Referat Plasenta Akreta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat Gynecology



PLASENTA AKRETA



Oleh: AFIYAH PUTRI ZADA 1911901002



Pembimbing: dr. Arvan, Sp.OG



KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU OBSTETRI DAN GYNECOLOGY RSUD BANGKINANG PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU 2020



KATA PENGANTAR Puji Syukur atas rahmat Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas KehendakNya penulis dapat menyelesaikan makalah referat dengan judul Plasenta Akreta. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Gynecology. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun makalah ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Arvan, Sp.OG



selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan



Gynecology di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan makalah ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini. Akhir kata penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya. Bangkinang,



November 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2 2.1 Definisi Plasenta Akreta.......................................................................... 2 2.2 Implantasi Plasenta ................................................................................ 3 2.3 Epidemiologi dan Faktor Risiko............................................................. 4 2.4 Patofisiologi dan Patogenesis ................................................................. 5 2.5 Manifestasi Klinis................................................................................... 5 2.6 Diagnosis................................................................................................. 6 2.6.1



Ultrasonografi............................................................................. 6



2.6.2



Patologi Anatomi........................................................................ 9



2.6.3



Laboratorium............................................................................... 10



2.6.4



MRI............................................................................................. 10



2.7 Strategi Manajemen ............................................................................... 11 2.7.1



Antenatal..................................................................................... 11



2.7.2



Manajemen Antepartum.............................................................. 12



2.7.3



Manajemen Preoperatif............................................................... 13



2.7.4



Manajemen Intraoperatif............................................................. 14



2.7.5



Manajemen Postoperatif.............................................................. 17



BAB III KESIMPULAN................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 20



iii



1



BAB I PENDAHULUAN Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta, menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Ketika villi chorialis menginvasi hanya miometrium, dikatakan plasenta inkreta; sedangkan plasenta perkreta menggambarkan invasi miometrium dan serosa, dan kadang-kadang ke organorgan yang berdekatan, seperti kandung kemih. Secara klinis, plasenta akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada cidera ureter, kandung kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut; ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal.1 Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit PRC. Kematian ibu dengan plasenta akreta dilaporkan setinggi 7%. Kematian ibu dapat terjadi meskipun perencanaan yang optimal, manajemen transfusi, dan perawatan bedah. Studi kohort dari 39.244 wanita yang menjalani sesar, peneliti mengidentifikasi 186 termyata dlakukan cesarean hysterectomy atas indikasi yang paling sering adalah plasenta akreta (38%).1



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Plasenta Akreta (PA) didefnisikan sebagai sebuah implantasi abnormal dari villi plasenta yang menginvasi miometrium dengan ketiadaan desidua basalis. Sindrom PA adalah sindrom yang menggambarkan implantasi abnormal dari plasenta, plasenta invasive atau adhesive. Termasuk berbagai implantasi plasenta dengan perlengkengketan abnormal ke miometrium yang disebabkan oleh ketiadaan desidua basalis baik parsial atau total dan tidak sempurnanya pembentukan fibrinoid dan Nitabuch Layer.2.3 Normalnya pada penanaman plasenta terdapat lapisan desidua basalis yang memisahkan vili korionik dari miometrium. Dengan demikin bila terjadi kontraksi dari miometrium maka akan terjadi pemisahan lengkap plasenta dari uterus. 8 Namun pada PA terdapat kontak langsung antara vili korionik dengan miometrium tanpa terhalang oleh desidua basalis.6



Gambar 1 Sindrom Plasenta Akreta A. Placenta Accreta. B. Placenta Increta. C. Placenta Percreta. (Williams, 2014)



2



3



2.2 Implantasi Plasenta Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan disebut zygote. Kemudian terjadi pembelahan pada zygote sehingga menghasilkan apa yang disebut sebagai blastomers, kemudian morula dan blastokist. Pada tahaptahap perkermbangan ini, zona pelucida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya implantasi, zona pellucida menghilang sehingga blastosit menempel pada permukaan endometrium. Dengan menempelnya blastokist pada permukaan endometrium maka blastosit menyatu dengan epitel endometrium. Setelah terjadi erosi pada sel epitel endometrium, trofoblas masuk lebih dalam ke dalam emndometrium dan segera blastokist terkurun di dalam endometrium.`Implantasi ini terjadi pada daerah endometrium atas terutama pada dinding posterior dari uterus. Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi peruibahan untuk menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi makan kepada blastokist yang disebut sebagai desidua. Setelah terjadi implantasi desidua akan dibedakan menjadi: 1. Desidua basalis



:



desidua



yang



terletak



antara



blastokist



dan



miometrium 2. Desidua kapsularis



: desidua yang terletak di antara blastokist dan kavum



uteri. 3. Desidua vera



: desidua sisa yang tidak mengandung blastokist.



Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi fibrinoid yang terletak di antara desidua dan trofoblast untuk menghalangi serbuan trofoblast lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai lapisan Nitabuch. Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut.6



4



2.3 Epidemiologi dan Faktor Risiko Peningkatan frekuensi sindroma akreta sejak 50 tahun terakhir berawal dari meluasnya persalinan SC. Pada tahun 1971, pada Williams Obstetrics edisi 14, Hellman dan Pritchard menggambarkan PA sebagai Case Report. Pada sebuah review tahun berikutnya, Breen dan Cowokers (1977) mencatat insiden rata- rata dilaporkan 1 dari 7000 persalinan. Sejak dilaporkan, terjadi penngkatan sindrom akreta, berhubungan langsung dengan peningkatan angka persalinan SC.2 Penyebab meningkatnya frekuensi PA sekarang merupakan masalah serius dalam bidang Obstetrik. Hal ini berkontribusi signifikan terhadap morbiditi dan mortaliti maternal, PA sebagai penyebab utama perdarahan postpartum yang sulit teratasi dan dilakukan histerektomi emergensi peripartum.2 Dalam sebuah studi pengamatan prospektif mempertimbangkan jumlah persalinan pertama secara SC dan ada atau tidaknya plasenta previa, resiko PA adalah 0,03% untuk pasien yang SC pertama kali jika tidak ditemukan plasenta previa, 1% untuk wanita yang telah menjalani SC ke 5, dan meningkat hingga 4,7% bagi yang menjalani SC ke 6. Jika terdapat plasenta previa , resiko PA adalah 3% pada yang telah menjalani SC pertama kali dan meningkat hingga 40% atau lebih pada yang telah menjalani persalinan dengan SC 3x.5 Wanita dengan plasenta previa baik plasenta previa anterior atau posterior yang melintasi parut uterus meningkatkan resiko PA. Faktor resiko terjadinya PA dilaporkan berhubungan dengan usia maternal dan multipara, riwayat operasi uterus, riwayat kuret sebelumnya, radiasi uterus, ablasi endometrium, sindrom Asherman, leiomyoma uteri, anomali uteri, hipertensi kehamilan, dan merokok namun frekuensi masing- masingnya terhadap insiden PA belum diketahui.5



5



2.4 Patofisiologi dan Patogenesis Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke dinding rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium; plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi ke dalam miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih. Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan 7% adalah plasenta perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal yang penting secara klinis karena managemen intervensi bergantung padanya. Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta akreta parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang terlibat dalam invasi ke miometrium.8 Patogenesis plasenta akreta tidak jelas, namun ada beberapa teori yang diusulkan; Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses jaringan parut setelah operasi dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya desidualisasi dan invasi trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang paling menonjol, atau setidaknya merupakan teori yang paling didukung sampai saat ini, menjelaskan patogenesis plasenta akreta pada tahap ini.8 2.5 Manifestasi Klinis Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala. Gejala yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun jarang, kasus dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari ruptur uteri sekunder bisa karena plasenta perkreta. Abnormal dari implantasi plasenta hingga menimbulkan invasive plasenta yang menembus dinding uterus dapat menyebabkan



6



atonia uteri karena pelepasan inkomplit atau perdarahan pada placental bed. 9 Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat selama kehamilan dari trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak adanya tanda-tanda persalinan.8 2.6 Diagnosis Keberhasilan dalam penegakkan diagnosis PA sebelum persalinan adalah melibatkan perencanaan multidisiplin dalam meminimalkan potensial morbiditi dan mortaliti maternal.6 Diagnosis bisa ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan kadang memerlukan tambahan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Bila telah dilakukan histerektomi, pemeriksaan Patologi Anatomi dapat dibuat.7,8 2.6.1



