Referat MAR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat Ilmu Bedah Anak Oleh



: dr. Felix Hadi Nainggolan



Pembimbing



: Dr. dr. Rizki Diposarosa., Sp.B.,BA(K)



MALFORMASI ANORECTAL I.



Pendahuluan Insidensi kejadian Malformasi Anorectal 1 : 5000 kelahiran hidup. Pada beberapa keluarga mempunyai predisposisi genetic. Sebagai tambahan, malformasi anorektal dikaitkan dengan beberapa sindrom. Kejadian ini lebih banyak ditemukan pada pasien anak laki-laki. Defek yang paling sering ditemukan pada bayi perempuan adalah fistula rectovestibular, dan pada bayi laki-laki ada fistula rectourethra. Malformasi anorektal tanpa fistula terjadipada 5% pasien, tetapi yang menarik adalah setengah diantaranya disertai dengan down sindrom. Pasien dengan down sindrom dan malformasi anorektal mengalami defek ini pada 95% kasus yang dijumpai. Tabel 1. Klasifikasi malformasi anorektal Klasifikasi malformasi anorectal Laki-laki



Perempuan



Fistula perineal



Fistula perineal



Fistula rectourethra



Fistula vestibular



-



Bulbar



-



Prostatic



Fistula rectobladder neck



Kloaka -



Common channel ≤3cm



-



Common channel ≥3cm



Malformasi anorectal tanpa fistula



Malformasi anorectal tanpa fistula



Atresia rectum



Atresia rectum



Defek kompleks



Defek kompleks



Gambar 1. Fistula perineal dan fistula rectobulbar



Gambar 2. Diagram fistula rectoprostatica dan fistula rectobladderneck Gambar 1 menunjukkan diagram anatomi pada pasien fistula perineal. Mekanisme spinkter normal, tampak dilatasi rektum. Gambar 2 menunjukkan diagram anatomi pada pasien dengan fistula rectourethral pars bulbaris. Rectum tampak berhubungan dengan bagian bawah pada sisi posterior urethra. Pada pasien ini memiliki spinkter bagus dan kuat namun tidak sekuat dan sebagus spinkter pada fistula perineal. anatomi fistula rectoprostatika. Spinkter yang dimiliki lemah. Jarak antara sacrum dan pubis pendek. Space yang digunakan untuk menurunkan rectum sedikit. Prognostik pada pasien ini kurang bagus bila dibandingkan dengan defek sebelumnya. Pada gambar fistula recto-bladder neck sangat lemah, jarak antara pubis dan sacrum sangat pendek. Kadang-kadang keadaan ini tidak memungkinkan untuk dilakukan penurunan rectum ke bawah. Dikarenakan spincter yang sangat lemah maka akan menimbulkan fecal inkontinensia.



II.



Embriologi Kloaka pada embrio berupa rongga yang akan berkembang menjadi hindgut, tailgut, allantois dan kemudian menjadi duktus mesonephric. Kloaka pertama sekali terbentuk pada usia gestasi 21 hari, berbentuk huruf U dengan allantois pada bagian anterior nya dan hindgut pada bagian posterior. Septum pada bagian tengah berkembang kebagian bawah dan mengalami fusi dengan lipatan lateral (Rathke plicae) sampai bergabung dengan membran kloaka. Pada proses minggu ke 6, terbentuk rongga urogenital pada bagian anterior dan anorectal pada bagian posterior. Perkembangan yang cepat pada tubercle genitalia merubah bentuk kloaka dan orientasi membran kloaka yang akan berpindah ke bagian posterior. Membran kloaka mulai terbuka pada gestasi minggu ke 7, sehingga akhirnya urogenital dan anal terbuka. Otot yang mengelilingi rektum berkembang pada saat yang sama dan terlihat di usia gestasi, pada usia minggu ke 9 semua struktur yang terkait sudah ada pada tempatnya. Pada tahap ini perkembangan genitalia menjadi laki-laki atau perempuan masih belum terjadi.



III.



Kelainan penyerta Kebanyakan bayi dengan malformasi anorectal (50-60%) disertai dengan satu atau lebih kelainan penyerta pada bagian lain. Kelainan penyerta kardiovaskular dapat mengancam jiwa.



Kelainan penyerta cardiovascular. Terjadi pada hampir sepertiga pasien, tetapi hanya 10% diantaranya yang membutuhkan penanganan. Lesi yang paling sering terjadi adalah atrial septal defek dan paten duktus arteriosus, diikuti dengan tetralogy fallot dan ventricular septal defek. Yang jarang ditemukan adalah transposisi pembuluh darah besar dan sindroma hypoplastik jantung kiri.



