5 0 415 KB
LAPORAN PENDAHULUAN A. Pengaertian Refluks gastroesofagus merupakan kembalinya isi lambung ke esofagus atau lebih proksim. Isi lambung tersebut bisa berupa asam lambung,udara, maupun makanan (Resto, 2000). Refluks gastroesofagus merupakan aliran balik isi lambung atau duodenumke dalam esofagus. Hal ini adalah normal,baik pada orang dewasa dan anak-anak, refluks berlebihan dapat terjadi karena sfinger esofagus tidak kompeten, stenosis, pilorik, atau gangguan motilitas. Kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai penambahan usia (Rayhorn, 2003). B. Etiologi Penyebab pasti pada refluks gastroesofagus masih belum pasti diketahui, tetapi
terdapat
banyak
faktor
penting
yang
dapat
diterimayang
meningkatkan risiko terjadinya refluks gastroesofagus. Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya refluks gastroesofagus Faktor
Contoh Kondisi Klinik
Refluks asam lambung dan material
Garam empedu, pepsin, enzim-
lainnya
enzim
Meknisme fisiologi antirefluks di
Diafragma, hiatus hernia,
gastroesophageal
phrenoesophageal ligament
Transient lower esophageal sphincter relaxations (TLESR) Mekanisme pembersihan oleh
LES (Lower Esophageal
esofagus
Sphincter), motilitas esofageal, gravitasi, salivary bicarbonate
Mekanisme pertahanan integritas
NSAIDs (nonsteroidal
mukosa terhadap material yang
antiinflammatory drugs), beberapa
bersifat iritan
jenis antibiotik
Ingesti beberapa substansi dan obat
Alkohol, obat-obatan
yang memberikan efek terhadap motilitas esofagus dan lambung Mekanisme sensori Lain-lain
Keterlambatan pengosongan lambung, inflamasi esofagus, faktor genetik, faktor
(Diamant, NE, 2006)
C. Patofisiologi Secara fisiologis faktor anatomis mencegah terjadinyarefluks asam lambung ke esofagus, dimana melalui beberapa mekanisme berikut ini. 1. Sfingter esofageal bawah (LES/Lower Esophageal Sphingter) harus memiliki ukuran panjang yang normal dan tekanan yang normal, serta mempunyai kemampuan pada relaksasi sementara pada episode mekanisme menelan, 2. Persimpangan anatomis gastroesofageal harus terletak di dalam abdomen sehingga otot diafragma dapat membantu aktivitas LES, fungsi ini sebagai sfingter eksternal.adanya hiatal hernia akan mengganggu aksi sinergis ini dan akan meningkatkan risiko refluks. 3. Mekanisme pembersihan esofageal harus dapat menetralkan refluks asam yang melewati LES (mekanisme pembersihan dapat mencapai hasil
yang optimal
dengan
adanya
peristaltik
pembersihan asam oleh saliva). 4. Mekanisme pengosongan lambung harus optimal.
esofagus
dan
Kondisi abnormal pada refluks gastroesofageal disebabkan oleh tidak optimalnya satu atau lebih dari mekanisme protektif sebagai berikut. 1. Gangguan fungsi (relaksasi sementara LES) atau mekanial (penurunan tekanan LES) menyebabkan peningkatan refluks gastroesofageal. 2. Komponen makanan (misalnya: kafein, alkohol), obat-obatan (seperti penghambat saluran kalsium, nitrat, penghambat beta), atau hormonhormon (seperti progesteron) dapat menurunkan tekanan LES. 3. Kegemukan merupakan faktor penting yang mengontribusi refluks gastroesofagealyang
berhubungan
dengan
peningkatan
tekanan
intraabdomen. 4. Walaupun refluks gastroesofageal dapat terjadi pada semua usia, tetapi pada usia lanjut kondisi refluks gastroesofageal meningkat seiring dengan penurunan tekanan LES. Meskipun banyak faktor dan mekanisme yang terlibat dalam kondisi refluks esofagus, terdapat empat faktor dasar utama, meliputi : 1. Asam lambung. 2. Integritas struktural, fungsi dan kompetensi dari LES untuk mencegah aliran refluks. 3. Mekanisme
pertahanan
mukosa
esofageal
yang
memerankan
pertahanan penting dari asam lambung. 4. Mekanitanifessme sensori yang memberikan manifestasi gejala yang muncul (Rayhorn, 2003). Kondisi
inkompetensi
mekanisme
refluks
gastroesofageal
akan
menyebabkan aliranabnormal yang berisikan asam lambung ke esofagus, di mana asam ini akan merusak mukosa esofagus dan memberikan gejala klinis.
