Resume and Feedback Sistem Manajemen K3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN K3



RESUME AND FEEDBACK



Freade Akbar | [email protected]



MANAJEMEN K3 | 1



DEFINISI



Manajemen K3 merujuk pada Permenaker No 5 Tahun 1996, dan standar OHSAS 18001:2007. Menurut Permenaker No 5 Tahun 1996, yang berarti Kelamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan ,penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.



MANAJEMEN K3 | 2



PENDAHULUAN



DASAR HUKUM a. UU no 1 Th. 1970 tentang Keselamatan Kerja b. UU no 3 Th 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. c. UU no 23 Th 1992 Tentang Kesehatan. d. UU no 13 th 2003 Tentang Tenaga Kerja e. Keppres RI no 22 Th 1993 tentang penyakit yang timbul karena kerja f. Konvensi ILO no 185/1981 menetapkan kwajiban setiap negara untuk merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan nasionalnya dibidang kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungannya. g. Konvensi ILO no. 161 th 1985 tentang keselamatan kerja. TUJ a. b. c.



UAN Menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK). Meningkatkan produktifitas kerja karyawan



MANFAAT a. Pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan (K3). b. Meningkatkan produktivitas perusahaan. c. Terpantaunya bahaya dan resiko di perusahaan (Mencegah kerugian yang lebih besar). d. Mengetahui kinerja SMK3 perusahaan (Pengakuan terhadap kinerja SMK3 diperusahaan ) e. Meningkatkan image perusahaan yang akhirnya akan meningkatkan daya saing perusahaan. KUA a. b. c. d.



LIFIKASI TUJUAN Dapat diukur Adanya satuan atau indikator pengukuran Sasaran pencapaian jelas Jangka waktu pencapaian



MANAJEMEN K3 | 3



KONSEP



BUSINESS PRIORITIES •



Zero accident







Add more values







Cost efficiency



ADDED PRIORITIES •



Employees as assets







More productivity







Less conflict/complaint



DAS a. b. c. d. e. f. g.



AR PEMAHAMAN Disiplin Ilmu Prinsip Trias : Apa, bagaimana, mengapa Kerangka analisa bisnis Metode pembelajaran Manejemen Level 5 Leadership Konsep dan model perubahan prilaku : positive social change Belajar dari konsep perubahan prilaku / transformation knowledge : O’Neill, dan rekomendasi 5 buku : menemukan keystone habit dan motivasi intrinsik (I>E>S)



PER a. b. c.



ENCANAAN MANAJEMEN K3 Visi, misi, tujuan Peta jalan bisnis : target per waktu, general key performance index Model penerapan K3 dalam business plan: Rotter’s 8 step change model, OHSMS cycle : Plan-Do-Check-Act, Go to Great 3 Steps→ Peta strategi / business plan d. Evaluasi kinerja : Specific key performance index dalam balance score card; Action plan ;Return on Prevention



FOK a. b. c. d. EMPLOYEE OPPORTUNITIES •



Learning process







Self-empowerment







Promotion and reward



US PENERAPAN K3 Eliminasi bahaya di lingkungan kerja Substitusi alat dan bahan yang aman Penerapan kontrol teknik/area yang baik dan aman Pengaturan alat administratif : UU, kebijakan perusahaan, panduan, aturan, SOP, yang meliputi lingkungan kerja,dan personel. e. Pemakaian APD sesuai kebutuhan



