Plasenta Akreta Buk Vauline-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus



TATALAKSANA PADA PLASENTA AKRETA



Oleh : dr. Aldhi Peserta PPDS OBGIN



Pembimbing : Dr. dr. Vauline Basyir, Sp.OG (K)-KFM



PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I (PPDS) OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2020



PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG



Lembar Pengesahan Nama Semester



: dr. Aldhi : VII



Telah menyelesaikan laporan kasus dengan judul :



Tatalaksana Pada Plasenta Akreta



Pembimbing



Dr. dr. Vauline Basyir, Sp.OG (K)-KFM



Padang, 16 juni 2021 PPDS Obgyn



dr. Aldhi



Mengetahui KPS PPDS OBGIN FK UNAND RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG



Dr. dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K)-Urogin



i



DAFTAR ISI DAFTAR ISI .........................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................iii DAFTAR TABEL ................................................................................................iv BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1 BAB 2. LAPORAN KASUS..................................................................................2 BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................12 3.1 Definisi Plasenta Akreta.................................................................................12 3.2 Faktor Resiko...................................................................................................12 3.3 Patofisiologi.....................................................................................................13 3.4 Klasifikasi........................................................................................................16 3.5 Diagnosis..........................................................................................................17 3.6 Tatalaksana......................................................................................................26 BAB 4. DISKUSI...................................................................................................... BAB 5. KESIMPULAN........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37



ii



DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Plasenta normal dan sindrom plasenta akreta ...............................16 Gambar 2 Gambaran jaringan akreta, inkreta dan perkreta............................17 Gambar 3 Plasenta normal.................................................................................20 Gambar 4 Potongan sagital uterus ....................................................................20 Gambar 5 Doppler pada potongan sagital uterus dan servix (Cx)...............21 Gambar 6 Gambaran “moth eaten” atau “Swiss cheese”..................................22 Gambar7 Gambaran MRI plasenta normal pada akhir trimester kedua kehamilan..........................................................................................22 Gambar 8 Gambaran MRI plasenta akreta dengan potongan sagital............23 Gambar 9 Histopatologi sindrom plasenta akreta...........................................26 Gambar 10 Risiko janin dan maternal..............................................................28 Gambar 11 Gambaran (a) uterus dengan plasenta akreta terekspos sebelum histerotomi........................................................................................31 Gambar 12 Gambaran seorang pasien 28 tahun dengan riwayat dua seksio sesarea sebelumnya.........................................................................34 Gambar 13 Gambaran perioperatif yang menegaskan diagnosis morbidly adherent placenta............................................................................34 Gambar 14 Gambaran jarak insisi garis tengah dari tempat plasenta..........35 Gambar 15 Gambaran tali pusat dipotong di tempat insersi setelah melahirkan anak...............................................................................35 Gambar 16 Gambaran perioperatif dari morbidly adherent plasenta...............36



iii



DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan histerektomi dan manajemen konservatif................33



iv



BAB 1 PENDAHULUAN Plasenta merupakan organ yang berperan dalam nutrisi, respirasi, dan ekskresi janin selama kehamilan. Implantasi abnormal terhadap dinding uterus dapat menimbulkan risiko morbiditas dan mortalitas maternal maupun janin. Plasenta akreta atau morbidly adherent placenta (MAP) merupakan salah satu kondisi paling berbahaya yang dihadapi dalam kehamilan. Sindrom plasenta



akreta adalah invasi abnormal jaringan plasenta



(trofoblas) pada lapisan miometrium uterus, dengan atau tanpa perforasi pada lapisan serosa uterus.



1,2



 



Insiden plasenta akreta semakin meningkat seiring peningkatan seksio sesarea. Pada tahun 1924, Pholak dan Pheland menemukan 1 kasus plasenta akreta dari 6000 kehamilan. Pada tahun 1951, McKoeugh menyebutkan bahwa mortalitas maternal mencapai 65% akibat plasenta akreta. Pada tahun 1980-an insiden makin meningkat di mana ditemukan 1 kasus setiap 2500 kehamilan. Menurut  American College of Obstetrician and Gynecologist , pada tahun 2012 insiden sindrom ini yaitu 1 setiap 533 kehamilan. Oleh sebab itu, sindrom plasenta akreta menjadi masalah serius pada bidang obstetri. 3  Sindrom plasenta akreta menyebabkan morbiditas maternal yang signifikan dengan mortalitas 7-10% di seluruh dunia, akibat perdarahan obstetrik masif dan/atau perlukaan terhadap organ pelvis di sekitarnya. 1,3 



1



BAB 2 LAPORAN KASUS Identitas



Suami



 Nama      



: Ny. S



Nama



: Tn.A



 Usia            



: 34 tahun



Umur



: 36 tahun



 Nomor MR  



: 01 08 84 84



Pekerjaan



: wiraswasta



Tanggal masuk 



: 06/10/2020



Alamat          



: Dharmasraya



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



  Keluhan Utama Seorang pasien wanita usia 34 tahun datang ke Poliklinik fetomaternal pada tanggal 06 Oktober 2020 dengan diagnosa G3P2A0H2 gravid aterm 38-39 minggu. Riwayat Penyakit Sekarang -



Selama pemeriksaan di poliklinik pasien mengeluh adanya perdarahan dari kemaluan, membasahi setengah bagian pembalut, berwarna merah terang, nyeri tidak ada.



-



Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)



-



Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)



-



Keluarnya air-air dari kemaluan (-)



-



Amenore sejak 9 bulan yang lalu



-



HPHT: 18-1-20



-



TP: 25-10-20



-



Gerakan janin sudah dirasakan sejak 4.5 bulan lalu



-



ANC di Rumah Sakit Permata Bunda 3 kali pada 2,3, dan 4 bulan kehamilan.



-



Pasien diketahui pernah mengalami plasenta previa sejak bulan keenam kehamilan. Riwayat perdarahan dari kemaluan sebelumnya (+).



-



Dan riwayat dari plasenta previa kehamilan sebelumnya (+) 2



-



Riwayat menstruasi: menarche pada usia 12 tahun, siklus teratur, 4-6 hari setiap siklus dengan jumlah 2-3 kali ganti pembalut / hari tanpa nyeri haid



-



Riwayat mual (+), muntah (-), perdarahan (-) selama awal kehamilan



-



Riwayat mual (-), muntah (-), perdarahan (+) selama kehamilan lanjut



-



Riwayat batuk (-), demam (-), sakit tenggorokan (-), sesak napas (-)



-



Riwayat kontak dengan pasien positif Covid-19 (-)



-



Sejarah bepergian keluar kota (-)



Riwayat Penyakit Dahulu Tidak pernah menderita riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi, dan riwayat alergi sebelumnya.   Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat anggota keluarga menderita penyakit keturunan, penyakit menular dan gangguan kejiwaan.   Riwayat pernikahan        : Satu kali pada tahun 2016 Riwayat kehamilan / aborsi / persalinan : 3/2/0 1. 2009 / perempuan / 2700gr /aterm/ dokter obgyn/ aterm / LSCS ai KPD lama 2. 2013 / laki-laki / 2900gr /aterm/ dokter obgyn/ aterm / LSCS ai Bekas SC 3. Sekarang Riwayat keluarga berencana : Tidak ada memakai Kontrasepsi Riwayat imunisasi     



