Referat Radiology GOUT Edit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR. REFERAT NOVEMBER 2012



GOUTY ARTHRITIS



Disusun Oleh : Ira Srihartini (10542 0025 08)



PEMBIMBING/Supervisor: dr. Iriani Bahar, M.kes. Sp.Rad



PENGUJI: dr. Iriani Bahar, M.kes. Sp.Rad



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2012



LEMBAR PENGESAHAN



Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan, bahwa ; Nama : Ira Srihartini NIM : 10542 0025 08 Judul Referat : Artritis Gouty Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik di Bagian



Radiologi



Fakultas



Kedokteran



Universitas



Muhammadiyah



Makassar



Sungguminasa,



Pembimbing/Penguji:



(dr. Iriani Bahar, M.kes. Sp.Rad)



Mengetahui, Kepala Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar



(dr.H. Isqandar mas’oud, Sp.Rad)



November 2012



DAFTAR ISI



SAMPUL Lembar Pengesahan .........................................................................................ii Daftar Isi...........................................................................................................iii BAB I . PENDAHULUAN .............................................................................. 1 BAB II . ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI ............................................. 3 BAB III PEMBAHASAN................................................................................. A. Definisi .............................................................................................. 6 B. Insiden dan Epidemologi ................................................................... 6 C Etiologi .............................................................................................. 7 D. Patofisiologi ....................................................................................... 7 E. Diagnosis ........................................................................................... 9 1. Gambaran Klinis............................................................................ 9 2. Pemeriksaan Radiologi................................................................... 3. Pemeriksaan Laboratorium............................................................ F. Diangnosis Banding ........................................................................... 15 G. Penatalaksanaan ................................................................................. 17 H. Komplikasi ........................................................................................ 18 II.10 Prognosis ....................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



Gout merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal oleh hipokrates pada zaman Yunani kuno. Gout berasal kata gutta, berarti tetesan. Dahulu kala gout dianggap akibat adanya tetesan jahat yang masuk ke dalam sendi. Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit kalangan sosial elite yang disebabkan karena terlalu banyak makan, minum anggur, dan seks.(1,2,3) Artritis pirai (gout) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asamurat didalam cairan ekstraseluler.(3) Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki – laki mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat serum tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria. Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus adalah laki – laki. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang agak mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan. Prevalensi gout meningkat dengan meningkatnya taraf hidup. Di Indonesia belum banyak publikasi epidemologi tentang arthritis pirai (AP). Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien arthritis pirai dengan kecacatan (lumpuhkan anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa Tengah.(1,2,3,4,5) Masalah akan timbul jika terbentuk kristal – kristal monosodium urat monohidrat pada sendi – sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal – kristal berbentuk



seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout.(1) Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat – obat tertentu. (1,2)



BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI



1.



Anatomi Sendi



Gambar 1. Struktur anatomi tarsals, metatarsals, phalanges (6)



Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang – tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak bergerak satu sama lain. Secara anatomik, sendi dibagi menjadi 3 yaitu : (3) 1. Sinartrosis Sinartrosis adalah sendi yang tidak memungkinkan tulang – tulang yang berhubungan dapat bergerak satu sama lain. Diantara tulang yang bersambungan tersebut terdapat jaringan yang dapat berupa jaringan ikat (sindesmosis) seperti pada tulang tengkorak dan antara radius dan ulna, jaringan tulang rawan (sinkondrosis) seperti antara kedua os. pubik pada orang dewasa, dan jaringan tulang (sinostosis) seperti persambungan antara os.ilium, os ischium dan pubikum.(3)



2. Diartrosis



Gambar 2. Struktur Sendi (7) Diartrosis adalah sambungan antara 2 tulang atau lebih yang memungkinkan tulang – tulang tersebut bergerak satu sama lain. Diantara tulang – tulang yang bersendi tersebut terdapat rongga yang disebut kavum artikulare. Diartrosis disebut juga sendi synovial. Sendi ini tersusun atas bonggol sendi (kapsul artikulare), bursa sendi dan ikat sendi (ligamentum). Berdasarkan bentuknya diartrosis dibagi dalam beberapa sendi, yaitu sendi engsel (interfalang, humeruoulnaris, talokruralis), sendi kisar (radioulnaris), sendi telur (radiokarpea), sendi pelana (karpometakarpal I), sendi peluru (glenohumeral), sendi buah pala (coxae). Pada sendi synovial ini tulang – tulang yang saling berhubungan dilapisi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan avaskular dan juga tidak memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh ke dalam sendi. Membran synovial merupakan jaringan avaskular yang melapisi permukaan rawan sendi. Membran ini licin dan tidak lunak, berlipat – lipat sehingga dapat menyesuaikan diri pada setiap gerakan sendi atau perubahan tekanan intra-artikuler.(3)



