Referat Skizofrenia Paranoid [PDF]

  • Author / Uploaded
  • noir
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



BAB I PENDAHULUAN I.



Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai suatu gangguan psikotik, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Pada awalnya, Benedict Morel (1809-1926), seorang dokter psikiatrik dari Perancis, menggunakan istilah dẻmence prẻcoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan. Kemudian, Emil Kreaplin (1856-1926) yang menerjemahkan istilah dẻmence prẻcoce menjadi demensia prekoks yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif (demensia) dan awitan dini (prekoks) yang nyata. Istilah skizofrenia itu sendiri mulai dicetuskan oleh Eugen Bleuler (1857-1939) sebagai pengganti demensia prekoks. Bleuler mengidentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A, antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikotik yang paling sering terjadi. Gangguan ini dapat terjadi baik pada wanita (usia awitan 25 - 35 tahun) maupun pria (usia awitan 15 - 25 tahun). Skizofrenia sendiri adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi. Seorang pasien dapat dikatakan pasien skizofrenia bila manifestasi klinis yang terjadi sudah selama 1 (satu) bulan (berdasarkan PPDJI-III). Gejala yang ditimbulkan pada pasien skizofrenia mencangkup beberapa fungsi, seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah (waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan aktivitas motorik (katatonik atau hyperactive behavior), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu merasakan kesenangan (anhedonia sehingga menyebabkan afek datar). Akan tetapi, kesadaran dan kemampuan intelektual pada pasien masih dapat dipertahankan, meskipun terjadi defisit kognitif. Terdapat beberapa klasifikasi atau subtipe skizofrenia yang diklasifikasikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), salah satunya adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid merupakan subtipe pada skizofrenia yang paling umum, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat. Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



1



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



untuk menghilangkan gejala. Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri.



BAB II ISI 2.1



DEFINISI Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.1 Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis,



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



2



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



menurut gejala utama yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid.9 Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat. 1,2,7 Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid.6 2.2



SEJARAH Besarnya masalah klinis skizofrenia, secara terus-menerus telah menarik perhatian tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Tokoh-tokoh tersebut, yaitu:3,4  Benedict Morel (1809-1926), seorang dokter psikiatrik dari Perancis, menggunakan istilah dẻmence prẻcoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja  



yang mengalami perburukan. Karl Ludwig Kahlbaum (1828-1899) menggambarkan gejala katatonia Ewold Hacker (1843-1909) menulis mengenai perilaku aneh atau kacau (bizzzare) pada pasien dengan hebefrenia.







Emil Kraepelin (1856-1926) Emil Kraepelin merupakan seorang ahli kedokteran jiwa di kota Munich (Jerman) dan ia mengumpulkan gejala-gejala serta sindrom, menggolongkannya ke dalam satu kesatuan dan menerjemahkan istilah dẻmence prẻcoce dari Morel menjadi demensia prekoks, suatu istilah yang menekankan proses kognitif atau kemunduran inteligensi (demensia) dan awitan dini atau sebelum waktunya (prekoks) yang nyata dari gangguan ini.3,4,9 Pasien dengan demesia prekoks digambarkan memiliki perjalanan penyakit yang memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum berupa halusinasi dan waham. Dimana, demensia prekoks terkait dengan konsep saat ini tentang skizofrenia. 2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya.9



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



3



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Gambar 1. Emil Kraepelin (1856-1926).4 4



Sumber : Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.







Eugen Bleuler (1857-1939) Pada tahun 1911, Eugen Bleuler seorang psikiatri dari swiss mengajukan istilah “skizofrenia” dan istilah tersebut menggantikan “demensia prekoks” di dalam literatur, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan, dan perbuatan (schizos = pecah belah atau bercabang, phren = jiwa).9 Bleuler menggambarkan gejala fundamental (atau primer) spesifik untuk skizofrenia, termasuk suatu gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Jadi terdapat empat A dari Bleuler yang terdiri dari asosiasi, afek, autisme dan ambivalensi. Bleuler juga menggambarkan gejala pelengkap (sekunder), yang termasuk halusinasi dan waham, gejala yang telah menjadi bagian penting dari pengertian Kraepelin tentang gangguan.



Gambar 2. Eugen Bleuler (1857 - 1939).4



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



4



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Sumber : 4Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.



