9 0 255 KB
REFERENSI ARTIKEL
MANAJEMEN GOUT ARTHRITIS
Oleh: Thomas Gilang Andaru
G992003145
Salsabilla Karunia Rahmah
G992102051
Bayu Hendro Pramudyo
G992102013
Periode: 10 Mei 2021 s.d 4 Juli 2021
Pembimbing: dr. Nurhasan Agung P., Sp.PD, M.Kes. FINASIM.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2021
HALAMAN PENGESAHAN Referensi Artiekel ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Referensi Artikel dengan judul : MANAJEMEN GOUT ARTHRITIS Selasa, 15 Juni 2021 Disusun oleh : Thomas Gilang Andaru Salsabilla Karunia Rahmah Bayu Hendro Pramudyo
G992003145 G992102051 G992102013
Mengetahui dan Menyetujui, Pembimbing
dr. Nurhasan Agung P., Sp.PD, M.Kes. FINASIM.
BAB I PENDAHULUAN Gout merupakan penyakit inflamatorik arthritis yang paling sering dijumpai. Gout terjadi akibat hiperurisemia, yaitu peningkatan kadar asam urat pada serum yang menyebabkan supersaturasi asam urat pada jaringan tubuh. Studi terbaru menunjukkan prevalensi dan insidensi gout yang bervariasi bergantung pada populasi studi dan metode penelitian yang digunakan dengan range prevalensi 4 minggu sejak timbul episode simtomatik (atau selama fase interkritikal) Analisis cairan sinovial pada sendi atau bursa yang terlibat Pencitraan Bukti pencitraan deposisi urat pada sendi atau bursa simptomatik: ditemukan double contour sign positif pada ultrasound atau DECT menunjukkan adanya deposisi urat Bukti pencitraann kerusakan sendi akibat gout: radiografi konnvensional pada tangan dan/atau kaki menunjukkan minimal 1 erosi
Ditemukan tofus
4
< 4 mg/dL (60 ml/menit/1.73m2 tidak perlu penyesuaian dosis. Pada
pasien dengan bersihan kreatinin < 60 ml/menit, dosis obat diberikan sesuai dengan bersihan kreatinin.
Perubahan Gaya Hidup Untuk mendapatkan hasil yang optimal, gout membutuhkan tata laksana farmakologi dan non farmakologi. Tatalaksana non farmakologi meliputi edukasi pasien, perubahan gaya hidup dan tatalaksana terhadap penyakit komorbid antara lain hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mellitus (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018). 1. Diet Faktor yang menyebabkan timbulnya gout pada seseorang diantaranya faktor genetik, konsumssi obat-obatan tertentu (contoh: diuretik), berat badan berlebih (overweight), gangguan fungsi ginjal, dan gaya hidup yang tidak sehat. a. Pembatasan asupan purin. Pada pasien gout, perlu dihindari makanan tinggi purin dengan nilai biologik yang tinggi seperti hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi dan pembatasan konsumsi daging sapi, domba, babi dan makanan laut tinggi purin (sardine, kelompok shellfish) (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018). Studi menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan konsusi purin dengan risiko serangan gout. Namun, sebuah penelitian randomized clinical trial menunjukkan tidak terdapat penurunan kadar asam urat serum pada pasien yang diedukasi mengenai pembatasan konsumsi makanan tinggi purin bila dibandingkan dengan pasien dengan diet normal (FitzGerald et al., 2020). b. Pembatasan konsumsi alkohol. Penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar asam urat serum sebesar 1.6 mg/dL pada pasien yang tidak mengkonsumsi
atau
mengurangi
masukan
akohol
dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan pembatasan konsumsi alkohol. Konsumsi > 1 – 2 porsi minuman beralkohol dalam 24 jam berhubungan dengan
peningkatan risiko serangan gout hingga 40% bergantung pada dosis . c. Pembatasan konsumsi sirup jagung tinggi fruktosa. Konsumsi 1 gm fruktosa/kgBB meningkatkan konsentrasi asam urat serum hingga 1 – 2 mg/dL dalam jangka waktu jam. Fruktosa dapat ditemukan pada sirup jagung, pemanis pada minuman ringan dan jus buah (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018; FitzGerald et al., 2020). d. Konsumsi vitamin C, dairy product seperti susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan kopi menurunkan risiko serangan gout (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018). 2. Latihan Fisik Latihan fisik dapat dilakukan secara rutin sebanyak 3 – 5 kali seminggu selama 30 – 60 menit. Olahraga yang dilakukan dapat meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan ketahanan kardiovaskular. Olahraga bertujuan untuk menjaga berat badan
yang
ideal
dan
menghindari
metabolisme
yang
menjadi
komorbid
terjadinya gout
gangguan
(Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2018). Sebuah studi menunjukkan penurunan berat badan rerata 5 kg menghasilkan penurunan kadar asam urat serum sebesar 1.1 mg/dL. Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko gout, bukan risiko terjadinya serangan gout rekuren. Namun, penurunan BMI sebesar > 5% diasosiasikan dengan penurunan kemungkinan terjadinya serangan rekuren sebesar 40% (FitzGerald et al., 2020). 3. Lain-lain Disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018).