Inkompetensi LES
Penurunan tekanan LES
Refluks
(Lower Esophageal Sphincter)
Penurunan peristaltik
Bertambahnya waktu dan frekuensi kontak mukosa dengan asam
( Esofagitis
Ketika kerusakan mukosa terjadi (esofagitis), maka terjadilah lingkaran untuk meningkatkan dan memelihara GERD (Gastroesophageal Reflux Disease). Ketika lebih banyak refluks asam dan penurunan pembersihan oleh esofagus, maka asam lambung tersebut akan lebih lama kontak dengan mukosa esofageal (Diamant, 2006). Kondisi terjadi peningkatan lama dan frekuensi kontak dengan mukosa esofageal dan kerusakan dari mukosa esofagus, serta terjadi esofagitis akan menimbulkan berabagai masalah keperawatan yang muncul pada pasien.
Penyimpangan KDM
Inkompetensi mekanisme refluks gastroesofageal
Isi lambung menuju esofagus Refluks gastroesofagus
Bertambahnya waktu dan frekuensi kontak mukosa dengan asam
Refluks esofagus ke jalan nafas
Kerusakan mukosa efofagus
Intervensi pembedahan esofagus Port de entree luka pascaprosed ur bedah
Risiko aspirasi Metaplasia epitel
Mual, muntah, dan anoreksia
Ulkus esofagus, keganasan esofagus Intake nutrisi tikdak adekuat. Kehilangan cairan dan elektrolit
Mual, muntah, dan anoreksia
Respons peradangan lokal
Respons psokologis
Nyeri epigastrium Nyeri
Risiko infeksi
Prosedur prabedah Kecemasan Pemenuhan Informasi
D. Manifestasi Klinis Manifestasi GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala apitikal (ekstra esofagus). Gejala GERD 70% merupakan tipikal, yaitu: a. Hert Burn,
yaitu sensasi terbakar didaerah retrosternal. Gejala ini
adalah gejala tersering b. Regurgitasi, kondisi dimana material lambung terasa di faring, kemudian mulut terasa asam dan pahit c. Disfagia, biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (yusuf, 2009). E. Pencegahan a. Perubahan pola makan untuk menurunkan obesitas b. Perubahan untuk berhenti merokok, minum alkohol serta minum kopi, dan produk yang menggunakan bahan dasar tomat c. Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan d. Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering e. Menunggu min. 3 jam setelah makan dan jangan langsung tidur F. Pemeriksaan Medis a. Pemeriksaan radiologis b. Pemeriksaan manometri c. Pemantauan pHesofagus d. Pemeriksaan endoskopi G. Penatalaksanaan Medis a. Terapi farmakologi b. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan c. Intervensi bedah H. Komplikasi Komplikasi GERD antara lain:
a. Esofagus bared, yaitu perubahan epitel skoamosa menjadi kolumner metaplastik b. Esofagitis ulsuratif c. Pendarahan d. Striktur esofagus e. Asporasi (Asroel, 2002).
ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian fokus pada pasien rufluks gastroeshofagus, meliputi pengkajian (keluhan utama, riwayat berhubungan dengan kedua keluhan utama,, dan pengkajian psikososiospritual), pemeriksaan fisik, dan pengkajian diagnostik. Pada keluhan utama sering didapatkan keluhan pirosis (nyeri dengan sensasi terbakar pada eshofagus), dispepsia (indigesti), regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan atau nyeri saat menelan). Keluhan ini penting untuk dideskripsikan, apakah keluhan ini, apakah keluhan ini merupakan keluhan gastrointestinal atau tidak karena keluhan ini dapat menyerupai serangan jantung. Pengkajian riwayat dapat mendukung penggalian masalah pada pasien. Pengkajian nyeri yang khas
pada refluks gastroesofhagus dapat secara
lengkap dengan pendekatan PQRST ( tsbel 5.4 ). Keluhan regurgutasi dapat disertai adanya keluhan material esofagus masuk ke dalam jalan napas. Pada pengkajian dispagia, tentukan berapa lama keluhan muncul dan apakah disertai dengan penurunan berat badan. Pengkajian riwayat pengguanaan obat yang biasa dilakukann pada masa lalu, dokumentasikan nama dan cara penggunaaan obat tersebut. Kaji adanya riwayat terhadap
beberapa agen obat dan makanan untuk
menambah komprehensif pengkajian. Pengkajian psikologis sering didapatkan kecemasan akan kondisi yang dialami. Perawat juga menjadi faktor yang dapat menurunkan atau menambah keluhan. Kaji mengenai pengetahuan pasien bagaimana cara pasien untuk menurunkan keluhan, apakah dengan mengobati sendiri atau meminta pertolongan kesehatann.
Pada pemeriksaan fisik walaupun tidak spesifik, bisa di dapatkan adanya batuk dan bunyi napas tambahan tambahan wheezing akibat aspirasi kejalan napas. Pada beberapa pasien didapatkan adanya perubbahan suara bicara akibat iritasi pita suara oleh cairan refluks terutama pada pagi hari. Tabel 5.4 Pengkajian nyeri refluks gastroesoofageal dengan pendektan PQRST Variabel
Deskripsi dan
Hasil pengkajian
perencanaan Provokating incident
Pengkajian untuk
Respon nyeri biasanaya
mengidentifikasi faktor
disebabkan karena
yang menjadi predisposisi
terlambat makan ( tidak
nyeri
tepat jadwal rutin) atau
o Apakah ada
terlalu banyak makan atau
peristiwa yang
porsi makan yang
menjadi yang
dihabiskan banyak klien
menjadi faktor
juga mengeluh apabila
penyebab nyeri.
mendapat strees
o Faktor apa saja yang
psikologis rasa nyeri
bisa menurunkan
bertambah berat.
nyeri
Rasa nyeri berkurang dengan cara sebagai berikut : o Pengaturan posisi rekumen o Meminum cairan dingin dapat terjadi secara spontan o Makan dengan porsi sedikit o Meminum obat antasida
Quality of Pain
Pengkajian untuk menilai
Pada beberapa pasien
bagaimna rasa nyeri
dengan refluk esofhageal
dirasakan secara
mengeluh nyeri bersifat
subjektif, ingat
tajam seperti di tusuk,
kebanyakan deskripsi
menjemukan dan rasa
sifat dari nyeri sulit
terbakar
ditafsirkan. Region, radiation relief
Pengkajian untuk
Pasien biasanya tidak
mengidentifikasi letak
tepat menunjukkan area
nyeri secara tepat, adanya
nyeri, tetapi dengan
radiasi dan penyebaran
telapak tangan
nyeri.
mengarahkan rasa nyeri
o Di mana ( tunjukan
pertama muncul pada
dengan satu jari )
pada area substernal
rasa nyeri paling
diproyeksikan sekitar
hebat mulai
dada
dirasakan?
Rasa nyeri meradasi atau
o Apakah rasa nyeri
menyebar pada selurh
menyebar pada area
dada
sekitar nyeri?
