REFLEKSI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang di karuniai akal pikiran dalam memandang proses perkawinan itu adalah sesuatu yang sakral dalam ajaran agama dan kepercayaan. Sedangkan hewan membutuhkan proses perkawinan itu sebagai alat berkembang biak saja dalam memperbanyak keturunan. Manusia juga adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, saling berinteraksi hingga timbul rasa saling peduli, saling menyayangi, saling mencintai dan berkeinginan untuk hidup bahagia serta memperbanyak keturunan dengan melangsungkan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu hal yang religius di mana suatu hubungan antara dua insan manusia yaitu laki – laki dan perempuan yang telah dewasa memiliki hasrat untuk bersatu dan berjanji dalam ikatan yang suci sebagai suami isteri untuk membentuk keluarga yang bahagia serta memperbanyak keturunan.



1



namun dalam dunia modern saat ini pernikahan tidaklah



menjadi penting lagi sebab dengan tinggal bersama dalam satu atap (rumah) dengan dasar saling mencintai sudah cukup tampah perlu ada dalam satu ikatan pernikahan. Dan hal ini sedang marak terjadi di dalam kalangan anak muda saat ini yang kita kenal dengan istilah Kumpul kebo (Kohabitasi). Dalam kamus besar bahasa inidonesia kumpul kebo atau bisa disebut kumpul kerbau dalam bahasa Indonesia adalah suatu perbuatan asusila yaitu berhubungan badan atau hidup seperi hal nya suami istri antar perempuan dan laki- laki yang dikehendaki keduanya tanpa ikatan pernikahan.2 Perbuatan kumpul kebo (yang selanjutnya akan di sebut dengan kohabitas) merupakan hal yang tidak dibenarkan, karena kohabitasi merupakan cara yang salah dalam menjalin hubungan antara laki- laki dan perempuan. Selain itu, manusia diciptakan sebagai makhluk yang berakal budi serta berpasang-pasangan untuk saling melengkapi. Akal pikiran inilah yang seharusnya digunakan manusia untuk berpikir dalam setiap tindakannya. Termasuk dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Antara laki- laki dan perempuan merupakan kedua makhluk yang saling membutuhkan dan melengkapi. Proses interaksi laki- laki dan perempuan telah diatur dalam perundang- undangan dan aturan lainnya sehingga legalitas interaksinya diakui oleh agama maupun negara. Perkawinan merupakan upaya untuk melegalkan hubungan laki- laki dan perempuan secara sah sehingga mereka sah melakukan apapun termasuk tinggal satu atap dengan pasangan.3 Dalam kenyataan saat ini di daerah kos-kosan, banyaknya mahasiswa yang melakukan kebiasaan tersebut tanpa memikirkan dampaknya. Beberapa orang memberi alasan bahwa pengaturan hidup bersama cukup masuk akal, karena ini memungkinkan pasangan tersebut saling mengenal dengan baik sebelum memasuki ikatan perkawinan yang lebih permanen. Keuntungan 1



Myles Munroe, The purpose and power of love marriage, (Jakarta: Immanuel publishing house, 2006) hal 17. Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: balai pustaka, 1985), hal.1155. 3 PSHM dalam Poedjawiyatna, Etika filsafat tingka laku. (Jakarta: Rineka cipta, 1996), hlm 69 2