Kelainan gastrointestinal. Spectrum



luas



dikaitkan



dengan



kelainan



gastrointestinal.



Abnormalitas



tracheoesophageal terjadi pada 10% kasus. Obstruksi duodenal disebabkan oleh atresia atau malrotasi dengan insidensi sebanyak 1-2%. Hirschsprung disease ditemukan pada 3 pasien dalam serial 2100 pasien.



Kelainan spinal sacral dan vertebral. Kelainan lumbosacral seperti hemivertebrae, scoliosis, butterfly vertebrae dan hemisacrum sering dijumpai. Masalah spinal yang paling sering ditemui adalah tethered cord, berikutnya seperti spinal lipoma, syringomyelia dan myelomeningocele juga sering dijumpai. Semakin kompleks kelainan anorectal semakin banyak pula ditemukan kelainan yang berkaitan dengan spinal dan vertebrae.



Kelainan genitourinaria. Insidensi ditemukannya kelainan ini sebesar sepertiga dari total serial pasien dan meningkat seiiring dengan meningkatnya defek anorectal. Vesicoureteric refluks adalah kelainan yang sering ditemukan dan renal agenesis merupakan hal berikut yang sering ditemukan



 V



– Vertebral anomalies



 A



– Anal atresia / Imperforate Anus



 C



– Cardiavascular anomalies



 T



– Tracheoesophageal fistula



 E



– Esophageal atresia



 R



– Renal (kidney) and/or radial anomalies



 L



– Limb defects



IV.



Anatomy Aliran darah pada pasien malformasi anorectal sama seperti individu normal. Dimana aliran darah pada dinding rectum berasal dari arteri mesenterica inferior dan Aliran darah intramural dari proksimal ke bagian distal. Adapun prinsip dasar fisiologi dalam bowel control adalah sensasi, spinkter dan motilitas rectosigmoid dan penerima fungsi. 



Sensasi Anal canal merupakan bagian yang paling sensitive pada tubuh manusia dikarenakan dapat membedakan gas, feses cair dan fese padat. Anal canal dapat menjadi kolap dikarenakan pengaruh dari tonus otot sebagai mekasime dari spinkter. Pada saat fecal tersebut berupa cairanmaupun padat, ataupun berupa gas maka akan terjadi aktivasi dari peristaltic rectal sehingga terjadi rangsangan spinkter volunteer menutupi lumen dan bowel movement dihindari.







Spinkter Mekanisme volunteer spinkter berupa relaksasi untuk mengeluarkan feses. Keadaan ini disertai dengan gelombang peristaltic dari rectosigmoid untuk mendorong feses keluar.







Motilitas rectosigmoid dan penerima fungsi.



Ini merupakan elemen yang penting, rectosigmoid relaksasi dalam waktu yang lama, hal ini merupakan aksi sebagai penerima fecal. Manusia hanya menggunakan toilet setiap 24-48 jam. Jika terjadi penghilangan rectosigmoid dimana fungsinya sebagai reservoir atau penyambungan antara anal canal dengan colon yang lebih proksimal maka fungsi reservoir akan hilang, Atau jika terjadi kerusakan pada anal canal sehingga akan terjadi fecal incontinesia yang menetap.



V.



Temuan klinis dan diagnostik Diagnosis pasien malformasi anorektal, dugaan anal stenosis, harus segera dilakukan segera setelah pasien lahir pada pemeriksaan rutin neonatus. Biasanya kecurigaan utama timbul setelah klinisi memeriksa bagian perineum. Pada beberapa daerah tertinggal dimana pemeriksaan neonatus tidak rutin dilakukan, seperti contohnya di



afrika, pasien malformasi anorektal datang dengan keluhan distensi abdomen, obstruksi saluran cerna dan sepsis pada usia hari ke 4.



Diagnosis prenatal. Prenatal ultrasonography mempunya sensitifitas yang rendah dalam mendeteksi malformasi anorektal. Oligohydramnion dan vagina yang distensi merupakan pertanda dari adanya ani imperforata. Sebagai tindakan lebih lanjut dapat dipakai MRI untuk melakukan diagnosis kemungkinan malformasi anorektal.



Gambar 3. MRI fetus menunjukkan adanya gambaran malformasi anorectal dengan adanya dilatasi saluran cerna



Gambar 4. MRI fetus dengan gambaran urine yang bercampur dengan meconium, pada tanda panah menunjukkan adanya gambaran klasifikasi.