3. Amfiartrosis Amfiartrosis merupakan sendi yang memungkinkan tulang – tulang yang saling berhubungan dapat bergerak secara terbatas, misalnya sendi sakroiliaka dan sendi - sendi antara korpus vertebra.(3)



BAB III PEMBAHASAN



A. DEFINISI Artritis pirai (gout) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraseluler. Masalah akan timbul jika terbentuk kristal – kristal monosodium urat monohidrat pada sendi – sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal – kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout.(1,3)



B. INSIDEN DAN EPIDEMOLOGI Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa, sebagaimana yang disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja (adolescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus adalah laki – laki. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang agak mempengaruhi timbulnya penyakit ini.(1,2,3,4,5)



Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan. Prevalensi gout meningkat dengan meningkatnya taraf hidup. Di Indonesia belum banyak publikasi epidemologi tentang arthritis pirai (AP). Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien arthritis pirai dengan kecacatan (lumpuhkan anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa Tengah.(3)



C. ETIOLOGI Penyebab



hiperurisemia



dan



gout



dapat



dibedakan



dengan



hiperurisemia primer, sekunder. Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia primer terdiri dari kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik. Hiperurisemia kelainan molekular yang belum jelas terbanyak didapatkan yaitu 99% terdiri dari hiperurisemia karena underexcretion (80 – 90%) dan overproduction (10-20%). Underexcretion kemungkinan disebabkan karena faktor genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran AU dan menyebabkan gangguan pengeluaran AU sehingga menyebabkan hiperurisemia. Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1%, yaitu karena peningkatan aktivitas dari enzim phoribosylpyro-hosphatase (PRPP) synthetas. (1,2,5) Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout yang disebabkan oleh penyakit lain atau penyebab lain, 1,2 seperti penyakit glycogen storage disease tipe I, menyebabkan hiperurisemia yang bersifat automal resesif, glycogen storage disease tipe III, V, VI akan terjadi hiperurisemia miogenik. Hiperurisemia sekunder tipe overproduction disebabkan penyakit akut yang berat seperti pada infark miokard, status epileptikus.(2,3,5)



D. PATOFISIOLOGI Onset serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi atau menurun. Pada keadaan asam urat stabil jarang mendapat serangan.(2,5) Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa. Mula – mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi – sendi. Serangan gout seringkali terjadi sesudah trauma local atau ruptura tofi (timbunan asam urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat di luar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Krital – kristal asam urat memicu respon fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan Kristal – Kristal asam urat dan memicu mekanisme respon peradangan lainnya. Respon peradangan ini diperngaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan aam Kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbuan Krista serum. (2,5)



`



Gambar 3. Patofisiologi Artritis Gout (5)



Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monodium urat dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). (3) Terdapat peranan temperature, PH dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa krital MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi umum untuk pengendapan kristal MSU metatarsofalangeal-1 (MTP-1). Berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang – ulang pada daerah tersebut.(3)



E. DIAGNOSIS 1. Gambaran klinik a. Stadium hiperurisemia asimtomatik Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 kurang kebih 1,0 mg/ dl, dan pada perempuan adalah 4,0 kurang 1,0 mg/dl. Nilai-



nilai ini meningkat sampai sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejalagejala selain dari peningkatan asam urat serum. Pada umumnya hiperurisemia secara tidak sengaja ditemukan pada sat melakukan medical cek-up. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlajut menjadi serangan gout akut.(1,3,4) Keadaan hiperurisemia juga dapat berlangsung seumur hidup tanpa menimbulkan gejala.(3) b. Stadium artritis Gout Akut



Gambar 4. Stadium artritis gout akut (8) Pada tahap ini terjadinya awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal.



Arthritis



bersifat



monoartikular



dan



menunjukkan tanda – tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alcohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan dan lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Perkembangan dari serangan gout akut



umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai berikut. Mulamula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan didalam sekeliling sendi-sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi sebuah trauma local atau rupture toffi (timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat local. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat diluar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal – kristal asam urat memicu respon fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan Kristal – kristal urat dan memicu mekanisme respon



peradangan



lainnya.



Respon



peradangan



ini



dapat



dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan Kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan Kristal serum. (3,5) Tofi akan tampak seperti benjolan kecil (nodul) dan berwarna pucat. Tofi baru ditemukan pada kadar asam urat 10 – 11mg/l. pada kadar >11mg/dl pembentukan tofi menjadi sangat progresif atau cepat sekali. Tofi juga bisa menjadi koreng atau ulcerasi atau perlukaan dan mengeluarkan cairan kental seperti kapur yang mengandung Kristal MSU. (3,5) c. Stadium interkritik Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat belangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari satu tahun jika diobati.(3,5) d. Stadium gout kronik Timbunan asam urat yang bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat Kristal-kristal



asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku juga pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut atritis gout dapat terjadi dalam tahap ini tofi terbentuk pada masa kronik akibat insolubilitas relative asam urat. Awitan dan ukuran tofi secara proporsional mungkin berkaitan dengan kadar asam urat serum. Bursa olekranon tendo Achilles permukaan extensor lengan bawah bursa infrapatellar dan heliks telinga adalah tempat-tempat yag sering dihinggapi tofi.secara klinis ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul reumatik. Pada masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang tepat.(3,5) Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk interstitum medulla papilla dan pyramid, sehingga ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil bulat dan tidak terlihat pada pemerikasaan radiografi.(5)



