Proposal Kti (Rahmat, 3a Sanitasi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI DI PUSKESMAS SE-KOTA TANJUNGPINANG



Proposal Karya Tulis Ilmiah



Oleh: Rahmat NIM.PO7233318632



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG PRODI DIII SANITASI 2020



LEMBAR PERSETUJUAN



GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI DI PUSKESMAS SE-KOTA TANJUNGPINANG



Oleh: Rahmat NIM.PO 7233318 632 PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH Proposal ini telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing Tanjungpinang,01 Januari 2021



Pembimbing I



Pembimbing II



Luh Pitriyanti, M.KES NIP.



Mutia Dian Safitri, M.KES NIP.



i



LEMBAR PENGESAHAN GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI DI PUSKESMAS SE-KOTA TANJUNGPINANG Oleh: Rahmat NIM.PO 7233318 632 PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan Lingkungan Proposal ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal KTI Prodi DIII Sanitasi Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang Tanjungpinang, januari 2021 1. 2. 3.



ii



DAFTAR ISI



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Sanitasi yang buruk dapat menjadi media transmisi agen penyakit



berbasis lingkungan, seperti lalat, nyamuk, kecoak, kutu, pinjal, tikus yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti sakit diare, kulit, ISPA, dan lain-lain . Penanganan



sanitasi



wajib



dilaksanakan



setiap



kabupaten/kota



sesuai



Permenkes No. 13/2015, tentang Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan Lingkungan di Puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Program sanitasi termasuk program kesehatan lingkungan, yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif hal ini sesuai Permenkes 75/2014, tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Menurut Permenkes No13/2015 kegiatan sanitasi meliputi kegiatan konseling, inpeksi kesehatan lingkungan hingga intervensi kesehatan lingkungan. Kebijakan pelayanan promotif di puskesmas sudah diatur dalam Kepmenkes No. 585/2007, tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2014; Kemenkes RI, 2007; Supari, 2007) Menanggulangi penyakit berbasis lingkungan (PBL) sangat penting dilakukan, karena lebih dari 80% penyakit yang diderita balita di Indonesia adalah PBL, seperti diare, tuberkolosis, penyakit kulit, ISPA, kecacingan, malaria dan demam berdarah dengue. Saat ini telah muncul PBL jenis baru yang sangat mematikan yaitu flu burung dan flu babi. Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi PBL di Puskesmas sesuai Kepmenkes 585/2007 dan Permenkes No. 13/2015 adalah dibentuknya klinik sanitasi



1



2



Klinik sanitasi di Puskesmas merupakan wahana untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan (Sugiharto & Oktami, 2018). Kegiatan utama di klinik sanitasi adalah sesuai Permenkes No. 13/2015 yaitu konseling, inpeksi kesehatan lingkungan hingga intervensi kesehatan. Model kegiatan Klinik sanitasi



merupakan



model



inovatif



program



promosi



kesehatan



untuk



pemberantasan penyakit akibat faktor lingkungan (SARI, 2012) Masalah kesehatan lingkungan antara lain program tempat pembuangan sampah dan limbah merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam



pengelolaan



sejak



mulai



timbul



disumber,



pengumpulan,



pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Program pengendalian vektor seperti serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya: pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis (Indawati,Thamrin., Abidin, 2014) Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi. Puskesmas merupakan suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan



3



mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan atau kabupaten (Putri & Mulasari, 2018) Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang di samping menonjolkan aspek kuratif, juga menonjolkan aspek promotif dan preventif. Salah satu program puskesmas yang menelaah masalah sanitasi lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan adalah klinik sanitasi. Idealnya, setiap puskesmas memiliki klinik sanitasi (Depkes RI, 2004b). Jika ada pasien datang ke puskesmas yang menderita penyakit berbasis lingkungan dengan latar belakang buruknya kebersihan diri, keluarga dan lingkungan, maka pasien tersebut akan dirujuk ke klinik sanitasi setelah diobati. Di sana, petugas klinik sanitasi akan memberikan konseling mengenai penyakit berbasis lingkungan dan sanitasi lingkungan. Jika dirasa perlu, petugas akan melakukan kunjungan ke rumah pasien tersebut untuk menelaah penyebab utama penyakit dan masalah sanitasi pasien tersebut dan memberi solusi untuk menyelesaikannya. Selain pasien penyakit berbasis lingkungan, masyarakat umum juga dapat berkonsultasi di klinik sanitasi, dimana mereka disebut dengan klien. Dalam kurun waktu sebulan, petugas klinik sanitasi akan mengemukakan masalah kesehatan lingkungan yang ada, dan akan berdiskusi dengan petugas lainnya di puskesmas mengenai solusi untuk menyelesaikannya dan evaluasi program tersebut. Dengan kegiatan konseling, kunjungan ke rumah pasien dan klien, dan lokakarya mini yang dilakukan, klinik sanitasi diharapkan mampu menurunkan angka penyakit berbasis lingkungan dan mengatasi masalah kesehatan lingkungan yang ada (Depkes RI, 2004a) . Berdasarkan prakek klinik sanitasi yang telah dilakukan di puskesmas sekota tanjungpinang masih di dapati tingginya kasus penyakit berbasis lingkungan



