Referat - CA Mammae - Firda Luthfiani Safna 11120202017 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN BEDAH



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA



Karsinoma Mamma



OLEH: FIRDA LUTHFIANI SAFNA 11120202017



PEMBIMBING: dr. Berry Erida Hasbi, Sp.B DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2022



1



LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa: Nama



: Firda Luthfiani Safna



Stambuk



: 111 2020 2017



Judul Referat



: Karsinoma mamma



Telah menyelesaikan tugas referat berjudul “Karsinoma Mamma” dan telah disetujui serta dibacakan dihadapan dokter pendidik klinik dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.



Makassar, Juli 2022 Dokter Pendidik Klinik



Penulis



dr. Berry Erida Hasbi, Sp.B



Firda Luthfiani Safna



2



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum.Wr.Wb. Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga referat dengan judul “Karcinoma Mamma” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas segala bantuan dan bimbingan dari dokter pembimbing bagian ilmu bedah sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.



Terima kasih yang sebesar – besarnya kami ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan referat ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Permohonan maaf juga kami sampaikan apabila dalam referat ini terdapat kesalahan. Semoga laporan ini dapat menjadi acuan untuk menjadi bahan belajar berikutnya. Tidak lupa ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya untuk kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan motivasi, dukungan do’a, dan selalu sabar dalam memberikan nasehat serta arahan kepada penyusun. Semoga apa yang telah kita lakukan bernilai ibadah disisi Allah SWT dan kita senantiasa mendapatkan Ridho-Nya.



Makassar , Juli 2022



PENULIS



3



BAB I PENDAHULUAN



Carcinoma Mammae atau Kanker Payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, Kanker payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki-laki dengan frekuensi sekitar 1%. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan (22% dari semua kasus baru kanker pada perempuan) dan menjadi penyebab utama kematian (14% dari semua kematian kanker perempuan). Insiden tertinggi dijumpai di Negara-negara maju. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobusnya. 1 2.2 Epidemiologi Payudara merupakan kanker dengan jumlah tertinggi pada perempuan di dunia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidensinya meningkat. Berdasarkan estimasi Internation Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, kasus baru (insiden) kanker payudara adalah sebesar 43,1 per 100.000 perempuan, dengan angka kematian sebesar 12,9 per 100.000 perempuan. Angka ini lebih tinggi dari estimasi tahun 2008, yaitu insiden sebesar 39 per 100.000 perempuan dan angka kematian sebesar 13 per 100.000 perempuan. 1 Di Indonesia, kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak, baik pada perempuan saja maupun pada seluruh populasi (laki-laki dan perempuan), dengan estimasi insiden 40,3 per 100.000 perempuan atau 48.998 kasus baru per tahun. Angka ini merupakan 30,5% dari seluruh jenis kanker pada perempuan atau 16,4 dari seluruh jenis kanker pada laki-laki dan perempuan. Angka insiden ini meningkat dari estimasi tahun 2018, yaitu sebesar 36 per 100.000 perempuan,



5



sementara angka kematian sebesar 16,6 per 100.000 perempuan atau sebanyak 19.750 orang. 1 2.3 Anatomi Payudara Payudara terletak di antara lapisan subdermal jaringan adiposa dan fasia pektoralis superfisialis (Gambar 1). Parenkim payudara terdiri dari lobus yang terdiri dari beberapa lobulus. Beberapa pita fibrosa yang disebut ligamen suspensori Cooper memberikan dukungan struktural dan berjalan dari dinding dada ke dermis. Lapisan lemak retromammary adalah ruang yang relatif avaskular yang terletak di antara payudara dan otot pektoralis mayor. Terletak jauh di dalam otot pektoralis mayor, otot pektoralis minor tertutup dalam fasia klavipektoralis, yang memanjang ke lateral untuk menyatu dengan fasia aksila. 2



Gambar 1 . Anatomi Mammae



Kelenjar getah bening aksila, dikelompokkan berdasarkan lokasi, ditunjukkan pada Gambar 2 Nodus aksila biasanya digambarkan sebagai tiga tingkat anatomi yang ditentukan oleh hubungannya



6



dengan otot pektoralis minor. Nodus level I terletak di lateral batas lateral otot pektoralis minor. Nodus level II terletak di posterior otot pectoralis minor serta anterior ke pectoralis minor dan posterior ke pectoralis mayor (nodus Rotter atau interpektoral).Nodus level III terletak medial dari otot pektoralis minor dan termasuk nodus subklavikula. Puncak aksila dibatasi oleh ligamen costoclavicular (ligamentum Halsted), di mana vena aksilaris masuk ke dalam toraks dan menjadi vena subklavia. Namun, secara fungsional, kelenjar getah bening aksila terdiri dari limfatik dari ekstremitas atas, punggung, dan payudara. 2



Gambar 2 . Pembuluh limfe mammae



Pembuluh limfe payudara terutama mengalir ke kelenjar getah bening aksila dan mamaria interna. Nodus aksila menerima sekitar 85 persen drainase dan diatur dalam kelompok berikut: 3 -



Lateral, di sepanjang vena aksilaris;



-



Anterior, di sepanjang pembuluh toraks lateral;



7



-



Posterior, di sepanjang pembuluh darah subskapular;



-



Sentral, tertanam dalam lemak di tengah aksila;



-



Interpectoral, beberapa node terletak di antara pektoralis mayor Dan otot kecil;



-



Apikal, yang terletak di atas tingkat tendon pectoralis minor dalam kontinuitas dengan node lateral dan yang menerima eferen dari semua yang lain



Empat persen dari waktu, kelenjar dari payudara bergabung dengan yang mengeringkan ekstremitas atas dalam Level I. Anatomi fungsional kelenjar getah bening ini penting dalam mencegah limfedema selama limfadenektomi untuk kanker payudara. Saluran limfatik berlimpah di parenkim payudara dan dermis. Saluran limfatik khusus berkumpul di bawah puting susu dan areola dan membentuk pleksus