lain yang diajukan oleh beberapa orang: ini memungkinkan pasangan tersebut mengurangi pengeluaran dengan menanggung bersama ongkos sewa; ini membuat mereka hidup mandiri dari orang tua mereka; ini menyediakan persahabatan yang dibutuhkan, termasuk hubungan seksual. Namun demikian, ada satu sanggahan yang kuat terhadap kumpul kebo tanpa perkawinan yaitu: Pihak mana pun dapat mengakhiri pengaturan ini kapan saja hanya dengan meninggalkan pihak lainnya. Kenyataannya harian Perancis Le Monde melaporkan bahwa di Swedia dan Norwegia, separuh dari hubungan kumpul kebo tidak bertahan sampai dua tahun, dan dari 60 sampai 80 persen berakhir dalam kurang dari lima tahun. Belum ada penelitian yang dilakukan di kota Ambon terhadap perbuatan kohabitasi ini. Namun berdasarkan pengamatan, dapat dilihat bahwa cukup banyak mahasiswa/mahasiswi di Kota Ambon yang melakukan kebiasaan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi kasus Praktek kumpul kebo (Kohabitasi) yaitu hidup sebagai suami istri tetapi tidak diikat oleh perkawinan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam masyarakat tertentu hal ini dianggap sebagai pelanggaran hukum tetapi hukum sendiri tidak memberikan sanksi yang ketat, hal ini di sebut sebagai notorious cohabitation. Di Indonesia sendiri praktek pasangan yang hidup bersama sebelum menikah disebut sebagai istilah praktek kumpul kebo. Praktek kohabitasi pun di lakukan oleh Klaien penulis ini terjadi akibat keduanya pun mendapat responds yang baik dari keluarga mereka masing-masing. Namun kendati demikian tindakan kohabitasi ini merupakan tindakan yang di larang berdasarkan hukum, namun juga berdasarkan norma-norma sosial yang hidup di dalam masyarakat. Klaien dari penulis berpendapat bahwa tindakan kohabitasi ini di lakukan atas dasar kalien takut dan cemas mengalami kekecewaan yang perna ia rasakan akibat putus cinta dan di tinggalakn oleh mantan kekasinya. Klaien berkeyakinan bahwa dengan memberikan tubuhnya dan apa pun yang ada pada pasangannya maka keduanya sudah terikat dan tak dapat di pisahkan lagi. Factor kedekatan dan berasal dari suatu wilaya yang sama menjadi pendukung hubungan ini, sebab keduanya sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain. Bahkan dari hubungan keduanya ini telah menghasilkan satu orang anak di dalam kehidupan keduanya tampah adanya ikatan pernikahan yang sah. Tekanan pun di alami oleh klaien dari penulis (dalam hal ini sang perempuan LP), dari orang-orang yang mengenal keduanya dalam hal ini mereka yang berasal dari kampung yang sama dari klaien. Dan tak jarang hubungan kedunya menjadi buah bibir dari orang-orang yang berada di kampung halaman klaien. Hal ini ia dengar langsung dari kedua orang tuanya. Tindakan kohabitasi yang di lakukan oleh klaien dari penulis ini



di dukung juga oleh lingkungan di mana keduanya berada (koskosan). Sebab praktik kohabitasi pun marak terjadi di lingkungan klaien, jadi tidak heran apa bila klaien pun ikut terjerumus dalam tindakan ini. sebab lingkungan pun berperan penting dalam membentuk perilaku seseorang. Dari deskripsi kasus di atas maka penulis dalam tulisan ini akan melakukan pendekat dan pendalam akan kasus ini dengan melakukan analisa terhadap data yang di miliki yang bersumber dari percakapan yang telah penulis lakukan dengan klaien.



PEMETAAN MASALAH 1. Faktor sosial -



Lingkungan di mana klaien berada merupakan lingkungan yang biasa di jadikan sebagai praktek kohabitasi atau kumpul kebo.



-



Kurangnya pengawasan dari pejabat setempat (RT/RW)



-



Pemilik kos memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya bagi penghuni kos untuk bertindak sesuai keinginannya



2. Faktor keluarga -



Orang tua tidak memberikan perhatian penuh pada anak dan memberikan kebebasan untuk bertindak dengan alasan sudah dewasa



-



Pratek kumpul kebo dengan tinggal seatap dikehendaki oleh keluarga dengan alsan sekampung halaman



-



Pendidikan karekter dan seks tidak diajarkan di dalam keluarga terhadap anak



Akar masalah: orang tua tidak menjalankan tugas, tanggungjawab serta perannya dengan baik.