4



di antaranya yaitu penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), Diare, Demam Berdarah Dengue (DBD), Tuberculosis (TB), Penyakit Kulit, dan Kecacingan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi Di Puskesmas Se-Kota Tanjungpinang.



1.2



Rumusan Masalah Tingginya penyakit berbasis lingkungan di wilayah kerja puskesmas kota



Tanjungpinang dan program klinik sanitasi yang telah dijalankan sebagai salah upaya untuk menanggulangi masalah penyakit berbasis lingkungan yang terjadi di



masyarakat



yang



berada



pada



wilayah



kerja



puskesmas



di



kota



Tanjungpinang, maka peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi di seluruh puskesmas kota Tanjungpinang.



1.3



Tujuan



1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang.



1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui jumlah tenaga pelaksana program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota tanjungpinang. 2. Mengetahui ketersediaan sarana dan prasarana program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang. 3. Mengetahui dana untuk pelaksanaan program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang.



5



4. Mengetahui ketersediaan pedoman dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang. 5. Mengetahui



jumlah



penyakit



berbasis



lingkungan



di



seluruh



puskesmas di kota Tanjungpinang. 6. Mengetahui jumlah pasien penderita penyakit berbasis lingkungan di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang. 7. Mengetahui jumlah klien yang datang ke klinik sanitasi di seluruh puskesmas kota Tanjungpinang. 8. Mengetahui jumlah kunjungan rumah pasien/klien klinik sanitasi yang di lakukan oleh petugas klinik sanitasi. 9. Mengetahui kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam pelaksanaan program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang. 10. Mengetahui gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang.



1.4



Manfaat Penelitian



1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,tambahan referensi ilmu kesehatan lingkungan dan memberikan kontribusi ilmu pengetahuan terutama dalam bidang kesehatan lingkungan.



1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat



menjadi acuan



untuk kajian lebih lanjut yang lebih mendalam mengenai program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang.



6



2. Bagi Masyarakat, diharapkan penelitian ini mampu menjadi informasi bagi masyarakat mengenai gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi di seluruh puskesmas di kota Tanjungpinang. 3. Bagi



peneliti,



Sebagai



wujud



pengalaman



nyata



dalam



mengaplikasikan ilmu teori yang telah didapatkan selama mengikuti perkuliahan di lapangan dan untuk menambah pengetahuan peneliti di bidang sanitasi khususnya program klinik sanitasi.



1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan diseluruh puskesmas dikota Tanjungpinang untuk melihat gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi,sebagaimana diketahui peran klinik sanitasi dipuskesmas sebenarnya sangat membantu mengatasi penyakit



berbasis



lingkungan



dipuskesmas,



mengubah



masyarakat dan perbaikan kualitas kesehatan lingkungan.



perilaku



sehat



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1.



Puskesmas



2.1.1. Pengertian, Visi dan Misi Puskesmas a.



Pengertian Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas



adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakatdan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2015). Keputusan Menteri Kesehatan No. 75/MENKES/SK/X/2014 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas menyebutkan bahwa pengertian Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota (UPTD) yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai UPT Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Kemenkes RI, 2014). Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. (Kemenkes RI, 2014:5) b. Visi dan Misi Puskesmas (1) Visi



7



8



Visi



pembangunan



kesehatan



yang



harus



diselenggarakan



oleh



Puskesmas adalah pembangunan kesehatan yang sesuai dengan paradigma sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan (Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014). (2) Misi Dalam misi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya visi pembangunan kesehatan nasional (Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014). Misi tersebut yaitu : a. Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. b. Menggerakkan



dan



bertanggung



jawab



terhadap



pembangunan



kesehatan di wilayah kerjanya. c. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan. e. Menyelenggarakan



Pelayanan



Kesehatan



dengan



memanfaatkan



teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. f.



Mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.



9



2.1.2 Tujuan dan Fungsi Puskesmas a. Tujuan Tujuan pembangunan kesehatan yang di selenggarakan Puskesmas yang tertera pada peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 75 tahun 2014 Pasal 2 yang mana tujuan tersebut untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat, untuk mewujudkan masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, untuk mewujudkan masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat, untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. b. Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi yaitu penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya dan Upaya Kesehatan Mayarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah



kerjanya



(Permenkes



RI



Nomor



75



Tahun



2014).



Dalam



menyelenggarakan fungsinya, Puskesmas berwewenang untuk: a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan. b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan. c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. d. Menggerakkan masyarakat untuk mengindentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait.



10



e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat. f.



Melaksanakan



peningkatan



kompetensi



sumber



daya



manusia



Puskesmas. g. Memantau pelaksanaaan pembangunan agar berwawasan kesehatan. 8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan. h. Memberikan



rekomendasi



terkait



masalah



kesehatan



masyarakat,



termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. 2.2 Klinik Sanitasi 2.2.1 Pengertian Klinik Sanitasi Klinik sanitasi adalah upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar gedung puskesmas (Depkes RI, 2003). Klinik sanitasi juga merupakan tempat masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan juga tentang masalah penyakit berbasis lingkungan dengan di pandu petugas dari klinik sanitasi. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan mandiri melainkan sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas dalam melaksanakan program yang bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 2000).



11



Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan, khususnya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2000). Pelaksanaan program klinik sanitasi menjaring pasien/klien di puskesmas dengan keluhan penyakit berbasis lingkungan dan lingkungan yang tidak sehat sebagai media penularan dan penyebab penyakit yang dialami oleh masyarakat selanjutnya dilaksanakan konseling dan kunjungan lapangan atau kunjungan rumah untuk mencari jalan keluar akibat masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang muncul di masyarakat (Depkes RI, 2000). Terdapat beberapa pengertian yang harus dipahami dalam pelaksanaan program klinik sanitasi selain dari pengertian klinik sanitasi (Depkes RI, 2001), yaitu: 1.



Pasien Klinik Sanitasi Yaitu penderita penyakit berbasis lingkungan yang datang ke puskesmas yang kemudian dirujuk oleh dokter ke ruang klinik sanitasi atau yang ditemukan di lapangan baik oleh petugas medis/paramedis maupun petugas survei.



2.



Klien Klinik Sanitasi Masyarakat umum bukan penderita penyakit yang datang ke puskesmas untuk berkosultasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.



3.



Konseling



12



Adalah kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenali masalah lebih ringan kemudian diupayakan pemecahannya yang dilakukan oleh tenaga sanitarian atau tenaga pelaksana Klinik sanitasi, sehubungan dengan konsultasi penderita atau klien yang datang ke puskesmas tentang penyakit berhubungan dengan lingkungan dan kesehatan lingkungan penduduk diwilayah kerja puskesmas. 2.2.2 Tujuan Klinik Sanitasi a.Tujuan Umum Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus. b.Tujuan Khusus 1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat (pasien dan klien serta masyarakat disekitarnya) akan pentingnya lingkungan sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat. 2. Masyarakat mampu memecahkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan. 3. Terciptanya keterpaduan lintas program-program kesehatan dan lintas sektor terkait, dengan pendekatan penanganan secara holistik terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan. 4. Untuk



menurunkan



meningkatkan



angka



penyehatan



penyakit lingkungan



berbasis melalui



lingkungan



dan



pemberdayaan



masyarakat. 5. Meningkatkan kewaspadaan dini terdapat penyakit-penyakit berbasis lingkungan melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara terpadu (Depkes RI 2000).



