RDK Ela [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ela
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI DISKUSI KASUS (RDK) KURANG OPTIMALNYA LABELING PEMASANGAN IV KATETER DAN MONITORING RISIKO KEJADIAN PHLEBITIS PADA AREA INSERSI IV KATETER YANG TERTUTUP RAPAT DENGAN KASA STERIL DAN PLESTER



Disusun Oleh ELA RIYA SUAIROH, S.Kep., Ns 20942483



BIDANG PELAYANAN KEPERAWATAN DIREKTORAT MEDIK DAN KEPERAWATAN RSUP Dr. KARIADI SEMARANG KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2020



REFLEKSI DISKUSI KASUS (RDK) KURANG OPTIMALNYA LABELING PEMASANGAN IV KATETER DAN MONITORING RISIKO KEJADIAN PHLEBITIS PADA AREA INSERSI IV KATETER YANG TERTUTUP RAPAT DENGAN KASA STERIL DAN PLESTER



Disusun Oleh ELA RIYA SUAIROH, S.Kep., Ns 20942483



Disetujui Oleh



Pembimbing



Kepala Ruang



Fitri Handayani, S.Kep.,Ns



Subiatmi, S.Kep.,Ns



NIKK. 05830318



NIP. 1967051319970320001 Evaluator



Tri Lestari, S.Kep., Ns NIP. 196908021994032001



REFLEKSI DISKUSI KASUS (RDK) KURANG OPTIMALNYA LABELING PEMASANGAN IV KATETER DAN MONITORING RISIKO KEJADIAN PHLEBITIS PADA AREA INSERSI IV KATETER YANG TERTUTUP RAPAT DENGAN KASA STERIL DAN PLESTER



Penyusun



:



Ela Riya Suairoh, S.Kep.,Ns



Topik



: Kurang Optimalnya Labeling Pemasangan IV Kateter dan Monitoring Risiko Kejadian Phlebitis Pada Area Insersi IV Kateter yang Tertutup Rapat Dengan Kasa Steril Dan Plester



Ruang



: Rajawali 2A



A. Masalah / isu yang muncul Ruang Rajawali 2A merupakan bagian dari Instalasi Rajawali yang merupakan ruang perawatan kelas III dengan spesifikasi perawatan bedah wanita dengan rata-rata BOR tiap bulan adalah 90% (Pedoman Metode Penugasan Ruang Rajawali 2A RSUP Dr. Kariadi, 2019). Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan dirumah sakit. Namun, hal ini beresiko tinggi terjadinya infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAIs) yang akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan. Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai kondisi pasien di semua lingkungan rumah sakit dan merupakan salah satu terapi utama seperti pemberian obat, cairan dan pemberian produk darah, atau sampling darah (Jeli, 2014). Pemasangan infus atau terapi intravena yang dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis. Flebitis merupakan peradangan pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan oleh iritasi mekanik, kimia atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan pembentukan trombus (Jeli, 2014). Peran perawat dalam terapi infus terutama melakukan tugas delegasi. Menurut Perry dan Potter (2001) dalam Gayatri dan Handiyani (2008) mengatakan bahwa pemberian terapi infus diinstruksikan oleh dokter tetapi perawat yang bertanggung jawab pada pemberian serta mempertahankan terapi tersebut pada



pasien. Oleh karena itu, dalam melakukan tugasnya, perawat harus memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam perawatan terapi infus. Perawat harus memiliki komitmen dalam memberikan terapi infus yang aman, efektif dalam pembiayaan, serta melakukan perawatan infus yang berkualitas (Alexander, et al., 2010). Semua perawat dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan mengenai pemasangan infus yang sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) (Jeli, 2014). Berdasarkan observasi selama 6 hari (26 - 30 Oktober 2020) dari 20 pasien yang saya observasi, 12 pasien tidak diberikan label tanggal dan jam pemasangan infus, semua area insersi IV kateter pada semua responden tertutup kasa steril yang kecil dan ditutup dengan plester putih yang semakin menutupi seluruh area insersi sehingga area inseri IV kateter tidak terlihat. Terdapat 4 pasien yang infusnya terlepas dari area insersi karena hypafik tidak lagi merekat pada kulit, 3 pasien mengalami oedema pada area insersi insers IV kateter (plebitis derajat 3), satu menggigil (Suhu = 37,60C) karena mengalami nyeri dan oedema pada area insersi IV kateter (plebitis derajat 3) dan satu pasien ketika mendapatkan terapi albumin ternyata mengalami kebocoran, kemerahan dan oedema di daerah insersi IV kateter (plebitis derajat 3). Dari hasil observasi tersebut, diharapkan perawat mampu mengoptimalkan pemberian labeling pemasangan infus sesuai SOP pemasangan infus dan mampu melakukan monitoring risiko kejadian phlebitis pada area insersi iv kateter yang tertutup rapat dengan kasa steril dan plester. B. Pembahasan 1. Pemasangan IV kateter 1) Pengertian Langkah-langkah prosedur untuk memasukkan cairan secara parenterasi dengan menggunakan intravenous cateter melalui intravena. 2) Tujuan Sebagai tindakan pengobatan dan untuk mencukupi keseimbangan cairan, kalori dan elektrolit. 3) Kebijakan a)



Dilakukan pada pasien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.



b) Untuk memasukkan obat parenteral.



