Refarat Hepatitis A [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Rifqi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FAKULTAS KEDOKTERAN



REFERAT



UNIVERSITAS HASANUDDIN



JULI 2021



ASPEK LABORATORIUM HEPATITIS A



DISUSUN OLEH : 1. Yaumil Dewi Purnama



C014202291



2. Zha Zha Chikita R Labaso



C014202292



Residen Pembimbing : dr. Nurul Afiah



Supervisor Pembimbing : Dr. dr. Asvin Nurulita, M. Kes, Sp.PK(K)



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2021



i



HALAMAN PENGESAHAN



JUDUL REFERAT: ASPEK LABORATORIUM HEPATITIS A



Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :



1. Nama : NIM



:



2. Nama : NIM



:



Yaumil Dewi Purnama C014202291 Zha Zha Chikita Rahmadanthi Labaso C014202292



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.



Makassar, 21 Juli 2021



Supervisor Pembimbing



Residen Pembimbing



Dr. dr. Asvin Nurulita, M.Kes, Sp.PK(K)



dr. Nurul Afiah



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii DAFTAR ISI ......................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2 II.1



Definisi ................................................................................................. 2



II.2



Epidemiologi ......................................................................................... 2



II.3



Etiologi ................................................................................................. 3



II.4



Patofisiologi .......................................................................................... 5



II.5



Manifestasi Klinis .................................................................................. 6



II.6



Diagnosis ............................................................................................... 7



II.7



Tatalaksana .......................................................................................... 15



BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20



iii



BAB I PENDAHULUAN



Penyakit hepatitis A sudah ada sejak zaman Hippocrates. Hepatitis A virus (HAV) pertama kali ditemukan pada tahun 1973 oleh Purcell.1 Penyakit hepatitis A sampai saat ini masih menjadi penyakit utama di dunia dengan 1,5 juta kasus/tahun.2,3 Data seroprevalensi menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi 10 juta infeksi HAV di dunia.4 Di Indonesia, dalam 5 tahun terakhir telah terjadi berbagai KLB hepatitis A. Di Indonesia berdasarkan data dari rumah sakit Anugrah Semarang, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68,3% kemudian disusul oleh hepatitis Non A Non B berkisar 15,5%-46,4% dan hepatitis B 6,4%25,9%. Peningkatan prevalensi HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India, sudah memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV menunjukkan gejala asimptomatik atau minimal muncul gejala aniktertik. Prevalensi infeksi yang ditandai dengan peningkatan antibody anti-HAV yang telah diketahui secara universal dan erat hubungannya dengan standar sanitasi/kesehatan daerah yang bersangkutan. 5



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1



Definisi Hepatitis adalah proses peradangan difus pada sel hati. Hepatitis A



merupakan penyakit akut yang ditandai demam, nyeri abdomen, peningkatan aminotransferase, dan ikterus yang disebabkan oleh hepatitis A virus (HAV). Virus hepatitis A adalah suatu penyakit dengan distribusi global. Infeksi virus hepatitis A dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, diantaranya adalah hepatitis fulminant, autoimun hepatitis, kolestatik hepatitis, hepatitis relaps, dan sindroma pasca hepatitis (sindroma kelelahan kronik). II.2



Epidemiologi Epidemiologi dan transmisi HAV mencakup beberapa faktor



sebagai berikut : variasi musim dan geografi. Di daerah dengan 4 musim, infeksi HAV terjadi secara musiman yang puncaknya biasanya terjadi pada akhir musim semi dan awal musim dingin. Penurunan kejadian HAV telah menunjukan bahwa infeksi HAV terbatas pada kelompok sosial tertentu yaitu kelompok turis yang sering bepergian, sehingga variasi musiman sudah tidak begitu menonjol lagi. Di daerah tropis puncak insiden yang pernah dilaporkan cenderung terjadi selama musim hujan dan pola epidemik siklik berulang setiap 5-10 tahun sekali. Insidens tertinggi pada populasi orang sipil, anak sekolah, tetapi di Eropa Utara dan Amerika Utara ternyata sebagian kasus terjadi pada orang dewasa. Di negara berkembang dimana kondisi hygiene dan sanitasi yang buruk, paparan universal terhadap HAV teridentifikasi dengan adanya prevalensi HAV



2



yang sangat tinggi pada tahun pertama. Gambaran usia prevalensi HAV tergantung pada kondisi sosio-ekonomi sebelumnya. Di Amerika Serikat, angka kejadian hepatitis A telah turun sebanyak 95% sejak vaksin hepatitis A pertama kali tersedia pada tahun 1995. Pada tahun 2010, 1.670 kasus hepatitis A akut dilaporkan; Incidence rate sebanyak 0,6/100.000, rasio terendah yang pernah tercatat. Setelah menyesuaikan untuk infeksi asimtomatik dan kejadian yang tidak dilaporkan, perkiraan jumlah infeksi baru ialah sekitar 17.000 kasus.