13



2.2.3 Ruang Lingkup Klinik Sanitasi Adapun ruang Lingkup kegiatan klinik sanitasi mencakup berbagai upaya antara lain (Depkes, RI 2000) : a. Penyediaan dan penyehatan air bersih/jamban dalam rangka pencegahan penyakit diare, kecacingan dan penyakit kulit. b. Penyehatan perumahan/pemukiman dalam rangka pencegahan penyakit ISPA, TB-Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria. c. Penyehatan lingkungan tempat kerja dalam rangka pencegahan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau penyakit akibat kerja. d. Penyehatan makanan dan minuman dalam rangka pencegahan penyakit saluran pencernaan atau keracunan makanan. e. Pengamanan pestisida dalam rangka pencegahan dan penanggulangan keracunan pestisida. f.



Pengamanan penyakit atau gangguan lainnya yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan.



2.2.4 Sasaran Klinik Sanitasi Pelaksanaan program klinik sanitasi mengarah pada suatu sasaran yang ditentukan, yaitu (Depkes RI, 2000): a. Penderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan yang datang ke puskesmas. b. Masyarakat



umum



(klien)



yang



mempunyai



masalah



kesehatan



lingkungan yang datang ke puskesmas. c. Lingkungan penyebab masalah bagi pasien/klien dan masyarakat sekitarnya. 2.2.5 Sumber Daya Klinik Sanitasi



14



Sumber daya merupakan suatu hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan program klinik sanitasi, sumber daya yang harus dimiliki oleh klinik sanitasi puskesmas sebagai berikut (Depkes RI, 2005): a. Tenaga Pelaksana Adapun tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan program klinik sanitasi adalah terdiri dari tenaga inti di bidang kesehatan lingkungan seperti Sanitarian atau Diploma III Kesehatan Lingkuangan atau strata I kesehatan masyarakat, disamping itu dalam pelaksanaan program klinik sanitasi ini juga dibutuhkan tenaga pendukung seperti dokter, bidan, perawat dan petugas gizi, pimpinan puskesmas juga menunjuk tenaga pelaksana kegiatan kesehatan ligkungan untuk melaksanakan kegiatan klinik sanitasi. b. Prasarana dan sarana (1) Ruangan, diperlukan untuk: Diperlukan ruangan dan atau bengkel sanitasi yang dapat digunakan untuk



kegiatan-kegiatan



demonstrasi,



penyuluhan,



pelatihan/perbaikan



sarana



konsultasi, sanitasi



konseling, dasar



dan



penyimpanan peralatan kerja. Untuk perkembangan selanjutnya bengkel sanitasi dapat berfungsi sebagai pusat pelatihan masyarakat di bidang sanitasi lingkungan. (2) Peralatan Peralatan



yang



digunakan



dan



harus



ada,



seperti:



alat-alat



perbaikan/pembangunan sarana air bersih dan santasi, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, peralatan pengukuran kualitas



15



lingkungan



(air,



tanah,



udara),



alat-alat



pengambilan



sampel



lingkungan dan sound system. (3) Transportasi Untuk mendukung kegiatan klinik sanitasi di luar puskesmas (kunjungan lapangan) diperlukan alat transportasi. (4) Alat peraga dan media penyuluhan Untuk kegiatan penyuluhan dan konseling diperlukan alat peraga maupun media penyuluhan antara lain : maket, media cetak, sound system, dan media elektronik. (5) Formulir Pencacatan dan Pelaporan Untuk pencatatan, dan pelaporan diperlukan dalam melakukan kegiatan klinik sanitasi. 2.2.6 Strategi Operasional Beberapa strategi operasional agar program klinik sanitasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, antara lain (Depkes RI, 2000): a. Penajaman masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi masyarakat dan mengatasi dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara terpadu. b. Masalah dalam tiap wilayah puskesmas tidaklah sama, baik antar desa maupun antar dusun. Oleh sebab itu harus dipahami dengan benar “peta masalah Kesehatan” yang berkenaan dengan kesehatan lingkungan. Sehingga penanganannya menjadi lebih spesifik. c. Membuat skala prioritas penanganan masalah kesehatan lingkungan dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang ada, karena



16



sulit untuk menangani semua masalah yang ada dalam waktu bersamaan, baik luas wilayahnya maupun jenis penyakitnya. d. Dilaksanakan secara terpadu dan bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor di wilayah kerja puskesmas. e. Menumbuh



kembangkan



peran



serta



masyarakat



melalui



kelembagaan yang sudah ada. misalnya PKK (Pendidikan Kesehatan Keluarga), LSM (Lembaga swadaya masyarakat), LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa). f.