Sappey,



dinamai



menurut



ahli



anatomi



yang



menggambarkannya pada tahun 1885. Getah bening mengalir dari kulit ke pleksus subareolar dan kemudian ke limfatik interlobular parenkim payudara. Apresiasi aliran limfatik penting untuk melakukan operasi kelenjar getah bening sentinel yang sukses (lihat “Pementasan Kelenjar Getah Bening” nanti). Dari aliran limfatik dari payudara, 75% diarahkan ke kelenjar getah bening aksila. Sejumlah kecil aliran limfatik dari payudara mengalir melalui otot pektoralis dan masuk ke kelompok kelenjar getah bening yang lebih medial (lihat Gambar 35.2). Drainase limfatik juga terjadi melalui kelenjar getah bening mammae interna



8



sebagai drainase utama pada 5% pasien dan sebagai rute sekunder dalam kombinasi dengan drainase aksila pada sekitar 20% pasien. 2 Rute utama metastasis kanker payudara adalah melalui saluran limfatik; pemahaman tentang pola penyebaran kanker regional penting untuk memberikan kontrol lokoregional penyakit yang optimal. Mengalir jauh dan dekat dengan dinding dada di sisi medial aksila adalah saraf toraks panjang (lihat Gambar 35.2), juga dikenal sebagai saraf pernapasan eksternal Bell, yang mempersarafi otot serratus anterior. Otot ini penting untuk memperbaiki skapula ke dinding dada selama adduksi



bahu



dan



ekstensi



lengan.



Pembelahan



saraf



ini



mengakibatkan kelainan bentuk skapula bersayap. Untuk alasan ini, saraf toraks panjang dipertahankan selama operasi aksila. Saraf utama kedua yang ditemui selama diseksi aksila adalah saraf thoracodorsal, yang mempersarafi otot latissimus dorsi. Saraf ini muncul dari korda posterior pleksus brakialis dan memasuki ruang aksila di bawah vena aksilaris, dekat dengan pintu masuk saraf toraks panjang. Saraf thoracodorsal melintasi aksila ke permukaan medial otot latissimus dorsi. Saraf dan pembuluh thoracodorsal dipertahankan selama diseksi kelenjar getah bening aksila. Nervus pektoralis medialis, dinamai karena turunannya dari korda medial pleksus brakialis, menginervasi otot pektoralis mayor dan terletak di dalam berkas neurovaskular yang membungkus batas lateral otot pektoralis minor. Bundel neurovaskular pektoral adalah penanda yang berguna karena menunjukkan posisi



9



vena aksilaris, yang hanya cephalad dan dalam (superior dan posterior) ke bundel. Bundel neurovaskular ini harus dipertahankan, jika mungkin, selama limfadenektomi apapun.2



2.4 Fisiologi Payudara Kelenjar payudara mencapai potensi penuh pada perempuan saat menarke; pada bayi, anak–anak, dan laki–laki, kelenjar ini hanya berbentuk rudimenter.



Fungsi



utama



payudara



wanita



adalah



menyekresi susu untuk nutrisi bayi. Fungsi ini diperantarai oleh hormon estrogen dan progesteron. 4 Payudara



wanita



mengalami



tiga



tahap



perubahan



perkembangan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan pertama terjadi sejak masa pubertas, dimana estrogen dan progesteron menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya asinus. Selain itu yang



menyebabkan



pembesaran



payudara



terutama



karena



bertambahnya jaringan kelenjar dan deposit lemak. 4 Perubahan kedua sesuai dengan siklus menstruasi, yaitu selama menstruasi terjadi pembesaran vaskular, dan pembesaran kelenjar sehingga menyebabkan payudara mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri saat menstruasi. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Selama kehamilan tua dan setelah melahirkan, payudara menyekresikan kolostrum karena adanya sekresi hormon prolaktin dimana alveolus menghasilkan ASI, dan disalurkan ke sinus kemudian melalui duktus ke puting susu. Setelah menyapih, kelenjar lambat laun beregresi dengan hilangnya jaringan kelenjar. Pada saat menopause, jaringan lemak beregresi lebih lambat bila dibandingkan



10



dengan



jaringan



kelenjar,



namun



akhirnya



akan



menghilang



meninggalkan payudara yang kecil dan menggantung. 4



2.5 Patogenesis Tumorgenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor atau mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa; sel mioepitel dan sel sekretorik lumen. Kanker payudara berkembang karena kerusakan DNA dan mutasi genetik yang dapat dipengaruhi oleh paparan estrogen. Terkadang akan ada pewarisan cacat DNA atau gen pro-kanker seperti BRCA1 dan BRCA2. Dengan demikian riwayat keluarga kanker ovarium atau payudara meningkatkan risiko perkembangan kanker payudara. Pada individu normal, sistem kekebalan menyerang sel dengan DNA abnormal atau pertumbuhan abnormal. Ini gagal pada mereka yang menderita penyakit kanker payudara yang menyebabkan pertumbuhan dan penyebaran tumor.5,6 Kanker payudara invasif didahului oleh beberapa tahap atypia in situ, berkembang menjadi kanker in situ. Setidaknya ada 2 hipotesis asal kanker payudara: model evolusi klonal sporadis dan model sel induk



kanker.



Model



evolusi



klonal



sporadis



menggambarkan



perkembangan kanker sebagai akumulasi perubahan genetik dan epigenetik dalam sel epitel yang menghasilkan keuntungan proliferasi. Model sel punca menekankan bahwa sel punca payudara normal mengakumulasi perubahan karena umur sel punca yang lama. Cara patogenetik terakhir dapat menggabungkan elemen dari kedua model dengan akumulasi mutasi genetik dan peristiwa epigenetik dalam sel induk. Mungkin juga nenek moyang sel induk adalah sumber kanker



