen waktu dan membuat target 1 hari dapat menyelesaikan berapa berkas. Hal ini sejalan dengan penelitian Meilani dan Putri (2015) yang menjelaskan bahwa perlu dilakukan manajemen waktu dan evaluasi waktu atau penyediaan alat barcode untuk memperlacar pelayanan. Masalah keenam dari segi human adalah kurangnya jumlah verifikator internal sehingga banyak pekerjaan yang harus ditunda. Upaya perbaikan masalah yaitu penambahan verifikator internal agar dapat fokus dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawabnyanya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Menkes (2014) yang menyatakan bahwa penentuan jumlah tenaga/kebutuhan SDM dihitung berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan beberapa hal. Jumlah standar tenaga verifikator yang dibutuhkan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah lima orang. Perhitungan jumlah verifikator internal dapat dapat menggunakan metode WISN. Hal ini bertujuan agar terdapat kesesuaian



193



jumlah verifikator internal dengan kebutuhan jumlah verifikator internal di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Hal ini sesuai dengan penelitian Warijan, dkk (2017) yang menyatakan bahwa beban kerja sangat berpengaruh terhadap efisiensi, efektivitas dan produktifitas tenaga kerja sehingga perlu adanya kesesuaian antara jumlah tenaga kerja dan beban kerja, oleh karena itu, berdasarkan perhitungan dengan metode WISN, RSI Sultan Agung perlu menambahkan satu petugas agar pelayanan lebih efektif dan efisien. Tabel berikut merupakan hasil perhitungan kebutuhan petugas verifikator internal adalah sebagai berikut. Langkah Pertama : Menetapkan Waktu Kerja Tersedia A (hari kerja aktif selama 1 tahun)



= 6 (hari kerja) x 50 (minggu) = 300 Hari



B (cuti)



= 12 Hari



C (diklat)



= 6 Hari



D (hari libur nasional)



= 19 Hari



E (izin, sakit)



= 10 Hari



F (jam kerja per hari)



= 7 jam kerja/hari (allowance 25% x 7 = 1,75 ) = 7 – 1,75 = 5,25 Jam/Hari



1. Hari Kerja Tersedia



= { A – (B+C+D+E) } = {300 – (12+6+19+120)} = 253 Hari kerja/tahun



2. Waktu Kerja Tersedia = Hari Kerja Tersedia x F = 253 x 5,25 = 1.328,25 jam kerja pertahun = 79.695 (dalam menit) Langkah Kedua dan ketiga : Menetapkan Unit Kerja dan SDM dan menyusun standar beban kerja. Tabel 4.9 Menyusun Standar Beban Kerja Kategori SDM



Kegiatan Pokok



Verifikator Internal



Analisis pengisian resume dan clinical pathway Pemilahan berkas



Rata-rata waktu (menit) 2



Standar beban kerja 39.847



194



klaim -RJ -RI



-2 - 3,5



- 39.847 - 22.770



Koding -RJ -RI



-2 - 7,4



- 39.847 - 10.769



3



39.848



-2 -5



- 39.847 - 15.939



Entri data ke aplikasi INA-CBGs Scan berkas -RJ -RI



Cara Perhitungan Standar beban kerja =



Waktu kerja tersedia Rata-rata waktu per-kegiatan pokok



a.



Analisis pengisian resume dan clinical pathway = 79.695/2= 39.847



b.



Pemilahan berkas klaim RJ = 79.695/2 = 39.847 RI = 79.695/3.5 = 22.770



c.



Koding RJ = 79.695/2



= 39.847



RI = 79.695/7.4 = 10.769 d.



Entri data ke aplikasi INA-CBGs = 79.695/3 = 39.848



e.



Scan berkas RJ = 79.695/2 = 39.847 RI = 79.695/5



= 15.939



Langkah ke empat : Menyusun Standar Kelonggaran 1.



Waktu kerja tersedia



= 1.328.25 jam/ tahun



2.



Faktor kelonggaran



= pertemuan audit medik, i jam/ minggu = 1 jam x 52 minggu = 52 jam/ tahun



Rumus standar kelonggaran



= 52 jam / 1.328.25 = 0,039 = 0,04



Menghitung Kebutuhan Tenaga Kerja



195



Rumus : Kuantitas Kegiatan Pokok



+ Standar Kelonggaran



Standar beban kerja 1.



Kuantitas kegiatan pokok



Keterangan: Pasien rawat jalan /hari



= 56 pasien



Pasien rawat inap/hari



= 6 pasien



Jumlah pasien RI+RJ



= 61 pasien



a.



Analisis pengisian resume dan clinical pathway = 253 x 300 = 75.900



b.



Pemilahan berkas klaim RJ = 121 x 300 = 36.300 RI = 37 x 300



c.



= 11.100



Koding RJ = 121 x 300 = 36.300 RI = 37 x 300



= 11.100



d.



Entri data ke aplikasi INA-CBGs = 253 x 300 = 75.900



e.



Scan berkas RJ = 121 x 300 = 36.300 RI = 37 x 300



2.



= 11.100



Kebutuhan SDM



Rumus : Kuantitas kegiatan / standar beban kerja + std. kelonggaran a.



Analisis pengisian resume dan clinical pathway = 75.900/39.847 + 0,04 = 1,94 = 2 orang



b.



Pemilahan berkas klaim RJ = 36.300/39.847 + 0,04 = 0,95 = 1 orang RI = 11.100/22.770 + 0,04 = 0,52 = 1 orang



c.



Koding RJ = 36.300/39.847 + 0,04 = 0,95 = 1 orang RI = 11.100/10.769 + 0,04 = 0,52 = 1 orang



d.



Entri data ke aplikasi INA-CBGs = 75.900/39.848 + 0,04 = 1,94 = 2 orang



e.



Scan berkas RJ = 36.300/39.847 + 0,04 = 0,95 = 1 orang



196



RI = 11.100/15.939 + 0,04 = 0,52 = 1 orang Sehingga jumlah verifikator internal sebanyak 10 orang namun saat ini yang jadi verifikator internal sebanyak 3 orang Masalah keenam dari segi organization adalah ruangan casemix sempit. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah pelebaran ruangan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setijaningsih (2015) yang menyatakan bahwa perlu adanya pelebaran ruang rekam medis sehingga berkas tidak berserakan dan tidak terjadi desakan orang. Upaya perbaikan kedua yang dapat dilakukan adalah penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih luas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahajaan (2012) yang menyatakan bahwa penataan ruangan kerja yang teratur, sirkulasi udara yang nyaman dan segar, peneranganyang cukup, serta tempat kerja yang bersih akan turut berpengaruh pada perfomance dan perilaku pegawai ditempat kerja, pegawai akan merasa senang dan bergairah dalam melaksanakan tugas dan kerjanya Masalah ketujuh dari segi organization adalah tidak ada sekat kaca di pendaftaran sehingga kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular besar. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah penggunaan masker oleh petugas pendaftaran atau pemberian penyekat kaca. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti (2015) yang menyatakan bahwa loket bagian dalam pendaftaran seharusnya diberikan penyekat kaca, lubang bicara, dan penggunaan masker oleh petugas pendaftaran agar mengurangi risiko petugas tertular penyakit atau virus dari pasien saat bekerja. Masalah kedelapan dari segi organization adalah ruangan berdebu dan rekam medis berserakan. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah ruangan dibersihkan setiap hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariyati (2017) yang menyatakan bahwa ruangan perlu di bersihkan sesering mungkin kurang lebih dua kali sehari agar selalu bersih dari debu. Upaya perbaikan kedua yang dapat dilakukan adalah berkas ditata supaya lebih rapi dan disediakan rak/keranjang Masalah kesembilan dari segi technology adalah tidak ada petugas IT tetap. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah kontrak petugas IT diperpanjang.



197



Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwatini dan Harjanti (2017) yang menyatakan bahwa apabila masa kontrak dengan karyawan berakhir maka karyawan akan diperpanjang masa kontraknya jika optimal dalam menjalankan tugasnya dan bagus kinerjanya. Masalah kesembilan dari segi planning adalah belum ada SOP kelengkapan berkas klaim dan pengkodingan klaim dari rumah sakit. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah menyusun dan menetapkan SOP kelengkapan klaim dan SOPpengkodingan klaim. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2016) yang menyatakan bahwa perlu membuat SOP pemberian kode diagnosis dengan keterangan diagnosis yang yang perlu prosedur khusus dan menjelaksan langkah-langkah yang berbeda sesuai jenis kasus agar karyawan lebih disiplin dan dapat meminimalisir kesalahan. Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Malonda (2016) yang menyatakan bahwa perlu membuat SOP pengajuanklaim Pengajuanklaim BPJS Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Upaya perbaikan kedua yang dapat dilakukan adalah sosialisasi SOP kelengkapan klaim. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riyantika (2018) yang menyatakan bahwa diperlukan sosialisasi yang optimal tentang kebijakan pengisian rekam medis sehingga dokter, perawat dan petugas rekam medis maupun pihak lain yang terkait mengetahui dan memahami akan pentingnya kelengkapan berkas rekam medis khususnya resume medis. Masalah kesepuluh dari segi planning adalah belum ada perencanaan strategis. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah membuat rencana strategis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2014) yang menyatakan bahwa perlu dibuatkan rencana strategis agar rencana strategis ini dapat dibuat dengan baik maka diperlukan suatu alur kerja perencanaan startegis sistem informasi dan teknologi. Masalah kesebelas dari segi organizing adalah job description tidak jelas dan tidak rinci. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah pemberian job description kepada masing-masing karyawan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanif (2013) yang menyatakan bahwa job description yang tidak jelas, perintah-perintah yang tidak lengkap dari atasan,



198



tidak adanya pengalaman memberikan kontribusi terhadap ketidakjelasan peran. Menurut Shepherd dan Fine (1994) skala dari Rizzo, House dan Litzman atau yang dikenal dengan RHL paling sering digunakan untuk mengukur ketidakjelasan peran. Ketidakjelasan peran dibagi menjadi tiga bagian yaitu ketidakjelasan pertanggungjawaban, ketidakjelasan ketentuan, dan ketidakjelasan role-sender. Masalah keduabelas dari segi actuating adalah kurangnya semangat bekerja. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian, pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3). Hal ini sejalan dengan penelitian Nurhadiah (2016) yang dilakukan oleh yang menyatakan bahwa perlu memberlakukan sistem reward dan punishment sebagai motivasi dalam pengisian rekam medis, pengkodingan, dan kedisiplinan kerja. Masalah ketigabelas dari segi controlling adalah tidak ada rapat rutin. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2015) yang menyatakan bahwa solusi untuk menurunkan ketidaklengkapan berkas rekam medis dan ketidakakuratan kode diagnosis dilakukan dengan cara mengadakan sosialisasi rutin dalam rapat triwulan Masalah keempat belas dari segi controlling evaluasi program. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirfat (2017) yang menyatakan bahwa membuat kebijakan agar DPJP segera menuliskan diagnosis utama dan sekunder pada resume medis ketika diagnosis sudah ditegakkan dan memberikan tandatangan di resume medis. Masalah ke lima belas dari segi human adalah verifikator internal tidak paham regulasi pengkodingan. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saadah (2017) yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan melaksanakan sosialisasi peraturan-peraturan baru dalam pelaksanaan



199



pengajuan klaim BPJS Kesehatan kepada staf rumah sakit bagian pengajuan klaim. Masalah ke enam belas dari segi human adalah verifikator internal tidak paham perbedaan penyakit akut dan kronis. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pelatihan kodefikasi yang mengacu pada regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saadah (2017) yang menyatakan bahwa perlu adanya pengadaan pelatihan atau in house training untuk meningkatkan pengetahuan petugas terkait kodefikasi Masalah ke tujuh belas dari segi human adalah petugas entri data tidak paham struktur dari keluaran INA-CBGs seperti contoh A-1-11-III. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaadah (2017) yang menyatakan bahwa sosialisasi keluaran INA-CBGs. Masalah ke delapan belas dari segi human adalah petugas entri data tidak paham perbedaan penginputan diagnosa utama dan sekunder. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah membuat petunjuk teknis pengisian di aplikasi eklaim 5.2 dengan dilengkapi maksud dari masing-masing item. Pembuatan buku panduan pengisian aplikasi INA-CBGs bertujuan untuk menghindari kesalahan penginputan data INA-CBGs. Masalah ke sembilan belas dari segi human adalah waktu istirahat lebih awal dari ketentuan jam istirahat. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pemberian peringatan kepada karyawan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rofi (2012) yang menyatakan bahwa tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing. Masalah ke dua puluh dari segi human adalah tulisan dokter sulit di baca. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah konfirmasi dengan dokter terkait diagnosa yang tidak jelas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mandels dan Calvin (2013) yang menyatakan bahwa jika tulisan dokter tidak dapat dibaca walaupun sudah membaca hasil pemeriksaan lainnya, maka koder harus melakukan konfirmasi ulang kepada dokter yang merawat pasien tersebut agar menghindari bias.



200



Masalah ke dua puluh satu dari segi organization adalah kurangnya keranjang berkas. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah penambahan keranjang/kardus tidak terpakai. Hal ini dilakukan agar berkas tidak berantakan dan menghindari misfile. Masalah ke dua puluh dua dari segi technology adalah kurangnya scanner. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah penambahan scanner minimal 1 scanner. Penambahan scanner ini bertujuan untuk mempercepat proses klaim.



BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terkait faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a.



Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding.



b.



Jumlah berkas yang dikembalikan hampir setiap bulannya terjadi dengan rata-rata sebesar 13.065% dari 595 berkas yang diklaimkan.



c.



Berdasarkan faktor human terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah kurangnya pemahaman tentang regulasi kelengkapan berkas klaim, rata-rata karyawan masih baru sehingga belum ada pengalaman, dan kurangnya jumlah verifikator internal.



d.



Berdasarkan faktor organization terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah berkas hilang karena rak/kerabjang berkas klaim tidak ada dan ruangan sempit sehingga sesak apabila melakukan proses pengecekan berkas klaim.



e.



Berdasarkan faktor



technology terkait ketidaklengkapan berkas klaim



adalah kurangnya scanner dan karyawan masih belum bisa mengatasi terjadinya error sehingga apabila terjadi error hingga 2 hari akan menghambat kerja input data f.



Berdasarkan faktor planning terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum optimalnya SOP pengisian berkas rekam medis, tidak ada sosialisasi pengisian rekam medis, dan belum ada SOP kelengkapan berkas klaim.



g.



Berdasarkan faktor organizing terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum optimal keterlibatan antara dokter, perawat, dan perekam medis, belum jelas dan rinci job description-nya.



201



202



h.



Berdasarkan faktor actuating terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum ada reward dan punishment, pengarahan hanya pada saat awal bekerja saja.



i.



Berdasarkan faktor controlling terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum diadakan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali sehingga tidak ada kebijakan baru.



j.



Koding yang tidak sesuai menurut BPJS Kesehatan yaitu N20.2 (Batu saluran kencing+ISK), K30 (Dispepsia), A16.0 (TB+PPOK), A09 (GEA+Thypoid), K81.9 (Cholecystitis + cholelithiasis)



k.



Berdasarkan faktor human terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah belum paham tentang regulasi diagnosa apa saja yang dapat diklaimkan ke BPJS Kesehatan, kurang pahamnya clinical pathway dan terminologi medis, kurangnya keterampilan membaca tulisan dokter.



l.



Berdasarkan faktor organization terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah kurang konsentrasinya karyawan dalam bekerja karena ruangan sempit



m.



Berdasarkan faktor technology terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah belum bridging antara v-klaim dan e-klaim.



n.



Berdasarkan faktor planning terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah tidak mengetahui SOP pengkodingan, belum ada sosialisasi SOP, dan tidak ada



rencana



strategis



terkait



pengembalian



berkas



klaim



karena



ketidaksesuaian kaidah koding. o.



Berdasarkan faktor organizing terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah ruangan sempit.



p.



Berdasarkan faktor actuating terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah tidak ada reward dan punishment, dan pengarahan hanya pada saat awal bekerja saja.



q.



Berdasarkan faktor controlling terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah belum ada rapat rutin untuk evaluasi program sehingga nantinya akan muncul kebijakan baru.



203



r.



Upaya



perbaikan



yang



dapat



dilakukan



adalah



pembuatan



SOP



pengklaiaman, sosialisasi SOP, penambahan karyawan, pengajuan proposal untuk



pelebaran



ruangan,



penambahan



scanner,



memperjelas



job



description, membuat checklist, diadakan reward seperti penambahan hari cuti atau hadiah kecil setiap tahunnya dan punishment seperti peringatan baik secara lisan maupun tertulis.



5.2 Saran a.



Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo perlu melakukan evaluasi terkait pengembalian



berkas



klaim



rawat



inap



yang



disebabkan



oleh



ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding secara rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali. b.



Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya melakukan sosialisasi terkait SOP kelengkapan pengisian rekam medis, SOP pengklaiman, dan kebijakan-kebijakan baru yang mungkin akan dibuat seperti reward dan punishment.



c.



Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya menambah karyawan klaim dengan metode WISN agar proses klaim dapat berjalan tepat waktu dan terjadinya pengembalian klaim dapat diminimalisir bahkan dicegah.



d.



Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya menyediakan anggaran dana terkait pengadaan scanner, reward dan punishment.



e.



Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya menyediakan keranjang untuk berkas rekam medis dari poli/ruangan, dan pengajuan proposal untuk pelebaran ruangan.



f.



Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat meneruskan penelitian ini dengan melakukan perhitungan kebutuhan sarana dan prasarana yang ideal, lebih rinci dalam penggalian informasi.



DAFTAR PUSTAKA Agustina, I., & Haryanto, D. 2018. “Sistem Pakar Diagnosis Kerusakan Pada Printer Ink Jet Dengan Menggunakan Metode Forward Chaining”. Dalam Jurnal Manajemen dan Teknik Informatika (JUMANTAKA), 1(1): 171-180. [Online]. http://jurnal.stmik-dci.ac.id/index.php/jumantaka/article/view/280/ 0 . [20 Juni 2018]. Alfianto, L., & Zakiyah, E. 2015. “Analisa perkiraan jumlah SDM rekam medik di unit filing dengan metode WISN (Woarl Load Indicator Staff Need) di RSUD Kabupaten Wonogiri Tahun 2014 (Analysis of estimated amount of human resources in the medical record filing with WISN method)”. In IJMS-Indonesian Journal on Medical Science, 2(1). [Online]. http://ejournal.ijmsbm.org/index.php/ijms/article/view/42. [7 Juni 2018]. Alfiyan, A. R. 2014. Tinjauan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap dalam Penentuan Diagnosa Utama di Rumah Sakit Islam Kendal Periode Semester 1 Tahun 2014. Alfiyan, A. R. 2014. Tinjuan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap dalam Penentuan Diagnosa Utama di Rumah Sakit Islam Kendal Periode Semester I Tahun 2014. Almasri, M. N. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia: Imlementasi Dalam Pendidikan Islam. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 19(2), 133-151. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Kutubkhanah/article/view /2547. [diakses tanggal 20 Oktober 2018]. Alvianitasari, E. F., Jati, S. P., & Fatmasari, E. Y. 2018. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Verifikasi di Kantor (Vedika) BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum William Booth Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(4), 10-17. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/21351. [diakses tanggal 18 November 2018]. Annas, A. 2017. Interaksi Pengambilan Keputusan dan Evaluasi Kebijakan. Makassar: Celebes Medis Perkasa. Ardhitya, T., & Perry, A. (2015). “Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Penolakan Klaim Bpjs Oleh Verifikator BPJS di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015”. Dalam Jurnal Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. [Online]. http://mahasiswa.dinus.ac.id/docs/skripsi/jurnal/15985.pdf [8 Maret 2018]. Barlian, N. A. 2016. “Pengaruh Tipe Kepribadian, Kontrak Psikologis, Komitmen Organisasi, Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational



204



205



Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja Karyawan di Rumah Sakit ParuKabupaten Jember”. Dalam Jurnal Relasi Stie Mandala Jember, 12(1). [Online] http://jurnal.stie-mandala.ac.id/index.php/relasi/article/view/82/69 Barus, V. M., Mesran, M., Suginam, S., & Karim, A. 2017. “Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Hama pada Tanaman Jambu Biji Menggunakan Metode Bayes”. Dalam Jurnal Ilmiah INFOTEK, 2(1). [Online]. http://ejurnal.amikstiekomsu.ac.id/index.php/infotek/article/view/97/90. [9 Juni 2018]. Basaryadi. 2013. Evaluasi Proses Pembuatan Laporan dan Pemanfaatan Informasi Rekam Medis Di Rumah Sakit Usada Sidoarjo. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 1(4), 282-290. http://journal.unair.ac.id /download-fullpapers-jaki8cb6c3cb05full.pdf. [diakses tanggal 10 Oktober 2018]. Bausat, N. 2015. Strategi RSUD Tenriawaru Kabupaten Bone Menuju Implementasi Sistem Pembayaran Prospektif. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 1(2), 97-107. http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/ view/2175/713. [diakses tanggal 10 Desember 2018]. BPJS Kesehatan. 2016. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan. 2016. Peraturan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional. [Online]. https://bpjskesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/e73f0b0fd0c22694dbab3f9f3b824d58.pd f. [8 Maret 2018]. Budiono. 2006. Pengertian Kedisiplinan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Diakses dari http:// repository.usu.ac.id. diakses tanggal 8 Oktober 2018]. Wagimo dan Ancok. 2005. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Jurnal Psikologi, 32(2), 112-127. https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7075. [diakses tanggal 17 November 2018]. Daft, Richard. 2007. Management Majamemen. Jakarta: Salemba Empat. Danarwati, Yanti Sri. 2013. Manajemen Pembelajaran dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Mimbar Bumi Bengawan, 6(13), 118. http://www.stia-asmisolo.ac.id/jurnal/index.php/jmbb/article/view/21. [diakses tanggal 18 November 2018].



206



Darmadi. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia ke Kepala Sekolahan. Yogyakarta: Deepublish. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. [Online]. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20No. %2040%20Th%202004%20ttg%20Sistem%20Jaminan%20Sosial%20Nasio nal.pdf. [4 Maret 2018]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik http://www.depkes.go.id/resources/download/peraturan/UU%20No.%2044 %20Th%202009%20ttg%20Rumah%20Sakit.pdf. [4 Maret 2018]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. [Online]. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20 Nomor%2036%20Tahun2%20009%20tentang%20Kesehatan.pdf. [28 Februari 2018]. Dharmmesta, B. S. 2014. Manajemen Pemasaran. http://repository.ut.ac.id/4785/ 1/EKMA4216-M1.pdf. [diakses tanggal 20 Desember 2018]. Dhermawan, A. A. N. B., Sudibya, I. G. A., & Utama, I. W. M. 2012. Pengaruh motivasi, lingkungan kerja, kompetensi, dan kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai di lingkungan kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmbk/article/view/2203. [diakses tanggal 19 Desember 2018]. Djuhaeni. 2012. Analisis Penerapan Sistem Informasi Rekam Medisdi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Universitas Padjajaran Endarto, Y., & Purnomo, P. S. 2013. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta”. Dalam Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. [Online]. https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/34853515/ jurnal_repro duksi.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1 530146635&Signature=YYs5DxSZ7sULucsHh1wy0LQ28yE%3D&response -contendisposition=inline%3B%20filename%3 DJURNALKESEHATAN_ SURYA_MEDIKA_YOGYAKARTA.pdf. [7 Juni 2018] Erawantini, Feby. 2017. Sistem Informasi Manajemen Kesehatan. Jember: UPT Penerbitan Universitas Jember.



207



Fanani, Z., Hanif, R. A., & Subroto, B. 2008. Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, dan Ketidakjelasan Peran Terhadap Kinerja Auditor. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 5(2), 139-155. http://jaki.ui.ac.id/index.php/home/article/view/252. [diakses tanggal 21 Desember 2018]. Fauzi, I., Kusumo, D., & Perdana, E. 2014. Perencanaan Strategis Sistem Informasi Menggunakan Metode Anita Cassidy (Studi Kasus: PT. Medika Antapani). EProceedings of Engineering, 1(1), 784-792. https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/engineering/arti cle/view/1778/4540. [diakses tanggal 16 November 2018]. Fauzi, Rizki Ahmad. 2017. Sistem Informasi Akutansi (Berbasis Akuntansi). Yogyakarta: Deepublish. Firdaus, F. F., & Dewi, A. 2015. “Evaluasi Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Peserta BPJS di RSUD Panembahan Senopati Bantul”. Dalam JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 4(2). [Online]. http://journal.umy.ac.id/index.php/mrs/article /view/690. [10 Juni 2018]. Garay, H.D.V. 2006. Kinerja Extra-Role dan Kebijakan Kompensasi. Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen, Vol. 8 (1), 33-42. http://jurnal.uii.ac.id/ Sinergi/article/view/424. [diakses tanggal 18 November 2018]. Gempur, Santoso. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Cetakan Pertama. Jakarta: Prestasi Pustaka. Gibson, James, L. 2000. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, Edisi ke-5. Cetakan ke-3. Jakarta: Erlangga. Gunawan, K., & Djati, S. P. 2011. “Kualitas Layanan dan Loyalitas Pasien (Studi pada Rumah Sakit Umum Swasta di Kota Singaraja–Bali)”. Dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 13(1), 32-39. [Online]. http://jurnal manajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/18242 Handoko, T. Hani. 2009. Manajemen Cetakan Duapuluh. Yogyakarta: BPEE. Hanif, R. A. 2013. Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran dan Ketidakjelasan Peran Terhadap Kinerja Auditor. Jurnal Ekonomi. Vol.21 No.3. hlm. 1-15. http://jaki.ui.ac.id/index.php/home/article/view/252. [diakses tanggal 11 Desember 2018]. Hardiyanti, S. 2015. Tinjauan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Kerja Petugas di Bagian Loket TPPRJ Pasien Umum di RSUD Ungaran Tahun



208



2015. Skripsi. http://eprints.dinus.ac.id/17431/. [diakses tanggal 19 Desember 2018]. Hariyati, F., Kesehatan, P. M. D. I., & Yani, J. A. 2017. Upaya Instalasi Rekam Medis dalam Menjaga Keamanan dan Kerahasiaan Berkas Rekam Medis di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Karya Tulis Ilmiah. http://repository.unjaya.ac.id/2047/2/FITRI%20HARIYATI_1314042_pisah .pdf. [diakses tanggal 13 Desember 2018]. Harjanti, A. D. 2017. Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT Pos Indonesia Cabang Tasikmalaya. Disertatsi. Universitas Widyatama. https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/ 123456789/8805. [diakses tanggal 16 Desember 2018]. Harjanti. 2018. Strategi Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan Metode SWOT. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia (JMIKI), 6(1), 52-56. http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/186. [diakses tanggal 11 Desember 2018]. Hartono, W. F., & Rotinsulu, J. J. 2015. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi dan Pembagian Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Prima Inti Citra Rasa Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 3(2). https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/9246. [diakses tanggal 19 desember 2018]. Hasibuan, Malayu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: PT Bumi Aksara Hasibuan, Malayu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan 9. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hatta, Gemala R. 2012. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Edisi Revisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia. Hendry, H. 2018. “Implementasi SAMBA Server untuk Mendukung Sharing Printer di SD Swasta Al-Washliyah 6/39 Medan”. Dalam Jurnal Ilmiah CORE IT, 6(1): 26-34. http://www.coreit.org/index.php/coreit/article/view/39Ilyas, Yaslis. 2006. Asuransi Kesehatan: Review Utilisasi, Manajemen Klaim dan Fraud (Kecurangan Asuransi Kesehatan). [Online]. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/1 /e35e639da4d53f92d43b45f256e6ff0737725d68.pdf. [12 Mei 2018] Indahyani, F. 2015. Studi Deskriptif Kuantitatif Pengetahuan Guru Sekolah Dasar Tentang Bullying di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Doctoral Dissertation. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.



209



http://repository.ump.ac.id/477/1/COVER_FAUZIYAH%20INDAHYANI_ PSIKOLOGI%2715.pdf. [20 Juni 2018]. Irianto, 2005. Born to Win Kunci Sukses yang tak Pernah Gagal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Isa. 2015. BPJS-Pasien Senang. http://bpjs-kesehatan.go.id. [12 April 2018]. Jusmin, A., Said, S., Bima, M. J., & Alam, R. 2016. Specific Determinants of Work Motivation, Competence, Organizational Climate, Job Satisfaction and Individual Performance: A Study among Lecturers. Journal of Business and Management Sciences, 4(3), 53-59. http://pubs.sciepub.com/jbms/4/3/1/index.html. [17 Desember 2018]. Kemenkes, RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis. [Online]. http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-meneterikesehatan-nomor-269-tentang-rekam-medis.pdf. [4 Maret 2018]. Kemenkes, RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. [Online]. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/ PMK%20. [12 Februari 2018]. Kemenkes. 2006. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan. [Online]. http://pelayanan.jakarta.go. id/download/regulasi/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-340-tentangklasifikasi-rumah-sakit.pdf. [12 Mei 2018] Koontz, H, Cyril, O & Heinz, W. 1996. Manajemen, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Kurniawan, dkk. 2017. Pengenalan Emosi Berdasarkan Suara Menggunakan Algoritma HMM. Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 4(3), 168-172. https://www.researchgate.net/profile/Barlian_Prasetio/publication/ 319498979_Pengenalan_Emosi_Berdasarkan_Suara_Menggunakan_Algorit ma_HMM/links/5a28b93eaca2727dd8870abf/Pengenalan-EmosiBerdasarkan-Suara-Menggunakan-Algoritma-HMM.pdf. [diakses tanggal 10 November 2018]. Kusumawati, F., Prasetya, J., & Dian, S. P. F. K. U. Evaluasi Fungsi Kerja Assembling Dalam Rangka Peningkatan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis di Rumah Sakit Islam Kendal Tahun 2016. http://mahasiswa.dinus.ac.id/docs/skripsi/jurnal/18507.pdf. [diakses tanggal 22 November 2018]



210



Latifah, D. A. 2015. Persepsi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasionalterhadap Pelayanan Kesehatan di Instalasi Rawat Inap Sa’ad Ibnu Abi Waqqash Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Disertasi. Universitas Negeri Semarang. Leonard, D. 2016. Pengorganisasian Klaim Pelayanan Pasien JKN di RSUP Dr. M Djamil Padang. Menara Ilmu, 10 (72), 168-177. http://joernal.umsb.ac.id/ index.php/menarailmu/article/viewFile/34/17. [diakses tanggal 8 Oktober 2018]. Lewiani, N., Lisnawaty, L., & Akifah, A. 2017. Proses Pengelolaan Klaim Pasien Bpjs Unit Rawat Inap Rumah Sakit Dr. R. Ismoyo Kota Kendari Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6), 1-16. https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Lewiani+%2 82017%29&btnG=. [diakses tanggal 17 Oktober 2018]. Maimun, N., Natassa, J., Trisna, W. V., & Supriatin, Y. Pengaruh Kompetensi Coder terhadap Keakuratan dan Ketepatan Pengkodean Menggunakan ICD 10 di Rumah Sakit X Pekanbaru Tahun 2016. Kesmars, 1(1), 31-43. https://www.neliti.com/publications/256299/pengaruh-kompetensi-coderterhadap-keakuratan-dan-ketepatan-pengkodean-menggunak. [diakses tanggal 11 desember 2018]. Malonda, T. D. 2015. Analisis Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Dalam JIKMU, 5(5). [Online]. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jikmu/article/ view/7852. [1 Februari 2018]. Manaida, R. J., Rumayar, A. A., & Kandou, G. D. 2017. Analisis Prosedur Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih Gmim Manado. Dalam Jurnal Kesmas, 6(3). [Online]. https://scholar.google.co.id/citations?user= 12NcEWIAAAAJ&hl=id&oi=sra. [5 Juni 2018] Mandels, R. J., & Calvin, L. 2013. Tingkat Akurasi Kodefikasi Morbiditas Rawat Inap Guna Menunjang Akurasi Pelaporan di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Cahya Kawaluyan. EJurnal. http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/ file/Rudy%20J%20Mandels.pdf. [diakses tanggal 2 Desember 2018]. Mangentang, F. R. 2015. Kelengkapan Resume Medis dan Kesesuaian Penulisan Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Sebelum dan Sesudah JKN di RSU Bahteramas. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 1(3), 159-168. http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2181. [diakses tanggal 15 November 2018].