Mengutamakan



segi



penyuluhan,



bimbingan



pemberdayaan



untuk



mendapatkan



kemandirian



Penyuluhan



juga



dilakukan



dengan



pemberian



teknis



dan



masyarakat. contoh



dan



keteladanan. g. Mengupayakan dukungan dan dengan meningkatkan swadaya masyarakat termasuk swasta selain sumber dana dari pemerintah. 2.2.7 Kegiatan Klinik Sanitasi Kegiatan klinik sanitasi dilaksananakan di dalam gedung dan di luar gedung Puskesmas (Depkes RI, 2005): a. Dalam Gedung (1) Pasien



(penderita



penyakit



berbasis



lingkungan)



dan



Klien



(pengunjung bukan penyakit berbasis lingkungan) Semua pasien/klien yang datang ke puskesmas yang mendaftar di loket, setelah mendapat kartu status kemudian diperiksa oleh petugas paramedis dan medis puskesmas (Bidan, Perawat dan Dokter). Apabila didapatkan menderita penyakit yang berhubungan erat



17



dengan faktor lingkungan, maka yang bersangkutan dirujuk ke Klinik sanitasi. Di



Ruang



Klinik



sanitasi



sanitarian



atau



tenaga



kesling



mewawancarai pasien tentang penyakit yang diderita dikaitkan dengan



lingkungan.



Sanitarian



atau tenaga



kesling mencatat



keterangan pasien, serta memberikan penyuluhan dan data yang diperlukan dttulis dalam Kartu status Kesehatan Lingkungan. yang akan dibawa sanitarian atau tenaga kesling membuat janji kunjungan ke rumah pasien dan keluarga. Kemudian sanitarian atau tenaga kesling membuat janji kunjungan rumah dengan pasien dan keluarganya. selanjutnya pasien dan keluarga mengambil obat. Dengan keterpaduan ini, baik Perawat, Bidan dan Dokter maupun sanitarian atau tenaga kesling memahami secara utuh masalah kesehatan yang dialami pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kegiatan lain di dalam gedung yang pertu dilakukan adalah membahas segala permasalahan, cara memecahkan masalah, hasil monitoring, evaluasi dan perencanaan. Klinik sanitasi dalam mini Lokakarya puskesmas yang melibatkan seluruh penanggung jawab kegiatan dan dilaksanakan satu bulan sekali. Dengan demikian diharapkan dapat dilakukan penanganan Klinik sanitasi secara integritas dalam lintas program. b. Luar Gedung (1) Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke Puskesmas)



18



Kunjungan rumah atau lokasi sebagai rencana tindak lanjut kunjungan pasien atau klien ke Klinik di puskesmas, Sebenamya kunjungan ini merupakan kegiatan rutin yang lebih dipertajam sasarannya. Karena saat kunjungan sanitarian telah mempunyai data pasti adanya sarana sanitasi dan lingkungan bermasalah yang perlu diperiksa dan faktor-faktor perilaku yang berperan besar dalam terjadi penyakit atau masalah tersebut. Dalam



kunjungannya



kerumah



klien



sanitarian



dapat



mengikutsertakan perawat dari puskesmas pembantu atau bidan desa, untuk melakukan pengecekan atas penyakit yang telah diobati tersebut. Sanitarian membawa kartu status kesehatan lingkungan, register yang telah diisi saat kunjungan pasien ke klinik sanitasi sebelumnya. Selain itu sanitarian juga mengajak kader klinik, Ketua pokmair, kelompok



pemakai



sarana,



ibu



PKK



(Pendidikan



Kesehatan



Keluarga), (Lembaga swadaya masyarakat), Perangkat Desa. tokoh masyarakat. Maksudnya agar masyarakat turut berperan aktif memecahkan masalah kesehatan yang timbul di lingkungan mereka sendiri. Diharapkan jika suatu saat timbul masalah penyakit berbasis lingkungan yang sejenis, mereka dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut. Petugas klinik sanitasi maupun petugas kesehatan lain yang mendampinginya dapat memberikan penyuluhan kepada pasien/klien dan keluarganya serta tetangga-tetanggga pasien tersebut. Pada kunjungan rumah tangga petugas klinik sanitasi