ANALISA DATA Analisa sosial Praktek kumpul kebo (Kohabitasi) yaitu hidup sebagai suami istri tetapi tidak diikat oleh perkawinan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam masyarakat tertentu hal ini dianggap sebagai pelanggaran hukum tetapi hukum sendiri tidak memberikan sanksi yang ketat, hal ini di sebut sebagai notorious cohabitation. Di Indonesia sendiri praktek pasangan yang hidup bersama sebelum menikah disebut sebagai istilah praktek kumpul kebo. Secara awam diartikan pasangan yang tinggal serumah namun belum menikah, ini dipersamakan halnya dengan kerbau (binatang) yang hidup dalam satu kandang namun belum menikah. Hal bagi sebagian masyarakat maknai sebagai perbuatan yang negatif karena pola hidup bersama di antara dua orang yang belum menikah dengan orang yang bukan istri atau suaminya sangat identik dengan seks di luar lembaga perkawinan. Oleh karena itulah maka umumnya dugaan terhadap pasangan yang hidup bersama tersebut, dituduh telah melakukan hubungan seksual di luar lembaga perkawinan. Padahal, seharusnya pemenuhan naluri biologis hanya dibenarkan dalam ikatan suami istri.. 4 Kemajuan zaman dan perkembangan budaya yang semakin cepat memang bisa mempengaruhi moral anak muda zaman sekarang. Memang kehidupan orang zaman dulu bisa dikatakan lebih bermoral dibandingkan dengan kaum muda zaman sekarang. Bahkan zaman sekarang telah banyak melahirkan beberapa budaya yang tidak sejalan dengan norma yang berlaku di masyarakat salah satunya adalah telah berkembangnya pergaulan bebas dan akhirnya menjurus pada perilaku seks yang



menyimpang. Banyak anak muda yang memilih untuk tinggal bersama dan melakukan



hubungan selayaknya orang dewasa yang sudah terikat baik dimata agama dan hukum. 5 Hal serupa terjadi pada klaien dari penulis, dimana pratek hidup bersama tampah ikatan pernikahan yang kita sebaut dengan kohabitas (kumpul keboh) dipilih oleh klaien dengan maksud agar keduanya tak saling meningglakan satu sama lain. Namun tindakan ini mendapat respond yang kurang begitu menyenakan dari lingkungan sosial di mana klaien berasal dan bukan dari dimana klaien tinggal. Hal ini terjadi karena tindakan klaien dengan pasanganya telah menjadi buah bibir orang sehingga tersebar luas sampai kepada orang-orang yang berada di kampong halaman klaien. Respon negative di berikan oleh mereka sebab klaien masi ada dalam tahap pendidikan dan belum menyelesaikan studinya, namun telah memiliki anak dari hubungan keduanya. Sedangkan respond yang berbedah di tunjukan oleh lingkungan di mana klaien tinggal saat ini. tindakan ini dianggap 4



R. Mawarni, “ penolakan akan kohabitasi dalam masyarakat berdasarkan norma sosial ” http://repository.unja.ac.id/1779/3/ERA1D012061-BABII.pdf, diakses pada senin 2 desember 2019. 55 Tim Lahaye, kebahagiaan pernikahan Kristen (Jakarta: bpk Gunung Mulia, 2002), hlm 36.



