Proses Alkilasi Pada Minyak Bumi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Proses alkilasi pada minyak bumi Alkilasi merupakan penambahan jumlah atom dalam molekul menjadi molekul yang lebih panjang dan bercabang. Dalam proses ini menggunakan katalis asam kuat seperti H2SO4, HCl, AlCl3 (suatu asam kuat Lewis). Reaksi secara umum adalah sebagai berikut: RH + CH2=CR’R’’



R-CH2-CHR’R”



Alkilasi dalam proses industri minyak bumi merupakan salah satu proses yang digunakan bertujuan meningkatkan angka oktan produk minyak bumi. Salah satu reaksi yang terkenal adalah reaksi antara isobutana dengan olefin menggunakan katalis aluminium klorida yang ditemukan oleh Ipattief dan kawan-kawan. Reaksi ini sampai saat ini digunakan secara Alkilasi dengan asam sulfat (H2SO4): umpan (propylena, butilena, amilena, dan isobutana) memasuki reaktor dan mengalami kontak dengan asam sulfat pekat (85% hingga 95%). Aliran dalam reaktor dibagi menjadi pengendap hidrokarbon dan fasa asam. Fasa hidrokarbon dicuci dengan air panas dan kaustik pada pH terkontrol dan dipisahkan. Proses Alkilasi Proses alkilasi dari umpan campuran antara molekul olefin C3/C4/C5 dan isoparafin C4 dengan bantuan katalis asam, adalah untuk pembuatan produk alkilat berangka oktana tinggi yang merupakan salah satu komponen utama bensin.[1,7]Umpan olefin yaitu propilena, butilena dan amilena diperoleh dari proses rengkahan baik termal (coking dan visbreaker) maupun katalitik (rengkahan katalitik). Sumber isoparafin seperti isobutana dan isopentana dihasilkan dari prosesperengkahan katalitik, reformasi katalitik, penghidrorengkahan dan prosesisomerisasi butana dan pentana. Isobutana lebih banyak dipakai pada proses alkilasi dari pada isopentana yang dapat langsung dipakai sebagai komponen bensin.Umpan olefin dan iso-parafin harus kering dengan kandungan sulfur rendah untuk mengurangi kebutuhan katalis asam dan menjaga mutu produknya. Rasio tinggi antara iso-butana dan olefin menghasilkan produk alkilat berangka oktan tinggi dengan titik didih akhir rendah. Angka oktana (RON) produk alkilat dariberbagai jenis umpan olefin propilena, butilena, isobutilena, amilena dan propilena/butilena adalah sekitar 88–97. Karakteristik produk alkilat dari berbagai jenis umpan olefin disajikan pada Pada temperatur tinggi, reaksi akan menghasilkan produk alkilat berangka oktana tinggi dengan titik didih akhir rendah, tetapi reaksi alkilasi tidak berjalan baik pada temperatur 88% berat, maka sebagian katalis yang telah dipakai diganti dengan katalis baru asam sulfat 99,3 % berat. Pemakaian katalis asam fluorida adalah sekitar18–30 lb per barel produk alkilat. Kelarutan isobutana di dalam fase asam hanya sekitar 0,1% berat di dalam katalis asam sulfat, dan 3% berat di dalam katalis asam fluorida. Terlarutnya sebagian kecil polimer bersama olefin di dalam katalis asam akan dapat menaikkan kelarutan isobutana di dalam katalis asam tersebut. Olefin lebih mudah larut daripada isobutana di dalam fase asam.Rasio antara katalis asam dan umpan hidrokarbon dapat mengontrol derajat kontak antara katalis dan hidrokarbon. Rasio rendah akan menghasilkan produk alkilat berangka oktana rendah dengan titik didih akhir tinggi, sedang kelebihan katalis asam di dalam reaktor akan terjadi pada rasio tinggi. Unit Proses Alkilasi Umpan olefin dan isobutana harus kering dengan kadar sulfur rendah untuk mengurangi kelebihan katalis asam dan menjaga mutu produk alkilat. Umpan kering olefin dan isobutana bersama sirkulasi isobutana dimasukkan ke dalam reactor melalui beberapa pipa untuk menjaga temperatur sepanjang reaktor. Reaksinya bersifat eksotermik dan panas reaksi tersebut dibuang melalui penukaran panas dengan sejumlah besar air bertemperatur rendah untuk menjaga temperatur optimalreaksi sekitar 350C. Keluarandari reaktor masuk ke dalam pengendap (settler)dan dari situ endapan asam (Gravitas Spesifik = 1 dan alkilat = 0,7) disirkulasikanke reaktor. Fase hidrokarbon berkadar HF 1–2% mengalir melalui penukar panas ke pelucut isomer (isostripper).Butana jenuh (make up) juga dimasukkan ke isostripper. Produk alkilat dikeluarkan dari bawah isostripper. Isobutana yang belum bereaksi ditampung dari samping isostripper dan disirkulasikan kembali ke reaktor. Semua produk dibebaskan dari HF dengan pemurnianKOH sebelum meninggalkan unit.Pada bagian atas isostripper keluar isobutana, propana dan HF dikirim ke dalam depropanizer. Keluaran dari atas depropanizer dibersihkan dari HF, dan akan dihasilkan produk propana bermutu tinggi dari bawah stripper. Dari bagian bawah depropanizer dihasilkan isobutana untuk disirkulasikan kembali ke reaktor.Sirkulasi HF diregenerasi secara kontinu pada suatu tingkat yang diinginkan untuk mengontrol mutu alkilat dan menurunkan konsumsi HF. Bagian kecil daripolimer dan azeotrop HF (constant boiling mixture – CBM) dikeluarkan dari regeneratorHF untuk dinetralisasi (Gambar 3.8).[1]. Alkilat berangka oktana tinggi dengan distribusi angka oktana baik dasensitivitas rendah (baik) memberikan keuntungan di negara-negara Eropa yangmensyaratkan angka oktana motor (MON) dan Amerika Serikat dengan persyaratanknock performance, yaitu (RON + MON)/2 pada spesifikasi bensin. Angka oktana alkilat dari berbagai jenis umpan olefin disajikan pada Tabel 3.27.Alkilat mengandung isoparafin dan bebas dari hidrokarbon tak jenuh (olefindan aromatik). Pemakaian alkilat pada pembuatan bensin ramah lingkungan diAmerika Serikat pada tahun 2000 sekitar 15% volume. Reaksi Friedel-Crafts merujuk pada sekelompok reaksi kimia yang dikembangkan oleh Charles Friedel dan James Crafts pada tahun 1877. Terdapat dua kelompok besar reaksi Friedel-Crafts, yakni reaksi alkilasi dan reaksi asilasi. Reaksi-reaksi ini termasuk dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik.