11



yang sebenarnya; dalam hal ini jenis kanker akan tergantung pada diferensiasi sel progenitor.6 Dari sudut pandang ahli patologi, perkembangan keganasan ke tingkat yang lebih tinggi kadang-kadang terbukti. Namun, studi genetik menunjukkan asosiasi beberapa penyimpangan kromosom dengan derajat. Kehilangan kromosom 16 sering terjadi pada duktus derajat rendah dan pada kanker lobular klasik, tetapi jarang pada kanker derajat tinggi.6 Penyimpangan lain juga dijelaskan. Kanker tingkat tinggi biasanya ditandai dengan hilangnya 13q, penambahan wilayah kromosom 11q13, amplifikasi 17q12. Kanker in situ dan invasif berbagi penyimpangan berdasarkan kelas. Dengan demikian, kanker tingkat rendah dan tingkat tinggi tampaknya merupakan entitas yang lebih terpisah. Diperkirakan 9% kanker tingkat tinggi masih berkembang dari kanker tingkat rendah. Pertumbuhan



selanjutnya



dan



penyebaran



metastasis



sangat



dipengaruhi oleh tipe molekul. Sebagian besar perubahan molekuler di epitel terjadi sebelum invasi, tetapi di stroma dan lingkungan mikro selama transisi dari kanker pra-invasif ke kanker invasif. 6 Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfolgis dalam perjalanan menuju keganasan. Hyperplasia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel poliklonal



tersebar tidak rata yang pola



kromatin dan bentuk intinya saling tumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relatif memiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan resiko kanker payudara. 6



12



Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalahh timbulnya karsinoma in-situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitology sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan menembus membran basal. 5 Karsinoma in-situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan paydara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma in-situ ductal merupakan lesi duktus



segmental



yang



dapat



mengalami



memberikan penampilan yang beragam.



kalsifikasi



sehingga



5



Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasif, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis. 5 Kesimpulannya, kanker payudara adalah kelompok tumor yang heterogen. Untuk merencanakan pengobatan, tipe histologis dan subtipe molekuler harus dideteksi. Untuk merencanakan perawatan yang dipersonalisasi, pengetahuan tentang faktor prognostik dan prediktif baru lainnya mungkin diperlukan.5



2.6 Faktor RIsiko3 1. Geografis Karsinoma payudara umumnya terjadi di dunia Barat, terhitung 3-5 persen



dari



semua



kematian



pada



wanita.



Di



negara-negara



berkembang itu menyumbang 1-3 persen dari kematian. 2. Usia Karsinoma payudara sangat jarang terjadi di bawah usia 20 tahun tetapi, setelah itu, insiden terus meningkat sehingga pada usia 90 tahun hampir 20 persen wanita terkena.



13



3. Jenis kelamin Kurang dari 0,5 persen pasien kanker payudara adalah laki-laki. 4. Genetik Ini terjadi lebih sering pada wanita dengan riwayat keluarga kanker payudara daripada pada populasi umum. Kanker payudara yang terkait dengan mutasi spesifik menyumbang sekitar 5 persen dari kanker payudara namun memiliki dampak yang luas dalam hal konseling dan pencegahan tumor pada wanita ini. Ini akan dibahas lebih lengkap di bagian berikutnya (lihat di bawah Kanker payudara familial). Diet Karena kanker payudara sangat umum menyerang wanita di dunia 'maju', faktor makanan mungkin berperan dalam penyebabnya. Ada beberapa bukti bahwa ada hubungan dengan diet rendah fito-estrogen. Asupan alkohol yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko terkena kanker payudara. 5. Kelenjar endokrin Kanker payudara lebih sering terjadi pada wanita nulipara dan menyusui khususnya tampaknya bersifat protektif. Juga protektif adalah memiliki anak pertama pada usia dini, terutama jika dikaitkan dengan menarche terlambat dan menopause dini. Diketahui bahwa pada wanita pascamenopause, kanker payudara lebih sering terjadi pada orang gemuk. Hal ini diduga karena peningkatan konversi hormon steroid menjadi



estradiol



dalam



lemak



tubuh.



Studi



terbaru



telah



mengklarifikasi peran hormon eksogen, khususnya pil kontrasepsi oral



14



dan HRT, dalam perkembangan kanker payudara. Bagi kebanyakan wanita, manfaat perawatan ini akan jauh lebih besar daripada risiko kecil yang diduga; namun, paparan jangka panjang terhadap persiapan gabungan HRT secara signifikan meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Penurunan penggunaan HRT baru-baru ini di AS dan Inggris telah menunjukkan penurunan insiden kanker payudara pada kelompok usia 50 hingga 60 tahun. 6. Radiasi sebelumnya Ini dianggap sebagai kepentingan sejarah, karena mayoritas wanita yang terkena bom atom di Hiroshima dan Nagasaki kini telah meninggal. Namun, ini adalah masalah nyata pada wanita yang telah dirawat dengan radioterapi mantel sebagai bagian dari pengelolaan penyakit Hodgkin, di mana dosis radiasi yang signifikan ke payudara diterima. Risiko muncul sekitar satu dekade setelah pengobatan dan lebih tinggi jika radioterapi terjadi selama perkembangan payudara. Sebuah program pengawasan telah diselenggarakan di Inggris dengan MRI dan skrining mamografi.



2.7 Stadium



15



Stadium



kanker



payudara



ditentukan



berdasarkan



Sistem



Klasifikasi TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2018, Edisi 8, untuk Kanker Payudara:1 Tabel 2. Klasifikasi TNM berdasarkan AJCC 20181 Tumor Primer Tx



Tumor primer tidak bisa diperiksa



T0



Tumor primer tidak terbukti



Tis



Karsinoma in situ Tis (DCIS)



Karsinoma Ductal in situ



Tis (LCIS)



Karsinoma Lobular in situ



Tis



Penyakit paget pada puting payudara



(Paget)



tanpa tumor.



T1



Diameter tumor ≤ 2cm T1 mi



Diameter terbesar mikroinvasi ≤ 0,1 cm



T1a



Diameter terbesar tumor > 0,1 cm tetapi < 0,5 cm



T1b



Diameter terbesar tumor > 0,5 cm tetapi < 1 cm



T1c



Diameter terbesar tumor > 1cm tetapi < 2 cm



16



T2



Diameter besar tumor > 2cm tetapi < 5 cm



T3



Diameter besar tumor > 5 cm



T4



Tumor



berukuran



apapun



dengan



ekstensi langsung ke dinding dada/kulit T4a



Ekstensi



ke



dinding



dada,



tidak



termasuk dinding otot pectoralis



T4b



Edema (termasuk peau d’orange) atau ulcerasi kulit payudara atau satellite skin nodules pada payudara yang sama



T4c



Gabungan T4a + T4b



T4d



Inflammatory carcinoma



17



Kelenjar Getah Bening (KGB) Regional (N) Nx



KGB regional tidak dapat di nilai (mis. Sudah di angkat semua)



