Referat Ca Mammae [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada perempuan



baik di negara maju maupun negara berkembang dan merupakan pembunuh nomor satu pada perempuan. Insiden kanker payudara di negara berkembang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya harapan hidup, urbanisasi, dan pola hidup orang barat. Saat ini kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi No.2 di Indonesia, dan dari tahun ketahun insiden ini semakin meningkat. Sudah terdapat berbagai strategi untuk mengurangi risiko dan mencegah terjadinya kanker payudara, tetapi



hal tersebut masih sulit untuk dkurangi di negara-negara yang



pendapatannya rendah dan sedang, sehingga kejadian tersebut lambat terdiagnosis. Oleh deteksi dini sangat penting sebagai dasar untuk mengendalikan kanker payudara, sehingga hasilnya baik, dan angka bertahan hidupnya tinggi. Berdasarkan data Global Burden of Cancer angka kasus kanker mammae di Indonesia 26 per 100.000 perempuan, dan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007 menunjukkan kejadian kanker mammae mencapai 21,69 persen, lebih tinggi dari kanker serviks yang angkanya 17 persen. 1.2



Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan ini adalah selain memenuhi tugas Referat kepaniteraan



klinik, juga untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai kanker mammae.



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Sejarah Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu bentuk keganasan tertua yang diketahui oleh



manusia. Deskripsi tertua kanker ini ditemukan di Mesir sekitar 1600 SM. Selama berabadabad, dokter tidak menemukan terapi untuk kasus ini. Sampai akhirnya pada abad ke-17 mereka dapat menemukan hubungan antara kanker payudara dan kelenjar getah bening di ketiak. Ahli bedah Perancis Jean Louis Petit (1674–1750) dan kemudian dokter bedah Skotlandia Benjamin Bell (1749–1806) adalah dokter pertama yang mengangkat kelenjar getah bening, jaringan payudara, dan otot dada. Pekerjaan mereka berhasil diikuti oleh William Stewart Halsted yang mulai melakukan mastectomy pada tahun 1882. Radikal mastectomies tetap standar hingga tahun 1970-an.



2.2



EMBRIOLOGI Mammae terbentuk dari penebalan ectodermal (mammary ridges, milk line) pada



minggu ke-5 atau ke-6



pembentukan fetus. Payudara dibentuk disekitar ridge, yang



terbentang dari dasar forelimb (nantinya axilla) hingga regio hind limb (nantinya inguinal. Tetapi nantinya ridge ini akan menghilang /atrofi pada akhir trimester, kecuali bagian-bagian kecil yang dapat bertahan disekitar dada seperti putting susu yang muncul disepanjang milk line. Ektoderma yang tumbuh kedalam membentuk duktus dan lobules susu, sehingg mammae dapat berkembang menjadi suatu organ. Mamae kembali berkembang pada masa pubertas, karena adanya pengaruh hormone mammotrophic. Terdapat 5 phase dari perkembangan payudara pada masa pubertas, yaitu phase satu saat usia 8-10 tahun dimana putting semakin menonjol tetapi belum ada perkembangan pada kelenjar mammae, phase kedua pada usia 10-12 tahun dimana mulai terbentuknya kelenjar mammae agau pembentuka kelenjar subaerolar, phase ketiga terjadi pada usia 11-13 tahun, dimana kelenjar terbentuk, dan volumenya meningkat serta terjadi pigmentasi areolar, kemudian proses ini berlanjut di phase empat pada usia 12-14 tahun dimana areola samakin jelas membesar dan pigmentasi juga semakin jelas. Terakhir, pada fase ke lima pada usia 13-17 tahun, pembentukan dan perkembangan payudara menjadi sempurna.



2.3



ANATOMI Pada pria, mammae tetap rudimenter dengan komponen kelenjar mammae



berkembang tidak sempurna, dimana acini berkembang tidak sempurna dengan ductus yang pendek, serta terjadi defisiensi perkembangan papilla mammae, parenkim, dan aerola. Pada pria aerola berada pada intercostal 4. Pada wanita, mammae berkembang menjadi susunan yang kompleks. Payudara perempuan dewasa masing-masing terletak di torak anterior dengan dasarnya terletak dari kira-kira iga kedua atau ketiga sampai iga keenam atau ketujuh. Kompleks puting-areola terletak antara costa IV dan V. Medial payudara mencapai pinggir sternum dan di lateral setentang garis mid aksilaris dan meluas keatas ke aksila melalui suatu ekor aksila berbentuk piramid. Payudara melekat diantara subcutaneous fat dan fasia otot pektoralis mayor, otot serratus anterior, obliks eksternus dan rectus abdominis.