: (-)



Riwayat pendidikan  



: SMA



Riwayat pekerjaan     



: Ibu rumah tangga



Riwayat kebiasaan    



: merokok, alkohol, dan penyalahgunaan narkoba tidak ada



Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum    Kesadaran           



   : Sedang : Komposmentis kooperatif 3



Tekanan darah            :110/70 mmHg Denyut nadi            



: 92 x / mnt



Tingkat pernapasan    : 18x / mnt Suhu             



: 36,8 ° C



Tinggi badan              : 152 cm BB sebelum kehamilan : 46 kg BB sekarang



: 56 kg



LILA



: 25 cm



BMI           



: 24,2 (Normoweight)







Mata               : Konjungtiva tidak anemis , Sclera tidak ikterik







Leher              : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar







Dada          







Abdomen       : Status Obstetrikus







Alat kelamin : Status Obstetrikus







Ekstremitas   : Edema - / -, Reflex Fisiologis + / +, Reflek Patologis - / -



: Cor dan Pulmo dalam batas normal



  Status Obstetrikus : Abdomen Inspeksi           : Tampak membuncit sesuai kehamilan aterm, sikatrik (+) pfannenstiel. Palpasi



: L1 :



Fundus uteri teraba 3 jari bawah proc xyphoideus, Teraba massa besar, lunak, noduler



L2 :



Teraba tahanan terbesar janin disebelah kanan Teraba bagian kecil janin disebelah kiri



L3:



Teraba massa bulat, keras, terfiksir



L4 :



Divergen



His : (-)



DJJ : 133-143x/i



TFU : 30 cm



TBJ : 2.945 gram



Gen : V/U tenang PPV (-)   Genitalia              4



Inspeksi              



: V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)



Inspekulo Vagina : tumor (-), laserasi (-),fluxus (+), tampak darah di fornix posterior Portio : NP, tumor (-), laserasi (-), fluxus (+), OUE tertutup, darah mengalir dari kanalis servikalis VT



: tidak ditunjukkan



Laboratorium 28 Juni 2020 Parameter Hemoglobin



Hasil 11,1 gr / dl



Hematokrit



34 %



Leukosit



13.700 /mm3



Trombosit



268.000/mm 3



Diffcount



0/2/1/2/1/62/27/8



PT



9,8 detik



APTT



10,7 detik



SGOT/SGPT



15/10



Albumin/globulin



3,4/2,7



Ureum/Kreatinin



13/0,6



Total Protein



6,5



Bilirubin direk



0,2



Bilirubin indirek



0,2



GDS



89



Na



138



HbsAg



Non reaktif



HIV



Non reaktif



USG Ponek



5



Interpretasi : Janin hidup tunggal intra uterin letak memanjang presentasi kepala Aktifitas gerak janin baik BPD



: 9,06 cm



HC



: 325,88 cm



FHR



: 137 bpm



AC



: 32,09 cm 6



FL



: 7,21 cm



EFW : 2.900 gram Plasenta implantasi di corpus anterior maturasi grade II-III Halozone (-), lacuna (+), bridging vessel (-) Kesan : Gravid 38-39 minggu sesuai biometri Plasenta previa total suspek akreta Janin hidup tunggal intra uterin letak memanjang presentasi kepala



CTG



Baseline



: 140



Variabilitas



: 5- 15



Akselerasi



: (+)



Deselerasi



: (-)



Gerak anak



:(+)



Kontraksi



: (+)



Kesan



: Kategori 1



Rontgen thorax



7



Kesan : Tidak tampak kelainan Pada Rontgen Thorak Diagnosis : G3P2A0H2 gravid aterm 38-39 minggu + placenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x. Rencana : SC + Caesarean hysterectomy Sikap : Kontrol KU, VS, HIS,DJJ Informed consent Crossmatch PRC 2 unit Perinatologi, konsultasi pulmonologi Anjurkan ke ruangan operasi Tanggal 07 Oktober 2020 pukul 16.300 dilakkukan SCTPP Pasien tidur terlentang di meja operasi dengan spinal anestesi Dilakukan tindakan antispetik dan aseptik, dipasang duk steril Dilakukan insisi dinding abdomen secara mediana Dinding abdomen dibuka lapis demi lapis hingga menembus peritoneum. Tampak uterus gravid aterm Dilakukan insisi uterus Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki, BB 3.100 gram, PB 50 cm, A/S : 8/9 Plasenta lahir lengkap 1 buah dengan tarikan ringan Kontraksi uterus tidak baik, perdarahan di implantasi plasenta Dilakukam cesaren histerektomi Kendalikan perdarahan Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis Operasi selesai , total perdarahan 1500 cc Diagnosa :



8



P3A0H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x. Sikap : •



Kontrol KU, VS, Kontraksi, PPV







Informed consent







IVFD RL 20 tpm







Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV







Inj. Tranexamic acid 3x500 mg







Inj. Vit K 3x10 mg







Pronalgess supp jika dibutuhkan



Rencana : Cek lab 6 jam post op Observasi di HCU



9



Follow up 08 Oktober 2020 (pukul : 07.00 wib)  S / Nyeri luka operasi (+), Demam (-) O/ Pemeriksaan fisik : GA



Kes



BP



HR



RR



T



Sedang



CMC



110/80



90



20



36,8



  Abdomen Luka operasi tertutup verban, tenderness(-),defans muscular (-) Genitalia              Inspeksi               : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-) Urine 100 cc / 2 jam , kuning gelap  A/ Diagnosa : P3A1H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x. H-1  Sikap : •



Kontrol KU, VS, PPV







IVFD RL 20 tpm







Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV







Inj. Tranexamic acid 3x500 mg







Inj. Vit K 3x10 mg 10







Pronalgess supp jika dibutuhkan







Kateter dipertahankan 5 hari.