N0



Tidak ada metastasis KGB Regional



N1



Metastasis pada KGB aksilla ipsilateral level 1 dan 2 yang masih dapat di gerakkan Pn1Mi



Mikrometastasis > 0,2 mm hingga < 2mm



Pn1a



1-3 KGB aksilla



Pn1b



KGB aksilla dengan metastasis mikro melalui sentinel node biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis



Pn1c



T1-3 KGB aksilla dan KGB mammaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel node biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis



N2



Metastasis pada KGB aksilla ipsilateral yang tefiksir atau matted, atau KGB mammaria interna yang terdeteksi secara klinis jika terdapat metastasis KGB aksilla secara klinis N2a



Metastasis pada KGB aksilla ipsilateral yang terfiksir satu sama lain (matted) atau terfiksir pada struktur lain.



pN2a



4-9 KGB aksilla



N2b



Metastasis hanya pada KGB mammaria interna yang terdeteksi secara klinis, dan jika tidak terdapat KGB aksilla secara klinis



N3



pN2b



KGB mammaria interna, terlihat secara klinis tanpa KGB aksilla



`



Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksilla, atau KGB mammaria interna yang terdeteksi secara klinis jika terdapat metastasis KGB aksilla secara klinis atau metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksilla atau mammaria interna



N3



Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral



18



pN3a



>10 KGB aksilla atau infraklavikula



N3b



Metastasis pada KGB Mammaria interna ipsilateral dan KGB aksilla



pN3b



KGB Mammaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB aksilla atau > 3 KGB aksilla dan mammaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel node biopsy namun tidak terlihat secra klinis



N3c



Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral



pN3c



KGB supraklavikula Terdeteksi secara klinis maksudnya terdeteksi pada pemeriksaan imaging atau pada pemeriksaan fisik atau terlihat jelas pada pemeriksaan patologi.



Metasthasis Jauh Mx



Metastasis jauh tidak dapat dinilai



M0



Tidak ada metastasis jauh



M1



Terdapat metastasis jauh secara klinis, radiologis, dan/atau histologi



Tabel 3. Pengelompokan stadium klinis1 Stadium



T



N



M



Stadium 0



Tis



N0



M0



Stadium IA



T1



N0



M0



T0



N1mi



M0



T1



N1mi



M0



T0



N1



M0



T1



N1



M0



T2



N0



M0



T2



N1



M0



T3



N0



M0



T0



N2



M0



T1



N2



M0



T2



N2



M0



T3



N1-N2



M0



Stadium IIIB



T4



N0-N2



M0



Stadium IIIC



Semua T



N3



M0



Stadium IB



Stadium IIA



Stadium IIB



Stadium IIIA



19



Stadium IV



Semua T



Semua N



M1



2.8 Diagnosis Dalam 30% kasus, wanita menemukan benjolan di payudaranya. Tanda dan gejala lain yang lebih jarang muncul dari kanker payudara meliputi: (a) pembesaran atau asimetri payudara; (b) perubahan puting, retraksi, atau keluarnya cairan; (c) ulserasi atau eritema pada kulit payudara; (d) massa aksila; dan (e) ketidaknyamanan muskuloskeletal. Namun, hingga 50% wanita yang datang dengan keluhan payudara tidak memiliki tanda fisik patologi payudara. Nyeri payudara biasanya dikaitkan dengan penyakit jinak. Kanker payudara yang salah didiagnosis menyumbang jumlah terbesar klaim malpraktik untuk kesalahan dalam diagnosis dan untuk jumlah terbesar klaim yang dibayarkan. Litigasi sering melibatkan wanita yang lebih muda, yang pemeriksaan fisik dan mammogramnya mungkin menyesatkan. Jika seorang wanita muda (≤45 tahun) datang dengan massa payudara yang teraba dan temuan mamografi yang tidak jelas, pemeriksaan ultrasonografi dan biopsi digunakan untuk menghindari keterlambatan diagnosis. A. Anamnesis Anamnesis



bertujuan



untuk



mengidentifikasi



identitas



penderita, faktor resiko, perjalanan penyakit, tanda dan gejala



20



kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit yang diderita. Keluhan pada kanker payudara adalah: Keluhan Utama :1 -



Benjolan di payudara



-



Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit



-



Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta



-



Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi



-



Benjolan ketiak dan edema lengan



Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis antara lain: -



Sakit



kepala



hebat,



muntah



proyektil,



gangguan



penglihatan, penurunan kesadaran -



Nyeri tulang (vertebrae, pelvis, femur)



-



Batuk dan sesak napas



-



Rasa penuh di ulu hati



B. Pemeriksaan FIsik 1. Inspeksi3 Dokter memeriksa payudara wanita dengan tangan di sampingnya (Gbr. 17-18A), dengan lengan lurus ke atas (Gbr. 17-18B), dan dengan tangan di pinggul (dengan dan tanpa kontraksi otot dada ). Simetri, ukuran, dan bentuk payudara dicatat, serta bukti adanya edema (peau d'orange), retraksi puting atau kulit, atau eritema.



21



Dengan lengan terentang ke depan dan dalam posisi duduk, wanita itu mencondongkan tubuh ke depan untuk menonjolkan retraksi kulit 2. Palpasi3 Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi dengan hati-hati. Dengan pasien dalam posisi terlentang (lihat Gambar 1718C) dokter dengan lembut meraba payudara, memastikan untuk memeriksa semua kuadran payudara dari sternum lateral ke otot latissimus dorsi dan dari klavikula inferior ke selubung rektus atas . Pemeriksaan dilakukan dengan aspek palmar jari, menghindari gerakan menggenggam atau mencubit. Payudara dapat ditangkupkan atau dibentuk di tangan pemeriksa untuk memeriksa retraksi. Pencarian



sistematis



untuk



limfadenopati



kemudian



dilakukan.



Gambar 17-18D menunjukkan posisi pasien untuk pemeriksaan aksila. Dengan



menopang



lengan



atas dan



siku, pemeriksa



menstabilkan korset bahu. Menggunakan palpasi lembut, dokter menilai ketiga tingkat kemungkinan limfadenopati aksila. Palpasi hatihati situs supraklavikula dan parasternal juga dilakukan. Diagram dada dan lokasi kelenjar getah bening yang berdekatan berguna untuk merekam lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk, mobilitas, fiksasi, dan karakteristik lain dari massa payudara atau limfadenopati yang teraba (Gbr. 17-19).