Mammae terdiri dari kelenjar susu, jaringan ikat dan jaringan lemak. Masing-masing kelenjar susu terdiri dari 15-20 lobus, dan mempunyai mempunyai ductus lactiferous yang menutup secara radial sehingga dapat membuka puting. Jaringan lemak membungkus lobus, jaringan lemak membentuk dan mengisi payudara, memberikan ukuran yang berbeda-beda pada tiap orang.



Aerola adalah hiperpigmentasi yang melngkari putting susu, disekeliling aerola terdapat Montgommery tubercles yang berukuran kecil dan dapat melumasi seluruh daerah putting-aerola selama laktasi. Epitel aerola adalah sel khusus myoepitelial yang dapat berkontraksi dibawah pengaturan oxitosin, epitel ini meluas ke seluruh system duktus Terdapat ligament yang terbentang sepanjang fascia pektoralis profunda sampai lapisan fascia superfisialis di dalam dermis yang berfungsi menyokong mammae, disebut sebagai Ligamentum Cooper’s. Oleh karena itu, jika terdapat tumor pada payudara yang melibatkan ligamentum Cooper dapat menyebabkan penyusutan (penarikan) pada kulit dan retraksi kulit.



Payudara mendapat suplai darah utama dari cabang a. mammary interna, cabang bagian lateral dari a.intercostal posterior, dan cabang dari a.axillary termasuk a.thoracic lateral, dan cabang-cabang pectoral dari a.thoracoacromial.



Pembuluh darah vena akan mengikuti pembuluh darah arteri dengan drainase vena menuju axilla. Tiga kelompok vena yang paling berperan adalah v.axilla (yang mempunyai peran utama dalam drainase), v.torakalis interna dan v.intercostal posterior. Pleksus vertebra Batson's dari v.paravertebra yang berjalan sepanjang tulang belakang dan memanjang dari dasar tengkorak ke sacrum, dapat memberikan rute metastasis kanker payudara ke tulang belakang, tengkorak, tulang panggul, dan sistem saraf pusat. Cabang kornu lateral dari nervus intercostal ke 3 sampai ke 6 memberikan persarafan sensorik pada payudara dan dinding dada anterolateral. Cabang ini keluar dari ruang intercostal diantara m.serratus anterior. Cabang kutaneus yang timbul dari plexus cervical, khususnya cabang-cabang n.supraclavicular, mempersarafi kulit bagian atas payudara. N.interocosobrachial adalah kulit cabang kutaneus lateral n.interkostal kedua, dan dapat terlihat ketika pembedahan bagian axila. Reseksi n.intercostabrachial menyebabkan hilangnya sensasi pada lengan atas.



Nervus Long thoracic nervus



Otot yang dipersarafi m.serratus anterior



Kelainan jika terjadi trauma Skapula terangkat



n.thoracodorsal



m.latissimus dorsi



Tidak dapat mengangkat badan dari posisi duduk



n. pectoralis medial dan m.pectoralis mayor dan minor lateral



Kelemahan otot pectoralis



n.intercostobrachial



Baal pada area persarafan



Melewati axilla menuju lengan



Di bagian dalam dari m.pectoralis mayor terdapat m.pectoralis minor yang berhubungan dengan letak pembuluh limfe axilla, pembagian pembuluh limfe pada daerah tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pembedahan dan mempermudah menilai stadium kanker. Tingkat I adalah pembuluh limfe axilla yang terletak dari lateral sampai batas lateral m.pectoralis minor. Tingkat II terdapat tepat di bagian dalam m.pectoralis minor. Bagian III adalah pembuluh limfe yang terletak dari medial sampai batas medial dari m.pectoralis minor dan termasuk pembuluh limfe subclavicular. Rotter’s node atau pembuluh limfe intrapectorial terletak antara m.pectoralis mayor dan m.pectoralis minor.



2.3



FISIOLOGI



Perkembanagan payudara dan fungsi payudara dipengaruhi oleh hormone estogren, progesterone, prolactin, oxytocin, horon tyroid, cortisol dan growth hormone. Hormon estogeren, progesterone, dan prolactin memiliki efek trophic yang penting bagi perkembangan payudara dan fungsi payudara normal. Estrogen mempengruhi perkembangan