19



bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor, apabila dibutuhkan perbaikan atau pembangunan sarana sanitasi dasar dengan biaya besar, (seperti pembangunan sistem perpipaan) yang tidak terjangkau oleh masyarakat setempat, petugas klinik sanitasi melalui puskesmas dapat mengusulkan kegiatan tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. Jika masalah di lapangan belum dapat terpecahkan, maka dapat diangkat ke tingkat yang lebih tinggi. Bila diperlukan koordinasi di Kabupaten/Kota, maka puskesmas dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.



20



Gambar 2.1 Alur Klinik Sanitasi (Sumber: Depkes RI,2000)



2.3 Penyakit Berbasis Lingkungan Penyakit berbasis lingkungan adalah ilmu yang mempelajari proses kejadian atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat yang berhubungan, berakar (bounded) atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2011). Penyakit berbasis lingkungan merujuk pada penyakit yang memiliki akar atau hubungan yang erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2011). Kejadian penyakit berbasis lingkungan pada dasarnya, Munculnya gejalagejala penyakit pada kelompok tertentu merupakan akibat dari hubungan antara manusia ketika bertemu atau berinteraksi dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kejadian penyakit atau munculnya sekumpulan gejala penyakit (Achmadi, 2011). Beberapa contoh penyakit berbasis lingkungan seperti : ISPA, diare, kecacingan, DBD, malaria dan Tuberculosis 2.3.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)



21



.ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung, factor lingkungan,factor pejamu. Namun demikian, sering juga ISPA didefenisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gelaja biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesaknapas, menggigil, atau kesulitan bernapas (Masriadi,2017). ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Purnama, 2016). Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata- rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Purnama, 2016). Penyebab ISPA adalah virus atau bakteri. Virus yang utama penyebab terjadinya ISPA adalah Rhinovirus dan Coronavirus. Virus lain yang



juga



menjadi



penyebab



ISPA



adalah



virus



Parainfluenza,



Respiratory syncytial virus, dan Adenovirus (Maulina, 2013).



22



2.3.2 Diare Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (Purnama,2016) Diare dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu diare akut, kronik dan persisten. Agen yang menyababkan diare diantaranya bisa melalui tiga jalur, yakni : pada makanan, dalam air, atau penularan dari satu orang ke orang lain. Perbedaan cara penularan melalui ketiganya tergantung pada potensi ketersediaannya di lingkungan tempat tinggal masing-masing dan reflek yang diperlukan agen tersebut untuk menimbulkan infeksi (Purnama,2016) 2.3.3 Tuberkulosis (TBC) Tuberculosis merupakan suatu penyakit kronik dan menular yang disebabkan



oleh



bakteri



mycobacterium



tuberculosis,



bakteri



ini



merupakan sejenis kuman yang berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3- 0,6 mm, kuman ini berstruktur atas lipid (lemak) dan membuat kuman lebih tahan lama terhadap berbagai gangguan fisik, kimia dan juga asam (Ardiansyah, 2012). Penyakit ini lebih sering menyerang paru daripada organ tubuh lainnya



yang



ditandai



dengan



pembentukan



granuloma



dan



menyebabkan timbulnya nekrosis jaringan. Terdapat dua macam virus mycobacterium tuberculosis, yaitu tipe human dan tipe bovin biasanya



23



berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus, sedangkan pada tipe human biasanya berada di bercak ludah yang terbang di udara berasal dari ludah penderita TBC terbuka, orang akan mudah terinveksi TBC apabila menghirup bercak ludah ini (Wim de Jong et al, 2005 dalam Huda A, 2013). Tuberculosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko, yaitu factor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan, lantai rumah,



ventilasi,



pencahayaan,



kelembaban,



dan



ketinggian)



(Purnama,2016)



2.3.4 Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam



Berdarah



Dengue



(DBD)



adalah



penyakit



yang



disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes



aegypti



dan



Aedes



albopictus. Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue dengan tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Zulkoni, 2011:145) Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk yang dikenal dengan nama Aedes aegypti dan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus (Safar, 2010:251). Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti berada di sekitar rumah penduduk pada tempat-tempat yang berisi air jernih seperti pada tempayan, bak, mandi, jambangan bunga, kaleng, botol, dan mobil yang terdapat di halaman rumah, dapat juga terdapat pada kelopak daun