2.3



EPIDEMIOLOGI Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Menurut DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik.3 Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi, biasanya bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas sosial.3,7 Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya adalah 25 sampai 35 tahun.4,7 Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia pria.3



2.4



ETIOLOGI Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 1,7 Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut: 2.4.1 Faktor Neurobiologis 2.4.1.1 Faktor Genetika Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga.7 Penelitian tentang adanya pengaruh genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



5



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7 Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi perkembangan otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia. 2 Pada penelitian anak kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang menderita skizofrenia akan lebih tinggi pada kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering dibandingkan kembar dizigotik).7 Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen resesif.9 Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak. Angka presentasi terjadinya skizofrenia dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Hubungan Populasi umum Kembar monozigotik Kembar dizigotik Saudara kandung skizofrenia Orang tua Anak dari salah satu orang tua



Presentasi Terjadinya Skizofrenia 1% 40 - 50 % 10 - 15 % 10 % 5% 10 - 15 %



skizofrenia Anak dari kedua orang tua



30 - 40 %



skizofrenia Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan.2,7 Sumber : 2At A Glance Psikiatri. Edisi 4. Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Hal 19. 7 Buku Ajar Psikiatri FK Universitas Indonesia. Edisi 2. Skizofrenia. Hal 180.



2.4.1.2 Faktor Neuroanatomi Struktural Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya. 4 Gangguan pada sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi. Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



6



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,7 2.4.1.3 Faktor Neurokimia Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis dopamin).1,4 Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor dopamin. 2.4.2 Faktor Psikososial 2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.7 Pasien skizofrenia sering



tidak



“dibebaskan”



oleh



keluarganya.



Beberapa



peneliti



mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar untuk kambuh.2,7 2.4.2.2 Faktor Stressor Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala akut.2 2.5



MANIFESTASI KLINIS Pada DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.4 Skizofrenia paranoid secara klasik ditandai oleh adanya waham persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran.



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



7



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Pada pasien skizofrenia tipe paranoid, menunjukkan regresi kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain.(4) Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.4 Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0) didominasi oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6  Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu melawan 



dia Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio atau koran terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas waham, isi pikiran







tersebut dikenal sebagai ideas of reference Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai misi khusus;



    



misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias Waham perubahan tubuh Waham cemburu Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan, sensasi somatik seksual atau sensasi somatik lainnya



2.6



PATOFISIOLOGI Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada dopamin yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid (GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik. Neuroanatomi dari jalur neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



8



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Gambar 3. Terdapat 5 (lima) jalur dopamin pada otak.12 Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 26.



Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu:12 a.



Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke batang otak menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini memiliki fungsi berhubungan dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis, dan perilaku emosional. Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan menyebabkan gangguan berupa gejala positif seperti waham dan halusinasi;



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



9



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan gejala positif.12 Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 27.



b.



Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks prefrontal. Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan diri, dan aktifitas kognisi. Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan menyebabkan gangguan berupa gejala negatif dan kognitif pada skizofrenia. Jalur mesokortikal terdiri dari mediasi gejala kognitif (dorsolateral prefrontal cortex / DLPFC ) dan gejala afektif (ventromedial prefrontal cortex / VMPFC) skizofrenia.12



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



10



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Gambar 5. Jalur mesokortical dopamin pada otak 12 12



Sumber : Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 29.



c.



Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari dopamin otak. Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia atau striatum (kauda dan putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal. Dopamin



pada



jalur



nigrostriatal



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



berhubungan



11



dengan



efek



neurologis



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



(Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan antipsikotik tipikal / APG-I (Dopamin D2 antagonis).



Gambar 6. Jalur nigrostriatal dopamin pada otak.12 12



Sumber : Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.



d.



Jalur Tuberoinfundibular: organisasi dalam hipotalamus dan memproyeksikan pada anterior glandula pituitari. Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam fungsi endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol temperatur, pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik mempunyai efek samping pada fungsi ini dimana terdapat gangguan endokrin.



Gambar 7. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak.12



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



12



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Sumber : 12 Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.



e.



Jalur Thalamus : Jalur kelima berasal dari berbagai tempat, termasuk periaqueductal gray, ventral mesencephalon, hypothalamus nukleus, nukleus parabrachial lateral, yang berproyeksi ke thalamus. Namun, fungsinya masih belum diketahui.12 Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiologi dari skizofrenia



adalah hipotesa dopamin. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan kemampuannya menghambat dopamin (D2) reseptor.



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



13



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Gambar 8. Hipotesis dopamin pada skizofrenia.12 Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 34.