biasa dan baik-baik saja selama keduanya saling mencintai satu sama lain dan dapat menghidupi keduanya, respond ini dapat dimaklumi sebab lingkungan dimana klaien berada merupakan lingkungan yang mempraktekan tindakan kohabitasi. Ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Bimo Walgito yang mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. 6 jadi tidak heran apa bila konsele mendapat respond yang baik dari lingkungan tempat konsele tinggalnya sebab mereka juga turut menjadi bagian yang mempengaruhi tindakan yang di lakukan oleh klaien. Analisis Psikologi Dalam percakapan yang dibangun oleh penulis dengan klaien dapat di lihat pada percakan, bahwa ada rasa cemas yang di ungkapakn oleh klaien dimana ia takut kecewa dan ditinggalakn lagi seperti pengalaman sebelumnya. Ini menunjukan bahwa psikologi klaien berada pada tahap cemas dan takut kehilangan sesuatu dan kecewa akan hal tersebut. Steven Schwartz, mengemukakan pendapat mengenai kecemasan, ia berpendapat bahwa kecemasan berasal dari kata Latin anxius, yang berarti penyempitan atau pencekikan. Kecemasan mirip dengan rasa takut tapi dengan fokus kurang spesifik, sedangkan ketakutan biasanya respon terhadap beberapa ancaman langsung, sedangkan kecemasan ditandai oleh kekhawatiran tentang bahaya tidak terduga yang terletak di masa depan. Kecemasan merupakan keadaan emosional negatif yang ditandai dengan adanya firasat dan somatik



dan tegangan. 7 Dari pengertian kecemasana (anxiety) dari Schwartz, di atas dapat



disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas. Hal inilah yang terjadi pada klaien dari penulis di mana pengalaman di masa lalunya membentuk cara berfikirnya sehingga kecemasan dan ketakutan itu muncul pada dirinya. Untuk itulah menurut konseli pada percakapan, ia mengatakan bahwa tindakn kumpul kebo (kohabitasi) ini ia lakukan atas dasar ketakutan tadi, dengan menyerakan apa berharga pada dirinya maka ia akan terikat dengan pasanganya dan mereka tak akan terpisakan lagi sebab keduanya telah terikat walaupun belum berada pada tahapan pernikahan. Selain rasa cemas dan takut, klaien juga merasa malu akan dirinya terhada tindakan yang ia lakukan, sebab baginya tindakan ini seharusnya tidaklah terjadi. 6



Andreas Soeroso, SOSIOLOGI, ( Jakarta: Yudhitira Quadra, 2006), hal 5. Dona fitri Annisa, Konsep kecemasan (Anxiety), vol 5, no 2,2016, hal 94 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor, di akses pada tanggal 7-12-2019. 7



Rasa malu ini disimpulkan olek penulis ketika dalam percakapan dengan klaien saat di singgung masalah kumpul kebo (kohabitas), klaien tunduk dan sering memainkan jarinya. Ini menunjukan adanya rasa takut dan maulu dari konsele atas tindakannya yang bercampur menjadi satu (dapat dilihat pada verbatim 1). Pada beberapa studi psikologi disebutkan bahwa perasaan malu berkaitan dengan kekesalan yang muncul karena adanya perasaan tidak mampu, merasa diri hina, perasaan tidak berdaya, dan kegagalan pribadi tidak berguna, dan perasaan rendah diri. 8 Pandangan ini membuktikan bahwa klaien memang merasa malu akan tindakannya sebab dalam percakapan pun konsele mengungkapkan bahwa ia merasa tindakan yang dilakukannya tidak benar dan salah, bagi penulis berdasarkan teori di atas maka ini merupakan bagian dari merasa diri hina oleh sebab itu dapat di katakana bahwa klaien malu akan tindakan yang ia lakukan apa lagi telah menjadi buah bibir banyak orang dan membuat ia merasa malu akan tindakannya tersebut di tambah lagi saat penulis/konselor mengubungi klaien untuk melakukan percakapan dengan klaien ia meminta agar penulis untuk datang sendiri sebab ia tidak ingin agar orang lain tau akan tindakanya ini. ini membuktikan bahwa klaien memang merasa sangat malu akan tindakanya tersebut. rasa malu dan tidak nyaman dengan hubungan tampa ikatan pernikahan ini pun di ungkapkan oleh pasangan klaien BS. Di mana dalam percakapan penulis dengan BS, di temukan bahwa BS pun merasakan hal yang sama dirasakan oleh LP. jadi jelas bahwa keduanya mengalami rasa malu akan diri mereka dan juga terhadap orang lain, di samping itu kecemasan pun di alami oleh keduanya seperti yang telah di jelaskan di atas. Analisa keluarga Dalam ilmu sosiologi Keluarga adalah kelompok yang berdasarkan pertalian sanak-saudara yang memiliki tanggungjawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan pokok tertentu lainnya. Ia terdiri dari sekelompok orang yang memiliki hubungan dara, tali perkawinan, atau adopsi dan yang hidup bersama untuk periode waktu yang tidak terbatas. 9 Selain itu Terbentuknya keluarga berawal dari menyatunya cinta kasih antara seorang laki-laki dan perempuan dalam suatu lembaga pernikahan. Dan cinta kasih menjadi dasar komitmen berbagi hidup bersama. Keluarga merupakan tempat seseorang di bina dan di didik menjadi pribadi yang baik dengan menanamkan nilai-nilai yang baik dari orang tua kepada anak-nakanya. Dalam keluarga juga harus selalu di bangun pola komunikasi yang baik antara anggota keluarga sehingga dengan demikian hubungan