MANAJEMEN K3 | 4



Apa itu Budaya Keselamatan (Safety Culture) ? “Budaya keselamatan suatu organisasi adalah produk dari nilai-nilai individu dan kelompok, sikap, kompetensi dan pola perilaku yang menentukan komitmen, dan gaya serta kecakapan terhadap program K3 organisasi/ perusahaan. Organisasi/ perusahaan dengan budaya keselamatan positif ditandai dengan komunikasi yang didirikan dari saling percaya, oleh persepsi bersama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan tentang keberhasilan langkah-langkah pencegahan.” (ACSNI, 1993) Guldenmund (2010) mengatakan bahwa budaya keselamatan sebagai aspek–aspek dari budaya organisasi yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku terkait dengan peningkatan atau penurunan risiko. Model Bandura (1986) tentang determinisme timbal balik menjelaskan bahwa budaya keselamatan terdiri dari 3 aspek yang saling terkait, yaitu aspek psikologis, aspek perilaku dan aspek situasional/ kondisi pendukung. Aspek psikologis dari budaya keselamatan sering disebut sebagai "iklim keselamatan (safety climate)" atau dengan kata lain bagaimana orang merasa tentang keselamatan dan sistem manajemen keselamatan. Aspek ini berhubungan dengan nilai-nilai individu dan kelompok serta sikap dan persepsi terhadap keselamatan. Aspek perilaku budaya keselamatan memberikan perhatian pada apa yang dilakukan orang-orang. Ini termasuk kegiatan yang terkait dengan keselamatan, perilaku, juga komitmen manajemen terhadap keselamatan. Aspek situasional mengacu pada apa yang organisasi/perusahaan punya. Ini termasuk misalnya kebijakan, prosedur, peraturan, struktur organisasi, sistem manajemen, sistem kontrol dan sistem komunikasi. Sedangkan bila mengadopsi teori Guldenmund (2010) maka budaya keselamatan (safety culture) itu sendiri terdiri dari lapisan-lapisan yang dianalogikan seperti lapisan pada bawang merah dimana lapisan-lapisan tersebut berturut-turut dari luar ke dalam antara lain : •



Artefak terdiri dari unsur-unsur nyata/terlihat dan diidentifikasi secara verbal dalam sebuah organisasi. Contoh yaitu poster keselamatan, pesan dan slogan, dokumen & laporan terkait dengan keselamatan, prosedur kerja & instruksi, cara memakai peralatan & APD, dll.







Nilai-nilai yang dianut (Espoused Value) meliputi aspek-aspek pernyataan atau aspirasi yang dinyatakan oleh organisasi.



Hal



itu



antara lain pernyataan tertulis atau lisan yang dibuat oleh



pengusaha/manajer/pimpinan



(misalnya prioritas tentang tujuan keselamatan sebelum produksi). Nilai-nilai juga termasuk sikap (keselamatan) pekerja terhadap perilaku, orang, dan masalah-masalah K3 di suatu organisasi. •



Asumsi dasar adalah hal yang mendasari keyakinan bersama tentang keselamatan di antara anggota organisasi. Asumsi ini implisit dan tak terlihat, tapi nyata bagi anggota. Beberapa contoh asumsi yang terkait dengan keselamatan antara lain tentang apa yang aman dan apa yang tidak di sekitar tempat kerja, bahaya yang pekerja hadapi, tentang waktu yang dihabiskan pada keselamatan, tentang apakah orang-orang tertentu yang cenderung menunjukkan perilaku berisiko, tentang sejauh mana orang harus mengambil inisiatif atau menunggu instruksi & tentang apakah itu diterima untuk mengoreksi perilaku yang tidak aman orang lain, dll. MANAJEMEN K3 | 5



Dalam tataran yang dasar pada kelompok berisiko atau belum berpegang erat pada budaya K3 dengan baik, maka kita perlu mengubah persepsi dan perilaku dimulai dari membangkitkan kesadaran terlebih dahulu. Sementara membangkitkan kesadaran harus didahului oleh perubahan dari pemimpin dari suatu kelompok kerja, perusahaan atau organisasi, sehingga memberikan efek domino ke seluruh pekerja atau anggota. Kepemimpinan yang dimaksud memiliki level 5 leadership model seperti yang disampaikan oleh Jim Collins yaitu 1.



Individu yang mempunyai kapabilitas tinggi



2.



Tim yang berkontribusi



3.



Manajer kompeten



4.



Pemimpin efektif



5.



Eksekutif Level 5



Keberhasilan leadership akan mempengaruhi perubahan perilaku seseorang/pekerja. Sementara perubahan perilaku didorong oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik, dimulai dari aksi (stimulus) yang memunculkan reaksi (hasil).



Faktor intrinsik bergantung pada tabiat atau kecenderungan individu sementara ektrinsik bagaimana pengaruh luar seperti peran manajemen dalam mengubah budaya dan kebiasaan pekerja dengan serangkaian sistem dan peraturan.



Metode melihat perilaku bisa melalui model 3 tier : Techne-Praxis-Phronesis; 3 H : Hand-Heart-Head; Trias Ethos Pathos Logos; Trias Kognitif Afektif Psikomotor; TRUST : Authenticity, Emphaty, Logic; Model Mental (Lingkaran Aksi Reaksi based-complex) apa, mengapa, dan bagaimana; dan model mental, konseptual dan fisikal



Kemudian pelaksanaan perubahan perilaku bisa mencontoh model intrinsic motivation I>E>S (Behaviour Change to Culture) sebagai berikut.