2. Pemeriksaan Radiologi a. Foto Konvensional (X-ray)



Gambar 5. Artritis gout tampak sclerosis dan penyempitan ruang terlihat di sendi metatarsophalangeal pertama, serta pada sendi interphalangeal keempat.(9)



Gambar



6.



Artritis



gout



nampak erosi gout (panah) terlihat medial



sepanjang



margin caput



metatarsophalangeal pertama pada pasien dengan gout.(10)



b. Pemeriksaan dengan USG



Gambar 7. USG metatarsophalangeal pertama nampak avascular kistik (edema) dengan serpihan di dalam.(11)



c. Pemeriksaan dengan CT-Scan



Gambar 8. nampak deposit asam urat di kedua sendi metatarsophalangeal pertama kaki kiri dan kanan, serta pengendapan urat di beberapa sendi pada kaki dan sendi pergelangan kaki. (12)



Gambar 9. CT-Scan 3D volume-rendered dari kaki kanan pasien dengan gout kronis, menunjukkan deposit tofi yang luas (divisualisasikan dengan warna merah) – terutama pada sendi phalangeal pertama metatarsal, midfoot dan tendon achilles. (a) tampak dari dorsal (b) tampak dari lateral. (13)



d. Pemeriksaan dengan MRI



Gambar 10. A. Potongan axial – formasi dengan hyposignal – tophus (panah) - pada metatarsalphalangeal pertama dengan erosi tulang



(bintang). B. potongan axial T2 – Nampak lesi dengan hypersignal (panah) dan erosi tulang (bintang) C. potongan sagital – Nampak lesi (panah) (14,15)



3. Permeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan Asam Urat darah (1,3,4) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita gout didapatakan



kadar



asam



urat



yang



tinggi



dalam



darah.



Hiperurisemia jika kadar asam urat darah diatas 7 mg/dl. Kadar asam urat normal dalam serum pria diatas 7mg% dan 6 mg% pada perempuan. Kadar asam urat dalam urin juga tinggi 500 mg%/l per 24 jam. Sampai saat ini, pemeriksaan kadar asam urat terbaik dilakukan dengan cara enzimatik b. Pemeriksaan kadar ureum darah dan kreatinin Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita gout didapatakan kadar urea darah normal 5 – 20 mg/dl. Kadar kreatinin darah normal pria 0,6 - 1,3 mg/dl dan 0,5 - 1 mg/dl pada perempuan c. Aspirasi cairan sendi Merupakan gold standar untuk diagnose gout. Jarum diinsersikan ke dalam sendi untuk mengambil sampel/jaringan. Pemeriksaan untuk menemukan adanya Kristal MSU.



F. DIANOSIS BANDING 1. Reumatoid artritis Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit



jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. (1,3,6)



Gambar 11. Artritis reumatoid nampak erosif yang mengenai tulang karpal dan sendi metakarpofalangs.(16)



Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar



20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.(6) 2. Pseudogout Pseudogout merupakan sinovitis mikrokristalin yang dipicu oleh penimbunan Kristal calcium pyrophosphate dehidrogenase crystal (CPPD),



dan



dihubungkan



dengan



kalsifikasi



hialin



serta



fibrokartilago. Ditandai dengan gambaran radiologis berupa kalsifikasi rawan sendi dimana sendi lutut dan sendi – sendi besar lainnya merupakan predileksi untuk terkena radang.



Gambar 9. Pseudogout nampak gambaran klasik kondrokalsinosis, sclerosis subchondral, dan kista subkondral (panah merah). Pada tangan, kondrokalsinosis yang paling sering ditemukan dalam fibrocartilage segitiga (panah kuning) dan antara os skafoid dan bulan sabit (panah putih). Os skafoid-lunate kalsifikasi dapat menyebabkan kelemahan sendi dan gangguan ligamen scapholunate dengan pelebaran interval scapholunate (panah biru).(17) Pseudogout memberikan serangan akut, subakut, episodik, dan dapat menyerupai penyakit gout, di mana inflamasi sinovium merupakan gejala yang khas. (3)



Pseudogout saat serangan akut didapatkan adanya pembengkakan yang sangat nyeri, kekakuan dan panas lokal sekitar sendi yang sakit dan disertai eritema. Gambaran tersebut sangat menyerupai gout.(3) Pada pemeriksaan darah tidak ada yang spesifik, LED meningkat selama fase akut, sekitar 20% pasien dengan timbnnan kristal CPPD ditemukan hiperurisemia dan 5% disertai Kristal MSU. (3)



G. PENATALAKSANAAN Secara umum penanganan arthritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan ataupun komplikasi lain misalnya



pada ginjal.