211



Manuaba. 2000. Hubungan Beban Kerja dan Kapasitas Kerja. Jakarta: Rinek Cipta. Marhaeni, A. P. 2011. Analisis Break Even Point Sebagai Alat Perencanaan Laba Pada Industri Kecil Tegel di Kecamatan Pedurungan Periode 2004-2008 (Studi Kasus Usaha Manufaktur). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang Maufur. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Bintang Arli Wartika. Megawati, L., & Pratiwi, R. D. 2016. Faktor-Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Persyaratan Klaim BPJS Pasien Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Vokasional, 1(1), 36-43. https://journal.ugm.ac.id/jkesvo/article/view/27476. [diakses tanggal 8 Oktober 2018]. Meilani, D., & Putri, I. A. 2015. Perancangan Sistem Otomasi Barcode dengan Mengevaluasi Kinerja pada Aktivitas Transaksi Gudang (Studi Kasus: PT. Astra Komponen Indonesia). Jurnal Sains dan Teknologi Industri, 12(2), 268-277. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/sitekin/article/view/1037. [diakses tanggal 10 Desember 2018]. Menteri Dalam Negeri. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Standarisasi Sarana Dan Prasarana Ker]A Pemerintahan Daerah. Jakarta: Menteri Dalam Negeri. http://ciptakarya.pu.go.id/dok/ hukum/permen/permen_7_2006.pdf. [diakses tanggal 4 November 2018]. Mirfat, S., Andadari, N., Indah, N., & Nusaria, Y. 2017. Faktor Penyebab Keterlambatan Pengembalian Dokumen Rekam Medis di RS X Kabupaten Kediri. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 6(2), 174186. https://www.neliti.com/publications/113944/faktor-penyebabketerlambatan-pengembalian-dokumen-rekam-medis-di-rs-x-kabupaten. [diakses tanggal 11 Desember 2018]. Natassia, R., & Indria, V. (2016). Pengaruh faktor lingkungan kerja dan faktor individu terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor area II Padang. Journal of Economic and Economic Education, 4 (2): 233-239. https://media.neliti.com/media/publications/ 54415-ID-pengaruh-faktor-lingkungan-kerja-dan-fak.pdf. [diakses tanggal 21 Oktober 2018]. Neneng Fauziah Khodijah, N. 2015. Pengaruh Penerapan Metode Pembiasaan dan Metode Reward and Punishment menjelang Pembelajaran Agama Islam terhadap Karakter Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI di SMAN 2 Cianjur). Disertasi. UIN Sunan Gunung Djati Bandung. http://digilib.uinsgd.ac.id/2125/. [diakses tanggal 11 November 2018].



212



Nindy, Ervita, dkk. “Evaluasi Penyebab Kegagalan Klaim Asuransi Bpjs (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang (RSU-UMM)”. Dalam Prosiding Nasional SMIKNAS 2018 APIKES Citra Medika Surakarta ISBN: 978-6026363-27-6: 55-62. [Online]. https://smiknas.apikescm.ac.id/file/file_ prosiding/Ervita %20Nindy_erfita.pdf. [5 Juni 2018] Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurdiah, R. S., & Iman, A. T. 2016. “Analisis Penyebab Unclaimed Berkas Bpjs Rawat Inap di RSUDd Dr. Soekardjo Tasikmalaya”. Dalam Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 4(2). [Online]. http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/ 124. [12 Februari 2018] Nurfadhilah, N. 2017. Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’S Instalasi Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Jakarta. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(1), 90-103. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/1575. [diakses tanggal 15 November 2018]. Nurhaidah, Harijanto, T., & Djauhari, T. 2016. Faktor-Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 29(3), Hal 258–264. Retrieved from jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1642 [18 Oktober 2018] Nurrofi, A. 2012. Pengaruh Disiplin Kerja dan Pengalaman Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Departemen Produksi PT. Leo Agung Raya Semarang. Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan, 3(1), 1-21. https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Rofi+%2820 12%29+tindakan+pendisiplinan+&btnG=. [diakses tanggal 1 November 2018]. Octaria, H. 2016. Peningkatkan Kualitas Pengkodean Pada Ketepatan Dan Kecepatan Pengkodean Penyakit Untuk Penagihan Klaim BPJS Di RSUD Petala Bumi Pekanbaru. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 4(1). http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/92. [diakses tanggal 21 Oktober 2018]. Pamungkas, F., & Hariyanto, T. 2015. Identifikasi Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 124-128. http://www.jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/ article/view/1049. [diakses tanggal 17 November 2018].



213



Parasayu, A., & Rohman, A. 2014. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Audit Internal (Studi Persepsi Aparat Intern Pemerintah Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali)”. In Diponegoro Journal of Accounting, 3(2), 165-174. [Online]. https://ejournal3.undip.ac.id/index. php/accounting/article/view/6096. [7 Juni 2018] Persi. 2016. Refleksi 2 Tahun JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). [Online]. http://www.pdpersi.co.id/kegiatan/bahan_diskusi/refleksi_2thn_jkn.pdf Pradani, E. A., Lelonowati, D., & Sujianto, S. 2017. “Keterlambatan Pengumpulan Berkas Verifikasi Klaim BPJS di RS X: Apa Akar Masalah dan Solusinya?”. Dalam Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 6(2), 112-121. [Online]. https://www.neliti.com/publications /138194/ keterlambatan-pengumpulan-berkas-verifikasi-klaim-bpjs-di-rs-x-apa-akarmasalah. [4 Maret 2018]. Purnamasari, D., & Hernawati, E. 2013. “Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman, Pengetahuan dan Perilaku Disfungsional terhadap Kualitas Audit”. Dalam Jurnal Neo-Bis, 7(2), 119-135. [Online]. http://neo-bis.trunojoyo.ac.id/neobis/article/view/520/488. [17 Juni 2018]. Purnamasari, D., & Hernawati, E. 2013. Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman, Pengetahuan dan Perilaku Disfungsional Terhadap Kualitas Audit. Jurnal Neo-Bis, 7(2), 119-135. http://neo-bis.trunojoyo.ac.id/neo-bis/article/view/ 520. [diakses tanggal 11 Oktober 2018]. Purnamasari, D.I., 2005. Pengaruh pengalaman kerja terhadap hubungan partisipasi dengan efektifitas sistem informasi. Jurnal Riset Akuntansi Keuangan, 1 (3). https://scholar.google.com/scholar?cluster=146696674105 3940536&hl=en&oi=scholarr#d=gs_cit&u=%2Fscholar%3Fq%3Dinfo%3A OCPViXq2WxQJ%3Ascholar.google.com%2F%26output%3Dcite%26scirp %3D0%26scfhb%3D1%26hl%3Den Rahajaan, T. E., Swasto, B., & Rahardjo, K. 2012. Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Lingkungan Kerja, Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan Organizational Citizenship Behavior (studi Pada Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Karel Saidsuitubun Langgur). Jurnal Administrasi Bisnis, 6(2), 104-116. http://www.ejournalfia.ub.ac.id/index.php/profit/article/view/ 249. [diakses tanggal 11 Desember 2018]. Rahmawati, E., Warella, Y., & Hidayat, Z. 2006. Pengaruh Motivasi Kerja, Kemampuan Kerja dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, 3(1), 89-97. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/dialogue/article/view/385. [diakses tanggal 15 Desember 2018].



214



Ramadhani, S., Anis, U., & Masruro, S. T. 2013. “Rancang Bangun Sistem Informasi Geografis Layanan Kesehatan di Kecamatan Lamongan dengan PHP MySQL”. Dalam Jurnal Teknika, 5(2): 479-484. [Online]. http://journal.unisla.ac.id/pdf/11522013/SYAIFUDIN.pdf. [20 Juni 2018]. Ranupandojo, H., dan Suad, Husnan. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE. Riza, S. F., & Miharti, R. 2015. Pelaksanaan Klaim Bpjs Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon Provinsi Jawa Barat. Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada. http://etd.repository.ugm.ac.id/index. php?act=view&buku_id=85495&mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDet ail&typ=html. [diakses tanggal 10 Oktober 2018]. Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Prentice Hall, Edisi Kesepuluh Saadah, T. E. 2017. Kepatuhan Perawat Menerapkan Pedoman Keselamatan Kerja dan Kejadian Cedera pada Perawat Instrumen di Instalasi Bedah Sentral. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 6(2), 65-70. http://polkesmaojs.poltekkes-malang.ac.id/index.php/jpk/article/view/179. [diakses tanggal 1 Desember 2018]. Sabardini. 2006. Peningkatan Kinerja Melalui Perilaku Kerja Berdasarkan Kecerdasan Emosional. Telaah Bisnis, 7 (1). https://journal.unnes.ac.id/nju/ index.php/jdm/article/view/2753. [diakses tanggal 1 Desember 2018]. Sajangbati, I. A. 2013. Motivasi, Disiplin, Dan Kepuasan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pegawai Pt. Pos Indonesia (Persero) Cabang Bitung. Dalam Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(4): 667-678. [Online]. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ emba/article/ view/2750. [7 Juni 2018] Sari, D. I., Setijaningsih, R. A., & SS, M. 2015. Tinjauan Pelaksanaan Pemeliharaan Dokumen Rekam Medis di Ruang Filing RSU Ra Kartini Tahun 2015. http://eprints.dinus.ac.id/17463/. [diakses tanggal 10 Desember 2018]. Sari, E. 2011. “Pengaruh Kompensasi dan Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja”. Dalam Bisnis & Birokrasi Journal, 16(1): 18-24. [Online]. http://journal.ui.ac.id/index.php/jbb/article/viewFile/600/585. [18 Juni 2018]. Sedamaryanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.



215



Seruni, F. D. A., & Sugiarsi, S. 2015. Problem Solving Cycle SWOT Keakuratan Kode Diagnosis Kasus Obstetri pada Lembar Masuk dan Keluar (RM 1A) Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Sayidiman Magetan. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 3(2): 5-13. http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/78. [diakses tanggal 29 Oktober 2018]. Setiawan, A. 2013. Pengaruh Disiplin Kerja dan Motivasi terhadap Kinerjakaryawan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Malang. Jurnal Ilmu Manajemen (JIM), 1(4): 1245-1253. [Online]. http://jurnal mahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jim/article/view/6280. [15 Juni 2018]. Setyaningsih, V. R., Kusumo, M. P., & Dewi, A. 2017. The Quality Control Of INA-CBG’s Coding As A Cause Of Negative Claim At Bagas Waras Klaten Hospital. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional (Vol. 1, No. 1). [Online]. https://jurnal.unimus. ac.id/index.php/psn12012010/article/view/ 2817. [5 Juni 2018] Shepherd, C.D., & Fine, L.M. 1994. Role Conflict and Role Ambiguity Reconsidered. Journal of Personal Selling & Sales Management, Spring, 5865. https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/08853134.1994.1075398 5. [diakses tangal 13 Desember 2018]. Shobirin, Akhmad. 2007. Dampak Keterlambatan Pembayaran Klaim Askeskin terhadap Cash Flow dan Pelayanan Pasien Askeskin di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon tahun 2007. Disertasi. Universitas Indonesia. Siagian, Sondang. 2016. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sibarani, E. 2017. Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Perawat pada Rumah Sakit Swasta Lancang Kuning Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, 5(1), 1-15. https://www.neliti.com/publications/206854/pengaruh-motivasidan-disiplin-kerja-terhadap-kinerja-perawat-pada-rumah-sakit-s. [diakses tanggal 5 Desember 2018]. Siriyei, W., & Wulandari, R. D. 2013. Faktor determinan rendahnya pencapaian cakupan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Puskesmas Mojo Kota Surabaya. Dalam Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 1(3), 244251. [Online]. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jakiaa4898c0aefull .pdf. [23 Juni 2018]. Sirnamora, Henry. 2006. Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.



216



Smith, R. 1995. Chemical Process Design, McGraw Hill International BookCompany. Singapore. Soegandhi, V. M. 2013. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Loyalitas Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan PT. Surya Timur Sakti Jatim. Agora, 1(1), 808-819. http://publication.petra.ac.id/index. php/manajemen-bisnis/article/view/302. [diakses tangal 13 November 2018]. Solihin, M. A. 2012. Top Down Bottom Up Planning Sebagai Alternatif Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Hinterland Secara Partisipatif (Kasus Studi Desa Cipelah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. Dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 20 No. 3 Juli 2017: 83–88. [Online]. http://repository.unpad.ac.id/733/. [5 Juni 2018] Sophia & Darmawan, E. S. 2017. Analisis Keterlambatan Pengajuan Klaim kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada Rumkital Dr. Mintohardjo, DKI Jakarta. Dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 20(3), 83-88. [Online]. https://scholar.google.co.id/citations? user=aj3tpcIAAAAJ&hl=id&oi=sra. [5 Juni 2018] Sudra, R. I., & Pujihastuti, A. 2016. Pengaruh Penulisan Dianosis dan Pengetahuan Petugas Rekam Medis Tentang Terminologi Medis Terhadap Keakuratan Kode Diagnosis. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 4(1): 67-72. http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/ view/99. [diakses tanggal 3 Desember 2018]. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Supraba, Angga. 2013. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Pendaftaran Pasien Pada Puskesmas Pakem Yogyakarta. STI Manajemen Informasi dan Komputer. http://repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_09.12.4283.pdf. [diakses tanggal 21 Desember 2018]. Susiawan, S., & Muhid, A. 2015. “Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi”. Dalam Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 4(03). [Online]. http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona /article/viewFile/725/654. [14 Juni 2018]. Susilowati, E. B., & Purnama, B. E. 2017. Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Pasien Rumah Sakit Umum Nirmala Suri Sukoharjo. Dalam Speed-Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi, 3(4): 10-17. [Online]. http://speed.web.id/ejournal/index.php/Speed/article/view/240. [5 Juni 2018].



217



Sutirman, M. P. 2012. Pemanfaatan Program Aplikasi Rapid Typing Sebagai Media untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Mengetik Manual. Jurnal Penelitian ADP: Pendidikan Teknik Elektro, 2:1-44. http://staffnew.uny.ac.id/upload/132310864/penelitian/Laporan+penelitian+ fakultas+media+mengetik.pdf. [diakses tanggal 13 November 2018]. Suyanto, 2005. Pengantar teknologi Informasi untuk Bisnis. Yogyakarta: Andi. Suyitno, G. 2007. Membangun Sistem Casemix Tingkat Rumah Sakit (Experience Sharing). Kumpulan Makalah Seminar dan Pelatihan Sistem Casemix INADRG’s. Yogyakarta. Swansburg, R. C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta : EGC Terry. GR 2006. Asas Asas Menejemen, Alih Bahasa Winardi. Bandung: PT. Alumni. Timotius. 2016. Kepemimpinan dan Kepengikutan Teori dan Perkembangannya. Bandung: Andi. Timotius. 2016. Kepemimpinan dan Kepengikutan: Teori dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi. Trijoko. 1980. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. TSM. 2015. Menyusun Job Desc. Jakarta: Raih Asa Sukses. Ulfah, S. M., Kresnowati, L., & Ernawati, D. 2011. Hubungan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis dengan Persetujuan Klaim Jamkesmas oleh Verifikator dengan Sistem INA-CBGs Periode Triwulan IV Tahun 2011 di RSI Sultan Agung Semarang. Semarang: Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. Valentina, V., & Halawa, M. N. S. 2018. Analisis Penyebab Unclaimed Berkas Bpjs Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) Medan. Jurnal Ilmiah Perekam Dan Informasi Kesehatan, 3(2), 480-485. http://ojs.stikes-imelda.ac.id/index.php/jipdik/article/view/224 Warijan, W., Garmelia, E., Lestari, S., & Lestari, E. D. 2018. Prediksi Kunjungan Pasien Rawat Jalan Tahun 2018-2022 di RSUD Raa Soewondo Pati. Jurnal Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, 1(2), 91-97. http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/RMIK/article/view/3847. [diakses tanggal 17 Novemmber 2018].



218



Widjaja, Christianto. 2016. Seri Gambar Vector Adobe Indesign Cetak-Digital. Jakarta: Bahan. Wijayanti, R. A. 2016. Analisis Faktor Manajemen Di Puskesmas Dalam Meningkatkan Case Detection Rate (CDR) Tuberkulosis. Dalam Jurnal Kesehatan, 4(1), 61-69. [Online]. https://publikasi.polije.ac.id/index.php /jurnal_kesehatan/article/view/342. [7 Juni 2018] Windari, A., & Kristijono, A. 2016. Analisis Ketepatan Koding yang Dihasilkan Koder di RSUD Ungaran. Jurnal Riset Kesehatan, 5(1), 35-39. http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk/article/view/717/425. [diakses tanggal 7 Desember 2018]. Wittayawarawat, W., Liabsuetrakul, T., & Tassee, S. 2007. Diagnosis summary and coding of obstetric conditions in the government hospitals in Pattalung Province, the effects of audit and feedback. Journal-Medical Association Of Thailand, 90(2), 216. http://www.thaiscience.info/journals/Article/JMAT/ 10402003.pdf. [diakses tanggal 9 Desember 2018]. Yudhanto, dkk. 2010. Panduan Pintar Komputer Cetakan Pertama. Yogyakarta: Indonesia Tera. Zunaidah. 2013. Analisis Pengaruh Kemampuan Karyawan, Pembagian Tugas, dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Palembang. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, 11(4). https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jmbs /article/view/3198. [diakses tanggal 10 November 2018].



LAMPIRAN



219



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1. Permohonan Observasi, Wawancara dan Brainstorming KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI JEMBER Mastrip PO.BOX 164 Telp.333532-333534 Fax 333531 Perihal:



Permohonan Kesediaan Brainstorming.



Mengikuti



Observasi,



Wawancara



dan



Dengan hormat, Sehubung dengan akan dilaksanakannya penelitian dengan judul “Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo” sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi D-IV Rekam Medik di Politeknik Negeri Jember, saya sampaikan surat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab penundaan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo jika dilihat dari segi human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. Untuk penelitian ini saya mohon kesediaan bapak dan ibu untuk menjadi responden dalam obsevasi, wawancara, dan brainstorming. Oleh karena itu saya mohon kerja samanya dengan memberikan informasi dari instansi terkait unit kerja rekam medis, saat melakukan observasi, wawancara dan brainstorming sesuiai dengan kemampuan bapak dan ibu. Saya selaku peneliti berjanji dalam melakukan observasi, wawancara dan brainstorming tidak mengganggu aktivitas kerja bapak dan ibu. Bapak dan ibu juga boleh tidak mengikuti penelitian ini sama sekali dan tidak dikenakan denda apapun. Dalam hal ini akan tidak diberikan kompensasi. Atas bantuan dan kerja samanya yang baik, saya ucapkan terima kasih. Jember, Hormat saya



(Siti Zulaikha)



220



Lampiran 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 1 KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI JEMBER Mastrip PO.BOX 164 Telp.333532-333534 Fax 333531 NASKAH PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN



1.



Judul Penelitian Faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. 2. Deskripsi Penelitian a. Ringkasan Penelitian Berdasarkan alur klaim BPJS Kesehatan, terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding. Hal ini sejalan dengan kondisi yang ada di RS Mitra Sehat Situbondo. Kejadian pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat juga disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding. Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka perlu dicari faktor penyebab terjadinya penundaan pembayaran klaim. Faktor penyebab pengembalian berkas klaim dapat dikarenakan oleh faktor human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. b. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. c. Manfaat Penelitian 1) Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keahlian peneliti dalam menganalisa faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. 2) Bagi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah informasi dan bahan masukan bagi rumah sakit dalam membuat strategi terkait klaim sehingga pengembalian berkas klaim rawat inap dapat dihindari. 3) Politeknik Negeri Jember Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengembangan penelitian yang berhubungan dengan faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. 3. Lama Penelitian Lama penelitian dilaksanakan pada bulan September 2018-Januari 2019.



221



222



223



Lampiran 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 2



224



225



Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 1



226



227



Lampiran 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 2



228



229



Lampiran 6. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 3



230



231



Lampiran 7. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 1



232



233



Lampiran 8. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 2



234



235



Lampiran 9. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 3



236



237



Lampiran 10. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Kepala Rekam Medis



238



239



Lampiran 11. Lembar Pedoman Wawancara KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI JEMBER Mastrip PO.BOX 164 Telp.333532-333534 Fax 333531



Petunjuk Pengisian: 1. Pengisian lembar wawancara ini semata-mata untuk tujuan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, semua jawaban dan informasi Anda akan dirahasiakan oleh peneliti. 2. Peneliti memohon responden harus menjawab dan memberikan informasi dengan keadaan yang sebenarnya telah terjadi tanpa ada rekayasa.



240



Lampiran 12. Lembar Wawancara



LEMBAR WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh, Responden yang saya hormati, Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengeksplorasi faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Sebagai bagian dari rencana penelitian yang telah dikembangkan dengan baik, peran serta responden akan sangat membantu dalam pencapaian tujuan penelitian ini. Semua informasi yang diberikan oleh saudara/saudari akan dijaga kerahasiaannya dengan ketat serta akan digunakan sebagai ahan dari penelitian dan pendidikan. Prosedur penelitian ini tidak akan menimbulkan resiko dan dampak apapun terhadap responden. Responden telah diberikan penjelasan mengenai hal tersebut. Peneliti berharap kesediaan saudara/saudari dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dengan ikhlas dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya.



Lampiran 13. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Human LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO Human No. 1.



2.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Pengetahuan Berkas apa saja yang harus dilengkapi sebelum di kirim ke kantor BPJS Kesehatan? Kan sekarang sistemnya sekarang Yang harus dilengkapi ya? Ada Ada resume, SEP, surat beda dek, sistemnya sekarang SEP, resume, lembar INA-CBGs, pengantar rawat inap, pakai scan, jadi berkas yang di penunjang seperti laboratorium, pemeriksaan penunjang, clinical kirim itu SEP dan lembar INA- clinical pathway, laporan-laporan pathway, laporan operasi, suratCBGs, yang di scan itu kayak yang tergantung kasusnya kayak surat yang kayak surat kelahiran. penunjang, clinical pathway, kasus bedah ada laporan operasi Pokok ya disesuaikan kasusnya surat pengantar rawat inap, dek tapi yang wajib banget harus register IGD kalau pasien lewat ada itu SEP, resume, sama IGD, SK kelahiran, laporan lembar INA-CBGs operasi kalau kasus bedah. Semuanya harus terisi juga



Kesimpulan



Verifikator mengetahui berkas klaim yang harus dilengkapi adalah SEP, resume medis, lembar INA-CBGs, clinical pathway, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium maupun radiologi, laporanlaporan berdasarkan kasus seperti laporan operasi, surat kelahiran, register IGD jika pasien datang dari IGD, surat pengantar rawat inap. Mengapa berkas harus dilengkapi terlebih dahulu sebelum dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan Situbondo? Ya soalnya itu uda ketentuannya Kalau nggak dilengkapi akan Ya soalnya disuruhnya gitu dek, Verifikator internal mengetahuui dek, nanti kalau nggak dilengkapi dikembalikan sama BPJS terus juga nanti bisa-bisa nggak dibayar pentingnya kelengkapan berkas bisa dikembalikan berkasnya pending klaim, jadinya nggak terus rumah sakit rugi secara umum yakni agar tidak dibayar-bayar sama BPJS terjadi pengembalian berkas klaim sehingga dapat mengakibatkan pending klaim.



241



No. 3.



4.



5.



6.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Salah satu formulir yang harus ada adalah SEP, apakah SEP itu? SEP itu Surat Eligibilitas Pasien, Surat Eligibilitas Peserta jadi itu buat persyaratan administrasi pasien.



Surat Eligibilitas Peserta



Apabila resume pasien belum ada tanda tangan dari dokter, apa yang Anda lakukan? Jadi kan berkas itu awalnya dari Saya pisahkan terlebih dahulu terus Dipisahkan dek terus nanti ruangan terus masuk ke ruangan di taruh di rak sini terus dikasihkan dikasihkan ke dokter yang ini. Nah kita cek satu-satu, kalau lagi ke perawat untuk dilengkapi bersangkutan buat diisi berkas belum lengkap di taruh di sama dokternya rak itu, nanti kita kasihkan lagi ke perawat untuk dilengkapi sama dokter. Apabila terdapat pasien bedah, berkas klaim apa saja yang harus dilengkapi? SEP, lembar INA-CBGs, laporan Resume, SEP, lembar INA-CBGs, SEP, resume, clinical pathways, operasi, clinical pathway, pemeriksaan penunjang kalau ada, lembar INA-CBGs, pemeriksaan pemeriksaan penunjang. Itu aja laporan operasi, clinical pathways, penunjang kalau dilakukan, surat sih dek. surat pengantar rawat inap pengantar rawat inap, laporan misalnya kalau kasus kelahiran itu ada surat keterangan kelahiran sama surat keterangan persalinan



Berkas penunjang apa saja yang harus dilengkapi apabila diagnosa pasien Thypoid? Laboratorium dek Darah lengkap sih dek, yang di Pemeriksaan lab yang darah lihat kadar leukositnya tinggi lengkap nggak sih dek, kalau melebihi normal. Normalnya lupa normalnya nggak hafal



242



Kesimpulan Verifikator internal mengetahui kepanjangan dari SEP yaitu Surat Eligibilitas Peserta namun belum mengetahui fungsi SEP. Verifikator internal mengetahui apabila resume medis pasien ada yang belum terisi maka harus diserahkan/dikonfirmasi ke dokter yang bersangkutan untuk kemudian dilengkapi.



Verifikator internal mengetahui berkas yang harus dilengkapi jika pasien kasus bedah namun kadang ada yang lupa jenis pemeriksaan penunjang yang seperti apa yang sesuai dengan diagnosanya. Sehingga pengembalian berkas klaim sebagian besar dikarenakan pemeriksaan penjunjang yang dilakukan tidak sesuai dengan diagnosa yang telah ditegakkan dan inform consent juga tidak disebutkan. Verifikator internal mengetahui jika pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kasus Thypoid



No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2 berapa haha, eh apa salah ya dek



7.



8.



9.



10.



Harus rangkap berapa kwitansi pembayaran pengobatan pasien? 3 3



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



berapanya, kan di lab-nya nanti langsung diketahui tinggi apa rendah



adalah pemeriksaan laboratorium namun kadangkala tidak memperhatikan isi di hasil laboratorium itu menyebutkan salmonela positif.



3



Verifikator internal mengetahui bahwa kwitansi harus ada rangkap 3.



Bagaimana Anda mengecek berkas klaim lengkap atau tidak? Jadi kita itu kan nggak mungkin Kita liat resume sama clinical Lihatnya dari resume mulai atas lihat satu berkas full, jadi yang pathway uda lengkap pengisiannya sampek bawah dah tersisi semua kita lihat itu hanya resume sama apa belum terus kalau cara ngecek apa belum sama clinical clinical pathway aja. Kalau jumlah formulirnya ya kita itung pathways uda terisi bagian resume kita lihat semua pokok lagi terus dicocokkan sama bawahnya atau belum, jika harus dilengkapi semua, kalau kasusnya belum yauda tinggal dipisahin clinical pathway yang dilihat itu aja cuma yang paling bawah aja, cuma tanda tangan dokter sama diagnosa terus kode Salah satu formulir yang harus ada adalah bukti pelayanan, apa saja berkas bukti pelayanan tersebut? Maksudnya dek, mungkin kayak Ya kayak penunjang gitu dek Apa itu dek saya nggak tahu clinical pathway ya kayaknya nggak ada di aturan BPJS



Disebut apakah alat bantu untuk mengecek kelengkapan berkas klaim? Apa emang? Kita kan nggak ada Apa ya, checklist ta dek? Tapi di alatnya jadi ya langsung aja sini nggak ada checklist.



243



Ya kita pokoknya kita langsung nggak perlu alat bantu



Verifikator internal rata-rata mengetahui cara pengecekan berkas klaim yaitu dengan mengecek terlebih dahulu kelengkapan pengisian resume dan clinical pathway kemudian akan dicek berkas klaim apa saja yang harus dilengkapi sesuai dengan kasus yang dialami oleh pasien. Verifikator internal masih belum memahami bukti pelayanan yang dimaksud seperti apa, jadi bukti pelayanan dapat berupa pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang, surat rawat inap. Verifikator internal rata-rata tidak mengetahui alat yang digunakan untuk mengecek kelengkapan



No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Kesimpulan berkas klaim adalah checklist sebab tidak ada checklist untuk proses pengecekan kelengkapan berkas klaim.



11.



12.



13.



14.



15.



Kedisiplinan Berjalan atau tidakkah lembar checklist dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim? Disini nggak ada checlist buat Nggak ada checklist disini Nggak ada checklist dek Proses pengecekan berkas klaim klaim, ya kita langsung aja tidak menggunakan checklist ngeceknya Mengapa tidak menggunakan lembar checklist? Iya emang kita kayak gitu dek Ya biar nggak lama dek, bisanya Tambah lama kayaknya kalau Penyebab tidak menggunakan biar cepat, kita nggak usah kalau nggak lengkap, kita tandai pakai checklist checklist yaitu verifikator internal checklist-checklist-an. aja ntar perawatnya juga tau merasa akan membuat pekerjaan Sebenarnya memang lebih enak menjadi lebih lama kalau ada checklist se dek tapi ya gitu takut lama juga, kan kita juga dikejar target buat ngirim berkas ke BPJS Apakah pernah dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim lebih dari tanggal 10 di bulan berikutnya (di internal)? Pernah lah dek Sering kayaknya dek Waduh ya sering dek Proses analisa kelengkapan berkas klaim pihak internal (sebelum dikirim ke BPJSK) sering melebihi tanggal 10 bulan berikutnya. Mengapa sampai terjadi keterlambatan dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim? Soalnya berkasnya nggak lengkap Berkasnya nggak dilengkapin Berkasnya banyak yang belum Penyebab keterlambatan dalam dek lengkap dek mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim adalah berkas yang belum dilengkapi oleh DPJP Berapa lama keterlambatan dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim? Berapa ya, pokok H-1 itu harus Nggak pasti dek tergantung banyak Nggak pernah ngitung aku dek Keterlambatan dalam sudah siap semua, kalau ada yang nggaknya berkas yang tidak menganalisa kelengkapan berkas



244



No.



Verifikator Internal 1 nggak siap, kita masukkan ke klaim sususlan.



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



lengkap



Kesimpulan klaim dari pihak internal yaitu sampai H-1 sebelum dikirimkan ke BPJS Kesehatan



Pengalaman Kerja Berapa lama waktu yang dibutuhkan petugas untuk mengidentifikasi kelengkapan 1 berkas klaim rawat inap? Paling sekitar 2-3 menit lah kalau Berapa ya dek nggak pernah Ya nggak tau dek pokom ngecek Rata-rata waktu yang dibutuhkan sama milah-milahnya sekitar 5 ngitung, paling sekitar 2 menit dah, ya paling sekitar 2 menit petugas untuk mengidentifikasi menitan lah kali ya kelengkapan 1 berkas klaim rawat inap adalah 2 menit 17. Setiap tanggal berapa berkas klaim diserahkan kepada BPJS Kesehatan? Setiap tanggal 15 bulan Dulu itu setiap tanggal 10 bulan Tanggal 15 bulan berikutnya Berkas klaim diserahkan ke BPJS berikutnya tapi ditoleransi tanggal berikutnya, sekarang ganti tanggal Kesehatan setiap tanggal 15 20 15 bulan berikutnya 18. Jika dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim rawat inap lebih dari 7 menit, mengapa sampai melebihi 7 menit? Kita kan cuma bertiga terus Jenuh dek kerjanya juga gini-gini Kadang formulirnya dicari Verifikator internal berkas yang harus kita cek aja nggak ada, eh ternyata kesingsal mengidentifikasi kelengkapan banyak soalnya nggak hanya klaim lebih dari 7 menit karena rawat inap aja tapi juga rawat jenuh dalam bekerja dan kadang jalan. Yah… wajar juga kita formulirnya tidak ada nggak fokus apalagi kalau mepet mau di kirim ke BPJS Ketersediaan SDM 19. Berapa jumlah orang yang mengecek kelengkapan saat ini? 3 orang dek tapi ya gitu, kita 3 orang, ada saya, ada…., ada…. 3 orang dek Jumlah orang yang mengecek ngerangkap-rangkap kerjanya, kelengkapan berkas klaim ada 3 yang ngecek itu namanya orang verifikator internal. Jumlah verifikator internal disini ada 3 orang, semuanya lulusan rekam medis dek. Kita disini tuh kerjanya misahin berkas yang dibutuhkan untuk klaim, ngoding, 16.



245



No.



20.



21.



22.



23.



24.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



input data di INA-CBGs, scan berkas, ngirim berkas juga ke kantor BPJS, pokok kita doubledoble dek, ngerjakan pelaporan internal juga. Mulai jam berapa Anda mengerjakan kelengkapan berkas? Nggak pasti dek, pokok ada Waduh, saya kalau ngecek ya berkas yang masuk ya kita nggak liat jam dek, pokok ada kerjakan. berkas ya saya langsung cek



Jam berapa Anda istrahat dalam bekerja? Kalau jam dari sini itu mulai jam Sebenarnya jam 11.00-13.00 tapi 11.00-13.00 tapi kalau kita jenuh kalau nggak ada kerjaan ya bisa terus nggak terlalu banyak tugas lebih awal ya bisa saja jam 10.00 Jam berapa Anda pulang bekerja? Kalau shift pagi kita pulang jam Shift pagi mulai jam 7 sampai 2 2, kalau shift sore jam 9, kalau siang, shift sore mulai jam 2 shift malam ya kita pulang jam 7 sampai 9 malam, shift malam mulai pagi. jam 9 malam sampai 7 pagi Apa pernah terjadi lembur? Pernah tapi nggak sering-sering Pernah lah dek juga Mengapa bisa sampai terjadi lembur? Ya kalau kita di kejar target, Soalnya kerjaan belum selesai dek apalagi kalau mendekati tanggal terus harus diserahkan juga kan ke 15, berkas kan harus sudah BPJS jadi mau nggak mau harus disetor ke BPJS lembur biar selesai



246



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



Nggak pernah liat jam, ya pokok kita ngerjakan aja soalnya saya kan kerjanya nggak ini aja



Verifikator internal tidak tahu mulai jam berapa mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim. Jika ada berkas yang masuk langsung dikerjakan



Nggak pasti dek tergantung banyak nggaknya pasien



Verifikator internal kadang tidak disiplin dalam bekerja karena istirahat lebih dahulu dengan alasan tidak banyak pekerjaan



Shift pagi mulai jam 7 sampai 2 siang, shift sore mulai jam 2 sampai 9 malam, shift malam mulai jam 9 malam sampai 7 pagi



Shift pagi mulai jam 07.00-14.00, shift sore mulai jam 14.00-21.00, shift malam mulai jam 21.0007.00



Pernah dek apalagi mendekati hari H



kalau



Pernah terjadi lembur kerja karena pekerajaan belum selesai



Kita belum selesai ngerjakan berkas klaim ini dek apalagi kalau besoknya harus di kirim, terus juga pas akreditasi kita lembur banget



Penyebab lembur adalah pekerjaan belum selesai dikerjakan dan dikejar target penyerahan ke BPJS Kesehatan



No. 25.