MANAJEMEN K3 | 6



Sementara penerapan budaya K3 dapat mencontoh dari buku “The Power of Habit” karya Charles Duhigg tentang berbagai pengalaman oleh O’Neill di Perusahaan Alcoa yang memulai keystone habit: safety first berakhir dengan banyak perubahan yang terjadi secara beruntun dengan biaya minimal bahkan nihil, yang berujung pada peningkatan nilai perusahaan dengan zero accident. Penerapan budaya K3 O’Neill disajikan dalam bentuk mind map seperti dibawah ini.



Budaya juga harus adaptif yang bisa menjawab tantangan zaman, budaya adaptif berarti budaya yang mampu melakukan adaptasi. Adaptasi dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan para pelaku usaha dan timnya dalam memproses masukanmasukan informasi dari lingkungan dan membuat penyesuaian-penyesuaian yang cepat.



MANAJEMEN K3 | 7



Sebuah organisasi tentu tidak dengan sendirinya akan memiliki budaya adaptif. Kemampuan adaptasi perlu diupayakan. Miller (2013) mengidentifikasi 10 cara yang dapat dilakukan untuk membangun budaya adaptif suatu organisasi1: a. Menciptakan suatu perasaan krisis (a sense of crisis) dan adanya suatu kebutuhan bagi terjadinya perubahan baru b. Berkomunikasi secara konsisten dan luas c. Menampilkan sebuah kecenderungan untuk menerima perubahan dan ide-ide baru dari luar d. Memperkuat pentingnya inovasi e. Membangun dan memelihara kredibilitas pihak-pihak yang memiliki kepentingan f.



Melembagakan fokus yang seimbang pada keberhasilan konsumen, pekerja , dan pemilik.



g. Membangun kepemimpinan atau kemampuan untuk menghasilkan perubahan sebagai fokus penting pada semua tingkatan h. Me-desentralisasi pembuatan keputusan sejauh itu memungkinkan untuk dilakukan i.



Promosi dilakukan dengan hati-hati dan mendemosi jika dirasa perlu



j.



Bekerja sebagai pemimpin yang melayani



Budaya adaptif berbeda dengan budaya tidak adaktif mulai dari nilai yang dianut, perilaku secara umum, sikap dan komunikasi dalam pengambilan keputusan, serta respon dari pekerja itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel perbandingan di bawah ini2: Dimensi



Nilai inti



Budaya adaptif



Budaya tidak adaptif



(Good leadership)



(Bad leadership)



Kebanyakan manajer/ pimpinan Kebanyakan



manajer/pimpinan



sangat peduli akan pelanggan, mempedulikan



terutama



diri



pemegang saham, dan karyawan. mereka sendiri, kelompok kerja Mereka juga sangat menghargai terdekat, atau beberapa produk proses yang dapat menciptakan yang perubahan yang bermanfaat.



berhubungan



kelompok



tersebut.



dengan Mereka



menilai proses manajemen yang teratur dan kurang risikonya, jauh lebih tinggi daripada inisiatif kepemimpinan. Perilaku umum



Manajer/ pimpinan perhatian yang Para cermat



terhadap



semua cenderung berperilaku agak picik,



konstituensi mereka, khususnya politis, pelanggan



dan



yang



sah,



birokratis.



Akibatnya,



memprakarsai mereka tidak cepat mengubah



perubahan bila dibutuhkan untuk melayani



manajer/pimpinan



kepentingan bahkan



strategi



mereka



mereka penyesuaian diri dengan atau walaupun mengambil



keuntungan



menuntut pengambilan beberapa perubahan-perubahan risiko.



untuk



dari dalam



limgkungan bisnis mereka. MANAJEMEN K3 | 8



Sikap dan komunikasi • Mengkomunikasikan tujuan dan • Mengkomunikasikan dalam



pengambilan



ekspektasi



keputusan*



secara



yang



jelas



diharapkan



tanpa



banyak



intervensi proses. •



Fokus kepada proses dan nilai, • Fokus kepada tujuan dan biaya/ coaching



bila



ada



Bila ada kesalahan, merunut • Bila ada masalah, merunut dari



objek



masalah(apa) Timbulnya motivasi internal Budaya



sikap



berkesinambungan



pimpinan*



yang



Resistensi



dan



subjek



pegawai



yang



cenderung



monoton, dan stres meningkat • Pegawai silih berganti dan



pada



perusahaan •



pada



• Timbulnya motivasi eksternal



dinamis • Budaya



resiliensi lebih baik •



masalah



masalah(siapa)



pekerja dan hasil dari • pemimpin/



harga, serta sering blaming culture



masalah pegawai/ •



ekspektasi secara jelas, proses



banyak bicara



masalah



Respon



memberikan



Komunikasi dua arah dan lebih • Komunikasi searah dan lebih



serta •



tidak



harus sesuai standar baku.