payudara, sedangkat progresteron bertangung Jawab terhadap diferensasi epitel dan perkembangan lobus. Prolactin merupakan hormone utama yang menstimulus proses lactogenesis pada periode kehamilan akhir dan postpartum. Hermon neurotropic dari hipotalamus bertanggung jawab terhadap regulasi dan sekresi hormone yang mempengaruhi jaringan di payudara. Hormon gonadotropin leutinizing dan folicel stimulating mengatur pelepasan estrogen dan progresteron dari ovarium. Hipotalamus melepaskan gonadotrophin–releasing hormone yang merangsang kelenjar hipofisis anterior melepaskan LH dan FSH dari sel basofilik. Disini terdapat umpan balik dari sirkulasi estrogen dan progresteron, terhadap pengaturan sekresi LH, FSH, dan GnRH. Hormon-hormon tersebut berguna sebagai perkembangan, fungsi, dan pemeliharaan jaringan payudara. Setelah lahir, kadar estrogen dan progresteron pada bayi perempuan menurun hal ini masih berlangsung hingga masa kanak-kanak karena sensitivitas umpan balik negatif dari axis hipotalamus-hipofisis dari hormon ini. Kemudian pada masa pubertas terjadi penurunan sensitivitas umpan balik negative axis hipotalamus-hipofisis dan meningkatnya sensitivitas umpan balik positif dari estrogen. Kejadia physiologic meningkatkan sekresi GnRh, FSH, dan LH sehingga terjadi peningkatan sekresi estrogen dan progresteron oleh ovarium, yang nantinya terbentuk siklus menstruasi. Pada awal siklus menstruasi, terjadi penambahan ukuran dan kepadatan payudara, yang diikuti dengan pembesaran jaringan payudara dan proliferasi epitel. Timbulnya mentruasi pembengkakan payudara mereda, dan proliferasi epitel berkurang.



Pada masa kehamilan estrogen dan progrestin di ovarium dan placenta meningkat, yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan subtansi pada payudara. Payudara



membesar, bersamaan dengan proliferasi duktus dan lobus, areolar semakin gelap, kelenjar Montgomery semakin menonjol. Pada trimester pertama dan kedua duktus minos bercabang dan berkembang. Pada trimester ketiga lemak mengumouk di epitel alveolar dan rongga ductus. Pada akhir kehamilan, prolactin merangsang sintesis lemak susu dan protein. Setelah plasenta keluar, estrogen dan progresteron yang beredar menjadi berkurang, yang menimbulkan pugeluaran penuh aksi laktogenik dari prolactin. Produksi dan pengeluaran susu diatur oleh reflex saraf yang berasal dari ujung saraf putting-aerola. Proses laktasi membutuhkan stimulasi dari reflex saraf yang kemudian menimbulkan sekresi prolactin dan pengeluaran susu. Oksitosin keluar akibat adanya stimulus dari menyusui baik visual, auditory, dan olfaktori. Oksitosin menyebabkan kontraksi pada sel ioepitelial sehingka terjadi penekanan pada alveioli, kemudian susu masuk ke dalam sinus laktiferus. Setelah menyusui, pelepasan prolactin dan oksitosin berkurang. Ketika proses mnyusui terhenti maka terjadi peningkatan tekanan didalam duktus dan alveoli. Ketika menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progresteron olih ovarium dan inovulasi duktus dan alveoli mammae. Terjadi peningkatan densitas di sekitar jaringan ikat fibrosa dan jaringan dipayudara diganti dengan jaringan adipose.



2.4



PATOLOGI



2.4.1 Etiologi Dasar patogenesis dari tumor adalah suatu proses yang dinamakan karsinogenesis. Karsinogenesis terkait dalam proses-proses yang meliputi : a. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan b. Insensivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan c. Menghindari apoptosis d. Potensi replikasi tanpa batas e. Angiogenesis berkelanjutan f. Kemampuan menginvasi dan beranak sebar Suatu pertumbuhan yang tak terkontrol dari organ mammae dipengaruhi oleh faktor genetik dan hormonal. Berbagai faktor yang dapat mencetuskan suatu pertumbuhan yang berlebihan bahkan yang ganas dari organ mammae -



Herediter



Ditemukan 13% tumor mammae terjadi secara herediter pada garis pertama keturunan, hanya sekitar 1 % yang diakibatkan oleh multifaktor dan mutasi germline. Sekitar 23 % kanker mammae terjadi secara familial (atau 3% dari seluruh kanker mammae) hal ini diakibatkan dengan BRCA1 dan BRCA2 probabilitas terjadinya kanker yang berhubungan dengan mutasi gen ini meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan. Secara herediter, penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada umumnya antara faktor ini saling mempengaruhi. Perubahan terjadi pada salah satu dari gen dan sekian banyak gen yang dapat mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain. Pada kanker mammae ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada dua pertiga kasus kanker mammae familial atau 5 % secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang bersifat herediter pada 85 % menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk terkena mammae 10 % secara nonherediter dan kanker ovarium. Mutasi dari BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular, cenderung ‘high grade’, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan mempunyai prognosis yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q melibatkan 70 % untuk terjadinya kanker mammae secara



herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari BRCA1. Seperti halnya BRCA1, BRCA2 juga dapat menyebabkan terjadinya kanker ovarium dan pada pria dapat meningkat resiko terjadinya pada kanker mammae. -