26.



27.



28.



29.



30.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Sampai jam berapa biasanya lembur? Tergantung banyaknya kerjaan ya Ya biasanya sampai maghrib dek Biasanya paling mentok habis dek, kita pernah dulu sampai jam maghrib tapi kita juga pernah 9 malam lembur sampai jam 9 malam Apakah apa yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja? Di sini nggak jelas dek job desc- Nggak dek, saya pribadi nggak tau Nggak tau dek wong saya nggak nya, kita nggak ada job desc. job desc saya tau wujud job desc-nya



Mengapa tidak mengetahui job description? Mengapa tidak meminta? Saya nggak minta sih soalnya ya Saya nggak dikasih tau dek, ya percuma aja tetap kita ngerangkap takut dek mau minta yang baru pekerjaan



Apakah sering terjadi penumpukan pekerjaan? Sering dek. Belum buat laporan Sering lah internal eksternal, ngecek klaim, input data, ngoding Mengapa terjadi penumpukan pekerjaan? Jumlah kita segini tapi kerjaannya Saya itu merangkap-rangkap banyak banget pekerjaan dan petugasnya Cuma ada 3, kerjaannya banyak, ya nggak selesai-selesai dek Berapa jumlah verifikator internal saat ini? Jumlah verifikator internal disini 3 orang ada 3 orang, semuanya lulusan rekam medis dek. Kita disini tuh kerjanya misahin berkas yang dibutuhkan untuk klaim, ngoding, input data di INA-CBGs, scan



247



Kesimpulan Lamanya lembur bisa sampai 18.00-21.00 WIB



Verifikator internal tidak tahu job description sehingga tidak mengetahui yang dikerjakan apakah sudah sesuai atau belum



Soalnya nggak ada yang ngasih dek jadi yauda. Nggak minta soalnya saya bingung mau minta ke siapa dan nanti juga buat apa



Verifikator internal tidak mengetahui job description karena tidak ada yang memberi dan verifikator tidak ada yang meminta karena dianggap tidak penting.



Sering dek



Sering terjadi pekerjaan



Kerjaannya banyak, jumlahnya nggak sebanding sama orangnya



Terjadi penumpukan pekerjaan disebabkan jumlah verifikator internal tidak sebanding dengan jumlah pekerjaan



3 orang



Terdapat internal



penumpukan



3 orang verifikator



No.



31.



32.



33.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



berkas, ngirim berkas juga ke kantor BPJS, pokok kita doubledoble dek, ngerjakan pelaporan internal juga Kurang atau tidak jika 3 orang? Mengapa? Kurang dek, kerjanya banyak Kurang banget, kerjaannya itu lo dek buanyak banget



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



Kuranglah, seperti yang tadi saya bilang dek, jumlahnya nggak sebanding sama orangnya



Verifikator merasa kurang jumlah verifikator internal karena pekerjaan yang harus dikerjakan banyak



Mulai jam berapa Anda mengerjakan kelengkapan berkas? Nggak ada ketentuan mulai jam Ya pokok kita ngerjakan dah Ya pokok dikerjakan kalau ada berapa, pokok berkas masuk kita kerjaan langsung kerjakan. Pokok kita kerja mulai jam 7 kalau shift pagi, kalau shift sore mulai jam 2, kalau shift malam mulai jam 9. Apakah yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja? Mengapa? Beda dek antara job desc awal Nggak sama sekali, mungkin gara- Beda dek gara-gara di rolling. dan saat kerja, mungkin gara-gara gara jumlah petugasnya kurang kali Saya dulu assembling eh kurang lulusan rekam medik jadi ya terus di rolling dipindah jadi verifikator internal pas waktu kerja ada rolling gara-gara uda lama kerja disini kerjaan tapi saya nggak tau job desc yang baru



248



Mengerjakan kelengkapan berkas jika berkas sudah masuk di ruang casemix



Pekerjaan yang dikerjakan setiap harinya beda dengan job description pada saat awal bekerja karena rolling pekerjaan dan menyesuaikan dengan lulusan terakhir.



Lampiran 14. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Organization LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Organization No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Lingkungan Fisik 1. Berapa luas ruang untuk proses klaim BPJS Kesehatan? Ya ruangan ini sekitar 3 x 2.5 meter Berapa ya dek, ya sekitar 3 x 2.5 lah dek meter 2. Apakah ruangan dengan ukuran sedemikian rupa sudah memadai? Nggaklah dek, ini mah kurang Belum-belum banget 3.



4.



Mengapa ruangan kurang? Iyalah kurang, kita aja gerak susah apalagi kalau berkas uda masuk ke ruangan pasti dah desak-desakan, harus gantian biar bisa masuk



Nggak ada ruangan lagi dek, kita disediakan cuma ini aja



Apakah ruangan ini sudah nyaman untuk mengerjakan proses klaim? Kalau nyaman sih nyaman dek Nyaman dek



249



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



Kamu kira-kira sendiri aja dah dek, ya paling sekitar 3.5 x 2 meter



Luas ruang untuk proses klaim adalah 3 x 2.5 meter



Nggak dek



Ruangan dengan ukuran sedemikian rupa masih dianggap kurang memadai



Soalnya perabotan banyak, berkas yang ditaruh disini juga banyak



Ruangan kurang karena perabotan banyak, berkas banyak, dan tempat berkumpul sekaligus istirahat petugas lainnya.



Nyaman kok



Verifikator internal merasa nyaman bekerja di ruangan yang saat ini ditempati



No. 5.



6.



7.



8.



9.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Apa saja sarana yang belum ada untuk mendukung proses klaim agar Anda nyaman dalam bekerja? Apa ya, nggak ada sih dek, anu dek, Rak berkas mungkin ya dek biar Itu dek, apa namanya tempat buat rak sih biar berkasnya rapi dan berkasnya nggak berantakan berkas itu? Iya keranjang atau nggak hilang. Kalau sudah hilang kardus-kardus kek biar berkasnya kan nggak bisa di klaim lagi. nggak berantakan Apakah pengaturan peralatan sudah sesuai dengan yang diharapkan? Sesuai kok dek sejauh ini, Sesuai kok, ini baru kita tata Sudah sesuai meskipun kadang tangan ini gatel beberapa bulan yang lalu pengen ngubah-ngubah tapi apa daya kerjaan kita banyak Apakah ruang casemix dibedakan dengan ruang lainnya? Iya dek Iya Iya Megapa ruang casemix dibedakan? Soalnya ruangannya sempit dek Soalnya nggak cukup, di atas empit, jadi ini ruangan sebenarnya sisa- disini juga sempit sisa, masih untung juga kita ada ruangan dek Apakah ruangan ini kedap suara untuk menghindari kebisingan? Nggak dek, kita nggak merasa Nggak dek, nggak bising kok kebisingan kok



Apakah dekorasi nyaman dilihat oleh mata? Nyaman-nyaman saja sih dek, kita Nyaman aja sih dek sebenarnya pengen ganti, pengen ganti cat, pengen di hias-hias gitu biar kita juga lebih nyaman dan biar enak gitu, biar kelihatan luas juga ruangan ini. Tuntutan antar pribadi 11. Apakah Anda saling mengenal dengan petugas? Kenal dek tapi ada yang nggak Kenallah dek



Kesimpulan Sarana yang belum ada untuk mendukung proses klaim adalah



Pengaturan peralatan sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh verifikator internal Ruang casemix dibedakan dengan ruang lainnya



Nggak cukup dek, ini lo lahannya nggak luas-luas banget



Ruang casemix dibedakan karena ruangan sempit



Nggak



Ruangan casemix tidak kedap suara karena verifikator merasa tidak bising



Nyaman-nyaman aja kok dek



Dekorasi menurut verifikator internal nyaman



Kenal tapi nggak akrab pokok kenal



Antar



10.



250



karyawan



saling



No.



12.



13.



14.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



kenal juga yang baru-baru, ada dah mengenal meskipun belum yang deket, ada juga yang nggak akrab karena banyak yang deket, pokok setidaknya kita taulah baru karyawan dan masih dia itu bagian apa merasa canggung Apabila terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan, apakah sesama petugas klaim saling membantu untuk menyelesaikannya? Iya membantu dek, kita selesaikan Iya saling bantu kok Alhamdulillah saling bantu kok dek Karyawan saling membantu bareng-bareng, biar kan juga belajar untuk menyelesaikan dari pengalaman terjadinya pengembalian berkas klaim Apakah pernah ada perbedaan pendapat sampai menimbulkan persaingan tidak sehat dalam bekerja? Mengapa? Nggak pernah, kita selalu Nggak ada sih dek, kita selalu Nggak ada dek, naudubillah kalau Tidak pernah terjadi menyelesaikan masalah bareng- menyelesaikan bareng-bareng sampai terjadi. Kita selalu perbedaan pendapat sampai bareng. Kita nggak pernah sih menyelesaikannya segera menimbulkan persaingan tidak sampai nggak tegur sapa apalagi sehat dalam bekerja karena ngambek-ngambekan, kita kan juga menyelesaikan masalah uda dewasa dek jadi ya woles saja dengan segera Apa Anda pernah curhat-curhat pekerjaan dengan rekan sejawat? Mengapa? Kalau curhat-curhatan ya sering Sering dek kan kita sudah kayak Sering lah dek soalnya biar plong Sering curhat masalah dek, curhat kerjaan iya, curhat saudara sendiri juga, biar kita menyelesaikan pekerjaan agar masalah dapat masalah cowok iya, curhat segala masalah yang ada diselesaikan hal dah kita dek, kita uda kayak saudara gitu



251



Lampiran 15. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran dan Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Technology LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Technology No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Kesimpulan



Jumlah Komputer 1. Berapa jumlah komputer saat ini untuk proses penginputan data ke aplikasi SEP? Satu komputer ini dah dek, ya kita pakek 1 dek Cuma ini aja Jumlah komputer hanya 1 untuk proses pembuatan bareng-bareng buat laporan juga, pokok SEP komputer yang ngaggur kita pakek 2. Mengapa hanya disediakan satu komputer? Ya nggak tau dek, mulai dari saya awal Nggak tau, pokok kita ngerjakan di komputer Petugas pendaftaran tidak mengetahui mengapa kerja hanya ada satu ini ini dah hanya disediakan 1 komputer untuk pencetakan SEP 3. Apa jumlah komputer saat ini sudah memenuhi kebutuhan untuk penginputan data ke aplikasi SEP? Alhamdulillah kalau komputer sudah Sudah cukup sih Petugas pendaftaran merasa jumlah 1 komputer memenuhi sudah memenuhi untuk penginputan data ke aplikasi SEP 4. Apa terjadi antrian penggunaan komputer saat penginputan data ke aplikasi SEP? Mengapa? Nggak sih dek saoalnya pasiennya dikit sih Nggak sih soalnya kita kan langsung ngerjakan Tidak terjadi antrian penggunaan komputer untuk beda sama rumah sakit lainnya tiap hari, jadi setiap pasien datang langsung kita proses penginputan data karena pasien relatif sedikit kerjakan. Lagian pasiennya juga dikit nggak banyak-banyak benget. Ada emang hari tertentu seperti hari Senin itu biasanya rame



252



No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Jumlah Printer 5. Berapa jumlah printer saat ini untuk proses pencetakan SEP? Kalau yang khusus ngurus SEP ya satu ini 1 ini dah dek nggak ada yang lainnya, paling dek, jadi ini printernya bisa scan bisa kalau ini error pinjam ke sebelah kalau nggak ya fotokopi juga biar kita nggak bolak-balik. pinjam ke dalam Pasiennya kan nggak banyak jadi 1 printer cukup 6. Apa jumlah printer kurang untuk pencetakan SEP? Nggak kok dek Nggak sih Apa terjadi antrian penggunaan printer saat akan mencetak SEP? Mengapa? Nggak kok dek sejauh ini, pokok mulai aku Nggak sih soalnya ya pasiennya dikit jadi nggak kerja disini sampai sekarang nggak pernah terjadi antrian sampai antri buat pakai printer, nggak tau kalau dulu soalnya kan sekarang sistemnya BPJS beda, jadi per wilayah gitu, ya imbasnya ke pasien yang berobat lebih sedikit daripada dulu Terjadinya error dan cara mengatasinya 8. Apakah printer sering error pada saat mencetak SEP? Nggak pernah error sih cuma palingan Selama saya bekerja disini masih belum pernah warnanya nggak kelihatan, sama tiba-tiba rusak sih dek, nggak tau kalau dulu. Kalau error priternya ngambek nggak mau jalan ya mungkin nggak jalan printernya 9. Apa penyebab errornya printer? Biasanya gara-gara kurang tinta, atau kita Kertasnya kurang salah letak kertas 10. Apa merek printer? Canon ya Canon 11. Bagaimana Anda mengatasi printer yang error? Ya kita panggil saja orang yang service Ya kalau parah kita panggil orang biasanya, printer, kita uda ada langganan kok kalau gara-gara tinta habis sama kertas kurang aja bisa kita atasi dengan restart



Kesimpulan Jumlah printer untuk proses pencetakan SEP hanya ada satu dan printer tersebut memiliki fungsi, scan, fotokopi, dan print.



Jumlah printer pencetakan SEP



dianggap



tidak



kurang



untuk



7.



253



Tidak terjadi antrian penggunaan karena pasien sedikit sejak diberlakukan sistem wilayah.



Terjadinya error yakni printernya tidak jalan



Penyebab terjadinya error adalah kurangnya kertas dan habisnya tinta Merek printer adalah canon Jika error parah akan memanggil orang untuk memperbaiki



No. 12.



13.



14.



15.



16.



17.



18.



19. 20.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Kesimpulan



Mengapa harus memanggil orang dan tidak diperbaiki sendiri? Soalnya kita nggak bisa, kita bukan ahlinya Ya saya nggak bisa dek, kan saya bukan lulusan Memanggil orang saat printer orang sebab tidak dapat multimedia memperbaiki sendiri karena bukan keahliannya Apakah ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada printer? Ada, kita uda lama sama dia, jadi kalau ada Ada, biasanya langganan Ada orang tersendiri yang mengurus errornya printer masalah ya langsung di panggil saja orangnya pasti orangnya kesini dan diperbaiki di sini Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki printer? Tergantung tingkat keparahannya, paling Buat perbaikan itu sekitar 3 hari Lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki lama sih 1 hari nggak bisa dipakai. Kalau printer adalah 3 hari nggak bisa dipakai gitu, kita biasanya pinjem sebelah yang printernya nggak dipakai Pernahkan terjadi error saat penginputan data ke aplikasi SEP? Pernah, errornya paling lama 1 jam tapi Pernah Pernah terjadi error saat penginputan data ke aplikasi paling sering biasanya 5-10 menit sih SEP, lamanya error 5-10 menit Error yang seperti apa hingga menghambat proses penginputan ke aplikasi SEP? Kalau input datanya lama pasti nggak Not responding kalau inputnya lama jadi harus Error seperti not responding respon jadi langsung aja close cepat-cepat diinput Apakah setiap harinya dilakukan peginputan data ke aplikasi SEP? Iya dek, entah itu buat pasien yang pulang Iya karena itu sudah tugasnya Setiap harinya dilakukan peginputan data ke aplikasi atau buat pasien yang masuk, pasti dah kita SEP buka v-klaim tiap harinya meskipun hanya 1-2 tapi tiap hari pasti ada yang diinputkan Pernah atau tidak 2 atau lebih komputer digunakan untuk menginput data ke aplikasi SEP di saat yang bersamaan? Jarang tergantung banyaknya pasien Nggak pernah sih Jarang menggunakan 2 komputer untuk menginput data ke aplikasi SEP Apakah ada wifi yang mendukung proses klaim? Ada tapi nggak tau tempatnya dimana Ada kayaknya Ada wifi Apa merek wifi yang digunakan? Ya nggak tau dek Nggak tau dek Petugas pendaftaran tidak mengetahui merek wifi



254



No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



21.



Kesimpulan



Berapa kecepatan wifi? Nggak tau juga haha Nggak tau Petugas pendaftaran tidak mengetahui kecepatan wifi 22. Bagaimana Anda mengatasi apabila aplikasi SEP error? Ya langsung close aja, kalau nunggu Close aja terus di buka lagi aplikasinya Cara mengatasi aplikasi SEP yang error adalah tambah lama dengan keluar dari aplikasi v-klaim 23. Apakah ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada aplikasi SEP error? Mengapa memanggil orang IT di RS lain? Ada, orang IT yang sekarang kerja di Ada, kita biasanya manggil orang IT. Kita Ada orang IT yang menangani error namun orang IT RSUD jadi katanya sih uda MOU sama manggil itu soalnya uda kerjasama dan kita tersebut tidak bekerja di RS Mitra Sehat Situbondo rumah sakit ini juga emang nggak punya orang IT disini melainkan hanya MOU saja 24. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi error aplikasi SEP? Kan tinggal close nggak sampai 5 menit, Bentar dek tergantung gangguannya, biasanya 5 Waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi error kalau yang gangguan parah ya sampai 1 menit aplikasi SEP adalah 5 menit hari Aplikasi yang Mendukung 25. Apakah aplikasi SEP sudah ada? Sudah, mulai dari saya awal kerja sudah Sudah ada Aplikasi SEP sudah ada ada kok 26. Dari mana aplikasi SEP didapatkan? Dari BPJS lah dek BPJS Aplikasi SEP didapatkan dari BPJS Kesehatan 27. Apakah aplikasi SEP mudah didapatkan? Ya mudah soalnya kalau RS uda MOU Mudah kok soalnya kan uda kerjasama Aplikasi SEP mudah didapatkan pasti ada hak akses sama gampang kok kan berbasis web juga jadi bisa diakses dimanapun dan kapanpun 28. Apa ada aplikasi lain yang mendukung proses penginputan ke aplikasi SEP agar lebih cepat? Mengapa belum bridging dengan e-claim maupun SIMRS? Nggak ada, bridging ke SIMRS juga Nggak ada sih. Harga sistemnya mahal jadi Tidak ada aplikasi lain selain SEP. Belum bridging belum, mungkin gara-gara dana dek, nggak bridging-bridging karena belum ada dana dan harga sistem mahal harganya itu kemarin sekitar 100 juta Scanner 29. Berapa jumlah scanner saat ini? Ada 3 tapi yang 2 itu gabung sama printer Ada 3, yang 1 itu yang kayak gini lo dek, yang 2 Ada 3 scanner, yang 1 printer portable dan yang 2



255



No. 30.



31.



32.



33.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



jadi agak ribet juga, lama kan dek jadinya itu gabung sama printer kalau pakai itu Mengapa hanya ada 3 scanner tersebut? Sebenarnya dek kita pengen scanner yang Kan awalnya nggak ada scanner ini dek soalnya kayak gini lagi, apa se namanya? Oh iya dulu sistem klaim nggak ribet kayak gini. scanner portable, pengen 1 lagi tapi masih Sekarang sistem klaimnya beda jadi wajib ada proses pengajuan. Kita nganggapnya bukan scanner. Ada 3 ya nggak tau dek ada 3 scanner tapi hanya ada 1 scanner. Jumlahnya 1 soalnya dikasih 1 Per hari biasanya harus scan berkas berapa banyak? Ya sekitar 50-100 berkas per hari Berapa ya dek, sekitar 50-an kali ya tergantung tergantung kerjaannya kita juga jumlah berkas dan kerjaan saya Apa jumlah scan sudah mencukupi? Mengapa? Belum lah dek, jumlah scanner yang kita Belum dek soalnya dipakek buat rawat jalan dan pakai kan 1, itu pun dibuat untuk pasien rawat inap rawat jalan dan rawat inap jadi ya nggak cukup Mengapa scanner berpengaruh dengan pengembalian berkas klaim? Ya soalnya nanti misalnya ada yang Ya kalau kelewatan nggak discan dianggap kelewatan nggak di scan bisa-bisa nggak lengkap kan dek, bisa-bisa dikembalikan dikembalikan dek terus kalau kita salah taruh hasil scan ke pasien lain juga berpengaruh



256



Kesimpulan scanner gabung dengan printer



Jumlah scanner yang dianggap hanya ada 1 karena yang 2 scanner gabung dengan printer. Jumlahnya hanya 1 karena dapat dari atasan hanya 1



Satu hari dapat scan sekitar 50 berkas



Scanner tidak mencukupi karena digunakan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap



Pengaruh scanner dengan terjadinya pengembalian berkas klaim adalah apabila ada berkas yang belum di scan maka berkas dapat dikatakan tidak lengkap dan akhirnya dikembalikan oleh BPJS Kesehatan



Lampiran 16. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Planning LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Planning No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Proses planning 1. Apa ada SOP terkait kelengkapan berkas? Ada tapi itu kelengkapan secara Nggak tau ya dek, kalau masalah umum dek, standarnya sama SOP jangan tanya saya, tanya ke kayak Permenkes 100% mbak…saja soalnya dipegang sama mbak… 2.



3.



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



Kurang tau dek, saya belum pernah liat SOP disini, coba aja tanya sama mbak….tapi sepertinya ada



Verifikator tidak pernah tau SOP kelengkapan berkas hanya ada 1 yang tau ada tidaknya SOP kelengkapan berkas



Apa ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait kelengkapan berkas klaim? Kayaknya nggak ada deh dek, Nggak tau dek, saya kan baru-baru Nggak ada kayaknya, ini sejauh saya pengennya sih buat tapi belum ini kerja di sini tapi sejauh saya bekerja disini lo dek sempat bekerja disini belum pernah ada sih Mengapa tidak sempat untuk membuat suatu pembakuan kelengkapan berkas klaim? Banyak tugas yang harus Banyak tugasnya dek terus kita juga Nggak ada yang nyuruh juga dek dikerjakan dek, peraturan BPJS beda shift terus kerjaan banyak juga kan sudah banyak jadi kita manut saja sama BPJS nggak perlu buat nanti ganti-ganti terus kalau buat sendiri



257



Belum ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait kelengkapan berkas klaim Tidak sempat untuk membuat suatu pembakuan kelengkapan berkas klaim karena banyak pekerjaan



No. 4.



5.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Apa Anda melakukan prosedur kelengkapan berkas sesuai dengan SOP/peraturan yang berlaku? Kita ngikutin aturan BPJS aja, Saya mengikuti sesuai instruksi yang Saya mengikuti sama aturan BPJS aja kalau ketentuan dari rumah sakit sudah-sudah dek dek, juga sama mbak-mbak yang dulu kan belum ada kan pernah diajarin



Bagaimana langkah-langkah melakukan identifikasi kelengkapan berkas klaim sesuai Peraturan yang berlaku? Ya kita lihat dulu kasusnnya. Kan berkas datang dari bangsal terus Identifikasi kelengkapan ya dek, Bukan-bukan, awalnya kita cek masuk ruangan ini, terus kita cek awalnya kita cek dulu pengisian dulu kelengkapan resume sama resume sama clinical pathway aja. resume sama clinical pathway, dicek clinical pathway, jadi berkas yang Kita cek pengisiannya dulu dek, dulu, diisi semuanya apa enggak, lain nggak usa, berkas yang lain lengkap apa belum pengisian resume kalau ada yang nggak diisi, kita taruh biasanya dilengkapi kalau berkas sama clinical pathway-nya. Kalau di rak, kalau lengkap ya kita langsung untuk klaim selesai cek. Terus di uda lengkap, lanjut ngoding kalau koding dek. Habis itu, kita input dulu koding, terus di pilah-pilah atau belum lengkap dimasukkan ke rak. datanya ke aplikasi INA-CBGs terus apa sih namanya, diambillah Misalnya lengkap ya dek, kita kan kan keluar lembar INA-CBGs, terus untuk yang keperluan klaim. ngoding tuh terus kita pisahin deh kita pisahin lembar yang dibutuhkan Misalnya nih untuk kasus berkas-berkas yang dibutuhkan buat untuk proses klaim. Terus kita scan persalinan berarti yang harus klaim. Berkas yang harus dilengkapi berkas klaimnya kan nah habis di dilengkapi itu ada SEP, resume, itu tergantung kasusnya dek, kalau scan langsung ditata. Pokoknya dek lembar INA-CBGs, clinical kasus persalinan berarti ada laporan yang diserahkan berupa lembaran ke pathway, inform consent, laporan operasi, surat keterangan kelahiran, BPJS itu SEP, lembar INA-CBGs operasi, surat keterangan surat keterangan persalinan, seperti sama resume, lembar-lembar lainnya persalinan, surat keterangan itu sih dek. Terus kita input kan sebagai penunjang itu di scan. Terus kelahiran, dan surat pengantar datanya ke aplikasi INA-CBGs terus nanti tinggal diserahkan ke BPJS dah, rawat inap. Uda itu aja kayaknya, di cetak jadi lembar INA-CBGs, yang di scan itu nanti ditaruh di nah kalau clinical pathway, lembar ini juga diperlukan, SEP juga flashdisk. Itu aja sih dek inform consent, laporan operasi, disertakan dan wajib disertakan surat keterangan persalinan, surat keterangan kelahiran, dan surat pengantar rawat inap itu nanti di scan, kalau SEP, resume sama lembar INA-CBGs langsung



258



Kesimpulan Verifikator internal megikuti aturan BPJS yang telah ditetapkan dan mengikuti instruksi verifikator sebelumnya Identifikasi kelengkapan berkas klaim dimulai dari identifikasi kelengkapan pengisian resume dan clinical pathway. Apabila pengisian resume dan clinical pathway tidak lengkap maka akan diletakkan di rak namun apabila pengisian resume dan clinical patways sudah lengkap maka akan dilankutkan pada pengkodingan. Selanjutnya akan diinput data di aplikasi INA-CBGs dan akan keluar lembar INA-CBGs. Kemudian berkas klaim yang dibutuhkan akan di pilah-pilah sesuai dengan kasus yang diderita pasien. Tidak semua berkas diserahkan ke BPJS hanya formulir tertentu saja. SEP, resume, dan lembar INACBGs akan diserahkan ke BPJS dalam hardfile sedangkan clinical pathways



No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



diserahkan gitu ke BPJS



Kesimpulan dan penujang lainnya akan diserhakan berupa softfile



Kualitas Hasil planning 6. Apa SOP sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim? Belum dek Belum lah dek buktinya masih terjadi Belum dek SOP belum dapat memenuhi pengembalian berkas klaim keberhasilan program 7. Apa SOP perlu diganti? Bukan diganti sih dek tapi di Perlu dek, saya juga pengennya gitu, Boleh tapi buatnya yang rinci dan SOP perlu diganti revisi, terus juga pengennya buat buat SOP pengklaiman juga biar jelas biar enak juga SOP kelengkapan klaim biar enak enak, biar kita nggak tanya-tanya soalnya kan di sini karyawan terus juga kan. Saya juga pengennya rekam medisnya sering ganti- ada perencanaan yang ada targetganti targetnya gitu dek jadi kita bisa tau tingkat keberhasilan kita seberapa 8. Mengapa sub variabel pada SOP masih kurang atau perlu ada yang diperbaiki? Ya soalnya biar jelas dan rinci aja, Saya sih belum pernah liat SOP-nya Saya nggak tau isi SOP-nya dek jadi Sub variabel SOP masih nanti kalau ada akreditasi juga dek jadi saya nggak bisa komen apa- saya nggak tau apa yang kurang dan belum jelas dan belum rinci enak, nanti kalau ada SOP kan apa perlu diubah enak, karyawan baru nggak terlalu banyak tanya jadi langsung liat SOP, kalau bisa SOP dipajang salinannya biar pada tahu semua karyawan rekam medis. 9. Apa di bagian casemix ini pernah dibuatkan suatu perencanaan strategis yang isinya ada target agar program dapat tercapai? Nggak ada dek, pengen sih deh Nggak ada dek, seperti yang tadi saya Belum ada kayaknya dek, kalau ada Tidak ada perencanaan biar terstruktur gitu, biar kita ada omongkan, saya pengen yang ada kayak gitu enak kali ya strategis target-target gitu, biar dijadikan gituannya biar enak kita motivasi sama evaluasi ke depannya



259



Lampiran 17. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Organizing LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Organizing No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



Pembagian kerja 1. Apa di RS Mitra Sehat Situbondo terdapat tim JKN? Apa itu tim JKN? Kalau yang Ya ini dah dek tim klaim Apa itu? Oalah ya ini namanya apa Rumah Sakit Mitra Sehat ngurus BPJS ya kita ini dek, namanya ya dek pokok yang ngurus BPJS Situbondo terdapat tim JKN yang ada di ruangan ini dah gitu 2. Tim JKN terdiri dari apa saja? 2 petugas pendaftaran, 3 Ada pendaftaran 2 orang terus ada Terdapat 2 petugas pendaftaran, 3 Terdapat 2 petugas pendaftaran, 3 verifikator internal verifikator internal 3 orang verifikator internal verifikator internal 3. Bagaimana kerjasama Anda apabila identifikasi kelengkapan berkas klaim dan penentuan kode dilakukan secara bersamaan? Ya pokok kita bagi dek, kamu Dibagi-bagi dek, saya ambil Dibagi-bagi dek, pokok ngambil Kerjasamanya dengan membagi yang ini ya, aku yang itu segini, dia ambil segitu terserah kita terus kalau uda berkas yang akan diidentifikasi diidentifikasi kelengkapan sama kelengkapan berkas dan ngodingnya ya ngambil lagi penentuan kode 4. Bagaimana kerjasama Anda apabila identifikasi kelengkapan berkas klaim dan penentuan kode dilakukan saat beda shift kerja? Ya kan kita bilangin nanti dek, Di bilangin yang uda Ya diomongkan pas mau pulang Jika akan pulang pasti dibicarakan ini yang belum di identifikasi diidentifikasi sama dikode itu nanti, ini yang uda di identifikasi terakhir kerja identifikasi berkas berkasnya dan ini yang uda berkas yang ini, nanti yang ini sama yang uda di kode, uda gitu aja dan penentuan kode terakhir ini



260



No.



5.



6.



7.



