Refka Tinea Corporis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS



Maret, 2017



TINEA KORPORIS



Disusun Oleh:



Evydeline Christy Karsita N 111 16 065



PEMBIMBING KLINIK dr. Diany Nurdin, Sp.KK, M.Kes



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2017



STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD UNDATA PALU



I.



IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny.S



Umur



: 52 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Alamat



: Jl. Trans Sulawesi



Agama



: Islam



Pekerjaan



: IRT



Tanggal pemeriksaan : 27 Februari 2017



II.



ANAMNESIS 1) Keluhan utama: Gatal-gatal pada bagian perut 2) Riwayat penyakit sekarang: Seorang perempuan usia 52 tahun datang ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata dengan keluhan gatal-gatal pada bagian perut. Hal ini sudah dialami pasien sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Gatal dirasakan terus menerus dan bertambah gatal jika pasien beraktivitas dan berkeringat. Karena rasa gatal tersebut pasien sering menggaruk perutnya. Menurut pasien, awalnya hanya terdapat bintik kemerahan yang berisi air dan terasa gatal. Bintik kemerahan awalnya hanya berukuran kecil lalu kemudian membesar dan terkelupas. Tidak ada bagian tubuh lain yang mengalami gatal dan kemerahan seperti yang dikeluhkan. Paisen sering memberikan bedak pada bagian yang gatal tersebut. Pasien belum pernah melakukan pengobatan. Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap makanan



1



tertentu ataupun obat-obatan tertentu. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus. 3) Riwayat penyakit dahulu: Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini. 4) Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.



III.



PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis 1) Keadaan umum



: Sakit ringan



2) Status Gizi



: Baik



3) Kesadaran



: Komposmentis



Tanda-tanda Vital Nadi



: 83 kali/menit



Respirasi



: 16 kali/menit



Suhu



: Tidak dilakukan pemeriksaan



Status Dermatologis Ujud Kelainan Kulit : Kepala



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



Wajah



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



Leher



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



Perut



:



Terdapat plak eritematosa yang berbatas tegas berukuran plakat berbentuk lonjong dan soliter, dengan sedikit skuama disertai central healing dan tepi lesi aktif pada regio lumbal abdomen dextra



Punggung



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



Dada



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



2



IV.



Bokong



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



Genitalia



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



Ekstremitas atas



:



Tidak terdapat Ujud KelainanKulit



Ekstremitas bawah



:



Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit



GAMBAR



3



Gambar 1 Terdapat plak eritematosa yang berbatas tegas berukuran plakat berbentuk lonjong dan soliter, dengan sedikit skuama disertai central healing dan tepi lesi aktif pada regio lumbal abdomen dextra.



V.



PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan mikroskopik secara langsung dengan menggunakan KOH 10% memberikan hasil positif yaitu terdapat hifa ( dua garis lurus sejajar transparan, bercabang dua atau dikotom dan bersepta)



4



VI.



RESUME Seorang perempuan datang ke Poliklinik dengan keluhan keluhan gatal pada bagian perut sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Gatal bertambah jika pasien berkeringat. Pasien sering menggaruk perutnya dan memberikan bedak pada bagian yang gatal. Menurut pasien, awalnya hanya terdapat bintik kemerahan yang berisi air dan terasa gatal. Bintik kemerahan awalnya hanya berukuran kecil lalu kemudian membesar dan terkelupas. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus. Pada pemeriksaan dermatologis terdapat plak eritematosa yang berbatas tegas berukuran plakat berbentuk lonjong dan soliter, dengan sedikit skuama disertai central healing dan tepi lesi aktif pada regio lumbal abdomen dextra.



VII.



DIAGNOSIS KERJA Tinea Corporis 5



VIII. DIAGNOSIS BANDING a. Dermatitis Numularis b. Pitriasis Rosea



IX.



PENATALAKSANAAN 1. Non-medikamentosa a. Edukasi tentang penyakit dan cara penggunaan obat secara teratur b. Mengganti pakaian apabila berkeringat c. Tidak menggunakan pakaian yang ketat d. Menghindari pemakaian sprei, handuk, alat mandi, pakaian dengan orang lain 2. Medikamentosa Topikal : Miconazole 2% 2x sehari selama 3 minggu Sistemik : Ketokonazol tablet 200 mg selama 2 minggu Cetirizin 10 mg 1x1 (diminum jika merasa gatal)



X.



PROGNOSIS Quo ad vitam



: ad bonam



Quo ad fungtionam



: ad bonam



Quo ad sanationam



: ad bonam



Quo ad Cosmeticam : ad bonam



XI.