Pemeriksaan klinis Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan perineal, seperti ada atau tidaknya anus, keberadaan lubang vagina dan urethra, keberadaan fistula, anal dimple dan massa presacral. Harus diperhatikan kemungkinan kelainan penyerta seperti VACTERL. Untuk melakukan pemeriksaan secara benar maka harus dipahami anatomy normal perineum. Pada inspeski keberadaan dan posisi anus harus diperhatikan. Posisi normal anus pada perempuan berada pada sepertiga jarak antara fourchet ke coccyx. Apabila anus ada dan berada pada posisi yang normal, maka dapat diperiksa pasase nya dengan memasukkan kateter lunak dan lembut lebih dari 2 cmn dan melihat adanya meconium untuk menyingkirkan adanya atresia. Serat otot parasagittal terletak pada kedua sisi midline pada posisi anal normal. Seratserat otot tersebut bertanggung jawab atas bentuk midline bokong. Semakin tinggi letak



fistula maka semakin sedikit serat otot yang ada sehingga perineum atau bokong akan terlihat lebih datar. Anal stensosis adalah diagnosa subjektif yang dibuat setelah melakukan pemeriksaan dengan memasukkan jari. Ukuran normal pada anus 1,3+(3xBBL kg) hasil dalam millimeter. Pada bayi laki-laki, midline raphe dan scrotum perlu diperiksa apakah ada fistula, meatus urethra diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya meconium. Apabila ada meconium yang keluar dari meatus urethra maka diindikasikan pasien memiliki fistula rectourinary. Pada bayi perempuan harus diperiksa ada berapa orificium yang ada. Ada tiga kesalahan yang sering ditemukan pada pasien perempuan, yaitu tidak mengetahui adanya single orificium (cloaca), adanya fistula vestibular atau vaginal.



Diagnostic guidelines. Tindakan penanganan awal pada pasien dapat dilakukan setelah melakukan pemeriksaan akurat menentukan tipe kelainan pada pasien. Keputusan untuk menentukan apakah dilakukan tindakan repair primer atau dilakukan tindakan colostomy terlebih dahulu. Ada tiga tujuan dalam melakukan assessment inisial : 1. Untuk menentukan level malformasi dalam kaitannya dengan otot sphincter dan letak fistula 2. Untuk menentukan integritas sphincter dan jalur persyarafannya 3. Untuk mendokumentasikan kelainan kongenital lainnya yang dapat berakibat kepada keselamatan pasien



Pemeriksaan awal radiology Bayi diposisikan prone dan dilakukan x-ray cross table lateral. Penilaian digunakan pubococcygeal line (PC line) dan Ischial line (I line). Dengan teknik ini PC line digambar dari batas atas symphisis pubis ke saccrococcygeal junction. Pada akhir symphisis berada pada bagian tengah bentuk “boomerang” os pubis. Pada bagian atas



bentuk “boomerang” tersebut adalah superiror ramus pubis. Pada akhir coccygeal, C point berada pada bagian caudal di akhir atau potongan ke 5 sacrum.



Gambar 5. a. posisi bayi, b. gambaran dari rectum yang dekat dengan kulit, c. gambaran rectum yang jauh dari kulit.



Gambar 6. X-ray cross table lateral pasien pada posisi prone, PC line diantara symphisis pubis dan coccyx, dan I line sejajar parallel dengan PC line pada aspek inferior ischium.



VI.



-



Penanganan awal



Ketika klinisi pertama sekali dipanggil untuk melihat bayi laki-laki yang baru lahir dengan malformasi anorektal, hal pertama yang harus dilakukan adalah inspeksi perineal melihat malformasi tipe apa yang dimiliki oleh pasien.



-



Sangatlah penting untuk tidak membuat keputusan sebelum 20-24jam pertama.



-



Alasannya adalah diperlukannya tekanan intraluminal yang signifikan agar meconium untuk mencapai fistula yang akan menjadi informasi yang sangat berharga untuk mengetahui dimana letak distal fistula.



-



Apabila meconium ditemukan pada perineum itu akan memberikan bukti keberadaan fistula perineal



-



Apabila ditemukan urine bercampur dengan meconium maka jelas bahwa adanya fistula rectourinary.