Gambar 1. Insidensi Hepatitis A di Amerika Serikat Sumber: http;//www.cdc.gov/ndod/disease/hepatitis/Slideset/index.htm Hepatitis A masih merupakan masalah Kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia. Incidence rate dari hepatitis per 10.000 populasi sering kali berfluktuasi selama beberapa tahun silam. Suatu studi di Jakarta melaporkan bahwa HAV kadang ditemukan pada bayi baru lahir, dan ditemukan pada 20% bayi. Angka prevalensi ini terus meningkat pada usia di atas 20 tahun. 6



3



II.3



Etiologi Hepatitis A disebabkan oleh hepatitis A virus. Virus ini termasuk



virus RNA, serat tunggal, dengan berat molekul 2,25-2,28 x 106 dalton, simetri ikosahedral, diameter 27-32 nm dan tidak mempunyai selubung. Mempunyai protein terminal VPg pada ujung 5’nya dan poli(A) pada ujung 3’nya. Panjang genom HAV: 7500-8000 pasang basa. Hepatitis A virus dapat diklasifikasikan dalam famili picornavirus dan genus hepatovirus. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasi, melalui saluran empedu dan dari epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil dan tahan terhadap panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam. HAV tahan terhadap pH asam dan asam empedu yang memungkinkan HAV mampu melalui asam lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran empedu. 6



Gambar 2. Skematik Virus Hepatitis A Sumber:http;//www.cdc.gov/ndod/disease/hepatitis/Slideset/ index.htm



4



II.4



Patofisiologi Antigen hepatitis A dapat ditemukan dalam sitoplasma sel hati



sebelum hepatitis akut timbul. Kemudian, jumlah virus akan menurun setelah timbul manifestasi klinis, kemudian muncul IgM anti HAV spesifik. Kerusakan sel-sel hati terutama terjadi karena viremia yang terjadi dalam waktu yang sangat pendek dan terjadi pada masa inkubasi. Serangan antigen virus hepatitis A dapat ditemukan dalam tinja 1 minggu setelah ikterus timbul. Kerusakan sel hati disebabkan oleh aktifasi sel T limfosit sitolitik terhadap targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A. Pada keadaan ini ditemukan HLA-Restricted Virus specific cytotoxic CD8+ T Cell di dalam hati pada hepatitis virus A yang akut. Gambaran histologis dari sel parenkim hati yaitu terdapatnya nekrosis sel hati berkelompok, dimulai dari sentral lobulus yang diikuti oleh infiltrasi sel limfosit, makrofag, sel plasma, eosinofil, dan neutrofil. Ikterus terjadi sebagai akibat hambatan aliran empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin direct dan indirect dalam serum. Ada 3 kelompok kerusakan yaitu di daerah portal, di dalam lobulus, dan di dalam sel hati. Dalam lobulus yang mengalami nekrosis terutama yang terletak di bagian



sentral.



Kadang-kadang



hambatan



aliran



empedu



ini



mengakibatkan tinja berwarna pucat seperti dempul (faeces acholis) dan juga terjadi peningkatan enzim fosfatase alkali, 5 nukleotidase dan gama glutamil transferase (GGT). Kerusakan sel hati akan menyebabkan pelepasan enzim transminase ke dalam darah. Peningkatan SGPT memberi petunjuk adanya kerusakan sel parenkim hati lebih spesifik daripada



5



peningkatan SGOT, karena SGOT juga akan meningkat bila terjadi kerusakan pada myocardium dan sel otot rangka. Juga akan terjadi peningkatan enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada kerusakan sel hati. Kadang-kadang hambatan aliran empedu (cholestasis) yang lama menetap setelah gejala klinis sembuh.6 II.5



Manifestasi Klinis Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik tanpa ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra ikterik), fase ikterus, dan fase konvalesen (penyembuhan). Fase Inkubasi Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini. Pada hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung selama 14-50 hari, dengan rata-rata 28-30 hari. Fase pra-ikterik/prodromal Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat berlangsung 2-7 hari, gambaran sangat bervariasi secara individual seperti ikterik, urin berwarna gelap, lemas, hilang nafsu makan, nyeri & rasa tidak enak di perut, tinja berwarna pucat, mual dan muntah, demam kadang-kadang menggigil, sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal pada otot, diare dan rasa tidak enak di



6



tenggorokan.