2.7



KRITERIA DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM-IVTR atau ICD-X. Berdasarkan DSM-IV, kriteria pasien skizofrenia, yaitu:7 1. Berlangsung paling sedikit enam bulan 2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna, yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi 3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut 4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autisme, atau gangguan organik. Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang paling menonjol.7 Berdasarkan PPDGJI-III, maka pedoman diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0), yaitu :5  



Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Sebagai tambahan :  Halusinasi dan/atau waham harus menonjol a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing); b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol; c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas  Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol



2.8



DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid adalah gangguan psikotik lain, dapat berupa gangguan skizofreniform dan gangguan skizoafektif. Pada gangguan



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



14



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



skizofreniform, gejalanya sama dengan skizofrenia, namun berlangsung sekurangkurangnya 1 bulan, tetapi kurang dari 6 bulan. 3 Pada pasien dengan skizofreniform, akan kembali ke fungsi normal ketika gangguan hilang. Bila suatu sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, maka hal itu adalah gangguan skizoafektif, yang mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif (gangguan mood).3 2.9



PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental).2,9 Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah. 9 Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia paranoid dapat berupa penatalaksanaan non-farmakologis dan farmakologis. 2.9.1 PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS  Rawat Inap / Hospitalisasi Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di rumah sakit.6 Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.4 Rawat inap diindikasikan terutama untuk :1,3 1. Tujuan diagnostik 2. Stabilisasi pengobatan 3. Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan, maupun mengancam lingkungan sekitar 4. Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya, termasuk, ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang dan papan 5. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun lingkungan 6. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



15



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem pendukung komunitas merupakan tujuan utama rawat inap.3 Rawat inap dan layanan rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk memaksimalkan kemandirian pasien (contohnya dengan melatih keterampilan hidup sehari-hari), karena pada pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala negatif dan kognitif) mungkin tidak dapat hidup mandiri.2 Setelah keluar dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di follow-up teratur oleh ahli psikiatri.6 



Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi) Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke masyarakat.9 Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam membantu pasien mengatasi waham dan halusinasi yang menetap. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi ekspresi emosi yang berlebihan dan terbukti efektif mencegah kekambuhan.2 Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.9 Hal ini dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri dan terapi ini sangat penting dalam menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya.2 Penting sekali untuk menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga.1



2.9.2 PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS  Pemberian obat-obat anti-psikosis Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom psikosis fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama. Pengobatan anti-psikosis diperkenalkan awal tahun 1950-an.3 Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau kronis) dan efek samping obat.8,9 Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat pengobatan simtomatik.13 Obat anti-psikosis efektif mengobati “gejala positif” pada episode akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity) dan mencegah



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



16



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



kekambuhan.2,9 Obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan dan tidak skizofrenia.3 Pengobatan dapat diberikan



menyembuhkan



secara oral,



intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka panjang.2 Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia, pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau antipsikosis tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.9



Gambar 9. Sifat obat antipsikotik konvensional adalah kemampuan mereka untuk memblokir reseptor dopamin D2 khususnya di jalur dopamin mesolimbik. Sehingga akan mengurangi hiperaktivitas pada jalur dopamin mesolimbik dan mengurangi gejala positif. Sumber : 11Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4th Edition. http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf



Mekanisme neurotransmitter



kerja



obat



dopamine



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



anti-psikosis yang



berkaitan



meningkat



17



dengan



(Hiperaktivitas



aktivitas sistem



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



dopaminergik sentral).8 Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. 8 Obat anti-psikosis dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:3,4,7 1. Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi I (APG-I) Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau tipikal. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat.13 Oleh karena kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih efektif untuk gejala positif, contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan untuk terapi gejala negatif.1,8,10 Obat antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua kekurangan utama, yaitu : a. Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal b. Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor. Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam satu dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang stabil dan telah menyesuaikan dengan efek samping apa pun.10 Prototip kelompok obat APG-I adalah klorpromazin (CPZ), hal ini dikarenakan obat ini sampai sekarang masih tetap digunakan sebagai antipsikosis, karena ketersediannya dan harganya murah.13



Nama Generik



Nama Dagang



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



Sediaan



18



Dosis Anjurkan



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg 150 - 600 mg/hari Promactil Tab. 100 mg Meprosetil Tab. 100 mg Cepezet Tab. 100 mg Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 - 15 mg/hari Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari Thioridazine Melleril Tab. 50 - 100 mg 150 - 300 mg/hari Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 mg 5 - 15 mg/hari Dores Tab. 1,5 mg Serenace Tab. 0,5 - 1,5 mg Haldol Tab. 2 - 5 mg Govotil Tab. 2 - 5 mg Lodomer Tab 2 - 5 mg Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2 - 4 mg/hari Tabel 2. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran (yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8 Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi 3. Hal 14.