8



E. Constant Giawa, Nani Nurrachman, representasi sosial tentang makna malu pada generasi muda di Jakarta, vol 17, no 1, 2018, hal 78. 9 Cohen J. Bruce, SOSIOLOGI: suatu pengantar (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal 172.



harmonis dapat tercipta dalam keluarga. 10 Pandangan dari Bruce dan tim lahaye ini, menunjukan bahwa keluarga memiliki peran penting dalam membentuk perilaku seorang anak. Hal ini serupa dengan pandangan Singgi Gunarsa yang mengatakan bahwa, Rumah adalah lingkungan perta yang berperan dalam membentuk kepribadian.11 Artinya bahwa keluargalah yang menjadi penentu kepribadian dan tingkalaku seseorang di samping factor lain, namun keluarga punya dali penting di sini. Dari percakapan yang di bangun oleh penulis dengan klaien dapat dilihat pada percakan, klaien mengatakan bahwa keluarga menginginkan agar sang anak dapat menika dengan orang yang berasal dari kapung halamannya, maka dari itu tindakan kumpul kebo (kohabitasi) ini didukung oleh keluarga klaien walaupun awalnya mereka mara karna konsele hamil. Kehamilan klaien tersebut membuat keluarga mara, namun tindakan hidup bersama itu tidak di larang! Ini membuktikan bahwa ada pola ajaran yang kurang baik yang diterapakan oleh orang tua terhadap klaien, walaupun memang semua orang tua selalu mengajarkan yang baik pada anak mereka menurut pandangan mereka sendiri. Dan belum tentu apa yang baik bagi mereka juga baik untuk orang lain. Jadi penulis berpendapat bahwa pembiaran akan tindakan hidup bersama dari klaien ini sudah terbiasa terjadi di lingkungan keluarga klaien. Ini mungkin saja sebab tidak ada tindakan pencegahan yang di lakukan oleh keluarga saat klien hidup bersama tampa ikatan pernikahan tersebut.



REFLEKSI TEOLOGI 10 11



Tim Lahaye, kebahagiaan pernikahan Kristen (Jakarta: bpk Gunung Mulia, 2002), hal 36. Singgi Gunarsa, Psikologi untuk membimbing, (Jakarta: bpk Gunung Mulia, 1981), hal 94.



