Referat Radiologi Epidural  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT EPIDURAL HEMATOMA



Pembimbing : dr. Herman W Hadiprodjo, Sp. Rad



Disusun Oleh : Juan Yosvara 406191013



KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 27 APRIL 2020 – 3 MEI 2020



LEMBAR PENGESAHAN



Nama / NIM



: Juan Yosvara / 406191013



Fakultas



: Kedokteran Umum



Universitas



: Tarumanagara



Bidang Pendidikan



: Program Pendidikan Profesi Dokter



Periode Kepaniteraan Klinik : 27 April 2020 – 3 Mei 2020 Judul Referat



: Epidural Hematoma



Diajukan



: 2 Mei 2020



Pembimbing



: dr. Herman W Hadiprodjo, Sp. Rad



Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 2 Mei 2020



Pembimbing,



dr. Herman W Hadiprodjo, Sp.Rad



Kata Pengantar



Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan referat. Pembuatan referat ini bertujuan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 27 April 2020 - 3 Mei 2020 di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Herman W Hadiprodjo, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah membimbing saya dalam penyusunan referat ini. Saya menyadari, bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna. Akan tetapi, saya berharap referat ini dapat berguna untuk pembaca. Atas perhatian dan dukungannya saya ucapkan terimakasih.



Jakarta, 2 Mei 2020 Penulis



Juan Yosvara 40691013



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma kepala merupakan trauma mekanik yang dapat terjadi pada semua usia. Trauma tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah karena kecelakaan bermotor (50%), jatuh (21%), dan cedera olahraga (10%). 1 Di Indonesia, cedera kepala yang dirawat di rumah sakit menjadi penyebab kematian kedua setelah stroke.1 Trauma pada kepala merupakan kedaruratan neurologi, karena di dalam kepala terdapat otak yang mempengaruhi segala aktifitas manusia.1 Trauma yang terjadi pada kepala, dapat menyebabkan gangguan fungsi neurologis, baik berupa gangguan fisik, kognitif dan fungsi psikososial yang dapat bersifat sementara atau menetap. 1 Trauma kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, beratnya cedera, dan morfologinya.1 Klasifikasi berdasarkan mekanisme, cedera kepala terdiri atas cedera tumpul dan tembus. Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk mengklasifikan cedera kepala berdasarkan beratnya cedera.1 Sedangkan untuk klasifikasi berdasarkan morfologi, trauma kepala terdiri atas fraktur cranium, cedera otak difus, perdarahan epidural (hematoma epidural), perdarahan subdural serta kontusio dan perdarahan intraserebral. 1 Sebanyak 10% hingga 20% pasien dengan trauma kepala, mengalami epidural hematoma atau biasa disingkat menajdi EDH. 2 Walaupun epidural hematoma ini sering dikaitkan sebagai trauma kepala dengan prognosis yang baik, diagnosis dan penanganannya harus dilakukan dengan segera. 2 Pemeriksaan dengan menggunakan Computed Tomography (CT) dapat mendiagnosis adanya EDH dengan cepat dan akurat. 2



1



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Anatomi Kepala Kepala adalah pusat control serta komunikasi untuk tubuh. 3 Kepala terdiri atas otak beserta lapisan-lapisan pelindungnya, telinga, dan wajah. 3 Cranium / tengkorak adalah sebutan untuk skeleton/ tulang kepala, yang terdiri dari neurocranium dan viscerocranium. 4 Neurocranium atau yang disebut kubah cranium, adalah bagian pelindung bertulang untuk otak dan lapisan membranosanya, meninges cranial. 3 Neurocranium memiliki bagian atap seperti kubah yang disebut calvaria (bagian atas tengkorak) dan dasar yang biasa disebut basis cranii (basis cranium). 3 Tulang calvaria juga terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu lamina eksterna (lapisan kompakta luar yang tebal) dan lamina interna (lapisan di sisi dalam yang lebih tipis). 4 Di antara lamina eksterna dan lamina interna, terdapat lapisan tipis spongiosa yang disebut diploё. 4 Pada orang dewasa, neurocranium terbentuk dari delapan tulang, empat diantaranya adalah tulang tunggal yang terpusat di garis tengah (os frontale, os ethmoidale, os sphenoidale, dan os occipital) dan sisanya adalah dua pasang sebagai pasangan bilateral (os temporal dan os parietale). 3 Viscerocranium terdiri dari tulangtulang yang menyusun wajah (rahang atas dan bawah, rongga hidung, sebagian besar orbita, kantong mata atau rongga mata). 3 Gambar 2.1 Neurocranium dan Viscerocranium5



