Psikoanalisis Klasik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODEL MODEL KONSELING KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK



Dosen Pengampu : Armita S.Pd,M.Pd



Disusun Oleh Kelompok 2 : Roma Artauli Siregar (1193351061) Putri Syahpitri (1191151024) Winda Widya Fitri (1193351066)



BK REGULER-E



UNIVERSITAS NEGERI MEDAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN 2021 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Model-Model Konseling tentang Konseling Psikoanalisis Klasik ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Armita S.Pd,M.Pd pada Model-Model Konseling. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konseling Psikoanalisis Klasik  dalam Model-Model Konseling bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. .



Medan, 18 Februari 2021



Penyusun



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...............................................................................................................2 DAFTAR ISI..............................................................................................................................3 Bab I Pendahuluan..................................................................................................................4-5 A. Latar Belakang................................................................................................................4 B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4 C. Tujuan Pembahasan.....................................................................................................4-5 Bab II Pembahasan...............................................................................................................6-13 A. Pengantar Konseling Psikoanalisis..............................................................................6 B. Asumsi Tentang Manusia..........................................................................................7-8 C. Struktur Kepribadian................................................................................................8-9 D. Perkembangan Kepribadian..................................................................................9-10 E. Perkembangan Kepribadian Salah Suai..............................................................10-11 F. Tujuan Konseling dan Teknik Konseling............................................................11-13 G. Kelebihan dan Kelemahan Teori KOPSAK.............................................................13 Bab III Penutup........................................................................................................................14 A. Kesimpulan..................................................................................................................14 B. Saran.............................................................................................................................14 Daftar Pustaka..........................................................................................................................15



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan alam memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini peserta didik) secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik diharapakan dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah. Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental. Pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856-1940). Tujuan dari psikoanalias dari Freud adalah membawa ke tingkat kesadaran mengenai ingatan atau pikiran pikiran yang direpres atau ditekan yang diasumsikan sebgagai sumber perilaku yang tidak normal dari pasiennya. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai psikoanalisis yang meliputi id, ego dan superego. Selain itu juga akan dibahas mengenai tujuan dan peran konselor, kelemahan dan kelebihan psikoanalisis klasik. B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang diatas, maka dapat di simpulkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Bagaimana Pengantar Konseling Psikoanalisis? Bagaimana Asumsi Tentang Manusia? Apa saja Struktur Kepribadian? Bagaimana Perkembangan Kepribadian ? Bagaimana Perkembangan Kepribadian Salah Suai? Apa Tujuan Konseling dan Teknik Konseling ? Apa saja Kelebihan dan Kelemahan Teori KOPSAK



C. Tujuan Pembahasan Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka dapat diketahui tujuan dari makalah ini: 1. Menjelaskan Pengantar Konseling Psikoanalisis 4



2. 3. 4. 5. 6. 7.



Menjelaskan Asumsi Tentang Manusia Menjelaskan Struktur Kepribadian Menjelaskan Perkembangan Kepribadian Menjelaskan Perkembangan Kepribadian Salah Suai Menjelaskan Tujuan Konseling dan Teknik Konseling Menjelaskan Kelebihan dan Kelemahan Teori KOPSAK



5



BAB II PEMBAHASAN



A.    PENGANTAR KONSELING PSIKOANALISIS Dalam buku  Model – Model Konseling, Taufik (2012: 1) menyebutkan bahwa model konseling psikoanalisis merupakan model konseling pertama dan diangkat dari pandangan dari Psikologi dalam Sigmun Freud. Untuk keperluan konseling para konselor perlu memahami terlebih dahulu asumsi dasar dari pandangan model Psikoanalisis, kemudian perkembangan kepribadian, kepribadian sehat, dan perkembangan kepribadian abnormal. Psikoanalisis terdiri dari dua kata yaitu psiko dan analisis. Psiko secara etimologis artinya psikis atau disebut juga dengan jiwa. Dengan demikian psikoanalisis dapar diartikan dengan analisis jiwa (Taufik, 2012: 1). Istilah psikoanalisis ini diciptakan oleh Sigmund Freud sendiri dan muncul pertama kali pada tahun 1986. Secara umum psikoanalisis merupakan suatu tinjauan baru tentang manusia pada waktu itu, dimana ketidaksadaran memegang peranan penting dalam memahami kepribadian dan tingkah laku manusia. Sigmun Freud (dalam Taufik, 2012: 1) membedakan arti psikoanalisis menjadi tiga yaitu: pertama istilah psikoanalisis, dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap proses – proses psikis seperti mimpi, yang sebelumnya tidak terjangkau oleh penelitian – penelitian ilmiah. Kedua, istilah ini menunjukkan juga pada suatu teknik untuk mengobati gangguan psikis yang dialami oleh klien – klien yang neurotis. Ketiga, istilah yang sama dipakai pula dalam arti lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik tersebut diatas. Dalam arti terakhir, kata psikoanalisis mengacu pada suatu ilmu pengetahuan yang dimata Sigmund Freud betul – betul baru sama sekali. Kata “klasik” menunjukkan bahwa teori ini sudah lama muncul, namun masih disenangi oleh banyak orang atau masih sering digunakan untuk keperluan analisis kepribadian yang dimiliki seseorang. Klasik dapat juga diartikan sebagai awet nilainya. Apabila diamati sampai sekarang ternyata memang nilai – nilai dari teori ini masih sering dimanfaatkan oleh para konselor dan psikoterapis untuk meninjau latar belakang dari tingkah laku – tingkah laku dari para kliennya. Penetapan nama psikoanalisis klasik ini dilakukan orang untuk membedakan dengan teori yang berbasis psikoanalis juga dan muncul kemudian. Dengan demikian pada dasarnya ada dua pengelompokkan psikoanalisis yaitu Psikoanalisis Klasik dan Psikoanalisis Baru (Neo-analityc).



6



B.     ASUMSI TENTANG MANUSIA Model konseling psikoanalisis (KOPSAK) ini memiliki 3 asumsi dasar tentang manusia ( Prayitno, 1998: 41), yaitu: 1. Manusia tidak memegang nasibnya sendiri, tingkah laku manusia ditujukan memenuhi kebutuhan biologis dan instink – instinknya. 2. Tingkah laku manusia dikendalikan oleh pengalaman – pengalaman masa lampau. 3. Tingkah laku individu ditentukan oleh faktor – faktor interpersonal dan intrapsikis/ psikis determinisme. Model KOPSAK yang disebutkan diatas, kemudian dijelaskan oleh Taufik (2012: 3), yaitu sebagai berikut: 1.      Lima tahun pertama merupakan saat yang menentuka perkembangan manusia Pengalaman yang diperoleh anak pada masa umur di bawah lima tahun, khususnya pengalaman traumatis akan menimbulkan kesan negative dan setelah dia menjadi dewasa. Perlakuan yang diterima dari orang tua pada masa ini akan membawa anak pada perkembangan yang normal setelah anak tersebut dewasa. Menurut Taufik (2012: 3) hal itu terjadi sebab pada diri mereka akan tinggal kesan tentang dunia yang menyenangkan, sehingga ia dapat berkembang dengan baik. Jika pada masa balita itu anak memperoleh perlakuan yang kurang yang menyenangkan, dan tidak baik dari orang tua atau dari orang dewasa lainnya anak dapat menghambat perkembangan fisik dan psikisnya setelah dia mencapai dewasa. 2.      Dorongan seksual merupakan kunci dalam menentuka tingkah laku individu Menurut Freud (dalam Taufik, 2012: 3) setiap tingkah laku individu itu didasarkan oleh dorongan seksual. Bahwa seseorang yang belajar diperguruan tinggi pada dasarnya adalah dalam rangka pemenuhan dorongan seksual. Dorongan seksual yang dimaksud Freud (dalam Taufik, 2012: 4) bukanlah khusus hubungan seks, namun dalam arti yang lebih luas, yaitu dorong untuk menampilkan kepriaan atau kewanitaan. Seorang aak gadis untuk menampilkan lipstick, memakai rok, kalung emas, jilbab dan lainnya adalah karena dorongan kewanitaannya. Akan kelihatan aneh untuk kebudayaan tertentu, apabila seorang pria memakai rok atau memakai jilbab atau memakai anting – anting da anak aneh juga apabila ada wanita yang memelihara dan merangsang tumbuhnya kumis di atas bibirnya.



3.      Tingkah laku individu banyak dikontrol oleh faktor ketidaksadaran Tingkah laku individu bayak dikontrol oleh faktor ketidaksadaran. Tingkah laku itu dapat terlihat dari misalnya cara seseorag berbicara, cara duduk, cara berjalan dan kebiasaan



7



– kebiasaan lainnya. Cara – cara bertingkah laku tersebut mugnkin diadopsi dari tingkah laku orang tua atau nenek moyangnya dimasa lalu.



C.    STRUKTUR KEPRIBADIAN Freud (dalam Taufik, 2012: 7) merumuskan kepribadian menjadi tiga unsure yang terdapat pada diri individu yaitu yang disebut dengan “id” , “ego’, dan “super ego”. 1.      Id Id adalah lapisan psikis yang paling dasar atau dapat dikataka juga sebagai dorongan dari dalam diri individu berupa kebutuhan – kebutuhan, keinginan dan kehendak (Taufik, 2012: 7). Menurut Suryasubrata (2010:125) id adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original didalam kepribadian, dari aspek inilah yang lain tumbuh. Energy psikis didalam id itu dapat meningkat oleh karena perangsang baik dari luar maupun perangsang dari dalam. Apabila energy itu meningkat, maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan pengalam tidak enak yang oleh id tidak dapat dibiarkan. Dalam sudut pandang yang sama, Taufik (2012: 7) menguraikan tentang id yang mana didalamnya terdapat naluri – naluri dalam bentuk dorongan seksual, sifat agresif, dan keinginan – keinginan yang direpresi. Pada diri seseorang yang merupakan perwujudan dari keberadaan id adalah nafsu, keinginan seksual, dan termasuk keinginan untuk berkuasa. Hal yang perlu ditekankan bahwa tanpa id, manusia tidak akan dapat hidup, sebab itulah id menggerakkan hidup. Orang yang sedang dalam keadaan pingsan dan koma, id-nya tidak bergerak, sebab orang tersebut tidak memiliki nafsu sama seklai. Dengan demikian id itu merupakan bagian dari kelengkapan yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. 2.      Ego Ego merupakan aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organism untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata (Suryasubrata, 20120:126). Suryasubrata (2010: 126) menjelaskan letak perbedaan antara id dan ego, yang mana letak perbedaan pokoknya yaitu pada id hanya mengenal dunia subyektif sedangkan ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada didalam batin dan sesuatu yang ada didunia luar. Dari penjelasan yang dikemukakan diatas, telah menggambarka bahwa id dan ego itu berbeda. Yang mana, id hanya mengenali apa yang benar – benar ril sementara ego dapat membedakan antara apa yang nyata dengan apa yang ada didalam pikirannya. Seperti yang dikemukakan Freud (dalam Taufik, 2012: 8) bahwa ego terbentuk dengan diferensias dari id karena kontaknya dengan lingkungan. Kegiatannya mengarahkan id untuk memperoleh sesuatu dalam pemenuhan kebutuhannya. Egolah yang menggerakkan kebutuhan id. Dalam hal ini, ego juga yang menggerakkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan secara nyata, ego jugalah yang menjadi perantara (mediator) antara id dengan lingkungan.



8



Taufik (2012: 8) menyebutkan bahwa aktifitas ego bersifat sadar, pra-sadar, dan tidak sadar. Contoh ego bersifat sadar, yaitu persepsi lahiriah dan persepsi bathiniah. Contoh ego pra-sadar yaitu seperti fungsi ingatan, sementara untuk contoh ego tak sadar yaitu aktifitas yang dijalankan dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). Ego dikuasai oleh prinsip realitas, dalam arti bahwa ego lebih menekankan bagaimana sesuatu yang dibutuhkan dapat terpenuhi dalam dunia nyata. 3.      Super ego Menurut Taufik (2012: 8) super ego adalah aspek sosiologis dan aspek moral dari kepribadian seseorang. Freud (dalam Taufik, 2012: 8) mengatakan bahwa super ego merupakan rambu yang menjadi petunjuk individu bertingkah laku dalam usaha memenuhi kebutuhan id-nya. Suryasubrata (2010: 156) mengatakan bahwa super ego merupakan wakil dari nilai – nilai tradisional serta cita – cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak – anak, yang dimasukkan dengan berbagai perintah dan larangan. Fungsi pokoknya ialah menentukan apakah sesuatu benar/salah., pantas/ tidak pantas, dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Bagaimana berfungsinya super ego ini, menurut Suryabrata (dalam Taufik, 2012: 10) yaitu melalui hubungan dengan ketiga unsure kepribadian yaitu dengan cara: 1. Merintangi impuls – impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat 2. Mendorong ego untuk lebih mengejar hal – hal yang bersifat moralitas daripada yang realistis 3. Mengejar kesempurnaan



D.    Perkembangan  Kepribadian Menurut Freud, perkembangan kepribadian sehat dan tidak sehat sangat berhubungan dengan cara-cara yang digunakan oleh individu dalam melewati fase-fase perkembangannya. Freud berpandangan bahwa konsep dasar yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu adalah pada usia 5 (lima) tahun pertama (litama), kemudian periode tenang dan aktif kembali pada periode remaja (adolesen). Pada periode perkembangan dari bagian tubuh tertentu yang menjadi pusat kepuasan diri. Freud membagi tahap perkembangan sebagai berikut : 1)      Fase Oral   Fase ini dimulai dari usia 0-1 atau 2 tahun, daerah erogennya adalah mulut. Tahap ini secara khusus ditandai oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, kelekatan dan memasukkan zat-zat yang menarik ke dalam mulut mereka.



9



2)      Fase Anal Fase ini dimulai dari usia 1-2 tahun atau 3 tahun. Daerah erogennya adalah di sekitar anus, rectum (kantong kemih). Pada fase ini anak mulai memperkenalkan pada atuan-aturan kebersihan (toilet training) oleh orangtuanya, yaitu latihan mengenai dan dimana seorang anak harus membuang kotorannya. Menurut Freud melalui toilet training, anak diajak untuk dapat mengendalikan diri. Fase ini ditandai dengan adanya dua proses atau fase yaitu fase menahan dan fase mengeluarkan.[4] 3)      Fase Phallic Fase ini dimulai dari usia 3 sampai 5 tahun, daerah erogennya adalah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai melakukan masturbasi. Zona genital anak sering dirangsang dengan mencuci dan menggesekkan dan buang air kecil ditahap ini berkembang pengibirian pada laki-laki dan penis envy (cemburu penis) pada anak perempuan melihat diri mereka sendiri telah dikebiri. Sama sekali tidak bisa dipulihkan lagi pada tahap ini juga berkembang kompleks oedipus (jatuh cinta pada ibunya dan cemburu pada ayahnya).[5] 4)      Fase Laten Fase ini  dimulai dari usia 5-12 tahun. Pada fase ini dorongan libidu sudah relative reda dan yang berkembang adalah fungsi kognitifnya. Anak mulai diperkenalkan kepada pendidikan dan mempunyai barmacam-macam keterampilan. Masa ini disebut juga masa peka, yaitu masa dimana anak sangat cepat menguasai suatu latihan, keterampilan ataupun pendidikan yang diberikan kepadanya. 5)      Fase Genital      Fase ini berlangsung mulai dari usia 1-13 tahun (masa pubertas) sampai masa remaja dan dewasa, pada fase ini sudah terjadi kematangan fungsi genitikal dan menimbulkan dorongan seks yang sesungguhnya. Pada fase ini anak ingin melepaskan dari dari permulaan masa heteroseksual (mengenal lawan jenis).[6]



E.    Perkembangan Kepribadian Salah Suai Menurut teori KOPSAK (Budifilo, 2012) pribadi menyimpang berasal/ bermasalah adalah jika terdapat dinamika yang tidak efektif antara Id, Ego, dan Super Ego. Dimungkinkan ego selalu mengikuti dorongan – dorongannya dan mengabaikan tuntutan moral atau ego selalu mempertahankan kata hatinya menyalurkan keinginan atau kebutuhan dan juga proses belajar yang tidak benar pada masa kanak – kanak. Sumber kepribadian yang abnormal, menurut Hansen JC Stevic RR dan Warner (dalam Taufik, 2012: 35) membagi atas dua bagian, yaitu: 1.      Ketidaksesuaian dan ketidakefektifan antara kerja id, ego, dan super ego



10



2.      Proses belajar pada masa kanak – kanak yang tidak sesuai atau tidak benar Akibat dari ketidakefektifan kerja id ego, dan super ego akan menimbulkan kecemasan pada diri individu, karena mungkin ada yang direpresi, dan yang direpresi itu setiap kali ingin muncul kedalam kesadaran. Proses belajar pada masa kanak – kanak atau yang tidak benar, misalnya anak terlalu banyak mendapat tekanan atau diindoktrinasi dengan nilai – nilai yang amat kaku, dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian, karena hal demikian konflik – konflik dalam diri sendiri (Taufik, 2012: 36). Selanjutnya Hansen (dalam Taufik, 2013: 36) menjelaskan bahwa hakekat dari neurosis itu terletak pada awal dan mekanisme pertahanan diri yang dipakai untuk menahan dari ketegangan, terhadap perkembangan seksual dan tingkah laku yang agresif. Taufik (2012: 36) mengatakan bahwa orang yang terlalu banyak menggunakan mekaisme pertahanan diri dalam kehidupannya tergolong memiliki kepribadian abnormal (salah suai). Pada lubuk hati orang tersebut sebetulnya apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.



F.     Tujuan Konseling dan Teknik Konseling 1.      Tujuan Konseling Tujuan konseling pendekatan psikoanalisis klasis adalah menjadikan hal – hal yang tidak disadari klien menjadi disadarinya. Rochman Natawidjaya (dalam Taufik: 2012: 36) menjelaskan lebih lanjut bahwa tujuan konseling itu adalah usaha menata kembali struktur watak dan kepribadian klien. Tujuan itu dicapai dengan membuat konflik – konflik yang tidak disadari dan dengan menguji dan menjajaki materi yang bersifat intra psikis. Strategi pokok dari konseling psikoanalisis klasik ini adalah “khatarsis”, yaitu usaha melepas kesan – kesan yang selalu mendesak dari bawah sadar klien, yang selama ini tidak bisa dilepaskan atau selalu direpresi. Pelepasan kesan – kesan tersebut akan dapat membantu suasana perasaan klien menjadi lega. Untuk itu, suasana yang bebas ancaman amat diperlukan dalam kegiatan konseling. 2.      Teknik Konseling KOPSAK a)      Asosiasi Bebas Asosiasi bebas merupakan alat untuk mengungkapkan bahan – bahan yang terdesak atau yang berada dalam ketidaksaran klien. Apabila klien bersedia mengatakan apapun yang terlintas dalam ingatannya tentang orang lain, maka klien itu secara intuitif akan mampu menembus penolakannya dan akan menemukan sikap – sikap yang melandasi penolakannya itu. Melalui asosiasi bebas menurut Taufik (2012: 19) dapat dipanggil kembali pengalaman – pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi – emosi yang berkaitan dengan situasi traumatic di masa lampau. Pelepasan emosi – emosi yang tertahan selama ini disebut jugan dengan katarsis. 11



Tugas konselor selama proses asosiasi bebas berlangsung adalah mengenali bahan – bahan yang direpresi dan dikurung dalam ketidaksadaran klien. Dalam hal ini, konselor dapat menafsirkan bahan – bahan itu dan menyampaikannya pada klien serta membimbingnya untuk memahami. Dalam situasi asosiasi bebas yang terpenting adalah bagaimana si konselor dapat menciptakan situasi yang benar – benar bebas, sehingga dengan kebebasannya itu, klien dapat mengingat masa lalu yang menimbulkan kesan negative pada dirinya dan itu merupakan sumber dari tingkah laku salah suainya dimasa sekarang. Penciptaan situasi bebas adalah dengan cara konselor berusaha meruntuti kejadian yang masih dapat diingat klien sewaktu mengikuti kegiatan konseling. Cara melakukan asosiasi bebas menurut Rochman Natawijaya (dalam Taufik, 2012: 38) misalnya dengan mempersilahkan klien untuk tidur berbaring, kemudian diajak klien dan memberikan kesempatan sebebas – bebasnya untuk menceritakan tentang apa saja yang dirasakan, kemudian mengajak klien dan memberikan kesempatan sebebas – bebasnya untuk menceritakan tentang apa saja yang dirasakan, yang dialaminya dimasa lalu dan keinginan – keinginan yang direpresinya. Dalam hal ini reaksi konselor terus mengajak klien untuk mengemukakan lebih lanjut tentang apa yang dirasakannya.



b)      Analisis Mimpi Bagi pendekatan psikoanalisis, mimpi dianggap penting karena mimpi selalu melalui mimpi dapat diungkapkan kesan – kesan yang direpresi dan mimpi merupakan pemuasan keinginan – keinginan yang tidak dapat dicapai dalam kenyataan. Perlu diperhatikan bahwa menurut Rochman Natawijaya (dalam Taufik, 2012: 39) bahwa mimpi itu memilikiisi yang bersifat ternyatakan dan disadari, dan juga bersifat laten atau tersembunyi.isi yang dinyatakan adalah mimpi sebagai tampak pada diri orang yang mimpi itu, sedangkan yang laten terdiri dari motif – motif tersamar dan tidak disadari yang menunjukkan makna tersembunyi dari mimpi itu. Karena mimpi merupakan kunci yang membukakan apa – apa yang terkurung di dalam ketaksadaran, maka tujuan analisis mimpi itu adalah untuk mencari isi yang laten dibawah yang ternyatakan dan secara berangsung – angsur menemukan konflik – konflik terdesak. Selanjutnya tugas konselor dalam aalisis mimpi adalah menyingkap makna – makna yang disamarkan dengan mempelajari symbol – symbol yang terdapat pada isi manifest mimpi. Setelah itu, konselor dapat menafsirkan isi mimpi yang dikemukakan klien terhadap kesan – kesasnnya pada seseorang dan dapat juga menghubungkan apa yang dialaminya dalam mimpi dengan yang pernah dialaminya dalam kehidupa masa kecilnya.



c)      Transferensi (Pengalihan) Transferesi maksudnya adalah pengalihan objek perasaan pada orang lain, dalam hal ini klien mengarahkan apa yang dirasakan dan dimauinya kepada konselor, yang selama ini 12



tidak dapat dilakukannya. Dalam proses transferensi ini, si klien menghayati kembali perasaan – perasaan tersebut pada konselor. Perasaan dimaksud bisa yang bersifat positif ataupun perasaan negative, misalnya cinta dan benci. Melalui transferensi ini memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi – fiksasi dan depresi – depresinya, dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.



d)     Penafsiran Penafsiran digunakan oleh konselor menurut Taufik (2012: 42) agar klien mampu menggunakan fikiran dan memfungsikan kembali kerja ego dan super egonya. Penafsiran dirancang agar klien sedikit demi sedikit dapat menghadapi kenyataan. Fungsi penafsiran adalah mendorong ego klien untuk mensimulasikan bahan – bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran konselor menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangnya bahan – bahan yang tidak disadari pihak klien



G.    Kelebihan dan Kelemahan Teori KOPSAK 1.      Kelebihan Teori KOPSAK Kelebihan dari pendekatan teori ini adalah: a) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, da dapat memahami sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia b) Pendekatan ini dapat mengatasu kecemasan melalui analisis mimpi – mimpi, resistensi – resistensi dan tranferensi – tranferensi. Pendekatan ini memberikan kepada c) suatu kerangka konseptual untuk melihat tingkah laku serta untuk memahami sumber – sumber dan fungsi simptomatologi



2.      Kelemahan Teori KOPSAK Kelemahan dari pendekatan teori ini adalah: a) Pandangan yang terlalu deterministik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan   b) Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak – kanak dan menganggap kehidupan seolah – olah ditentukan oleh masa lalu. c) Cenderung meminimalka rasionalitas d) Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sstem dan konsep psikoanalisis seperti konsep tentang energy psikis yang menentukan tingkah laku manusia



13



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental. Pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856-1940). Menurut pandangan psikoanalisis, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem, id, ego dan superego. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut dan mendesak. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Salah satu tujuan konseling psikoanalisis klasik adalah menjadikan hal-hal yang  tidak  disadari menjadi disadarinya. Fase-fase perkembangan kepribadian terdiri atas Fase Oral, fase anal, fase phallic, fase laten dan fase genital. Ada lima teknik dasar dalam psikoanalisis, yaitu asosiasi bebas, analisis mimpi, interpretasi, analisis resistensi dan transferensi. Psikoanalisis klasik memiliki kelemahan diantaranya ialah cenderung meminimalkan rasionalitas dan data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem dan konsep psikoanalisis. Selain itu psikoanalisis juga memiliki kelebihan salah satunya ialah psikoanalisis berupaya menjelaskan bagaimana kepribadian manusia berkembang dan bekerja.



B. Saran Bentuk terapi konseling yang dibahas dalam makalah singkat ini dapat digunakan untuk terapi klien yang mengalami permasalahan dalam bertingkah laku. Dalam penerapan model konseling ini hendaknya konselor memiliki keahlian dan kerampilan yang benar-benar sesuai dan profesional pada bidangnya.



14



Daftar Pustaka Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita: Kerangkan Konseling Eklektik. Padang: Progam Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Padang Suryasubrata, Sumadi. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers Taufik. 2012. Model – model Konseling. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang. Budifilo. 2012. “Teori Konseling Psikoanalisis”. (online). (http://budifilo.wordpress.com/2012/11/28/teori-konseling-psikoanalisis, diakses pada 15 Februari 2014) Hendri, Novi. 2013. Model-Model Konseling. Medan: Perdana Publishing Metia, Cut. 2011. Psikologi Kepribadian. Medan: Cita Pustaka Darminto, Eko. 2007. Teori-teori Konseling: Teori dan Praktik Konseling dari Berbagai Orientasi Teoritik dan Pendekatan. Surabaya



15