Proposal - ISI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Verifikasi metode uji didefinisikan sebagai kegiatan atau tindakan validasi



metode tetapi hanya pada beberapa karakteristik performa saja. Verifikasi metode bertujuan untuk memastikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode uji dengan hasil yang valid dan apakah sesuai atau tidak dengan tujuan penggunaannya. Verifikasi metode uji dapat juga digunakan untuk membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja karena setiap laboratorium memiliki kondisi dan kompetensi personil serta kemampuan peralatan yang berbeda (Mulhaquddin, 2014). Parameter verifikasi metode antara lain akurasi, presisi, linearitas dan rentang, Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantification (LOQ), selektivitas (spesifisitas), sensitivitas, ketangguhan dan ketahanan. Parameter minimal verifikasi metode uji yang harus dipenuhi yaitu presisi dan akurasi (Sa’adah dan Winata, 2010). Sistem manajemen mutu SNI ISO/IEC 17025:2008 tentang persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi, suatu laboratorium diharuskan untuk melakukan validasi metode, salah satunya adalah validasi metode terbatas/internal yang lebih dikenal dengan nama verifikasi metode terhadap metode uji yang dipakai dalam laboratorium tersebut. Suatu metode yang digunakan harus terpercaya dan tertelusur terhadap metode baku. Metode baku tersebut berupa American Standard Testing and Material (ASTM), atau metode yang dikembangkan dari metode baku dan tertelusur. Pengujian kadar Fe dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya, spektrofotometri



serapan



atom,



flourometri,



metode



flow



injection



serta



spektrofotometri UV-Vis yang menjadi banyak rujukan karena tingkat akurasi baik, cepat dan mudah. Pengujian kadar besi tersebut dilakukan dalam bentuk persenyawaan kompleks, sebelum dikomplekskan dengan reagen pengompleks, besi dalam bentuk biloks (+3) haruslah direduksi terlebih dahulu ke dalam bentuk biloks



1



(+2). Reagen pengompleks yang banyak diusulkan selama dua dekade, lebih dari lima puluh senyawa, diantaranya, 1,10 fenantrolin, bathofenantrolin sulfonat, ferrozine, azid tetrahirofuran, tiosianat-benziltrietilammonium serta 2,4,6-tri(2’-piridil)-1,3,5triazin (Dianawati, 2013). Verifikasi pengujian kadar Fe dalam batu kapur dilakukan dengan menggunakan metode ASTM C 25-11, yaitu menggunakan pereaksi pengompleks 1,10 fenantrolin menggunakan spektrofotometer. Salah satu penelitian tentang verifikasi metode telah dilakukan oleh Kar-Weng Chan (2014) tentang tutorial metode verifikasi rutin untuk penentuan heroin yaitu: Presisi yang dihasilkan sebesar 0,34% dapat diterima atau memenuhi syarat karena %RSD lebih kecil dari 5%. Akurasi penentuan heroin dapat diterima dan memberikan nilai perolehan kembali (% Recovery) sebesar 101,52% dengan rentang 80-110%. Nilai Limit Of Detection (LOD) yaitu 0,0034 mg/mL dan Limit Of Quantification (LOQ) yaitu 0,015 mg/mL. Linearitas pada penentuan heroin didapatkan 0.9989 dengan syarat keberterimaan > 0,996. Selektifitas dan Spesifisitas yang cukup bagus untuk target analit dan International Standard (IS), dimana keduanya menunjukkan puncak yang sama. Stabilitas heroin cenderung terdegradasi setiap waktu. Hal tersebut menunjukkan bahwa larutan standar disimpan kurang dari satu bulan untuk akurasi kalibrasi yang ideal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan verifikasi pengujian Fe dalam batu kapur menggunakan metode spektrofotometri berdasarkan ASTM C 2511. Parameter yang di uji dalam verifikasi pengujian Fe dalam batu kapur antara lain linearitas dan rentang, akurasi, presisi, LOD dan LOQ, selektivitas (spesifisitas), ketangguhan metode dan estimasi ketidakpastian. 1.2



Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diteliti dalam penelitian



ini adalah: 1. Apakah pengujian Fe dalam batu kapur menggunakan metode spektrofotometri ASTM C 25-11 telah memenuhi persyaratan parameter verifikasi ? 2



2. Apakah metode yang telah di verifikasi tersebut memberikan akurasi yang tepat berdasarkan nilai Certificate Reference Material (CRM) ? 1.3



Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:



1. Membuktikan bahwa metode pengujian Fe dalam batu kapur menggunakan metode spektrofotometri ASTM C 25-11 telah memenuhi persyaratan parameter verifikasi, sehingga dapat digunakan dalam analisis rutin. 2. Membuktikan keakuratan metode tersebut untuk pengujian kadar Fe dalam batu kapur meliputi uji linearitas dan rentang, akurasi, presisi, LOD dan LOQ selektivitas (spesifisitas), ketangguhan metode dan estimasi ketidakpastian. 1.4



Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tujuan dari penelitian ini, diharapkan metode



yang telah diverifikasi dapat bermanfaat dan diaplikasikan dalam pengujian Fe dalam batu kapur menggunakan metode spektrofotometer ASTM C 25-11. Sehingga metode tersebut dapat di konfirmasi kehandalannya dan hasil yang diperoleh dapat tertelusur ke standar baku.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Besi (Fe) Besi (Fe) adalah logam-logam yang berwarna putih keperakan, liat dan dapat di



bentuk. Fe di dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII B, dengan berat atom 56 g/mol, nomor atom 26, berat jenis 7.86 g/cm3 dan umumnya mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi, jarang dijumpai dalam keadaan bebas, untuk mendapatkan unsur besi campuran lain harus dipisahkan melalui kimia (Eaton et al, 2005). Metode analisis besi yang sering digunakan adalah metode spektrofotometri sinar tampak, karena kemampuannya dapat mengukur konsentrasi besi yang rendah. Analisis kuantitatif besi dengan spektrofotometri dikenal dua metode, yaitu metode orto-fenantrolin dan metode tiosianat. Besi bervalensi dua maupun besi bervalensi tiga dapat membentuk kompleks berwarna dengan suatu reagen pembentuk kompleks dimana intensitas warna yang terbentuk dapat diukur dengan spektrofotometri sinar tampak. Karena orto-fenantrolin merupakan ligan organik yang dapat membentuk kompleks berwarna dengan besi (II) secara selektif (Kartasasmita, 2009). Kadar besi dalam suatu sampel yang diproduksi akan cukup kecil, dapat dilakukan dengan teknik spektrofotometri UV-Vis menggunakan pengompleksan orto-fenantrolin. Senyawa ini memiliki warna sangat kuat dan kestabilan relatif lama dapat menyerap sinar tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Pada persiapan larutan, sebelum pengembangan warna perlu ditambahkan didalamnya pereduksi seperti Hydroxylamine Hydrochloride HCl yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. pH larutan harus dijaga pada pH 6-7 dengan cara menambahkan ammonia dan natrium asetat (Hendayana, 2001) Penentuan kadar konsentrasi suatu senyawa dilakukan dengan membandingkan kekuatan serapan cahaya oleh larutan contoh terhadap larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat dua cara standar adisi, pada cara yang pertama dibuat dahulu sederetan larutan standar, diukur serapannya, kemudian tentukan



4



konsentrasinya dengan menggunakan cara kalibrasi. Cara yang kedua dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan contoh yang sama ke dalam larutan standar. Reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ adalah : 2 Fe3+ + 4NH2OH + 2OH- 2Fe2+ + N2 + 4H2O (Hendayana, 2001). 2.2



Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada



pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan fototube. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran



menggunakan



spektrofotometer



ini,



sering



disebut



dengan



spektrofotometri (Sastrohamidjojo, 2007). Metode analisis spektrofotometri banyak digunakan sebagai metode analisis kuantitatif disamping metode-metode analisis lain, seperti spektrografi emisi, spektrometri pendar sinar X. Analisis dengan metode spektrometri ini berdasarkan pengukuran spektrum sinar yang diserap oleh larutan. Larutan yang kurang peka, dapat ditingkatkan kepekaannya, dengan cara membentuk kompleks. Kompleks yang terbentuk biasanya berwarna dan menaikkan kepekaan sampai beberapa kali lipat. Intensitas sinar setelah melalui larutan diubah oleh fotosel menjadi tenaga listrik. Besar intensitas sinar tersebut bergantung pada konsentrasi unsur dalam larutan (Prasetyo, 2006) Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi: 1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram. 2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokrom. 3.



kuvet kaca atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daaerah ini.



5



4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan



detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1990).



Gambar 2.1. Komponen Spektrofotometer Prinsip dari spektrofotometer adalah bagaimana molekul-molekul di dalam suatu larutan dapat menyerap cahaya. Semakin banyak molekul di dalam larutan, berarti juga konsentrasi larutan tersebut tinggi, maka semakin banyak cahaya yang akan diserap dan absorbansi akan semakin tinggi. Berlaku pula sebaliknya. Kuvet adalah alat yang digunakan untuk menempatkan larutan sampel ke dalamnya (Sastrohamidjodjo, 2007). Hukum



Lambert-Beer



merupakan



hukum



dasar



analisis



kuantitatif



spektrofotometri UV-Vis. Hukum ini menyatakan absorban zat terlarut adalah proposional dengan konsentrasi sebagai : A = ε.b.c Dengan



A = absorbansi ε = koefisien absorbansi molar b = tebal kuvet c = konsentrasi larutan



Apabila b adalah tebal kuvet 1 cm maka dapat dinyatakan sebagai: A = ε.c Dimana, E = absorbansi molar (Mulja dan Suharman, 1995). 6