-



Evaluasi radiologis tidak memberikan gambaran anatomy yang nyata sebelum 24 jam karena rektum masih kolaps, evaluasi radiologis yang dilakukan terlalu awal (sebelum 24 jam) akan memberikan gambaran letak rektum yang tinggi sehingga akan mengacaukan diagnosa.



-



Selama 24 jam pertama pasien harus mendapatkan cairan intravenous, antibiotik profilaksis, dan dekompresi nasogastric untuk mencegah aspirasi.



-



Klinisi selama waktu ini dapat digunakan untuk menilai ada atau tidaknya kelainan penyerta lainnya seperti dengan dilakukannya foto x-ray, echocardiogram atau ultrasonography.



VII. -



Terapi definitive



Apabila bayi dengan fistula perineal maka anoplasty dapat dilakukan tanpa dilakukan colostomy terlebih dahulu. Tetapi apabila pasien memiliki kelainan lain yang membuat klinisi harus menunda waktu untuk dilakukan tindakan operasi maka dapat dilakukan dilatasi pada fistula untuk menunda operasi sampai beberapa bulan.



-



Setelah 24 jam apabila tidak ada meconium yang terlihat pada perineum maupun urine maka dapat dilakukan x-ray cross table lateral dengan bayi dalam posisi prone.



-



Apa bila udara pada rectum berada di bawah coccyx, dan bayi berada dalam kondisi yang optimal untuk dilakukan operasi maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan operasi postero sagittal tanpa dilakukan colostomy terlebih dahulu.



-



Apabila udara pada rectum berada di atas coccyx atau pasien mengeluarkan meconium melalui urine maka secara signifikan pasien memiliki defek atau letak tinggi maka dianjurkan untuk colostomy terlebih dahulu dan menunda tindakan utama. o Fistula perineal Sejak defek yang muncul merupakan malformasi anorectal yang sederhana. Maka operasi yang dilakukan berupa perbaiki defek tanpa disertai dengan colostomy. Jika pasien lahir aterm dan dengan defek sederhana maka tindakan operasi dapat dilakukan dalam 72 jam pertama kehidupan tanpa disertai dengan bowel preparation. Namun, tidak jarang pasien datang saat berusia beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah lahir. Pada keadaan ini maka dilakukan bowel preparation. Pada pasien yang dilakukan operasi sedini mungkin maka keadaan post operatif akan lebih baik dan angka infeksi lebih rendah. Pada pasien yang lebih tua usianya, digunakan golytely sebagai total bowel preparation, menggunakan, jalur infus central dan pasien dipuasakan 10 hari. Selama masa periode newborn beberapa pilihan terapi menjadi pilihan. Pertama dilakukan dilatasi pada orifisium di perineal. 



Dilatasi Dilatasi merupakan upaya untuk mengeluarkan feses dan menghindari distensi abdomen. Pada pasien premature dengan kelainan jantung yang berat atau suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi maka pasien tersebut lebih baik dilakukan dilatasi. Dilatasi pada fistula perineal berbeda dengan dilatasi post operatif. Dilatasi pada fistula perineal dapat menimbulkan rasa nyeri dan lebih sulit.







Operasi Cutback Operasi cutback merupakan terapi alternative pada pasien ini. Indikasinya sama dengan dilatasi anal. Kenyataannya Cutback Operation merupakan prosedur yang dapat dilakukan secara anestesi local. Ini bukan terapi akhir pada pasien dengan fistula perineal melainkan terapi alternative pada pasien yang miliki keadaan ekstrim atau situasi dimana pasien tidak



memungkinkan dilakukan posterior sagittal anoplasty. Prosedur cutback terdiri dari melakukan incise posterior rim dari anal canal opening dan dilakukan penjahitan dari kulit ke mucosa. Dengan kata lain dikenal dengan prosedur



Heineke-Mikulicz.



Cutback



prosedur



secara



kosmetik



memberikan gambaran kurang dari optimal. Setelah dilakukan operasi tidak terjadi kesulitan pada mekanisme spinkter atau persarafan usus. Oleh sebab itu keadaan ini dirancang untuk memfasilitasi pengeluaran feses dan menghindari terjadinya distensi abdomen. 



Minimal Posterior Sagittal Anoplasty Prosedur yang paling ideal pada pasien dengan fistula perineal adalah “minimal posterior sagittal anoplasty.” Hal ini dikarenakan memberikan hasil yang baik secara fungsi dan kosmetik. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah perbedaan tehnik pada pasien bayi laki-laki dengan fistula perineal dan pasien bayi perempuan dengan fistula perineal.