Obat



CPZ



merupakan



golongan



derivate



phenothiazine



yang



mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek esktrapiramidal / EPS).13 Semua obat APG-I dapat menimbulkan efek samping EPS (ekstrapiramidal), seperti distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson (tremor, bradikinesia, rigiditas).8 EFek samping ini dibagi menjadi efek akut, yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau mingguminggu awal pertama pemberian obat, sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat.7 Oleh karena itu, setiap pemberian obat APG-I, maka harus disertakan obat trihexyphenidyl 2 mg selama 2 minggu sebagai obat antidotum. 2. Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II (APG-II) Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



19



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



symptom).13 Obat APG-II disebut juga obat anti-psikosis baru atau atipikal. Standar emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi pasien skizofrenia adalah APG-II. Obat APG-II memiliki efek samping neurologis yang lebih sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan efektif terhadap kisaran gejala psikotik yang lebih luas.10 Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap “Dopamine D2 Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga berafinitas terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-dopamine antagonist), sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi) maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik diri).1,8



Nama Generik Sulpride Clozapine



Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan Dogmatil Forte Tab. 200 mg 300 - 600 mg/hari Clorazil Tab. 25 - 100 mg 25 - 100 mg/hari Sizoril Tab. 25 - 100 mg Olanzapine Zyprexa Tab. 5 - 10 mg 10 - 20 mg/hari Quetiapine Seroquel Tab. 25 - 100 mg 50 - 400 mg/hari Zotepine Lodopin Tab. 25 - 50 mg 75 - 100 mg/hari Risperidone Risperidone Tab 1 - 2 - 3 mg 2 - 6 mg/hari Risperidal Tab. 1 - 2 - 3 mg Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg Aripiprazole Abilify Tab. 10 - 15 mg 10 - 15 mg/hari Tabel 3. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran (yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8 Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi 3. Hal 14-15.



Apabila pada pasien skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau), maka obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan.8 2.10 PROGNOSIS



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



20



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi mental). 9 Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit yang mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery).9 Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghilangkan gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri. 2 Kira-kira 50 persen dari semua pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena bunuh diri selama periode follow-up 20 tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita sama-sama mungkin untuk melakukan bunuh diri.



Prognosis Baik



Prognosis Buruk



Onset lambat Faktor pencetus yang jelas Onset akut Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan



Onset muda Tidak ada faktor pencetus Onset tidak jelas Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan



pramorbid yang baik Gejala gangguan



mood



pramorbid yang buruk (terutama Perilaku menarik diri, autistik



gangguan depresif) Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda Riwayat keluarga gangguan mood (tidak Riwayat keluarga skizofrenia ada keluarga yang menderita skizofrenia) Sistem pendukung yang baik (terutama dari Sistem pendukung yang buruk untuk keluarga) untuk kesembuhan pasien Gejala positif Jenis kelamin perempuan



kesembuhan pasien Gejala negatif Tanda dan gejala neurologis Riwayat trauma perinatal Tidak ada remisi dalam tiga tahun Sering timbul relaps Riwayat penyerangan Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.3



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



21



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



Sumber : 3Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Hal 156.



BAB III KESIMPULAN 3.1 KESIMPULAN Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk. Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala utam yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat. Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid. Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental). Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah. Terapi yang diberikan dapat dengan non-formakologi (rawat inap dan terapi psikososial) melalui keluarga dan lingkungannya dan farmakologi dengan pemberian obat anti-psikosis tipikal (APG-I) atau anti-psikosis atipikal (APG-II) berdasarkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat).



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



22



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



DAFTAR PUSTAKA 1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3. 2. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21. 3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:147-68. 4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher. 2010:699-744. 5. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham : Skizofrenia (F20). Editor : Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:46-8. 6. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan Frans Dany. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2013:147-50. 7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98. 8. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22. 9. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2009:259-81. 10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502. 11. Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4 th Edition. Diunduh dari : http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf 12. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge University Press. 2008:26-34.



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



23



REFERAT – SKIZOFRENIA PARANOID



13. Psikotropik. Editor : Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007:161-9.



INDRI SUTANTI (FK YARSI – 110.2009.141)



24