P/ Cek lab 6 jam post op Laboratorium 8 Oktober 2020 Hemoglobin : 9,1 Leukosit : 9.290 Trombosit : 131.000 Hematokrit : 27 Follow up 09 Oktober 2020 (pukul : 07.00 wib)  S / Nyeri luka operasi (+), Demam (-) O/ Pemeriksaan fisik : GA



Kes



BP



HR



RR



T



Sedang



CMC



110/80



90



20



36,8



  Abdomen Luka operasi tertutup verban, tenderness(-),defans muscular (-) Genitalia              Inspeksi               : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-) Urine 100 cc / 2 jam , kuning gelap  A/ Diagnosa : P3A1H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x.H-2  Sikap : •



Kontrol KU, VS, PPV







IVFD RL 20 tpm







Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV







Pronalgess supp jika dibutuhkan







Tranfusi 2 PRC. Laboratorium 9 Oktober 2020 ( post tranfusi 2 PRC) 11







Hemoglobin : 9,3







Leukosit : 8.070







Trombosit : 143.000







Hematokrit : 28



Follow up 10 Oktober 2020 (pukul : 07.00 wib)  S / Nyeri luka operasi (+), Demam (-) O/ Pemeriksaan fisik : GA



Kes



BP



HR



RR



T



Sedang



CMC



110/80



90



20



36,8



  Abdomen Luka operasi kering, tenderness(-),defans muscular (-) Genitalia              Inspeksi               : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-) Urine 150 cc / 2 jam , kekuningan.  A/ Diagnosa : P3A1H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x. H-3  Sikap : •



Kontrol KU, VS, PPV







Cefixime 2x200mg







Paracetamol 3x500mg







Vit c 3x50 mg



Follow up 11 Oktober 2020 (pukul : 07.00 wib)  S / Nyeri luka operasi (+), Demam (-) O/ Pemeriksaan fisik : GA



Kes



BP



HR



RR



T



Sedang



CMC



110/80



82



18



36,8



  Abdomen 12



Luka operasi kering, tenderness(-),defans muscular (-) Genitalia              Inspeksi               : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-) Urine 150 cc / 2 jam , kekuningan.  A/ Diagnosa : P3A1H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x. H-4  Sikap : •



Kontrol KU, VS, PPV







Cefixime 2x200mg







Paracetamol 3x500mg







Vit c 3x50 mg



Follow up 12 Oktober 2020 (pukul : 07.00 wib)  S / Nyeri luka operasi (+), Demam (-) O/ Pemeriksaan fisik : GA



Kes



BP



HR



RR



T



Sedang



CMC



120/80



88



18



36,8



  Abdomen Luka operasi kering, tenderness(-),defans muscular (-) Genitalia              Inspeksi               : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-) Urine 150 cc / 2 jam , jernih.  A/ Diagnosa : P3A1H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x. H-5  Sikap : •



Kontrol KU, VS, PPV







Cefixime 2x200mg







Paracetamol 3x500mg 13







Vit c 3x50







Pasien boleh pulang



Hasil PA : Gambaran mikroskopis sesuai untuk PLASENTA ACRETA



BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Plasenta akreta adalah invasi abnormal jaringan plasenta (trofoblas) dengan perlekatan kuat pada miometrium akibat tidak adanya sebagian 14



atau seluruh desidua basalis serta perkembangan tidak sempurna dari fibrinoid atau lapisan Nitabuch. Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta atau seluruh plasenta menyerang dan tidak dapat dipisahkan dari dinding uterus. 2,3



3.2 Faktor Risiko Riwayat



trauma



uterus



seperti



pada



seksio



sesarea



menyebabkan peningkatan insiden sindrom akreta. Risiko plasenta akreta yaitu 3%, 11, 40%, 61% dan 67% pada kehamilan pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Selain itu, sindrom plasenta akreta juga dipengaruhi oleh usia maternal, multiparitas, serta keadaan yang menyebabkan kerusakan jaringan miometrium seperti riwayat miomektomi, defek endometirum akibat kuretase berlebihan yang menyebabkan sindrom Asherman, leiomioma submukosa, ablasi termal, serta embolisasis arteri uterina. Wanita dengan kerusakan miometrium yang disebabkan operasi



sesar



sebelumnya,



miomektomi,



kuret



oleh



yang  berlebihan,



leiomioma submukosa, ablasi termal serta embolisasi arteri uterina berisiko lebih tinggi terhadap plasenta akreta.



4,5



 



Peningkatan operasi sesar di seluruh dunia menunjukkan akresi akan tetap menjadi masalah klinis yang menyulitkan. Risiko pembentukan akreta meningkat tajam dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya dan adanya  plasenta previa. Akreta terjadi pada wanita yang menjalani persalinan



sesar  pertama 0.24%, kedua 0.31%, ketiga 0.57%, keempat



2.13%, kelima 2.33%, dan keenam 6.74%. Risiko pengembangan plasenta akreta adalah 3% pada wanita dengan hanya plasenta previa dan meningkat menjadi 24% pada mereka dengan plasenta previa dan satu persalinan sesar sebelumnya. Usia maternal, anomali uterus, operasi uterus sebelumnya, dilatasi dan kuretase, dan miomektomi merupakan faktor risiko tambahan yang relatif kecil. 6, 7  1.



Plasenta previa  15



Previa merupakan faktor risiko modern yang dominan untuk plasenta akreta, dengan Plasenta  previa



secara



odds ratios yang dilaporkan lebih dari 50. independen terkait dengan plasenta



akreta,



terutama ketika  plasenta menutupi bekas luka uterus sebelumnya. Plasentasi abnormal sering ditemukan dalam hubungan dengan plasenta previa. Akreta terlihat pada 9,3% wanita dengan plasenta previa.8 2.



Riwayat sesar sebelumnya  Detail operasi sesar sebelumnya dapat berdampak pada risiko



berikutnya untuk akreta. Teknik penjahitan uterus pada operasi sesar baik satu lapis atau dua lapis, interuptus atau kontinus, saat ini masih merupakan  perdebatan. Risiko plasenta akreta meningkat dari 3.3% pada pasien dengan riwayat satu operasi sesar dan plasenta previa menjadi 11% pada pasien dengan riwayat dua operasi sesar dan plasenta previa menjadi 40% dengan riwayat tiga operasi sesar dan plasenta previa. Sementara tanpa plasenta previa, risiko plasenta akreta hanya 0.03% pada pasien dengan riwayat satu operasi sesar, 0.2% pada pasien dengan riwayat dua seksio sesarea hingga 0.1% dengan riwayat tiga operasi sesar. 9  3.3  Patofisiologi Secara patofisiologi, akreta dipercaya berasal dari perlekatan trofoblas ke area desidua uterus yang kurang atau rusak. Patofisiologi berfokus pada keseimbangan antara desidualisasi di satu sisi dan invasi trofoblas di sisi lain. Patofisiologi kerusakan endomiometrium setelah penghentian kehamilan atau keguguran yang mengarah ke plasenta akreta pada kehamilan berikutnya diperkirakan karena desidualisasi yang lebih buruk dari proses perbaikan.6  Desidualisasi



endometrium



berperan



dalam



implantasi



dan perkembangan plasenta normal dan merupakan proses yang rumit. Sel



stroma desidua berasal dari sel menyerupai fibroblas dalam



endometrium dan mempertahankan reseptor progesteron. Progesteron menginisiasi



proliferasi



kelenjar



endometrium



sebelum



implantasi



blastokista. Sekresi kelenjar ini juga merupakan sumber nutrisi bagi hasil 16



konsepsi selama trimester pertama.6  Sel trofoblas berpoliferasi menjadi sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas. Sinsititrofoblas berpenetrasi di antara sel epitel, sementara bersamaan dengan itu sel stroma endometrium bertumbuh dan menyelubungi hasil konsepsi, sehingga hasil konsepsi kemudian melekat dalam stratum kompaktum endometrium. Selanjutnya sitotrofoblas berproliferasi pada sisi fetal dari dinding blastokista, kemudian menginvasi sinsitiotrofoblas dan membentuk vili. Sitotrofoblas paling distal menembus sinsitium, menyebar dan memisahkan plasenta dari desidua. Desidua biasanya mengatur invasi trofoblas, dibuktikan oleh invasi agresif dari lapisan otot dan serosa yang terlihat di situs implantasi ektopik di tuba fallopi atau di perut.10  Plasenta terbentuk oleh interaksi sel dari sel maternal dan sel trofoblas janin yang masing-masing diarahkan oleh genom berbeda. Interaksi plasenta dengan endometrium dimulai saat implantasi. Awalnya, trofoblas menyerang vena dan stroma jaringan maternal sehingga memungkinkan