Ultrasonografi



Keutamaan ultrasonografi adalah non invasiv, tersedia dimana- mana dan biaya modalitas terjangkau sebagai plihan pertama dalam mendiagnosis plasenta akreta.9 Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik pelengkap dan digunakan sesuai kebutuhan. Keterbatasan USG transabdominal adalah dipengaruhi oleh habitus dari postur wanita hamil sehingga suboptimal dalam visualisasi uterus bagian bawah,serviks atau area invasi plasenta. USG transvaginal aman untuk pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam hal pemeriksaan segmen bawah rahim sehingga meningkatkan keakuratan diagnosis Plasenta Previa dan Akreta.9 Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler, warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.7,8



7



Gambar Placenta dan Miometrium Normal



a.



3



b.



. c.



Gambar 2 USG Transabdominal Uterus dan Miometrum Normal (a) USG transabdominal potongan transversal menunjukkan gambaran plasenta hiperekhoik (*) dikelilingi oleh miometrium hipoekhoik (panah). (b). USG transabdominal potongan sagittal memperlihantkan garis hipoekhoik tipis (panah) pada bagian dalam dar miometrium memperlhatkan clear space subplasenta. (c) USG transabdominal sagittal menunjukkan pola normal dari aliran darah subplasenta yang paralel miometrium.



Plasenta normal terlihat sebagai massa fokal yang lebih hiperekhoik daripada miometrium dibawahnya. Miometrum jaringan hipoekhoik tipis. Pada kehamilan trimester ketiga tampak kalsifikasi dan multipel vaskuler. Pola aliran darah plasenta terdiri dari aliran darah ukuran besar retroplasental. 3



8



Gambar USG dengan Plasenta Akreta



3



Gambar 3 Lakuna Plasenta( a) Gambaran USG transvaginal potongan transversal memperlihatkan liku- liku hipoekhoik multipel didalam plasenta.”Swiss cheese” (b) USG Dpooler transabdominal potongan transversal membantu mengkonfirmasi ruang hipoekhoik tersebut adalah merupakan vaskular dan oleh karena itu memperlihatkan lakuna plasenta.



Dilakukan prosedur skrining untuk PA menggunakan USG TV pada pasien dengan kehamilan 11-14 minggu dengan riwayat LSCS, dimana adanya hubungan antara scar uterus dan letak trophoblast dimana ketika scar pada rongga rahim mengenai bagian terbawah dari GS yang meliputi serviks dan bagian inferior pada plasenta letak rendah. Kelompok ini didefinisikan sebagai kelompok resiko tinggi.4 Kriteria USG untuk plasenta akreta menurut RCOG Guideline antara lain yakni: 2 Greyscale: ● Hilangnya zona sonolucent retroplasenta ● Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur ● Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface ● Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih ● abnormal placenta lacunae Doppler: ● Difus atau fokal aliran lacunar ● danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm /detik) ● Hipervaskularisasi serosa-bladder interface



9



● markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone 3D Power Doppler: ● Banyak pembuluh darah koheren melibatkan seluruh pertemuan antara serosa uterus dengan kandung kemih (basal viewl) ● Hipervaskularisasi (lateral view) ●



Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching, detour vessels (lateral view)9



2.6.2



Patologi Anatomi



Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara mereka.8



Gambar 15a : Histologi dari desidua basalis normal pada wanita 41 th. Tanda (v) memperlihatkan juxta-position dari vili plasenta dengan sel desidua endometrium (arrows). Mometrium tidak terlihat pada gambar ini 7



2.6.3



Laboratorium



Gambar 15b : Histologi dari Plasenta Akreta pada wanita 41 th. Tanda (v) memperlihatkan vili korionik berimplantas langsung ke Miometrium (M) tanpa dipisahkan oleh sel desidua basalis.7