Alkilasi Friedel-Crafts melibatkan alkilasi dari cincin aromatik dan alkil halida menggunakan katalis asam Lewis. Dengan menggunakan feri klorida sebagai katalis, gugus alkil melekat pada posisi ion klorida sebelumnya.



Reaksi ini memiliki beberapa kerugian, di antaranya adalah produk reaksi ini lebih nukleofilik dari reaktan reaksi dikarenakan pendonor elektron rantai alkil. Oleh karena ini, hidrogen yang lainnya tersubstitusikan oleh rantai alkil lainnya, menghasilkan molekul yang kelebihan gugus alkil. Jika atom klorin tidak berada dalam karbon tersier, reaksi penataan-ulang akan terjadi. Ini dikarenakan stabilitas karbokation tersier yang lebih stabil dari karbokation sekunder maupun primer. Rintangan sterik dapat digunakan untuk membatasi banyaknya alkilasi yang terjadi seperti pada tbutilasi 1,4-dimetoksibenzena.



Alkilasi tidak hanya terbatas pada alkil halida: reaksi Friedel-Crafts dapat terjadi pada seluruh zat antara karbokation seperti zat antara dari reaksi alkena dengan asam protik ataupun asam Lewis. Dalam satu kajian, elektrofilnya adalah ion bromonium yang diturunkan dari alkena dan NBS:[2]



Dalam reaksi ini, samarium(III) triflat dipercaya mengaktfkan pendonor NBS halogen pada formasi ion h