plasenta



tumbuh



ke



dalam



rongga



uterus. Fibrinoid Nitabuch yang terletak di antara plasenta dan jaringan uterus merupakan matriks eosinofilik amorf yang mengandung protein sel trofoblastik dan fibrin maternal. Tanpa pelindung desidual normal dan lapisan Nitabuch, trofoblas vili memiliki akses langsung ke miometrium maternal. Teori



Tseng



dkk.



menyatakan



migrasi



trofoblas



dan



invasi selama perkembangan plasenta yang normal harus dipengaruhi secara



interdependen



oleh



berbagai



jenis



molekul



seperti



faktor



pertumbuhan dan reseptor, sitokin, hormon, molekul adhesi dan enzim dengan cara autokrin atau paracrin dan plasenta normal tidak berlanjut melampaui sepertiga bagian dalam miometrium melalui regulasi spasial dan temporal yang ketat. Peran desidua dalam mencegah plasentasi abnormal dengan umpan balik autokrin atau parakrin. Sel decidual natural killer 



(dNK) berperan penting dalam regulasi kekebalan



invasi trofoblastik. Laban dkk. menunjukkan sel dNK  secara signifikan menurun



pada



plasenta



akreta



melalui



imunohistokimia.



11



 



17



Plasenta akreta terjadi karena kegagalan terbentuknya desidua normal yaitu endometrium kurang atau tidak dapat berubah. Plasenta akreta biasa ditemukan pada kehamilan abdomen dan ektopik dimana tidak ada endometrium normal yang berubah menjadi desidua. 12  1. Implantasi luka Bekas luka uterus berasal dari defek kecil desidua dan miometrium superfisial sampai defek luas dan dalam miometrium dengan kehilangan substansi yang jelas dari rongga endometrium hingga serosa uterus. Gangguan



makroskopis



menimbulkan



dan/atau



kerusakan



mikroskopis



permanen



pada



ke



rongga



perantara



uterus



endometrium-



miometrium. Kerusakan ini memiliki dampak utama pada biologi area bekas luka sehingga menciptakan kondisi peleburan khusus blastokista ke jaringan



 bekas



luka



serta



dampak



sekunder



pada



desidualisasi



endometrium di sekitar bekas luka. 13  2.   Plasentasi luka Kerusakan superfisial, seperti setelah kuretase, atau distorsi dari lapisan miometrium desiduo, seperti dengan fibroid submukosa, mungkin akan mengarah pada plasenta yang melekat pada sebagian besar superfisial. Hal tersebut menjelaskan kasus yang sangat langka dari plasenta akreta yang dilaporkan pada wanita primipara  atau seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya. Pengganti peran desidua dalam modulasi plasentasi yaitu bekas luka hasil jaringan di desidualisasi disfungsional sekunder dan trofoblastik lebih invasif dalam plasenta akreta.10   3. Mengubah bentuk vaskuler Mengubah bentuk arteri ditandai oleh hilangnya miosit progresif dari media dan lamina elastis internal, pembuluh-pembuluh ini kehilangan daya tanggap untuk mensirkulasikan senyawa vasoaktif dan menjadi jaringan vaskular resistansi rendah melalui dilatasi.14  3.4 Klasifikasi



18



Klasifikasi plasenta akreta sesuai dengan kedalaman invasi vili di dalam miometrium diperkenalkan oleh ahli patologi modern pada 1960-an. Sindrom plasenta akreta diklasifikasikan berdasarkan kedalaman invasi trofoblas, yaitu:3



 



1. Plasenta akreta, Vili melekat pada miometrium, dengan insiden sekitar 80%. 2. Plasenta inkreta, Vili menginvasi miometrium, dengan insiden sekitar 15%. 3. Plasenta perkreta, Vili berpenetrasi melalui meiometrium hingga lapisan serosa, dengan insiden sekitar 5% (Gambar 1).



Gambar 1. Plasenta normal dan sindrom plasenta akreta 15 Secara klinis sulit membedakan antara klasifikasi tersebut karena semua dapat berdampingan di tempat plasenta yang sama (Gambar 2).



19



Gambar 2. Gambaran jaringan akreta, inkreta dan perkreta. D, desidua; M, miometrium; PC, plasenta akreta; PI, plasenta inkreta; PP, plasenta perkreta; S, serosa. 16 Sedangkan menurut luasnya invasi, sindrom plasenta akreta dapat dibagi menjadi: 3  1.



Plasenta akreta total, seluruh lobulus plasenta mengalami perlekatan abnormal



2.



Plasenta akreta fokal Hanya satu lobulus yang mengalami perlekatan abnormal.



3 . 5 DIAGNOSIS Dalam praktek sehari-hari, plasenta akreta terjadi pada semua wanita dengan plasenta previa setelah operasi sesar sebelumnya. Diagnosis plasenta



akreta



sebelum



persalinan



memungkinkan



dilakukannya



perencanaan multidisiplin sebagai upaya untuk meminimalkan potensi morbiditas dan mortalitas ibu atau bayi. Tiga mode diagnosis untuk plasenta akreta yaitu  pre-natal imaging, temuan klinis intrapartum,



dan



histopatologi



dari



spesimen



plasenta atau uterus. Diagnosis juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi (USG),  Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan diagnosis histopatologis. 17 



20



Bagan 1. Alur diagnosis plasenta akreta Pencitraan plasenta pada trimester 3 awal (di bawah 28-32 minggu) untuk plasenta akreta dilakukan pada pasein dengan faktor risiko sebagai berikut:18 1. Berdasarkan faktor risiko riwayat obstetrik •



Riwayat seksio sesarea







Plasenta previa atau plasenta letak rendah







Riwayat ablasi endometrium







Riwayat pembedahan uterus, termasuk dilatasi dan kuretase berulang Perdarahan pervaginam berulang