2



Gambar 2.2 Pembagian Neurocranium dan viscerocranium5 Sebelum mencapai tulang, bagian terluar kepala dilapisi oleh kulit kepala yang terdiri dari kulit dan jaringan subkutan yang menutupi neurocranium. 3 Kulit kepala tersusun atas lima lapisan, tiga lapisan pertama terhubung secara kuat dan bergerak sebagai satu kesatuan. 3 Berikut adalah lima lapisan kulit kepala atau yang dapat disingkat SCALP: 3 a. Skin (Kulit) Merupakan bagian yang tipis kecuali pada daerah occipital yang mengadung banyak kelenjar sebacea dan keringat serta folikel rambut. b. Connective tissue (Jaringan penyambung) Terdiri atas lapisan subkutan yang kaya akan vaskularisasi, tebal dan padat. c. Aponeurosis (aponeurosis epikranial) Merupakan lapisan tendinosa, lebar, kuat, serta berperan sebagai tempat pelekatan untuk venter oto yang menyatu dari dahi dan occipital. d. Loose ( Jaringan areolar longgar ) Lapisan ini merupakan lapisan yang menyerupai spons, dengan diliputi ruangruang potensial yang dapat mengembang akibat cairan (karena cedera atau infeksi). Lapisan ini juga memungkinkan gerakan bebas dari kulit kepala. e. Pericranium Lapisan ini merupakan lapisan padat jaringan ikat yang membentuk periosteum eksterna pada bagian neurocranium.



3



Gambar 2.3 Lapisan Kulit Kepala5 Di sebelah dalam cranium, terdapat lapisan otak yang disebut Meninges Cranial. 3 Lapisan ini berguna untuk melindungi otak, membentuk framework untuk arteri, vena, dan sinus venosus, serta menutupi rongga yang terisi cairan, spatium subarachnoideum yang penting untuk fungsi normal otak. 3 Meninges Cranial terdiri dari tiga lapisan jaringan ikat, yaitu dura mater, arachnoidea mater, dan pia mater. 3 Di antara lapisan arachnoidea dan pia mater, terdapat cairan serebrospinalis (CSS) yang berfungsi untuk membantu mempertahankan keseimbangan cairan ekstraselular di dalam otak. 3 Berikut adalah penjelasan dari masing-masing lapisan meninges cranial: a. Dura Mater Dura mater merupakan membrane bilaminar yang menempel pada lamina interna calvaria dan terdiri atas lapisan periosteal externa dan lapisan meningeal interna. 3 Lapisan periosteal externa terbentuk oleh periosteum yang menutupi permukaan internal calvaria dengan perlekatan yang kuat di sepanjang linea suturalis dan di basis cranii. 3 Sedangkan lapisan meningeal interna merupakan membrane fibrosa yang kuat dan berlanjut ke foramen magnum dengan dura mater spinalis yang menutupi medulla spinalis. 3 Lapisan meningeal interna ini melekat kuat dengan lapisan periosteal dan tidak dapat dipisahkan. 3 Pada manusia yang masih hidup, antara lapisan periosteal externa dura dengan cranial dapat terpisah dan membentuk ruang yang bersifat patologis dan disebut ruang epidural. 3 Pembentukan ruang tersebut dapat disebabkan karena adanya darah atau cairan. 3 Di antara lapisan periosteal dan meningeal pada dura, terdapat ruang sinus durae matris dimana vena-vena besar dari permukaan otak bermuara ke dalam sinus-sinus tersebut. 3 Arteri-arteri dura, lebih banyak memberikan pasokan darah