22



C. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Histopatologi : Biopsi2



23



1) Fine Needle Aspiration (FNA) Secara historis, aspirasi jarum halus (FNA) adalah alat yang umum digunakan dalam diagnosis massa payudara. FNA dapat dilakukan dengan jarum ukuran 22, jarum suntik berukuran tepat, dan bantalan persiapan alkohol. Jarum berulang kali dimasukkan ke dalam massa sementara tekanan negatif konstan diterapkan pada jarum suntik. Dengan cara ini, beberapa area massa dapat diambil sampelnya. Hisap dilepaskan, dan jarum ditarik. Cairan dan bahan seluler di dalam jarum dimasukkan ke dalam larutan buffer fisiologis atau difiksasi segera pada slide dalam etil alkohol 95%. Slide diserahkan untuk evaluasi sitologi dari bahan yang diaspirasi. Keterbatasan FNA dalam mengevaluasi massa padat adalah bahwa evaluasi sitologi tidak membedakan lesi noninvasif dari lesi invasif jika sel ganas diidentifikasi. Jika FNA menunjukkan keganasan, CNB masih diperlukan untuk diagnosis histologis definitif sebelum intervensi bedah. 2) Core Needle Biopsy (CNB) CNB adalah metode pilihan untuk sampel lesi payudara. Biopsi



dapat



dilakukan



dengan



perangkat



pemicu



yang



membutuhkan banyak entri atau dengan perangkat yang dibantu vakum yang hanya memerlukan satu penyisipan. Ukuran CNB berkisar dari 8 hingga 14 gauge. CNB dapat dilakukan di bawah panduan mamografi (stereotaktik), ultrasound, atau magnetic



24



resonance imaging (MRI). Lesi massa yang divisualisasikan pada ultrasonografi dapat diambil sampelnya di bawah bimbingan ultrasound; kalsifikasi dan densitas yang paling baik terlihat pada mamografi diambil sampelnya di bawah panduan stereotaktik. Selama CNB stereotaktik, payudara ditekan, paling sering dengan pasien berbaring telungkup di atas meja CNB stereotaktik. Lengan robot



dan



perangkat



biopsi



diposisikan



dengan



analisis



terkomputasi dari gambar mamografi triangulasi. Setelah anestesi lokal disuntikkan, sayatan kulit kecil dibuat, dan jarum biopsi inti dimasukkan ke dalam lesi untuk mendapatkan sampel jaringan dengan bantuan vakum. Ada standar untuk jumlah sampel inti yang tepat yang akan diperoleh untuk setiap jenis kelainan yang diambil



sampelnya.



Sebuah



klip



harus



ditempatkan



untuk



menandai lokasi lesi, terutama untuk lesi kecil yang mungkin sulit ditemukan setelah pengambilan sampel yang ekstensif atau ketika terapi neoadjuvant akan dilakukan. Spesimen harus dicitrakan untuk memastikan bahwa lesi yang ditargetkan telah diambil sampelnya secara memadai. Pendekatan serupa digunakan untuk biopsi lesi yang dipandu ultrasound dan MRI. 3) Biopsi Eksisi Penggunaan prosedur invasif minimal, seperti CNB, adalah pendekatan yang lebih disukai untuk diagnosis lesi payudara. Penggunaan biopsi payudara eksisi sebagai prosedur diagnostik



25



meningkatkan biaya dan mengakibatkan penundaan operasi definitif untuk pasien dengan kanker. Kurang dari 10% pasien yang menjalani CNB memiliki hasil yang tidak meyakinkan dan memerlukan biopsi bedah untuk diagnosis definitif. Hasil biopsi yang tidak sesuai dengan lesi yang ditargetkan (misalnya, massa spikula pada pencitraan dan jaringan payudara normal pada CNB) memerlukan eksisi bedah. Ketika ADH ditemukan pada CNB, eksisi bedah mengungkapkan DCIS atau karsinoma invasif pada 20% hingga 30% kasus karena kesulitan membedakan ADH dan DCIS dalam sampel jaringan yang terbatas. Temuan fibroadenoma seluler pada CNB membutuhkan eksisi untuk menyingkirkan tumor phyllodes.



2. Pemeriksaan Imaging Teknik pencitraan payudara digunakan untuk mendeteksi kelainan payudara kecil yang tidak teraba, mengevaluasi temuan klinis, dan memandu prosedur diagnostik. Modalitas pencitraan utama untuk skrining wanita tanpa gejala adalah mamografi. 2



1) Skrining Mammografi Skrining mamografi dilakukan pada wanita tanpa gejala dengan tujuan mendeteksi kanker payudara tersembunyi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kanker payudara yang diidentifikasi melalui



26



skrining akan lebih kecil, memiliki prognosis yang lebih baik, dan memerlukan pengobatan yang kurang agresif dibandingkan kanker yang



diidentifikasi



dengan



palpasi.



Potensi



manfaat



skrining



dibandingkan dengan biaya skrining dan jumlah studi positif palsu yang mendorong pemeriksaan tambahan, biopsi, dan kecemasan pasien. 2) Ultrasonografi Ultrasonografi berguna dalam menentukan apakah lesi yang dideteksi dengan mamografi padat atau kistik. Ultrasonografi juga dapat berguna untuk membedakan lesi pada pasien dengan payudara padat. Namun, belum terbukti berguna sebagai alat skrining kanker payudara karena sangat tergantung pada operator yang melakukan skrining tangan bebas dan tidak ada protokol skrining yang standar. 3) MRI MRI semakin banyak digunakan untuk evaluasi kelainan payudara. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi tumor primer pada payudara pada pasien yang datang dengan metastasis kelenjar getah bening aksila tanpa bukti mamografi tumor payudara primer (tumor primer tidak diketahui) atau pada pasien dengan penyakit Paget pada puting tanpa bukti radiografi tumor primer. MRI mungkin juga berguna untuk menilai luasnya tumor primer, terutama pada wanita muda dengan