Pengobatan arthritis



gout akut bertujuan



menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat – obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar untuk arthritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari dengan dosis maksimal 6 mg. Pemberian OAINS dapat pula diberikan. Dosis tergantung dari jenis OAINS yang dipakai. Disamping efek anti inflamasi obat ini juga mempunyai efek analgetika. Jenia OAINS yang banyak dipakai pada arthritis gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hari selama 2 – 3 hari dan dilanjutkan 75 – 100 mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi. Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan secara oral atau parenteral. Indikasi pemberian adalah pada arthritis gout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun tujuan pengobatan adalah untuk



menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik yang lain.(3)



H. KOMPLIKASI 1.



2.



)



I. PROGNOSIS Lebih dari 50% orang yang telah terkena serangan artritis gout akan mucul kembali biasanya dalam waktu enam bulan sampai dua tahun. Bagi orang-orang dengan penyakit yang lebih berat, pengobatan jangka panjang pencegahan sangat efektif untuk menurunkan asam urat, yang dapat mencegah serangan dan, selama bulan sampai tahun, menye babkantophi untuk menyelesaikan.(15



DAFTAR PUSTAKA



1. Price S, Wilson L. 2005. Gout. In buku Patofisiologi. Ed 6 vol.2 Penerbit buku kedokteran , Jakarta. p: 1402 – 1406 2. Misnadiarly. 2007. Penyakit – penyakit akibat hiperurisemia. Rematik : asam urat, hiperurisemia, artritis gout. Pustaka Obor Populer. Jakarta. p: 19 – 39 3. Stefanus, E.I., 2006, Arthritis Gout. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta,. p:1218 – 1220 4. Mansjoer,A.,dkk, 2004. Reumatologi. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan Keenam. Media Aesculapius FK UI, Jakarta. p: 542 – 546 5. Robbins kumar. 2007. Sistem Muskuloskeletal. In Buku Ajar Patologi. Edisi 2. Penerbit buku kedokteran, Jakarta. p: 863 – 869 6. Rozbruch DJ. Orthopaedic Surgery. 2011. Available at http://www.orthopaedicsurgerynyc.com/default.html. diakses 13 november 2012 7. Sommer OF, Kladosek A, Weiller V, Czembirek H, Boeck M, and Stiskal S. 2005. Rheumatoid Arthritis: A Practical Guide to State-of-the-Art Imaging, Image Interpretation, and Clinical Implications. Austria: RadioGraphics;.p.381-398 8. Efa May. Gambar Artritis Gout. Available at http://www.orthopaedicsurgerynyc.com/default.html diakses 13 november 2012 9. Smelser C. Gout Imaging. 2011. available at .http://emedicine.medscape.com/article/389965-overview#a19 diakses tanggal 13 november 2012 10. Departement of Radiology. Muskuloskeletal Radiology.available at http://www.rad.washington.edu/academics/academicsections/msk/teaching-materials/online-musculoskeletal-radiologybook/appendicular-arthritis diaksestanggal 13 november 2012



11. Dr. Maulik S Patel. Gout. 2010. Available at http://radiopaedia.org/images/494592 diakses 13 november 2012 12. Sawas N. Dual Source CT - Gout Imaging with Dual Energy. 2007. Available at http://healthcare.siemens.com/computedtomography/case-studies/dual-source-ct-gout-imaging-with-dualenergy diakses tanggal 13 november 2012 13. Perez-Ruiz.



2009.



Arthritis



research



&



therpary.



Available



at:



http://arthritis-research.com/content/11/3/232/figure/F2?highres=y diakses 13 november 2012 14. Ashman CJ, Klecker RJ, Yu JS. 2001. Forefoot pain involving the metatarsal region: differential diagnosis with MR imaging. RadioGraphics p;21: 1425–1440. 15. Yu JS, Tanner JR. 2002. Considerations in metatarsalgia and midfoot pain: an MR imaging perspective. Semin Musculoskelet Radiol p;6:91– 104. 16. Anonymus. Available at http://reference.medscape.com/features/slideshow/diseases-plainradiography diakses 13 november 2012 17. Shiel CW. Pseudogout. Available at : http://reference.medscape.com/features/slideshow/diseases-plainradiography di akses 13 november 2012 18. Eisenberg RL and Johnson NM, editors. Comprehensive Radiographic Pathology 4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2003.p.1134-5