2. Berdasarkan faktor risiko USG •



Abnormalitas plasenta, bentuk uterus, dan/atau vaskularisasi dinding miometrium







Bekas luka operasi sesar



A.  Diagnosis prenatal  Diagnosis prenatal pertama plasenta akreta dilaporkan pada tahun 1967 oleh Sadovsky dkk. menggunakan plasentografi radioisotop, dan deskripsi ultrasound  prenatal pertama dibuat oleh Tabsh dkk. pada tahun 1982. Faktor terpenting yang mempengaruhi hasil adalah diagnosis 21



prenatal yang mengantisipasi kehilangan darah dengan tepat dan komplikasi potensial lainnya dari persalinan. Selain itu, diagnosis prenatal memberikan kesempatan untuk memilih secara elektif prosedur karena pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan kehadiran tim bedah multidisiplin.18  Diagnosis prenatal dari plasenta akreta terutama dikonfirmasi melalui ultrasonografi (USG), biasanya selama trimester kedua atau ketiga. Ultrasonografi merupakan modalitas diagnostik primer untuk plasenta akreta. MRI dapat bermanfaat untuk kasus yang dicurigai plasenta perkreta (menilai kedalaman invasi), plasenta posterior, serta hasil USG yang kurang jelas. 12,18  



Ultrasonografi (USG) transabdominal dan transvaginal Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal merupakan teknik



diagnosis pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal



aman



digunakan



pada



pasien



plasenta



previa



dan



memungkinkan pemeriksaan lebih baik pada segmen bawah rahim (SBR). Implantasi plasenta normal ditandai dengan batas hipoechoic diantara plasenta dan vesika urinaria (Gambar 2). Pada kasus sugestif  plasenta akreta, tampak lakuna (ruang vaskular) plasenta dengan bentuk ireguler dalam plasenta, tidak



adanya “clear space” retroplasenta,  protrusi



plasenta pada vesika urinaria, peningkatan vaskularisasi pada serosa uterus dan vesika urinaria, serta aliran darah turbulen melalui lakuna pada USG Doppler (Gambar 3 dan 4). Adanya lakuna plasenta  pada kehamilan



15-20



minggu merupakan



tanda



usia



USG paling  prediktif



untuk plasenta akreta, dengan sensitivitas 79% dan  positive predictive value 92%. Lakuna-lakuna ini menyebabkan plasenta tampak menyerupai “moth eaten” atau “ swiss cheese”. 17,19 Prediksi plasenta akreta dapat ditegakkan melalui USG dengan minimal 2 dari karakteristik berikut: 10 



Daerah hipoekoik antara uterus dan plasenta (retroplacental 22



clear  zone)tidak ada/ireguler 



Penipisan dinding uterus – dinding VU







Ketebalan miometrium 15 cm/detik)







Peningkatan vaskularisasi antara dinding uterus dan VU







Tidak adanya vascular arch  yang parallel terhadap lapisan basal serta vaskularisasi intraplasental ireguler



Gambar 3. Plasenta normal 19 Plasenta (P) tampak homogen, retroplacental clear space hipoechoic (tanda panah).



Gambar 4. Potongan sagital uterus 19 Implantasi gestasional sac (GS) pada kehamilan dengan bekas seksio sesarea 3x. Tampak lakuna vaskular multipel (tanda panah)



dalam



plasenta. Kehamilan ini kemudian mengalami plasenta perkreta.



23



Gambar 5. Doppler pada potongan sagital uterus dan servix (Cx) pada kehamilan dengan bekas SC 1x. 19  Tampak implantasi gestasional sac (GS) pada bekas SC dan vaskularisasi di sekitar GS.



Gambar 6. Gambaran “moth eaten” atau “Swiss cheese”



24



Ultrasonografi  grayscale  cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 6593%, dan nilai prediksi negatif 98. Penggunaan daya Doppler, Doppler warna, atau gambar tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas



diagnostik



dibandingkan



dengan



yang



dicapai



oleh



ultrasonografi saja. 20,21  



Magnetic Resonance Imaging (MRI) Sebagian besar penelitian telah menyarankan keakuratan diagnostik



MRI untuk plasenta akreta. MRI dianggap sebagai modalitas tambahan dan sedikit menambah keakuratan diagnostik ultrasonografi. 300 kasus yang diterbitkan pada tahun 2005 menunjukkan MRI mampu menguraikan anatomi



invasi



dan



menghubungkannya



dengan



sistem



vaskular



anastomotika regional. 22  Uterus gravidarum tampak berbentuk seperti buah pir dengan segmen bawah lebih kecil dibanding fundus dan korpus uteri. Plasenta dapat berimplantasi pada anterior atau posterior. Ujung bawah plasenta serta jaraknya dengan serviks mudah divisualisasi, Pada MRI T1- weighted, plasenta tampak homogen dan isointense dengan otot, sehingga suit menilai permukaan plasenta-uterus atau miometrium (Gambar 7a). Pada T2-weighted  juga menunjukkan plasenta tampak lebih terang dan tekstur homogen dengan septa tipis serta pembuluh darah yang tampak lebih gelap (Gambar 7b).



Gambar 7. Gambaran MRI plasenta normal pada akhir trimester kedua kehamilan. 10



25







Pada MRI T1-weighted,  plasenta tampak homogen dan isointense dengan otot.







Pada MRI T1-weighted, plasenta homogen dan lebih terang, tampak septa dan pembuluh darah yang lebih gelap. Plasenta sisi fetal (tanda  panah putih) maupun maternal (tanda panah hitam) tampak rata mengikuti bentuk dinding uterus.



Gambar 8. Gambaran MRI plasenta akreta dengan potongan sagital (a) dan koronal (b). Tampak gambaran plasenta heterogen, dark bands (panah putih), serta bentuk ireguler, lobular (panah hitam)  10  B. Diagnosis klinis intrapartum Diagnosis klinis intrapartum berdasarkan adanya perdarahan atau retensi plasenta tanpa pemisahan yang jelas. Dalam kasus dugaan klinis, penyerahan plasenta untuk evaluasi patologis dibenarkan. Penelitian yang dilakukan oleh Silver dkk. pada tahun 2006 menetapkan risiko akreta relatif terhadap jumlah operasi sesar sebelumnya, menggunakan kedua diagnosis  patologis dalam kasus di mana histerektomi dilakukan, dan temuan klinis plasenta adherent  dengan pengangkatan yang sulit, dalam kasus di mana histerektomi tidak dilakukan. 4  26



C. Diagnosis histopatologis Secara histopatologis, plasenta



akreta didefinisikan



dengan



ketidakhadiran sebagian atau sepenuhnya dari desidua basalis yang mengakibatkan vili plasenta melekat atau menyerang miometrium bekas luka di bawahnya. Plasenta akreta dibagi menjadi total, parsial, atau fokal, tergantung pada jumlah jaringan plasenta yang terlibat. Diagnosis histopatologis tidak dapat ditegakkan dari jaringan plasenta saja, diperlukan  jaringan uterus atau kuretase dengan miometrium untuk konfirmasi diagnosis histopatologis. Diagnosis histopatologi bergantung pada keberadaan serabut miometrium plat basal, atau aposisi langsung jaringan trofoblas ke miometrium yang mendasari, tanpa mengintervensi jaringan desidua. Diagnosis dapat dibuat pada spesimen histerektomi, tetapi juga pada plasenta atau plasenta dengan biopsi uterus, jika serat miometrium ditemukan berdekatan dengan vili plasenta atau hanya dengan lapisan fibrin intervening. 23  Diagnosis plasenta akreta dibuat atas dasar pemeriksaan histopatologi dan ditandai dengan tidak adanya desidua dan vili korialis terlihat berdekatan langsung dengan miometrium (Gambar 9). Meskipun tidak terlihat secara makroskopis, pemeriksaan mikroskopik plasenta dapat mengkonfirmasi keberadaan  placental basal plate myometrial fibres. Temuan ini dapat dilihat pada kehamilan normal, kehadiran mereka diperkirakan menunjukkan pemisahan plasenta yang abnormal.  Placental basal plate myometrial fibres dikaitkan dengan peningkatan risiko morbidly adherent placenta (MAP) pada plasenta/kehamilan berikutnya. 24