4



ke calvaria daripada ke dura. 3 Arteri meningea media, cabang dari arteri maxillaris merupakan pembuluh darah yang paling besar. 3 Arteri tersebut terbagi menjadi dua yaitu ramus anterior dan posterior. 3



Gambar 2.4 Ruang Epidural5 b. Leptomeninx ( Arachnoidea Mater dan Pia Mater ) Lapisan arachnoidea mater dan pia mater, terjadi dari satu lapisan mesenkim yang mengelilingi otak embrionik. 3 Lapisan mesenkim tersebut kemudian menjadi pars parietalis (arachnoidea mater) dan pars visceralis di sebelah dalam (pia mater). 3 Di antara kedua lapisan tersebut, terdapat ruang yang berisi CSS. 3 Pia mater merupakan membrane yang lebih tipis dibandingkan dengan arachnoidea mater. 3 Lapisan pia mater tersebut kaya akan pembuluh darah, sulit dilihat, tetapi menyebabkan permukaan otak bersinar. 3 Pia mater ini menempel pada permukaan otak dan mengikuti kontur otak. 3



5



Gambar 2.5 Lapisan Meninges Cranial5 2.2. Epidural Hematoma 2.2.1. Epidemiologi Sebanyak 10% hingga 20% pasien yang mengalami trauma kepala, mengalami epidural hematoma. 2 Perdarahan epidural ini, lebih banyak mengenai laki-laki dibanding perempuan dengan rasio perbandingan 4:1. 6 Epidural hematoma ini jarang terjadi pada mereka yang berusia dibawah dua tahun dan di atas 60 tahun, karena lapisan dura mater yang melekat erat dengan calvaria. 6 2.2.2. Definisi Epidural hematoma atau perdarahan epidural atau perdarahan ekstradural adalah perdarahan yang terjadi di antara tulang tengkorak dan duramater yang umumnya disebabkan karena trauma dan fraktur tulang kepala. 1,7 Perdarahan ini sering terjadi di daerah temporal otak, namun dapat pula terjadi di bagian lain seperti di frontal atau oksipital. 7 Selain karena fraktur, epidural hematoma juga bisa disebabkan oleh hal lain seperti perdarahan AVM (arteriovenosus Malformation). 1 2.2.3.



Patofisiologi



Perdarahan epidural biasanya disebabkan karena adanya trauma pada kepala yang menyebabkan pemisahan lapisan periosteal dura dari tulang. 6 Fraktur tulang tengkorak terjadi pada 85-95% kasus orang dewasa, sedangkan pada anak-anak lebih jarang karena sifat plastisitas calvaria yang masih belum matang.6 Lapisan lamina interna pada tulang calvaria berukuran tipis dan mudah rusak oleh gaya dari eksternal dan menyebabkan fraktur lamina. 4 Fraktur yang terjadi pada tulang kepala ini, dapat mengakibatkan robeknya pembuluh darah, terutama arteri meningea media. 8 Ini dikarenakan, arteri meningea media berjalan di sulcus arteri meningea media pada lamina interna calvaria, yang apabila mengalami kerusakan dapat mengakibatkan suatu epidural hematoma. 4 Darah yang berasal dari cabang-cabang arteri meningea media yang robek, akan mengisi ruangan di antara lapisan periosteal eksterna dura dan calvaria. 3 Robeknya arteri meningea media ini, menyebabkan darah akan terus terpompa keluar dan semakin lama dapat semakin membesar. 7, 9 Selain dari arteri, EDH bisa berasal dari perdarahan sinus-sinus vena yang robek, khususunya di daerah parietal-oksipital. 10 Perdarahan yang berasal dari vena, bersifat lebih ringan. 10 Biasanya perdarahan epidural yang berasal dari vena hanya



6



terbentuk dari fraktur tulang tengkorak yang tertekan yang melepaskan dura dari tulang dan menciptakan ruang untuk terkumpulnya darah. 10 Hematoma yang besar dapat menyebabkan pergeseran garis tengah otak dan hernia. 10 Bagian Cerebral otak yang terkompresi dapat mengenai saraf kranialis ketiga dan menghasilkan dilatasi pupil ipsilateral. 10