8.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



diidentifikasi berkasnya, ini tolong dilanjutkan ya sih dek dan yang belum ini yang uda dikode dan ini yang belum dikode Bagaimana pembagian kerja apabila terdapat petugas yang cuti? Wah pernah itu pas kemarin Nah itu pokok kita pinter-pinter Ya kita berkorban dek, yang Harus saling membantu untuk mbak …. menikah, ya kita bagi tugas aja, biasanya kita awalnya kita kerjaannya 3 membagi-bagi tugas agar kemarin agak kuwalahan juga saling bantu kok pekerjaan harus jadi 5 pekerjaan, ya pekerjaan cepat selesai sih dek, ya pokok saling bantu gitulah dek aja sama bagian pendaftaran, kalau nggak gitu, nggak selesaiselesai kerjaan kita dek Bagaimana koordinasi dengan pihak terkait misalnya dokter atau perawat jika terkait kelengkapan berkas klaim? Ya kita ngingetin dek soalnya Ya kita ngomong baik-baik, ini Kalau berkas yang belum lengkap Konfirmasi ke pihak yang gimana ya, kita kalau ngerjakan berkas yang belum dilengkapi, nanti dititipkan ke perawat, kita bersangkutan dadakan kan juga nggak kita titipkan dek ke perawatnya omongkan, mbak mas ini yang maksimal, petugas ruangan juga tapi kalau ada diagnosa yang belum lengkap sudah saya tandai, kalau nyetor berkas nggak tulisannya belum jelas atau ada jadi tolong nanti bilangin ke setiap hari, jadi sekalinya nyetor ketidaksesuaian diagnosa dengan dokternya suruh melengkapi ya. banyak banget dan itu pasti penunjang, maka saya konfirmasi Jika ada diagnosa yang mentok sama hari mau setor ke ke pihak yang bersangkutan dibingungkan maka saya BPJS konfirmasi langsung ke ruangannya atau by whatapss Biasanya kasus apa yang berkasnya sering tidak lengkap sehingga harus dikembalikan ke ruangan? Dokter obgyn yang harus terus Dokter obgyn, mungkin gara-gara Dokter obgyn dek, sering itu dek Kasus obgyn yang sering tidak diingatkan padahal jika nggak senior banget ya dek jadi males bukan lagi, mesti harus diingatkan, lengkap perlu diingatkan, proses klaim uda nulis mesti harus dikembalikan lebih lebih cepat, nggak mungkin dulu terjadi keterlambatan penyerahan ke BPJS Bagaimana kerjasama antar verifikator internal dalam pengecekan kode dan kelengkapan berkas klaim? Nggak ada cek ulang soalnya Kita ya dek nggak ngecek ulang, Nggak ada proses cek ulang Tidak ada proses cek ulang takut lama juga kan proses dulu iya, yang ngecek itu dokter mengenai pengecekan kode dan kelengkapan berkas klaim dan



261



No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



penyerahan berkas klaim ke BPJS



sekaligus direktur di rumah sakit ini tapi nggak tau kok tiba-tiba nggak ada lagi, mungkin dokternya sibuk kali ya, jadi kalau sekarang itu ya langsung dah kita ngode nggak perlu di cek lagi, kita saling percaya aja dek



kelengkapan berkas klaim soalnya nanti lama dek



Job Description 9. Apa Anda paham tugas dan fungsi dari pekerjaan Anda? Paham dek, saya itu meriksa Paham dek, tugas saya itu Pokok tugas kita itu nganu berkas kelengkapan, milah berkas yang ngerekap yang lengkap sama yang lengkap sama tidak lengkap, dibutuhkan buat klaim, ngoding, nggak lengkap, ngoding, milah terus ngoding, terus milah berkas input data, buat laporan berkas kayak resume, cp, pokok yang buat klaim, terus input juga, bulanan, sama distribusi ke yang dibutuhkan buat klaim, input terus scan berkas, terus setor ke kantor BPJS data, scan berkas, sama nyetor BPJS berkas ke BPJS 10. Mengapa Anda paham pada tugas dan fungsi Anda padahal Anda belum membaca job description yang baru? Ya soalnya kita kan sering Kita sudah terbiasa dengan Uda biasa sih dek dengan pekerjaan melakukan pekerjaan itu kerjaan ini dek, lagian nggak yang kita lakukan ini perlu liat job description juga nggak apa kan dijelasin juga sama mbak-mbak lainnya 11. Apa tugas dan fungsi Anda sudah rinci pada SK direktur? Belum dek, katanya masih mau Saya nggak pernah tahu SK Nggak tau ya dek, saya nggak dibuat tahun 2019 direkturnya dek, cuma job desc pernah tau SK direktur tentang awal aja sih, kayaknya dulu itu tugas dan fungsi pekerjaan saya uda rinci, saya dulu nggak baca banget dek wong dijelasin juga sama mbak-mbak dulu yang ngewawancarai kita pas tes wawancara



262



Kesimpulan kaidah koding



Verifikator internal paham dengan tugas dan fungsi di setiap pekerjaannya



Verifikator internal paham pada tugas dan fungsinya sebab telah dilakukan pekerjaan tersebut setiap harinya



Verifikator internal belum pernah tahu SK direktur tentang tugas dan fungsi dari masing-masing pekerjaan verifikator internal



No. 12.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Verifikator Internal 3



Kesimpulan



Apa SK direktur terkait tim JKN sudah berdiri sendiri artinya tidak menyatu dengan SK lainnya misalnya Jamkesda? Uda kayaknya dek, pokok kita Nggak ada dek, ya jadi satu sama Kurang tau dek, ya kita ini Verifikator internal tidak tahu ngurus ini dah tapi secara yang atas se, namanya unit rekam namanya jadi satu di unit rekam terkait tim JKN sudah berdiri terbitan belum sih, katanya sih medis, gitu aja dek nggak dibeda- medis sendiri atau belum, intinya jadi mau tahun 2019 tapi nggak tahu bedakan satu dengan unit rekam medis juga, kita liat aja nantinya



263



Lampiran 18. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Actuating LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Actuating No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Kesimpulan



Motivasi 1. Adakah dukungan secara lisan oleh kepala rekam medis agar semangat dalam bekerja meningkat? Ada tapi nggak sering, mungkin kayak ada Ada tapi kalau ada masalah aja. Ada dukungan secara lisan oleh kepala masalah aja. rekam medis tapi jika ada masalah saja 2. Bagaimana Anda membangun motivasi dalam bekerja? Motivasinya ya biar cepat selesai Kan kerjanya cuma gini-gini aja jadi ya biasa Membangun motivasi diri dengan tujuan pekerjaannya biar cepat istirahat. Meskipun saja. Ya Menyemangati diri sendiri saja kayak, agar bisa cepat pulang ataupun cepat nantinya pekerjaan sesuai dengan target yang semangat bentar lagi waktu pulang istirahat ditetapkan meskipun belum optimal 3. Apa ada pemberian penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan rajin? Mengapa? Nggak ada sih. Nggak tau kenapa nggak ada Nggak ada sih. Kenapa ya dek mungkin gara- Tidak ada penghargaan bagi petugas yang penghargaan mungkin nggak ada dananya dek gara nggak ada dana sih dek bekerja dengan rajin 4. Apa ada punishment bagi petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk? Nggak ada Nggak ada sih. Kalau ada reward punishment Tidak ada punishment bagi petugas yang pasti lebih semangat kerja sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya



264



No. 5.



6.



Verifikator Internal 1 Mengapa tidak ada reward dan punishment? Mungkin nggak ada dana



Verifikator Internal 2 Nggak ada dana kayaknya dek



Setiap pergantian kepala rekam medis, apakah mempengaruhi motivasi Anda dalam bekerja? Awalnya iya tapi lama kelamaan nggak sih Awal-awal sih iya soalnya kan uda deket eh malah keluar, ya sedih la tapi ya nggak berlarutlarut juga, ntar kerjaan kita tambah numpuk



7.



Kesimpulan Tidak ada dana untuk perencanaan reward dan punishment Setiap pergantian kepala rekam medis akan mempengaruhi kinerja verifikator internal terutama pada saat awal keluar dari rumah sakit



Mengapa seperti itu? Soalnya kalau awal kan saya merasa Karena kan dulu deket banget dek jadi wajarlah Karyawan merasa kehilangan karena kehilangan gitu, tapi ya tetap kita komunikasi kehilangan dulunya dekat meskipun sudah pindah Pengarahan 8. Pernahkah ada konsultasi dengan kepala rekam medis terkait solusi agar kelengkapan berkas dan ketidaksesuaian koding tidak terjadi? Pernah dek tapi ya pas ada masalah aja sih, Pernah meskipun nggak sering, ya kalau ada Pernah ada konsultasi dengan kepala rekam kita selesaikan bareng, kayak apa ya, ya kayak masalah aja kalau nggak ada masalah ya nggak medis terkait solusi agar kelengkapan berkas kita harus konfirmasi lagi ke dokternya gitu. usa dan ketidaksesuaian koding Terus gimana cara ngomong ke dokternya 9. Bagaimana metode pemberian arahan oleh kepala rekam medis kepada Anda? Ya biasa aja kayak curhat gitu lo Ya kayak sharing-sharing gitu, ya diomongkan metode pemberian arahan oleh kepala rekam bareng lah intinya medis seperti sharing-sharing 10. Jika pada saat pengajuan berkas ke BPJS lalu terjadi masalah ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding, apakah kepala rekam medis langsung bertindak mengarahkan karyawannya untuk menyelesaikan masalah kelengkapan berkas dan kaidah koding tersebut? Iya dek, kamu ngerjakan ini, kamu ngerjakan Iya dek, kamu ngerjakan ini, kamu ngerjakan Kepala rekam medis langsung bertindak itu, kamu harus ini kamu harus gitu itu, kan biar cepat. Mbak…baik banget dek, kita mengarahkan karyawannya untuk saling membantu kok, perhatian dan menyelesaikan masalah kelengkapan berkas memberikan nasihat apabila ada masalah dan kaidah koding 11. Mengapa pemberian arahan begitu penting? Iyalah dek biar kita nggak salah arah, asyik- Penting dek biar kita nanti nggak salah-salah Pemberian arahan penting agar tidak terjadi asyik bahasanya haha terus kan pas kerja terus juga biar menghindari kesalahan dalam bekerja kesalahan



265



Lampiran 19. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Controlling LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Controlling No. 1.



2.



3.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Kesimpulan



Apa ada suatu kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan terhadap kelengkapan berkas dan kaidah koding dari rencana yang telah dibuat sebelumnya? Belum pernah kayaknya Dilakukan kalau ada masalah saja jadi yang kita Tidak ada suatu kegiatan menemukan dan amati itu ya berkas yang uda dikembalikan oleh mengoreksi penyimpangan terhadap BPJS, kalau sebelum di kirim, kita nggak pernah kelengkapan berkas dan kaidah koding ngecek lagi sih soalnya takut lama, kalau dulu iya tapi sekarang nggak lagi Mengapa tidak ada kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan terhadap kelengkapan berkas dan kaidah koding dari rencana yang telah dibuat sebelumnya Nggak ada waktu dek, kerjaan kita banyak Ya mau ada kegiatan gitu gimana kalau kerjaannya Tidak ada kegiatan menemukan dan mengoreksi kan aja banyak benget kayak gini penyimpangan terhadap kelengkapan berkas dan kaidah koding karena pekerjaannya banyak Apa ada rapat rutin untuk membahas pelaksanaan kelengkapan dan koding berkas misalnya 3 atau 6 bulan sekali? Mengapa? Dulu sempat tapi sekarang nggak lagi, ya Nggak pernah dilakukan rapat rutin soalnya sibuk Tidak ada rapat rutin untuk membahas kesibukan sih dek terus beda pimpinan kan dek, kita juga beda shift juga kan jadi mau pelaksanaan kelengkapan dan koding berkas beda kegiatan juga ngumpulin juga repot misalnya 3 atau 6 bulan sekali karena sibuk dan beda shift kerja



266



No. 4.



5.



6.



7.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Kesimpulan



Apa yang biasanya dibahas pada saat rapat terkait pengklaiman khususnya kelengkapan berkas klaim dan kaidah koding? Ya kemarin yang dikembalikan itu gara- Banyak dek, kenapa kode ini kok beda sama BPJS, Rapat membahas terjadinya pengembalian gara nggak lengkap berkas apa terus kalau kita merasa kode kita benar, apa yang harus berkas klaim mengenai penyebab maupun gimana enaknya solusinya, kayak gitu sih dilakuin, ya banyak dah dek. Yah kita ngomong- solusinya ngomong biasa saja buat bahas masalah kayak curhat-curhat gitu saja buat rapatnya biar lebih adem Apakah menurut Anda apa yang dikerjakan selama ini bisa dikatakan sudah berhasil? Mengapa? Belum lah dek, masalahnya aja pasti ada Belum, soalnya masih banyak masalah, misalnya Program yang dilaksanakan masih belum ya belum berhasil berarti programnya. ini nih, diagnosa turun tarif, berkas nggak di klaim- berhasil karena masih terdapat masalah klaim alias klaim pending pengembalian berkas klaim Apa perlu dilakukan pembaharuan perencanaan? Mengapa? Sangat perlu, biar kita nantinya punya Perlu, soalnya sekalian nanti kita jadikan suatu Perlu dilakukan pembaharuan perencanaan tujuan juga evaluasi perbaikan, biar sekalian nanti sosialisasi karena sebagai bahan evaluasi dan penetapan kebijakan baru Jika iya, perencanaan seperti apa yang Anda butuhkan dan inginkan? Ya kayak target-target gitu lah dek, terus Ya pengennya itu yang ada target, terus SOP Perlu dibuatkan rencana strategis tahapan-tahapan ngoding, ngelengkapi diperbaharui dengan melibatkan kami semua, gitu berkasnya, alur berkas buat dikoding sih dek



267



Lampiran 20. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Human LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Human No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Pengetahuan 1. Apa Anda pernah membaca regulasi tentang klaim? Paham tidak dengan isi regulasi tersebut? Pernah sih dek baca tapi lupa dan nggak Pernah dek tapi ya nggak semuanya, banyak kan memahami sepenuhnya soalnya kan banyak dek, 1 regulasi aja ada ratusan bahkan ribuan yang harus dibaca tapi kebanyakan tahu halaman. Kalau paham sih paham dek tapi ya tentang berkas apa saja yang harus dilengkapi nggak semuanya. itu ya dari mbak-mbak yang sudah lama kerja disini 2. Mengapa tidak membaca semua regulasi? Ya banyak banget dek, males mau baca Haha males, banyak se 3.



4.



Mengapa tidak paham dengan regulasi tersebut? Bagian apa yang tidak paham? Karena banyak jadi nggak paham terus Ya nggak semuanya kan saya nggak paham, ada bahasanya kan baku banget ya dek kalau beberapa lah kayak penentuan kode di SEP gitu. aturan-aturan gitu. Bagian yang apa ya, lupa Nggak paham soalnya kan banyak banget dah dek aturannya terus dek bahasanya itu lo, baku banget kan Berkas klaim apa saja yang harus dilengkapi di TPPRI oleh pasien saat pasien mendaftar? Persyaratan yang harus dilengkapi itu ya KTP, Iya itu ada KTP, KK, sama JKN, eh ada satu lagi



268



Kesimpulan Petugas pendaftaran pernah membaca regulasi tentang klaim dan tidak terlalu memahami isi regulasi tersebut.



Tidak membaca regulasi karena regulasi yang harus dibaca banyak Tidak dipahami karena aturan klaim banyak dan bahasanya baku. Bagian yang tidak dipahami tentang pengkodingan di aplikasi v-klaim.



Petugas paham berkas yang harus dilengkapi di



No. 5.



6.



7.



8.



9.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



kartu JKN, KK, dan surat pengantar rawat ada surat pengantar rawat inap inap Apakah semua persyaratan tersebut harus di fotokopi? Mengapa tidak harus di fotokopi? Nggak harus di fotokopi sih dek tapi mungkin Nggak harus difotokopi sih tapi biasanya pasien mikirnya pasien daripada bolak-balik dan langsung di fotokopi dulu soalnya kan nanti juga takut yang asli hilang makanya di fotokopi diminta di ruangan. Jadi mungkin pikirannya tapi sebenarnya nggak harus difotokopi kan itu pasien, daripada bolak-balik mending di fotokopi nanti cuma dipekek formalitas aja, ternyata aja sekalian. Kan kayak kartu JKN itu kan sebagai pasien ini uda terdaftar di asuransi, juga bukti kalau pasien uda terdaftar sebagai pasien digunakan buat menyamakan data antara di BPJS terus kalau KTP sama KK itu fungsinya kartu JKN sama kartu identitas lainnya buat cek aja, ada yang beda nama atau alamat atau soalnya pasien kadang pakai kartu JKN orang kelamin misalnya, ya kayak gitu dah dek lain atau kalau nggak kartu anggota keluarganya yang lain. Salah satu tugas Anda adalah membuat SEP, apakah SEP itu? Surat buat persyaratan ke BPJS, surat bukti SEP itu Surat Eligibilitas Peserta jadi bukti kalau kalau peserta dapat dijamin sama BPJS uda dilayani Bagaimana cara pengisian SEP rawat inap? Gampang kok dek, kita awalnya masuk ke webnya di v-klaim terus masuk ke pembuatan SEP, terus diisi dah data-datanya terus di cetak



Bagaimana cara membuat SEP rujukan? Caranya sama kok nanti yang beda cuma pilihannya saja, disini di bagian ini tinggal pilih saja rujukan, masukkan nomor rujukannya.



Kesimpulan TPPRI adalah KTP, KK, Kartu JKN, dan surat pengantar rawat inap. Petugas paham persyaratan tidak harus di fotokopi karena sebagai persyaratan administrasi.



Petugas paham SEP merupakan Surat Eligibilitas Peserta sebagai persyaratan administrasi.



Gampang dek. Kan masuk dulu ke webnya di vklaim terus masuk kan, pilih pembuatan SEP, terus pilih rawat inap, terus masukkan nomor JKN atau nomor rujukan kalau pasien itu rujukan, terus input deh datanya terus cetak



Petugas paham cara pengisian SEP rawat inap yaitu masuk ke website v-klaim – pilih pembuatan SEP – ketik nomor JKN/kartu rujukan – masukkan data sesuai surat pengantar rawat inap.



Hampir sama sih dek kayak yang tadi Cuma pilih rujukan terus masukkan datanya dan juga dipilih rumah sakit yang akan dirujuk serta dokter yang merujuk



Petugas paham cara membuat SEP rujukan hampir sama dengan membuat SEP biasa hanya yang membedakan juga harus menginputkan nama rumah sakit yang dituju serta dokter yang merujuk.



Bagaimana cara membuat SEP kasus kecelakaan? Sama sih dek kayak buat pengisian SEP rawat Persis banget sama buat SEP biasa, nah pada



269



Petugas paham cara membuat SEP kasus



No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



inap cuma bagian ini pilih kasus kecelakaan terus catatannya di ketik kayak kejadian kecelakaannya itu gimana



Kesimpulan



bagian ini tinggal pilih aja kasus kecelakaan terus kecelakaan sama dengan pembuatan SEP biasa tinggal pilih-pilih dah pertanyaan-pertanyaan hanya nanti pilih kasus kecelakaan dan catatan yang nanti bakal muncul terus ketik juga harus diisi. catatannya kayak peristiwa kejadiannya 10. Apa perbedaan SEP permintaan rawat inap dan rujukan? Kalau rujukan kan kita ngeinputkan juga Pihannya yang beda dek, nanti tinggal pilih Petugas paham perbedaan SEP permintaan tujuan rumah sakit yang dituju kalau rujukan aja kalau permintaan rawat inap ya biasa rawat inap dan rujukan terletak pada item yang permintaan rawat inap ya buat rawat inap di aja kayak tadi yang kita praktekin kan diinputkan, jika pembuatan SEP rujukan sini saja. Kalau tampilan di sistem sama cuma terdapat nama rumah sakit yang akan dituju. beda item-item aja sih tapi nggak semua beda item, adalah beberapa yang beda 11. Bagaimana cara menentukan tanggal masuk dan tanggal keluar pasien rawat inap guna pembuatan SEP? Kan saya membuat SEP rawat inap kalau Saya samakan persis sama yang di surat Petugas paham menentukan tanggal masuk dan pasien atau keluarga pasien bawa surat pengantar rawat inap, kalau ternyata nih dek lebih tanggal keluar pasien rawat inap dilihat dari pengantar rawat inap. Ya kita tanggalnya lihat dari 3 hari keluarga pasien ngasih surat pengantar surat pengantar rawat inap. disitu dah rawat inap, ya manipulasi tanggal masuk aja 12. Apabila aplikasi v-klaim untuk membuat SEP mengalami masalah, apa yang Anda lakukan untuk mengganti SEP tersebut? Ya kita cetak ulang aja dek, kan ada menu Ya kita tunggu sampai bisa dek Apabila ada masalah pada aplikasi v-klaim edit, hapus juga ada di aplikasi maka tetap menunggu sampai aplikasi kembali berfungsi 13. Berapa hari batas pembuatan SEP rawat inap? 3 hari 3 hari Petugas paham batas pembuatan SEP rawat inap adalah 3 hari. 14. Apabila pembuatan SEP melebihi dari batas yang ditentukan, apa yang Anda lakukan? Jangan bilang-bilang ya dek, kita manipulasi Di manipulasi dek, mau gimana lagi daripada Petugas tidak paham karena apabila pembuatan sih dek, ya kita rubah aja tanggal masuknya nggak bisa di klaim SEP melebihi dari batas yang ditentukan maka biar jadi 3 hari tanggal masuk dimanipulasi dengan dimajukan. Kedisiplinan 15. Apa pernah membuat SEP melebihi dari 3 hari? Mengapa melebihi 3 hari Waduh sering dek, pasien mesti lupa bawa Sering sih haha, itu lo dek gara-gara pasien nggak Petugas pendaftaran pernah membuat SEP KTP lah, kartu JKN lah, pokok gara-gara ngelengkapi, kadang saya juga jungkel kalau melebihi dari 3 hari nunggu itu dek nggak dilengkap-lengkapi



270



No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



16.



Kesimpulan



Jika pernah, mengapa sampai terjadi keterlambatan dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim? Soalnya pasien lupa nggak bawa, sekarang Soalnya ya gimana ya dek, saya itu uda ngingetin Terjadi keterlambatan dalam mengidentifikasi diingatkan, besoknya lupa lagi sampai lebih 3 tapi pasiennya itu nggak bawa terus ya akhirnya kelengkapan berkas klaim karena pasien tidak hari tapi biasanya ada jaminan, 50% buat uang SEP nggak bisa dicetak, kalau nggak di cetak juga membawa persyaratan klaim muka, nanti kalau uda lengkap, kita kasian pasiennya pas nggak ada uang kembalikan uangnya. 17. Berapa lama keterlambatan dalam pembuatan SEP tersebut? Paling lama kita 4 hari, kalau benar-benar Ya rata-rata 4 hari lah dek Paling lama keterlambatan adalah 4 hari pasien nggak bisa melengkapi ya terpaksa kita jadikan pasien umum. Pengalaman Kerja 18. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Anda untuk membuat SEP? Kita pembuatan SEP nggak lama kok dek Bentar dek palingan sekitar 1-2 menit Waktu yang dibutuhkan untuk membuat SEP paling sekitar 2 menit kecuali kalau reloadnya adalah 1-2 menit lama bisa lebih dari 10-15 menit. Terus juga kalau kita bingung menentukan tanggal masuk juga lama, cari kode diagnosis juga lama 19. Jika pernah melebihi 1-2 menit, mengapa sampai terjadi seperti itu? Ya biasanya kalau ada gangguan gitu dek Kalau nggak respon-respon pasti lama sama pas Pembuatan SEP melebihi waktu 1-2 menit nentukan koding karena adanya gangguan server dan penentuan koding 20. Apa Anda dapat mengetik 10 jari? Nggak dek haha Belum bisa kan belum terbiasa, ya saya 11 jari Petugas pendaftaran tidak dapat mengetik 10 dek haha jari 21. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Anda untuk mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim di TPPRI? Ya cepat dek, kita kita cuma minta KTP, KK, Cepet dek kan tinggal cek aja, hitungan detik juga Waktu yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi sama kartu JKN, yang lama itu kalau beda bisa kelengkapan berkas klaim di TPPRI sekitar 30 nama, beda alamat detik Ketersediaan SDM 22. Berapa jumlah petugas pendaftaran yang mengurus SEP saat ini? 2 orang 2 orang Jumlah petugas pendaftaran yang mengurus SEP adalah 2 orang



271



No. 23.



24.



25.



26.



27.



28.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Mengapa hanya 2 orang petugas pendaftaran untuk mengurus SEP? Ya nggak tau dek, wong dari sananya uda 2 Nggak tau kenapa jumlahnya 2 orang kan itu dari orang atasan yang nentukan Mulai jam berapa Anda membuat SEP? Pokok kita kerja datang sesuai jadwal, jadi Ya pokok ada pasien ya langsung buat dek kalau pagi kan jam 7, siang jam 2, malam jam 9, nah kalau ada pasien berobat, baru kita buat SEP. Kan SEP nggak harus buat pasien baru saja tapi pasien lama juga. Jam berapa Anda istirahat dalam bekerja? Kalau shift pagi kita istirahat jam 11-1 siang, Kalau shift pagi istirahatnya jam 11-1 siang, kalau kalau sore biasanya jam sholat dah, kalau sore biasanya jam sholat aja. Tapi kalau kerjaan malam ya pokok kondisi memungkinkan buat uda selesai dan nggak banyak pasien bisa lebih istirahat ya istirahat. cepat lah dek istirahatnya haha, kan saya juga jenuh juga Jam berapa Anda pulang bekerja? Shift pagi pulang jam 2, shift sore pulang jam Shift pagi pulangnya jam 2, shift sore pulangnya 9 malam, shift malam pulang jam 7 pagi. jam 9 malam, shift malam pulangnya jam 7 pagi. Apa pernah terjadi lembur? Kalau bagian pendaftaran sih nggak dek tapi kalau bagian dalam yang disana itu sering dek, kita biasanya bantu mbak-mbak sih biar cepat



Pernah dek tapi bukan maslah SEP ini tapi bantu bagian lainnya kayak bagian klaim apalagi kalau penyetoran mendekati tanggal terakhir, pasti lembur itu dek, tapi jarang kalau saya, mungkin gara-gara saya baru Apa yang Anda kerjakan sesuai job description? Mengapa? Kan nggak ada job desc dek jadi kerjaan yang Nggak tau dek, saya itu nggak tau job des-nya ada disuruh sama mbak-mbak ya saya kerjakan apa nggak, kalau awal keterima ya dek, saya terus awal kerja saya sebenarnya bukan bagian bukan bagian pendaftaran lo tapi bagian ini tapi bagian assembling assembling tapi nggak tau tiba-tiba ganti di TPPRI



272



Kesimpulan Petugas pendaftaran tidak mengetahui mengapa jumlah petugas pendaftaran hanya ada 2 orang Membuat SEP pada saat ada pasien yang akan rawat inap



Jam istirahat jika shift pagi adalah pukul 11.0013.00 sedangkan untuk shift sore dan malam menyesuaikan. Jika pasien tidak rame dapat istirahat lebih awal



Jam pulang petugas pendaftaran adalah untuk shift pagi pulang jam 14.00, shift sore jam 21.00, dan shift pagi pukul 07.00 Tidak pernah terjadi lembur di TPPRI



Petugas tidak tahu yang dikerjakan sudah sesuai dengan job description atau belum. Job description awal yang diberikan juga tidak sesuai saat sudah kontrak kerja.



No. 29.



30.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Mengapa job description awal tidak sesuai dengan saat bekerja? Nggak tau dek mungkin gara-gara rolling Nggak tau dek, mungkin gara-gara kurang kerja, kan juga mungkin mempertimbangkan petugasnya sama kerjaannya banyak yang belum lulusan terakhirnya ke handle akhirnya di rolling kerja Apa sering terjadi penumpukan pekerjaan? Kalau aku sih sering dek apalagi kalau malas Waduh kalau bagian pendaftaran nggak pernah haha, tapi jangan bilang-bilang soalnya jenuh deh tapi kalau bagian pelaporan iya soalnya saya juga dek, apalagi saya juga disuruh buat juga ngurus pelaporan juga pelaporan, haduh bingung juga



273



Kesimpulan Job description awal tidak sesuai dengan saat bekerja karena harus rolling kerja agar pekerjaan dapat terselesaikan Jika di bagian pendaftaran tidak pernah terjadi penumpukan pekerjaan namun di bagian pelaporan yang mereka juga kerjakan yang terjadi penumpukan pekerjaan



Lampiran 21. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organization LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO Organization No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Kesimpulan



Lingkungan Fisik 1. Berapa luas TPPRI saat ini? Ya ruangan ini sekitar 2.5 x 5 meter lah dek Berapa ya dek, sekitar 3 x 5 meter kayaknya Luas TPPRI sekitar 2.5 x 5 meter 2. Apakah ruangan dengan ukuran sedemikian rupa sudah memadai? Memadai memadai Ukuran TPPRI sudah memadai 3. Apakah ruangan ini sudah nyaman untuk melayani pasien dan identifikasi kelengkapan klaim di TPPRI? Sudah sih Sudah TPPRI sudah nyaman bagi petugas pendaftaran 4. Apa saja sarana yang belum ada untuk mendukung proses klaim agar Anda nyaman dalam bekerja? AC dek, dek sini kan nggak ada AC AC Sarana yang belum ada adalah AC 5. Mengapa tidak ada AC? Nggak tau dek mungkin gara-gara ruangannya Ya nggak tau dek, gara-gara ini ruangannya Tidak ada AC karena ruangan terbuka terbuka kali ya terbuka mungkin 6. Apakah pengaturan peralatan sudah sesuai dengan yang diharapkan? Sudah sih Sudah Pengaturan peralatan sudah sesuai dengan yang diharapkan 7. Apa tidak ingin merubah pengaturan TPPRI? Nggak dek, nanti capek Nggak ah Petugas pendaftaran tidak ingin merubah pengaturan TPPRI 8. Apa saja peralatan yang belum ada untuk mendukung proses klaim agar Anda nyaman dalam bekerja? Keranjang kali ya dek, liat tuh berkasnya, Keranjang biar berkasnya nggak ditaruh di sana Peralatan yang belum ada yaitu keranjang untuk



274



9.



maaf ya dek kalau nggak rapi Apakah dekorasi nyaman dilihat oleh mata? Sebenarnya sih nggak tapi mau gimana lagi



di sini



tempat berkas



Ya nggak sih tapi nyaman kok, liat aja deh berantakan kan haha, maklumlah namanya juga rumah sakit



Dekorasi belum nyaman dilihat



Tuntutan antar pribadi 10. Apa Anda saling mengenal dengan petugas? Kenal dek tapi ada yang nggak kenal juga Kenal dek meskipun lingkup pendaftaran aja, Petugas pendaftaran sudah saling mengenal antar yang baru-baru, ada yang deket, ada juga yang kan saya masih baru petugas nggak deket, pokok setidaknya kita taulah dia itu bagian apa 11. Apabila terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan misalnya karena SEP yang salah, apakah sesama petugas klaim saling membantu untuk menyelesaikannya? Iya membantu dek, kita selesaikan bareng- Alhamdulillah kami saling membantu jika ada sesama petugas klaim saling membantu untuk bareng, biar kan juga belajar dari pengalaman maslah menyelesaikan masalah yang terjadi 12. Apakah pernah ada perbedaan pendapat sampai menimbulkan persaingan tidak sehat dalam bekerja? Nggak pernah, kita selalu menyelesaikan Nggak lah dek, nggak ada gunanya juga kan Tidak ada perbedaan pendapat sampai masalah bareng-bareng. Kita nggak pernah sih menimbulkan persaingan tidak sehat dalam sampai nggak tegur sapa apalagi ngambekbekerja ngambekan, kita kan juga uda dewasa dek jadi ya woles saja 13. Apa Anda pernah curhat-curhat pekerjaan dengan rekan sejawat? Kalau curhat-curhatan ya sering dek, curhat Sering banget namanya juga sesama teman Sering curhat masalah pekerjaan jika terjadi kerjaan iya, curhat masalah cowok iya, curhat kalau ada masalah ya pasti curhat-curhat masalah segala hal dah kita dek, kita uda kayak saudara gitu 14. Mengapa harus curhat? Ya mungkin dengan curhat dapat menemukan Biar masalahnya cepat selesai lagian biar plong Harus curhat agar dapat menemukan solusi solusi untuk masalah itu juga yang dihati



275



Lampiran 22. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Planning LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Planning No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Proses Planning 1. Apa ada SOP terkait kelengkapan berkas di bagian pendaftaran? Nggak ada deh dek kayaknya Nggak ada kayaknya 2.



3.



4.



Kesimpulan Tidak ada SOP terkait kelengkapan berkas di bagian pendaftaran



Mengapa tidak ada SOP terkait kelengkapan berkas di bagian pendaftaran? Ya nggak tau ya dek, kan saya baru masuk di Nggak tau dek Petugas pendaftaran tidak mengetahui sini, saya ini loh masih training di sini tapi ini mengapa tidak ada SOP terkait kelengkapan mungkin ya, mungkin gara-gara sibuk jadi berkas di bagian pendaftaran nggak sempat Apa ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait kelengkapan berkas klaim? Mengapa? Nggak ada sih, mungkin gara-gara sibuk kali ya Nggak ada, nggak tau ya dek kenapanya, ini Tidak ada kesepakatan dan pembakuan SOP dek, juga kepala rekam medisnya belum jelas mungkin ya dek, mungkin gara-gara kerjaannya dari manajemen terkait kelengkapan berkas juga dek jadi mau merintah-merintah mungkin banyak jadi nggak sempet, itu mungkin lo dek klaim karena pekerjaan banyak radak sungkan gitu Apa Anda melakukan prosedur kelengkapan berkas sesuai dengan SOP/ketentuan yang berlaku? Saya nggak tahu aturannya kayak gimana ya Insyaallah iya dek meskipun saya nggak pernah Petugas tidak tahu prosedur kelengkapan dek, pokok diajari kayak gini yauda liat SOP maupun aturan-aturan pendaftaran klaim. berkas sudah sesuai dengan SOP/ketentuan Ya pokoknya saya kerjakan sesuai yang diajarkan yang berlaku atau belum namun petugas sama mbak-mbak yang uda lebih dulu di sini pendaftaran melakukan prosedur sesuai yang



276



No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Kesimpulan



diperintahkan Bagaimana langkah-langkah melakukan identifikasi kelengkapan berkas klaim sesuai SOP? Kan awalnya pasien ke TPPRI ini, terus saya Ya kita mintain kartu JKN, KTP, KK kalau Langkah melakukan identifikasi kelengkapan minta kartu JKN, KTP, KK. Kalau beda nama, identitas antara kartu JKN sama KTP/KK sama ya berkas klaim yaitu meminta kartu JKN, KTP, kita suruh buat ngurus dulu ke BPJS, kalau saya lanjutkan input data buat pembuatan SEP dan KK pasien. Jika identitas cocok maka nggak beda, ya kita lanjut buat SEP. SEP dibuat namun jika ada perbedaan identitas misalnya beda akan dibuatkan SEP namun jika ada yang yauda tinggaldi cetak terus diserahkan ke nama maupun alamat, maka saya suruh untuk tidak cocok misalnya beda nama atau pun pasien/keluarga pasien untuk diserahkan mengurus terlebih dahulu ke BPJS beda alamat maka akan mengurus terlebih perawat yang ada ruangan dahulu ke BPJS Kesehatan Kualitas Hasil Planning 6. Apa SOP/peraturan yang berlaku sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim di TPPRI? Belum, kita juga nggak mungkin ngubah aturan Peraturan kan dari BPJS dan itu masih belum bisa SOP/peraturan yang berlaku belum memenuhi BPJS juga dek, kan BPJS punya ketentuan membuat program kerja berhasil karena SEP juga keberhasilan program sendiri ada yang salah 7. Apa perlu dibuatkan aturan khusus di rumah sakit terkait kelengkapan berkas di pendaftaran? Mengapa diperlukan? Perlu dek, biar kita yang baru-baru ini nggak Perlu sebenarnya kan juga biar enak juga ya dek, Perlu dibuatkan aturan khusus di rumah sakit tanya-tanya terus sama mbak-mbak yang uda biar semuanya dapat terogranisir dan terstruktur terkait kelengkapan berkas di pendaftaran agar lama kerja disini, kalau tanya-tanya terus kan dek ada pembakuan yang jelas juga sungkan alias nggak enak 8. Apa di bagian pendaftaran pernah dibuatkan perencanaan strategis yang isinya ada target agar program dapat tercapai? Mengapa seperti itu? Belum ada dek, saya nggak pernah tahu juga Nggak ada dek, ya mungkin nggak sempet, beda Tidak ada pembuatan perencanaan strategis shift juga kan, ya mudah-mudahan ada sih karena pekerjaan banyak sehingga tidak sempat 5.