 



27



(a)



(c)



(e)



(b)



(d)



(f) 28



Gambar 9. Histopatologi sindrom plasenta akreta. (a) Desidualisasi endometrium meningkat sebagai akibat kehamilan. Sel- sel stromal besar, pucat, dan poligonal. (b) Desidualisasi rendah di permukaan dengan pembuluh darah miometrium tersumbat. (c) Villi korialis kontak langsung dengan miometrium (tidak ada interid desidua) pada plasenta akreta. (d) Vili korialis dengan trofoblas polar menginvasi miometrium. (e) Area tidak melekat pada plasenta yang sama di mana desidua terlihat antara vili (kanan bawah) dan miometrium (kiri atas). (f) sindrom plasenta akreta-vili korio dalam kontak langsung dengan otot; trofoblas multinucleated berlebih terlihat di kanan atas. 24 



3.6 Tatalaksana Bagan 2. Alur penanganan plasenta akreta Pembentukan tim multidisiplin



Perencanaan



Konseling



Transfusi darah



Penanganan



Intervensi endovaskular 



Histerektomi Terminasi kehamilan



Manajemen konservatif 



1. Pembentukan tim multidisiplin Wanita yang didiagnosis dengan plasenta akreta biasanya melahirkan melalui



operasi



sesar.



Penanganan



plasenta



akreta



membutuhkan



perencanaan tim multidisiplin untuk meminimalisasikan risiko morbiditas 29



dan mortalitas pada maternal dan janin. Tim multidisiplin terdiri dari ahli bedah onkologi ginekologi, tim bank darah yang disiapkan untuk mengelola berbagai komponen darah, ahli anestesi obstetrik, ahli urologi yang terlatih dalam kasus reseksi atau reparasi kandung kemih, ahli bedah vaskuler, ahli bedah trauma, ahli neonatologi yang berpengalaman, serta ahli radiologi intervensi berpengalaman juga diperlukan ketika terjadi kateterisasi arteri panggul. 25  Tim multidisiplin hanya dapat diatur ketika diagnosis dibuat sebelum lahir dan keterlibatan organ panggul dan jaringan di sekitar uterus telah ditentukan persalinan



secara di



akurat. pusat



Penelitian medis



Eller



dengan



dkk.



Menunjukkan



tim



multidisiplin



menghasilkan pengurangan risiko lebih dari 50% untuk gabungan morbiditas awal di antara semua kasus plasenta akreta dan pengurangan risiko hampir 80% pada kasus dugaan akreta sebelum persalinan. 25,26 2.  Perencanaan Perencanaan yang tepat dapat mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas perioperatif dengan mengurangi jumlah kehilangan darah dan kebutuhan transfusi produk darah. Langkah pertama dalam perencanaan adalah diskusi di antara semua pemangku kepentingan termasuk pasien dan keluarganya. Perencanaan meliputi: 27,28  •



Konseling Pasien dan keluarga perlu memahami risiko kematian ibu sebesar 7%



dan janin sebesar 9%. Kemungkinan transfusi darah dan histerektomi perlu didiskusikan dan persetujuan harus diambil sebelum operasi.







Terminasi kehamilan 30



Tiga puluh empat minggu kehamilan umumnya dianggap sebagai usia kehamilan yang menguntungkan, oleh karena itu kelahiran sesar elektif dapat direncanakan sekitar tanggal tersebut untuk menghindari pengiriman yang tidak terduga. Waktu persalinan memiliki dampak penting pada hasil maternal dan perinatal. Usia kehamilan 35-35 minggu dianggap memiliki keseimbangan yang optimal untuk risiko pada janin dan maternal (Gambar 10). Oleh karena itu, operasi sesar dapat dilakukan pada usia kehamilan 34-35 minggu untuk menghindari operasi sesar darurat dan untuk meminimalkan komplikasi prematuritas.



Gambar 10. Risiko janin dan maternal







Tranfusi darah Pengaturan produk darah harus sesuai dengan tingkat keparahan



perdarahan yang diantisipasi, yang pada gilirannya tergantung pada jenis plasenta akreta, komorbiditas pasien seperti adanya anemia yang sudah ada sebelumnya atau trombositopenia. Golongan darah atau crossmatch yang sulit karena adanya antibodi merupakan faktor yang harus 31



dipertimbangkan ketika mengatur darah untuk pasien. Darah harus tersedia di ruang operasi sebelum dimulainya prosedur. Dalam kasus- kasus darurat, ketika diagnosis plasenta akreta dibuat intraoperatif, ahli anestesi memanggil bank darah untuk memulai protokol transfusi masif. Direkomendasikan protokol transfusi masif hadir di semua institusi yang menyediakan perawatan obstetrik. Pada maternal dengan plasenta previa dan dugaan akreta yang membutuhkan histerektomi peripartum, persalinan terjadwal dikaitkan dengan waktu operasi yang lebih pendek dan frekuensi transfusi yang lebih rendah, komplikasi, dan penerimaan unit penanganan intensif. 3. Histerektomi 29,30,31  Histerektomi merupakan penanganan konvensional dan definitif untuk plasenta akreta. Banyak orang percaya operasi sesarean histerektomi adalah cara paling aman untuk mengelola akreta berdasarkan data terbatas yang menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan manajemen konservatif. Histerektomi berhubungan dengan morbiditas maternal yang signifikan karena



cedera



urologis,



pembentukan



fistula, sepsis,



pengangkatan adneksa, transfusi darah masif dan konsekuensi psikologis yang merusak. Histerektomi dapat dilakukan dengan cara antara lain: •



Histerektomi primer setelah bayi lahir tanpa melepaskan plasenta







Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, insisi dijahit







 Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, eksisi parsial di tempat implantasi plasenta, lalu dilakukan repair uterus







Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, diikuti histerektomi sekunder 3-7 hari setelahnya Sesarean histerektomi yang direncanakan umumnya dianggap



memiliki morbiditas yang lebih sedikit daripada sesaran histerektomi darurat. Wanita yang menjalani operasi sesarean histerektomi darurat biasanya mengalami lebih banyak kehilangan darah, unit transfusi darah, komplikasi pasca operasi, dan penerimaan intensive care unit (ICU) dibandingkan wanita yang menjalani operasi sesar histerektomi elektif. 32