10



Saat ini, tidak ada analisis yang mempertimbangkan komponen penting yang bekerja pada wanita dengan kecurigaan PA. Peningkatan Serum Alpha-fetoproten dihubungkan dengan PA dan ini dicuriga ada hubungan langsung antara perluasan invasi dan peningkatan serum tersebut. Hung et al menemukan sebuah serum alphafetoproten > 2,5 kali dari nilai rerata dan sebuah serum maternal beta-human chorionic gonadotropin bebeas >2,5 kali lipat dari rerata jadi dihubungkan dengan PA. Peningkatan level serum maternal dari kreatinin kinase juga dihubungkan dengan Plasenta Inkreta dan Perkreta. Namun, tidak ada marker yang telah dievaluasi prospektif menentukan screening yang optimal atau sebagai ambang diagnostik. 5 2.6.4



MRI



Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih diperdebatkan. Studi retrospektif mengevaluasi 453 wanita dengan diagnosis plasenta previa,plasenta letak rendah dengan riwayat SC atau miomektomi dimana plasentasi abnormal terdapat pada 39 orang. USG pada studi ini menghasilkan sensitvitas 77%, spesifisitas 96% dan PPV 65% dan NPV 98% dan MRI mempunya sensitivitas 88%, spesifstas 100%, PPV 100% dan NPV 82%.7 Dua studi banding terakhir telah menampilkan sonografi dan MRI sebanding: dalam studi pertama 15 dari 32 wanita terdiagnosis akreta (sensitivitas 93% dibandingkan 80% dan spesifisitas 71% dibandingkan 65% untuk USG dibandingkan MRI); di studi kedua 12 dari 50 wanita akhirnya memiliki akreta dan MRI dan Doppler menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi plasenta akreta (P = 0,74), meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman infiltrasi di kasus plasenta akreta (P 36 minggu diperlukan terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum atau komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat diterima untuk mengurangi



kemungkinan



persalinan



darurat



yang



terjadi



dengan



segala



komplikasinya.2.4 Persalinan elektif pada plasenta previa dengan PA dapat direncanakan 36-37 minggu masa gestasi (dengan dicover kortokosteroid) namun bila plasenta previa tanpa komplikasi bisa diundur hingga 38-39 minggu masa gestasi.7 2.7.3



Manajemen Preoperative



Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial. Penilaian oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi baik umum dan regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama diseksi. Kebutuhan jumlah produk darah sult diprediksi. Wanta yang menjalan histerektomi akan kehilangan darah kira- kira 2000-5000 cc, dibeberapa kasus pernah dilaporkan kehilangan darah > 10L. 6 Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan stabilitas hemodinamik pasien.2



14



USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk memberikan visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta sebelum pengeluaran janin.3 Ketika gambaran prenatal teridenttifikasi pada segmen bawah rahim, beberapa menyarankan menempatkan sten ureter preoperatif yang memfasilitasi palpasi ureter intraoperatif untuk mengidentifikasi adanya trauma uterer lebih awal. Oklusi arteri pelvic preoperative bertujuan mengurangi kehilangan perdarahan, namun strategi ini belum dikonfirmasi meningkatkan outcomes, dan penempatan kateter bisa menghasilkan komplikasi disekitar insersi berupa hematoma, abses dan nekrosis. Seiring jalan, penggunaan rutin modaltas ini tdak direkomendasikan. Jika dianggap penting, balon kateter seharusnya tidak digembungkan



sebelum bayi dilahirkan



karena ini diantisipasi dapat menurunkan perfusi plasenta. Oklusi ureter iliaka intraoperative umumnya dilakukan ketika terjadi perdarahan signifikan, dan dialihkan menjadi anestesi umum untuk pemeriksaan radiologi yang selektif terhadap vaskularisasi uterus mensuplai embolisasi sebelum histerektomi ketika tidak ada perdarahan signifikan.5 Ketika



butuh



dilakukan



histerektom



antisipasi,



antibiotk



profilaksis



seharusnya dicanangkan sejam sebelum operasi.Antibiotik profilak dapat diulang jika operasi lama (≥3 jam) atau jika perdarahan banyak. Ringkasan preoperative atau checklist membantu mengkonfirmasi persiapan membuat atau mengidentifikasi nama dan nomor yang bisa dihubungi untuk mengkonsultasikan kepada keluarga tentang intraoperatif atau perioperatif.5 2.7.4



Manajemen Intraoperative



Pada banyak kasus , SC histerektomi akan diperlukaan ketika PA dicurigai sejak antenatal. Ketika pasien meminta konservatif untuk mempertahankan fertilitas atau alasan lainnya, pasien sudah diberitahu tentang resiko atau keuntungan pilihan ini dan kritera untuk memutuskan operasi konservatif seharusnya sudah didiskusikan.