Teknik Minimal



Posterior



Sagittal Anoplasty pada pasien Laki-laki



Tantangan yang nyata pada pasien bay-laki-laki dengan defek fistula perineal



adalah



memisahkan



rectm



dari



urethra.



Permasalahan



intraoperative yang paling sering adalah cedera urethra. Keadaan ini sering terjadi jika pembedah melakukan operasi tanpa menggunakan foley catheter pada kandung kemih. Beberapa pembedah menggunakan posisi litotomi namun kami menggunakan posisi prone.



-



Gambar.5 fistula perineal preoperatif dan post operatif







Teknik Minimal Posterior Sagittal Anoplasty pada pasien perempuan.



Operasi pada pasien perempuan lebih sederhana dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan tidak ada resiko mencederai urethra. Namun resiko terjadi cedera pada vagina jarang terjadi. Hal ini dikarenakan vagina dan rectum selalu dapat dipisahkan decara bermakna. Tekniknya mirip dengan laki-laki namun tidak ada kemungkinan untuk mencederai urethra jadi tidak perlu digunakan kateter. 



Colostomy Colostomy adalah prosedur yang dilakukan untuk mengalihkan pasese feces, dengan membuat pengeluaran colon di dinding abdomen. Colostomy ini bersifat temporer sampai dilakukan tindakan definitive. Untuk diversi total feces maka harus dipisahkan bagian proximal dan distal dan keduanya harus dipisahkan dalam jaraknya cukup agar bagian proximal dapat ditutup dengan stoma bag tanpa mengganggu stoma distal. Feces tidak dapat di diversi secara total apabila masih ada aliran feces yang masuk ke stoma distal, seperti pada loop colostomy atau stoma distal terlalu dekat ke stoma proksimal dan di tutup dengan stoma bag yang sama. Berikut kontraindikasi dilakukan loop colostomy : - Tingginya resiko infeksi saluran kemih akibat kontaminasi feces ke saluran kemih - Tingginya resiko impaksi fecal distal, megarectum, dan konstipasi setelah colostomy ditutup - Resiko prolapse Lokasi stoma - Right transverse colostomy - Left transverse colostomy - Descending colostomy - Sigmoid colostomy



Gambar 6. Posisi stoma yang dianjurkan



Gambar 7. Stoma yang dibuat terlalu berdekatan



Posisi stoma yang dianjurkan adalah descending stoma, dengan alasan : a. Secara efektif akan mengalihkan aliran feces b. Secara signifikan akan mengurangi angka terjadinya infeksi saluran kemih c. Menghindari terjadinya megarectosigmoid karena dapat dilakukan irigasi dan pembersihan pada bagian distal dan menghindari fecal spillage d. Menghindari terjadi hyperchloremic asidosis dari reabsorpsi urine



e. Tidak mengganggu untuk dilakukan pullthrough f. Tidak akan prolapse jika dilakukan dengan benar Transverse colostomy tidak dianjurkan pada pasien malformasi anorectal, karena : a. Tidak dapat dilakukan irigasi distal colon yang masih penuh dengan sisa meconium b. Tendensi untuk terjadinya megarectosigmoid sebagai akibat sisa meconium yang tidak pernah dievakuasi dan penumpukan mucus yang mengakibatkan desquamasi sel mukosa c. Pasien dengan fistula rectourinary tidak hanya memiliki tendensi untuk kontaminasi meconium ke saluran kemih, tetapi juga urine dapat masuk ke colon dan mengakibatkan reabsorbsi sehingga terjadi hyperchloremic ascidosis d. Tinggi nya resiko infeksi saluran kemih e. Sulit untuk dilakukan distal colostrogram yang merupakan diagnostic berharga dalam penanganan malformasi anorektal Tindakan setelah colostomy Sebelum dilakukan tindakan rekonstruksi definitive, anatomy malformasi anorectal harus dilihat dengan distal colography. Dengan sedikit tekanan, pemeriksa dapat melihat adanya visualisasi antara rectum dengan fistula



Gambar 8. Distal colografi menunjukkan adanya a. recto-bladder neck fistula, b. recto-prostatic fistula, c. recto-urethral fistula



Rekonstruksi anorectal Semua jenis defek dapat diperbaiki dengan approach posterior sagittal. Sekitar 10% pasien laki-laki (dengan recto-bladder neck fistula) dan sekitar 40% pasien perempuan dengan cloaca, mungkin saja memerlukan abdominal approach untuk mobilisasi rectum yang tinggi atau vagina. Pasien dibaringkan dalam posisi prone dengan bagian pelvis dielevasi. Folley kateter dimasukkan ke bladder sebelum pasien diposisikan. Kateter kadang dapat masuk ke rektum melalui fistula daripada masuk ke bladder. Pilihan lain seperti kateter dimasukkan saat intraoperative saat fistula sudah teridentifikasi.