Mutasi Sporadik



Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti yang dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai dua kemampuan untuk berkembang menjadi kanker mammae. Metabolit estrogen pada penyebab mutasi atau menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas. Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini berkaitan dengan adanya estrogen, progesterone dan reseptor hormon steroid lain ini di sel mammae. Pada neoplasma yang memiliki reseptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat memperlambat pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor. - Terpapar radiasi Terpapar radiasi adalah penyebab kanker mammae yang paling tidak bisa dipungkuri terutama pada wanita muda. Hasil penelitian membuktikan wanita muda yang menjalani terapi radiasi karena Limfoma Hodgkin memiliki resiko terkena kanker mammae 75x lebih besar daripada wanita seusianya yang tidak terpapar radiasi. 1 - Hormonal Telah terukti bahwa hormon ikut berperan dalam pembentukan kanker mammae. Hormon estrogen baik tunggal maupun kombinasi dengan progresteron pada beberapa sedian kontrasepsi oral penggunaan jangka panjang meningkatkan resiko terjadinya kanker mammae. Berhubungan dengan peningkatan estrogen tersebut, faktor-faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarke dini, nulipara, melahirkan anak pertama pada usia >30 tahun (ada perubahan pada epitel terminal payudara) dan menopause terlambat juga akan meningkatkan resiko kanker mammae. Sedangkan pengurangan siklus menstruasi dianggap mengurangi resiko kanker mammae seperti banyak beraktifitas dan menyusui. - Diet Penyebab kanker mammae pada wanita muda biasanya juga dapat disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi lemak dan gula. Penelitian menyatakan bahwa diet tinggi lemak atau obesitas berhubungan dengan peningkatan sekresi hormon adrenal yaitu



konversi androstenedione ke estron oleh jaringan lemak dan terus berlangsung sampai menopause. Akhirnya tumor-promoting steroid hormons yang larut dalam lemak akan terakumulasi dalam jaringan mammae. -



Alkohol Penelitian juga menunjukkan bahwa risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol dikenal meningkatkan kadar serum estradiol yang ikut meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh



-



Virus Diduga menyebabkan kanker mammae. Faktor susu Bittner adalah suatu virus yang menyebabkan kanker mammae pada tikus yang ditularkan melalui air susu. Antigen yang serupa dengan yang terdapat pada virus tumor mammae tikus telah ditemukan pada beberapa kasus kanker mammae pada manusia tetapi maknanya tidak jelas



2.4.2 Patologi Klasifikasi Kanker Mammae Primer Non Invasive Ephitelial Cancer - Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) - Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) - Tipe papillar, cribriform, solid dan comedo.



Invasive Ephitelial Cancer - Invasive Lobular Carcinoma (10%-15%) - Invasive Ductal Carcinoma - NOS (50%-70%) - Tubular carcinoma (2%-3%) - Mucinous/colloid carcinoma (2%-3%) - Medullary carcinoma (5%) - Invasive cribriform carcinoma (1%-3%) - Invasive papillary carcinoma (1%-2%)



Mixed Connective and Epithelial Tumor - Phyllodes tumor benign and malignant - Carcinosarcoma - Angiocarcinoma



- Adenoid cystic carcinoma (1%) - Metaplastic carcinoma (1%)



Karsinoma mammae noninvasif secara luas dibagi menjadi dua jenis utama: LCIS dan DCIS (atau karsinoma intraductal). LCIS, pernah dianggap sebagai lesi ganas, kini dianggap lebih sebagai faktor risiko perkembangan kanker mammae. Dinamakan LCIS jika terjadi pada lobulus diperluas sampai asini dan isinya. DCIS adalah lesi lebih heterogen, dan dibagi menjadi empat kategori luas: papiler, cribriform, solid (padat), dan comedo. DCIS dianggap sebagai ruang yang dikelilingi oleh membran yang dipenuhi dengan sel ganas dan berlapis yang terdiri dari sel-sel myoepithelial walaupun masih ada kemungkin normal. Empat kategori morfologi adalah prototipe dari lesi murni, namun pada kenyataannya tipe tersebut menyatu satu sama lain. Tipe papillary dan cribriform dapat berubah menjadi kanker invasif dalam waktu yang lama dan stadium yang lebih rendah. Berbeda dengan tipe solid dan comedo, lesi umumnya dengan cepat dapat berubah menjadi lesi invasive dengan stadium yang tinggi. Sel-sel di dalam duktus, memiliki kecenderungan untuk mengalami nekrosis sentral, mungkin karena pasokan darah ke sel-sel ini terletak di luar membran basal. Terjadi puing-puing nekrotik di tengah saluran koagulasi dan akhirnya mengalami kalsifikasi, sehingga mengarah pada bentuk-bentuk kecil, pleomorfik, dan sering linier terlihat pada mammogram berkualitas tinggi. Pada beberapa pasien seluruh sistem duktus tampaknya terlibat dalam keganasan, dan mammogram menunjukkan kalsifikasi khas mulai dari puting menuju ke posterior yaitu bagian dalam payudara (disebut kalsifikasi segmental). Untuk alasan belum dipahami, DCIS berubah menjadi kanker invasif, biasanya terjadi rekapitulasi morfologi sel-sel di dalam saluran.