15



Jika diagnosis PA masih samar hingga preoperatif, dilakukan observasi pelepasan plasenta tanpa perdarahan berlebihan. Jika merasa telah memiliki jumlah anak yang cukup dan didiagnosa PA, sebaiknya dilakukan histerektomi.5 Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh karena itu, manajemen operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya masing masing.7 Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi dorsal litotomi dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian langsung dari perdarahan vagina, menyediakan akses untuk penempatan paket vagina, dan memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena prosedur ini diantisipasi akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk mencegah kompresi saraf dan pencegahan dan pengobatan hipotermia adalah penting. Meminimalkan kehilangan darah sangat penting. Pilihan sayatan harus dibuat berdasarkan habitus tubuh pasien dan sejarah operasi pasien. Penggunaan sayatan vertikal linea mediana mungkin dilakukan karena memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan. Insisi uterus klasik, sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari plasenta dan memungkinkan pengeluaran bayi. Ultrasound pemetaan lokasi plasenta, baik sebelum operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu. Karena positive predictive value ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari 65% hingga 93%, adalah wajar untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk mengkonfirmasi plasenta akreta secara klinis.5.7 Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika histerektomi diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan plasenta in situ, dengan cepat menggunakan "whip stitch" untuk menutup incisi histerotomi, dan lanjutkan dengan histerektomi. Sedangkan histerektomi dilakukan dengan cara biasa, diseksi



16



flap kandung kemih dapat dilakukan relatif lambat, setelah kontrol jaringan pembuluh arteri uterus tercapai, dalam kasus akreta anterior, tergantung pada temuan intraoperatif. Kadang-kadang, histerektomi subtotal dapat dipertimbangkan, namun perdarahan terus-menerus dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini dan membuat histerektomi total tetap diperlukan. Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta akreta yang meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali pusatnya, dan meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta untuk meminimalkan ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya bila pasien memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik yang baik, status koagulasi normal, dan bersedia menerima risiko akibat managemen ini. Pasien harus diberi konseling bahwa hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan ada peningkatan risiko komplikasi yang signifikan termasuk histerektomi. 1 Kasus yang dilaporkan dari kehamilan yang sukses pada pasien yang diobati dengan pendekatan ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus ditinggalkan dan histerektomi dilakukan jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26 pasien yang diobati dengan pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari histerektomi, sedangkan 5 (19,3%) pada akhirnya dilakukan histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21 pasien yang terhindar dari histerektomi tidak memerlukan pengobatan tambahan, termasuk ligasi arteri hipogastrik, embolisasi arteri, methotrexate, transfusi produk darah, antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu, histerektomi tetap managemen pilihan untuk pasien dengan plasenta akreta.5.7 Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi, prosedur yang dapat kita lakukan yakni: 



Pelvic artery ligation and ambolization







Pelvic pressure packing







Aortic compresion and clamping.5



17



2.7.5



Manajemen Postoperative



Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif seperti hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan. Sindrom Sheehan (baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru, cidera paru akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan pernapasan akut.5 Perhatian khusus harus diberikan , kolaborasi dengan intensive care physicians untuk sering mengevaluasi tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus. Koreksi koagulopati dan anemia berat dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus dievaluasi secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria, kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.5 Infeksi sekunder, sepsis, perdarahan post partum dan DIC adalah klinis utama yang diperhatikan setelah meninggalkan plasenta in situ. Antibiotik profilaksis spektrum luas dan agen uterotonik sering direkomendasikan, meskipun panduan konsensual belum ada. Apakah plasenta seharusnya dilepaskan pada periode post partum atau ditinggalkan untuk diserab atau dikeluarkan spontan, hal ini masih kontroversi. Serum HCG atau USG Doppler mungkin digunakan untuk menilai