Dengan



keluhan



yang



beraneka



ragam



ini



sering



menimbulkan kekeliruan pada waktu mendiagnosis, sering diduga sebagai penderita influenza, gastritis maupun arthritis. Fase Ikterik Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya setelah demam turun penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning pekat seperti air teh ataupun tanpa disadari, orang lain yang melihat sklera mata dan kulitnya berwarna kekuning-kuningan. Pada fase ini kuningnya akan meningkat, menetap, kemudian menurun secara perlahan-lahan, hal ini bisa berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada stadium ini gejala klinis sudah mulai berkurang dan pasien merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata dan bisa berlangsung lama. Fase penyembuhan (konvalesen) Fase penyembuhan dimulai dengan hilangnya gejala, ikterus mulai menghilang, penderita merasa lebih baik namun masih lemas.6 II.6



Diagnosis Diagnosis tepat didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Perlu disingkirkan dulu adanya drug induced hepatitis, terutama asetaminofen karena tampilan klinisnya sangat mirip. Setelah diagnosis ditegakkan, Langkah selanjutnya untuk mencegah timbulnya kasus baru adalah dengan menelusuri kontak dan mengedukasi kepada pasien. Kekeliruan diagnosis paling sering akibat kesalahan interpretasi hasil tes serologis.7



7



II.6.1 Anamnesis Hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis yaitu : Data diri, apakah ada demam atau tidak biasanya demam lebih sering terjadi pada orang dewasa, pada anak-anak sering terjadi diare, riwayat penyakit, riwayat perjalanan ke tempat endemik, riwayat alkohol, pengguna obatobatan / jarum suntik, riwayat keluarga tertular atau tidak, riwayat transfusi darah, dan riwayat vaksin HAV. Penyebab hepatitis akut lainnya (misalnya: overdosis asetaminofen). Hal ini penting untuk menegakkan diagnosis. 7 II.6.2 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik mencari gambaran hepatitis akut, seperti sklera ikterik, nyeri tekan abdomen kanan atas dan hepatomegali, ataupun penyakit hati kronis, seperti eritema palmaris, spider nevi, kaput medusa, dan splenomegali, serta dinilai ada tidaknya dekompensasi hati, seperti asites dan edema tungkai. Penderita dapat mengalami demam hingga 40°C.7 II.6.3 Pemeriksaan Laboratorium Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita hepatitis A antara lain: 1. Anti-HAV total Untuk menunjang diagnosis perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium yaitu dengan timbulnya gejala, maka anti-HAV akan menjadi positif. IgM anti-HAV adalah subkelas antibodi terhadap HAV. Respons inisial terhadap infeksi HAV hampir seluruhnya adalah



8



IgM. Antibodi ini akan hilang dalam waktu 3-6 bulan. IgM anti-HAV adalah spesifik untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi hepatitis A akut. Infeksi yang sudah lalu atau adanya imunitas ditandai dengan adanya anti-HAV total yang terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM antiHAV. Antibodi IgG akan naik dengan cepat setelah virus dieradikasi lalu akan turun perlahan setelah beberapa bulan. Petanda anti-HAV berguna bagi penelitian epidemiologis dan status imunitas.24 Deteksi antibodi tersebut dapat dilaksanakan dengan rapid test memakai



metode



immunochromatographic



assay



dengan



alat



diagnosis komersial yang telah tersedia. Alat diagnosis ini memiliki tiga garis yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu “G” (HAV IgG test line), “M” (HAV IgM test line), dan “C” (control line) yang terletak pada permukaan membran. Garis “G” dan “M” berwarna ungu akan timbul pada jendela hasil apabila IgG dan/atau IgM anti-HAV kadarnya cukup pada sampel.24 Menggunakan rapid test dengan metode



immunochromatographic



assay



didapatkan



spesifisitas



mendeteksi IgM anti-HAV hingga keakuratan 98,0% dengan tingkat sensitivitas hingga 97,6%.24 Identifikasi cepat dan pelaporan segera kasus hepatitis A sangatlah penting untuk dapat mencegah penularan pada masyarakat yang lebih luas.