VIII. Pasca operasi Apabila tidak ada laparatomy maka oral feeding dapat dilakukan segera setelah anak sadar penuh. Antibiotik diberikan selama 48 jam. Pada pasien laki-laki dengan rectourethral fistula, kateter urine harus dipertahankan selama 7 hari. Pada pasien yang menjalani cloacal repair kateter dapat dipertahankan 2-3 minggu. Program dilatasi dimulai 2 minggu setelah operasi. Setelah ukuran anus dikalibrasi maka dilatasi dilakukan dua kali sehari setiap hari dan setiap minggu ukuran dilator ditingkatkan satu ukuran sampai ukuran yang diharapkan dapat tercapai. Setelah ukuran dilator tercapai, colostomy dapat ditutup, biasanya 8 – 12 minggu setelah rekonstruksi. Dilatasi terus dilanjutkan setelah penutupan colostomy. Begitu dilator dapat dimasukkan dengan mudah tanpa hambatan, jadwal dilatasi dapat dikurangi menjasi sekali sehari selama 1 bulan, dua kali per minggu selama 1 bulan, sekali seminggu selama sebulan dan sekali seminggu selama 3 bulan.



Tabel 2. Ukuran anal dilator



Setelah colostomy ditutup, pasian akan mengalami pergerakan saluran cerna yang banyak sehingga ekskoriasi perineal dapat timbul. Constipating diet dapat membantu dalam hal ini, setelah beberapa minggu gerakan saluran cerna akan menurun, dan kebanyakan pasien akan mengalami konstipasi. Konstipasi harus diantisipasi dan ditangani. Setelah 3-6 bulan, gerakan saluran cerna akan semakin teratur.



IX.



Komplikasi Infeksi luka operasi dan retraksi diketahui dapat saja terjadi. Jika infeksi hanya pada lapisan superfisial luka, tidak dengan dehiscence pada struktur pullthorugh, dan dapat diatasi dengan baik makan tidak ada fungsional tang terganggu Infeksi dan dehiscence terjadi terutama pada pasien yang menjalani operasi primer tanpa colostomy. Rectal dan vaginal striktur biasanya terjadi setelah komplikasi yang telah disebutkan sebelumnya. Jumlah kejadian prolapse setelah posterosagital anorectoplasty dibawah 5%. Konstipasi adalah hal yang paling sering terjadi setelah pembedahan malformasi anorectal. Semakin rendah letak malformasi maka semakin tinggi akngka kejadian konstipasi. Apabila sebelumnya ada megarectodigmoid maka konstipasi akan semakin mungkin terjadi. Konstipasi yang tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan megarectosigmoid yang semakin besar. Pasien akan tampak seperti inkontinensia tetapu apabila konstipasi di tangani dengan benar maka fungsi akan kembali Pasien dengan fecal inkontinensia dievaluasi dan diklasifikasi menjadi pasien dengan konstipasi atau yang dengan meningkatnya motilitas (tendensi untuk mengalami diare). Pada kelompok pertama, saline enema harus masuk dalam jumlah yang banyak dengan additives (glycerin) untuk membantu mengosongkan colon. Pada kelompok berikutnya pasien dengan meningkatkan motilitas memerlukan constipating diet.



X.



Daftar pustaka 1. Peña. A, Bischoff. A. Surgical Treatment of Colorectal Problems in Children. Springer International Publishing Switzerland.2015 2. Levitt MA, Peña. A. Management in the Newborn Period. In : Holschneide. A M., Hutson.J M. Anorectal Malformations in Children. Springer Verlag.Berlin Heidelberg. 2006. p 289 – 292. 3. Levitt MA, Peña. A. Anorectal Malformations. In : Coran AG, Adzick NS, Caldamone AA, Krummel TM, Laberge JM, Shamberger RC, editor : Pediatric Surgery, 7thed, vol.1. Philadelphia : Elsevier Saunders, 2012. p 1289 – 1309. 4. Peña. A, Krieger MM, Levitt MA. Colostomy in anorectal malformations : a procedure with serious but preventable complications. Journal of Pediatric Surgery (2006) 41, 748 – 756.