2.3



Verifikasi Metode Verifikasi metode uji adalah konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu



metode dengan melengkapi bukti-bukti yang obyektif, apakah metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan. Verifikasi sebuah metode



uji



bermaksud



untuk membuktikan



bahwa



laboratorium



yang



bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang valid. Verifikasi bertujuan untuk membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja (Riyanto, 2014). Tujuan utama yang harus dicapai oleh suatu laboratorium penguji adalah dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Secara sederhana hasil uji yang absah dapat digambarkan sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi dan presisi yang baik. Metode uji memegang peranan yang sangat penting dalam memperoleh hasil uji yang memiliki akurasi dan presisi yang baik (Prasetyo, 2006). Verifikasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam verifikasi metode analisis adalah akurasi, presisi, linearitas dan rentang, Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantification (LOQ), selektivitas (spesifisitas), ketangguhan metode dan estimasi ketidakpastian (Harmita, 2004). 2.3.1 Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Riyanto, 2014). Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji 7



analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya (Harmita, 2004). Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50-150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0-200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurangkurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linear Y = a + bX. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 1 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Riyanto, 2014). 2.3.2 Akurasi Akurasi menurut AOAC (2002), adalah kedekatan nilai hasil uji terhadap nilai benar atau accepted value. Akan tetapi hasil uji tidak dapat dilihat dari satu pengujian saja, rata-rata dari pengukuran ataupun rata-rata dari serangkaian set pengukuran. Salah satu cara dalam menentukan nilai akurasi adalah dengan menggunakan bahan referensi, atau lebih dikenal dengan Certificate Reference Material (CRM). Hal ini dapat dilakukan pengujian menggunakan Certificate Reference Material (CRM) dan dihitung nilai Recovery (perolehan kembali), semakin mendekati nilai 100%, maka nilai akurasi nya semakin baik (AOAC, 2002). Nilai Recovery (perolehan kembali) dapat dihitung menggunakan rumus berikut: Recovery (%) = Nilai yang diperoleh (mg/L) x 100% Nilai sertifikat (mg/L) Nilai recovery memiliki rentang yang berbeda sesuai dengan konsentrasi, semakin besar konsentrasi berada, maka rentang recovery limit semakin sempit begitu juga sebaliknya. Berikut adalah tabel recovery limit berdasarkan konsentrasi. 8



Tabel 2.1. Recovery Limit Akurasi berdasarkan konsentrasi (AOAC, 2002) Konsentrasi



Recovery Limit



100 % 10 % 1% 0,1 % 0,01 % 10 ug/g (ppm) 1 ug/g (ppm) 10 ug/kg (ppb)



98 – 101 % 95 – 102 % 92 – 105 % 90 – 108 % 85 – 110 % 80 – 115 % 75 – 120 % 70 – 125 %



2.3.3 Presisi Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Riyanto, 2014). Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah presisi metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran presisi pada kondisi yang normal. Ketertiruan adalah presisi metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratoriumlaboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula (Chan et al, 2004). Nilai presisi dapat dihitung dengan menentukan nilai CV (%) Horwitz, Horwitz mengemukakan bahwa semakin kecil konsentrasi suatu sampel, maka nilai CV yang dipersyarakatkan semakin besar dan semakin besar konsentrasi sampel maka semakin kecil nilai CV sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 2.2. Hubungan konsentrasi dengan nilai CV (%) Horwitz (Riyanto, 2014) 9



Konsentrasi



Recovery Limit



10 % 1% 0,1 % 0,01 % 1 ug/g (ppm) 1 ug/kg (pbb) 0.1 ug/kg (ppb)



2.8 % 4.0 % 5.7 % 8.0 % 16.0 % 45.0 % 64.0 %



Nilai CV Horwitz dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: CV (%) Horwitz = 2(1-0.5 log C) Keterangan : C = nilai konsentrasi yang diukur. Pada penelitian ini nilai presisi ditentukan oleh perbandingan antara nilai RSD yang diperoleh dengan nilai 2/3 CV (%) Horwitz hasil perhitungan. Nilai presisi dapat diterima apabila nilai RSD (%) lebih kecil dari nilai 2/3 CV (%) Horwitz (Harmita, 2004). 2.3.4 Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ)



LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. LOD merupakan parameter uji batas. LOQ merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Riyanto, 2014). Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan :



Dimana : Q



= LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)



10



k



= 3 untuk untuk batas deteksi dan 10 untuk batas kuantitasi



Sb = Simpangan baku respon analitik dari blanko S1 = Arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx). Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linear dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai a pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.). Karena k = 3 atau 10 dan simpangan baku (Sb) =



Sy/x, maka



dan



(Harmita, 2004).



2.3.5 Ketangguhan Metode (Ruggedness)



Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis (Harmita, 2004). Ketangguhan metode merupakan kemampuan suatu metode untuk tidak dipengaruhi oleh variasi kecil dalam analisis. Variasi tersebut dapat berupa variasi konsentrasi pelarut, suhu, waktu ekstraksi dan lain-lain. Suatu metode mempunyai ketangguhan yang tinggi jika adanya variasi tersebut tidak mempengaruhi terhadap hasil analisis senyawa target (Riyadi, 2009). 2.4



Estimasi Ketidakpastian Nilai



ketidakpastian



merupakan



suatu



parameter



non-negatif



yang



menggambarkan sebaran nilai kuantitatif suatu hasil pengujian (measurand), berdasarkan



informasi



yang



digunakan.



Namun



bahasan



tentang



konsep



ketidakpastian tidaklah utuh tanpa membahas juga tentang konsep ketertelusuran.