9



Tabel 1 : Pemeriksaan Serologis Hepatitis Virus A Jenis Hepatitis Hepatitis A



Pemeriksaan Serologi Anti-HAV



Antibodi terhadap HAV



IgM



Penanda infeksi akut HAV, bertahan sampai



Definisi dan Penggunaan



4-6 setelah infeksi Anti HAV



Antibodi terhadap HAV bertahan seumur hidup



Sumber : Hardjoeno H.2001. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Hasanuddin University Press. Makassar



Gambar 3. Grafik Anti-HAV Sumber : Ly KN, Klevens RM. Trends in disease and complications of hepatitis A virus infection in the United States 2. Rapid test Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid test menggunakan metode immunochromatographic assay, dengan alat



10



diagnosis komersial yang tersedia. Alat diagnosis ini memiliki 3 garis yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu “G” (HAV IgG Test Line), “M” (HAV IgM Test Line), dan “C” (Control Line) yang terletak pada permukaan membran. Garis “G” dan “M” berwarna ungu akan timbul pada jendela hasil apabila kadar IgG dan/atau IgM anti-HAV cukup pada sampel.



Dengan



menggunakan



rapid



test



dengan



metode



immunochromatographic assay didapatkan spesifisitas dalam mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat keakuratan 98,0% dengan tingkat sensitivitas hingga 97,6%. 3. Deteksi Virus (Kultur) Deteksi virus yaitu dengan menumbuhkan sel kultur atau deteksi genom virus dengan Teknik amplifikasi molecular dengan PCR. Khususnya real time PCR digunakan secara luas karena cepat, sensitive, reproducibility, dan minimalisasi kontaminasi. (Bosch et al., 2011). Reserve transcriptase PCR (RT-PCR) melibatkan tahap RNA virus ditranskripsi terbalik menjadi untai complementary DNA (cDNA) sebelum PCR dan sukses memonitor air untuk kontaminasi RNA virus enteric. (Pusch et al., 2005). Kelemahan pemeriksaan molecular yaitu kemungkinan hasil negative palsu karena adanya inhibitor, konsentrasi virus yang rendah dan prosedur ekstraksi. (Bosch et al., 2011).



11



4. Cholinesterase (CHE) Pengukuran aktivitas enzim cholinesterase serum membantu menilai fungsi sintesis hati. Aktivitas cholinesterase serum menurun pada gangguan fungsi sintesis hati, penyakit hati kronik, dan hipoalbumin karena albumin berperan sebagai protein pengangkut cholinesterase. Penurunan cholinesterase lebih spesifik dibandingkan albumin untuk menilai fungsi sintesis hati karena kurang dipengaruhi faktor-faktor di luar hati.2 Pada hepatitis akut dan kronik cholinesterase menurun sekitar 30%50%. Penurunan cholinesterase 50%-70% dapat dijumpai pada sirosis dan karsinoma yang metastasis ke hati. Pengukuran cholinesterase serial dapat membantu untuk menilai prognosis penyakit pasien dan monitoring fungsi hati setelah trasplantasi hati.8,9 5. Bilirubin Kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dL biasanya dapat menyebabkan ikterus. Ikterus mengindikasikan gangguan metabolisme bilirubin, gangguan fungsi hati, penyakit bilier, atau gabungan ketiganya. Fungsi eksresi hati di laboraorium terdiri dari pemeriksaan bilirubin serum total, bilirubin serum direk, dan bilirubin serum indirek, bilirubin urin dan produk turunannya seperti urobilinogen dan urobilin di urin, serta sterkobilin dan sterkobilinogen di tinja. Apabila terdapat gangguan fungsi eksresi bilirubin maka kadar bilirubin serum total meningkat. Kadar bilirubin serum yang meningkat dapat menyebabkan ikterik.. Pada kasus hepatitis kadar bilirubin direk dan bilirubin indirek meningkat.



12



8,10



6. Enzim Transaminase Enzim transaminase meliputi enzim alanine transaminase (ALT) atau



serum



glutamate



piruvattransferase



(SGPT)



dan



aspartate



transaminase (AST) atau serum glutamate oxaloacetate transferase (SGOT).



Pengukuran



aktivitas



SGPT



dan



SGOT



serum



dapat



menunjukkan adanya kelainan sel hati tertentu, meskipun bukan merupakan uji fungsi hati sebenarnya pengukuran aktivitas enzim ini tetap diakui sebagi uji fungsi hati. 8-11 Peningkatan SGPT atau SGOT disebabkan perubahan permiabilitas atau kerusakan dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan integritas sel hati (hepatoseluler). Peningkatan enzim ALT dan AST sampai 300 U/L tidak spesifik untuk kelainan hati saja, tetapi jika didapatkan peningkatan lebih dari 1000 U/L dapat dijumpai pada penyakit hati akibat virus.9 Pada peradangan dan kerusakan awal (akut) hepatoseluler akan terjadi kebocoran membran sel sehingga isi sitoplasma keluar menyebabkan ALT meningkat lebih tinggi dibandingkan AST dengan rasio AST/ALT