Non Invasive Karsinoma Mammae



Noninvasive breast cancer. A, Lobular carcinoma in situ (LCIS). The neoplastic cells are small with compact, bland nuclei and are distending the acini but preserving the cross-sectional architecture of the lobular unit. B, Ductal carcinoma in situ (DCIS), solid type. The cells are larger than in LCIS and are filling the ductal rather than the lobular spaces. However, the cells are contained within the basement membrane of the duct and do not invade the breast stroma. C, DCIS, comedo type. In comedo DCIS, the malignant cells in the center undergo necrosis, coagulation, and calcification. D, DCIS, cribriform type. In this type, bridges of tumor cells span the ductal space and leave round, punched-out spaces.



Karsinoma mammae invasif disebabkan oleh infiltrasi sel ke sejumlah stroma, atau dengan pembentukan lembaran sel yang terus-menerus dan monoton sehingga menghilangkan fungsi utama kelenjar mammae. Kanker mammae invasif dibagi secara histologi menjadi kanker lobular dan duktal. Perbedaan kedua jenis kanker dapat dilihat memalui mamogram, kanker lobular cenderung menyerang payudara tunggal dan secara klinis tidak terlihat adanya massa sampai stadium lanjut. Kanker duktal cenderung tumbuh sebagai massa yang lebih koheren, membentuk kelainan diskrit pada mammogram dan muncul lebih awal seperti benjolan pada payudara.



Invasive Karsinoma Mammae



Invasive breast cancer. A, Invasive ductal carcinoma, not otherwise specified (NOS). The malignant cells invade in haphazard groups and singly into the stroma. B, Invasive lobular carcinoma. The malignant cells invade the stroma in a characteristic single-file pattern and may form concentric circles of single-file cells around normal ducts (targetoid pattern). C, Mucinous or colloid carcinoma. The bland tumor cells float like islands in lakes of mucin. D, Invasive tubular carcinoma. The cancer invades as small tubules, lined by a single layer of welldifferentiated cells. E, Medullary carcinoma. The tumor cells are large, very undifferentiated with pleomorphic nuclei. The distinctive features of this tumor are the infiltrate of lymphocytes and the syncytial-appearing sheets of tumor cells.



2.4.3 Cara Penyebaran Kanker mammae menyebar secara perkontinuitatum, melalui jalur lifatik, dan secara hematogen. Metastasis kanker mammae paling sering terjadi di kelenjar limfe, kulit, tulang, hati, paru-paru dan otak. Metastasis ke kelenjar limfe axilla terjadi pada 55% - 70% pasien yang terdeteksi dengan screening mammography. Prognosisnya tergantung dari jumlah kelenjar limfe yang terkena menurut pemeriksaan histologi. Biasanya neoplasma yang pertumbuhannya



lebih cepat lebih sering bermatastasis ke lenjar limfe dibandingkan dengan neoplasma yang pertumbuhannya lambat. Selain itu ukuran tumor berhubungan erat dengan terjadinya metastasis ke kelenjar limfe. 2.4.4 Perjalanan Alamiah penyakit Kanker mammae adalah penyakit heterogen yang tumbuh dengan variasi berbeda pada setiap pasien dan sering menimbulkan penyakit sistemik lain pada saat ditegakannya diagnosis. 1. Kanker Mammae Primer Lebih dari 80% kanker mammae menunjukan proses fibrosis aktif yang menyerang jaringan epitel dan stroma mammae. Akibat dari pertumbuhan kanker dan invasi sel kanker ke jaringan mammae menyebabkan tertariknya ligamentum Cooper’s sehingga dapat terjadi retraksi pada kulit mammae (dimpling). Peau d’orange (edema yang terlokalisasi) juga dapat terjadi ketika drainase cairan limfe dari kulit terhambat sehingga menarik folikel rabut ke dalam dan memberikan gambaran kulit jeruk. Semakin tumbuhnya sel kanker maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya invasi pada kulit, yang akan menimbulkan ulserasi karena terjadinya iskemik. 2. Metastasis Kelenjar Limfe Regional Semakin besar ukuran kanker primer, sel-sel kanker akan masuk ke dalam ruang interselular dan terbawa aliran limfe menuju kelenjar limfe regional teruma kelenjar limfe axilla. Tanda awal terjadinya metastasis pada kelenjar limfe berupa nyeri dan teraba benjolan yang lembut tetapi berubah menjadi keras seiring pertumbuhan sel kanker. 3. Metastasis Jauh Kira-kira pada penggandaan sel kanker yang ke-20, maka sel kanker sudah mempunyai neovaskularisasi sendiri. Keadaan tersebut juga dapat menyebabkan sel kanker melaului vena axilla atau vena intercostal yang kemudian menuju vena pleksus Batson, akan bermetastasi ke organ lain dalam tubuh. Keberhasilan implantasi fokus metastasi dapat terjadi setelah diametr kanker primer > 0,5 cm atau kira-kira pada penggandaan ke 27.