Gambar 2.6 Tempat Berjalannya Arteri Meningea Media di Calvaria4



Gambar 2.7 Perdarahan Ekstradural atau Epidural5



7



Gambar 2.8 Epidural Hematoma11



Gambar 2.9 Tekanan yang Dihasilkan oleh Hematoma dari Perdarahan Epidural Dapat Menimbulkan Pergeseran Garis Tengah dan Terbentuknya Hernia4



8



2.2.4.



Diagnosis Diagnosis epidural hematoma, didasarkan pada anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. 8,12



2.2.4.1.



Anamnesis Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan pada pasien atau pengantar pasien dengan kecurigaan epidural hematoma: 12 1) Tanyakan apakah terdapat riwayat trauma. Jika ada tanyakan bagaimana mekanisme trauma, apakah terdapat luka tembus dan waktu terjadinya trauma. 2) Tanyakan apakah terdapat riwayat kejang, penurunan kesadaran, mual atau muntah 3) Tanyakan apakah terdapat kelemahan di salah satu sisi tubuh



2.2.4.2.



Gejala Klinis Epidural Hematoma



Pada fase awal, epidural hematoma ini tidak menunjukkan gejala. 8 Akan tetapi, terdapat gejala khas yang terjadi pada epidural hematoma, yaitu hilangnya kesadaran singkat diikuti oleh lucid interval selama beberapa jam. 3 Lucid interval adalah suatu kondisi dimana setelah seseorang mengalami trauma kepala, mungkin penderita tersebut akan pingsan sebentar dan segera sadar kembali. 9 Dalam beberapa jam, akan timbul nyeri kepala yang progresif memberat dan kemudian kesadaran akan berlangsung menurun dan bahkan menjadi koma. 1,3,9 Setelah hematoma bertambah besar, akan terlihat tanda-tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. 8 Gejala tersebut berupa sakit kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, kenaikan tekanan darah, bradikardi. 8 Selain itu juga terdapat pupil mata anisokor, dimana pupil ipsilateral melebar. Reaksi cahaya pada pupil yang semula masih positif juga akan menjadi negatif. 8 Selain itu juga dapat timbul kebingungan, susah bicara, penglihatan kabur, keluar darah dari hidung/ telinga, dan berkeringat. 9 Dan pada tahap akhir, kesadaran penderita akan turun hingga koma. Pupil kontralateralpun akan mengalami pelebaran, hingga akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya, dan ini merupakan tanda dari kematian. 8 2.2.4.3.



Pemeriksaan Fisik



1) ABC (airway, breathing, circulation) dan Glasglow Coma Scale (GCS) : pada epidural hematoma terdapat penurunan kesadaran9,12 2) Dapat ditemukan luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala, apabila epidural hematoma tersebut dicetuskan oleh trauma kepala. 9 3) Pemeriksaan neurologis lengkap setelah pasien stabil : 12  Kesadaran  Nervus kranialis : lebar pupil, rangsang cahaya, pergerakan bola mata



9



 2.2.4.4.



Fungsi motoric, reflex (fisiologis dan patologis), dan fungsi batang otak Pemeriksaan Penunjang Radiologi



1) Foto Polos Kepala Trauma pada kepala dapat menyebabkan perubahan pada tulang tengkorak akibat gaya mekanik, seperti fraktur.13 Adanya gambaran fraktur pada tulang kepala mengindikasikan adanya trauma intrakranial yang serius. 13 Dengan pemeriksaan foto polos, tidak semua gambaran fraktur dapat ditemukan. Fraktur pada tulang temporal menjadi fraktur yang sering luput dari pemeriksaan foto polos. 13 Foto polos kepala tidak dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perdarahan intracranial seperti perdarahan ekstradural atau perdarahan intracerebral, sedangkan CT dapat mendeteksinya. 13 Oleh sebab itu, saat ini modalitas CT dan MRI menjadi pilihan utama untuk mengevaluasi trauma kepala. CT axial non kontras merupakan gold standard untuk trauma kepala. 13