Kumpul kebo atau kohabitasi adalah hubungan antara dua orang yang tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah, namun hidup bersama. Tindakan ini bukanlah hal yang asing di dunia ini. Di Indonesia, terkhususnya Maluku kohabitasi bukanlah suatu cara yang benar dalam menjalin sebuah hubungan. Dalam revisi kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) tahun 2018 Pasal 418 Ayat (1) Bunyinya, Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. 12 Berbeda dengan negara-negara Eropa yang mengizinkan tindakan kohabitasi. Tidakan kohabitasi adalah tindakan yang melanggar norma sosial di masyarakat tetapi juga melanggar hukum di bangsa ini oleh sebab itu tindakan kohabitasi ini di larang. Tindakan penyelewengan ini juga merupak akibat dari pola asuh di dalam keluarga. Pola pengasuhan anak didalam suatu keluarga yang ideal apabila dilakukan oleh kedua orang tuanya. Ayah dan ibu bekerja sama saling bahu-membahu untuk memberikan asuhan dan pendidikan kepada anaknya. Mereka menyaksikan



dan



memantau



perkembangan



anak-anaknya



secara



optimal.



Namun



kenyataannya kondisi ideal tersebut tidak selamanya dapat dipertahankan atau diwujudkan antar satu sama lain. Karena hal ini terkait dengan kebutuhan keluarga yang sifatnya berbedabeda. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diberikan orang tua.



13



dari



kasus dapat dilihat bahwa tindakan kohabitasi ini didukung oleh keluarga dalam hal ini orang tua. Tindakan ini tidak mencerminkan sikap yang baik dari orang tua terhadap anak yang di mandatkan oleh Allah kepada mereka selaku orang tua. Seperti dalam mazmur 127: 3-4, di mana anak digambarkan sebagai milik pusaka Allah. Anak adalah pemberian Allah. Anak yang dilahirkan di tengah keluarga dinyatakan sebagai “milik pusaka Tuhan” (naHálat yhwh [ ́ä dö nä y]).



Kata



naHá lat digunakan PL dalam kaitan dengan umat Israel (Ul. 4:20) dan tanah perjanjian (Ulangan 26:1). Umat dan tanah adalah milik Tuhan sehingga umat harus menguduskan dirinya dan tanah yang didiaminya bagi Tuhan. Demikian juga halnya dengan anak. Penggunaan kata yang sama meletakkan posisi anak setara dengan umat Israel dan tanah perjanjian. Anak adalah milik pusaka Tuhan yang diberikan kepada keluarga. Meski kelahiran seorang anak secara alamiah merupakan proses persetubuhan suami dan isteri, pemazmur menegaskan bahwa anak adalah pemberian Allah. Anak sebagai pemberian Allah adalah anugerah, bukan semata-mata hasil usaha manusia. 14 12



Dylan Aprialdo Rachman , tayang di Kompas.com dengan judul "Penjelasan Menkumham soal Pasal Kumpul Kebo di RKUHP", https://nasional.kompas.com/read/2019/09/20/19315011/penjelasan-menkumham-soal-pasalkumpul-kebo-di-rkuhp. di akses pada selasa 14 april 2020. 13 Anggaunita kiranantika, DUALISME PERAN GENDER DALAM KELUARGA BURUH MIGRAN INDONESIA, junal agama dan feminis, vol 2 NO 1. Malang 2010, https://www.jurnalperempuan.org/uploads/1/2/2/0/12201443/prosiding_final. Diakses pada selasa 14 april 2020. 14 Arman Barus, Rahasia keluarga sukse, jurnal teologi dan pelayanan, vol 8. NO 2, 2007, http://repository.seabs.ac.id/bitstream/handle/123456789/154/Rahasia%20Keluarga%20Sukses. Diakses pada