BAB III PENUTUP
Gout merupakan suatu penyakit sistemik yang merupakan akibat dari deposisi monosodium urate crystals (MSU) pada jaringan. Hiperurisemia merupakan penyebab utama terjadinya Gout Arthritis. Beberapa kondisi yang
dapat
mengakibatkan
terjadinya
hiperurisemia
adalah
overproduction dan underexcretion. Peningkatan produksi asam urat dapat dikarenakan diet tinggi purin seperti daging, seafood, dan bir. Selain itu juga dapat disebabkan oleh endogenous purine synthesis, purine salvage, dan purine breakdown. Patogenesis gout arthritis dimulai oleh aktivasi awal monosit dan sel mast diikuti oleh neutrofil. Prinsip umum penatalaksanaan gout Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus mendapat informasi yang memadai tentang penyakit gout dan tatalaksana yang efektif, diberi nasehat mengenai modiϐikasi gaya hidup, dan secara sistematis harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan penapisan untuk penyakit komorbid.
DAFTAR PUSTAKA Fenando A, Widrich J. Gout. [Updated 2020 Dec 23]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546606/ Feng, X., Li, Y., & Gao, W. (2015). Prophylaxis on gout flares after the initiation of urate-lowering therapy: a retrospective research. International journal of clinical and experimental medicine, 8(11), 21460–21465 FitzGerald, J. D. et al. (2020) ‘2020 American College of Rheumatology Guideline for the Management of Gout’, Arthritis Care and Research, 72(6), pp. 744–760. doi: 10.1002/acr.24180. Perhimpunan Reumatologi Indonesia (2018) Rekomendasi Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout. Pillinger, M. H. and Mandell, B. F. (2020) ‘Therapeutic approaches in the treatment of gout’, Seminars in Arthritis and Rheumatism. Elsevier Inc., 50(3), pp. S24–S30. doi: 10.1016/j.semarthrit.2020.04.010. Qurie A, Bansal P, Goyal A, et al. Allopurinol. [Updated 2020 Jul 4]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499942/ Ragab, G., Elshahaly, M. and Bardin, T. (2017) ‘Gout: An old disease in new perspective – A review’, Journal of Advanced Research. Cairo University, 8(5), pp. 495–511. doi: 10.1016/j.jare.2017.04.008. Rees, F., Hui, M., & Doherty, M. (2014). Optimizing current treatment of gout. Nature Reviews Rheumatology, 10, 271-283. Richette,
P.
et
al.
(2017)
‘2016
updated
EULAR
evidence-based
recommendations for the management of gout’, Annals of the Rheumatic Diseases, 76(1), pp. 29–42. doi: 10.1136/annrheumdis-2016-209707. Yip, K., Cohen, R. E. and Pillinger, M. H. (2020) ‘Asymptomatic hyperuricemia: Is It really asymptomatic?’, Current Opinion in Rheumatology, 32(1), pp. 71–79. doi: 10.1097/BOR.0000000000000679.