Gambar 2.10 Foto Polos Kepala yang Menunjukkan Adanya Fraktur pada os Parietal Kiri (tanda panah) dengan Riwayat Jatuh14 2) CT Scan Pemeriksaan terhadap epidural hematoma dapat dilakukan dengan cepat dan akurat menggunakan CT scan. 1 Dengan menggunakan CT scan, lokasi perdarahan dan perkiraan volume perdarahan dapat diperkirakan dengan tepat . 1 Epidural hematoma dapat disertai dengan fraktur atau tanpa fraktur. Pada hasil



10



CT, EDH akan memberikan gambaran yang hiperdens, berbatas tegas, bentuk bikonveks dan melekat pada tabula interna, serta mendorong ventrikel ke sisi kontralateral. 15,16 Hematoma pada EDH biasanya tidak melewati sutura seperti pada subdural hematoma, karena lapisan dura melekat erat pada linea sutura calvaria. 3,16 Regio yang paling sering mengalami perdarahan epidural adalah region temporal, frontal/ fossa posterior. 15 Apabila saat dilakukan pemeriksaan, masih terdapat perdarahan yang aktif, maka gambarannya akan kurang hiperdense dan mungkin akan ada gambaran swirl sign. 11 Pada pemeriksaan CT juga dapat ditemukan gambaran fraktur pada tulang kepala. 9 Gambar 2.11 Gambaran Epidural Hematoma pada Hasil CT5



11



Gambar 2.12 Area hiperdens bikonveks, berbatas tegas di parietalis kanan dan melekat pada tabula interna15



Gambar 2.13 Terlihat Garis Fraktur pada Parietal Dengan Gambaran Hiperdense Bikonveks17



12



Gambar 2.14 EDH di Region Fronto-temporal Kiri dengan Pergeseran Garis Tengah pada Potongan Axial Non-contrast18



Gambar 2.15 EDH di Region Fronto-temporal Kiri dengan Pergeseran Garis Tengah pada Potongan Coronal Non-contrast 18



13



Gambar 2.16 Gambaran Linear Fraktur di Tulang Temporal dan Frontal pada Hasil Foto CT Axial Bone Window18



14



Gambar 2.17 Gambaran Linear Fraktur di Tulang Temporal dan Frontal pada Hasil Foto CT Coronal Bone Window18



Gambar 2.18 Swirl Sign pada Potongan Axial Non Contrast19 3) MRI MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) adalah pemeriksaan radiologi diagnostic dengan menggunakan medan magnit, tanpa menggunakan sinar X. 15 MRI dapat memberikan gambaran informasi yang lebih jelas, akan tetapi pemeriksaan dengan menggunakan MRI memakan waktu yang cukup lama sedangkan diagnosis EDH harus dilakukan dengan cepat. 15 Pada MRI terdapat 3 macam intensitas, yaitu hipointens, isointense, dan hiperintens. 15 Dengan pemeriksaan MRI, air akan memberikan gambaran hipointens di T1 dan hiperintens di T2, lemak atau darah memberikan gambaran hiperintens pada T1 dan T2, dan kalsifikasi pada MRI akan memberikan gambaran hipointens di T1 dan T2. 15 Pada pemeriksaan dengan MRI, epidural hematoma akut akan memberikan gambaran yang isointense pada T1 dan perubahan iso ke hiperintense pada T2. 1,11 Pada fase subakut awal, gambaran pada MRI dapat berupa hipointense pada T2, sedangkan untuk fase subakut akhir dan kronik gambarannya akan berupa hiperintense di T1 dan T2. 1,11 EDH akut berlangsung 1 hari setelah trauma, fase subakut 2-4 hari, dan fase kronik 7-20 hari.20



15



Gambar 2.19 Epidural Hematoma Fase Subakut Akhir pada Pemeriksaan MRI T1 Potongan Axial21