Sebelum histerektomi, plasenta dibiarkan setelah kelahiran janin. Insisi uterus harus ditutup atau dijahit secara melingkar sebelum histerektomi



untuk



mengurangi



kehilangan



darah



yang



terkait



dengan pemisahan plasenta adherent.  Penanganan lain yang membantu mencegah kehilangan darah selama histerektomi yaitu oklusi balon dari pembuluh aorta



atau



hipogastrik,



dan



pemasangan



turniket



di



sekitar serviks



33



Gambar 11. Gambaran (a) uterus dengan plasenta akreta terekspos sebelum histerotomi. (b) Uterus ditempatkan di bawah traksi. Plasenta akreta dengan meningkatnya vaskularisasi ke segmen bawah uterus dan parametrium kiri. (c) Diseksi plasenta dari jaringan lunak sekitarnya. (d) Uterus lebih lanjut dimobilisasi dan plasenta dibedah jauh dari kandung kemih. Ruang retroperitoneal dibuka. (e) Kelanjutan dari diseksi plasenta menjauhi kandung kemih. Diseksi telah dibawa di bawah plasenta yang ditunjukkan dilindungi oleh tangan ahli bedah. Pembuluh perforata dibakar. (f) Diseksi sekarang telah dibawa ke bawah area invasi plasenta. Uterus dengan plasenta diangkat dan tampak segmen bawah uterus yang relatif normal. 10 Pada kasus di mana diagnosis MAP ditemukan intraoperatif, dilakukan tindakan sesuai bagan berikut:



34



Bagan 3. Alur penanganan plasenta perkreta yang ditemukan intraoperatif  18  4.  Manajemen konservatif 31,32,33,34,35,31  Manajemen konservatif termasuk persalinan melalui operasi sesar tanpa histerektomi, telah diusulkan dalam kasus selektif untuk mempertahankan kesuburan. Gagasan utama manajemen konservatif adalah meninggalkan seluruh plasenta atau hanya bagian yang melekat pada miometrium in situ dan



mempertahankan



dilaporkan



dengan



rahim.



pendekatan



Komplikasi



pasca



operasi



yang



konservatif



termasuk perdarahan



postpartum yang parah, koagulopati intravaskular diseminata pasca operasi, dan infeksi. Manajemen konservatif plasenta invasif yang abnormal



dapat efektif dan kesuburan dapat dipertahankan ketika



kehilangan darah minimal dan keinginan untuk menjaga kesuburan.



35



Histerektomi harus dipertimbangkan pada wanita dengan lebih dari satu anak yang tidak ingin hamil kembali. Keuntungan dan risiko dari pilihan histerektomi atau manajemen konservatif perlu dipertimbangkan (Tabel 1). Tabel 1. Perbandingan histerektomi dan manajemen konservatif



Pada manajemen konservatif diharapkan terjadi resorpsi plasenta. Setelah histerotomi, diperlukan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi akibat nekrosis plasenta. Pemberian uterotonika diperbolehkan, namun evidence-based tidak menunjukkan perbedaan pada kelompok yang diberikan uterotonika maupun tidak. Pemberian methotrexate tidak direkomendasikan sebab efikasinya belum terbukti, serta efek sampingnya dapat melampaui keuntungan pemberian methotrexate. Penanganan yang optimal pada pasien plasenta akreta memerlukan diagnosa selama kehamilan untuk antisipasi pendarahan dan kebutuhan tranfusi darah. Selain itu penanganan dilakukan dengan pemantauan tandatanda vital maternal, denyut jantung janin, dan mempersiapkan terminasi kehamilan dengan operasi sesar. Apabila terdapat perlengketan dari plasenta ke dinding rahim, histerektomi total dapat dilakukan atas persetujuan pasien dan keluarga pasien. Identifikasi kehamilan yang akurat memungkinkan  penanganan optimal karena waktu dan tempat persalinan,



ketersediaan produk darah, dan perekrutan ahli anestesi dan



tim bedah dapat diatur sebelumnya. 36



Dalam prakteknya, posisi yang tepat dari plasenta ditentukan oleh ultrasound pra operasi. Sebelum memulai sesar, semua bahan yang diperlukan untuk konversi segera histerektomi sudah tersedia (Gambar 10).



Gambar 12. Gambaran seorang pasien 28 tahun dengan riwayat dua seksio sesarea sebelumnya dengan temuan ultrasound yang konklusif pada morbidly



adherent



placenta (MAP)



memilih



untuk



manajemen



konservatif, tetapi semua bahan yang diperlukan untuk konversi segera histerektomi siap pada meja yang berdekatan.



10



 



Laparotomi dilakukan dengan sayatan kulit garis tengah, sering membesar di atas umbilikus (Gambar 13).



Gambar 13. Gambaran perioperatif yang menegaskan diagnosis morbidly adherent placenta (MAP) 10  37



Pendekatan uterus menggunakan sayatan klasik di kejauhan dari tempat  plasenta (Gambar 14).



Gambar 14. Gambaran jarak insisi garis tengah dari tempat plasenta 10 Dalam hal ini, tali pusat dipotong di tempat insersi (Gambar 15), dan rongga uterus tertutup (Gambar 16).



Gambar 15. Gambaran tali pusat dipotong di tempat insersi setelah melahirkan anak tanpa upaya pelepasan plasenta karena konfirmasi perioperatif diagnosis morbidly adherent placenta (MAP)10 38



Gambar 16. Gambaran perioperatif dari morbidly adherent placenta (MAP) kiri in situ setelah penutupan sayatan uterus vertikal fundus



10



39



BAB IV DISKUSI



1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ? Diagnosis pre operatif pada pasien ini sudah tepat. Pada anamnesis didapatkan pasien kiriman dari Poliklinik Fetomaternal dengan diagnosa G3P2A0H2 gravid aterm 38-39 minggu + plasenta previa totalis suspek akreta + bekas SC 2x. Dari anamnesa ini dapat terlihat bahwa pasien memiliki risiko untuk terjadinya plasenta akreta. Faktor risiko paling umum adalah persalinan caesar. Pada kasus plasenta previa yang memiliki riwayat SC 1 kali memiliki risiko plasenta akreta sebesar 3%, dan meningkat jika riwayat SC 2 kali menjadi 11%, tiga kali menjadi 40%, empat kali menjadi 61%, dan lima kali menjadi 67%.6 Pada pemeriksaan abdomen didapatkan kesan kehamilan aterm dan pada inspekulo tampak darah merembes dari kanalis servikalis. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG fetomaternal didapatkan Plasenta implantasi di corpus anterior meluas menutupi OUI maturasi grade II-III, Halozone(-), lacuna (+), bridging vessel (-), dengan kesan : gravid aterm 38-39 minggu sesuai biometri, janin hidup tunggal intrauterine letak memanjang presentasi kepala, plasenta previa totalis suspek akreta. Diagnosis plasenta previa dengan ultrasonografi merupakan cara terpilih. Cara ini mudah, tepat dan aman buat ibu dan janin serta ketepatan mencapai 98%. Pada pasien didapatkan plasenta menutupi seluruh ostium uteri interna sehingga didiagnosa sebagai plasenta previa totalis. Adanya gambaran lakuna mengindikasikan plasenta akreta. Lakuna plasenta adalah gambaran ruang intraplasenta sonolucent, besar, iregular, multipel, yang tampak pada USG dan disebut juga dengan gambaran ‘moth-eaten”. Ini merupakan gambaran USG paling umum pada plasenta akreta. Tidak terdapatnya halozone atau hilangnya clear zone menunjukkan perluasan abnormal dari vili plasenta 40