2.5



FAKTOR RISIKO



A. Faktor Risiko Tinggi 1. Berusia >40 Tahun 2. Riwayat kanker pada salah satu payudara (terutama sebelum menopause) 3. Riwayat Kanker Pada Keluarga 4. Hiperplasia dengan atipia 5. Paritas a. Wanita yang tidak pernah melahirkan (nullparity) b. Wanita yang hamil pertama pada usia >31 tahun (3-4 kali berisiko terkena kanker payudara dibandingkan pada usia 5 cm).



 CT scan



C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas Catatan : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu,



dianjurkan untuk diperiksa



TRIPLE DIAGNOSTIC



D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic). Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin. Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui : 



Core Biopsy.







Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran 3 cm sebelum operasi definitif o inoperable







Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB







Pemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53. (situasional)



E. Laboratorium : Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis



2.7



Sistem Stadium dan Prognosis Stadium kanker mammae ditentukan oleh hasil reseksi bedah dan pencitraan. Sistem yang paling banyak digunakan untuk menentukan stadium kanker berdasarkan American Joint Community on Cancer (AJCC). Sistem ini didasarkan pada deskripsi dari tumor primer (T), status kelenjar getah bening regional (N), dan adanya metastasis jauh (M). Pengelompokan terbaru telah memasukkan penggunaan sentinel node biopsi dan termasuk klasifikasi ukuran deposit metastasis pada kelenjar sentinel, serta jumlah dan lokasi node metastasis regional disertai angka harapan hidup 5 tahun.



American Joint Committee on Cancer, Stadium Kanker Mammae, 2002 Tumor Primer (T) Tx



Tumor pimer tidak dinilai



Tis



Carcinoma in situ (LCIS atau DCIS) atau paget’s disease pada puting tanpa tumor



T1



Tumor ≤2 cm



T1a



Tumor ≥0.1 cm, ≤0.5 cm



T1b



Tumor >0.5 cm, ≤1 cm



T1c



Tumor >1 cm, ≤2 cm



T2



Tumor >2 cm, ≤5 cm



T3



Tumor >5 cm



T4



Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding dada atau kulit



T4a



Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)



T4b



Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit



T4c



Gabungan T4a dan T4b



T4d



Karsinoma inflamatory



Pembuluh Limfe/Node (N) N0



Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, tidak diteliti lebih jauh



N0 (i-)



Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, IHC (-)



N0 (i+)



Keterlibatan kel.limfe mencakup 0.2 mm, none >2.0 mm) N1a



Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3



N1b



Metastasis ke kel.limfe int. mammary dengan biopsy sentinel



N1c



Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan kel. limfe int. Mammary dengan biopsy



N2



Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 atau int. mammary disertai klinik (+) tanpa metastasis ke axilla



N2a



Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 paling tidak 1 >2.0 mm



N2b



Int. mammary klinik nampak, kel.limfe axilla (-)



N3



Metastasis ke ≥10 kel.limfe axilla atau kombinasi metastasis kel.limfe axilla dan int. mammary metastasis



N3a



≥10 kel.limfe axilla (>2.0 mm), atau kel.limfe infraclavicular



N3b



Klinik int. mammary (+) ≥1 kel.limfe (+) atau >3 kel.limfe axilla (+) dengan int. mammary (+) dari biopsy



N3c



Metastasis ke ipsilateral supraclavicular nodes (IAN)



M (Metastasis) M0



Tidak terdapat metastasi jauh



M1



Terdapat metastasis jauh



American Joint Committee on Cancer Kelompok Stadium dan Angka Harapn Hidup STAGE TNM Angka harapan hidup 5 tahun (%)[*] 0