27



jaringan payudara yang padat; tingkat penyakit residual setelah lumpektomi dengan margin positif; untuk mengevaluasi adanya kanker



multifokal



atau



multisentrik;



untuk



skrining



payudara



kontralateral; dan untuk mengevaluasi kanker lobular invasif. 4) Kelainan Mammografi yang Tidak Dapat Dipalpasi Abnormalitas mamografi yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik termasuk mikrokalsifikasi yang berkelompok dan area dengan densitas abnormal (misalnya massa, distorsi arsitektur, asimetri) yang tidak menghasilkan temuan yang teraba. Sistem Pelaporan dan Data Pencitraan Payudara (BIRADS) digunakan untuk mengkategorikan derajat kecurigaan keganasan untuk kelainan mamografi. Untuk menghindari biopsi yang tidak perlu untuk temuan mamografi dengan kecurigaan rendah, kemungkinan lesi jinak disebut BIRADS 3 dan dipantau dengan mammogram interval 6 bulan selama periode 2 tahun. Biopsi dilakukan hanya untuk lesi yang berkembang selama tindak lanjut. Karena 75% hingga 80% pasien yang direkomendasikan untuk biopsi diagnostik lesi mamografi yang tidak teraba memiliki temuan jinak, pendekatan CNB yang dipandu gambar yang lebih murah dan lebih murah lebih disukai bila memungkinkan. Eksisi Bedah Gambar-Lokal pada Lesi Payudara yang Tidak Dapat Dipalpasi Lesi payudara yang tidak dapat dipalpasi harus dinilai dengan CNB yang dipandu gambar, sesuai dengan



28



jenis kelainannya. Jika diagnosis tidak sesuai dengan temuan pencitraan atau ada ADH di bidang mikrokalsifikasi yang mungkin mewakili DCIS, sebagian besar pasien harus melanjutkan ke biopsi eksisi untuk diagnosis definitif.



2.9 Tatalaksana Penentuan terapi utama pada kanker payudara dilakukan hanya setelah



didapatkan



diagnostic



definitif



kanker



meliputi



diagnosis



histopatologi, sifat biologi tumor serta stadium yang tepat. Modalitas terapi pada kanker payudara: 1. Pembedahan Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk pengobatan kanker payudara. Terapi pembedahan dikenal sebagai berikut : 3,8 - Terapi atas masalah lokal dan regional : Mastektomi, breast conserving surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi lokal/regional. - Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal : ovariektomi, adrenalektomi, dsb. - Terapi terhadap tumor residif dan metastase. - Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik atas terapi local/regional dapat dilakukan pada waktu yang bersamaan (immediate) atau setelah beberapa waktu (delay).



29



Jenis pembedahan pada kanker payudara: 1) Modified Radical of Mastectomy (MRM) MRM adalah tindakan pengangkatan tumor payudara dan seluruh payudara termasuk kompleks puting-areola, disertai diseksi kelenjar getah bening aksilaris level I sampai II secara en bloc. Indikasi: Kanker payudara stadium I, II, IIIA, IIIB IIIC. Bila diperlukan pada stadium IIIb dan IIIc, dapat dilakukan setelah terapi neoajuvan untuk pengecilan tumor.



7



30



2) Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radical Mastectomy) Mastektomi radikal adalah tindakan pengangkatan payudara, kompleks puting-areola, otot pektoralis mayor dan minor, serta kelenjar getah bening aksilaris level I, II, III secara en bloc. Jenis tindakan ini merupakan tindakan operasi yang pertama kali dikenal oleh Halsted untuk kanker payudara, namun dengan makin meningkatnya pengetahuan biologis dan makin kecilnya tumor yang ditemukan maka makin berkembang operasi operasi yang lebih minimal, indikasi: - Kanker payudara stadium IIIb yang masih operable - Tumor dengan infiltrasi ke muskulus pectoralis major



31



3) Mastektomi dengan teknik onkoplasti Rekonstruksi bedah dapat dipertimbangkan pada institusi yang mampu ataupun ahli bedah yang kompeten dalam hal rekonstruksi payudara tanpa meninggalkan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi dapat dilakukan dengan menggunakan jaringan autolog seperti latissimus dorsi (LD) flap atau transverse rectus abdominis myocutaneous (TRAM) flap; atau dengan prosthesis seperti silikon. Rekonstruksi dapat dikerjakan satu tahap ataupun dua tahap, misal dengan menggunakan tissue expander sebelumnya. 4) Mastektomi Simpel Mastektomi simpel adalah pengangkatan seluruh payudara beserta kompleks puting-areolar, tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila. Indikasi: - Tumor phyllodes besar - Keganasan payudara stadium lanjut dengan tujuan paliatif menghilangkan tumor. - Penyakit Paget tanpa massa tumor - DCIS 5) Mastektomi Subkutan (Nipple-skin-sparing mastectomy) Mastektomi subkutan adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara, dengan preservasi kulit dan kompleks puting-areola,



32



dengan atau tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila dengan indikasi: - Mastektomi profilaktik - Prosedur onkoplasti 6) Breast Conserving Therapy (BCT) Pengertian BCT secara klasik meliputi : BCS (=Breast Conserving Surgery), dan Radioterapi (whole breast dan tumor sit). BCS adalah pembedahan atas tumor payudara dengan mempertahankan bentuk (cosmetic) payudara, dibarengi atau tanpa dibarengi dengan rekonstruksi. Tindakan yang dilakukan adalah lumpektomi atau kuadrantektomi disertai diseksi kelenjar getah bening aksila level 1 dan level 2. Tujuan utama dari BCT adalah eradikasi tumor secara onkologis dengan mempertahankan bentuk payudara dan fungsi sensasi. BCT merupakan salah satu pilihan terapi lokal kanker payudara stadium awal. Beberapa penelitian RCT menunjukkan DFS dan OS yang sama antara BCT dan mastektomi. Namun pada follow up 20 tahun rekurensi lokal pada BCT lebih tinggi dibandingkan mastektomi tanpa ada perbedaan dalam OS. Sehingga pilihan BCT harus didiskusikan terutama pada pasien kanker payudara usia muda. Secara umum, BCT merupakan