Kaliksarena (Calixarene) adalah suatu nama yang diperkenalkan oleh Gutshe, et al. (1981) untuk senyawa siklik oligomer yang diperoleh dari kondensasi formaldehida dengan palkilfenol di bawah kondisi alkalis. Dalam bidang kimia organik, kaliksarena dan turunannya digunakan sebagai stabilisator polimer organik dan adsorben dalam pemisahan molekul- molekul organik netral. Di dalam kimia anorganik, selain sebagai pengekstrak yang selektif dan efisien terhadap ion-ion logam lantanida, juga bermanfaat sebagai elektroda ion selektif dan katalis pada proses hidrolisis (Izatt, 1983). Hal inilah mendorong penulis untuk mempelajari metode sintesis salah satu senyawa kaliksarena yang belum pernah dibuat, yaitu 25,27- dikarboksi-26,28-dihidroksi5,11,17,23-tetra-ters- butilkaliks[4]arena.



Di dalam metode alternatif sintesis senyawa 25,27-dikarboksi-26,28-dihidroksi-5,11,17,23tetraters- butilkaliks[4]arena, diperlukan senyawa asam (pters-butilfenoksi)asetat sebagai starting material. Senyawa ini dapat dibuat dari fenol, ters-butil bromida, dan asam kloroasetat dengan urutan reaksi eterifikisi fenol diikuti dengan alkilasi Friedel Craft (Gambar 5). Asam fenoksiasetat adalah suatu padatan dengan titik leleh 98oC. Dengan demikian, untuk menjalankan reaksi alkilasi Friedel Craft di atas diperlukan pelarut yang sesuai. Banzal (1980) menyatakan bahwa pelarut CS 2, CH2Cl2, n-heksana, nitrobenzena, dan CH3NO3 telah berhasil digunakan dalam reaksi Friedel Crafts tanpa adanya kompetisi dengan katalis. Dalam kaitannya dengan reaksi di atas, di antara pelarutpelarut tersebut hanya CS2 dan CH2Cl2 yang dapat melarutkan asam fenoksiasetat. Meskipun demikian, kedua pelarut tersebut dapat memberikan beberapa reaksi samping dalam alkilasi asam fenoksiasetat. Karena itu perlu dipelajari pengaruh pelarut CH2Cl2 dan CS2 dalam reaksi Friedel Crafts sintesis asam (ptersbutilfenoksi)asetat. Dengan menggunakan starting material tersebut di atas, urutan reaksi yang paling wajar adalah eterifikasi terhadap fenol diikuti dengan alkilasi Friedel Crafts.



METODOLOGI PENELITIAN



1. Analisis diskoneksi Dari analisis diskoneksi diperoleh bahwa senyawa asam (p-tersbutilfenoksi)asetat dapat disintesis dari fenol, ters-butil klorida, dan asam kloroasetat, seperti disajikan dalam Gambar 4.



Gambar 4. Disconnection senyawa asam (p-ters-butilfenoksi)asetat Dengan menggunakan starting material tersebut di atas, urutan reaksi yang paling wajar adalah eterifikasi terhadap fenol diikuti dengan alkilasi Friedel Crafts.



2. Sintesis asam fenoksiasetat 40 gram fenol, 35 gram NaOH, 100mL, dan 40,2 gram asam kloroasetat direaksikan dan dipanaskan di dalam gelas beaker. Selanjutnya, ditambahkan air hingga homogen dan pemanasan dilanjutkan. Dibiarkan hingga suhu kamar dan diasamkan dengan HCl hingga pH 2-3. Kemudian, padatan yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner dan direkristalisasi dengan pelarut EtOH/H2O (1:1) sampai titik lelehnya konstan. 3. Alkilasi asam fenoksiasetat Ke dalam labu leher tiga dimasukkan 14,7 g AlCl 3 anhidrat dan 50 mL pelarut CH2Cl2, dan didinginkan sampai 5 oC. Melalui corong tetes, ke dalam campuran reaksi ditambahkan 10,18 gram ters-butilklorida tetes demi tetes selama 15 menit sambil diaduk, dilanjutkan dengan 11,2 gram asam fenoksiasetat yang dilarutkan dalam 50 mL CH2Cl2 selama 30 menit. Campuran dipanaskan pada suhu 40 oC selama 30 menit, dituang ke dalam gelas piala yang berisi 200 gram pecahan es dan 30 mL HCl pekat, dan fase air dan organik dipisahkan dengan corong pisah. Lapisan organik diekstraksi dengan larutan NaOH 5% sebanyak 4 x 25 mL. Lapisan air diasamkan dengan HCl 5% sampai pH 2-3. Endapan yang terbentuk disaring dan kristalisasi dengan pelarut kloroform : metanol (1:1) sampai titik lelehnya konstan. Senyawa kristal murni yang diperoleh ditentukan strukturnya dengan metode spektroskopi IM dan RMI- 1H. Prosedur yang sama dilakukan pada alkilasi asam fenoksiasetat dalam pelarut CS2.



HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis asam fenoksiasetat Reaksi antara 40 gram (0,425 mol) fenol dengan 40,2 gram (0,425 mol) asam kloro asetat dan 35 gram (0,85 mol) NaOH menghasilkan 25,75 gram padatan putih yang meleleh pada temperatur 99101°C. Padatan putih ini kemudian dikristalisasi dengan pelarut etanol-air (1:1) dan diperoleh kristal putih sebanyak 24,0 gram yang meleleh pada suhu 98°C. Titik leleh ini sesuai dengan titik leleh asam fenoksiasetat dalam Merek indeks. Hasil analisa dengan spektrofotometer IM dan spektrometer RMI- 1H memberikan data spektrum yang masing-masing terdapat di dalam Tabel 1 dan Tabel 2



Pada uraian di atas terlihat bahwa baik data sifat fisik maupun data spektrum IM dan RMI-1H semuanya mendukung bahwa padatan kristal hasil reaksi antara fenol dengan asam kloroasetat adalah asam fenoksiasetat (Gambar 6). Dengan demikian hasil tersebut dapat digunakan sebagai starting material untuk mensintesis asam (p-tersbutilfenoksi) asetat.



Asam fenoksi asetat dapat disintesis dari fenol dan asam kloroasetat dengan menggunakan katalis NaOH berlebih dengan perolehan hasil sebesar 20%. Hasil Alkilasi asam fenoksiasetat dalam pelarut CH2Cl2 Reaksi antara asam fenoksiasetat 11,2 gram (0,07 mol) dalam 50 mL pelarut CH 2Cl2 dengan tersbutilklorida 10,18 gram (0,11 mol) dengan adanya katalis AlCl 3 anhidrat 14,7 gram (0,11 mol) menghasilkan padatan putih-kekuningan sebanyak 5,3 gram, meleleh pada suhu 245-248oC. Setelah dikristalisasi beberapa kali dengan pelarut kloroform-metanol (1:1) diperoleh kristal putih



murni sebanyak 4,6 gram dengan titik leleh 250-252°C. Hasil analisa dengan spektrofotometer IM dan spektrometer RMI- 1H memberikan data spektrum yang masing-masing terdapat di dalam Tabel 3 dan Tabel 4



Gutsche, et al. (1981) menyatakan bahwa Zinke et al. telah memperlihatkan beberapa senyawa siklik kaliksarena, umumnya meleleh di atas temperatur 300°C, sedangkan pasangan asikliknya meleleh di bawah 250°C. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa senyawa yang diperoleh dari reaksi antara asam fenoksiasetat dengan ters-butilklorida dalam pelarut metilen klorida dan katalis AlCl3 adalah senyawa dimer asiklik dengan struktur sebagai berikut :



Alkilasi asam fenoksiasetat dalam pelarut CS2 Reaksi alkilasi asam α-fenoksiasetat 11,2 gram (0,07 mol) dalam 50 mL pelarut CS 2 dengan 10,18 gram (0,11 mol) ters-butilklorida dan 14,7 gram (0,11 mol) katalis AlCl3 anhidrida menghasilkan padatan tak berwarna sebanyak 3 gram dan cairan berbentuk minyak berwarna ungu. Kristalisasi padatan tersebut dari pelarut etanol-air (1:1) diperoleh kristal sebanyak 2,95 gram dengan titik leleh 98oC. Dengan menggunakan analisis KLT terhadap kristal tersebut dengan pembanding asam fenoksiasetat maka disimpulkan bahwa kristal tersebut adalah asam fenoksiasetat. Hal ini berarti bahwa reaksi tidak berjalan dengan baik.