banyak mendengar •



tetapi



tujuan



Bekerja sebagai bagian proses



tidak bertahan • Bekerja sebagai bagian dari kewajiban dan tuntutan.



pengembangan diri *penambahan dari berbagai literatur



MANAJEMEN K3 | 9



Contoh penerapan budaya adaptif dalam suatu perusahaan



terlihat pada gambar dibawah ini



Nilai dan kultur perusahaan



Nilai inti perusahaan berfokus pada manusia→memberikan motivasi intrinsik pada pekerja



Seluruh nilai perusahaan berfokus pada manusia→ Pekerja sebagai aset.



Leader sebagai role model penerapan budaya perusahaan



Penerapan manajemen K3 dengan budaya/kultur Operation Excellent yang berfokus pada pencegahan insiden yang berdampak besar dengan memberikan pemahaman dan melakukan mitigasi resiko. Operation Excellent disini seperti safety first yang diterapkan oleh O’Neill di Perusahaan Alcoa Copyright by ChevronTM



MANAJEMEN K3 | 10



Berikut contoh penerapan budaya K3 secara berjenjang dari konsep sampai dengan tingkatan individu



Copyright by ChevronTM



MANAJEMEN K3 | 11



Program K3



Keselamatan pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan menjadi naluri setiap makhluk hidup. Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, tantangan dan potensi bahaya yang dihadapi semakin banyak dan beragam. Berbagai alat teknologi buatan manusia, di samping bermanfaat juga dapat menimbulkan bencana atau kecelakaan.



Hal serupa terjadi di tempat kerja. Penggunaan mesin, alat kerja, material, dan proses produksi telah menjadi sumber bahaya yang dapat mencelakakan. Karena itu, aspek keselamatan telah menjadi tuntutan dan kebutuhan. Namun, walaupun keselamatan telah menjadi kebutuhan, dalam kenyataannya manusia masih mengabaikan keselamatan itu sendiri.



Kinerja K3 yang baik dapat membantu meningkatkan daya saing perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan kelas dunia yang peduli K3 memiliki prinsip good safety is good bussiness. Mereka menyadari bahwa kinerja K3 yang baik akan berakibat positif bagi bisnis perusahaan.



Salah satu organisasi profesional K3 di USA, International Association of Safety Professional (IASP) menetapkan 8 prinsip K3 yang menjadi landasan pengembangan K3 sebagai berikut3: 1. Safety is an ethical responsibility 2. Safety ia a culture not a program 3. Management is responsible 4. Employees must be trained to work safely 5. Safety is a condition of employement 6. All injuries are preventable 7. Safety program must be site specific 8. Safety is good business



MANAJEMEN K3 | 12



Program K3 dapat dimulai dengan penerapan visi, misi, dan tujuan, serta strategi yang dapat dilihat pada gambar



Copyright by bscdesigner.com



Copyright by Ir. Eka Satyaputra



MANAJEMEN K3 | 13



Copyright by bscdesigner.com



Contoh daftar penilaian menggunakan safety metrics



Proses evaluasi dalam penerapan program K3 dapat dipantau dari balance score card, return on prevention, bahkan dengan tabel sederhana yang membandingkan sebelum dan sesudah penerapan K3 serta penggunaan alat pengukuran lain



MANAJEMEN K3 | 14



Kesimpulan



Setiap perusahaan mulai dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, kecil hingga besar dalam kondisi apapun membutuhkan peran K3, karena setiap kegiatan tersebut tetap melibatkan 3 komponen yaitu orang, lingkungan kerja dan sistem atau interaksi antara keduanya. Setiap perusahaan bisa saja memiliki prioritas yang berbeda-beda, tetapi penerapan K3 merupakan keharusan. K3 mempengaruhi kinerja, reputasi, dan profit perusahaan yang merupakan hasil akhir dari rendahnya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kepuasan pekerja, pemberian nilai tambah, dan penurunan pengeluaran perusahaan.



Budaya perusahaan yang adaptif dibutuhkan agar program K3 dapat terlaksana dengan baik sesuai tuntutan dan tantangan zaman. Bahkan K3 diharapkan menjadi suatu budaya, bukan hanya sekadar program. Hal tersebut bisa terpenuhi dimulai dari kesadaran keystone habit safety first, lalu berdampak pada perubahan pandangan bahwa pekerja merupakan aset perusahaan, sehingga pekerja merasa merupakan bagian penting yang memberdayakan perusahaan dan mendorong mereka menemukan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik pekerja bersama dengan sistem perusahaan (visi, misi, tujuan , dan strategi) didukung dengan kepemimpinan yang baik akan memudahkan terbentuknya perubahan kebiasaan dari suatu perusahaan menjadi budaya. Budaya yang mampu membaca perubahan tuntutan dan tantangan zaman berevolusi menjadi budaya yang adaptif, hal yang tentunya didambakan setiap perusahaan.



MANAJEMEN K3 | 15



Daftar Pustaka 1.



T.W. HS. Karakteristik budaya organisasi, kemampuan adaptasi, dan kinerja usaha mikro kecil menengah. 2018:9098. e-journal.usd.ac.id.



2.



Kotter JP. Corporate Culture and Performace. The Free Press; 1992.



3.



Ramli S. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. 1st ed. (Djajaningrat H, ed.). Jakarta: Dian Rakyat; 2018.



4.



Chevron.



OEMS.



From



https://www.chevron.com/-/media/shared-media/documents/OEMS_Overview.pdf



diakses pada 27 Maret 2021 5.



BSCdesigner. From https://bscdesigner.com diakses pada 28 Maret 2021



6.



Ir Eka Satyaputra. Kuliah Manajemen K3



MANAJEMEN K3 | 16



EVALUASI KULIAH [SESUAI SARAN PADA AKHIR KULIAH]



Pertama, bagi saya materi yang Bapak Eka berikan sangat menarik dan bermanfaat, terutama ketika kita berusaha menerapkan manajemen K3 dalam lingkup pekerjaan maupun di lingkungan personal, bisa mencontoh prinsip keamanan dan keselamatan seperti yang dilakukan O’Neill. Saya sangat berterimakasih karena pengalaman yang saya dapat selama ini di lingkungan kerja menjadi klop dan mendapat benang merah, serta gambaran lebih luas tentang manajemen itu sendiri. Yang selama ini saya hanya melihat manajemen dari kacamata tenaga medis yang otomatis pada lingkup kecil terbatas di bidang kesehatan. NPM 2006614651



Pandangan dan Pengalaman Personal



Contoh yang saya jalani selama ini seperti food safety inspection per bulan bersama cross function team, hanya fokus pada pemantauan bahaya food and sanitation dan mencegah food-borne illness tetapi belum melihat ke hal yang lebih luas seperti akibat dari kelalaian pemantauan menjadi menurunkan moral pekerja, reputasi perusahaan dipertaruhkan, terhentinya operasional dan bahkan merugikan secara finansial. Pola pikir dan cara pandang menjadi lebih luas, dan pemahaman business plan bisa dipahami lebih baik, walau memang awalnya saya kesulitan untuk menangkap maksud dan tujuan saat Bapak memberikan materi. Puzzle tersebut baru saya pahami sedikit demi sedikit setelah selesai perkuliahan, tentunyatidak ada gading yang tidak retak, tiada kesempurnaan dalam setiap perbuatan yang manusia lakukan-begitu pun kita semua. Saya pribadi masih membutuhkan contoh konkrit di lapangan dari berbagai puzzle tersebut hingga menjadi gambar utuh dengan harapan semua yang melihatnya memiliki persepsi yang sama, tanpa dibutuhkan kontemplasi yang dalam. Walaupun demikian ketidaksempurnaan tersebut menjadi cambuk bagi saya untuk menjadi lebih baik dan mohon maaf Bapak bila makalah / tugas selama ini dan ke depannya belum memenuhi ekspektasi Bapak. Saya berharap semua ini menjadi amal jariyah bagi kita semua dan mohon bimbingan selalu dari Bapak dan dosen-dosen yang tidak bosan-bosannya memberikan ilmunya. Aamiin… Terima kasih Pak Ir. Eka Satyaputra.. Salam hangat,



Freade Akbar



MANAJEMEN K3 | 17