Tis, N0, M0



100



I



T1, N0, M0



100



IIA



T0, N1, M0



92



T1, N1, M0 T2, N0, M0 IIB



T2, N1, M0



81



T3, N0, M0 IIIA



T0, N2, M0



67



T1, N2, M0 T2, N2, M0 T3, N1, M0 T3, N2, M0 IIIB



T4, N0, M0



54



T4, N1, M0 T4, N2, M0



2.8



[†]



IIIC



Semua T, N3, M0



IV



Semua T, Semua N, M1 20



Screening dan Deteksi Dini Mastektomi Profilaksis Prosedur ini dapat dilakukan pada wanita dengan resiko terkena kanker mammae



yang sangat tinggi, tetapi walaupun sesudah dilakukan mastektomi total sebagai



pencegahan tetapi tidak ada garansi bahwa tidak akan terjadi kanker mammae karena jaringan mammae masih bisa tersisa dalam tubuh.2 1. Mastektomi sederhana dan oprerasi rekontruksi a. Pasien dengan penyakit jinak payudara dan riwayat kanker mammae bilateral atau premenopausal dikeluarga. b. Pasien dengan riwayat kanker mammae sebelumnya dan penyakit fibrokistik pada payudara c. Pasien dengan LCIS 2. Umur untuk Mastektomi profilaksis Umur tidak begitu ditentukan jika seseorang ingin melakukan mastektomi profilaksis karena beresiko tinggi terkena kanker mammae, tetapi disarankan setelah usia mencapai 30 tahun.



Screening payudara masih contoversial, karena keuntungan mendeteksi dini lesi yang masih kecil belum ditetapkan. ACS sangat merekomendasikan deteksi dini kanker mammae dengan cara:2 1. Memeriksa payudara sendiri (sadari) setiap bulan untuk semua wanita di atas 20 tahun dan postmenopause. Untuk wanita premenopause sebaiknya melakukan pemeriksaan sendiri 5 hari setelah akhir siklus menstruasi. 2. Pemeriksaan fisik oleh dokter setiap 3 tahun untuk wanita usia 20-40 tahun 3. Mammografi a. Melakukan mammografi tahunan dilakukan untuk mengurangi angka kematian akibat kanker payudara pada wanita di atas 50 tahun b. ACS merekomendasikan mammogram sekali pada usia 35-39 tahun, mamogram tiap 1-2 tahun untuk wanita di atas usia 40 tahun dan setiap tahun untuk wanita berusia > 50 tahun



2.9



Terapi Sebelum dilakukannya therapi, harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan terlebih dahulu :



Pemeriksaan untuk Pasien dengan Kanker Mammae Stadium Kanker 0



I II III IV



X



X X X



X



Hitung Darah Perifer Lengkap



X X X



X



Tes fungsi hati dan alkali phosfatase



X X X



X



X-ray thorax



X X X



X



X X X



X



Status hormon receptor



X X X



X



EkspresiHER-2/neu



X X X



X



Scan tulang



X X



X



CT scan / MRI abdominal dan pelvis



X X



X



Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik



Mamografi bilateral atau USG



X



Karsinoma In Situ (stadium 0) LCIS adalah salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma invasive, karena itu dibutuhkan observasi, kemoterapi preventif dengan tamoxifen dan mastektomi total bilateral. Keberhasilan terapi adalah mencegah atau mendeteksi dini adanya stadium awal invasive kanker karena kemungkinan terkena kanker invasive sangat besar pada kedua mammae DCIS pada wanita > satu kuadran atau > 4 cm harus dilakukan mastektomi. Sedangkan pada grade rendah cukup dilakukan lumpectomy dan therapi radiasi. DCIS tipe solid, cribriform, atau papillar dengan diameter < 0,5 cm dapat ditangani dengan lumpectomy saja, therapy adjuvant dengan tamoxifen sangat disarankan. Therapi radiasi dapat menurunkan resiko kambuh dan resiko menjadi kanker invasive. Walaupun DCIS bukan kanker invasive tetapi gold standard untuk therapy DCIS adalah mastectomy.



Terapi pembedahan: 1. Sentinel Lymphe Node Dissection Metode ini akurat untuk wanita dengan dengan ukuran tumor T3N0 karena hapir 75% didapatkan metastasis ke kelenjar getah bening axilla pada pemeriksaan histologik. ASCO merekomendasikan Sentinel Lymphe Node Dissection dilakukan pada pasien stadium awal kanker mammae. 2 2. Breast Conservation Therapy (BCT)



BCT termasuk pada reseksi dari kanker primer regional dengan batas normal jaringan payudara, terapi radiasi adjuvant, dan penilaian status kelenjar getah bening regional. Biasanya BCT dilakukan pada kanker mammae stadium I dan II.5 -



Radical mastectomy : reseksi dari semua jaringan payudara, node axilla dan m.pectoralis mayor & minor.