277



Lampiran 23. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organizing LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Organizing No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Pembagian kerja 1. Apa di RS Mitra Sehat Situbondo terdapat tim JKN? Ya pokoknya yang ngurus klaim ada 5 orang, Tim JKN itu maksudnya tim ngurus klaim ta gitu aja, kalau atas itu ada 2 orang yang dek? Ada kalau itu ngurus filing 2. Tim JKN terdiri dari apa saja? Ada petugas pendaftaran 2 orang, ada 2 petugas pendaftaran, 3 verif verifikator internal ada 3, uda itu aja 3. Bisa dijelaskan tugas Anda yang dikerjakan seperti apa? Pendaftaran itu ya kayak biasanya nerima Ya tugas saya itu melakukan penerimaan pasien, input data, kalau yang berhubungan pasien baik pasien rawat jalan maupun rawat sama klaim ya buat SEP, kita juga mengurus inap, tanya rumahnya dimana, namanya siapa laporan sensus, dan juga buat grafik barber pokok identifikasi pasien dah, terus juga nulis johnson selalu terbengkalai sih tapi kita masih di sampulnya juga identitas pasiennya, terus mau mencoba kok juga tanya persayaratan BPJS-nya terus buat SEP 4. Bagaimana kerjasama Anda apabila pembuatan SEP dilakukan secara bersamaan? Kita nggak pernah sih dek buat SEP secara Seingetku nggak pernah buat SEP secara



278



Kesimpulan Terdapat tim JKN di RS Mitra Sehat Situbondo



Tim JKN terdiri dari 2 petugas pendaftaran dan 3 verifikator internal Petugas pendaftaran bertanggung jawab dalam identifikasi pasien, identifikasi kelengkapan persyaratan klaim, dan pembuatan SEP



Tidak pernah dilakukan pembuatan SEP yang



No.



Petugas Pendaftaran 1 bersamaan



5.



6.



7.



8.



9.



10.



Petugas Pendaftaran 2 bersamaan dek kerjasamanya



jadi



Mengapa tidak pernah dilakukan bersamaan? Pasiennya dikit dek jadi ya nggak pernah barengan, saya bisa mengatasinya kok



ya



nggak



Kesimpulan ada



Komputernya 1 buat ngurus SEP dek lagian pasiennya ya dikit jadi nggak pernah dilakukan secara bersamaan Memangnya dapat menerbitkan berapa SEP dalam 1 hari Pasien apa dulu? Kalau rawat jalan itu paling Kalau pasien rawat jalan paling banyak itu rame sekitar 100-an, kalau rawat inap tiap sekitaran 100 kalau rawat inap ya sekitar 5-15 harinya sekitar 5-10 orang lah orang lah dek, nggak pasti juga kan dek Kalau antriannya panjang, bagaimana kerjasama dengan karyawan lainnya? Kalau antriannya panjang pasti dibantu sama Kalau antriannya panjang itu biasanya dibantu petugas lainnya yang ada di tempat sama mbak-mbak sebelah saya ini terus pakai pendafataran, kayak kasir, yang laporan harian komputer yang sebelah juga, kan kasihan dek kalau pasien nunggu lama Bagaimana kerjasama Anda apabila pembuatan SEP dilakukan saat beda shift kerja? Ya kita biasanya pas mau pulang itu nggak Pas saya mau pulang, pasti saya bilang, eh ini langsung pulang, saya itu nanti ngasih tau, ini yang belum bro, ini yang uda selesai tak buat, yang belum, ini yang ua, tolong nanti ini nanti lanjutin ya bro, gitu sih inputkan ya, tolong nanti ini di edit ya, gitu sih dek Pernah tidak kelewatan memberikan informasi sehingga ada pekerjaan yang belum diselesaikan? Pernah dek, yang sering itu buat input pasien Emmmm, pernah kayaknya pas dulu itu, kan bila yang keluar sih, jadi kalau pasiennya uda kalau pasien uda keluar harus segera diinput keluar itu juga diinput, di cek gitu, pasien lagi biar bisa di klaimkan, nah itu belum di keluar, nah nanti dalam keadaan apa pasien input jadi yauda deh di nasehati gitu sama keluar, misalnya sembuh, dirujuk, atau apalah mbak-mbaknya itu Bagaimana pembagian kerja apabila terdapat petugas yang cuti? Biasanya kita rolling lagi kerjaannya, nah Ya itu biasanya di bagi sama mbak-mbak pinter-pinternya kita bagi tugas aja sih, yang lebih senior, biasanya sih nambah shift pokoknya kita saling bantu dah dek dek atau kalau nggak ya kerjaan kita tripel-



279



dilakukan secara bersamaan



Tidak pernah dilakukan pembuatan SEP secara bersamaan karena pasiennya sedikit



Dalam 1 hari petugas pendaftaran dapat menerbitkan SEP rawat jalan sekitar 100 dan rawat inap sekitar 5-10 orang Kerjasama dengan karyawan lain saat antrian panjang adalah baik karena sling membantu



Saat petugas pendaftaran mau pulang akan koordinasi dengan menjelaskan SEP yang telah di buat dan SEP yang belum dibuat



Pernah melewatkan informasi apabila pergantian shift sehingga ditegur oleh senior



Di lakukan penambahan pekerjaan untuk setiap karyawan



No. 11.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



tripel Menurut Anda, apakah pembagian kerjanya sudah sesuai dengan lulusan terakhirnya? Sudah sesuai sih dek sama lulusannya Sudah sih dek



Kesimpulan Pembagian kerjan sudah sesuai dengan lulusan terakhir karyawan



Job Description 12. Apa Anda paham tugas dan fungsi dari pekerjaan Anda? Ya paham dek, tugas saya itu ya buat SEP Paham kok, ya tugas saya itu yang tadi saya Tugas dan fungsi petugas pendaftaran adalah baik rawat jalan maupun rawat inap, input jelaskan, identifikasi pasien, terus menagih identifikasi pasien, identifikasi kelengkapan data pasien BPJS maupun umum, ya kita juga persyaratan klaim terus membuat SEP terus persyaratan klaim, pembuatan SEP, dan mengurus laporan sensus, terus kadang bantu bantu buat laporan sensus harian membantu mebuat laporan sensus harian scan juga 13. Apakah tugas dan fungsi Anda sudah rinci pada SK direktur? Saya nggak tahu ya dek SK direktur kayak Waduh kalau itu saya nggak tau dek, saya Petugas pendaftaran tidak tahu tugas dan fungsi apa, saat proses interview dulu job description nggak pernah liat, kalau job description Anda sudah rinci pada SK direktur atau belum saya sebenarnya assembling tapi waktu pernah liat pas waktu interview aja training di tempatkan di bagian pendaftaran 14. Mengapa Anda tidak tahu SK direktur? Karena memang nggak di kasih tau juga terus Ya saya nggak pernah dikasih tau dek, nggak mau minta juga males dek, nanti dikiranya minta juga soalnya saya takut dek, saya masih saya apa, wong saya masih baru disini baru 15. Apa SK direktur terkait tim JKN sudah berdiri sendiri artinya tidak menyatu dengan SK lainnya misalnya Jamkesda? Kurang tau ya dek, coba aja tanya sama Nggak tau kalau masalah itu dek, coba tanya Petugas tidak tahu tim JKN sudah berdiri sendiri mbak…. ke mbak … atau belum 16. Apa job description awal sudah sesuai dengan pada saat Anda bekerja? Job description saya sebenarnya assembling Nggak dek, saya itu pas interview pas Job description awal belum sesuai pada saat saat awal kerja namun ada rolling jabatan dijelasin mau ditempatin di bagian assembling sudah bekerja karena pekerjaan banyak dan gara-gara banyak yang keluar. Nggak jelas eh ternyata ditempatin di pendaftaran juga, petugas kurang sehingga dilakukan rolling sekarang apa job descriptionnya dek pokok katanya sih kurang petugas pekerjaan saya ngerjakan apa yang ditugaskan sama saya



280



Lampiran 24. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Actuating LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Actuating No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Motivasi 1. Adakah dukungan secara lisan oleh kepala rekam medis agar semangat dalam bekerja meningkat? Disemangati juga, “kamu bisa kok dek”, gitu Ada kok dek, saya biasanya disemangati kalau biasanya. Kepala rekam medisnya belum misalnya ada masalah, di berikan masukan jelas juga dek soalnya yang lama baru kalau ada yang salah pekerjaan saya. Jadi lebih keluar. Ya saya seneng dek meskipun kayak semangat lagi kalau kayak gitu gitu aja tapi kan ngubah mainset saya 2. Apakah ada pemberian penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan rajin? Nggak ada reward dan punishment Nggak ada 3.



4.



Kesimpulan Ada dukungan secara lisan oleh kepala rekam medis sehingga petugas pendaftaran lebih bersemangat dalam bekerja



Tidak ada pemberian penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan rajin



Mengapa tidak ada penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan rajin? Nggak tau kok nggak ada mungkin nggak Ya nggak tau dek mungkin nggak ada dana Petugas pendaftaran tidak tahu mengapa tidak ada subsidi. Kalau ada malah lebih semangat ada penghargaan namun petugas pendaftaran kerjanya dek menduga karena tidak ada dana Apakah ada punishment bagi petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk? Nggak ada reward dan punishment Nggak ada kayak gitu-gituan pokoknya disini Tidak ada punishment bagi petugas yang sering telat datang bekerja



281



No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



5.



Kesimpulan



Mengapa tidak ada punishment bagi petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk? Ya nggak tahu dek. Saya juga takut dek Nggak tau juga kalau itu dek. Kalau saya sih Petugas pendaftaran juga tidak tahu mengapa kalau nggak melaksanakan tugas, jadi ya takut dek misalnya terlambat soalnya kan saya tidak ada punishment memotivasi diri sendiri soalnya kan saya masih baru disini ya masak iya saya telat juga masih baru disini 6. Setiap pergantian kepala rekam medis, apakah mempengaruhi motivasi Anda dalam bekerja? Nggak sih dek, cuma memang adaptasi lagi Nggak sih, mungkin gara-gara saya baru ya dek Pergantian kepala rekam medis tidak aja jadi saya juga belum terlalu dekat mempengaruhi motivasi petugas pendaftaran 7. Mengapa hal tersebut tidak mempengruhi motivasi Anda? Karena saya masih baru dan belum pernah Saya baru ya dek jadi saya juga belum terlalu Pergantian kepala rekam medis tidak tahu pergantian kepala rekam medis juga dekat mempengaruhi motivasi petugas pendaftaran haha karena kedua petugas pendaftaran masih baru bekerja Pengarahan 8. Pernahkan ada konsultasi dengan kepala rekam medis terkait solusi agar kelengkapan berkas di bagian pendaftaran tidak terjadi atau agar tidak terjadi kesalahan dalam penerbitan SEP? Ya pas awal kerja aja teruis kalau lagi ada Pas awal kerja aja sih dek, mungkin gara-gara Pemberian konsultasi oleh kepala rekam medis masalah. Bukan masalah sih tapi lebih ke saya sudah bisa jadi nggak pernah lagi di kasih hanya dilakukan pada saat awal bekerja saja kalau saya nggak bisa, ya saya langsung tau yang salah tanya, kalau ada yang nggak saya ngerti ya saya tanya. Kan yang kita pelajari pas kuliah beda sama yang di lapangan 9. Bagaimana metode pemberian arahan oleh kepala rekam medis kepada Anda? Ya sharing-sharing biasa aja, ya face to face Ya biasa aja kayak aku sama kamu gini dek, Metode pemberian arahan oleh kepala rekam lah biar enak juga berdua aja terus dikasih tau yang salah ini medis dilakukan secara langsung seharusnya kayak gini 10. Jika pada saat pengajuan berkas ke BPJS lalu terjadi masalah ketidaklengkapan berkas klaim, apakah kepala rekam medis langsung bertindak mengarahkan karyawannya untuk menyelesaikan kelengkapan berkas tersebut? Pasti itu dek, kita selesaikan bareng-bareng, Iya biar berkas kan juga bisa di klaim lai, kalau kepala rekam medis langsung bertindak kan kita jaraknya juga nggak jauh-jauh alias nggak bisa di klaim bisa-bisa kita rugi mengarahkan karyawannya untuk masih muda-muda, mungkin beda kalau menyelesaikan kelengkapan persyaratan klaim



282



No.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



usianya terlampau jauh pasti ada radak sungkannya gitu



283



Kesimpulan



Lampiran 25. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Controlling LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Controlling No. 1.



2.



3.



4.



Petugas Pendaftaran 1



Petugas Pendaftaran 2



Kesimpulan



Apakah ada suatu kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan kelengkapan berkas klaim di bagian pendaftaran dan mengecek kembali data yang telah diinputkan untuk membuat SEP? Haha nggak dek, ngecek kan juga butuh waktu Nggak ada dek, kalau misalnya salah ya diedit Tidak ada suatu kegiatan menemukan dan jadi daripada lama mending nggak usa toh gitu aja biar juga nggak lama juga mengoreksi penyimpangan kelengkapan berkas nanti kalau ada yang salah bisa diedit lagi klaim di bagian pendaftaran dan mengecek kembali data yang telah diinputkan untuk membuat SEP Apakah ada rapat rutin untuk membahas pelaksanaan kelengkapan berkas misalnya 3 atau 6 bulan sekali? Nggak ada Nggak ada sejauh saya bekerja disini lo dek Tidak ada rapat rutin untuk membahas pelaksanaan kelengkapan berkas misalnya 3 atau 6 bulan sekali Mengapa tidak ada rapat? Ya nggak tahu ya dek, kan saya apa kata Nggak tau dek, ya alhamdulillah juga kan kalau Petugas pendaftaran tidak tahu mengapa tidak atasan, kalau atasan nyuruh rapat ya rapat. nggak ada rapat haha dilakukan rapat rutin Ada sih dek rapat, tapi rapatnya kayak sesama pimpinan gitu Apa yang biasanya dibahas pada saat rapat terkait pengklaiman khususnya kelengkapan berkas klaim atau tentang SEP? Apa ya, kalau SEP nggak terlalu banyak yang Kalau terkait pembuatan SEP kayaknya nggak Tidak pernah ada masalah yang urgen di bahas di bahas se. bentar, pernah sih dek, pas kita pernah sih dek, pekerjaan saya ini nggak ada pada pembuatan SEP



284



5.



6.



7.



bingung dulu, kan pembuatan SEP dibatasi resiko yang sampai kayak gimana gitu, jadi sampai 3 hari, nah kalau melebihi 3 hari memang jarang banget dibahas pas rapat, itu bagaimana? Ya katanya manipulasi aja diganti katanya mbak…pas mbak…rapat sama tanggal masuknya pimpinan Menurut Anda apa yang dikerjakan selama ini bisa dikatakan sudah berhasil? Mengapa belum berhasil? Belum dek soalnya kan pengembalian berkas Belum soalnya kadang saya juga salah-salah Program belum berhasil karena masih ada yang tiap bulannya pasti ada aja, kalau berhasil itu buat SEP dek salah dalam pembuatan SEP ya nggak ada yang salah, nggak ada yang nggak lengkap, nggak ada pihak BPJS yang konfirmasi lagi Apakah perlu dilakukan pembaharuan perencanaan? Mengapa? Perlu banget, biar jelas ke kitanya juga dek Perlu dek soalnya jujur saya nggak tau SOP Perlu dilakukan pembaharuan perencanaan agar disini mungkin kalau ada pembaharuan dan kita lebih jelas dan dapat melibatkan karywan untuk dilibatkan kan enak dek, kita juga biar paham pembuatan SOP sehingga petugas pendaftaran dapat tahu perencanaannya seperti apa Jika iya, perencanaan seperti apa yang Anda butuhkan dan inginkan? Ya mungkin kayak target harus ada terus SOP Ya SOP terus ada target gitu lo dek biar kita itu Perencanaan yang dibutuhkan adalah SOP atau diperbaharui ada gregetnya dalam bekerja pun pembuatan rencana strategi



285



Lampiran 26. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Human LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Human No.



Verifikator Internal 1



Pengetahuan 1. Apa yang dimaksud dengan leadterm? Leadterm itu ya pokoknya yang kita pilih harus peyakitnya nggak sih 2.



3.



4.



5.



Verifikator Internal 2 Lupa aku dek, diagnosisnya



pokok



leadterm



Kesimpulan itu



ya



Dalam INA-CBG’s proses memasukkan data hingga muncul klaim pembayaran dinamakan apa? Maksudnya dek? Grouping Oalah grouping ta? Buku/aplikasi apa yang digunakan untuk mengkode diagnosis penyakit? Ya ICD-10 kalau penyakit ICD-10



Buku/aplikasi apa yang digunakan untuk mengkode tindakan pasien? Kalau tindakan pakai ICD-9-CM ICD-9-CM



Ada berapa digit aturan kode INA-CBG’s? Ya yang kayak biasanya, emang berapa digit dek? Pokok kalau A11.0 kan berarti 4 digit



Verifikator internal paham tentang leadterm adalah kata kunci yang biasanya patolofi bukan anatominya. Verifikator internal paham tentang grouping



Verifikator internal paham Buku/aplikasi yang digunakan untuk mengkode penyakit adaah ICD-10 Verifikator internal paham Buku/aplikasi yang digunakan untuk mengkode tindakan adaah ICD-9-CM



Ada yang 3, ada yang 4, dan ada yang 5



286



Verifikator internal belum paham jumlah digit aturan kode INA-CBG’s



No. 6.



7.



8.



9.



10.



11.



12.



13.



14.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Bagaimana aturan mengkode dignosa INA-CBG’s? Ya pokoknya kita search terus dipilih sesuai Tinggal di search aja sih dek diagnosanya pasti diagnosa sama tindakan yang uda di tulis sama nanti muncul dokter di resume



Ada berapa dignosa yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan? Semuanya ditanggung sih Semuanya di tanggung dek



Kesimpulan Petugas pendaftaran paham tentang aturan kodefikasi namun kadangkala pada saat search diagnosa dan tindakan tidak menggunakan leadterm yang tepat, kadanngkala leaterm berupa anatomi masih dilakukan seharusnya di search leadterm-nya. Verifikator internal tidak paham bahwa tidak semua penyakit dapat di klaimkan.



Apa saja diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan? Nggak ada yang nggak ditanggung deh dek, Nggak ada, semuanya ditanggung dek Verifikator internal tidak paham diagnosa yang kayaknya semuanya ditanggung tidak ditanggung. Apa yang Anda ketahui tentang diagnosa utama? Diagnosa utama berarti kan diagnosa yang Diagnosa yang uda ditegakkan oleh dokter dek, Verifikator internal belum paham tentang paling parah penyakit utama lah diagnosa utama. Apa yang dimaksud dengan diagnosa sekunder? Diagnosa sekunder itu kayak komplikasi dari Komplikasi dari suatu penyakit Verifikator internal cukup paham tentang penyakitnya atau metastasenya lah diagnosa sekunder Apa yang dimaksud dengan kormobiditas dan komplikasi? Komorbiditas apa ya dek, haduh uda lupa dah Hmmm lupa dek Verifikator internal tidak paham tentang sama materi kuliah. Kalau komplikasi kan kormobiditas dan komplikasi. berarti ya komplikasi, ya metastase penyakit begitulah Apabila tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir episode perawatan, apa yang Anda lakukan? Biasanya uda ditegakkan kok dek, kita nggak Saya konfirmasi kembali dulu dek terus pakai Verifikator internal paham bila diagnosis tidak pernah juga pakai rule MB aturan rule MB ditegakkan maka menggunakan rule MB. Apa yang dimaksud dengan diagnosa akut dan kronis? Akut ya dadakan sih kalau kronis berarti kan Diagnosa akut ya akut dek kalau kronis berati Verifikator internal memahami jika kronis penyakitnya uda lama kan lama namun tidak mengetahui daignosa akut Bagaimana cara Anda menentukan itu penyakit akut atau kronis? Ya kan nggak ada keterangan apa-apa, Ya biasanya kan ada keterangan dari dokter, Verifikator internal tidak paham tentang cara



287



No.



15.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Kesimpulan



pokoknya kalau tidak ada keterangan apa-apa di anggap kasus akut, contohnya faringitis kalau nggak ada keterangan berarti dianggap akut Apa yang dimaksud dengan dagger asterisc? Sebab akibat



kalau nggak ada keterangan ya langsung aja pilih yang akut



menentukan diagnosa akut dan kronis seharusnya akut memiliki waktu sampai 28 hari sedangakn kasus kronis lebih dari 28 hari.



Sebab akibat



Verifikator internal paham dengan dagger asterisc 16. Apabila ada seseorang naik sepeda motor kemudian terjadi kecelakaan siapakah yang menjamin biaya pasien? BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan Verifikator internal belum bisa membedakan antara kasus KLL dan bukan kasus KLL. 17. Apakah itu termasuk kasus kecelakaan? Bukan kasus kecelakaan kalau begitu dek, kan Bukan kasus kecelakaan kayaknya dek Verifikator internal belum bisa membedakan pasien kecelakaan di rumah bukan di lalu antara kasus KLL dan bukan kasus KLL. lintas 18. Apabila ada pasien dengan kasus tabrakan lari berarti yang menjamin pembiayaan siapa? BPJS Kesehatan kan, tabrak lari itu bukan BPJS Kesehatan Verifikator internal belum bisa membedakan kasus kecelakaan antara kasus KLL dan bukan kasus KLL. 19. Jika ada penyakit biduran, apa terminologi medis yang digunakan untuk mencari kode? Apa ya dek, bentar tak search dulu di google Nggak hafal dek, jujur aja ya dek 99% itu kita Verifikator internal tidak paham tentang haha pakai google, yang 1% ya kita sendiri, bentar terminologi medis biduran dek saya search dulu ya 20. Jika terminologi medisnya campak, apa ya? Ya harus search dek Search-search dulu Verifikator internal tidak paham tentang terminologi medis campak. Kedisiplinan 21. Berapa target untuk menyelesaikan koding diagnosis dan tindakan setiap harinya? Kita nggak ada target, pokok ada waktu dan Nggak ada target dek pokok saya nganggur Tidak ada taget untuk menyelesaikan koding berkas uda di cek kelengkapannya pasti kita terus berkasnya uda di cek kelangkapannya ya diagnosis dan tindakan setiap harinya cek saya kerjakan buat ngoding 22. Apakah setiap ada berkas yang masuk ke bagian koding langsung di kode? Ya nggak dek, kan di analisis dulu Nggak lah Verifikator internal paham tentang setiap ada kelengkapannya berkas yang masuk ke bagian casemix tidak



288



No.



Verifikator Internal 1



23.



Apa pernah membaca tentang regulasi klaim? Males bacanya dek terlalu banyak aturan



Verifikator Internal 2



Kesimpulan langsung di kode



Pernah tapi pas kuliah dulu



Tapi apakah Anda tahu aturan-aturannya? Saya baru kerja disini jadi maklum kalau Belum paham semuanya tapi masih ada yang belum paham benar aturan-aturan di BPJS paham kok soalnya yang ada di teori beda banget sama kenyataannya 25. Apa pernah dilakukan pelatihan? Mengapa? Pernah sih dek bulan September kemarin di Pernah sih dulu diundang tapi males soalnya undang sama verifikator internal buat jauh terus harus ninggalin kerjaan juga pelatihan tapi gara-gara jauh jadi males mau ke sana Pengalaman kerja 26. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengkoding 1 berkas? Tergantung dek, kalau diagnosanya bisa Nggak lama sih dek paling sekitar 3-5 menit dibaca hanya 2 menit, kalau diagnosa itu-itu tergantung tulisan dapat dibaca apa nggak saja bisa 1 menit tapi kalau tulisan tidak bisa dibaca bisa lebih dari 5 menit 27. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengecek kembali ketepatan koding pada 1 berkas? Kita nggak pernah ngecek kembali kodenya, Nggak ada pengecekan ulang dek, ntar lama ya pokok sekali ngode ya sudah tambahan Ketersediaan SDM 28. Berapa jumlah verifikator internal yang mengkoding? Mengapa? 2 orang dek, ya nggak tau kenapa jumlahnya 2 orang, ya nggak tau dimana penetuan cuma 2 dek organisasi buat rekrutmen karyawan baru



Verifikator internal pernah membaca tentang regulasi klaim



24.



29.



Mulai jam berapa Anda mengerjakan koding? Ya pokok tidak bentrok kerjaan lain ya langsung dikerjakan pokoknya berkasnya uda lengkap



Nggak pernal liat jam kalau ngerjakan koding, pokok ada yang mau dikoding dan nggak tempok sama kerjaan lain ya tak kerjakan



289



Verifikator interna ada yang belum paham tentang aturan pengkodingan klaim



Verifikator internal pernah diundang pelatihan oleh BPJS Kesehatan namun tidak datang karena malas



Verifikator internal membutuhkan waktu 3-5 menit untuk mengkode 1 berkas



Tidak ada proses pengecekan ulang kode diagnosis maupun tindakan



Jumlah verifikator ada 2 orang dan verifikator internal tidak tahu mengapa jumlahnya hanya 2 orang Tidak ada ketentuan jam berapa verifikator internal mulai melakukan pengkodingan



No.



Verifikator Internal 1



30.



Jam berapa Anda istirahat dalam bekerja? Sebenarnya jam 11 dek tapi kalau jenuh ya biasanya jam 10 uda istirahat



31.



32.



33.



34.



35.



Jam berapa Anda pulang bekerja? Berhubung saya sekarang shift pagi ya nanti pulangnya jam 2 Apa pernah terjadi lembur? Sering dek apalagi kalau mendekati setor ke BPJS Kesehatan Mengapa bisa sampai terjadi lembur? Kerjaannya banyak, berkas belum masuk ke sini dan belum di analisis kelengkapannya jadi mau tidak mau ya klaim susulan



Verifikator Internal 2



Kesimpulan



Ya tergantung kerjaannya banyak apa nggak, kalau banyak atau jenuh bisa-bisa jam 10 uda istirajat padahal sebenarnya jam istirahatnya jam 11



Verifikator internal tidak disiplin dalam bekerja karena istirahat lebih awal dari ketetapan yang sebelumnya sudah ditentukan



Kalau pulang ya sesuai jadwal lah dek



Verifikator internal disiplin jika waktu pulang



Pernah apalagi kalau besoknya berkas harus di kirim ke BPJS, kita langsung kebut semalam



Pernah terjadi lembur karena pekerjaan belum selesai



Karena berkas yang dari bangsal itu nggak Karena berkas dari bangsal terlambat segera di kirim ke kita dek jadi sekalinya menyerahkan ke bagian casemix sehingga numpuk jadi buanyak terus mepet sama waktu pekerjaan menjadi banyak padahal waktu mepet pengiriman Apa yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja? Mengapa? Saya saja nggak tau job desc saya dek, ya Nggak sama dek, dulu saya itu bagian Antara job description awal dan saat bekerja pokok disuruh gini ya ngikut, suruh ngerjakan assembling lo tapi ganti jadi verifikator internal berbeda karena rolling pekerjaan itu ya ayok dan saya nggak tau job desc yang verifikator internal ini Apa sering terjadi penumpukan pekerjaan? Mengapa? Seringlah dek apalagi kalau berkas dari Sering banget, kerjaan kita itu banyak banget Sering terjadi penumpukan pekerjaan karena ruangan sama poli datangnya barengan soalnya jumlah verif dikit tapi kerjaan banyak satu verifikator tidak mengerjakan 1 pekerjaan



290



Lampiran 27. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Technology LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Technology No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Jumlah Komputer 1. Berapa jumlah komputer yang digunakan untuk proses pengkodingan? Ada 2 dek 2 2. Mengapa hanya terdapat 2 komputer? Nggak tau ya dek, dari sananya uda cukup Nggak tau dek, ya pokok uda disediakan 2 sih komputer mulai dari awal 3. Apa jumlah 2 komputer sudah cukup? Mengapa? Uda cukup sih, ya soalnya emang cukup aja, Cukup, ya karena apa ya, pas aja gitu, meskipun nggak ada antrian penggunaan komputer di pakek untuk input sama buat laporan, tetap juga cukup kok 4. Bagaimana komputer tersebut didapatkan? Ya mulai dari awal uda ada, masalah Nggak tau dek tapi biasanya minta ke bagian dapatnya dari siapa biasanya kan persediaan sih kalau misalnya ada yang kurang mengajukan gitu dek, mintanya ke mbak…sebagai kepala persediaan Aplikasi yang mendukung 5. Apa ada buku/aplikasi ICD-10 untuk proses pengkodingan dan versi berapa yang tersedia? Buku ICD-10 ada versi 2010, aplikasi ICD- Buku ICD-10 ada tahun 2010, terus yang pdf



291



Kesimpulan Jumlah komputer untuk pengkodingan ada 2 buah Verifikator internal tidak mengetahui mengapa hanya ada 2 komputer Jumlah komputer sudah mencukupi karena tidak terjadi antrian penggunaan komputer



Komputer didapatkan dengan mengajukan ke kepala persediaan sarana dan prasarana



Terdapat buku ICD-10 versi 2010, pdf ICD-10



No.



6.



7.



8.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



10 juga ada yang tahun 2005, terus yang pdf juga ada sama tahun 2010, terus aplikasi ICD juga ada yang tahun 2010, terus kalau juga ada yang tahun 2005, terus yang biasa saya aplikasi yang kita gunakan itu online atau pakai itu langsung ke aplikasi e-klaim kalau juga biasanya menggunakan e-klaim nggak ya ke online biasa langsung Apa ada buku/aplikasi ICD-9-CM untuk proses pengkodingan? Buku ICD-9-CM ada yang tahun 2007, pdf Ada yang pdf ICD-9-CM tahun 2010, ada buku ada yang tahun 2010, yang biasanya saya juga tahun 2007, ya pokok yang sering saya pakek sih ya e-klaim dek pakainya ya ICD-9-CM sama online Menurut Anda, aplikasi apa yang sangat penting untuk proses pengkodingan? Google sih dek haha hampir 99% pakai Google itu puenting dek, 95% saya pakai google, 1%-nya manual google, 5%-nya pakai manual haha Mengapa harus menggunakan google? Kan sudah diajarkan cara pengkodingan saat kuliah? Iya sih dek tapi ya lama nanti dek, kan kalau Haha biar cepet dek, terus saya kan kayak googling tinggal search aja terminologi medisnya sering lupa juga, itu sudah kebutuhan dek



292



Kesimpulan versi 2010, aplikasi ICD-10 versi 2005, aplikasi e-klaim



Terdapat buku ICD-9-CM versi 2007, pdf ICD-9CM versi 2010, dan aplikasi e-klaim



Aplikasi yang penting untuk proses pengkodingan adalah google sebesar >90% Google penting karena verifikator internal lupa terminologi medis saat kuliah dan agar lebih cepat dalam proses pengkodingan



Lampiran 28. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Planning LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Planning No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Kesimpulan



Proses Planning 1. Apakah ada SOP terkait pelaksanaan koding? Ada SOP pengkodingan tapi secara umum Ada dek tapi nggak khusus buat klaim lo ya Ada SOP pengkodingan secara umum 2. Berati di sini tidak ada SOP pengkodingan khusus untuk klaim? Mengapa tidak ada? Nggak ada, ya nggak tau kenapa nggak ada Nggak ada dek, nggak tau ya dek gara-gara ada Tidak ada SOP pengkodingan tentang klaim soalnya kan uda ada aturan dari BPJS juga aturan dari BPJS juga kali karena sudah ada aturan dari BPJS Kesehatan 3. Apa berbeda cara mengkoding antara yang pasien BPJS sama pasien umum? Sebenarnya sih nggak ada yang beda dek tapi Cara ngodingnya sama cuma ada beberapa Cara pengkodingan sama hanya ada diagnosa kadang itu ada diagnosa yang tidak sama diagnosa yang di buku sama di aplikasi e-klaim dan kode yang berbeda antara di buku dan di antara di ICD sama yang di aplikasi INA- beda terus kodingnya juga beda mangkanya aplikasi e-klaim CBGs, ada juga yang memang benar-benar daripada salah mending langsung pakai di beda, nggak tau juga kenapa bisa beda gitu, aplikasi e-klaim aja kan memang nggak semua kode diagnosa yang ada di ICD ada juga sama yang di aplikasi INA-CBGs 4. Apa ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait aturan koding untuk pasien BPJS Kesehatan? Belum ada Belum ada 5. Mengapa tidak ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait aturan koding untuk pasien BPJS Kesehatan? Ya nggak sempat dek, kita beda shift gimana Kerjaan kita kan banyak dek, sebenarnya bisa Tidak ada kesepakatan dan pembakuan SOP



293



No.