PEMBAHASAN Seorang perempuan usia 51 tahun datang ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata dengan keluhan gatal-gatal pada bagian perut. Hal ini sudah dialami pasien sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Gatal dirasakan terus menerus dan bertambah gatal jika pasien berkeringat. Karena rasa gatal tersebut pasien sering menggaruk perutnya. Menurut pasien, awalnya hanya terdapat bintik kemerahan yang berisi air dan terasa 6



gatal. Bintik kemerahan awalnya hanya berukuran kecil lalu kemudian membesar dan terkelupas. Tidak ada bagian tubuh lain yang mengalami gatal dan kemerahan seperti yang dikeluhkan. Paisen sering memberikan bedak pada bagian yang gatal tersebut. Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu ataupun obat-obatan tertentu. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus. Pada pemeriksaan dermatologis terdapat plak eritematosa yang berbatas tegas berukuran plakat berbentuk lonjong dan soliter, disertai central healing dan tepi lesi aktif pada regio lumbal abdomen dextra. Pada pemeriksaan penunjang yang dengan KOH 10% tampak hifa. Tinea corporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin). Definisi dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Jamur ini dapat menginvasi seluruh lapisan stratum korneum dan menghasilkan gejala melalui aktivasi respons imun pejamu. Etiologi tersering dari penyakit ini yaitu Trichophyton rubrum dan yang lainnya dapat disebabkan pula oleh T.tonsurans dan M. Canis.1,2 Kejadian infeksi tinea lebih tinggi di daerah tropis, iklim lembab hangat yang diketahui dapat mendorong pertumbuhan jamur. Kasus tinea korporis lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak dan daerah pemuiman padat. Sering disertai rasa gatal. Tinea corporis dapat ditransmisikan langsung dari orang yang terinfeksi atau hewan. Anak-anak yang lebih sering kontak dengan pathogen misalnya M.canis dari anjing atau kucing. Pakaian dan iklim yang lembab juga menciptakan daerah pertumbuhan jamur. 2,3 Presentasi klasik dari Tinea corporis berupa lesi anular atau plak serpigenosa dengan eritematosa dan perbatasan bersisik, plak eritromatosa polisiklik dengan skuama pada perbatasan,. Tinea corporis khas



7



mempunyai bagian tepi yang meradang, sedangkan bagian tengah bersih, tetapi penampakan seperti itu jarang ditemukan. 2,3 Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu. Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi.3 Patofisiologi timbulnya manifestasi penyakit kulit pada penderita DM belum sepenuhnya diketahui. Menurut Djuanda, kadar gula kulit merupakan 55% kadar gula darah pada orang biasa. Pada penderita DM, rasio meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55 %. Gula kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis. Hal tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel), dan infeksi jamur . Keadaan-keadaan ini dinamakan diabetes kulit. Kondisi hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme sistem imunoregulasi. Hal ini menyebabkan menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel leukosit sehingga kulit lebih rentan terkena infeksi.4 Tatalaksana medikamentosa pada kasus dberikan obat golongan ini menghambat pertumbuhan jamur dengan menghambat enzim pertumbuhan pada jamur. Obat golongan azole ini umumnya dipakai untuk mengatasi infeksi



jamur



C.neoformans,



C.albicans,



C.tropicalis,



C.parapsilosis,



golongan



blastomyces,



golongan



C.glabrata, histoplasma,



Coccidioides, dan jamur lainnya. Dalam penelitian dibuktikan bahwa jamur jenis C.krusei dan mucorymycosis sudah kebal terhadap obat jenis ini. Ketoconazole umumnya digunakan untuk mengatasi infeksi jamur pada kulit badan, pada lipatan kulit, pada kaki, untuk mengatasi panu, dan



8



juga



sering



dipakai



untuk



mengatasi



ketombe.



dikontraindikasikan pada mereka yang diketahui



Ketoconazole alergi terhadap



komponen ketoconazole, ibu hamil dan menyusui karena obat ini ditemukan dalam ASI, obat ini juga dikontraindikasikan pada mereka dengan gangguan jantung terutama pada yang menggunakan obat – obatan yang mempengaruhi irama jantung. Saat ini ketoconazole telah banyak digantikan dengan itraconazole karena efek supresi hormonnya lebih rendah. Di tempat tertentu masih sering digunakan ketoconazole karena lebih murah dan mudah didapat. 5 Cetirizin merupakan obat antihistamin selektif, generasi 2 yang memiliki efek sedative rendah dan mempunyai sifat tambahan sebagai anti alergi. Pada pasien diberikan cetirizin untuk mengurangi gatal. 6



9



DAFTAR PUSTAKA



1. Harahap Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates;2000 2. Goldsmith et all (2013). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Volume One. United States. McGraw Hill.



3. FKUI. Dermatomukosis Superfisialis. Jakarta. FKUI;2013 4. Saskia TI. Mutiara H. Infeksi Jamur pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.4(8);2015



5. Weinstain & Berman. Topical Treatment of Common Superficial Tinea Infection : American Family Physician. 2002 ; 6 (10) : 8



6. Kasim F. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 48. Jakarta : PT ISFI;2013



10