-



Simple mastectomy : reseksi semua jaringan payudara



-



Lumpectomy dan axillary node dissection : reseksi massa tanpa jaringan normal dan dilakukan axillary node disection, kosmetika lebih baik



3. Rekonstruksi Payudara dan Dinding Dada Tujuannya adalah bedah rekonstruktif pasca mastektomy untuk penutupan luka dan rekonstruksi payudara. Terapi Non Bedah : 1. Terapi radiasi Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb. : 



Setelah tindakan operasi terbatas (BCS).







Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas tumor.







Tumor sentral/medial.







KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler.



Acuan pemberian radiasi sbb : 



Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila beserta supraklavikula, kecuali : -



Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN , maka tidak dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.



-



Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan radiasi pada mamaria interna.







Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster dilakukan sbb : -



Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi sayatan dekat tumor atau post BCS)



-



Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15 Gy



2. Kemoterapi



Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF) , CMF, AC Khemoterapi adjuvant : 6 siklus Khemoterapi paliatif : 12 siklus Khemoterapi neoadjuvant: - 3 siklus pra terapi primer ditambah - 3 siklus pasca terapi primer 



Kombinasi CAF Dosis C : Cyclophosfamide



500 mg/m2



hari 1



A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 F : 5 Fluoro Uracil



500 mg/m2



hari 1 hari 1



Interval : 4 minggu 



Kombinasi CEF Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2



hari 1



E : Epirubicin



50 mg/m2



hari 1



F : 5 Fluoro Uracil



500 mg/ m2



hari 1



Interval : 4 minggu 



Kombinasi CMF Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2 PO hari 1 s/d 14 M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV



hari 1 & 8



F : 5 Fluoro Uracil 600 mg/m2 IV



hari 1 & 8



Interval : 4 minggu 



Kombinasi AC Dosis A : Adriamicin 600 mg/m2



hari 1



C : Cyclophospamide 60 mg/m2 hari 1 Interval : 3 minggu



3. Terapi Hormonal 1. Additive



: pemberian tamoxifen



2. Ablative



: bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral)



Dasar pemberian : 1.Pemeriksaan Reseptor



ER + PR + ER + PR – ER - PR +



Hormon Status dengan Respon Therapy Hormon Receptor Status



Respone Therapy (%)



ER +/PR+



80



ER-/PR+



45



ER+/PR-



35



ER/PR-



10



2. Status hormonal Additive : Apabila 



ER - PR +







ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR)







ER - PR +



Ablasi : Apabila 



tanpa pemeriksaan reseptor







premenopause







menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+) perjalanan penyakit slow growing & intermediated growing



Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negatif) Menopausal



Hormonal Receptor



High Risk



ER (+) / PR (+)



Khemo + Tam / Ov



ER (-) / PR (-)



Khemo



ER (+) / PR (+)



Tam + Khemo



ER (-) / PR (-)



Khemo



ER (+) / PR (+)



Tam + Khemo



ER (-) / PR (-)



Khemo



Status



Premenopause



Post menopause



Old Age



Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positif) Menopausal Status Hormonal Receptor



High Risk



Premenopausal



ER (+) / PR (+)



Khemo+ Tam / Ov



ER (-) and PR (-)



Khemo



ER (+) / PR (+)



Khemo + Tam



ER (-) and/ PR (-)



Khemo



ER (+) / PR (+)



Tam + Khemo



ER (-) and PR (-)



Khemo



Post menopausal



Old Age



.



Follow up : 



tahun 1 dan 2  kontrol tiap 2 bulan







tahun 3 s/d 5







setelah tahun 5  kontrol tiap 6 bulan



 kontrol tiap 3 bulan



Pemeriksaan yang dilakukan 



Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol







Thorax fot



: tiap 6 bulan







Lab, marker



: tiap 2-3 bulan







Mamografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi







USG Abdomen/lever



: tiap 6 bulan atau ada indikasi







Bone scaning



: tiap 2 tahun atau ada indikasi



DAFTAR PUSTAKA Brunicardi, F. Charles, dkk. Oncology at Schwartz’s Principles of Surgery Eight Edition. Mc Graw Hill: United State of America. 2005 Haskell, Charles M and Dennis A. Casciato. Breast Cancer at Manual of Clinical Oncology Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. United State of America. 2000 Stead, Latha. G, dkk. The Breast at First Aid for The Surgery Clerkship. Mc Graw Hill. United State of America. 2003 Towsend, M. Jr, dkk. The Breast at Sabiston textbook of Surgery. Elsivier. United State of America. 2008 Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara, PERABOI, 2003