Verifikator Internal 1



Verifikator Internal 2



Kesimpulan



mau ngumpulkan terus juga kerjaan kita sih cuma memang males itu ada ya dek haha pengkodingan karena banyak kerjaan banyak, kita ya ngerangkap-ngerangkap kan juga dari kepala nggak pernah ada nyuruhngerjakan tugasnya nyuruh buat kayak gitu 6. Apa Anda melakukan prosedur koding sesuai dengan SOP? Jelaskan Anda melakukan prosedur koding seperti apa? Saya nggak tau SOP pengkodingannya di Saya jujur ya dek, saya nggak tau lo bentuk Verifikator internal tidak mengetahui SOP rumah sakit ini dek, jadi ya saya nggak tau SOP pengkodingan disini, saya juga nggak pengkodingan sehingga yang dikerjakan, sesuai apa nggak sama SOP yang saya pernah baca jadi ya nggak tau yang saya verifikator tidak mengetahui sudah sesuai kerjakan, pokok kata mbaknya yang lebih kerjakan uda sesuai SOP atau tidak. Ya saya dengan SOP atau belum. Proses pengkodingan senior, ngodingnya sama kayak biasa kok, melakukan pengkodingan seperti biasanya dek dilakukan di aplikasi e-klaim dengan search sama kayak pas kuliah, gitu aja. Ya seperti kayak pas kuliah dulu cuma saya kan pakainya diagnosa biasanya, misalkan ada kasus faringitis akut, e-klaim jadi cukup search aja saya kan ngodingnya pakai aplikasi INACBGs ini, jadi tinggal ketik di kolom search faringitis acute, uda deh ketemu kodenya Kualitas Hasil Planning 7. Apa SOP sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuai kaidah koding? Belum sih dek, kan SOP isinya ya gitu aja, Belum kayaknya dek kalau misalnya uda nggak SOP belum dapat memenuhi keberhasilan cara koding biasa mungkin juga kan terjadi pengembalian berkas program karena masih terjadi pengembalian klaim tiap bulannya berkas klaim setiap bulannya 8. Apa SOP perlu diganti? Mengapa? Perlu dek, uda lama juga nggak ganti SOP Perlu banget soalnya saya kan belum tau SOP- SOP perlu diganti karena tidak pernah diganti malah nggak pernah ganti SOP-nya nya dek mungkin jika buat lagi saya nanti bisa dan SOP dapat melibatkan semua karyawan tau dan bisa ngasih pendapat biar jelas juga kan agar jelas dan rinci terus nggak ada lagi pengembalian berkas klaim ataupun dapat diminimalisir 9. Mengapa sub variabel pada SOP masih kurang atau perlu ada yang diperbaiki? Ya soalnya uda lama juga nggak ganti SOP, Ya perlu diperbaiki dan membuat perencanaan Perlu diperbaiki atau dibuat perencanaan ulang terus nanti pengennya terlibatin semua pihak karena biar saya pribadi ada target harus karena agar ada target untuk mencapai tujuan yang ngoding biar enak, biar pada tau mencapai segini segitu itu dah dek, biar lebih organisasi prosesnya gimana, sekalian sosialisasi juga greget



294



Lampiran 29. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Human LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Human No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Pengetahuan 1. Apa yang Anda ketahui tentang aplikasi INA-CBG’s? Ya aplikasi yang digunakan buat Aplikasi INA-CBGs ya aplikasi buat klaim klaim ke BPJS dek 2.



3.



Apa fungsi aplikasi INA-CBG’s? Biar tahu tarifnya jadi nanti kita tahu pendapatan rumah sakitnya



Pentingnya itu pas proses grouping dek, nanti jelas dah pembayarannya berapa Bagaimana memasukkan data di aplikasi INA-CBG’s? Jadi, awalnya buka alamatnya di Kita buka dulu webnya e-claim terus e-claim BPJS Kesehatan terus masuk ke login, masukkan username masuk ke menu login, kita login dan password terus masuk kan ke dan selanjutnya masuk ke aplikasinya. Nah kita masukkan halaman utama dan diisi ini nomor SEP terus buat klaim, semua.hingga terakhir ke proses masukkan dah dek semua datanya, grouping dan selesai pilih rawat inap kalau pasien rawat inap terus dimasukkan semua datanya, masukkan kode penyakit



295



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



Aplikasi yang dibuat ngajukan ke BPJS, kan itu wajib dek soalnya ada pembiayaannya juga nanti



Petugas entri data paham tentang kegunaan aplikasi INA-CBGs.



Buat input data pasien terus input diagnosa dan tindakan nah nanti di grouping jadi tau dapatnya berapa aja



Petugas entri data kurang paham pada fungsi aplikasi INA-CBGs.



Jadi gini dek, awalnya kita buka aplikasi e-claim terus masuk kan ke menu login, masukkan username dan password, pas itu masuk kan ke apa ini namanya, pokok ini dah terus masukkan ke nomor SEP. Terus masuk ke menu ini pilih klaim baru kita masukkan semua datanya, kodingnya terus grouping dan final



Petugas entri data paham dengan cara menginputkan data ke aplikasi INA-CBGs meskipun ada beberapa item yang kurang dipahami.



No. 4.



5.



6.



7.



8.



9.



10.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



dan tindakan terus grouping dah klaim dah, terus cetak Bagaimana cara memasukkan kode di aplikasi INA-CBG’s? Ya kita tinggal search aja, kan Tinggal search aja kan kodenya uda Langsung search uda deh dek uda di kode di resume jadi tinggal ada di resume jadi yauda di search masukkan aja disini, misalnya kodenya dek kita inputkan A11.0 Apa hubungan antara pengisian data di aplikasi INA-CBG’s dengan kejadian pengembalian berkas klaim? Kalau nggak ada lembar INA- Kalau ada yang salah dalam Ya ada dek soalnya kalau ada yang CBGs ini pasti nanti dikembalikan penginputan ya pasti nanti hasilnya salah ya pasti dikembalikan dan bisasoalnya ini kan kayak juga salah bisa kita rugi gara-gara salah input rangkumannya gitu data Bagaimana cara grouping di aplikasi INA-CBG’s? Jadi, awalnya buka alamatnya di Apa ya grouping ya gampang dek, Gampang dek, tinggal entri kode e-claim BPJS Kesehatan terus tinggal ketik kode diagnosa dan kode diagnosis terus enter dua kali dan masuk ke menu login, kita login tindakan terus enter dua kali terus entri kode tindakan terus enter dua dan selanjutnya masuk ke klik grouper kali terus klik grouper dah dek nanti halaman utama dan diisi muncul ini kan terus diisi ini........hingga terakhir ke proses grouping dan selesai Kapan harus mengisi special CNS pada aplikasi INA-CBG’s? Apa itu special CNS? Saya nggak Apa itu special CNS dek kok saya Saya nggak tau apalah itu dek, tahu dek baru denger, nggak tahu saya dek beneran ini saya baru kali ini dengar Pada lembar INA-CBGs kan ada keluaran A-2-11-II, apa artinya itu? Waduh apa ya dek artinya, saya Apa ya dek, nggak tau saya dek Saya nggak tau juga nggak tahu Pada kasus special drug, obat-obat apa saja yang termasuk special drug? Emang ada ya dek? Saya aja Apa se itu dek, saya lo nggak tau, Waduh nggak tau ya dek, apa emang nggak tau saya kayaknya nggak pernah nangani itu dek itu Jika terdapat special investigations, apa saja yang termasuk special investigations? Apa lagi itu dek, saya nggak tau Saya nggak tau dek Emang apa itu dek



296



Kesimpulan Petugas entri data paham cara memasukkan kode ke aplikasi INA-CBGs.



Petugas entri data paham hubungan antara pengisian data di aplikasi INA-CBG’s dengan kejadian pengembalian berkas klaim. Petugas entri data paham cara grouping di aplikasi INACBG’s.



Petugas entri data tidak paham kasus special CNS. Petugas entri data paham arti A-2-11-II



tidak



Petugas entri data tidak paham tentang special drug yang harus diinputkan. Petugas



entri



data



tidak



No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan paham dengan penginputan special investigations.



Kedisiplinan 11. Setiap tanggal berapa petugas harus selesai menginputkan data ke aplikasi INA-CBG’s? Kita nggak ada ketentuan tanggal Pokoknya ada yang perlu diinput Pokoknya ada berkas yang belum sih, pokok berkas uda lengkap pasti diinput diinput ya langsung diinput biar pasti kita input biar nggak nggak numpuk-numpuk kerjaannya numpuk-numpuk kerjaannya 12. Mengapa tidak ditentukan tanggal batas tanggal penginputan? Nggak perlu dah dek soalnya Ya ngapain juga dek kalau ujung- Ya soalnya percuma juga kalau kalau nggak bentrok kerjaannya ujungnya tetep aja telat pokok selesai ditentukan dek pasti nanti malah jadi ya dikerjakan, sebisa kita lah dah kerjaannya angka keterlambatan penginputan tinggi 13. Berapa lama Anda menginputkan data ke aplikasi INA-CBG’s? Kalau nggak error ya sekitar 3-5 Ya sekitar 3 menitan lah kalau uda Kira-kira 3-7 menit lah dek menit lah ada gangguan ya lama dek bisa-bisa tergantung tulisannya dapat dibaca sampek 2 hari nggak bisa input juga terus adanya gangguan atau tidak, ya gitulah dek Pengalaman Kerja 14. Berapa lama waktu yang dibutuhkan petugas untuk menginputkan data dalam 1 berkas klaim rawat inap? Ya sekitar 3-5 menit lah Ya sekitar 3 menitan lah kalau uda Kira-kira 3-7 menit lah dek tergantung sama koneksi internet ada gangguan ya lama dek bisa-bisa tergantung tulisannya dapat dibaca juga sampek 2 hari nggak bisa input juga terus adanya gangguan atau tidak, ya gitulah dek 15. Jika dalam menginputkan data klaim rawat inap lebih dari 3 menit, mengapa sampai melebihi 3 menit? Itu sih dek koneksinya lemot, bisa Ya tulisannya nggak bisa dibaca terus Banyak faktor dek terutama koneksi, sampai 2 hari loh dek kalau dari juga kalau gangguannya lama itu lo kalau eror, gangguan dari BPJS lama, pusatnya ada gangguan. Ya kalau ya pasti lebih dari 3 menit ya kayak gitu lah dek gangguan gitu kita nggak bisa ngapa-ngapain dah, ya tapi kita biasanya manggil orang IT yang di RSUD dan kadang lumayan lah



297



Tidak ada ketentuan tanggal batas terakhir penginputan



Tidak ditentukan tanggal pembatasan penginputan karena tidak berpengaruh terhadap proses klaim Penginputan ke aplikasi INACBGs sekitar 3 menit



Waktu yang dibutuhkan untuk menginputkan data ke aplikasi INA-CBGs adalah 3 menit



Proses penginputan melebihi 3 menit karena koneksi buruk dan gangguan dari BPJS



No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



bisa 1 hari uda nggak gangguan lagi Ketersediaan SDM 16. Berapa jumlah petugas entri data saat ini? Mengapa hanya segitu? 3 orang soalnya dari sananya 3 orang, ya mungkin atasan uda buat emang uda dapat segitu perencanaan sebelumnya dan mungkin emang segitu yang dibutuhkan 17. Mulai jam berapa Anda menginputkan data ke aplikasi INA-CBG’s? Nggak ada ketentuan, pokok ada Nggak ada ketentuan jam berapa berkas yang perlu diinput ya mulai dek pokoknya ada berkas yang langsung saya input harus diinput terus juga pas kerjaan nggak full ya input dek terus juga pas mendekati pengiriman pasti ngebut dek 18. Jam berapa Anda istirahat dalam bekerja? Kan disini ketentuannya jam 11 Jam 11 ketentuannya tapi bisa lebih uda istirahat tapi kalau sepi ya awal sih dek tergantung kerjaan uda sebelum jam 11 kita istirahat selesai apa belum 19. Jam berapa Anda pulang bekerja? Kalau shift siang pulang jam 2, Tergantung shiftnya, kalau shift siang kalau shift sore jam 9 malam, pulang jam 2, kalau shift sore jam 9 kalau shift malam jam 7 pagi. malam, kalau shift malam jam 7 pagi. 20. Apa pernah terjadi lembur? Pernahlah dek apalagi kalau Pernah dek soalnya tugas kita itu mendekati setor ke BPJS tapi banyak banget jadi ya lembur apalagi nggak sering kok, lembur juga pas kalau mendekati setor berkas ke mau akreditasi, haduh lembur BPJS terus dah kalau mau akreditasi 21. Mengapa bisa sampai terjadi lembur? Ya kerjaan banyak, dikejar target Ya soalnya kerjaan kita banyak dek sama BPJS terus kalau akreditasi jadi mau nggak mau harus lembur



298



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



3 orang, masalah kenapa 3 orang ya saya nggak tau ya dek



Jumlah petugas entri data ada 3 orang karena dari atasan sudah seperti itu



Nggak ada ketentuan pokok ada yang perlu diinput dan nggak bentrok sama kerjaan lainnya pasti tak input



Tidak ada ketentuan jam untuk menginputkan data ke aplikasi INA-CBGs, jika menganggur ya dikerjakan



Tergantung kerjaannya banyak apa nggak dek, kalau banyak ya tetep istirahat kalau dikit bisa lebih awal



Petugas entri data istirahat lebih awal dari jam ketentuan



Emmmm kalau shift siang pulang jam 2, kalau shift sore jam 9 malam, kalau shift malam jam 7 pagi.



Jika shift siang pulang jam 2, kalau shift sore jam 9 malam, kalau shift malam jam 7 pagi.



Pernah dek soalnya ya mau gimana lagi kalau kerjaannya belum selesai



Verifikator internal lembur pekerjaan



pernah



Kerjaannya itu lo banyak banget dek jadi ya mau gimana lagi harus lembur



Terjadi lembur pekerjaan banyak



karena



No. 22.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



juga pasti lembur biar selesai pekerjaannya Apa yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja? Mengapa berbeda? Waduh beda dek, beda banget Beda dek soalnya ya dek dulu itu job Beda dek ya gara-gara rolling kerja, malah, dulu pas awal job desc-nya desc saya assembling, eh ternyata kan banyak yang keluar dek sini apa, pas masuk kerja apa, jadi verifikator internal, ya mungkin mungkin gara-gara rolling kerjaan gara-gara banyak yang keluar ya dek ya, ya kita maklumi sih jadi mau nggak mau harus di rolling biar pekerjaan cepet selesai juga



299



Kesimpulan Job description awal berbeda saat bekerja karena banyak karyawan yang keluar sehingga harus rolling pekerjaan



Lampiran 30. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Technology LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Technology No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



Jumlah Komputer 1. Berapa jumlah komputer saat ini untuk proses penginputan data ke aplikasi INA CBG’s? 2 komputer 2 komputer dek 2 ini dah dek



2.



3.



4.



Mengapa hanya ada 2 komputer? Ya nggak tau dek, mulai dari awal uda adanya ya ini



Nggak tau, uda dapatnya dari sana segini



Nggak tau dek, coba kamu tanya ke mbak…



Apa jumlah komputer saat ini sudah memenuhi kebutuhan untuk penginputan data ke aplikasi INA CBG’s? Sudah kok dek, sudah lebih dari Sudah cukup dek, kalau komputer Cukup kalau komputer dek cukup 2 komputer ini, yang kita nggak kurang kok kurang malah scanner Apa terjadi antrian penggunaan komputer saat penginputan data ke aplikasi INA CBG’s? Nggak pernah Nggak pernah soalnya uda cukup Nggak pernah sih dek



300



Kesimpulan Terdapat 2 komputer untuk proses input data ke aplikasi INACBGs Petugas entri data tidak mengetahui mengapa jumlah komputer ada 2 Jumlah 2 komputer sudah memenuhi kebutuhan untuk penginputan data ke aplikasi INA CBG’s Tidak pernah terjadi penggunaan komputer



antrian



No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



Jumlah Printer 5. Berapa jumlah printer saat ini untuk pencetakan hasil inputan data ke aplikasi INA-CBG’s? 1 dek 1 printer 1 sih 6. Mengapa hanya ada 1 printer? Nggak tau dek, saya mah apa atuh Nggak tau dek Nggak tau



7.



8.



Apa jumlah printer kurang untuk pencetakan hasil penginputan data? Nggak sih Nggak kok



Nggak sih dek



Apa terjadi antrian penggunaan printer saat akan mencetak hasil inputan data? Nggak kok Nggak dek Nggak sih



Terjadinya error dan cara mengatasinya 9. Apa printer sering error pada saat mencetak hasil inputan data? Jarang dek Nggak pernah deh kayaknya dek 10.



11.



12.



Apa penyebab errornya printer? Salah letak kertas sih, atau kalau kertas habis, catrige rusak



Yang paling sering itu gara-gara salah letak kertas dek



Apa merek printer? Canon, semuanya pakai canon Canon dek, ini dah dek printernya kan belinya bareng biar dapat diskon Bagaimana Anda mengatasi printer yang error? Ya manggil orang aja dek biar Saya nggak pernah ngatasi kalau kita gampang, ngapain kita susah- error dek wong saya nggak bisa, susah, itu sudah ada orangnya manggil orang sih dek biasanya sendiri dan anggarannya sendiri



301



Kesimpulan Jumlah printer ada 1 buah Petugas entri data tidak mengetahui mengapa jumlah printer hanya ada 1 Jumlah printer tidak kurang untuk mencatak lembar INA-CBGs Tidak terjadi antrian penggunaan printer saat akan mencetak hasil inputan data



Jarang sih dek soalnya kan hampir tiap hari dipakai dek



Jarang terjadi error pada printer



Gara-gara salah letak dek



Penyebab error-nya printer karena salah meletakkan posisi kertas pada tempatnya



Canon, itu ada di sebelah kamu dek



Merek printer adalah canon



Kita uda ada langganan kok dek kalau ada apa-apa sama printer



Cara mengatasi error adalah memanggil tukang service printer



No. 13.



14.



15.



16.



17.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Apa ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada printer? Ada, orang luar sih tapi kita uda Ada dek, ya yang tadi tak bilang itu langganan kok dah Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki printer? Ya tergantung parahnya, bisa-bisa Ya paling lama semingguan lah dek printer ini di bawa kalau parah kalau itu parah banget tapi kalau banget, bisa-bisa sampai nggak parah biasanya hitungan jam seminggu printer nggak bisa, sih kalau uda nggak bisa, yauda numpak ngeprint di tempat lainnya yang ada printernya Pernahkan terjadi error saat penginputan data ke aplikasi INA-CBG’s? Pernah Ya pernah dek, sering malahan



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



Ada, ya orang yang deket sini aja dek, kalau di rumah sakit ini nggak ada yang bisa perbaiki printer



Ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada printer



Biasanya sih 1jam uda selesai dek tergantung parahnya, kalau nggak parah-parah banget ya pasti cepet



Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki printer bergantung pada tingkat keparahan printer. Jika parah hingga seminggu namun jika tidak parah dapat selesai hanya 1 jam



Sering dek apalagi groupingnya itu lo



Sering terjadi error saat penginputan data ke aplikasi INACBG’s



Error yang seperti apa hingga menghambat proses penginputan ke aplikasi INA-CBG’s? Nggak respon dek alias not Ya not responding dek terus kalau Loadingnya lama gara-gara input responding, malahan bisa lebih ada gangguan dari BPJS tapi datanya lama terus pas ada dari 1 hari errornya, kalau biasanya kalau ada gangguan, gangguan juga dari pusatnya pasti errornya dari BPJS pasti kita di biasanya pihak BPJS ngasih tau lama dah bahkan bisa sampai 2 hari kasih tau sebelumnya jadi kita dulu bisa mengantisipasinya. Jadi kalau ada kasus kayak gitu biasanya langsung manggil orang IT biar errornya nggal lama-lama lagi Apa setiap harinya dilakukan peginputan data ke aplikasi INA CBG’s? Iya dek meskipun 1-2 berkas Ya tergantung ada apa nggak Nggak mesti dek, kalau ada yang pokok di cicil dah biar kerjaan berkasnya yang mau diinput, kalau perlu diinput ya diinput kalau nggak numpuk ada ya langsung di input, kalau nggak ada yauda ngerjakan yang nggak ada ya ngerjakan kerjaan lainnya juga



302



Error-nya jika proses input data lama, pada saat proses grouping, dan jika ada gangguan dari pihak BPJS Kesehatan



Tidak setiap hari petugas entri data menginputkan data hanya jika ada berkas yang perlu diinput saja



No. 18.



19.



20.



21.



22.



23.



24.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



lainnya Pernah atau tidak 3 atau lebih komputer digunakan untuk menginput data ke aplikasi INA CBG’s di saat yang bersamaan? Pernah kalau uda error, proses Ya sering dek, kan ada 2 komputer Pernah dek ya biar cepet kan Pernah menggunakan lebih dari 1 grouping lama terus biar cepet selesai ya digunain ngerjakannya komputer untuk proses input ke semua aplikasi INA-CBGs Apa ada wifi yang mendukung proses klaim? Ada tapi jumlahnya saya nggak Ada lah dek kalau nggak ada nggak Ada dek tapi saya nggak tau Ada wifi namun tempat dan tahu mungkin kita bisa internetan tempatmya dimana dan berapa jumlahnya tidak diketahui jumlahnya saya juga nggak tahu petugas entri data Apa merek wifi yang digunakan? Kurang tau ya dek Nggak tau dek Nggak tau ya Petugas entri data tidak mengetahui merek wifi Berapa kecepatan wifi? Apalagi kecepatan, kita masak Nggak tau dek Ya nggak tau dek Petugas entri data tidak tahu dek mengetahui kecepatan wifi Bagaimana Anda mengatasi apabila aplikasi INA CBG’s error? Ya cukup telepon orang IT aja sih Manggil orang IT yang uda Ya manggil orang IT, kalau saya Cara mengatasi error pada pasti oarng It-nya langsung kesini kerjasama sama kita dek, jadi mana bisa dek, wong kan nggak aplikasi INA-CBGs adalah buat perbaiki errornya biar nggak orangnya itu kerja di RSUD tapi pernah diajari juga kan jadi dengan memanggil orang IT yang lama-lama, sekarang nggak kita biasanya manggil beliau kalau mendingan manggil orang daripada sudah bekerja sama dengan pihak zaman juga kan kalau manual, ada apa-apa sama sistemnya susah-susah dek rumah sakit malah kerjaan tambah banyak kalau manual Apa ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada aplikasi INA CBG’s error? Ada, orang IT tapi bukan Ya orang IT itu dah dek Orang IT itu sudah dek kan uda Yang mengatasi error pada karyawan tetap, beliau karyawan kerjasama juga aplikasi INA-CBGs adalah orang di RSUD, disini cuma MOU saja IT yang telah kerjasama dengan pihak rumah sakit Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi error aplikasi INA CBG’s? Cepet dek kalau orangnya, kan Cepet dek kadang saya juga heran Cepet sih dek tapi nggak tau berapa lama waktu yang dibutuhkan dia udah ahli, biasnya yang lama paling sekitar1-2 jam lah untuk mengatasi error aplikasi errornya awalnya 2 hari bisa jadi INA CBG’s sekitar 1-2 jam



303



No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



1 hari Aplikasi yang mendukung 25. Apa aplikasi INA CBG’s sudah ada? Sudah ada, mulai dari dulu ya Ada dek ini yang versi 5.1 sekarang kayak gini dah, uda ada 26. Dari mana aplikasi INA CBG’s didapatkan? BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan dek 27.



28.



29.



30.



Apa aplikasi INA CBG’s mudah didapatkan? Mudah kan berbasis web Mudah kok



Sudah ada waktu mulai kerjasama dulu dek



Aplikasi INA CBG’s sudah ada



BPJS Kesehatan



aplikasi INA CBG’s didapatkan dari BPJS Kesehatan



Mudah bisa download kalau mau



aplikasi INA didapatkan



Apakah ada aplikasi lain yang mendukung proses penginputan ke aplikasi INA CBG’s agar lebih cepat? Nggak ada Nggak ada Nggak ada Apa ada aplikasi ICD-10? Ada aplikasinya tapi yang tahun 2005, kalau yang versi 2010 hanya berupa pdf dan itu kita jarang gunakan, biasanya buat nentukan kode langsung aja di aplikasi INA-CBGs Apa ada aplikasi ICD-9-CM? Nggak ada hanya ada yang berupa pdf saja



Kesimpulan



CBG’s



mudah



Tidak ada aplikasi lain yang mendukung proses klaim



Ada tapi kita jarang nggunakan dek soalnya biasanya langsung pakai aplikasi e-claim itu dah dek biar nggk salah juga kan, kan ada beberapa yang beda juga



Ada dek, ada ICD-10 ada ICD-9CM juga, ada yang pdf juga, ada juga yang aplikasi yang lambangnya WHO itu



Ada aplikasi ICD-10 guna menunjang proses pengkodingan



Ada dek yang di e-klaim itu dah dek



Ada sih dek, aplikasi e-klaim sama online sih kita biasnya



Terdapat aplikasi ICD-9-CM



304



Lampiran 31. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Planning LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Planning No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Proses Planning 1. Apa terdapat buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim? Nggak ada dek Nggak ada deh kayaknya tapi nggak tau juga ya dek soalnya saya nggak pernah tau jadi kayaknya nggak ada 2. Mengapa tidak terdapat buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim? Ya nggak tau dek, kan aplikasinya Waduh nggak paham saya kenapa itu dari BPJS mungkin pihak kok nggak ada ya dek mungkin ya BPJS sibuk soalnya kan yang dek pihak BPJS nggak sempet kan kerjasama sama BPJS juga sibuk juga BPJS dek, itu mungkin lo banyak, mungkin nggak sempet ya dek, saya sendiri juga nggak tau dek pasti



3.



Bagaimana cara Anda biasanya melakukan entri data di e-klaim? Ya sama kayak yang tadi saya Sama yang kayak tadi saya jelasih jelasin dek, jadi kan awalnya ke dah dek, pokok intinya masuk ke web webnya e-klaim terus tinggal e-klaim terus input input input terus



305



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



Kayaknya sih nggak ada dek, saya nggak pernah liat juga



Tidak ada buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim



Sama BPJS emang nggak di kasih dek, jadi pas waktu di kasih aplikasi ini ya dek cuma dikasih tau lengkahlangkahnya kayak gini gini gini terus gini, dulu kan verifikator BPJS masih di rumah sakit, kalau sekarang kan di tarik lagi sama BPJS



Petugas entri data tidak paham mengapa tidak ada buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim, mungkin karena pihak BPJS sibuk sehingga tidak sempat untuk membuat buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim



Caranya ya, ya masuk websitenya eklaim dulu kan dek terus masukkan username password terus masukkan



Cara melakukan entri data adalah masuk ke websitenya e-klaim kemudian login



No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



semua input datanya terus dicetak dah



masukkan kode tereus grouper terus final klaim terus cetak deh



nomor SEP terus input semua datanya terus grouper terus cetak



kemudian masukkan SEP dan lakukan input data kemudian groupet lalu final klaim dan akhirnya di cetak



Kualitas Hasil Planning 4. Apa buku petunjuk teknis e-klaim sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan karena kesalahan penginputan data? Nggak ada buku petunjuk dek jadi Kan nggak ada buku petunjuk Ya gimana mau berhasil programnya Program belum berhasil yang pasti nggak dapat memenuhi mangkanya kalau misalnya ada kalau nggak ada buku petunjuknya karena tidak ada buku keberhasilan program salahnya ya maklum lah ya dek, mangkanya kadang kala saya sering petunjuk teknis penggunaan namanya juga masih belajar juga lupa ini diisi apa ya, kalau mau tanya e-klaim kan kadang ya sengkan dek apalagi kalau tanyanya terus-terusan 5. Mengapa masih belum memenuhi? Ya mungkin salah satunya gara- Nggak tau ya dek, gara-gara nggak Gara-gara nggak ada buku petunjuk e- Masih belum memenuhi gara nggak ada buku petunjuk itu ada buku petunjuk itu kali ya, eh tapi klaim itu kali dek karena masih sering salah ya dek soalnya kita kan masih apa bisa ya, sebenarnya penting lo dalam penginputan data ke salah input kadang dek kalau di pikir-pikir buku aplikasi e-klaim petunjuk itu biar kita paham juga kan, biar nggak tanya-tanya terus juga kan 6. Bagaimana agar buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim dapat memenuhi kebutuhan Anda dalam proses penginputan data? Ya di kasih dek atau adek mau Ya seharusnya pihak BPJS sih buatin Kalau dibuatin buku petunjuk Perlu dibuatkan buku buatin buat kita gitu dek, kan itu salah satu bentuk mungkin dapat memenuhi setidaknya petunjuk teknis penggunaan tanggung jawab mereka itu kan bisa meminimalisir kesalahan e-klaim dek



306



Lampiran 32. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Organizing LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Organizing No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Pembagian Kerja 1. Apakah di RS Mitra Sehat Situbondo terdapat tim JKN? Nggak ada namanya dek, ya unit Ya ini dah dek yang ngurusi klaim, rekam medis sih nggak ada namanya 2. Tim JKN terdiri dari apa saja? Ada pendaftaran 2 orang terus ada Pendaftaran 2 orang terus ada verifikator internal 3 orang verifikator internal 3 orang 3.



4.



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



Ada, ya kita-kita ini yang ngurus klaim



RS Mitra Sehat Situbondo terdapat tim JKN



2 pendaftaran, 3 verifikator internal



Terdapat 2 orang bagian pendaftaran dan 3 orang verifikator internal



Bagaimana kerjasama antar karyawan saat menginputkan data ke aplikasi INA-CBGs? Yang ngeinput data itu ada 3 Ya pokok kita gantian kalau beda Dibagi-bagi aja kayak biasanya bagi orang tapi itu nggak pakem dek, shift terus kalau shiftnya sama kita tugas di kampus lo dek, kamu bagian ya emang yang paling sering bagi, ini buat kamu ini buat saya, gitu ini, kamu bagian ini, saya bagian itu, nginput itu saya, mungkin gara- aja sih dek gitu aja gara saya lulusan TI Bagaimana kerjasama antar karyawan jika beda shift? Ya nanti di kasih tau pas mau Kalau beda shift pasti diomongi, yang Sama sih dek, ya kita bagi-bagi tugas pulang, saya sudah input yang ini, belum itu ini ya, yang uda itu, nanti aja biar cepet selesai yang ini belum saya input, nanti yang belum tolong kamu lanjutin ya, tolong dilanjutkan ya, gitu aja sih gitu sih



307



Kerjasama antar karyawan adalah membagi tugas agar pekerjaan lebih cepat selesai



Jika pergantian shift akan disampaikan berkas yang sudah diinput dan berkas yang belum diinput



No.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



Bagaimana pembagian kerja apabila terdapat petugas yang cuti? Waduh kalau itu pokok pinter- Langsung diatur gini gini gini, ya Ya pokok bagi-bagitugas lah dek biar pinter bagi tugas aja, biasanya mau nggak mau ya dek emang tugas cepet kita saling bantu kok kita lebih banyak kalau ada yang cuti apalagi kalau cutinya lama 6. Apa Anda paham tugas dan fungsi dari pekerjaan Anda? Saya disini kerjanya ngecek Paham, ya tugas saya itu ngecek Paham dek sangking pahamnya kelengkapan berkas, entri data, kelengkapan itu, terus inpu data juga sampai kadang aku lupa, soalnya kan scan, sama nganter ke BPJS iya, scan apa lagi tugasnya buanyak buanget Job Description 7. Apa tugas dan fungsi Anda sudah rinci pada SK direktur? Jika tidak mengapa? Nggak tau kalau itu saya dek, ya Nggak tau, nggak ada yang ngasih Nggak tau dek, kayaknya sih belum, soalnya saya nggak perna lihat tau dek jadi saya nggak tau saya kalau masalah itu nggak tau emang dek 8. Apa SK direktur terkait tim JKN sudah berdiri sendiri artinya tidak menyatu dengan SK lainnya misalnya Jamkesda? Nggak deh kayaknya Nggak tau saya dek Emmm nggak tau saya kalau itu dek



Kesimpulan



5.



9.



10.



Mengapa tidak berdiri sendiri? Ya berdirinya jadi satu sama unit rekam medis sih



Saya kan nggak tau dek, jadi no comment



Apa job description awal/tes wawancara sudah sama saat bekerja? Sama sih dek, saya awal kerja Nggak dek padahal job desc saya itu dikasih job description bagian awalnya assembling, mungkin garapendaftaran. Sekarang saya gara kurang petugas di bagian sini ngerjakan apa yang disuruh sama jadi saya di rolling di bagian sini atasan



308



Pembagian tugas dengan menambah beban kerja setiap karyawan



Petugas entri data paham dengan tugas dan fungsinya



Petugas entri data tidak tahu apakah fungsi dan tugas sudah rinci atau belum Petugas entri data tidak mengetahui SK direktur terkait tim JKN sudah berdiri sendiri atau belum



Saya nggak tahu dek



Petugas entri data tidak mengetahui mengapa SK tidak berdiri sendiri



Beda banget dek, la saya padahal pas awal kerja itu katanya bgian assembling eh tapi ternyata malah ditempatkan di bagian sini, mungkin gara-gara kurang petugasnya disini



Job desc awal bekerja dan saat bekerja berbeda karena jumlah petugas kurang



Lampiran 33. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Controlling LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



Controlling No. 1.



2.



3.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



Kesimpulan



Apa ada suatu kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan terhadap hasil entri data dari rencana yang telah dibuat sebelumnya? Mengapa? Nggak dek soalnya nggak sempat, Nggak ada dek, sebenarnya emang Nggak ada dek, biar nggak lama dek Tidak ada kegiatan kalau nanti di cek satu-satu lagi harus ada ya dek, ya soalnya kerjaan apalagi kalau uda mendekati tanggal menemukan dan mengoreksi malah tambah lama dek, malah kita banyak dek terus nanti malah pengiriman penyimpangan terhadap hasil nanti bisa terlambat pengiriman tambah lama prosesnya kalau ngecek entri data karena dianggap ke BPJS-nya lagi akan memperlambat pekerjaan Apa ada rapat rutin untuk membahas pelaksanaan entri data misalnya 3 atau 6 bulan sekali? Mengapa? Kalau ada masalah saja dek, kalau Nggak ada dek, rapat rutin aja nggak Nggak pernah yang rapat serius gitu Tidak ada rapat rutin untuk nggak ada masalah ya nggak ada ada soalnya kan pada sibuk lagian dek, ya kalau ada salah ya di bahas membahas pelaksanaan entri rapat, mungkin itu gara-gara kepala rekam medisnya masih belum sama orang terkait langsung, cuma data karena kepala rekam tradisi kali ya, terus nggak ada jelas juga kan gitu aja sih, mungkin gara-gara medis belum jelas kebijakan juga kan, juga kita kepala rekam medisnya belum jelas sama-sama sibuk sih kali ya dek, nggak tau kalau nanti di SK uda ditetapkan Apa yang biasanya dibahas pada saat rapat terkait inputan ke aplikasi INA-CBGs? Ya palingan kalau ngeinput harus Kalau ada yang salah sama lembar Kalau ada salah input mangkanya Yang di bahas pada saat rapat hati-hati soalnya nanti ngaruh, INA-CBGs pasti di bahas dek terus kalau input data itu benar-benar harus rutin adalah apabila terdapat kalau uda di kirim ke Kemenkes, kalau ada yang lupa diinput apalagi hati-hati dek soalnya kalau salah dikit kesalahan dalam



309



No.