18



penghentian vaskularisasi plasenta untuk pertimbangan pelepasan, tetapi korelasi klinis belum dapat ditentukan.9 Metotrexate ditujukan sebagai terapi konservatif untuk retensi plasenta karena perlengketan. Metotrexate adalah antagonis folat yang tidak ada efek samping dan kontraindikasi pada masa bu menyusui. Hal ini efektif pada proliferasi trofoblast, tetapi action pada degenerative plasenta setelah persalinan dipertanyakan dan beragam dalam seri berbeda. Pada umumnya, outcome tidak berbeda secara signifikan dengan atau tanpa metrotrexate. Pada beberapa kasus ditemukan keberhasilan setelah 4 bulan, pada kasus lain tetap terjadi perdarahan sehingga dilakukan histerektomi pada hari ke 3 post SC, bahkan terdapat kasus yang berujung dengan sepsis berat pada hari ke 33. 9 Dukungan yang adekuat dan penilaian terhadap psikologi berpengaruh baik pada pasien. Sesi tanya jawab seharusnya dilakukan dengan pasien setelah dan keluarga pada waktu yang disesuaikan. Penjelasan adekuat dan komunikasi efektif membantu mengurangi resiko perkara medis.8



BAB III KESIMPULAN Plasenta Akreta (PA ) telah berkembang menjadi komplikasi yang umum dalam obstetri modern. Meningkatnya insiden sebagian disebabkan oleh meningkatnya angka kelahiran Sectio Cesarean (SC). Wanita yang memilki resiko tinggi PA adalah mereka yang mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh SC sebelumnya dengan Plasenta Previa di anterior atau Posterior dari scar uterus.9 Identifikasi ibu kelompok berisiko tinggi pada kunjungan antenatal dapat berdasarkan sejarah kehamilan dan persalinan sebelumnya. Pada saat kunjungan musti memfasilitasi diagnosis terkini dengan pencitraan terutama ultrasonografi yang dapat mempertajam akurasi diagnosis dengan sensitivitas (77-87%) dan spesifisitas (96-98%). Nilai diagnostik dari pencitraan resonansi magnetik untuk plasenta akreta masih kontroversial. Ketika diagnosis antenatal plasenta akreta dicurigai, kita juga dapat menerapkan skor PAI . Loss of retroplacental clear zone, irregularity and thickness of the uterine-bladder interface, the smallest myometrial thickness in sagittal and transverse planes, presence of lacunar spaces, and bridging vessels adalah parameter yang dapat digunakan untuk menilai PAI.9 Bila diagnosis telah dibuat, para ibu dengan plasenta adheren harus diatur secara multidisiplin . perencanaan persalinan tergantung individu masing- masing, untuk outcome yang optimal dapat direncanakan pada kehamilan usia 34 minggu tanpa amniosintesis.9



19



DAFTAR PUSTAKA 1. InfoDatin. Situasi Kesehatan IBU. Jakarta: Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. 2014 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Blum SL, er al. Williams Obstetrics 24th ed, Chapter 41: Obstetrics Haemorrhage, pp 804-808, 2014. 3. Bowman, Zachary S. Eller, Alexandra G.et al.American Journal of Obstetrics and Gynecology : Accuracy of Ultrasound for Prediction of Placenta Accreta, pp 177.ei – 177.e7, August. 2014. 4. Stirnemann, Julien J. Mousty, Eve.et al.American Journal of Obstetrics and Gynecology : Screening for Plasenta Accreta at 11-14 Weeks of Gestation, pp 547.ei – 547.e5, Washington : Juni. 2011. 5. Belfort, Mchael A. Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine. American Journal of Obstetrics and Gynecology : Placenta Accreta, pp 430 – 437. Wshngton : November. 2010. 6. Leyendecker, John R, Dubose,Melinda. Et al. AJR, Women’s Imaging : MRI of Pregnancy- Related Issues : Abnormal Placentation. pp 311-320. American: October 2011. 7. Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and Gynecologists, July 2012. 8. Berkley, Eliza and Abuhamad, Alfred. Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute of Ultrasound in Medicine. 1345- 1349. USA: 2013. 9. Sze-yan, Charleen. Interational Journal ofWomen’s Health. The Sonographic Appearance and Obstetric Management of Placenta Accreta. Pp 587- 594. Hong Kong- 2012.



20