RESUME [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME SEMINAR SOEDIRMAN DENTAL SCIENTIFIC MEETING 2018 AULA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSOED, 14-15 JULI 2018



Disusun Oleh: Anita Tri Wahyuni G4B016054



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2018



Resume Seminar 1. Topik-1



: Etika dan Hukum Kedokteran Gigi



Pembicara : drg. Arwita Mulyawati, M.Hkes Sesi



: Sabtu, 14 Juli 2018/ 08.45-10.15



Resume



:



Cabang ilmu filsafat moral yaitu etika. Mempertahankan secara rasional dan teori yang berlaku sebagai suatu perangkat prinsip moral yang dapat dipakai sebagai pedoman dari tindakan manusia. Setiap tindakan kedokteran gigi harus mengikuti aturan - aturan yang telah disusun oleh Undang-undang dan Kode Etik profesi kedokteran sebagai standart berprilaku. UndangUndang RI No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran terkait penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etika dan mora yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang terus menerus harus ditingkatkan melalui Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Pelaksanaan praktek kedokteran gigi melalui beberapa tahapan, yang meliputi enam SKP (sasaran keselamatan pasien) yaitu identifikasi pasien, komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, serta pengurangan resiko pasien jatuh. Apabila terdapat pelanggaran terhadap Undang-Undang Praktik Kedokteran, maka akan mendapatkan ancaman pidana. Beberapa hal terkait dengan pelanggaran disiplin praktek kedokteran gigi yang dikelompokan menjadi 3 yaitu Melaksanakan Praktik kedokteran dengan tidak kompeten, Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi



kedokteran atau kedokteran gigi dan tugas serta tanggung jawab professional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.



2. Topik-2



: Simplicity and Efficiency in Modern Endodontic Pratice: One Visit Endodontic Method Followed by Post and Core Selection



Pembicara : drg. Irfan Dwiandhono, Sp.KG Sesi



: Sabtu, 14 Juli 2018/ 10.15-11.45



Resume



:



Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan untuk mempertahankan gigi dengan cara pengambilan jaringan pulpa yang meradang untuk mengeliminasi bakteri dan endotoksinnya serta debris dari sistem saluran akar. Tujuan dari perawatan saluran akar adalah untuk mempertahankan gigi selama mungkin, mencegah kerusakan jaringan periradikular, mencegah penyebaran infeksi, dan melakukan restorasi gigi yang rusak. Perawatan saluran akar dapat dilakukan dengan multivisit maupun one visit. One visit endodontic lebih sering dilakukan karena memiliki beberapa keuntungan seperti mengurangi waktu kunjungan karena tahap perawatan menjadi lebih sedikit. Indikasi one visit endodontik yaitu: 1. Tidak ada faktor penyulit (kelainan anatomi) 2. Gigi vital karena trauma maupun karies 3. Gigi nonvital dengan fistula 4. Tidak ada kondisi akut 5. Untuk keperluan estetik



Namun tidak selamanya seluruh perawatan endodontik dapat dilakukan dalam 1 kunjungan. One visit endodontic tidak dapat dilakukan apabila terdapat kondisi: 1. Terdapat kondisi akut 2. Ada faktor penyulit 3. Penderita tidak kooperatif



4. Ada pembengkakan/lesi periapikal 5. Kasus retreatment



Tahapan perawatan endodontik yaitu: 1. Diagnosis 2. Control of pain dapat dilakukan dengan menggunakan anastesi apabila diperlukan 3. Isolasi gigi dengan rubber dam agar mencegah saliva dan bakteri masuk ke saluran akar serta mencegah adanya instrumen atau bahan irigasi masuk ke rongga mulut. 4. Access opening



5. Negosiasi saluran akar dilakukan menggunakan k-file. 6. Pengukuran panjang kerja 7. Cleaning and shaping 8. Obturasi 9. Restorasi akhir



3. Topik-3



: Dental Bleaching



Pembicara : drg. Irfan Dwiandhono, Sp.KG Sesi



: Sabtu, 14 Juli 2018/ 13.00-14.30



Resume



:



Bleaching merupakan suatu perawatan gigi untuk mengupayakan agar warna gigi menajdi lebih putih atau lebih cerah dengan menggunakan bahan pemutih gigi. Pada kondisi normal warna gigi permanen dapat berwarna kuning keabuan, putih keabuan, ataupun putih kekuningan. Warna gigi sehat dapat dipengaruhi oleh warna enamel yang meliputi mahkota, warna dentin, translusensi enamel dengan derajat kalsifikas yang berbeda serta ketebalan enamel. Diskolorasipada gig dapat terjadi karena faktor ekstrinsik maupun faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi stain ataupun agen yang



menempel pada permukaan enamel gigi yang dapat dihilangkan dengan pembersihan profilaksis maupun scaling. Sedangkan faktor intrinsik meliputi stain endogen yang masuk dalam gigi selama fase formatif gigi maupun setelah perkembangan selesai. Terdapat beberapa pilihan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah diskolorasi gigi, yaitu crown, veneer, maupun bleaching. Bleaching pada gigi diindikasikan untuk kasus gigi yang mengalami diskolorasi karena adanya stain yang didapat maupun developmental, stain berwarna kuning kecoklatan, gigi yang berwarna kuning karena usia bertambah, fluorosis putih maupun coklat, stain karena tetracyclin derajat ringan maupun sedang, dan diskolorasi pada gigi nonvital. Bahan yang digunakan untuk bleaching biasanya mengandung H2O2 . Kandungan ini akan berdifusi dengan matriks organik dari enamel dan dentin sehingga menginisiasi reaksi redoks. Reaksi ini akan menghasilkan molekul yang tidak stabil yang akan berikatan dengan molekul kromogenik yang lebih sederhana sehingga dapat merefleksikan warna yang lebih terang. Prosedur bleaching dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu: 1. Ekstrakoronal a. In-office bleaching Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bahan yang mengandung H2O2 30-40%. Prosedur diawali dengan membersihkan permukaan gigi dari kalkulus maupun stain lalu tentukan warna awal gigi. Selanjutnya lakukan isolasi pada daerah kerja kemudian aplikasikan bahan bleaching pada permukaan labial serta insisal gigi dan biarkan selama 20 menit. Bahan bleaching kemudian dibersihkan dengan kapas kering dan dibantu suction agar tidak terkena mukosa. Prosedur ini dapt diulang 2-3 kali sampai dihasilkan warna yang diinginkan dengan maksimal aplikasi 3 kali dalam 1 kali kunjungan. Untuk menghindari gigi yang sensitif sebaiknya aplikasikan bahan



desensitizing



setelah prosedur. Pasien diberitahu untuk menghindari



mengkonsumsi minuman yang berwarna serta rokok selama 2 minggu dan pada 2-3 hari awal kemungkinan gigi akan lebih sensitif. b.



Home bleaching Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bahan yang mengandung H2O2 1-10% dan carbamide peroxide 10-15%. Prosedur ini dilakukan dengan memberikan tray pada pasien. Tray dibuat dari cetakan yang telah di blocked out dengan resin pada daerah labial setebal 0,5 mm dan sejauh 1,5 mm dari servikal lalu dibuat tray dari sheet plastik setebal 0.035 mm. Prosedur bleaching dilakukan oleh pasien di rumah dengan cara menaru bahan bleaching pada tray kemudian digunakan pada malam hari setelah gigi dibersihkan.



2. Intrakoronal Prosedur intrakoronal bleaching dapat dilakukan apabila gigi telah dilakukan perawatan saluran akar dan hasil obturasinya baik. Apabila hasilnya baik maka prosedur dapat dilakukan dengan melakukan isolasi pada gigi kemudian dilakukan pembuangan gutta percha sebanyak 2 mm yang kemudian akan diisi dengan barrier mekanik seperti GIC/ zinc fosfat/semen polykarboksilat setebal 2 mm. Selanjutnya bahan bleaching dapat diaplikasikan pada kamar pulpa dan tutup dengan tumpatan sementara. Kontrol dapat dilakukan 3-5 hari kemudian dan prosedur serupa dapat diulang hingga mencapai warna gigi yang diinginkan.



4. Topik-4



: Stomatitis: Aphtous atau Herpes



Pembicara : drg. Agam Ferry, Sp.PM Sesi



: Minggu, 15 Juli 2018/ 07.45-09.15



Resume



:



Stomatitis aftosa yaitu suatu stomatitis spesifik yang muncul dengan ulkus dangkal dan nyeri. Biasa berlokasi pada bibir, pipi, gusi, atau atau dasar mulut. Memiliki gambaran klinis berdiameter klinis sekitar 2,5 cm. Penyebab



secara pasti belum dapat diketahui pasti, namun beberapa sumber mengatakan dapat dipicu oleh defisiensi nutrisi B12, folat dan besi. Perawatan yang diberikan minosep tiga kali sehari selama satu minggu sebagai antibakteri dan antijamur. Stomatitis herpes disebabkan oleh herpes simplek. Stomatitis herpes mengalami stase prodromal, pada hari ke 2-5 akan mengalami demam dan hilang pada hari ke 5-7, biasanya berjumlah banyak (mayor berukuran bulat besar dan bergabung menjadi ireguler). Lokasi stomatitis herpes biasanya pada mukosa berkeratin/mukosa mastikasi, attached gingiva, palatum keras, dan vermilion dengan durasi selama 1-3 minggu. Lesi pada stomatitis herpes dapat berupa lesi primer (terdapat vesikel) dan lesi klinis (ulser dangkal dan tidak teratur). Pemeriksaan dilakukan dengan mendalami riwayat pasien Pemeriksaan fisik dengan mengevaluasi lesi oral dan kulit lainnya. Pemeriksaan darah untuk menetukan jika ada infeksi. Pemeriksaan laboraturium untuk evaluasi mikroskopik atau kultur jaringan mulut untuk menentukan kemungkinan agen infeksius adalah penyebabnya.



5. Topik-5



: Pendekatan Secara Holistik Kasus Gigi Anak Melalui Rehabilitasi Estetik



Pembicara : drg. Soegeng Wahluyo, M.Kes., Sp. KGA (K) Sesi



: Minggu, 15 Juli 2018/ 09.15-10.45



Resume



:



Penyebab kerusakan gigi pada anak disebabkan karena karies, trauma, child abuse, kecelakaan dalam rumah tangga, perkelahian, kelainan pada anak, dan faktor internal/eksternal. Malposisi gigi pada anak menggunakan piranti, dibagi menjadi dua yaitu upper anterior inclide plane dan lower incline bite plane. Indikasi penggunaan piranti pada fase pergantian gigi



geligi , adanya gigitan terbalik anterior (maloklusi kelas 1 angle / maloklusi pseudo klas 3 angle). Kontraindikasi penggunaan piranti jika ditemukan adanya TMJ disorder, gigi crowded, adanya overbite > 1,5 mm. Syarat yg harus diperhatikan yang paling utama adalah kooperatif pasien anak dengan overbite < 1,5 mm, anak pada fase pergantian gigi dan hanya digunakan untuk gigitan terbalik pada gigi insisivus. Pada kasus trauma gigi permanen seperti intrusme, subluksasi, fraktur mahkota dan fraktur akar dapat dilakukan beberapa tindakan, seperti dilakukan restorasi dan melekatkan fragmen, dilakukan stabilisasi fragmen dan psa, dan dilakukan reposisi dan stabilisasi kemudian displint selama 2-3 bulan untuk kasus fraktur akar, untuk kasus subluksasi biasanya dilakukan splinting, dan intrusive dapat dilakukan pembedahan, kombinasi splinting dan orto, perawatan endo. Pada kasus perawatan gigi anak seperti trauma avulsi dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin dengan maksimal waktu 2 jam dari waktu kejadian , dibutuhkan adanya kerjasama antara orang tua anak dan dokter. Keberhasilan perawatan gigi anak lebih banyak ditentukan oleh operator dan sterilitas daerah kerja. Replantasi gigi permanen muda dapat memberikan hasil yang optimal jika dilakukan dengan tepat sasaran dan sesuai procedure.



6. Topik-6



: Extraction Complication: Prevention and Treatment



Pembicara : drg. Helmi Hirawan, Sp.BM Sesi



: Minggu, 15 Juli 2018/ 10.45-12.15



Resume



:



Komplikasi saat ekstrasi biasanya terjadi dibagi menjadi 3 yaitu komplikasi intraoperatif seperti perdarahan, fraktur, pergeseran, cedera jaringan lunak. Komplikasi pasca bedah sperti perdarahan, hematom, rasa



sakit, oedem, dan alergi obat. Saat setelah dari operasi yang biasanya terjadi alveoliis dan infeksi. Perdarahan di sebabkan oleh suatu trauma pasca pencabutan yang normal asalkan dengan batas waktu tertentu, tempat yang rawan mengalami perdarahan yang banyak antara lain palatum dengan arteri palatina mayor dan vestibulum bukal molar dengan arteri fasialis. a. Penatalaksanaan perdarahan 1) Membersihkan Blood clot 2) Irigasi pada socket dengan isotonik salin 3) Perdarahan dari gusi diatasi dengan penjahitan 4) Perdarahan dari tulang dapat diatasi dengan penjahitan rapat dan ditambahkan diberi pack 5) Gigit tampon selama 15-30 menit 6) Diberikan obat-obatan coagulan. 7) Lakukan klem atau pengikatan untuk mengontrol perdarahan, klem dapat berpa klaim hemostatik dimana berfungsi mengontrol perdarahan dari pembuluh darah yang sulit di ikat atau dengan elektrokauterisasi yaitu untuk perdarahan dari pembuluh darah kecil atau rembesan. b. Pencegahan perdarahan 1) Anamnesis yang lengkap meliputi riwayat penyakit berupa kelainankelainan sistemik yang berkaitan dengan gangguan hemostasis (pembekuan darah 2) Menghindari pembuluh darah arteri atau vena untuk mencegah terjadinya perdarahan 3) Pasien diharuskan untuk menggigit tampon selama 30-60 menit untuk mencegah terjadinya perdarahan yang berlanjut



Pembengkakan pasca pencabutan sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan penatalaksanaan kompres es di hari pertama dan selanjutnya dengan terapi panas, penekanan danobat jika dibutuhkan. Edukasi pasien bahwa hal tersebut tidak berbahaya agar pasien tidak panik. Untuk kasus Fraktur akar gigi pada saat pencabutan disebabkan karena kesalahan penempatan forsep dan kesalahan pemilihan forsep, karies gigi yang meluas sehingga gigi rapuh dan mudah fraktur, adanya kelainan akar atau bisa disebabkan karna kekuatan yang berlebihan biasanya untuk kasus fraktur akar gigi menggunakan alat root elevator khusus akar gigi, atau william’s apical pick dan apical fragment ejector dan apical fragment forcep. Penatalaksanaan fraktur akar gigi dilakukan dengan cara tertutup tanpa mengurangi tulang dan membuka lapisan mukoperiosteum. Pada pasien sinkop memiliki gejala seperti pusing, lemah, mual diiringi kullit pucat, dingin dan berkeringat dilanjutkan dengan kehilangan kesadaran, biasanya posisi pasien yang harus diperhatikan dimana kepala pasien direndahakan dan dimiringkan dengan memperhatikan jalan nafas. Kemudian jika pasien sudah sadar, diberikan cairan yang mengandung glukosa. Pada kasus dry socket, dengan rasa nyeri sedang hingga tinggi dengan soket kosong atau dengan debris, dan rasa sakit disekitar gigi 3-5 hari pasca ekstraksi. Prosedure dilakukan pada kasus dry socket melakukan packing menggunakan coepack, setelah diberikan pembalut obat-obatan yang dimasukan kedalam alveolus, dan diirigasi. Pemberian obat analgesic dan instruksikan pasien berkumur dengan larutan garam hangat dan ingatkan pasien agar kontrol 3 hari selanjutnya.



7. Topik-7



: A Journey of Indirect Restoration in Aesthetic Zone



Pembicara : drg. Sandy Aditya, Sp.Pros Sesi



: Minggu, 15 Juli 2018/ 13.15-14.45



Resume



:



Terdapat 3 hal yang mempengaruhi Dental Photography, yaitu pasien, dokter gigi, dan teknisi gigi. Pasien meliputi pemeriksaan diri, permintaan, harapan



(permintaan).



Dokter



gigi



meliputi



anamnesa,



diagnose,



pengetahuan, rencana perawtan (panduan kerja). Teknisi gigi meliputi pemilihan materi, proporsi gigi, pasangan dokter gigi. Beberapa indikasi gigi yang harus dilakukan restorasi atau perawatan antara lain, kebutuhan estetik, karies, fraktur, pulpa terbuka, setelah perawatan



saluran



akar,



restorasi



sebelumnya



gagal,



sedangkan



kontraindikasinya antara lain komplikasi periodontal , mobilitas gigi, gigi fraktur parah, parafungsional, rehabilitasi semua gigi, oral and maxillofacial prosthetic.



8. Topik-8



: Peran Perawatan Ortodontik Dalam Mengurangi Gejala Sistemik Akibat Gangguan Stomatognatik



Pembicara : Dr. Daniel Haryono Utomo, drg., Sp. Ort Sesi



: Minggu, 15 Juli 2018/ 15.15-16.45



Resume



:



Gangguan stomatognatik dapat muncul gejala sistemik berupa nyeri pada orofasial dan muskuloskeletal seperti migrain, kaku leher, dan kesemutan, gejala alergi seperti sinusitis dan asma yang sebenernya bukan penyakit alergi namun peningkatan sensitifitas terhadap rangsangan misalnya dingin ataupun bau menyengat. Untuk kelainan TMJ biasanya berhubungan dengan sleep apnea, hipertensi dan disfungsi saraf autonomy. Keradangan



dibagi menjadi dua yaitu imunogenik yang melibatkan Sel mast, Sel makrofag untuk neurogenic mencakup Substans P, SP; Calcitonin generelated Peptide, CGRP. Keradangan dapat berinteraksi sehingga makin memperkuat efek keradangan dengan mekanisme “Neurogenic Switching” karena mekanisme terjadi pada gingivitis sehingga menyebabkan sinusitis dan migren. Skoliosis sangat mungkin disebabkan oleh pergerakan parafungsional dalam usia pertumbuhan dan dapat mempengaruhi oklusi gigi-geligi seseorang. Penelitian membuktikan bahwa terjadi peningkatan prevalensi maloklusi Angle kelas II unilateral yang berhubungan dengan skoliosis, terjadi peningkatan resiko crossbite lateral, deviasi midline pada anak-anak yang disebabkan oleh skoliosis. Nyeri orofasial dan muscoskeletal dapat menyebabkan migren, kaku leher dan kesemutan, hal ini disebabkan karena pengunyahan satu sisi. Sistem stomatognatik memiliki 4 fungsi untuk fonasi, mastikasi, diglutisi dan respirasi. Mekanisme fonasi yaitu respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi sedangkan mekanisme mastikasi yaitu tahapan membuka mulut dan menutup mulut serta oklusi. Mekanisme diglutisi dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, faringeal dan fase esophageal. Sehingga jika terjadi gangguan pada sistem stomagonatik dapat terjadi gangguan pada Temporomandibulan Disorder. Perawatan ortodontik diharapkan dapat membantu pencegahan berbagai gejala sistemik.



Lembar Verifikasi Nama Mahasiswa Anita Tri Wahyuni NIM G4B016054 Telah diperiksa dan diverifikasi pada tanggal:



drg. Christiana C., M.Phil Paraf Reward pilihan (mohon dilingkari): 1. 3x audiensi seminar jurnal Bidang Ilmu Pilihan: BM / Konser / Perio / IKGA / IPM / Orto / Prosto) 2. 3x nilai diskusi 80



Bidang IlmuPilihan: Direct restoration (Konservasi) / scaling (Perio) / ekstraksi (BM)