4.



5.



6.



Petugas Entri Data 1



Petugas Entri Data 2



Petugas Entri Data 3



uda nggak bisa diubah-ubah lagi, kalau sampai terjadi kerugian secara aja bisa fatal kalau nggak pending klaim ya finansial jadi itu urgent kan rugi mangkanya perlu di bahas Menurut Anda apa yang dikerjakan selama ini bisa dikatakan sudah berhasil? Belum banget dek, kita masih Belum lah dek, kalau uda berhasil Belum dek soalnya masih ada jauh dari kata berhasil, tapi kita nggak mungkin ada masalah, kalau beberapa masalah yang belum pernah sama-sama berusaha kok uda berhasil nggak mungkin ada tuntas kan, ya kayak pengembalian berkas yang kembali berkas klaim ini lah salah satunya Apa perlu dilakukan pembaharuan perencanaan? Mengapa? Perlu soalnya biar ada ketegasan Perlu banget dek apalagi kalau Perlu lah dek biar jelas juga tugas dalam bekerja sih, dan biar kita perencanaannya dibuat bareng-bareng kita biar kita itu benar-benar punya nggak mengentengkan tugas juga, biar kita kan bisa mengemukakan tujuan gitu buat kerja biar kita sama-sama semangat lah pendapat kita masing-masing. Nah dalam bekerja kegiatan itu nanti kan juga bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi sama sosialisasi perencanaan kalau uda di buat. Jadi nanti kan kesannya kita uda tau isinya perencanaan itu seperti apa Jika iya, perencanaan seperti apa yang Anda butuhkan dan inginkan? SOP diperbaharui terus Bisa kayak SOP, bisa kayak SOP bisa dek terus perencanaan yang disosialisasikan ke pihak-pihak perencanaan biaya yang dibutuhkan buat kedepannyakira-kira tahun terkait biar masalah itu nggak dan target-target biar lebih jelas depan kayak apa terus harus berhasil berulang-ulang kejadian berapa gitu



310



Kesimpulan menginputkan data apalagi jika terjadi kerugian secara finansial Program masih belum berhasil karena masih terjadi masalh yang sama yaitu pengembalian berkas klaim Perlu dilakukan pembaharuan perencanaan agar ada ketegasan dalam bekerja



Perencanaan yang dibutuhkan dan diinginkan adalah SOP atau pun perencanaan mas depan seperti rencana strategis



311



Lampiran 34. Lembar Wawancara Pengambilan Kebijakan LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO Responden: Kepala Rekam Medis No.



Pertanyaan



Hasil Human



Pengetahuan 1. Apabila ada petugas yang belum mengetahui tentang syarat kelengkapan berkas klaim sebelum di kirim ke BPJS Kesehatan, apa yang Anda lakukan? 2. Apabila ada petugas yang belum mengetahui tentang aturan kodefikasi di BPJS Kesehatan, apa yang Anda lakukan? Kedisiplinan 3. Apabila ada petugas yang tidak disiplin dalam bekerja, misalnya datang terlambat atau tidak menggunakan checklist untuk kelengkapan berkas, bagaimana Anda menyikapinya? 4. Apabila ada petugas yang tidak disiplin dalam bekerja, misalnya datang terlambat atau penyelesaian koding tidak tepat waktu, bagaimana Anda menyikapinya?



Ya pasti ngarahin dek biar nanti nggak salah kalau ngerjakan



Ya sama ngajarin juga, soalnya ada beberapa kode memang nggak sama kayak di ICD, aturan BPJS kan banyak jadi ya sudah harus diajari pelan-pelan



Pasti ngasih tau jangan telat, nggak enak sama yang lainnya kalau telat. Misalnya kalau mau telat, kan bisa izin dulu. Masalah checklist untuk kelengkapan berkas, kita belum ada sih dek Ya yang seperi tadi tak bilang, di bilangin baik-baik dulu, ditanya dulu kenapa terlambat, kalau ada masalah pribadi kan nanti mungkin bisa dicarikan solusi. Kita kan juga harus profesional Pengalaman Kerja Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 5. Apabila ada petugas yang lambat dalam Bantu dia, mungkin dia belum terbiasa, menganalisis kelengkapan berkas, apakah nanti kalau sudah terbiasa pasti cepat kok yang Anda lakukan? 6. Apabila ada petugas yang lambat dalam Ya kadang kan kita juga greget sendiri ya, menentukan kode diagnosa dan tindakan, tapi kita bantu biar dia juga punya apakah yang Anda lakukan? kemauan untuk mengerjakan lebih cepat, yang bikin ngoding lama kan biasanya tulisan dokter nggak terbaca Ketersediaan SDM Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 7. Apabila ternyata kebutuhan petugas Kita pasti mengajukan ke atasan dek baik kurang sehingga beban kerja petugas secara lisan maupun tertulis bertambah, apa yang Anda lakukan? Organization Lingkungan Kerja Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 8. Apabila petugas tidak nyaman bekerja Kita memberikan pengertian, ya mau karena lingkungan tidak mendukung, gimana lagi, kita kan awal bekerja misalnya ruangan sempit, apa yang Anda memang ditempatkan di ruangan ini, kalau lakukan? untuk memperlebar pengen pastinya tapi kalau belum diizinkan ya kita hanya bisa



312



No.



Pertanyaan



Hasil



menunggu, kita sudah ngomong juga ke atasan masalah ini Tuntutan Antar Pribadi Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 9. Apabila ada petugas yang stres kerja Saya tanya-tanya apa masalahnya mungkin karena adanya konflik antar petugas, apa saya bisa bantu, kan sesama karyawan yang Anda lakukan? nggak boleh tengkar apalagi sampai tidak saling menyapa, nanti pasti mengganggu dalam pekerjaan, kan kita makhluk sosial ya dek jadi harus saling membutuhkan Jumlah Komputer Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 10. Apabila petugas kekurangan komputer Ya pasti kita mengajukan ke atasan waktu dalam proses klaim, apa yang Anda rapat, biasanya setiap 1 atau 2 tahun sekali lakukan? kita ada rapat untuk perencanaan anggran di setiap unit Jumlah Printer Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 11. Apabila petugas kekurangan printer dalam Sama dek, kita ngajukan juga proses klaim, apa yang Anda lakukan? No. Pertanyaan Hasil Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 12. Apabila ada komputer atau printer yang Ya pasti manggil langganan kita buet mengalami error, apa yang Anda lakukan? memperbaiki Aplikasi yang Mendukung Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 13. Apabila ada aplikasi yang belum ada untuk Kalau bridging siapa sih yang nggak mendukung proses klaim, misalnya pengen, pengenlah pastinya dek, katanya bridging SIMRS, apa yang Anda lakukan? sih mau diadakan, tapi nggak tahu juga soalnya kan sistem itu mahal, kemarin katanya sekitar 100 juta harganya Planning Proses Planning Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 14. Apabila ada petugas yang melakukan Ngasih tahu, ini belum sesuai sama yang proses identifikasi kelengkapan berkas diinginkan BPJS jadi lengkapi lagi ya klaim tidak sesuai dengan SOP, apa yang Anda lakukan? Kualitas Hasil Planning Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 15. Apabila perencanaan yang telah dibuat Pengennya sih memperbaiki tapi mau sebelumnya buruk, apa yang harus Anda gimana lagi belum sempat, pekerjaan lakukan? selalu aja ada jadi nggak sempat dek Organizing Pembagian Kerja Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 16. Apabila ada petugas yang tidak saling Ya kita pasti ngaih tau, sesama karyawan bekerja sama dalam proses klaim atau itu harus saling membantu biar kerjaannya pengendalian pengembalian berkas klaim cepat selesai, kalau dikerjakan sendirioleh BPJS Kesehatan, apa yang Anda sendiri ya nggak selesai-selesai lakukan? Job Description Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 17. Apabila ada petugas yang belum jelas Ngaih tau dek, kamu kerjanya ini kerjanya tentang job description-nya, apa yang itu, kalau yang secara tertulis saya masih Anda lakukan? belum bisa ngasih soalnya yang buat job description itu bukan saya tapi bagian kepegawaian. Saya sudah sering minta tapi katanya belum jadi belum jadi gitu



313



No.



Pertanyaan



Hasil



Actuating Motivasi Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 18. Apabila ada petugas yang belum optimal Tanyain sih kenapa? Apa ada masalah? dalam bekerja, apa yang Anda lakukan? Curhat-curhat gitu tapi diselingin sama kerja juga biar lebih cepat dek, kan saya juga nggak mau rugi Pengarahan Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 19. Apabila telah dilakukan pengarahan Dijelasin lagi sampai dia paham, memang kepada petugas klaim terkait proses klaim nggak sekaligus hari itu juga, saya dan mereka belum paham, apa yang Anda bertahap kok, jadi saya juga liat kinerjanya lakukan? dulu, kalau dia bisa ya dilanjutkan di bagian itu, kalau memang nggak bisa ya terpaksa di rolling ke bagian lain Controlling Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding 20. Apabila ada ide kebijakan baru dari Ya saya menampung semua pendapat, petugas, apa yang Anda lakukan? nanti kita bicarakan bareng-bareng, kalau memang itu penting, nanti saya ajukan waktu rapat dengan pimpinan 21. Apabila petugas tidak mau memberikan Ya pokoknya saya suruh jawab biar nanti pendapatnya untuk mengoreksi nggak nggerundel di belakang, biasanya penyimpangan, apa yang Anda lakukan saya ancam dek, kalai kamu nggak untuk memancing pendapat mereka? ngomong awas aja ya nanti, gitu sih dek



314



Lampiran 35. Lembar Wawancara Kepala Keuangan dan Kepegawaian LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO Responden: kepala keuangan dan kepegawaian No. Pertanyaan 1.



Jika jumlah printer saat ini di unit rekam medis ada 2, bagaimana dulu perhitungan untuk menentukan jumlah ideal printer?



2.



Kan jumlah yang mengurus BPJS ada 5 orang, 2 orang bagian pendaftaran, 3 orang untuk verifikator internal. Bagaimana Anda menentukan jumlah karyawan yang ideal? Responden: kepala rekam medis 1. Mengapa perencanaan untuk kelengkapan berkas klaim dan kaidah koding tidak disusun?



2.



Mengapa antara jib description awal dan saat bekerja berbeda?



3.



Mengapa tidak ada reward?



4.



Bagaimana proses arahan kepada lainnya?



5.



Apakah dilakukan rapat rutin?



6.



Memang benar kalau karyawan kadang istirahat sebelum jam istirahat yang telah ditentukan?



Anda memberikan bawahan/karyawan



Hasil Penyediaan printer berdasarkan jumlah pasien dan jumlah anggaran yang tersedia. Printer buat SEP itu mahal harganya jadi harus pinter mengelola keuangan biar yang penting didahulukan Didasarkan pada jumlah kunjungan pasien rawat jalan maupun rawat inap sih dek



Pengennya sih buat dek tapi belum sempat. Banyak tugas yang harus dikerjakan dek, peraturan BPJS kan sudah banyak jadi kita manut saja sama BPJS nggak perlu buat nanti ganti-ganti terus kalau buat sendiri. Kalau SOP yang uda ada, SOP-nya ada di rumah dek haha Soalnya kita rolling berdasarkan kemampuan juga dek dan job desc yang baru memang belum dikasihkan juga sama bagian kepegawaian Ya kan belum ada subsidi dari atasan. Ya masak saya yang ngasih, saya saja bekerja disini dek masak harus ngasih juga Ngasih arahannya pas waktu awal ditugaskan disitu sih dek soalnya kan disini petugasnya ganti-ganti. Kalau ada karyawan yang tanya ya saya jawab, kalau nggak tanya ya nggak saya jawab kecuali kalau itu penting. Tapi juga saya kontrol setiap harinya”(Kepala rekam medis Belum pernah dilakukan rapat secara rutin, eh uda deng tapi dulu cuma jalan sebentar sih. Pengenlah dilakukan rapat rutin tapi kerjaan masih banyak” (Kepala rekam medis Memang biasanya jam 10.00 sudah istirahat kalau jenuh dan nggak terlalu banyak pasien



Lampiran 36. Lembar Wawancara Ketidaklengkapan Berkas dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



No



Pertanyaan



Verifikator internal 1



Verifikator internal 2



Verfikator internal 3



Ketidaklengkapan Berkas Klaim 1.



2.



3.



Apakah di RS Mitra Sehat Situbondo terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim? Apa yang menyebabkan berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan?



Berapa biasanya dikembalikan oleh Kesehatan?



yang BPJS



Kesimpulan



Terjadi dek



Iya



Iya



Terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim



Iya memang dek, berkas dikembalikan oleh verifikator BPJS Kesehatan di rumah sakit ini karena berkas yang tidak lengkap sama koding yang tidak sama dengan verifikator BPJS Kesehatan Lumayan dek



Setauku ya dek, selama ini berkas dikembalikan itu gara-gara nggak lengkap sama ada koding yang nggak sama dengan BPJS, mangkanya berkasnya dikembalikan



Gara-gara kodingnya nggak sama dek sama BPJS terus juga ada yang nggak lengkap kayak penunjangnya gitu atau nggak sesuai antara penunjang sama diagnosa



Berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan karena berkas tidak lengkap dan kaidah koding yang tidak sesuai



Waduh nggak hafal dek



Bulan Januari-Maret itu dek ada dek situ, sekitar 42 berkas



Verifikator internal tidak hafal jumlah berkas yang dikembalikan sejumlah berapa



315



No



Pertanyaan



Verifikator internal 1



Verifikator internal 2



Verfikator internal 3



4.



Berkas apa saja yang sering tidak lengkap?



Penunjang sih



Penunjang sama tanda tangan DPJP di resume



Penunjang



5.



Mengapa berkas tersebut tidak lengkap? Mengapa bisa sampai tidak teliti?



Kita kecolongan dek, kurang teliti aja Banyak yang harus dikerjakan dek, kita uda lihat berkas menumpuk saja, pikiran uda dimanamana Tanggal 15 bulan berikutnya, jadi misalnya berkas untuk pasien Januari, jadi penyerahan terakhir tanggal 15 bulan Februari Rawat inaplah



Kurang teliti soalnya kerjaannya banyak Capek, banyak kerjaan, apalagi kalau mendekati penyerahan ke BPJS kita lembur bagai kuda haha



Kurang teliti sih



6.



7.



Memangnya, tanggal berapa batas penyerahan ke BPJS Kesehatan?



8.



Antara berkas rawat jalan dan rawat inap, berkas apa yang sering dikembalikan oleh BPJS Kesehatan?



1.



Apakah di RS Mitra Sehat Situbondo terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuain koding dengan BPJS Kesehatan? Kode apa saja yang tidak sesuai dengan BPJS Kesehatan sehingga berkas tersebut dikembalikan ke RS Mitra Sehat?



Tanggal 15 bulan berikutnya



Rawat inap, kalau rawat jalan alhamdulillah kita aman



Banyak kerjaannya dek, kita masih buat laporan internal eksternal, scan, koding, milah-milah berkas Tanggal 15 bulan berikutnya, itu sudah maksimal batas tolerasinya, kalau dulu kan tanggal 10 bulan berikutnya Rawat inap, ya kan mbak?



Kesimpulan Berkas yang sering tidak lengkap adalah berkas penunjang Berkas tidak lengkap karena verifikator internal kurang teliti Verifikator internal tidak teliti karena pekerjaan banyak



Batas penyerahan berkas terakhir tanggal 15 bulan berikutnya



Berkas yang dikembalikan adalah rawat inap



sering berkas



Ketidaksesuaian Kaidah Koding



2.



Iya dek



Iya dek



Iya



Terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuain koding dengan BPJS Kesehatan



Apa ya….itu dek yang kemarin banyak itu ISK, terus PPOK, terus GEA, apalagi ya, apa mbak?



Dispepsia, Hipokalemi, itu aja deh kayaknya



Sama satu lagi yang kode gabungan. Setau kita itu saja sih dek nggak tahu kalau yang dulu-dulu apa saja soalnya kan kita



Kode yang dikembalikan adalah pada kasus ISK, PPOK, GEA, Dispepsia, Hipokalemi, dan kode kombinasi



316



No



Pertanyaan



3.



Apa alasan BPJS Kesehatan menyatakan bahwa koding yang dikode oleh koder rumah sakit salah?



4.



Mengapa BPJS menyatakan seperti itu?



5.



Verifikator internal 1



Verifikator internal 2



Verfikator internal 3 baru, yang dulu uda pindah kerja. Oh iya yang kode gabungan itu memang salah kita, kita yang kurang teliti.



Kalau ISK itu jadi gini ceritanya, dokter nulis diagnosa Batu Saluran Kencing diagnosa utama terus di diagnosa sekunder adar ISK, nah kan sama kita di kode N39.0 tapi ternyata katanya BPJS kalau penyakitnya Batu Saluran Kencing dianggap sama dengan ISK jadi kodenya N20.2. Kalau dispepsia sudah pasti vertigo TB jadi PPOK GEA tidak perlu dikoding kalau ada typoid jadi yang dikoding hanya typoid saja. Waduh nggak tau ya dek, kan verifikator di sana beda-beda



Iya itu dah dek sama



Iya dek, juga kan disana latar belakang pendidikannya bukan perekam medis



Nggak tau juga ya dek



Iya



Banget dek



Pasti



6.



Apakah terjadi penurunan tarif karena kaidah koding tidak sesuai? Berapa tingkat penurunanya?



Yang ISK itu kita rugi 2 juta



Nggak tau saya dek, yang mengurus itu bukan saya



7.



Apakah kepala rekam medik



Nggak berani



Nggak dek



Ada yang 1 juta, 2 juta, 500 ribu tergantung kasusnya Sepertinya nggak pernah



317



Kesimpulan Alasan BPJS menyatakan kode salah adalah ISK + Batu Saluran Kencing dianggap hanya ada kasus yaitu ISK. Jika dispepsia sudah pasti vertigo. Kasus TB jadi PPOK. Kasus GEA tidak perlu dikoding kalau ada typoid jadi yang dikoding hanya typoid saja.



BPJS Kesehatan menyatakan kode salah karena verifikator BPJS selalu berbeda-beda dan latar belakang pendidikan juga berbeda Terjadi penurunan tarif karena kaidah koding tidak sesuai Tingkat penurunan tarif macammacam bergantung pada diagnosa pasien Kepala rekam medik tidak



No



8.



Pertanyaan pernah melakukan banding ke BPJS Kesehatan terkait kaidah koding yang tidak sesuai? Mengapa tidak melakukan banding jika pihak rumah sakit merasa benar kodenya?



Verifikator internal 1



Verifikator internal 2



Verfikator internal 3



Kesimpulan pernah melakukan banding ke BPJS Kesehatan terkait kaidah koding yang tidak sesuai



Takut dek



Kita kan masih baru, nggak ada yang senior, kita takut dek



318



Takut lah dek



Tidak melakukan karena takut



banding



319



Lampiran 37. Lembar Observasi LEMBAR OBSERVASI



FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



CHECKLIST



No.



Observasi



Pengembalian Berkas Klaim Berkas klaim rawat inap yang di 1. kembalikan oeh BPJS Kesehatan 2. Data berkas yang diklaimkan Data kunjungan pasien BPJS 3. Kesehatan Ketersediaan SDM Data petugas yang berisi data 4. karyawan rekam medis meliputi nama, pendidikan, dan lama kerja Planning SOP Pengklaiman yang berisi tentang prosedur klaim mulai dari 5. di TPP sampai diserahkan ke BPJS Kesehatan SOP kelengkapan berkas klaim yang berisi standar pengisian dan 6. berkas yang harus dilengkapi untuk diserahkan ke BPJS Kesehatan SOP pengkodingan berisi prosedur cara pengkodingan dengan menggunakan ICD-10 dan ICD-97. CM versi 2010 dan membedakan antara kode JKN dengan kode umum Technology Printer tersedia di ruang casemix untuk proses pencetakan SEP 8. maupun pencetakan lembar INACBGs dan laporan lainnya Komputer tersedia di TPPRI untuk 9. menginputkan SEP dan data pasien di aplikasi INA-CBGs Wifi untuk mengkoneksikan ke 10. jaringan internet



Dilaksanakan



Tidak Dilaksanakan



Keterangan



√ √ √



Belum diperbaharui























√ √



320



No. 11. 12.



13.



14.



15.



Observasi



Dilaksanakan



Server untuk menampung data dari client dan back-up data sementara Scanner portabel tersedia untuk menscan berkas klaim sehingga tidak terjadi penumpukan pekerjaan Aplikasi INA CBG’s tersedia untuk penginputan data klaim ke BPJS Kesehatan SIMRS untuk membantu cross check data sebelum berkas klaim dikirimkan ke BPJS Kesehatan







ICD-10 versi 2010 yang digunakan untuk mengkoding diagnosa pasien



ICD-9-CM versi 2010 yang digunakan untuk mengkoding tindakan yang telah dilakukan Organizing Bagan struktur organisasi sebagai 17. identitas kestrukturan organisasi Job description petugas pendaftaran yang jelas dan rinci 18. sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh petugas Job description petugas koding yang jelas dan rinci sehingga 19. mudah dipahami dan dilaksanakan oleh petugas Job description verifikator internal yang jelas dan rinci sehingga 20. mudah dipahami dan dilaksanakan oleh petugas SK Direktur tim JKN yang berisi 21. rincian pembagian tugas dan penetapan tim JKN Controlling Data pelaksanaan rapat dapat berupa notulen rapat atau video 22. yang membahas tentang masalah dan solusi terkait proses klaim Actuating Surat edaran Reward yang berisi penghargaan akan diberikan kepada karyawan apabila rajin dalam 23. bekerja yang dilakukan setiap 1 tahun sekali. Reward berupa bingkisan, sertifikat, atau lain-lain. Surat edaran Punishment yang berisi sanksi akan diberikan kepada 24. karyawan yang tidak disiplin. Sanksi berupa teguran secara lisan, 16.



Tidak Dilaksanakan



Keterangan



√ √ √







Berupa buku, ICD pdf, aplikasi ICD versi 2005







Berupa buku, ICD pdf, √







Belum diperbaharui Belum diperbaharui



Belum diperbaharui



























321



No.



Observasi



SP 1-3 Lingkungan Kerja Data bangunan berisi tentang luas bangunan, sarana prasarana yang 25. tersedia khususnya di ruang unit rekam medis Ventilasi berupa jendela sebagai 26. sirkulasi udara ataupun keluar masuknya cahaya AC/Kipas yang mencukupi 27. sehingga petugas tidak merasa kepanasan Lampu yang menerangi petugas 28. sehingga tidak terjadi kegelapan dalam melakukan pekerjaan Meja yang berfungsi untuk meletakkan komputer dan tempat 29. mengecek kelengkapan maupun proses koding di setiap komputer Kursi tersedia di setiap meja 30. sehingga petugas dapat duduk Almari/rak berfungsi meletakkan 31. berkas klaim yang sudah lengkap dan belum lengkap Pelaksanaan Kodefikasi Alur klaim yang berisi proses 32. pelaksanaan klaim mulai dari TPP hingga ke BPJS Kesehatan



Dilaksanakan



Tidak Dilaksanakan



Keterangan







√ √



1







1







1







2







1







322



Lampiran 38. Lembar Observasi Kedisiplinan dan Kaidah Koding LEMBAR OBSERVASI



FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO CHECKLIST



No.



Observasi



Kedisiplinan Checlist yang membantu petugas dalam identifikasi kelengkapan berkas 1. klaim secara kuantitatif maupun kualitatif Pelaksanaan Koding Menentukan kode diagnosis setelah 2. membaca tulisan dokter



Dilaksanakan



Tidak Dilaksanakan



Keterangan







Tidak ada



√ √



3.



Menentukan leadterm



4.



Mencari leadterm ke dalam ICD-10 versi 2010 Volume 3 atau Indeks Alphabetic







5.



Lihat pada beberapa lokasi modifiers dan tanda identitas pada leadterm







6.



Menemukan kode penyakit di Volume 3, crosscheck di ICD-10 versi 2010 Volume 1







7.



Koreksi tanda baca seperti inclusion, exclusion term, see site, dan lain-lain.







8.



Mengoreksi adanya karakter ke-4 dan ke-5 di ICD-10 versi 2010 volume 1.



9.



Mengurutkan penulisan kodefikasi sesuai dengan aturan BPJS Kesehatan yang terdiri dari: a. Digit ke-1 (alfabetik):











Kadang dilaksanakan Langsung mencari/search di aplikasi eklaim Langsung mencari/search di aplikasi eklaim Langsung mencari/search di aplikasi eklaim Langsung mencari/search di aplikasi eklaim Langsung mencari/search di aplikasi eklaim namun kadang dikoreksi Langsung otomatis sistem yang menentukan



323



No.



Observasi menggambarkan kode Casemix Main Groups (CMG). b. Digit ke-2 (numerik): menggambarkan tipe kelompok kasus (Case Groups). Tipe Kasus Group 1) Prosedur Rawat Inap Group1. 2) Prosedur Besar Rawat Jalan Group-2. 3) Prosedur Signifikan Rawat Jalan Group-3. 4) Rawat Inap Bukan Prosedur Group-4. 5) Rawat Jalan Bukan Prosedur Group-5. 6) Rawat Inap Kebidanan Group-6. 7) Rawat Jalan kebidanan Group-7 8) Rawat Inap Neonatal Group8. 9) Rawat Jalan Neonatal Group9. 10) Error Group-0. c. Digit ke-3 (numerik): enggambarkan spesifikasi kelompok kasus. Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBGs yang dilambangkan dengan numerik mulai dari 01 sampai dengan 99. d. Digit ke-4 (romawi): menggambarkan tingkat keparahan kelompok kasus. 1) “0” Untuk Rawat jalan. 2) “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi maupun komorbiditi). 3) “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan mild komplikasi dan komorbiditi) 4) “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major komplikasi dan komorbiditi)



Dilaksanakan



Tidak Dilaksanakan



Keterangan



324



Lampiran 39. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 1 LEMBAR OBSERVASI



FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO CHECKLIST Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



SEP



                  



Resume Medis



      



Lembar INACBG’s



   



Validitas Isi Persyaratan Pengisian No. SEP Tanggal SEP No. kartu Nama peserta Tanggal lahir No. telepon Faskes perujuk Diagnosa awal Peserta Jenis rawat Kelas rawat Tanggal MRS Ruang Alasan MRS Penyakit penyerta Hasil pemeriksaan saat MRS Diagnosa utama Diagnosa sekunder Tata laksana d. Medika mentosa saat dirawat e. Tindakan medis f. Medika mentosa saat pulang Keadaan waktu keluar RS Cara keluar RS Sebab meninggal (jika ada) Instruksi tindak lanjut/kontrol (jika ada) Tempat dan tanggal membuat resume Ttd DPJP Nama peserta No. RM Umur tahun



Sesuai



Tidak Sesuai



                             



Keterangan



325



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



Hasil pemeriksaan penunjang



Clinical pathway



Validitas Isi Persyaratan Pengisian



               



Umur hari Tanggal lahir Jenis kelamin Kelas perwatan No. SEP Tanggal masuk Tanggal keluar Jenis perawatan Cara pulang LOS Berat lahir Diagnosa utama Diagnosa sekunder Prosedur Hasil grouping



           



Nama klien Tanggal lahir/umur Berat badan Sex Tinggi badan No. registrasi No. RM Diagnosa awal Kode ICD-10 Rencana LD Cara pulang Diagnosa Utama Penyerta Komplikasi Assesmen klinik Pemeriksaan penunjang Tindakan Jasa keperawatan Obat-obatan Darah/kolf AMHP Jasa farmasi Jasa gizi Nutrisi Hasil/outcome Pendidikan rencana pemulangan Varians Nama perawat Nama dokter Ttd DPJP



                



Sesuai



Tidak Sesuai



                                            



Keterangan



326



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



Rincian obat Surat pengantar rawat inap Laporan operasi SK Kelahiran



     



Validitas Isi Persyaratan Pengisian Nama pelaksana verifikasi Diagnosa akhir Kode diagnosa akhir Tindakan



Sesuai      



















Tidak Sesuai



Keterangan



327



Lampiran 40. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 2 LEMBAR OBSERVASI



FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO CHECKLIST Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



SEP



                  



Resume Medis



       



Lembar INACBG’s



  



Validitas Isi Persyaratan Pengisian No. SEP Tanggal SEP No. kartu Nama peserta Tanggal lahir No. telepon Faskes perujuk Diagnosa awal Peserta Jenis rawat Kelas rawat Tanggal MRS Ruang Alasan MRS Penyakit penyerta Hasil pemeriksaan saat MRS Diagnosa utama Diagnosa sekunder Tata laksana g. Medika mentosa saat dirawat h. Tindakan medis i. Medika mentosa saat pulang Keadaan waktu keluar RS Cara keluar RS Sebab meninggal (jika ada) Instruksi tindak lanjut/kontrol (jika ada) Tempat dan tanggal membuat resume Ttd DPJP Nama peserta No. RM Umur tahun



Sesuai



Tidak Sesuai



                             



Keterangan



328



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



Hasil pemeriksaan penunjang



Clinical pathway



Validitas Isi Persyaratan Pengisian



Sesuai



               



Umur hari Tanggal lahir Jenis kelamin Kelas perwatan No. SEP Tanggal masuk Tanggal keluar Jenis perawatan Cara pulang LOS Berat lahir Diagnosa utama Diagnosa sekunder Prosedur Hasil grouping



               



           



Nama klien Tanggal lahir/umur Berat badan Sex Tinggi badan No. registrasi No. RM Diagnosa awal Kode ICD-10 Rencana LD Cara pulang Diagnosa Utama Penyerta Komplikasi Assesmen klinik Pemeriksaan penunjang Tindakan Jasa keperawatan Obat-obatan Darah/kolf AMHP Jasa farmasi Jasa gizi Nutrisi Hasil/outcome Pendidikan rencana pemulangan Varians Nama perawat Nama dokter Ttd DPJP



           



                



                



Tidak Sesuai



Keterangan



329



Kelengkapan Berkas Persyaratan Tidak Ada Kelengkapan Ada



Rincian obat Surat pengantar rawat inap Laporan operasi SK Kelahiran



     



Validitas Isi Persyaratan Pengisian Nama pelaksana verifikasi Diagnosa akhir Kode diagnosa akhir Tindakan



Sesuai      



















Tidak Sesuai



Keterangan



330



Lampiran 41. Daftar Hadir Brainstorming



331



Lampiran 42. Pedoman dan Hasil Brainstorming LEMBAR BRAINSTORMING



FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO PEDOMAN BRAINSTORMING



Tahap–tahap teknik brainstorming adalah : a.



Tahap pemberian informasi



Peneliti menjelaskan apa yang didapatkan di Baladhika Husada Jember ketika studi pendahuluan dengan rincian kegiatan sebagai berikut: 1. Memberikan salam dan kalimat pembuka berupa terima kasih atas kesediaan subjek menghadiri kegiatan brainstorming. 2. Menjelaskan latar belakang diambilnya penelitian faktor penyebab penundaan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. 3. Menjelaskan alur penelitian mulai dari observasi sampai mendapatkan kesimpulan. 4. Mengajak subjek agar aktif untuk memberikan saran dan tanggapannya. 5. Setelah



dilakukan



pengolahan



diharapkan



peneliti



dan



peserta



brainstorming bisa mendapatkan hasil dan solusi sebagai upaya perbaikan dalam permasalahan ketidaklengkapan pengisian rekam medis b.



Tahap identifikasi Pada tahap ini subjek memberikan saran dan tanggapan terkait faktor penyebab penundaan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan, ditulis dan tanpa adanya kritikan dengan rincian pertanyaan sebagai berikut:



Lampiran 43. Hasil Brainstorming LEMBAR BRAINSTORMING FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO



No. 1.



Variabel Human



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah



Ketidaklengkapan Berkas Klaim Petugas pendaftaran bingung dalam penentuan kode jika a. Konfirmasi kembali dengan dokter terkait diagnosa. antara koding di surat pengantar rawat inap berbeda b. Ada list terminologi medis dengan aplikasi v-klaim. Kira-kira solusi apa yang dapat c. Dua-duanya itu dah dek dilakukan? Verifikator internal belum memahami regulasi a. Membuat list kelengkapan berkas seperti persalinan harus berkas kelengkapan (berkas apa saja yang harus dilengkapi apa saja yang diikutsertakan. khususnya pemeriksaan penunjang) dan pathway pasien b. Sosialisasi regulasi kelengkapan. sehingga formulir penunjang sering tidak disertakan. Dua-duanya Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? c. Sama sih Tidak berjalannya lembar checklist karena tidak ada a. Membuat checklist kelengkapan klaim atau membuat kartu kendali checklist kelengkapan klaim ataupun kartu kendali. Kirab. Pokok sama dah, next kira solusi apa yang dapat dilakukan? c. Sama Belum bisa mengetik 10 jari sehingga proses penginputan a. Melatih diri untuk mengetik 10 jari lebih dari 1 menit. Kira-kira solusi apa yang dapat b. Sama dilakukan? c. Sama Sering salah input tanggal lahir. Kira-kira solusi apa yang a. Lebih teliti dalam penginputan dan pengecekan kembali sebelum dapat dilakukan? SEP di cetak b. Sama c. Sama



332



No.