16



Gambar 2.20 Epidural Hematoma Fase Subakut Akhir pada Pemeriksaan MRI T2 Potongan Axial21



Gambar 2.21 Epidural Hematoma Fase Subakut Akhir pada Pemeriksaan MRI T1 Potongan Sagital21



4) Angiografi Dengan menggunakan pemeriksaan angiogram, epidural hematoma sering sulit dibedakan dengan subdural hematoma. Diagnosis EDH bisa ditegakkan jika arteri meningea media terdesak ke arah median/ ke dalam. 13 Umumnya, pemeriksaan EDH dengan angiografi digunakan untuk mengevaluasi penyebab EDH selain trauma, contohnya pada perdarahan AVM (arteriovenosus Malformation). 1 Di bawah ini terdapat contoh hasil pemeriksaan angiografi, dimana pasien mengalami trauma kepala pasca mengkonsumsi banyak minuman beralkhohol. 20 Pada hasil pemeriksaan,



17



terdapat ekstravasasi kontras yang aktif, dimana terdapat perdarahan aktif dari cabang posterior arteri meningeal medial. 20



Gambar 2.22 Angiografi pada Epidural Hematoma Akut22



Gambar 2.23 Percabangan Arteri Meningea Media1



2.2.5. 



Diagnosis Banding Radiologi Perdarahan Subdural Perdarahan subdural atau subdural hematoma adalah suatu kondisi dimana terdapat kumpulan darah di antara lapisan dalam dura mater dan lapisan arachnoid.23 Subdural hematoma (SDH) umumnya terjadi pasca trauma kepala, dapat pula terjadi secara spontan, atau pasca tindakan pungsi



18



lumbal. 21 Fase akut terjadi selama kurang dari 72 jam dan memberikan gambaran hiperdense pada CT. 8 Fase subakut terjadi pada 3 hingga minggu ketiga pasca trauma, dan fase kronik terjadi setelah minggu ketiga. 8 Trauma yang terjadi pada kepala menyebabkan rupturnya vena di antara lapisan dura dan araknoid. 8 Hematom pada SDH berkembang dalam waktu yang lebih lama dari EDH karena perdarahan berasal dari vena. 8 SDH akan memberikan gambaran crescent moon-shaped, konkaf, berbentuk seperti pisang, dan melewati sutura.24 Gambar 2.24 Subdural Hematoma24



19



Gambar 2.25 Perbedaan Epidural Hematoma dan Subdural Hematoma25



Gambar 2.26 Gambran CT EDH Berbentuk Seperti Lemon dan SDH Berbentuk Seperti Pisang24



20



Gambar 2.27 Hasil CT: SDH yang Melewati Sutura Occipitoparietal24



2.2.6.



Tatalaksana



Hal pertama yang harus dilakukan pada pasien dengan curiga trauma kepala adalah menstabilkan kondisi yang dapat mengancam jiwa pada pasien dan memulai terapi suportif. 10 Perhatikan jalan napas dan tekanan darah/ sirkulasi pasien. Buatlah akses intravena dan berikan oksigen. 10 Cairan kristaloid intravena diberikan untuk memastikan tekanan darah tetap adekuat. 10 Tatalaksana awal lain yang dapat diberikan disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. 6 Diuretic osmotic seperti manitol atau salin hipertonik bisa diberikan untuk mengurangi tekanan intracranial. 6 Paracetamol juga dapat diberikan apabila terdapat peningkatan suhu tubuh pada pasien. Antikonvulsan (contoh: phenytoin) juga dapat diberikan untuk menghindari kejang yang mungkin disebabkan oleh kerusakan kortikal. 6 Segera kirim pasien ke fasilitas kesehatan yang dapat melakukan pemeriksaan CT dan memiliki dokter bedah saraf untuk dilakukan tatalaksana lebih lanjut. 10 Adapun indikasi operasi yang umumnya dilakukan pada pasien dengan perdarahan intrakranial adalah: 1 a. Massa hematoma atau perdarahan kurang lebih 40 cc b. Masa dengan adanya pergeseran garis tengah lebih dari 5mm c. Adanya perdarahan dengan tebal lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah serta nilai GCS kurang dari sama dengan 8



21



d. Adanya kontusio serebri dengan diameter 2 mm dan memiliki efek massa yang jelas atau adanya pergeseran garis tengah lebih dari 5mm e. Pasien yang mengalami penurunan kesadaran disertai dengan berkembangnya tanda-tanda lokal serta peningkatan tekanan intracranial lebih dari 25 mmHg



2.2.7.