Tidak ada nyeri kiriman
o Apakah ada nyeri
(refered pain) ke area lain.
pada area lain? Severety (scale) of pain
Pengkajian untuk
Pada beberapa pasien
menentukan seberapa
dengan refluks
jauh rasa nyeri yang
gastroesofhageal
dirasakan pasien bila
sebagaian besar
berdasarkan skala
mendeskripsikan skala
nyeri/gradasi dan pasien
nyeri 2-3 (0-4) pada saat
menerangkan seberapa
nyeri muncul.
jauh rasa sakit memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu keluhan nyeri bersifat subjektif. o Seberapa besar keluhan nyeri dirasakan, apakah keluhan tersebut memengaruhi kegiatan normal atau tidur o Dengan mengggunakan rentang 0-4 biarkan paasien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Keterangan : 0 = Tidak ada nyeri 1 = Nyeri ringan 2 = Nyeri sedang 3 = Nyeri berat 4 = Nyeri berat sekali/ tidak tertahankan Time
Pengkajian untuk
Keluhan nyeri terjadi
mendeteksi berapa lama
pada beberapa pasien
nyeri berlangsung kapan,
bervariasi
apakah bertambah buruk
Keluhan nyeri paling
pada malam hari atau
berat terjadi pada pagi
siang hari.
hari dengan durasi nyeri
o Kapan nyeri muncul (onset)? o Tanyakan kapan
5-60 menit Keluhan nyeri bersifat mendadak disertai
nyeri paling berat
perasaan mual dan ingin
dirasakan muncul
muntah
dan berapa lama
Keluhan nyeri biasanya
nyeri dirasakan?
hilang timbul sesuai
o Tanyakan apakah
dengan faktor
gejala timbul
predisposisi, seperti
mendadak, perlahan-
terlambat makan atau
lahan atau seketika
mendapat tekanan
itu juga?
psikologis.
o Tanyakan apakah gejala timbul secara terus menerus atau hilang timbul ( intermiten) o Tanyakan kapan terakhir kaji pasien merasa nyaman atau merasa sangat sehat?
Pengkajian diagnostik dilakukan untuk mengevaluasi adanya gangguan pada gastrointestinal dan dampak dari refluks gastroesofhageal terhadap fungsi dari organ lainnya. Pemeriksaan yang perlu meliputi pemeriksaan radiologis, pemantauan Ph esofhagus, pemeriksaan manometri, dan pemeriksaan endoskopi ( Fisichella, 2009).
B. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Radiologis Pemerikasaan radiologis utama adalah radiologis dengan barium per oral. Prinsip pemeriksaan adalah refluks buburbbarium. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk melihat adanya kelainan anatomis dari esofhagus, adanya inflamasi dan esofagitis dengan ersosi yang hebat ( inflamasi berat). Ketika pemeriksaan ini dilakukan. Pada pemeriksaan ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal hernia, erosi, maupun kelainan lain ( Buskles, 2004) b. Pemeriksaan Manometri Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya adalah dengan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transuder tekanan untuk mengukur tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hisung setelah pasien menelan air sebanyak 5 ml.ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa nasogatrik. Kateter ini dimasukkan sampai transuder tekanan berada di lambung. Pengukuran dilakukan pada saat pasien meneguk air sebanyak 10-15 kali. Tekanan otot sfingter pada waktu istirahat juga bisa di ukur dengan cara menarik kateter melalui sfingter sewaktu pasien di suruh melakukan gerakan menelan. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus ataupun LES dengan berbagai tingkat berat ringannya kelainan ( Rayhorn, 2003). c. Pemantauan pH esofagus Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara yang paling akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus, serta frekuensi dan lamanya refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi perubahan pH dibagian distal esofagus akibat refluks dari lambung. Uji memakai suatu elektroda tersebut dihubungkan dengan monitor komputer yang mampu mencatat segala perubahan pH dan