33



pilihan pembedahan yang aman pada pasien kanker payudara stadium awal dengan syarat tertentu. Tambahan radioterapi pada BCS dikatakan memberikan hasil yang lebih baik. Indikasi : - Kanker payudara stadium I dan II. - Kanker payudara stadium III dengan respon parsial setelah terapi neoajuvan. Kontraindikasi : - Kanker payudara yang multisentris, terutama multisentris yang lebih dari 1 kuadran dari payudara. - Kanker payudara dengan kehamilan - Penyakit vaskuler dan kolagen (relatif) - Tumor di kuadran sentral (relatif) 7) Salfingo Ovariektomi Bilateral (SOB) Salfingo ovariektomi bilateral adalah pengangkatan kedua ovarium dengan/tanpa pengangkatan tuba Falopii baik dilakukan secara terbuka ataupun perlaparaskopi. Tindakan ini boleh dilakukan oleh spesialis bedah umum atau Spesiali Konsultan



34



Bedah Onkologi, dengan ketentuan tak ada lesi primer di organ kandungan. Indikasi : - Karsinoma payudara stadium IV premenopausal dengan reseptor hormonal positif. 8) Metastasektomi Metastasektomi adalah pengangkatan tumor metastasis pada kanker payudara. Tindakan ini memang masih terjadi kontroversi diantara para ahli, namun dikatakan metastasektomi mempunyai angka harapan hidup yang lebih panjang bila memenuhi indikasi dan syarat tertentu. Tindakan ini dilakukan pada kanker payudara dengan metastasis kulit, paru, hati, dan payudara kontralateral. Pada metastasis otak, metastatektomi memiliki manfaat klinis yang masih kontroversi. Indikasi: -



Tumor metastasis tunggal pada satu organ



-



Terdapat gejala dan tanda akibat desakan terhadap organ sekitar Syarat:



-



Keadaan umum cukup baik (status performa baik = skor WHO >3)



35



-



Estimasi kesintasan lebih dari 6 bulan



-



Masa bebas penyakit > 36 bulan.



2. Radiasi Radiasi eksterna pada kanker payudara dapat memiliki tujuan sebagai terapi adjuvant maupun paliatif.1 1) Radioterapi kuratif adjuvant Radioterapi pasca BCS - Bagian dari breast conserving therapy (BCT), diberikan radiasi seluruh jaringan payudara (whole breast radiotherapy) - Radioterapi seluruh payudara dapat diabaikan pada pasien kanker payudara pasca BCS berusia >70 tahun dengan syarat: reseptor hormonal positif (HR+), klinis N0, T1 yang mendapat terapi hormonal. - Radiasi regional adalah radiasi supraklavikula dan infraklavikula diberikan apabila pada diseksi KGB aksila yang adekuat ditemukan. - Radiasi aksila diberikan hanya pada: KGB aksila yang positif sudah dijumpai perluasan ekstra kapsular, dan terdapat massa tumor (gross tumor volume) pada daerah aksila. - Radiasi KGB mammaria interna tidak rutin, dimasukkan ke dalam lapangan radiasi bila terbukti positif secara radiologi dan/ patologi. 2) Radioterapi pasca mastektomi (radioterapi dinding dada) 1



36



Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan pada: -



Tumor T3-4



-



KGB aksila yang diangkat >4 yang mengandung sel tumor dari sediaan diseksi aksila yang adekuat.



-



Batas sayatan positif atau dekat dengan tumor



-



KGB aksila yang diangkat 1-3 yang mengandung sel tumor dari sediaan diseksi aksila yang adekuat dengan faktor risiko kekambuhan, antara lain derajat tinggi (diferensiasi jelek) atau ekstensi ekstrakapsul. Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan karena dapat menurunkan kekambuhan dan kematian karena kanker payudara. Radioterapi pada KGB regional sama seperti pada BCS.



3. Kemoterapi Kemoterapi pada kanker payudara dapat memiliki tujuan, antara lain: Adjuvan, Neoadjuvan, Sensitizer, Primer/Paliatif 1)



Kemoterapi Adjuvan Kemoterapi adjuvant diberikan terutama pada kanker payudara



stadium dini yang termasuk dalam risiko tinggi. Stratifikasi risiko berdasarkan parameter klinikopatologi dan sifat biologi kanker. Pasien yang termasuk kedalam risiko rendah diberikan terapi hormonal. Pada risiko menengah jika terdapat semua kriteria yang terpenuhi sebaiknya kemoterapi tetap diberikan. Pada kelompok risiko menengah yang



37



masih indeterminate, jika ada fasilitas dapat dilanjutkan ke pemeriksaan mutasi genetik. 2) Kemoterapi Neoadjuvan Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum tindakan pembedahan definitive, yaitu pada: -



Kanker payudara stadium lokal lanjut



-



Kanker payudara stadium klinis II dengan susbtipe triple negative



atau overekspresi HER2 diberikan kemoterapi neoadjuvan full dose sebelum



terapi



operatif.



Jika



ada



fasilitas,



dipertimbangkan



pemasangan metal clip intratumoral sebelum pemberian neoadjuvan kemoterapi. -



Kanker payudara stadium dini yang akan dilakukan BCS dan



memenuhi semua syarat BCS, kecuali ukuran tumor. 3) Kemoterapi Sensitizer Kemoterapi yang diberikan untuk meningkatkan efikasi radiasi eksterna, umumnya diberikan kemoterapi dosis rendah setiap minggu. 4) Kemoterapi Primer/Paliatif Kemoterapi yang diberikan sebagai terapi utama pada kanker payudara dengan metastasis jauh.