c) Untuk memasukkan nutrisi parenteral. 4) Prosedur Alat a) Sarung tangan 1 pasang. b) Selang infus sesuai kebutuhan (makro drip / mikro drip). c) Cairan parenteral sesuai program. d) IV Chateter sesuai ukuran. e) Kapas alkohol. f) Satu lembar kasa steril. g) Torniquet / pembendung. h) Pengalas. i) Bengkok. j) Gunting verband. k) Plester. l) Standar infus. 5) Prosedur a) Cuci tangan dengan SOP. b) Sampaikan salam dan perkenalkan diri. c) Lakukan identifikasi pasien sesuai SOP. d) Jelaskan maksut dan tujuan. e) Jelaskan langkah dan prosedur tindakan. f) Tanyakan kesediaan dan persetujuan pasien. g) Atur posisi pasien (berbaring). h) Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus, mengisi tabung reservoir infus sesuai tanda, mengalirkan cairan hingga tidak ada udara dalam selang dan gantungkan pada standar infus. i) Tentukan area vena yang akan ditusuk. j) Pasang alas. k) Pasang torniquet / pembendung kurang lebih 15 cm di atas vena yang akan ditusuk. l) Disenfeksi area yang akan ditusuk (kurang lebih 5 – 10 cm). m) Tusukkan IV catheter ke vena dengan sudut 300 mengarah ke jantung. n) Pastikan jarum IV catheter masuk ke vena. o) Sambungkan jarum IV catheter dengan selang infus. p) Tutup area insersi dengan kasa steril, kemudian plester. q) Atur tetesan infus sesuai program medis.



r) Lepas sarung tangan. s) Pasang label pelaksanaan tindakan di reservoir selang yang berisi : (1) Nama pelaksana. (2) Tanggal dan jam pelaksanaan. t) Pasang label pada botol infus yang berisi : (1) Nama pasien. (2) Nomor rekam medis. (3) Nama obat. (4) Dosis. (5) Tanggal dan jam pelaksanaan u) Ucapkan terima kasih dan salam. v) Bereskan alat. w) Cuci tangan sesuai SOP. x) Dokumentasikan hasil evaluasi pada catatan harian pasien. 6) Unit terkait IRNA, IGD, IRJA, IRIN, IBS. 2. Plebitis Plebitis merupakan peradangan vena yang disebabkan oleh kateer atau iritasi kimiawi zat aditif dan obat obatan yang diberikan secara intravena. Tanda dan gejalanya meliputi nyeri, peningkatan temperatur kulit diatas vena dan beberapa kasus timbul kemerahan ditempat insersi atau disepanjang jalur vena (Potter & Perry, 2005). Plebitis dapat terjadi bahaya karena darah (tromboplebitis) dapat terbentuk dan menyebabkan emboli. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada vena dan meningkatkan lama waktu perawatan (Potter & Perry, 2010). Penggunaan balutan juga mempengaruhi terhadap terjadinya plebitis. Penggunaan balutan dalam pemasangan infus yang dilakukan di tempat penelitian masih menggunakan balutan konvensional, yaitu menggunakan kasa dan plester. Sementara CDC (2005) merekomendasikan untuk penggunaan transparant dressing karena bersifat steril, selain mudah untuk memasang, juga mudah dalam mengobservasi area insersi dari tanda-tanda infeksi, serta bersifat waterproof untuk meminimalkan potensial infeksi (Gabriel, 2008). Balutan harus diganti dengan yang baru untuk mencegah masukknya mikroorganisme sedangkan transparan dressing dapat digunakan untuk mempertahankan peralatan intravena, memungkinkan inpeksi visual



intravena, tidak mudah kotor atau lembab dan tidak perlu diganti dengan sering dibandingkan balutan kassa (Potter & Perry, 2010). C. RENCANA TINDAK LANJUT No 1.



Isu/Masalah Yang Muncul Kurang optimalnya



Rencana Tindak Lanjut 



Resosialisasi SOP



Indikator 



Semua pasien yang



pemberian labeling



pemasangan infus



terpasang infus



pemasangan infus



kepada para perawat.



tertempel label tanggal, jam dan nama perawat.



2.



Kurang optimalnya



 Resosialisasi SOP



 Semua pasien yang



monitoring risiko



surveilans plebitis



terpasang infus, juga



kejadian phlebitis pada



infeksi kepada para



harus terpasang



area insersi IV kateter



perawat.



transparan dressing



yang tertutup rapat dengan kasa steril dan plester.



 Pengadaan transparan dressing di ruangan sesuai kebutuhan.  Perawat membiasakan untuk menggunakan transparan dressing untuk menutup area insersi IV chateter.  Perlu diadakan evaluasi ulang terhadap pencatatan dan pelaporan kejadian plebitis terutama dilakukannya resosialisasi skoring derajat plebitis.  ..................................



untuk menutup area insersi IV chateter.  Monitoring phlebitis pada area insersi IV kateter menjadi lebih optimal yang ditandai dengan berkurangnya tindakan untuk selalu membuka dan menutup plester yang menutupi area insersi IV chateter.



D. Daftar Pustaka Alexander, M, Corrigan, A, Gorski, L, Hankins, J., & Perucca, R. 2010. Infusion nursing society, Infusion nursing: An evidence-based approach (3rd Ed.). St. Louis: Dauders Elsevier. Jeli. 2014. Standar Operasional Pemasangan Infus. Jakarta: Rineka Cipta Poter, Perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC. Poter, Perry. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.



E. LAMPIRAN



1) SOP memasang infus



2) SOP surveilans plebitis infeksi