Kata anak laki (LAI-TB) pada ayat 3 merupakan terjemahan bahasa Ibrani bā nîm. Kata “bā nîm” pada ayat 3 secara umum dalam PL diterjemahkan anak laki-laki. Meski demikian kata bā nîm tidak secara eksklusif berarti anak laki-laki. Kata bā nîm dapat juga diterjemahkan sebagai anak-anak (Kej. 3:16; Kel. 20:5; 34:7; Mzm. 78:6) atau umat Allah (Ul. 32:20; Yes. 1:2; 30:1, 9; Yer. 3:14; 4:22; 31:17). Jadi, meski pun pada ayat 3 kata bā nîm diterjemahkan anak laki-laki, tidak dapat diabaikan bahwa anak perempuan turut di dalamnya. Mungkin lebih tepat di sini digunakan terjemahan “anak-anak.”.15 ini menunjukan bahwa bagaimana kehadiran anak di dalam keluarga sangatlah begitu penting dan tanggungjawab orang tualah yang harus mendidik mereka kearah yang dikendaki oleh Allah dan bukan mengajarkan dan membiarkan tindakan penyimpangan itu dilakukan oleh mereka. Oleh sebab itu maka orang tua haruslah melihat anak sebagai anugerah Allah. Sebagai pemberian, anak bukan milik orang tua. Sebagai anugerah, kehadiran anak di tengah keluarga harus disyukuri bahkan dikuduskan bagi Allah.



Bagaimana caranya?



Dengan



mendidiknya dan mengajarnya untuk takut akan Allah. Merupakan tanggung jawab utama orang tua untuk mendidik anak-anaknya untuk takut akan Tuhan Allah seperti dituliskan pada kitab Ulangan 11:19-20, “Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun; engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”



Orang tua berperan sebagai model bagaimana menghidupkan



perintah dan hukum Allah. Pengajaran tersebut berlangsung dalam segala tempat dan keadaan baik secara lisan mau pun tulisan. Teks di atas memberi pernyataan jelas bahwa pengajaran moral merupakan tanggung jawab orang tua. Dengan memaknainya dan menjalankan peran pengajarannya maka tindakan amoral di dalam tatanan hidup bermasyarakat ini tidak akan terjadi. Selian itu Seorang anak digambarkan seperti sebuah anak panah. Ayat 4 lebih tepat diterjemahkan sebagai: “Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak yang lahir pada masa muda.” Anak-anak dilahirkan ketika orang tua masih muda usia. Tugas orang tua untuk mempersiapkan anaknya sehingga dapat mencapai tujuan atau sasarannya kelak.



Orang tua



mempersiapkan “anak panahnya” dan kemudian membiarkannya melesat dari busur mengenai sasaran yang telah ditentukan. Orang tua mengarahkan “anak panah” ke arah sasarannya. Tujuan anak panah ditentukan arahnya di busur sebelum dilepaskan dari busurnya. Tugas orang tua untuk mempersiapkan anak panahnya sehingga kelak anak panah itu dapat digunakan ke arah sasarannya dengan tepat. Selian itu Anak



bertumbuh kembang



dalam lingkungan lain seperti sekolah,



selasa 14 april 2020. 15 Dorothy Low Nolte, Children Learn What they Live with, sebagaiman dikutip dari J. Rakhmat, Psikologi Komunikasi (ed. revisi; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991) 102-103.



masyarakat dan gereja. Lingkungan memberi dampak dan pengaruh pada anak.



Lingkungan



tempat anak dibesarkan memberi warna tersendiri pada karakternya. Perlu disadari bahwa semakin usia anak bertambah, keberadaannya di lingkungan keluarga semakin sedikit. Semakin besar anak, semakin banyak waktunya dihabiskan di luar rumah. Dan hal ini jugalah yang akhirnya membentuk perilaku menyimpang itu terjadi pada anak. Dimana lingkungan tenpat tinggal klaien juga turut membentuk karakternya dan perilaku hidupnya. Dan berdasarkan deskripsi kasus dapat dilihat bahwa lingkkunagn turut membentuk perilakunya. oleh sebab itu ssebagai anak pana di tangan pahlawan (orang tua) maka anak haruslah dibentuk dan diarakan sesuai dengan sasaran yang baik dan tepat sehingga dapat menghasilakan hasil yang baik sesuai dengan sasaran yang dituju dan inilah yang dikendaki oleh Allah untuk dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anak yang adalah milik pusakaNya.



PERENCANAAN PASTORAL



Dari pembahasan di atas maka penulis/konselor melihat bahwa perlunya suatu langka pastoral yang harus di lakukan demi menjawab persoalan yang terjadi seperti yang telah di paparkan di dalam verbatim kelompok dan juga nalisis yang telah di lakukan. untuk itu menurut kelompok aksi pastoral yang harus di lakukan ialah: 



Perlunya pendampingan dari Gereja terhadap konsele (dalam hal ini LP dan BS) dalam mendampingi pasangan ini agar menuju tahap pernikhan.







Melakukan pembinaan terkait kehidupan pra-nikah bagi jenjang remaja dan pemuda. Sebab Mereka perlu memiliki pengetahuan bagaimana mempersiapkan diri dengan matang sebelum ada dalam ikatan pernikahan dan perkawinan.







Mengusulkan kepada Gereja atau jemaat setempat untuk dilakukanya sosialisasi tentang pernikahan di usia mudah serta konsekuensi dari pernikahan tersebut.







Mendorong pihak pejabat di lingkungan tempat koskosan konsele dalam hal ini RT untuk memperhatikan para pengusaha rumah kos agar tertip dalam melihat orang-orang yang kos di tempat mereka.







Mendorong RT agar membuat suatu aturan tata tertip bagi para pengusaha koskosan untuk memila-mila orang yang akan menyewa tampatnya. Maka dari itu harus di pisahakan antra kos putrid an putra serta koskosan bagi orang yang sudh menika pun harus di pisahkan.



DAFTAR PUSTAKA



Sumber Buku 



Soeroso,Andreas. (2006). SOSIOLOGI. Jakarta: Yudhitira Quadra







Bruce, J.Cohen. J (1992).SOSIOLOGI: suatu pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.







Departemen Pendidikan dan Kebudayan. (1985). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: balai pustaka.







Myles Munroe. (2006). The purpose and power of love marriage. Jakarta: Immanuel publishing house.







PSHM dalam Poedjawiyatna. (1996). Etika filsafat tingka laku. Jakarta: Rineka cipta.







Singgi Gunarsa. (1981). Psikologi untuk membimbing. Jakarta: bpk Gunung Mulia.







Tim Lahaye. (2002). kebahagiaan pernikahan Kriste. Jakarta: bpk Gunung Mulia.







Dorothy Low Nolte. (1991). Children Learn What they Live with, sebagaiman dikutip dari J. Rakhmat, Psikologi Komunikasi. ed. revisi; Bandung: Remaja Rosdakarya103.



Sumber Jurnal online 



Constant Giawa, Nani Nurrachman. 2018. representasi sosial tentang makna malu pada generasi muda di Jakarta, 17(1): 78



   







Dona fitri Annisa. 2016. Konsep kecemasan (Anxiety), 5(2): 94 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor, di akses pada tanggal 7-12-2019. R. Mawarni, “ penolakan akan kohabitasi dalam masyarakat berdasarkan norma sosial ” http://repository.unja.ac.id/1779/3/ERA1D012061-BABII.pdf, diakses pada senin 2 desember 2019. Dylan Aprialdo Rachman , tayang di Kompas.com dengan judul "Penjelasan Menkumham soal Pasal Kumpul Kebo di RKUHP", https://nasional.kompas.com/read/2019/09/20/19315011/penjelasanmenkumham-soal-pasal-kumpul-kebo-di-rkuhp . di akses pada selasa 14 april 2020. Anggaunita kiranantika, DUALISME PERAN GENDER DALAM KELUARGA BURUH MIGRAN INDONESIA, junal agama dan feminis, vol 2 NO 1. Malang 2010, https://www.jurnalperempuan.org/uploads/1/2/2/0/12201443/prosiding_final. Diakses pada selasa 14 april 2020. Arman Barus, Rahasia keluarga sukse, jurnal teologi dan pelayanan, vol 8. NO 2, 2007, http://repository.seabs.ac.id/bitstream/handle/123456789/154/Rahasia%20Keluarga %20Sukses. Diakses pada selasa 14 april 2020.