Prognosis



Angka kematian terkait dengan epidural hematoma berkisar antara 5-50%.6 Namun, prognosis pada epidural hematoma dapat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah: 1 1. Usia Peningkatan usia pada penderita epidural hematoma, berkaitan dengan keluaran klinis yang buruk. Pada usia 40 hingga 60 tahun, angka kemungkinan terjadinya keluaran klinis buruk adalah 56%. Sedangkan pada usia di atas 60 tahun, keluaran klinis buruknya adalah 87%. 2. Hipotensi Hipotensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik berada di bawah 90 mmHg. Pada penderita epidural hematoma dengan hipotensi sistemik pada 24 jam pertama setelah dirawat, angka mortalitasnya adalah 83%. Sedangkan pada penderita tanpa hipotensi sistemik, angka mortalitasnya adalah 45%. 3. Skor awal kesadaran (GCS) Skor GCS yang rendah pada penderita epidural hematoma di awal cedera, berhubungan dengan prognosis yang buruk. 4. Waktu kedatangan ke rumah sakit Waktu kedatangan pasien pasca cedera kepala, khususnya cedera kepala berat, juga dapat meningkatkan prognosis. Cedera kepala sekunder dapat terjadi dalam waktu 6 hingga 12 jam setelah terjadinya cedera kepala berat. Cedera kepala sekunder ini dapat menyebabkan iskemia pada otak yang mana pada akhirnya akan menentukan keluaran klinis pada pasien cedera kepala.



22



BAB 3 KESIMPULAN



3.1 Kesimpulan Epidural Hematoma merupakan salah satu kelainan yang ditimbulkan pasca trauma kepala, yang umumnya didahului dengan adanya fraktur. Namun, epidural hematoma bisa juga terjadi tanpa fraktur atau terjadi spontan tanpa didahului trauma kepala. Epidural hematoma umumnya disebabkan karena robeknya arteri meningea media pasca fraktur tulang calvaria. Darah yang berasal dari arteri ini, akan terkumpul di suatu ruang yang terletak di antara lamina interna calvaria dan dura mater. Epidural hematoma ditandai dengan gejala khas yang disebut lucid interval. Lucid interval merupakan suatu kondisi, dimana setelah seseorang mengalami trauma kepala, akan terjadi pemulihan kesadaran kemudian kesadaran akan kembali menurun bahkan dapat terjadi koma. Selain itu juga terdapat sakit kepala, mual, muntah, kenaikan tekanan darah, bradikardi, pupil mata anisokor dengan dilatasi pupil ipsilateral. Untuk mendiagnosis suatu epidural hematoma dengan cepat dan akurat dapat menggunakan CT. Pada hasil pemeriksaan CT dapat ditemukan gambaran hiperdense dengan bentuk bikonveks, pergeseran garis tengah, hematoma yang umumnya tidak melewati sutura dan gambaran garis fraktur berupa garis radiolusen. Selain dengan CT, pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan MRI, akan tetapi ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding CT. Pemeriksaan angiografi juga dapat dilakukan untuk mencari penyebab epidural hematoma tanpa didahului adanya trauma. Tatalaksana pada pasien dengan trauma kepala harus dilakukan dengan segera. Tanda-tanda vital pasien harus distabilkan, kemudian pasien harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana lanjutan yang sesuai. Karena semakin cepat pasien ditangani, makan semakin baik pula prognosis pasien ke depannya.