kemudian secara otomatis esofagus untuk jangka waktu 15-30 detik. Kelemahanuji ini adalah memerlukan waktu yang lama dan dipengaruhi berbagai keadaan seperti : posisi pasien, frekuensi makanan, kesamaan dan jenis makanan, kesamaan lambung, pengobatan yang diberikan, serta tentunya posisi eletroda do esofagus. d. Pemerikasaan Endoskopi e. Pemerikasaan endoskopi memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus. Endoskopi dan biopsi dapat menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan esofagitis Barret, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn. Akan tetapi, gambaran normal sofagus selama endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis secara histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat, maka perubahan mukosa menjadi perhatian. Pemeriksaan endoskopi biasanya dilanjutkan dengan pengambilan sampel mukosa untuk pemeriksaan biopsi ( Sawyer, 2008). C. Penatalaksanaan Medis Pengkajian Penatalaksanaan Medis 1. Terapi Farmakologi Tujuan pemberian farmakologik adalah simtomatik menurunkan keluhan gastrointestinal yang merupakan dampak dari refluks gastroesofageal. Tabel 5.5 mendeskripsikan jenis obat dan farmakokinetik dari beberapa unsur
obat
yang
digunakan
pada
terapi
farmakologis
refluks
gastroesofageal. 2. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan a. Perubahan pola makann untuk menurunkan obesitas b. Perubahan untuk berhenti merokok, minum alkohol, serta minum kopi dan produk yang menggunakan bahan dasar tomat c. Menunggu minimal 3 jam setelah makan dan jangan langsung tidur d. Meningkatkan posisi kepala pada saat tidur stinggi 20 cm. 3. Intervensi bedah
Sekitar 80% refluks gastroesofageal merespon terapi farmakologis dan perubahan gaya hidup. Pada 20% pasien lainnya merupaka refluks gastroesofageal dengan komplikasi berat seperti sturktur ata barret essofagus. Pada kondisi ini intervensi bedah dilakukan fundoflikasi laparoskopi ( Dent, 2001) Fundoflikasi laparoskopi (Laporascopic Fundoplication) dilakukan secara anestesi umum. Dengan lima insisi (5-10mm) dilakukan pada fundus lambung dan mengelilingi esofagus untuk membuat katup baru pad level gastroesophageal junction. Pasca laparoskopi pasien dirawat selama 2 hari dan di anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas rutin selama 2-3 minggu ( Fisichella, 2009). Indikasi operasi pada fundoflokasi ( Sawyer, 2008 ) sebagai berikut. a. Muntah persisten dengan gagal tumbuh b. Barret esofagus c. Esofagitis atau adanya striktur esofagus d. Adanaya manifestasi ekstraesofageal, seperti manifestasi pernapasan (batuk,
aspirasi ) dan manifestasi lain (otits media, stomatis,erosi
enamel gigi) e. Anak-anak f. Pascamenopause disertai osteoporosis
D. Diagnosis Keperawatan 1. Risiko aspirasi b.d refluks materia dari eshofagus ke jalan napas 2. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang intake makanan yang adekuat 3. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan 4. Kecemasan b.d prognosis penyakit, rencana pembedahan 5. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pascaoperasi 6. Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi informasi, perubahan gaya hidup, pembedahan esofhagus.
E. Rencana Keperawatan 1. Posisi kepala/tempat tidur ditinggalakan 6-8 inch 2. Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak, berbumbu, coklat, kopi, alkohol) 3. Menurunkan BB bagi yang gemuk 4. Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan 5. Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering 6. Hindari hal seperti merokok, pakaian ketat mengaangkat barang berat. NO
1.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Risiko aspirasi b.d
Tujuan:
refluks dari esofagus
Dalam waktu
ke jalan napas
periode prabedah
Intervensi
1. Kaji kemampuan klien menelan 2. Tingkatkan upaya untuk
risiko aspirasi tidak
dapat melakukan proses
terjadi
menelan yang efektif
Kriteria Hasil:
seperti membantu pasien
Tidak terjadi refluks
untuk duduk
dan aspirasi pada saat pasien makan secara oral. RR dalam normal 12-20 x/mnt.
Rasional