24



pisang dan tempurung kelapa yang berisi air hujan. Pada tempat perindukan Aedes aegypti sering ditemukan juga larva Aedes albopictus yang hidup secara bersama-sama (Safar, 2010:252). Aedes albopictus biasanya di kebun-kebun (Irianto, 2014:188). Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologi. Faktor tersebut adalah agent (agen), host (manusia), Environment (lingkungan). Timbulnya penyakit DBD bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor host (manusia) dengan segala sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis), adanya agent sebagai penyebab dan environment (lingkungan) yang mendukung (Purnama,2016)



2.3.7 Malaria Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia (Kemenkes RI, 2009). Penyakit malaria dapat menimbulkan kematian terutama pada kelompok yang berisiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, ibu hamil dan secara langsung dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja serta berdampak pada sosial-ekonomi masyarakat yang berada di daerah endemis malaria (Kemenkes RI, 2011). Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota



25



(urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim di daerah tersebut (Purnama,2016) Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles spesies betina yang bertindak sebagai vektor malaria. Nyamuk ini terutama menggigit manusia pada malam hari mulai senja (dusk) sampai fajar (dawn). Pada manusia dikenal ada 4 genus Plasmodium yaitu, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.



2.4 Kerangka Teori



Puskesmas



Klinik Sanitasi



Program Klinik >Tenaga sanitarian >Sarana dan Prasarana >Dana >Pedoman dan Petunjuk Teknis



Penyakit Berbasis Lingkungan



26



>Kegiatan Dalam Gedung >Kegiatan Luar Gedung >Kerjasama >Kunjungan Rumah



Keterangan : : Variabel yang di teliti : Variabel yang tidak diteliti



BAB III METODE PENELITIAN



3.1



Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep pada penelitian yang akan dilakukan ialah, sebagai berikut : Gambaran Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi di Puskesmas SeKota Tanjungpinang Sub Variabel : a. Petugas b. Sarana dan prasarana c. Dana d. Pedoman dan Petunjuk Teknis e. Jumlah penyakit berbasis lingkungan f. Jumlah klien klinik sanitasi g. Jumlah kunjungan rumah h. Kerjasama lintas sector i. Evaluasi j. Program klinik sanitasi



3.2 Variabel Penelitian Pada penelitian ini menggunakan 2 variabel yang terdiri dari sub variable dan variabel utama a. Variabel utamanya ialah yaitu gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi di puskesmas se-kota tanjungpinang b. Sub variabelnya ialah Petugas, sarana dan prasarana,



dana,



pedoman dan petunjuk Teknis, jumlah penyakit berbasis lingkungan, jumlah klien klinik sanitasi, jumlah kunjungan rumah, kerjasama lintas sektor, dan evaluasi.



27



28



3.3



Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran



pelaksanaan program klinik sanitasi di puskesmas se-kota Tanjungpinang. 3.4



Definisi Operasional Definisi operasional penelitian ini dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 3.1 Definisi Operasional



NO



Variabel



Definisi Operasional



Variabel Penelitian 1 Petugas Tenaga klinik sanitasi yang melaksanakan program klinik sanitasi minimal berpendidikan SPPH atau DIII kesehatan lingkungan 2 Sarana dan Segala fasilitas Prasarana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program klinik sanitasi 3 Dana Uang yang digunakan untuk pelaksanaan program klinik sanitasi 4 Pedoman Buku pedoman dan yang digunakan petunjuk oleh petugas teknis pelaksana program klinik sanitasi 5 Jumlah Jumlah penyakit penyakit berbasis berbasis lingkungan di klinik lingkungan sanitasi,diantarany a penyakit ISPA, diare, DBD, Tuberculosis, malaria 6 Jumlah Jumlah pasien pasien penyakit berbasis klinik lingkungan yang sanitasi dirujuk ke klinik sanitasi 7 Jumlah Jumlah masyarakat