23



DAFTAR PUSTAKA



1. Setianto CA. Epidural Hematoma. In Rianawati SB, Munir B, editors. Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Sagung Seto; 2017 2. Ullman JS. Epidural Hematomas [online]. Medscape. 2016 (cited 2019 Maret 19). Available from: https://emedicine.medscape.com/article/248840-overview#a11. 3. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Moore ME. Anatomi Berorientasi Klinis. 5th ed. Astikawati R, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2013. 4. Paulsen F, Waschke J, editors. Sobotta : atlas anatomi manusia : kepala, leher, dan neuroanatomi. 23rd ed. Jakarta: EGC; 2012. 5. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 7th ed. Taylor , editor.: Lippincott Williams & Wilkins; 2014. 6. Liebeskind DS. Epidural Hematoma [online]. Medscape. 2018 [cited 2019 Maret 20]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1137065-overview#a6. 7. Markam S. Trauma Kapitis. In Harsono , editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2009. 8. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. 3rd ed. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, editors. Jakarta: EGC; 2007. 9. Munir B. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto; 2015. 10. Price DD. Epidural Hematoma in Emergency Medicine [online]. Medscape. 2016 [cited 2019 Maret 21]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/824029-overview#a4 11. Knipe H, Gaillard F. Extradural Haemorrhage [online]. Radiopedia. [cited 2019 Maret 21]. Available from: https://radiopaedia.org/articles/extradural-haemorrhage?lang=us. 12. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. 13. Chawla H, Malhotra R, Yadav RK, Griwan MS, Paliwal PK, Aggarwal AD. Diagnostic Utility of Conventional Radiography in Head Injury. Journal of clinical and diagnostic research. 2015 Jun; 9(6). 14. Onso MO. Skull Fractures [Online]. Radiopedia. 2012 [cited 2019 3 25]. Available from: https://radiopaedia.org/cases/skull-fractures-3?lang=us. 15. Staf Pengajar Subdivisi Radiodiagnostik, Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Ekayuda I, editor. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2005. 16. McDonald DK. Imaging in Epidural Hematoma [Online]. Medscape. 2018 [cited 2019 Maret 22].



24



Available from: https://emedicine.medscape.com/article/340527-overview#a3. 17. Shonka DC, Gay SB, Marx WF, Frederick JA, Vu QDM, Higginbotham Jr J, et al. Epidural Hematoma [online]. Introduction to Head CT. 2013 [cited 2019 Maret 23]. Available from: https://www.meded.virginia.edu/courses/rad/headct/trauma7.html. 18. Cuete D. Epidural Hematoma [online]. Radiopedia. 2014 [cited 2019 Maret 22]. Available from: https://radiopaedia.org/cases/epidural-haematoma-4?lang=us. 19. Weerakkody Y, Gaillard F. Swirl Sign Intracranila Haemorrhage [online]. Radiopedia. [cited 2019 Maret 21]. Available from: https://radiopaedia.org/articles/swirl-sign-intracranialhaemorrhage?lang=us. 20. Khairat A, Waseem M. Epidural Hematoma [online]. NCBI. 2018 [cited 2019 Maret 25]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/. 21. Ebouda FM. Left Occipital Late Subacute Epidural Haematoma [online]. Radiopedia. 2014 [cited 2019 Maret 22]. Available from: https://radiopaedia.org/cases/left-occipital-late-subacuteepidural-haematoma?lang=us. 22. Smirniotopoulus JG. MedPix. [Online]. [cited 2019 Maret 24]. Available from: https://medpix.nlm.nih.gov/case?id=dbf9e573-a5da-4c0d-8410d47bbe9cb683. 23. Meagher RJ. Subdural Hematoma [online]. Medscape. 2018 [cited 2019 Maret 24]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1137207-overview. 24. Knipe H, Hacking C. Extradural Haematoma vs Subdural Haematoma [online]. Radiopedia. [cited 2019 Maret 24]. Available from: https://radiopaedia.org/articles/extradural-haematoma-vssubdural-haematoma?lang=us. 25. Medbullets Team. Epidural Hematoma [online]. Medbullets. 2019 [cited 2019 Maret 25]. Available from: https://step2.medbullets.com/neurology/120299/epiduralhematoma.



25