Variabel



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah



Lamanya dalam identifikasi kelengkapan berkas klaim untuk 1 pasien membutuhkan waktu lebih dari 3 menit. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



2.



Organization



Kurangnya jumlah verifikator internal sehingga banyak pekerjaan yang harus ditunda. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Ruangan casemix sempit. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



Tidak ada sekat kaca di pendaftaran sehingga kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular besar. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Ruangan berdebu dan rekam medis berserakan. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



3.



Technology



Tidak ada petugas IT tetap. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Kurangnya scanner. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



4.



Planning



Belum ada SOP kelengkapan berkas klaim dari rumah sakit. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Belum ada perencanaan strategis. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



5.



Organizing



Job description tidak jelas dan tidak rinci. Kira-kira solusi



333



a. Melakukan manajemen waktu b. Membuat target 1 hari dapat menyelesaikan berapa berkas c. Melakukan manajemen waktu dan Membuat target 1 hari dapat menyelesaikan berapa berkas a. Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan b. Sama c. Sama a. Pelebaran ruangan b. Sama c. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih luas a. Penggunaan masker oleh petugas pendaftaran b. Sama c. Sama a. Ruangan dibersihkan setiap hari. b. Berkas ditata supaya lebih rapi dan disediakan rak/keranjang c. Ruangan dibersihkan setiap hari dan Berkas ditata supaya lebih rapi dan disediakan rak/keranjang a. Kontrak petugas IT diperpanjang b. Sama c. Sama a. Penambahan scanner minimal 1 scanner b. Sama c. Sama a. Menyusun dan menetapkan SOP kelengkapan klaim b. Sama c. Sosialisasi SOP kelengkapan klaim a. Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya pengkodingan b. Sama c. Sama a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan



No.



Variabel



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah



apa yang dapat dilakukan?



6.



Actuating



7.



Controlling



8.



Human



b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab c. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan dan Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab Kurangnya semangat bekerja. Kira-kira solusi apa yang a. Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian, dapat dilakukan? pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3) b. Wah setuju itu c. Sama Tidak ada rapat rutin. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali dilakukan? b. Sama c. Sama Evaluasi program. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun dilakukan? kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali b. Sama c. Sama Ketidaksesuan Kaidah Koding Verifikator internal tidak paham regulasi pengkodingan. a. Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? b. Pelatihan kodefikasi yang mengacu pada regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. c. Dua-duanya sudah Verifikator internal tidak paham perbedaan penyakit akut a. Persamaan persepsi dengan semua pihak dan kronis. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? b. Sama c. Sama Petugas entri data tidak paham struktur dari keluaran a. Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. INA-CBGs seperti contoh A-1-11-III. Kira-kira solusi apa b. Sama yang dapat dilakukan? c. Sama Petugas entri data tidak paham perbedaan diagnosa utama a. Membuat petunjuk teknis pengisian di aplikasi e-klaim 5.1 dengan dan sekunder. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? dilengkapi maksud dari masing-masing item b. Sama c. Sama



334



No.



Variabel



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah



Waktu istirahat lebih awal dari ketentuan jam istirahat. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Tulisan dokter sulit di baca. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



9.



Organization



Kurangnya jumlah verifikator internal sehingga banyak pekerjaan yang harus ditunda. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Ruangan casemix sempit. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



Kurangnya keranjang berkas. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? 10.



Technology



Tidak ada petugas IT tetap. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



11.



Planning



Belum ada SOP pengkodingan klaim dari rumah sakit. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Belum ada perencanaan strategis. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a.



12.



Organizing



Job description tidak jelas dan tidak rinci. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



b. c. a. b.



13.



Actuating



Kurangnya semangat bekerja. Kira-kira solusi apa yang



c. a.



335



Pemberian peringatan kepada karyawan Sama Sama Konfirmasi dengan dokter terkait diagnosa yang tidak jelas Sama Sama Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan Sama Sama Pelebaran ruangan Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih luas\ Dua-duanya bisa digunakan Penambahan kerangjang/kardus tidak terpakai Sama Sama Kontrak petugas IT diperpanjang Sama Sama Menyusun dan menetapkan SOP pengkodingan klaim Sosialisasi SOP pengkoidngan klaim Dua-duanya sama Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya pengkodingan Sama Sama Pemberian job description kepada masing-masing karyawan Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab apabila ada perubahan Dua-duanya bisa Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian,



No.



Variabel



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah



dapat dilakukan?



14.



Controlling



Tidak ada rapat rutin. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? Evaluasi program. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan?



b. c. a. b. c. a. b. c.



a.



pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3) Setuju banget Yes Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali Sama Sama Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali Sama Sama



Tahap klasifikasi Pada tahap ini peneliti mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh kelompok brainstorming berupa



klasifikasi berdasarkan unsur variabel human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. b.



Tahap verifikasi Kelompok brainstorming yaitu kepala rekam medis, petugas koding, petugas assembling, verifikator internal, dan petugas entri



data untuk melihat kembali kesepakatan yang telah dibuat. Apabila terdapat sumbang saran yang kurang relevan dengan permasalahan bisa dicoret. c.



Tahap konklusi Pada tahap ini kelompok brainstorming menyimpulkan butir-butir alternatif atau solusi sebagai solusi pemecahan masalah



sebagai upaya perbaikan yang disetujui. Setelah semua sepakat, maka diambil kesepakatan terakhir yang dianggap paling cocok dan tepat.



336



No.



Variabel



1.



Human



2.



Organization



Masalah



Upaya Perbaikan Masalah Ketidaklengkapan Berkas Klaim Petugas pendaftaran bingung dalam a. Konfirmasi kembali dengan dokter terkait diagnosa. penentuan kode jika antara koding di surat b. Ada list terminologi medis pengantar rawat inap berbeda dengan aplikasi v-klaim Verifikator internal belum memahami a. Membuat list kelengkapan berkas seperti persalinan harus regulasi kelengkapan (berkas apa saja yang berkas apa saja yang diikutsertakan. harus dilengkapi khususnya pemeriksaan b. Sosialisasi regulasi kelengkapan. penunjang) dan pathway pasien sehingga formulir penunjang sering tidak disertakan Tidak berjalannya lembar checklist karena Membuat checklist kelengkapan klaim atau membuat kartu tidak ada checklist kelengkapan klaim kendali ataupun kartu kendali Belum bisa mengetik 10 jari sehingga proses Melatih diri untuk mengetik 10 jari penginputan lebih dari 1 menit Sering salah input tanggal lahir Lebih teliti dalam penginputan dan pengecekan kembali sebelum SEP di cetak Lamanya dalam identifikasi kelengkapan a. Melakukan manajemen waktu berkas klaim untuk 1 pasien membutuhkan b. Membuat target 1 hari dapat menyelesaikan berapa berkas waktu lebih dari 3 menit Kurangnya jumlah verifikator internal Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan sehingga banyak pekerjaan yang harus ditunda Ruangan casemix sempit a. Pelebaran ruangan b. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih luas Tidak ada sekat kaca di pendaftaran sehingga Penggunaan masker oleh petugas pendaftaran kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular besar



337



No.



Variabel



3.



Technology



4.



Planning



5.



Organizing



6.



Actuating



7.



Controlling



8.



Human



Masalah Ruangan berdebu dan berserakan Tidak ada petugas IT tetap



rekam



Upaya Perbaikan Masalah medis Ruangan dibersihkan setiap hari. Berkas ditata supaya lebih rapi dan disediakan rak/keranjang Kontrak petugas IT diperpanjang



Kurangnya scanner Penambahan scanner minimal 1 scanner Belum ada SOP kelengkapan berkas klaim a. Menyusun dan menetapkan SOP kelengkapan klaim dari rumah sakit b. Sosialisasi SOP kelengkapan klaim Belum ada perencanaan strategis Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya pengkodingan Job description tidak jelas dan tidak rinci a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab Kurangnya semangat bekerja Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian, pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3) Tidak ada rapat rutin Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali Evaluasi program Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali Ketidaksesuan Kaidah Koding Verifikator internal tidak paham regulasi a. Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. pengkodingan b. Pelatihan kodefikasi yang mengacu pada regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. Verifikator internal tidak paham perbedaan Persamaan persepsi dengan semua pihak penyakit akut dan kronis Petugas entri data tidak paham struktur dari Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. keluaran INA-CBGs seperti contoh A-1-11III Petugas entri data tidak paham perbedaan Membuat petunjuk teknis pengisian di aplikasi e-klaim 5.1 diagnosa utama dan sekunder dengan dilengkapi maksud dari masing-masing item



338



No.



Variabel



9.



Organization



10.



Technology



11.



Planning



12.



Organizing



13.



Actuating



14. 15.



Controlling



Masalah Upaya Perbaikan Masalah Waktu istirahat lebih awal dari ketentuan jam Pemberian peringatan kepada karyawan istirahat Tulisan dokter sulit di baca Konfirmasi dengan dokter terkait diagnosa yang tidak jelas Kurangnya jumlah verifikator internal Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan sehingga banyak pekerjaan yang harus ditunda Ruangan casemix sempit a. Pelebaran ruangan b. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih luas Kurangnya keranjang berkas Penambahan kerangjang/kardus tidak terpakai Tidak ada petugas IT tetap Kontrak petugas IT diperpanjang Belum ada SOP pengkodingan klaim dari a. Menyusun dan menetapkan SOP pengkodingan klaim rumah sakit b. Sosialisasi SOP pengkoidngan klaim Belum ada perencanaan strategis Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya pengkodingan Job description tidak jelas dan tidak rinci a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab apabila ada perubahan Kurangnya semangat bekerja Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian, pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3) Tidak ada rapat rutin Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali Evaluasi program Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali



339



340



Lampiran 44. Dokumentasi Penelitian



Wawancara kepada verifikator internal



Wawancara kepada koder



Wawancara kepada kepala rekam medis yang juga mengerjakan entri data ke aplikasi INA-CBGs



Lingkungan Fisik di RS Mitra Sehat Situbondo



Diagnosa utama dan sekunder tidak terisi pada resume medis pasien



Diagnosa utama dan sekunder tidak terisi pada resume medis pasien



341



Tanda tangan DPJP tidak terisi pada resume medis pasien



Tanda tangan DPJP, diagnosis, dan kode tidak terisi pada clinical pathway



SOP pengkodingan rawat inap



SOP evaluasi kelengkapan rekam medis



342



Brainstorming



Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian berkas klaim



343



Lampiran 45. Formulir Evaluasi Kelengkapan Berkas Klaim Rawat Inap RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO Desa Curah Jeru Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo, Telp. (0338) 678141, HP. 082333282112



FORMULIR EVALUASI KELENGKAPAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP Yth...................... di RS Mitra Sehat Situbondo Dengan hormat, Diberitahukan bahwa formulir rekam medis dengan rincian sebagai berikut. Nama pasien :....................................... No. RM :....................................... Membutuhkan kelengkapan/kejelasan* terkait......................................................................................... (data terlampir) Hal tersebut berkaitan dengan pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan dan mutu pelayanan di RS Mitra Sehat Situbondo. Mengingat pentingnya kelengkapan berkas klaim maka dimohon diselesaikan dalam 1x24 jam (tanggal ....-....-.......). Terima kasih atas kerjasamanya. Situbondo, ....................... Verifikator Internal BPJS



(..................)



NB: *) Coret yang tidak perlu



Lampiran kelengkapan/kejelasan berkas klaim Perihal No.



Kuantitatif



Lengkap



Tidak Lengkap



Keterangan



No.



Kualitatif



Lengkap



Tidak Lengkap



Keterangan



344



Lampiran 46. SOP Evaluasi Kelengngkapan Berkas Klaim



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENILAIAN KELENGKAPAN DAN KETEPATAN ISI BERKAS KLAIM RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



PENGERTIAN



TUJUAN REFERENSI ALAT DAN BAHAN



PROSEDUR



Penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim adalah rangkaian proses penilaian berkas klaim yang meliputi resume medis, clinical pathway, SEP, lembar INA-CBGs, surat pengantar rawat inap, bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), pemeriksaan penunjang (bila ada) yang dilakukan oleh verifikator internal baik secara kuantitatif (kelengkapan lembar berkas klaim dan kelengkapan isi) dan kualitatif (kesesuaian anamnesa, diagnosa, terapi, tindakan, dan pemeriksaan penunjang) pada saat berkas klaim masuk ke ruang casemix. Acuan penerapan langkah-langkah untuk menilai kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim rawat inap Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang isi rekam medis 1. Alat Tulis 2. Berkas Klaim Rawat Inap 3. Checklist/Instrumen Kelengkapan dan Ketepatan Isi Berkas Klaim 1. Verifikator internal menerima berkas rekam medis dari bangsal yang diserahkan oleh perawat bangsal. 2. Verifikator internal melakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan isi dari formulir resume medis dan clinical pathway yang dilayani pada hari itu. 3. Verifikator internal mengisi checklist untuk penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim. 4. Apabila berkas lengkap maka akan dipilah-pilah yang dibutuhkan untuk klaim sedangkan apabila berkas tidak lengkap maka akan diletakkan di rak khusus untuk berkas klaim yang tidak lengkap. 5. Berkas yang tidak lengkap akan ditandai dengan physician query kemudian diserahkan ke bangsal untuk dilengkapi oleh DPJP. 6. Apabila berkas sudah lengkap maka akan di koding, kemudian di entri data ke aplikasi INA-CBG’s, lalu berkas penunjang akan di scan, dan



345



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENILAIAN KELENGKAPAN DAN KETEPATAN ISI BERKAS KLAIM RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



selanjutnya berkas klaim akan di kirim ke kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. 7. Verifikator internal melakukan pencatatan dan pelaporan hasil penilaian kelengkapan berkas klaim. 8. Verifikator internal melaporkan hasil penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim kepada tim audit internal untuk ditindaklanjuti.



Menerima berkas rekam medis dari tempat bangsal/URI Mengembalikan berkas rekam medis yang tidak lengkap ke tempat pelayanan pasien tersebut



BAGAN ALUR



HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DOKUMEN TERKAIT



Melakukan pencatatan dan pelaporan



Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan isi dari setiap berkas rekam medis yang di layani



Mengisi daftar checlist/instrumen penilaian



Melaporkan hasil penilaian ke tim audit internal utuk ditindaklanjuti



1. Standar kelengkapan berkas klaim adalah 100%. 2. Apabila terdapat berkas klaim yang tidak lengkap maka harus dilengkapi 1x24 jam setelah DPJP menerima berkas. 3. Penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim dilakukan setiap hari oleh verifikator internal dan dilaporkan setiap 3 bulan sekali ke tim audit internal untuk ditindaklanjuti.



1. Berkas yang harus dilengkapi: a. Clinical pathway b. Resume medis lengkap yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh DPJP. c. SEP d. Surat perintah rawat inap dari UGD/Poli.



346



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENILAIAN KELENGKAPAN DAN KETEPATAN ISI BERKAS KLAIM RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



e. Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti: laporan operasi, protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat) pemberian obat khusus, resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak, dan lain - lain), billing system atau perincian tagihan manual rumah sakit. f. Print out luaran aplikasi pengajuan klaim/lembar Iembar INACBG’s g. Hasil pemeriksaan penunjang 2. Berkas yang di scan (softfile) a. Clinical pathway b. Surat perintah rawat inap dari UGD/Poli. c. Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti: laporan operasi untuk kasus bedah, protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat) pemberian obat khusus, resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak, dan lain- lain), billing system atau perincian tagihan manual rumah sakit. d. Hasil pemeriksaan penunjang 3. Berkas hardfile yang harus dikirim ke BPJS Kesehatan



UNIT TERKAIT



a. Resume medis b. SEP c. Print out luaran aplikasi pengajuan klaim/lembar Iembar INA-CBG’s 4. Apabila kasus persalinan, berkas tambahan adalah surat kelahiran, laporan operasi (cesarean) 5. Berkas rekam medis untuk diambil berkas klaim. 6. Kelengkapan KTP, KK, Kartu JKN di bagian pendaftaran untuk mengecek kebenaran data peserta JKN. TPPRI, Bangsal, Ruang Casemix



347



Lampiran 47. SOP Pengkodingan Pasien JKN



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) KAIDAH KODING JKN RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



PENGERTIAN



Acuan penerapan langkah-langkah untuk memberi kode diagnosa maupun kode tindakan berdasarkan ICD-10 dan ICD-9-CM. 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang isi rekam medis 2. Permenkes No. 749a/Menkes/1989 tentang rekam medis (medical record). 3. Permenkes RI N. 27 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem



TUJUAN



4. Surat Edaran Nomor HK.03.03/Menkes/518/2016 Tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan Klaim INA-CBG dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. 5. Permenkes No. 76 tahun 2016 tentang Pedoman INA-CBGs dalam Pelaksanaan JKN 6. Panduan manual verifikasi klaim INA-CBGs Edisi 1 Tahun 2017



REFERENSI



ALAT BAHAN



PROSEDUR



Koding rawat inap merupakan kegiatan pengelolaan data dalam memberikan kode diagnosa maupun kode tindakan pasien rawat inap sesuai dengan kode ICD-10 dan kode ICD-9-CM versi 2010. ICD-10 merupakan kepanjangan dari International Classification Disease seri ke 10 yang diterbitkan oleh WHO yang digunakan untuk mengkode diagnosa pasien. ICD-9-CM merupakan kepanjangan dari International Classification Disease seri ke 10 yang diterbitkan oleh WHO yang digunakan untuk mengkode tindakan pasien.



DAN



1. 2. 3. 4. 1. 2.



Alat Tulis Berkas Klaim Rawat Inap Buku/aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 Aplikasi e-klaim versi 5.2 Menerima berkas klaim pasien rawat inap. Memeriksa anamnesa, diagnosa, tindakan, pemeriksaan penunjang apakah sudah sesuai atau belum. 3. Jika belum sesuai atau ada tulisan yang tidak jelas maka klarifikasi ke DPJP. 4. Memberikan kode diagnosis dengan ICD-10 dan kode tindakan dengan ICD-9CM dengan aturan sebagai berikut:



348



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) KAIDAH KODING JKN RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



a. Mencari leadterm, leadterm berupa diagnosa bukan anatomi. b. Cari kode di ICD volume 3. c. Cek kode di ICD volume 1. 5. Menuliskan kode diagnosa dan tindakan pada kolom yang telah disediakan. 6. Melakukan entri data ke aplikasi e-klaim versi 5.2.



Menerima berkas rekam medis dari bangsal



BAGAN ALUR



Koding diagnosa dengan ICD-10 versi 2010 dan kode tindakan dengan ICD-9-CM sesuai kaidah koding



Melakukan pencatatan kode



HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN



Melakukan kesesuaian anamnesa, diagnosa, tindakan, dan pemeriksaan penunjang



Klarifikasi apabila terdapat tulisan yang tidak jelas ataupun ada klarifikasi lainnya terkait kesesuaian



Menginputkan data ke aplikasi INA-CBGs



1. Diagnosa dan tindakan yang dapat di klaim ke BPJS Kesehatan adalah diagnosa yang terdapat dokter spesialisnya, apabila diagnosa tersebut tidak ada dokter spesialis maka tidak dapat di klaim. 2. Ikuti aturan terbaru tentang klaim yang diedarkan oleh BPJS Kesehatan. 3. Penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim dilakukan setiap hari oleh verifikator internal dan dilaporkan setiap 3 bulan sekali ke tim audit internal untuk ditindaklanjuti.



DOKUMEN



Berkas rekam medis yang meliputi resume, clinical pathway, ringkasan masuk



TERKAIT



keluar, dan pemeriksaan penunjang.



UNIT TERKAIT



Bangsal/Unit Rawat Inap, Ruang Casemix



349



Lampiran 48. SOP Pendaftaran Pasien JKN Rawat Inap



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENDAFTARAN PASIEN JKN RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



PENGERTIAN TUJUAN



REFERENSI



ALAT BAHAN



DAN



Tata cara penerimaan pasien JKN di TPPRI pasien JKN Acuan bagi petugas TPPRI agar tercipta tertib administrasi dalam rangka peningkatan penerimaan dan pelayanan pasien JKN di TPPRI RS Mitra Sehat Situbondo 1. Setiap peserta BPJS Kesehatan yang dirawat inap harus melengkapi berkas: a. Asli/fotokopi Kartu BPJS b. Asli/fotokopi KTP/SIM/kartu identitas lainnya c. Asli/fotokopi Kartu Keluarga ( untuk PBI ) Berkas tersebut harus dilengkapi dalam waktu 3 x 24 jam atau sebelum pasien pulang atau meninggal. 2. Apabila dalam waktu 3 x 24 jam atau sebelum pasien pulang/meninggal pasien belum memberikan kelengkapan berkas maka biaya pelayanan di kenakan tarif umum 1. 2. 3. 4. 5. 6.



1. 2. 3. PROSEDUR



4. 5. 6.



Alat Tulis Komputer Printer Aplikasi v-klaim Buku ekspedisi Surat pengantar rawat inap



Pasien masuk dari Instalasi Gawat Darurat atau Poliklinik. Keluarga atau petugas RS ke bagian pendaftaran untuk registrasi rawat inap dengan menyerahkan surat pengantar rawat inap. Keluarga ke bagian pendaftaran rawat inap untuk mengisi Surat Pernyataan Penggunaan Jaminan BPJS dan mengisi general consent. Untuk kelengkapan berkas di beri waktu 3x24 jam atau sebelum pasien pulang/ meninggal. Petugas TPPRI melakukan pengecekan hak kelas perawatan pasien. Petugas TPPRI menghubungi petugas rawat inap untuk memberikan informasi ada peserta BPJS yang mau di rawat sesuai hak kelas



350



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENDAFTARAN PASIEN JKN RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



7. 8. 9.



10. 11. 12. 13.



14.



perawatannya. Pembuatan SEP (Surat Eligibilitas Peserta) oleh petugas TPPRI apabila berkas sudah lengkap. Pasien diantar ke ruang perawatan oleh petugas IGD/Polikinik/URI. Pemberian pelayanan kesehatan sesuai indikasi medis dan paket INA CBG’s, termasuk: a. Obat sesuai dengan E-Catalogue b. Pemeriksaan penunjang (yang ada di RS Mitra Sehat Situbondo) c. Tranfusi Pemberian/peresepan obat pasien untuk penggunaan per hari. Petugas rawat inap memberikan tagihan per hari ke kasir. Petugas TPPRI melakukan pengkodingan sementara dan pengecekan selisih tarif RS dengan tarif INA-CBG’s. Pengecekan administrasi sebelum pasien pulang: a. Perawat memberikan informasi kepada kasir dan petugas TPPRI pasien pulang/rujuk/meninggal. b. Petugas kasir membuat tagihan perawatan dan berkordinasi dengan pihak TPPRI dan apotik (apakah ada obat atau pelayanan yang tidak di jamin BPJS Kesehatan) c. Keluarga/pasien menandatangi bukti pelayanan di kasir dan diberikan faktur berwarna merah muda dan kuning untuk di berikan kepada perawat. d. Faktur warna putih di berikan kepada petugas TPPRI. Pasien pulang: a. Perbaikan b. Rujuk c. Meninggal d. Pulang Paksa



351



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENDAFTARAN PASIEN JKN RAWAT INAP No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



dr. Divi Maediana NIP.



BAGAN ALUR



Keluarga pasien/pasien ke TPPRI



Pasien melengkapi KTP/Kartu Identitas lainnya, KK (pasien PBI), Kartu JKN, dan surat pengantar rawat inap (maksimal 3x24 jam)



Penerbitan SEP oleh petugas TPPRI



Petugas TPPRI menjelaskan kelas [erawatan sesuai hak pasien dan melakukan pengecekan kesediaan kamar ke petugas bangsal



Kelengkapan berkas diserahkan kembali kepada pasien untuk diserahkan ke perawat



HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DOKUMEN



1. Perhatikan jika ada pasien kasus kecelakaan, pastikan kasus kecelakaan tersebut dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Apabila bukan ditanggung oleh BPJS Kesehatan maka petugas TPPRI mengarahkan keluarga pasien untuk mengurus ke Jasaraharja. 2. Fotokopi berkas rangkap 3.



Buku ekspedisi, surat pengantar rawat inap, SEP, kwitansi



TERKAIT UNIT TERKAIT



TPPRI, Bangsal/Unit Rawat Inap, dan kasir



352



Lampiran 49. SOP Penerbitan SEP



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP) No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



dr. Divi Maediana NIP.



PENGERTIAN TUJUAN REFERENSI



PROSEDUR



Surat Eligibilitas Peserta (SEP) adalah surat/bukti untuk peserta BPJS memperoleh layanan kesehatan, khususnya di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan / Rumah Sakit . Acuan penerapan langkah-langkah pembuatan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) 1. Peraturan Presiden nomor: 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan A. Untuk BPJS Non PBI: 1. Pasien datang dengan membawa surat rujukan dari Faskes I (Klinik/Dokter/Puskesmas) sesuai dengan yang tercantum di Kartu BPJS Non PBI beserta persyaratan lain seperti fotocopy KTP, fotocopy Kartu BPJS Non PBI (masing-masing 1 lembar ke bagian pendaftaran Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo) 2. Untuk pasien yang sudah memiliki 3. riwayat pemeriksaan di Rumah Sakit, baik itu Rawat Inap ataupun Rawat Jalan, cukup melampirkan persyaratan seperti: a. SEP pengganti rujukan yang diperoleh pada saat kontrol sebelumnya untuk pasien yang habis kontrol rawat jalan b. Surat kontrol (asli dan fotocopy-nya) bagi pasien Post Rawat Inap, fotocopy KTP, dan fotocopy Kartu BPJS NON PBI (masingmasing 1 lembar ke bagian pendaftaran Rumah Sakit Mitra Siaga). 4. Petugas pendaftaran terlebih dahulu mengecek kelengkapan persyaratan, meliputi asal rujukan, tanggal rujukan, dan poliklinik yang dituju. 5. Untuk Pasien baru petugas Pembuatan SEP mengentry di aplikasi



353



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP) No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



dr. Divi Maediana NIP.



SEP di format rujukan setelah data muncul kemudian masukan no. Rekam medis lalu di cetak 6. Untuk pasien lama Petugas pembuatan SEP mengentri nomor Kartu BPJS Non PBI ke dalam sistem SEP online Rumah Sakit. Jika database pasien sudah muncul, kemudian petugas mengentri nomor Rujukan Faskes 1 (untuk pasien lama), tanggal rujukan, kode diagnosa, poliklinik yang dituju, dan alamat pasien. Kemudian SEP online tersebut di simpan dan di cetak. 7. Petugas kemudian mengentri data pasien secara manual dengan format Nama/Umur/Nomor Kartu BPJS/Nomor SEP online/Status Kepesertaan, tanggal rujukan dan nomor Rekam Medik. Kemudian di cetak jadi satu dengan SEP online. B. Untuk BPJS PBI: 1. Pasien datang dengan membawa surat rujukan dari Faskes I (Klinik/Dokter/Puskesmas) sesuai dengan yang tercantum di Kartu BPJS/KIS beserta persyaratan lain seperti fotocopy KTP, fotocopy Kartu BPJS/KIS, dan fotocopy Kartu Keluarga masing-masing 2 lembar ke bagian pendaftaran poliklinik Rumah Sakit. 2. Untuk pasien yang sudah memiliki riwayat pemeriksaan di Rumah Sakit, baik itu Rawat Inap ataupun Rawat Jalan, cukup melampirkan persyaratan seperti a. SEP pengganti rujukan yang diperoleh pada saat kontrol sebelumnya, b. Surat kontrol (asli dan fotocopy-nya) bagi pasien Post Rawat Inap, fotocopy KTP, dan fotocopy Kartu BPJS/KIS, dan fotocopy Kartu Keluarga ( masing-masing 2 lembar ke bagian pendaftaran



354



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP) No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



dr. Divi Maediana NIP.



3.



4. 5.



6.



BAGAN ALUR



poliklinik Rumah Sakit). Petugas pendaftaran terlebih dahulu mengecek kelengkapan persyaratan, meliputi asal rujukan, tanggal rujukan, dan poliklinik yang dituju. Petugas mengecek kesesuaian data pasien antara KTP, Kartu BPJS/KIS, dan Kartu Keluarga di database SIMRS. Petugas pembuatan SEP mengentry nomor kartu BPJS/KIS ke dalam sistem SEP online Rumah Sakit. Jika database pasien sudah muncul, kemudian petugas mengentry nomor kode SEP Rumah Sakit di kolom asal rujukan (untuk pasien lama), tanggal rujukan, kode diagnosa, poliklinik yang dituju, dan alamat pasien. Kemudian SEP online tersebut di simpan dan di cetak. Petugas kemudian mengentri data pasien secara manual dengan format Nama/Umur/Nomor Kartu BPJS/Nomor SEP online/Status Kepesertaan, tanggal rujukan dan nomor Rekam Medik. Kemudian di cetak satu lampiran dengan SEP online.



Keluarga pasien/pasien ke TPPRI



Pasien melengkapi KTP/Kartu Identitas lainnya, KK (pasien PBI), Kartu JKN, dan surat pengantar rawat inap (maksimal 3x24 jam)



Penerbitan SEP oleh petugas TPPRI



Petugas TPPRI menjelaskan kelas [erawatan sesuai hak pasien dan melakukan pengecekan kesediaan kamar ke petugas bangsal



Kelengkapan berkas diserahkan kembali kepada pasien untuk diserahkan ke perawat



355



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP) No. Dokumen



:



657/SPO/RSMS/I/2019



No. Revisi



:



01



Ditetapkan oleh Direktur RS Mitra Sehat Situbondo



Tanggal Terbit



:



1 Januari 2019



Halaman



:



1/1



dr. Divi Maediana NIP.



HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DOKUMEN



1. Perhatikan jika ada pasien kasus kecelakaan, pastikan kasus kecelakaan tersebut dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Apabila bukan ditanggung oleh BPJS Kesehatan maka petugas TPPRI mengarahkan keluarga pasien untuk mengurus ke Jasaraharja. 2. Fotokopi berkas rangkap 3.



Buku ekspedisi, surat pengantar rawat inap, SEP, kwitansi



TERKAIT UNIT TERKAIT



TPPRI



356



Lampiran 50. Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta



DAFTAR ISI



I.



INSTALL APLIKASI SURAT ELIGIBILITAS PESERTA ....................................... 2 A. LANGKAH – LANGKAH MENGINSTALL XAMPP ......................................... 2 B. LANGKAH – LANGKAH MENGINSTALL NAVICAT 8.0............................... 6 C. LANGKAH – LANGKAH MEMBUAT KONEKSI DATABASE ...................... 9 D. LANGKAH MENGINSTALL APLIKASI ...........................................................12



II. MENU LOGIN APLIKASI ............................................................................................16 IV. MENU SEP ( SURAT EGIBILITAS PESERTA) ........................................................19 V. MENU PURIFIKASI ......................................................................................................22 VI. PENUTUP ........................................................................................................................23



Untuk Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta secara lengkapnya sudah diserahkan ke RS Mitra Sehat Situbondo.



357



Lampiran 51. Petunjuk Teknik E-Klaim INA-CBGs 5.2



Untuk Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta secara lengkapnya sudah diserahkan ke RS Mitra Sehat Situbondo.



358



Lampiran 52. Surat Pernyataan



SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan



: Malikal Bulgis S. ST : Kepala Rekam Medis



Menyatakan bahwa telah menyetujui rekomendasi Formulir Evaluasi Kelengkapan Berkas Klaim Rawat Inap, SOP Evaluasi Kelengngkapan Berkas Klaim, SOP Pengkodingan Pasien JKN, SOP Pendaftaran Pasien JKN Rawat Inap, SOP Penerbitan SEP, Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta, dan Petunjuk Teknik E-Klaim INA-CBGs 5.2 di RS Mitra Sehat Situbondo dari mahasiswa dibawah ini : Nama NIM



: Siti Zulaikha : G41151266



Demikian surat keterangan ini dibuat agar dipergunakan sebaik-baiknya. Situbondo, 29 April 2019 Peneliti,



(Dyah Ayu Puspitasari)



Kepala Rekam Medis,



(Malikal Bulgis S. ST)



359



Lampiran 53. Biodata Peneliti



DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae



Data Pribadi / Personal Details Nama / Name



: Siti Zulaikha



Alamat / Address



: Jalan Salak No. 4 RT 003 RW 012 Desa Karangsari



Dusun



Sidosari



Kabupaten



Lumajang, Jawa Timur Kode Post / Postal Code



: 67352



Nomor Telepon / Phone



: 085708204294



Email



: [email protected]



Jenis Kelamin / Gender



: Perempuan



Tanggal Kelahiran / Date of Birth



: 5 Juli 1995



Status Marital / Marital Status



: Belum Menikah



Warga Negara / Nationality



: Indonesia



Agama / Religion



: Islam



Riwayat Pendidikan Education Information Periode 2000 - 2002 2002 - 2008 2008 - 2011 2011 - 2014 2015 - 2019



Sekolah / Institusi / Universitas TK Negeri Pembina Lumajang SD Negeri Karangsari 1 SMP Negeri 4 Lumajang SMA Negeri 2 Lumajang Politeknik Negeri Jember



Jurusan



Jenjang



IPA Rekam Medik



TK SD SMP SMA PT