Cara Ukur



Alat Ukur



Hasil Ukur



Skala



Wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



wawancara



Lembar cheklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar



Ya



Odinal



29



klien klinik sanitasi



8



Jumlah Konseling



9



Jumlah kunjungan rumah



10



Kerja sama lintas program



11



Kerja sama lintas sector



12



Evaluasi



13



Program klinik sanitasi



umum yang datang ke piskesmas untuk konsultasi masalahkesehatan lingkungan Jumlah pasien/klien yang dikonseling oleh petugas klinik sanitasi Jumlah pasien/klien yang dikunjungi rumahnya oleh petugas klinik sanitasi Petugas klinik sanitasi berkoordinasi dengan petugas program yang lain yang ada di puskesmas Suatu kegiatan koordinasi dengan sector untuk memecahkan masalah kesehatan lingkungan di wilayah kerjanya Kegiatan yang dilakukan oleh petugas klinik sanitasi puskesmas dan penyehatan lingkungan dinas kesehatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program Suatu program yang menangani penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan



cheklist



Tidak



Wawancara



Lembar cheklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar checklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar checklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



Wawancara



Lembar Cheklist



Ya Tidak



Nominal



30



3.5



Lokasi dan Waktu Penelitian



3.5.1



Lokasi Penelitian Lokasi



penelitian



ini



dilakukan



di



seluruh



puskesmas



di



kota



Tanjungpinang 3.5.2



Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan februari sampai bulan april



2021 3.6



Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah program klinik sanitasi di seluruh



puskesmas di kota Tanjungpinang yang meliputi : petugas, sarana dan prasarana, dana, pedoman dan petunjuk teknis, jumlah penyakit berbasis lingkungan, jumlah paisen klinik sanitasi, jumlah pasien/klien yan dikonseling, jumlah kunjungan rumah, kerjasama lintas program dan lintas sektor serta evaluasi program klinik sanitasi. 3.7



Pengumpulan Data



3.7.1



Observasi Teknik pengumpulan data dengan cara peneliti melakukan pengamatan secara langsung di lapangan



3.7.2



Wawancara Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tahap muka dan Tanya jawab langsung antara peneliti dan narasumber.



3.8



Sumber Data



3.8.1



Data Primer Data primer diperoleh melalui wawancara yang mendalam dengan petugas klinik sanitasi dipuskesmas, serta observasi langsung pada objek



31



penelitian, hasil wawancara dan hasil observasi yang diperoleh dicatat pada lembar wawancara dan lembar observasi yang telah dipersiapkan. 3.8.2



Data sekunder Data sekunder penelitian ini diperoleh dari puskemas yang ada di seluruh kota Tanjungpinang.



3.9



Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara observasi langsung



serta wawancara menggunakan lembar checklist. 3.10



Instrumen / Alat Pengumpulan Data Adapun instrument yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu



lembar Check List dan alat tulis 3.11



Pengolahan Data



Menurut Notoadmojo (2010) proses pengolaah data ini melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Editing Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan hasil observasi setelah melakukan wawancara pada petugas klinik sanitasi. b. Coding Mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pada penelitian ini yang di Coding adalah Ya=1 dan Tidak =0 c. Data Entry Memasukkan data yang sudah terbentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program komputer. d. Tabulasi



32



Mengelompokkan data kedalam table yang dibuat sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Setelah data ditabulasi, data hasil penelitian disajikan dalam table distribusi frekuensi dan bentuk narasi. 3.12



Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dengan analisis uvariat untuk untuk



mengetahui gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi di puskesmas se-kota Tanjungpinang. Hasil yang berupa angka-angka akan disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi.



33



DAFTAR PUSTAKA Indawati,Thamrin., Abidin, Z. (2014). Issn 1978-5283. 8(2), 171–179. Indonesia.Undang-Undang, Peraturan, dsb. 2014. (2014). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014. Putri, A. M., & Mulasari, S. A. (2018). Klinik Sanitasi Dan Peranannya Dalam Peningkatan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas Pajangan Bantul. Jurnal Medika Respati, 13(2), 1–9. http://medika.respati.ac.id/index.php/Medika/article/view/151 SARI, E. (2012). Oleh: ELNI SARI. ANALISIS SUMBERDAYA ORGANISASI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI PUSKESMAS DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN TAHUN 2012. Sugiharto, M., & Oktami, R. S. (2018). Pelaksanaan Klinik Sanitasi Di Puskesmas Gambut Dalam Menaggulangi Penyakit Berbasis Lingkungan. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 21(4), 261–270.