11



Ketertelusuran merupakan sifat dari pengukuran/pengujian, dimana hasil tersebut dapat dihubungkan ke suatu nilai acuan melalui mata rantai kalibrasi yang tidak terputus yang terdokumentasi, dimana masing-masing mata rantai berkontribusi terhadap ketidakpastian pengukuran/pengujian (Susanto, 2010) Adapun prosedur mengestimasi ketidakpastian pengukuran/pengujian adalah sebagai berikut: a. Spesifikasi objek yang akan diukur/diuji (specification of the measurand)



Dalam konteks estimasi ketidakpastian, spesifikasi ini memerlukan pernyataan yang jelas dan tidak meragukan tentang obyek yang diukur (measurand), serta persamaan kuantitatif yang menghubungkan measurand dengan parameter lain yang mempengaruhinya (rumus/formula perhitungan). Parameter ini dapat terdiri dari measurand yang lain, parameter yang tidak diukur secara langsung, atau konstanta. Dalam tahap ini pun harus jelas apakah langkah sampling termasuk dalam prosedur yang akan dihitung ketidakpastiannya atau tidak. Jika ya, maka estimasi ketidakpastian dari sampling tentu saja perlu dipertimbangkan (Ellison, 2002). b. Identifikasi sumber-sumber ketidakpastian Cause and effect diagram merupakan salah satu alat bantu yang sangat memudahkan untuk menggambarkan hubungan antara setiap sumber dan bagaimana pengaruhnya terhadap ketidakpastian akhir. Selain itu diagram ini juga dapat membantu untuk melihat adanya duplikasi sumber ketidakpastian yang sama (Ellisonn, 1998). Secara umum sumber-sumber ketidakpastian meliputi tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut ini: 1. Sampling 2. Spesifikasi instrumen 3. Kemurnian reagen dan zat standar 4. Kesalahan acak (repetabilitas dan reprodusibilitas)



5. Personel 6. Preparasi contoh 7. Kurva kalibrasi 8. Homogenitas contoh 12



c. Kuantifikasi nilai ketidakpastian Setelah seluruh sumber ketidakpastian diidentifikasi dan hubungan antara sumber yang satu dengan yang lain telah diketahui, serta bagaimana semuanya berpengaruh terhadap ketidakpastian akhir, maka pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai ketidakpastian yang berasal dari masing-masing sumber. Berbagai jenis data dan cara konversinya menjadi ketidakpastian baku dapat dicermati dalam gambar berikut :



Gambar 2.2. Jenis-jenis data sumber ketidakpastian dan cara konversinya untuk mendapatkan ketidakpastian baku (μ) d. Perhitungan ketidakpastian gabungan Ketidakpastian akhir dari measurand diperoleh dengan menggabungkan komponen ketidakpastian baku dari masing-masing sumber. Apabila komponenkomponen tersebut saling bebas atau tidak bergantung satu sama lain, seperti umumnya pada kasus pengujian kimia, maka perhitungan ketidakpastian gabungan (µx) dapat disederhanakan dengan penggolongan seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut: Tabel 2.3. Rumus penghitungan ketidakpastian gabungan Hubungan Antara Measurand dengan Aturan Penggabungan Komponen Ketidakpastian Aturan 1 , atau



13



Perhitungan Ketidakpastian Gabungan (µx)



Hubungan Antara Measurand dengan Komponen Ketidakpastian



Aturan Penggabungan



Perhitungan Ketidakpastian Gabungan (µx)



Aturan 2 , atau Aturan 3



;



B



adalah



konstanta Aturan 4



e. Perhitungan ketidakpastian diperluas Tahap



terakhir



dari



perhitungan



ketidakpastian



adalah



mengalikan



ketidakpastian gabungan (μx) dengan suatu faktor pencakupan (k) ketidakpastian untuk mendapatkan nilai ketidakpastian diperluas (U) dengan tingkat kepercayaan tertentu. Untuk kebanyakan kasus, disarankan untuk menggunakan nilai k=2 (atau tepatnya 1,96) yang akan memberikan tingkat kepercayaan 95%. Tapi ini hanya berlaku jika nilai perhitungan ketidakpastian gabungan didasarkan pada data dengan derajat bebas efektif yang cukup besar (≥ 6).



14



BAB III METODE PENELITIAN 3.1



Desain Penelitian Penelitian ini merupakan verifikasi pengujian kadar Fe dalam batu kapur



menggunakan metoda ASTM C 25-11 secara spektrofotometri. Penelitian diawali mencari rentang pengukuran dengan pembuatan deret larutan standar Fe dengan rentang konsentrasi 1.0 - 10.0 mg/L lalu menguji absorbansi pada panjang gelombang 510 nm, membuat kurva kalibrasi standar dan mencari linearitasnya. Nilai akurasi diperoleh dengan cara mengukur larutan CRM Fe 10.02 mg-Fe/L. Presisi diperoleh dengan pengukuran sebanyak 10 kali kemudian dibandingkan nilai RSD (%) dengan nilai 2/3 CV Horwitz. Nilai Limit of Detection (LOD) diperoleh dari hasil pembacaan standar terendah sebanyak 10 kali ulangan, kemudian nilai Limit of Quantification (LOQ) dihitung menggunakan rumus. Selektivitas (spesifisitas) metode adalah kemampuan metode spektrofotometri dalam mendeteksi molekul Fe di dalam matriks sampel sebenarnya. Sampel yang akan di uji tidak dalam kondisi murni/tunggal tetapi bersama kandungan logam batu kapur dominan yaitu Ca, Mg, Fe, dan Al, sehingga kita perlu memastikan selektifitas metode penentuan Fe pada batu kapur dengan penambahan fenantrolin sebagai reagen selektif untuk menentukan Fe2+ pada panjang gelombang 510 nm. Uji selektifitas dilakukan untuk memastikan bahwa logam lain tidak bereaksi dengan fenantrolin atau dipastikan hanya Fe2+ yang bereaksi dengan cara mencoba logam lain sebagai sampel, apabila tidak bereaksi maka dipastikan hanya Fe2+ saja yang bereaksi dan dapat dikatakan metode tersebut selektifitasnya baik. Ketangguhan dari metode dinilai dari pengerjaan Fe sampel oleh analis yang berbeda, kemudian hasil yang didapatkan kedua analis tadi dibandingkan dengan uji t. Metode dinyatakan tangguh apabila tidak ada perbedaan yang nyata terhadap nilai Fe dalam batu kapur yang dikerjakan oleh kedua analis tersebut. Penelitian ini juga menghitung nilai ketidakpastian dari masing-masing komponen yang mempengaruhi nilai hasil pengukuran. Sehingga hasil pengukuran dengan menggunakan metode



15



yang sudah diverifikasi ini akan memberikan hasil yang dipercaya dan dapat tertelusur terhadap nilai Certificate Reference Material (CRM) yang menjadi rujukan. 3.2



Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan di Laboratorium Kimia Universitas



Muhammadiyah Riau dan Laboratorium Raw Material Incoming PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. 3.3



Alat dan Bahan



3.3.1



Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Spektrofotometer (Pharo 300



Merck), Hotplate, Kertas Saring (Whatman 42), Neraca (Pecisa ES 420 A), Jaw Crusher, Screen 100 mesh, indikator universal atau pH meter, labu semprot dan alatalat gelas laboratorium. 3.3.2



Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ammonium Acetate,



Hydroxylamine Hydrochloride, 1,10 Ortho Phenanthroline, larutan standar 10.02 mgFe/L, HCL, NH4OH dan Akuades. 3.4



Populasi dan Sampel Penelitian Pengambilan sampel dilakukan dengan mengacu pada SNI 19-0428-1998



dimana sampel diambil menggunakan sekop dapat berupa sekop bergagang panjang atau sekop bergagang pendek. Sampel diambil berdasarkan jumlah lot/tanding dan sesuai dengan jenis uji yang dilakukan. Contoh pengambilan sampel diambil beberapa tempat dari seluruh lapisan secara acak dengan masing-masing bobotnya kira-kira sama. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan jumlah lot/tanding dengan rumus akar pangkat dua dari jumlah sampel.



16



Prosedur Keselamatan



3.5



Untuk menjaga keselamatan peneliti dan alat selama penelitian, maka dalam penelitian ini diterapkan beberapa prosedur keselamatan, diantaranya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai, memahami Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan yang akan digunakan dan menangani bahan sesuai petunjuk di dalam MSDS,



memahami



prosedur



penggunaan



alat



dengan



baik



sebelum



mengoperasikannya, membuat rencana kerja dan menganalisis setiap bahaya yang timbul pada setiap langkah kerja serta membuat cara penanggulangannya, dan memahami prosedur penanganan preparasi dan analisa selama penelitian. 3.5.1



Keselamatan Saat Analisis Sebelum memulai pengujian, terlebih dahulu memahami Material Safety Data



Sheet (MSDS) untuk mengetahui penanganan dan penggunaan bahan yang dibutuhkan. Untuk analisis Fe, bahan yang digunakan termasuk bahan yang dapat membahayakan saat analisis seperti HCL pekat. Pada saat membuat larutan HCL (1+9) yaitu dengan membuat pengenceran dari HCL pekat harus dilakukan di dalam lemari asam, jika terjadi tumpahan pada saat pembuatan larutan ini segera netralkan tumpahan dengan larutan yang sudah tersedia di samping lemari asam yaitu NaHCO3 5% atau NH4OH 5% sebelum disiram dengan air dan pakai alat pelindung diri saat menangani tumpahan asam. 3.5.2



Keselamatan Setelah Analisis Pada saat setelah pengujian, tempat analisis harus dibersihkan dari tumpahan



dan sisa dari pengujian serta alat yang digunakan, agar zat-zat sisa tidak tertinggal pada alat dan area kerja yang digunakan. Setiap pengujian selalu menghasilkan limbah. Oleh karena itu hendaknya memahami prosedur penanganan limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dari pengujian klorida ditampung pada wadah penampungan. Kemudian diolah dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang ada di laboratorium sebelum dibuang ke lingkungan.



17



3.6



Prosedur Kerja Verifikasi Kadar Fe dalam Batu Kapur (ASTM C 25-11)



3.6.1



Preparasi sampel batu kapur Sampel dari penyamplingan beberapa titik dengan metode random kemudian di



komposit masing-masing sampel menjadi homogen. Setelah itu lakukan quartering beberapa kali untuk mendapatkan sampel yang homogen dan representative. Sampel yang sudah didapat di haluskan dengan menggunakan jaw crusher untuk lebih menghaluskan particle sampel. Setelah particle yang didapat halus selanjutnya melakukan screening menggunakan screen 100 mesh. Sampel yang lolos dari screen 100 mesh di komposit dan di quartering kembali sehingga didapat sampel uji ± 50 gr. Proses pengambilan contoh padatan dapat dilihat pada gambar berikut:



18



Gambar 3.1. Diagram proses pengambilan contoh padatan



(a)



(b)



(c)



(d)



Gambar 3.2. (a) Mengumpulkan contoh, (b) Membagi contoh, (c) Mencampur contoh, dan (d) Mengemas contoh (Wagiono, 2003).



19



A.



Tahap filtrat sampel batu kapur Timbang ± 0,5 gr sampel ke beaker gelas 250 mL kemudian tambahkan 30 mL



HCl (1:1) lalu didihkan hingga kering dengan menggunakan hot plate. Setelah kering larutkan residu dengan 25 mL HCl (1+9) lalu encerkan dengan 100 mL akuades. Kemudian panaskan dengan temperatur rendah selama 15 menit (jangan sampai mendidih). Kemudian dinginkan dan saring dengan kertas whatman 42 dan filtratnya ditampung di labu ukur 250 mL lalu encerkan sampai tanda batas dan homogenkan. B.



Persiapan sampel pengukuran Fe Pipet filtrat dari sampel batu kapur sebanyak 10 mL ke labu ukur 50 mL. Lalu



tambahkan berturut-turut 1 mL Hydroxylamine Hydrochloride 10%, 5 mL Ammonium Acetat 20% dan 5 mL 1,10 Ortho Phenanthroline 0.1% kemudian aduk. Atur pH hingga 3.5-4.0 dengan menambahkan NH4OH (1:1) dan cek pH dengan pH meter atau indikator universal. Kemudian tambahkan akuades hingga tanda garis batas dan homogenkan. Biarkan selama 15 menit dan lakukan pembacaan absorban dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm. 3.6.2



Pembuatan larutan deret standar Fe Larutan standar 10 mg-Fe/L dibuat deret standar dengan konsentrasi masing-



masing 0.2 mg/L, 0.4 mg/L, 0.8 mg/L, 1.2 mg/L, 1.6 mg/L, dan 2.0 mg/L. 3.6.3



Penentuan linearitas dan rentang ukur Larutan deret standar yang telah dibuat diukur dengan menggunakan



Spektrofotometer (Pharo 300 Merck). Lakukan pembacaan absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm. Setelah itu, dibuat kurva antara konsentrasi dengan absorban. Ditentukan nilai regresi linear nya (r). 3.6.4



Pengukuran akurasi Lakukan pengukuran sebanyak 10 kali ulangan terhadap masing-masing larutan



standar 10.02 mg-Fe/L dan dibaca menggunakan Spektrofotometer (Pharo 300



20



Merck). Hasil dari pembacaan dibandingkan dengan nilai sertifikat Certificate Reference Material (CRM) dan dihitung deviasi nya. Recovery (%) = Nilai yang diperoleh (mg/L) x 100% Nilai sertifikat (mg/L) 3.6.5



Pengukuran presisi Lakukan pengukuran sebanyak 10 kali ulangan terhadap masing-masing larutan



standar 10.02 mg-Fe/L dan dibaca menggunakan Spektrofotometer (Pharo 300 Merck). Kemudian dihitung nilai CV (%) Horwitz dari data yang diperoleh. Nilai yang diperoleh dibandingkan dengan syarat keberterimaan CV (%) Horwitz yang telah ditetapkan. Relatif Standar Deviasi (RSD) (%) ≤ 2/3 CV Horwitz (%) 3.6.6



Pengukuran Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) Lakukan pengukuran sebanyak 10 kali ulangan terhadap standar dengan



konsentrasi terendah dan dibaca dengan menggunakan Spektrofotometer (Pharo 300 Merck). Penentuan nilai Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) diperoleh dari nilai standar deviasi. Limit of Detection (LOD) = Rata-rata pengukuran (x) + 3 SD Limit of Quantification (LOQ) = Rata-rata pengukuran (x) + 10 SD 3.6.7



Selektifitas (spesifisitas) metode Lakukan pengukuran kadar Fe dalam batu kapur dengan penambahan



phenanthroline sebagai reagen yang sangat selektif dalam menentukan Fe2+. Yang mana phenanthroline hanya membaca Fe2+ sehingga logam selain Fe2+ tidak terbaca pada panjang gelombang 510 nm. Untuk memastikan bahwa logam lain terbaca atau tidaknya sebagai Fe2+ adalah dengan mencoba logam lain sebagai sampel apabila tidak terbaca maka dipastikan bahwa hanya Fe 2+ yang terbaca. Dan dapat dikatakan metode pada sampel selektifitas nya dikatakan baik. 3.6.8



Pengukuran ketangguhan metode 21



Ketangguhan metode diperoleh dari hasil pengukuran nilai CRM terhadap nilai benar dari sertifikat CRM tersebut. Dihitung nilai persen perolehan kembali kadar Fe dari CRM dilakukan oleh analis yang berbeda. Kemudian hasil kedua analis tersebut dibandingkan dengan nilai sertifikat CRM yang digunakan. 3.6.9



Perhitungan nilai estimasi ketidakpastian pengukuran Hasil pembacaan kadar Fe dengan menggunakan Spektrofotometer (Pharo 300



Merck) diperoleh dalam konsentrasi mg/L, kemudian dihitung menggunakan rumus: 250



50



4 Fe2O3(%) = A x Berat sample x 10 x 1.4297 x 10



Dimana :



BM Fe2 O3 1.4297 = 2 x Ar Fe



A



= ppm pembacaan spektrofotometer



Berdasarkan rumus di atas dapat dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor kesalahan dalam pengukuran kadar Fe dalam batu kapur sehingga estimasi ketidakpastian pengukuran dapat ditentukan. Berikut adalah faktor-faktor sumber ketidakpastian pengukuran kadar Fe dalam batu kapur: 1. Ketidakpastian dari pembacaan spektrofotometer 2. Ketidakpastian dari penimbangan sampel 3. Ketidakpastian dari akurasi pembacaan 4. Ketidakpastian dari presisi pembacaan 5. Ketidakpastian dari pipet volume 6. Ketidakpastian dari faktor pengenceran, yang terdiri dari ketidakpastian labu ukur 50 mL dan labu ukur 100 mL. Gambar diagram tulang ikan (fish bone) dari pengukuran Fe dalam batu kapur ada di lampiran 3. Kemudian hitung nilai ketidakpastian gabungan dan ketidakpastian diperluas (U), dengan rentang kepercayaan sebesar 95%. Rumus untuk menghitung nilai ketidakpastian gabungan adalah: µ Gabungan = Konsentrasi (mg/L) x 22



Keterangan : µp : ketidakpastian dari penimbangan



µFp : ketidakpastian dari faktor pengenceran µA : ketidakpastian dari akurasi µkk : ketidakpastian dari kurva kalibrasi µpr : ketidakpastian dari presisi kemudian dilakukan perhitungan untuk nilai ketidakpastian yang diperluas



(U)



dengan rentang kepercayaan 95% menggunakan rumus: U = k x µgabungan Nilai k merupakan suatu ketetapan yaitu 2 dengan tingkat kepercayaan 95%. Sehingga setelah diperoleh nilai U, maka dapat ditulis pelaporan hasil pengujian dalam bentuk berikut: Hasil pengukuran (mg/L) ± U (Eurachem, 2014). 3.7



Jaminan Mutu



3.7.1



Jaminan Mutu Alat dan Instrument Salah satu syarat bahwa hasil yang didapatkan selama penelitian bisa diterima



adalah adanya jaminan dari peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan layak untuk digunakan. Kelayakan alat dapat dilihat dari hasil kalibrasi dan uji performance alat sedangkan untuk peralatan gelas maka digunakan peralatan grade A yang sudah terkalibrasi. Tabel 3.1. Jaminan Mutu Alat dan Instrument No. 1. 2. 3. 4.



Nama Alat Oven Herhaust Neraca Pecisa ES 420 A Spektrofotometer Pharo 300 Merck pH Meter 3310 Set 2 Inc



Tanggal Kalibrasi Terakhir 10.11.2016 08.11.2016 12.07.2016 15.11.2016



23



Lab. Kalibrator IP-Oven-041 IP-BAL-131 Indocal Kalibrasi IP-pH-055



Ketidakpastian 1,7°C 0,18 mg ± 0.003 0,25 mL



5.



Pipet Volume 1,0 mL



Tanggal Kalibrasi Terakhir 12.08.2016



6.



Pipet Volume 2,0 mL



12.08.2016



7.



Pipet Volume 3,0 mL



12.08.2016



8.



Pipet Volume 4,0 mL



12.08.2016



9.



Pipet Volume 5,0 mL



12.08.2016



10.



Pipet Volume 8,0 mL



12.08.2016



11.



Pipet Volum 10 mL



12.08.2016



12. 13. 14.



Labu Ukur 50 Labu Ukur 100 mL Labu Ukur 250 mL



12.08.2016 12.08.2016 12.08.2016



No.



3.7.2



Nama Alat



Lab. Kalibrator



Ketidakpastian



IP – Pippet 156 IP – Pippet 178 IP – Pippet 179 IP – Pippet 180 IP – Pippet 181 IP – Pippet 185 IP – Pippet 190 IP-Labu-110 IP-Labu-113 IP-Labu-115



+ 0.0266 mL - 0.0282 mL - 0.0289 mL - 0.0175 mL - 0.0149 mL - 0.0322 mL - 0.0429 mL - 0.005 mL - 0.013 mL - 0.12 mL



Jaminan Mutu Bahan Kimia dan Reagen Untuk menjamin hasil yang didapatkan dari penelitian maka digunakan bahan-



bahan yang pro analisis (p.a) yang dibeli dari Merck. Adapun ketertelusuran dari bahan yang digunakan dapat dilihat dari tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2 Jaminan Mutu Bahan dan Reagen No .



Nama Bahan



1.



Hydroxylamine Hydrochloride



2.



Ammonium Acetat 1,10 Ortho Phenanthroline Solution NH4OH Hydrocloric Acid (HCL)



3. 4. 5.



No. Batch / Cat. K46280531 A0888995 544 K46780425 611 A0476545 A078450 024



3.7.3 Jaminan Mutu Metode



24



No. CoA 1.00731.250 0 1.04864.0500 1.03943.025 0 1.01145.1000 1.04875.1000



Tgl Kadaluarsa 31/12/2019 31/08/2018 30/09/2018 31/12/2019 31/05/2019



Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang sudah baku dapat dilihat dari tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3 Jaminan Mutu Metode No. 1 2 3 4 3.8



Metode Pengujian kadar Fe dalam batu kapur Pengukuran kadar Fe dalam batu kapur menggunakan spektrofotometer Pharo 300 Prosedur verifikasi metode Prosedur verifikasi metode



Referensi ASTM C 25-11 MERCK Pharo 300 AOAC Tahun 2002 Eurachem Tahun 2014



Teknik Analisa Data Pada penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Verifikasi



metode penetapan kadar Fe dalam batu kapur adalah dengan melakukan pengujian terhadap parameter verifikasi meliputi linearitas dan rentang pengukuran, akurasi, presisis, Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ), selektifitas (spesifisitas) metode, ketangguhan metode dan estimasi ketidakpastian pengukuran. Parameter verifikasi tersebut, harus ditentukan nilai batas keberterimaannya, berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, sebagai berikut: 1. Linearitas dari grafik hubungan anatara konsentrasi dan absorban, dihitung



nilai linear (r). Syarat keberterimaan nilai r ≥ 0.997 (Chan et al, 2004). 2. Nilai akurasi diperoleh dari nilai recovery pengujian. Menurut AOAC



(2002), syarat keberterimaan akurasi untuk sampel dengan konsentrasi berkisar 10 mg/L dalag rentang 80-115%. 3. Presisi dihitung dengan nilai RSD yang diperoleh dengan nilai 2/3 CV



Horwitz dengan syarat keberterimaan nilai RSD < 2/3 CV Horwitz. 4. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) serta



merupakan batas nilai pelaporan hasil analisis. Untuk syarat keberterimaan nilai LOD dan LOQ diperoleh dari hasil penelitian yang diperoleh. 5. Selektifitas (spesifisitas) metode dikatakan baik jika penelitian yang



dilakukan selektif dalam pembacaan spektrofotometer panjang gelombang 510 nm.



25



6. Ketangguhan metode, syarat keberterimaan tidak terjadi perbedaan yang nyata ketika dilakukan oleh analis berbeda. 7. Estimasi ketidakpastian pengukuran diperoleh dari penelitian yang dilakukan,



dengan



memperhatikan



sumber-sumber



pengukuran dari metode yang digunakan.



DAFTAR PUSTAKA



26



ketidakpastian



AOAC. 2002. Guidelines for Single Laboratory : Validation of Chemical Methods for Dietary Supplement and Botanicals. Chan, C. C., Lam, H., Y. C. Lee, Xue, M. D. 2004. Analytical Method Validation and Instrument Performance Verification. Jo Willey & Sons, Inc Publication. New Jersey. Dianawati. 2013. Studi Gangguan Ag(I) dalam Analisa Besi dengan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 secara Spektrofotometri UV-Vis. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Eaton, A. 2005. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. 21st Edition. Marryland – USA : American Public Health Association. Ellison, S. L. R., Rosslein, M., Williams, A. 2002. Eurachem/CITAC Guide: Quantifying uncertainty in analytical measurement, 2nd Ed. Ellison, S. L. R., Barwick, V. J. 1998. Estimating measurement uncertainty: reconciliation using a cause and effect approach. Accred. Qual. Assur. Eurachem. 2014. The Fitness for Purpose of Analytical Methods – A Laboratory Guide to Method Validation and Realted Topics 2nd edition. Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Vol. I No 3. Majalah Ilmu Kefarmasian. Hal 117-121. Hendayana. 2001. Kimia Analisis Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press. ISO. 2008. International vocabulary of basic and general terms in metrology. Switzerland. Kar, W. C. 2014. Tutorial on method verification: A routine method for the determination of heroin. Egyptian Journal of Forensic Sciences 5, 62–69. Kartasasmita, C. B. 2009. Epidemiologi Tuberculosis. Bandung: Unpad. Khopkar, S. M. 1990. Basic Concepts of Analytical Chemistry (Konsep Dasar Kimia Analitik). Penerjemah: A. Saptorahardja. Jakarta: UI-Press. Love, J.L. 2002. Chemical metrology, chemistry and the uncertainty of chemical measurements. Accred. Qual. Assur. Hal 95 – 100. Mulja, M., Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.



27



Mulhaquddin. 2014. Validation Method. Diklat Validasi Metode Baristand Industri. Ambon. Prasetyo, P. H. 2006. Penentuan Ion Logam Cr dalam Air Tangki Reaktor Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Skripsi. USM Surakarta. Dian, P. H. 2011. Validasi Metode Spektrofotometri Untuk Penentuan Besi Total Dan Aluminium Dalam Natrium Zirkonat. Thesis. Universitas Sumatera Utara. Riyadi, Wahyu. 2009. Validasi Metode Analisis. Makalah. Universitas Negeri Semarang. Riyanto. 2014. Validasi dan Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025 Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi. Edisi1. Cetakan 1. Yogyakarta: Deepublish. Sa’adah, E., Winata, A. S. 2010. Validasi metode pengujian logam tembaga pada produk air minum dalam kemasan secara spektrofotometri serapan atom nyala. Biopropal Industri 01 (02) : 31–37. Sastrohamidjojo, H. 2007. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty. Standar Nasional Indonesia ISO/IEC 17025:2008. Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Susanto, Y. 2010. Estimasi Ketidakpastian Pengukuran/Pengujian dalam Pengukuran/Pengujian Kimia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.



28