ke desidua basalis dan mencapai myometrium. Bridging vessel juga merupakan tanda khas plasenta akreta. Pembuluh yang tampak meluas dari plasenta melintasi miometrium dan melampaui serosa ke dalam kandung kemih atau organ lain. Seringkali berjalan tegak lurus dengan miometrium.36 Pada intra operatif, plasenta dapat dilepaskan namun ada beberapa kotiledon yang tidak dapat dilepaskan sehingga menimbulkan perdarahan yang aktif pada uterus, sehingga diambil sikap untuk dilakukan Tindakan Cesarean Histerektomi. Pada pemeriksaan PA didapatkan hasil plasenta akreta. Sehingga diagnosis pasti akreta pada pasien ini dapat disimpulan gambaran mikroskopik plasenta akreta.



2. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat? Pada pasien ini dipersiapkan persediaan darah 2 unit PRC sebelum operasi dan diberikan antibiotik injeksi ceftriaxone 1 gram. Pada manajemen pre operatif dilakukan persiapan untuk kebutuhan darah terhadap potensi perdarahan masif. Penentuan insisi rahim untuk memberikan visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta sebelum pengeluaran janin serta pemberian antibiotik profilaksis untuk persiapan jika akan dilakukan tindakan histerektomi.29 Pada pasien dilakukan tindakan SCK dengan insisi secara mediana. Banyak ahli bedah merekomendasikan insisi laparotomi vertikal untuk memberikan entri cepat pada kasus dengan perdarahan hebat atau ruang operasi jika histerektomi diperlukan. Tindakan seksio caesarea klasik elektif dipilih dengan petimbangan operasi dapat dilakukan lebih cepat, bayi dilahirkan tanpa mengganggu plasenta. Plasenta dapat dibiarkan in situ (dalam kasus plasenta akreta) jika tidak ada perdarahan uterus dapat dipertahankan, mengurangi morbiditas dalam hal perdarahan, transfusi darah, dan cedera urologi.29,31 Aspek teknis operasi sesar untuk plasenta previa :39 41



1. Insisi kulit: Insisi kulit mediana digunakan pada a. Bekas luka serupa sebelumnya, b. Plasenta previa totalis dengan letak lintang c. Wanita dengan beberapa operasi sesar sebelumnya dengan akses sulit, multiple adhesi atau cedera kandung kemih sebelumnya 2. Insisi uterus: Dalam kebanyakan kasus dengan plasenta previa aterm dan letak longitudinal, insisi memungkinkan insisi segmen bawah rahim (SCTPP) standar dilakukan. Namun, ada sejumlah situasi dimana sayatan segmen bawah rahim tidak bijaksana dan harus dilakukan sayatan uterus klasik. Tindakan pelepasan plasenta pada kasus ini kurang tepat, hal ini merujuk pada manajemen operatif direkomendasikan untuk kasus yang dicurigai plasenta akreta yaitu direncanakan histerektomi sesarea dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki



keinginan yang kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh



karena itu, manajemen operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya masing masing.29,31 Prosedur yang dilakukan pada kasus ini merupakan teknik ekstirpative dengan melakukan pengangkatan plasenta secara manual atau dengan tarikan. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk menghindari terdapatnya jaringan plasenta yang tertinggal di rongga uterus. Namun, dalam kasus spektrum plasenta akreta, prosedur ini sering kali menyebabkan perdarahan obstetrik masif.24,36 Manajemen optimal dari plasentasi invasif abnormal masih belum jelas. Secara tradisional, histerektomi primer pada saat operasi caesar telah menjadi pilihan utama terutama dalam kasus-kasus dimana diagnosis telah ditemukan saat antenatal. Prosedur ini dikaitkan dengan menurunnya morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Histerektomi pascapartum darurat terkait dengan morbiditas 56% kasus dan mortalitas 3%. Sehingga caesarean histerektomi terencana dikaitkan dengan komplikasi perioperatif 42



yang lebih rendah dibandingkan dengan prosedur darurat. Ketika pendekatan ekstirpatif dilakukan untuk mengeluarkan plasenta dari rahim, dan terjadi perdarahan hebat, maka diperlukan histerektomi segera sehingga pada penatalaksanaan histerektomi yang direncanakan untuk plasenta akreta, tidak perlu dilakukan upaya pemisahan plasenta secara manual karena dengan meninggalkan plasenta in situ dikaitkan dengan kehilangan darah yang lebih rendah. Jika terjadi pemisahan plasenta parsial secara spontan, penatalaksanaan sesuai dengan strategi terapi konservatif dapat digunakan jika bagian plasenta akreta dalam dan lebarnya terbatas. Oleh karena itu, agen uterotonik tidak diberikan pada caesarean histerektomi pada plasenta akreta, kecuali pelepasan plasenta akan segera terjadi atau terjadi pelepasan plasenta secara total sehingga menyingkirkan diagnosis plasenta akreta.24,36 Sebagian besar ahli dalam penatalaksanaan sprektrum plasenta akreta menganggap bahwa upaya pelepasan plasenta secara manual harus dihindari dalam kasus caesarean histerektomi terencana. Pada wanita dengan faktor risiko plasenta invasif abnormal (plasenta previa dan riwayat sesar sebelumnya ) tetapi tidak ada kecurigaan gangguan pada USG prenatal (negatif palsu), ahli bedah yang melakukan sesar tidak boleh mencoba untuk mengangkat plasenta secara manual ketika tanda klinis menunjukkan spektrum plasenta akreta dan / atau ada kesulitan yang tidak biasa atau tidak dapat dijelaskan saat melahirkan plasenta.24,38 Setelah bayi lahir, dilakukan penarikan tali pusat, ternyata plasenta dapat lepas seluruhnya dan dinilai lengkap. Setelah penjahitan uterus, terjadi perdarahan yang banyak dan atonia uteri sehingga dilakukan histerektomi sesarean. Pada pemeriksaan PA didapatkan hasil plasenta akreta. Adanya plasenta akreta ini juga dapat mempengaruhi kontraksi uterus sehingga menyebabkan atonia dan perdarahan. 66 Penyebab dari PPH adalah 4T yang merupakan singkatan dari Tone, Trauma, Tissue dan Thrombin. Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPH, yaitu diakibatkan oleh atonia dari uterus. Sedangkan, 20% kasus PPH disebabkan oleh trauma. Trauma 43



dapat disebabkan oleh laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan trauma non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu, 10% kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta abnormal. Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar