PUD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II PEPTIC ULCER DISEASE (PUD)



Oleh: Muhammad Nanda Aprilianto



171200211



Ni Kadek Ria Anjani



171200212



Ni Kadek Sulistya Dewi



171200214



Kelas A2C Kelompok 4 Tanggal Praktikum: Senin, 4 November 2019 Dosen Pengampu: Ni Putu Aryati Suryaningsih., S.Farm., M.Farm-Klin., Apt



PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL DENPASAR 2019



DAFTAR ISI



1.1



Tujuan Paraktikum .................................................................................... 1



1.2



Dasar Teori ................................................................................................. 1 1.2.1 Definisi PUD ....................................................................................... 1 1.2.2 Etiologi ................................................................................................ 2 1.2.3 Patofisiologi ........................................................................................ 2 1.2.4 Gejala-gejala ..................................................................................... 3 1.2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang ........................................... 3 1.2.6 Tatalaksana PUD ............................................................................... 4



1.3. Alat dan Bahan ........................................................................................... 10 1.4. Kasus ........................................................................................................... 11 1.5. Pembahasan Kasus .................................................................................... 13 1.6. Kesimpulan ................................................................................................. 28 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



ii



PEPTIC ULCER DISEASE (PUD)



1.1. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui definisi PUD. 2. Mengatahui patofisiologi PUD. 3. Mengetahui tatalaksana PUD (Farmakologi & Non-Farmakologi). 4. Dapat menyelesaikan kasus terkait PUD secara mandiri dengan menggunakan metode SOAP



1.2. DASAR TEORI 1.2.1. Definisi PUD Tukak lambung atau Peptic Ulcer Disease (PUD) dapat diartikan sebagai luka pada lambung atau usus duodenum karena ketidakseimbangan antara faktor agresif seperti sekresi asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter pylori dengan faktor defensif atau faktor pelindung mukosa seperti produksi prostaglandin, mukus gastrik, bikarbonat, dan aliran darah mukosa (Misnadiarly, 2009). Ulkus didefinisikan sebagai defek pada mukosa saluran cerna yang meluas melalui mukosa muskularis hingga submukosa atau lebih dalam. Hal ini berbeda dengan erosi yang defeknya hanya terjadi di epitel mukosa. Erosi dapat sembuh dalam beberapa hari, sedangkan penyembuhan ulkus memerlukan waktu yang lebih lama. Meskipun ulkus dapat terjadi di mana saja dalam saluran cerna, tidak ada yang lebih sering daripada ulkus peptik yang terjadi di duodenum dan lambung (Robbins, 2007). Berdasarkan letak tukaknya, PUD dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Gastric Ulcer (GU) - Tukak terjadi pada lambung - 80% kasus berhubungan dengan infeksi H.pylori dan penggunaan NSAID. Pada pasien dengan GU biasanya sekresi asam normal atau berkurang 2. Duodenal Ulcer (DU) - Tukak terjadi pada usus lambung



1



2



- 95% kasus berhubungan dengan infeksi bakteri H.pylori. meningkatnya sekresi asam diamati pada pasien dengan DU dan diduga akibat infeksi H.pylori



Gambar 1. Tempat Terjadinya Ulkus pada Lambung dan Duodenum (Dipiro dkk, 2008).



1.2.2. Etiologi 1. Penyebab yang umum terjadi : a. Infeksi Helicobacter pylori b. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) c. Penyakit kritis (kerusakan mukosa yang berhubungan dengan stres) 2. Penyebab yang jarang terjadi : a. Hipersekresi asam lambung (misalnya, sindrom Zollinger-Ellison) b. Infeksi virus (mis, cytomegalovirus) c. Insufisiensi vaskular d. radiasi e. Kemoterapi (mis, infus arteri hepatik) f. Subtipe genetik langka g. Idiopatik (Dipiro dkk., 2008).



1.2.3. Patofisiologi Tukak lambung terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara produksi asam dan pepsin serta mekanisme lain yang berpengaruh pada kerusakan mukosa.



3



Helicobacter pylori menyebabkan 70% dari tukak lambung, 36% karena penggunaan NSAID (Bhowmik, 2010). a. Helicobacter pylori menyebabkan cedera jaringan melalui produksi lipopolisakarida (LPS, endotoksin), protein toksik lainnya (VacA) (Brasers, 2007). b. NSAID bertindak menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin melindungi mukosa dengan membentuk lapisan sitoprotektif dan meningkatkan sekresi ion bikarbonat yang menetralisir keasaman lambung. NSAID dibagi menjadi dua kelompok, yaitu selektif (menghambat COX-2) dan non-selektif (menghambat COX1 dan COX-2). NSAID konvensional menyebabkan non-selektif pada penghambatan siklooksigenase, yang mengarah pada penurunan sekresi bikarbonat dan mengurangi produksi mukus (Dhikav, 2003). c. Penyebab lain yaitu alkohol, merokok, stress, dan hipersekresi patologi ZollingerEllison syndrome (Truter, 2009).



1.2.4. Gejala-Gejala Gejala yang dialami antara lain: a. Rasa nyeri terbakar di perut bagian antara dada dan pusar. Nyeri biasanya memburuk beberapa jam setelah makan atau di tengah malam ketika perut kosong, b. Mual, Muntah, c. Kehilangan nafsu makan, d. Kehilangan berat badan, e. Kelelahan dan kelemahan (gejala dari pendarahan ulkus), f. Muntah darah dan terdapat darah pada tinja atau tinja berwarna hitam (gejala pendarahan ulkus) (Patel dkk., 2012).



1.2.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang A. Diagnosis Sekitar 90% dari penderita mengeluh nyeri pada epigastrium, seperti terbakar disertai mual, muntah, perut kembung, berat badan menurun, hematemesis, melena



4



dan anemia disebabkan erosi yg superficial atau erosi dalam pada mukosa gastrointestinal.



B. Pemeriksaan Penunjang Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (UGIE-Upper Gastrointestinal Endoscopy) dan biopsi lambung (untuk deteksi kuman H.Pylori, massa tumor, kondisi mukosa lambung). 1. Pemeriksaan Radiologi : Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tukak peptik. Gambaran berupa kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran tukak. Apabila permukaan pinggir tukak tidak teratur dicurigai ganas. 2. Pemeriksaan Endoskopi : Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak akibat keganasan adalah : Boorman-I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-IV/linitis plastika (scirrhus) .Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi. Keunggulan endoskopi dibanding radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter < 0,5 cm, dapat melihat lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air, dapat memastikan suatu tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori sebagai penyebab tukak.



1.2.6. Tatalaksana Terapi 1. Terapi Farmakologi Tujuan terapeutik untuk mengobati PUD pada orang dewasa bergantung pada apakah ulkus berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan perawatan mungkin berbeda tergantung apakah ulkus itu awal atau berulang dan apakah komplikasi telah terjadi. Seluruh terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat ulkus, mengobati ulkus, mencegah kekambuhan dan menurunkan resiko komplikasi akibat peptik ulkus. Tujuan terapi pada pasien ulkus dengan infeksi



5



H.pylori adalah untuk mengeradikasi bakteri H.pylori dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat menentukan proses penyembuhan ulkus selanjutnya dan dapat mengurangi resiko kekambuhan sebesar ±10%. Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus akibat penggunaan NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Bila memungkinkan, rejimen obat dengan biaya paling efektif harus digunakan (Alldredge et al., 2013). Dalam penatalaksaan PUD, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk penegakan diagnosa PUD pada pasien yang memperlihatkan alarm sign. Tahapan awal penatalaksanaan PUD berdasarkan lokasi tukak dapat dibagi menjadi penatalaksanaan terhadap Gastric Ulcer (GU) dan Duodenal Ulcer (DU) dapat dilihat pada bagan berikut:



Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan PUD berdasarkan Lokasi Tukak



Pengobatan PUD bertujuan pada penyembuhan tukak dan mengurangi risiko kambuh berulang dan komplikasi terkait. Regimen obat yang mengandung antimikroba seperti klaritromisin, metronidazol, amoksisilin, dan garam bismut dan obat antisecretory (PPI atau H2RA) dapat mengurangi gejala maag, menyembuhkan maag, dan membasmi infeksi H.pylori. PPI lebih dipilh daripada H2RA atau sukralfat untuk penyembuhan ulkus NSAID negatif H. pylori karena mempercepat penyembuhan maag dan memberikan kelegaan gejala yang lebih efektif. Pengobatan dengan PPI



6



harus diperpanjang sampai 8 sampai 12 minggu jika NSAID harus diteruskan. Suatu rejimen pemberantasan H. pylori berbasis PPI dianjurkan pada pasien positif H.pylori dengan ulkus aktif yang juga memakai NSAID. Strategi terapeutik optimal untuk pasien yang berisiko tinggi terhadap kejadian GI terkait NSAID tidak diketahui, namun pasien yang dipilih dapat memanfaatkan penggunaan inhibitor COX-2 dan PPI (Dipiro et al., 2009).



Gambar 3. Penatalaksanaan Duodenal Ulcer



7



Gambar 4. Penatalaksanaan Gastric Ulcer



1. Terapi Farmakologi PUD yang Tidak Disebabkan oleh H.pylori. Sebuah



penelitian



sytematic



review



yang



membandingkan



terapi



menggunakan PPI (omeprazole) vs H2RA (Ranitidine), yang hasilnya terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole) memiliki efek yang lebih baik untuk terapi Gastric Ulcer jika dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.32; 95% CI 0.17 to 0.62). Untuk terapi Duodenal Ulcer terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole) memiliki efek yang lebih baik jika dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.11; 95% CI 0.01 to 0.89) (Rostom, et al., 2011).



8



2. Terapi eradikasi H. pylori



a. Antagonis Reseptor H2 Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel pariental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda, 2005 dalam Putri, 2010). b. PPI (Proton Pump Inhibitor) Mekanisme kerja PPI adalah menghambat pompa proton yang aktif mensekresi asam, yang dimana memblokir kerja enzim KH ATPase yang akan memecah KH ATP akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari sel pariental ke dalam lumen lambung. Pada manusia belum terbukti gangguan keamanannya pada pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010). Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liver dan penyakit ginjal. Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol 15-30 mg/hr, Rabeprazol 20 mg/hr,



9



Pantoprazol 40 mg/hr dan Esomeprazol 20-40 mg/hr. Efek samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI (Lacy dkk, 2008). c. Sulkrafat Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal (Parischa dan Hoogerwefh, 2008 dalam Putri 2010). Dosis sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang sering dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardy dan Lynda, 2005 dalam Putri, 2010). d. Koloid Bismuth Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein pada dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat 2 x 2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan dengan pendarahan (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010). e. Analog Prostaglandin (Misoprostol) Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan NSAID. Dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal hamil (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010). f. Antasida Penggunaan antasida yakni untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal.



10



Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari malam dan sebelum tidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).



2. Terapi Non-Farmakologi a. Modifikasi gaya hidup termasuk mengurangi stress, karena stres menyebabkan sekresi asam dalam lambung meningkat. b. Apabila pasien dengan PUD menggunakan NSAID harus dihentikan penggunaanya



(termasuk



aspirin).



Jika



memungkinkan



pasien



dapat



menggunakan terapi alternatif seperti acetaminophen, a non-acetylated salicylate (e.g.,salsalate), atau COX-2 selective inhibitor. c. Mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok karena dapat mengganggu penyembuhan luka atau ulkus. d. Menghindari makanan pedas. Makan makanan secara teratur membantu mengurangi konsentrasi asam dalam perut. Sebuah makanan kecil sebelum tidur dapat meredakan rasa sakit yang dialami oleh ulkus peptikum pasien. Pasien juga disaran untuk tidak makan secara berlebihan atau menghindari makanan berat karena isi lambung yang tinggi memicu sekresi asam. e. Makan makanan dengan kalori rendah. f. Dianjurkan mempertahankan diet yang tepat dan menghindari makanan atau minuman yang mempengaruhi mukosa lambung seperti kopi, teh, cola, dan alkohol.



1.3. ALAT DAN BAHAN A. Alat 1. Form SOAP 2. Form Medication Record



11



3. Catatan Minum Obat. 4. Kalkulator Scientific 5. Laptop dan koneksi internet. B. Bahan 1. Text Book 2. Data nilai normal laboraturium. 3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).



1.4. STUDI KASUS Tn NW MRS (UGD) 20 Agustus 2019, sore hari. Usia pasien 59 tahun. Riwayat penyakit terdahulu Nyeri bagian kaki, Hiperurisemia, Dislipidemia dengan riwayat pengobatan terdahulu Na Diklofenalk, Ziloric®, Lipitor®. Tidak ada riwayat alergi obat. Pada pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi atas dan bawah. Pemakaian Obat di Rumah Sakit adalah sebagai berikut. Pasien diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali per- hari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Enterostop®. Selain itu, pasien mengeluh perut terasa kembung, fesesnya ada darahnya, feses tidak mengandung lendir, feses cair, dan ada ampasnya.



Parameter



Hasil Pemeriksaan



Keterangan



20/8



21/4



Tekanan Darah (mmHg)



110/70



120/80



Normal



Nadi (kali/Menit)



80



88



Normal



Tempratur (0C)



36,2



36,2



Normal



Laju Pernafasan (kali/Menit)



18



-



Normal



12



Berikut adalah hasil pemeriksaan laboratorium



Parameter



Nilai Normal



Nilai Hasil Pemeriksaan (14/8)



Keterangan



Leukosit



7,5 ± 3,5 (x 109/L)



11,66 (x 109/L)



Tinggi



Eritrosit



4,5-5,5 (x 1012/L)



5,0 (x 1012/L)



Normal



Hemoglobin



13,0-17,5 (g/dL)



14,4 (g/dL)



Normal



Hematokrit



40 - 52 (%)



44,1 (%)



Normal



Platelet



150-400 (x 109/L)



287 (x 109/L)



Normal



LED