4. Terapi Hormonal Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif (ER dan/atau PR positif)



38



1) Kriteria IHK 2) ER dan/ atau PR 0-1% : Negatif 3) ER dan/ atau PR 2-9% : tetap dianggap positif, efektifitas terapi hormonal kurang 4) ER dan/atau PR >10% : positif, kandidat untuk terapi hormonal. Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV pilihan terapi hormonal. 5) Menghambat ikatan dengan reseptor Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM): tamoxifen, raloxifene, toramifene. 6) Aromatase Inhibitor (AI) 7) Downregulator reseptor (SERD0: fulvestrant 8) Ablasi ovarium/ ovarian function suppression (OFS) - Pembedahan : bilateral salphingoovarektomi - Medikamentosa : goserelin - Radiasi Indikasi pemilihan terapi hormonal. - Terapi Target - Immunoterapi 2.9 Follow Up Optimalisasi Follow up adalah suatu strategi pengelolaan penderita (kanker payudara) setelah mendapatkan pengobatan definitif, terutama



39



pengobatan operasi yang diharapkan akan memberikan manfaat yang optimal pada penanganan pasien secara keseluruhan. Follow up rutin pada penderita kanker payudara merupakan beban kerja yang sangat besar di klinik-klinik spesialis RS tertier yang sebenarnya dapat dialihkan atau didelegasikan ke fasilitas kesehatan yang dibawahnya dan berlokasi lebih dekat dengan kediaman penderita. Tetapi agar tidak ada kegamangan pada pelayan kesehatan dan penderitanya; maka pelayan kesehatan harus mengerti prinsip-prinsip follow up secara benar dan efektif. Bila melakukan follow up di RS tertier akan menemukan suasana yang inconvenience, overcrowded, jarak yang jauh dan dilayani oleh dokter yang paling junior di RS. Karena itu perlu pemikiran yang mendalam tentang management follow up di RS dan perlunya peranan yang lebih besar dari dokter umum/keluarga yang lebih dekat dari kediaman pasien. 9 Ada 2 strategi dalam sistem follow up pada pasien kanker payudara yaitu follow up yang dilakukan secara terjadwal/rutin atau follow up atau kontrol hanya bila ada keluhan. Di Indonesia karena kebanyakan kasus dalam stadium yang sudah tinggi dan faktor pendidikan dari pasien dan keluarga yang belum tinggi maka sistim follow up yang dianjurkan adalah yang terjadwal/rutin. Follow up ini juga sangat diperlukan meskipun belum tentu kekambuhan lokal-regional atau jauh itu dapat disembuhkan tetapi paling tidak akan memperbaiki kualitas hidup dan memberikan dukungan psikologis pada penderita.



9



Penderita dan keluarga haruslah menjadi partner yang aktif dalam konteks follow up ini agar ia ingat akan jadwal follow-up dan harus segera melaporkan secara dini/segera (early) dan jelas - lengkap (prompt) semua keluhan dan gejala yang diketahuinya. Ada dua fase didalam sistim follow up, yaitu: Perawatan/penilaian lanjutan dari penyakitnya setelah mendapat pengobatan dan penilaian penderita secara keseluruhan. 9



40



Tujuan



follow up mempunyai tujuan yang lebih luas, yaitu :



merawat atau menilai hasil terapi dan mengatasi komplikasi terapi. mengenali



adanya



membimbing



kekambuhan,



perubahan



gaya



mengenal



hidup



adanya



sehingga



kanker



baru,



menurunkan



risiko



terjadinya kanker baru, seperti gaya hidup aktif, diet sehat, membatasi penggunaan alkohol, dan memiliki berat badan ideal (20-25 BMI), mengetahui dan selalu menganalisa seluruh keadaan penderita. 9 Berikut agenda follow-up yang dianjurkan: Tabel 4. Agenda Follow-Up Tahun Pertama (bulan) Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan foto thoraks Pemeriksaan laboratorium dan tumor marker USG Liver Breast self examination CT-Scan kepala PET SCAN WHOLE BODY Keterangan:



3 X X



6 X X X X



9 X X



X Y



X Y



X Y



12 X X X X



Tahun ke 25 (bulan) 6 12 X X X X X X X X



X X Y X



X Y



X X Y X



Selanjutnya (tahunan) X X X X X X Y X



y: bila ada keluhan *Pemeriksaan Laboratorium: Darah perifer lengkap, Fungsi Liver *Pemeriksaan Tumor Marker: Ca15-3, CEA, MSA



41



BAB III Kesimpulan



Carcinoma Mammae atau Kanker Payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan resiko kanker payudara, faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53 (p53), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama, LCIS, densitas tinggi pada mammografi), riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) atau menopause lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada, faktor lingkungan. Diagnosis kanker payudara ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Stadium kanker payudara



ditentukan



berdasarkan



Sistem



Klasifikasi



TNM



American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010. Tatalaksana Kanker Payudara diantaranya pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormonal dan terapi target. Follow up pasca pengobatan adalah suatu strategi pengelolaan penderita kanker payudara setelah mendapatkan pengobatan definitif, terutama pengobatan operasi



42



yang diharapkan akan memeberikan manfaat yang optimal pada penanganan pasien secara keseluruhan. Beberapa tindakan untuk skrining adalah Periksa Payudara Sendiri (SADARI), Periksa Payudara Klinis (SADANIS) dan mammografi skrining.



43



DAFTAR PUSTAKA 1. Handojo D, Haryono SJ.et al. (2020). Panduan Panatalaksanaan Kanker 2020. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI). ISBN 978-602-71349-3-5 2. Townsend CM, Beauchamp RD.et al.2022. Sabiston Textbook of surgery : The biological basis of modern surgical practice. Elsevier. International Edition: 978-0-323-64063-3 3. Norman S. William. P. Ronan O’connel, dkk (2018). Bailey & Love’s Short Practice of Surgery-CRC. Carcinoma Of The Breast: Chapter 53. Taylor & Francis Group. Hal. 789 4. Sun, S. X., Bostanci, Z., Kass, R. B., Mancino, A. T., Rosenbloom, A. L., Klimberg, V. S., & Bland, K. I. (2018). Breast Physiology. The Breast, 37–56.e6. doi:10.1016/b978-0-323-35955-9.00003-9 5. Alkabban, Fadi M., Ferguson, T. (2020). Breast Cancer. Treasure Island



:



StatPearls



Publishing.



https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482286/ . (diakses pada 8 November 2020) 6. Strumfa, I., Vanags, A., Abolins, A., & Gardovskis, J. (2012). Pathology of Breast Cancer: from Classic Concepts to Molecular Pathology and Pathogenesis. Acta Chirurgica Latviensis, 12(1), 59– 66. doi:10.2478/v10163-012-00127. Brunicardi, F. Charles, et al. (2019). Schwartz’s Principles of Surgery Eleven Edition. McGraw Hill: United State of America.



44



ISBN: 978-1-25-983535-3, 8. American Cancer Society (2017) Surgery For Breast Cancer. https://www.cancer.org/cancer/breast-cancer/treatment/surgery-forbreast-cancer/mastectomy.html 9. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. (2017) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.



45