Resume Teori Kontinjensi Struktural Dari Buku Prof Gudono [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RINGKASAN MATA KULIAH TEORI KONTINJENSI STRUKTURAL



Disusun Oleh: Nuzulul Khaq (W10020001)



MAGISTER AKUNTANSI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020



Teori Kontinjensi Struktural



I.



Pendahuluan Teori kontinjensi struktural atau Stuctural contingensi teori lahir dari teori manajemen klasik dan berkembang pada tahun 1950-an. Menurut Breeh, 1975, dalam Lex Donaldson, 1995 sampai kira-kira akhir tahun 1950-an, teori struktur organisasi didominasi oleh teori manajemen klasik, yang menyatakan bahwa ada satu struktur terbaik bagi organisasi. Perpaduan ini menghasilkan sintesa bagi teori kontinjensi/ ketidakpastian sturktural, dimana struktur yang terbentuk pada sebuah organisasi akan menjadi terdesentralisasi atau sebaliknya menjadi struktur yang lebih partisipatoris adalah bergantung kepada situasi mereka. Teori ketidakpastian struktural merupakan pradigma yang berorientasi pada kebutuhan internal utamanya dan harus dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungannya (Scott, 1983), Lawrence dan Lorsch (1967) mengatakan bahwa organisasi dan lingkungan bagaikan dua sisi mata uang yang saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan, mereka mengemukakan bahwa ketidakpastian dan perubahan lingkungan akan sangat mempengaruhi perkembangan pada struktur internal organisasi. Guna menjelaskan hal ini terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan untuk mendukung pernyataan ini, seperti Woodward (1958,1965) dalam Donaldson (1995) yang menyatakan bahwa pada keadaan spesifik, derajat formalisasi dan sentralisasi yang optimal pada organisasi merupakan fungsi dari pengoperasian teknologi, serta tingkat perubahan lingkungan. Sedangkan Burns dan Stalker (1961) melahirkan hasil riset Management of Innovatio , yang menawarkan dua tipe stuktur organisasi, yaitu struktur mekanistik dan struktur organik. Perbedaan dapat dilihat dalam table 1.1 : No Struktur Mekanistik Struktur Organik 1. Kegiatan usaha di atur ketat Kegiatan bersifat fleksible 2. Teknologi bersifat kontiniu Informasi mengalir bebas diantara karyawan 3. Ada deskripsi kerja yang jelas Adanya rentang kendali yang luas 4. Formulasi sangat tinggi Formulasi rendah 5. Sentralisasi Desentralisasi 6. Spesialisasi Tinggi Tim Lintas Fungsional Tabel. 1.1. Perbedaan struktur mekanistik dan organik. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada satu cara terbaik untuk menstrukturisasi organisasi. Sebuah organisasi akan menghadapi banyak pilihan saat melakukan dan menetukan bagaimana harusnya organisasi itu disusun. Hampir semua penulis dan peneliti terkait dengan kontinjensi mengemukan setidaknya ada tiga yang mempengaruhi struktur organisasi, yaitu :



-



-



-



Ukuran Organisasi Besar kecilnya organisasi akan berpengaruh kepada struktur organisasi, semakin besar organisasi akan membutuhkan struktur yang lebih luas dan besar pula dan akan semakin tinggi kompleksitasnya. Dan biasanya organisasi yang sudah mencapai ukuran tertentu akan berada dalam kondisi mekanistik. Teknologi yang digunakan Teknologi organisasi adalah dasar dari subsistem produksi, termasuk teknik dan cara yang digunakan untuk mengubah input organisasi menjadi output. Semakin berkembang teknologi akan berdampak kepada hasil (output) organisasi, maka menurut Joan Woodward teknologi dapat dibagi menjadi 3 kategori : a. Teknologi produksi unit, yang menggambarkan produksi barang-barang dalam unit-unit atau skala kecil b. Teknologi produksi massal, menggambarkan proses manufaktur produksi secara atau skala besar. c. Teknologi produksi proses, meliputi proses produksi secara berkelanjutan atau kontiniu. Lingkungan Lingkungan mencakup seluruh elemen di luar lingkup organisasi. Elemen kunci mencakup industri, pemerintah, pelanggan, pemasok dan komunitas finansial. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua : a. Lingkungan yang stabil dan sederhana. Lingkungan yang stabil dan sederhana dengan ketidakpastian yang rendah dapat menerapkan desain organisasi mekanistik secara efektif. b. Lingkungan yang dinamis dan kompleks. Lingkungan yang lebih komplek dengan lebih banyak ketidakstabilan dan ketidakpastiannya lebih membutuhkan desain organisasi yang lebih fleksible. C. Jarvis mengemukakan bahwa teori kontinjensi memusatkan pada proses meminimalisasi resiko dan proses pembuatan keputusan. Keputusankeputusan yang diambil untuk mengantisipasi kejadian dan perencanaan akan dikejutkan dengan kejadian-kejadian yang tidak terduga yang mengancam posisi organisasi. Sedangkan Otlay (1980) memberian kerangka teori kontinjensi sebagai berikut : 1. Faktor kontijijensi, 2. System pengendalian manajemen, 3. Variable intervening 1 , dan 4. Efektifitas organisasi. Pemikiran Otlay menunjukkan adanya korelasi dengan pemikiran Lawrence dan Lorsch : bahwa keberhasilan pengelolaan organisasi (efektifitas) tidak semata-mata tergantung pada tujuan dan cara pengelolaan oleh manajemen, tetapi juga oleh lingkungan yang sama sekali diluar kendali organisasi.



II. Prinsip Dasar Teori Masuknya variable lingkungan dalam analisis organisasi diawali dengan kemunculan pendekatan system dalam analisis organisasi yang dipengaruhi oleh ilmu biologi yang dikemukakan oleh Ludwig von Bertalanffy. Pendekatan system ini dibangun dengan anggapan bahwa organisasi pada hakekatnya mirip dengan organisme (makhluk tumbuhan) yang terbuka terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya. Organisme dalam system ini akan mengambil dan sekaligus memberikan sesuatu dari dan kepada lingkungannya. Sama seperti makhluk hidup, menurut teori kontinjensi tujuan akhir sebuah organisasi adalam beroperasi adalah agar bisa bertahan, bisa tumbuh atau berkelangsungan (viability). Keberlangsungan ini akan tercapai apabila ada kecocokan antara organisasi dengan lingkungannya. Menurut Reynei 2 dimensi lingkungan organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : a. Kondisi Teknologi. Tingkat kemampuan dan keterampilan akan mempengaruhi lingkungan organisasi. b. Kondisi Hukum. Aturan dan produk hukum atau formulasi baik yang dikeluarkan oleh organisasi publik, dan lembaga diluar organisasi akan berpengaruh terhadap kondisi organisasi. c. Kondisi Politik. Kondisi politik atau bentuk lembaga negara (sosialismen, komunisme, kapitalis, demokrasi) akan berpengaruh kepada lingkungan organisasi. d. Kondisi Ekonomi. Tingkat kesejateraan masyarakat, kondisi modal dan ekonomi pasar dari negara akan berdampak pada lingkungan organisasi. Apabila ekonomi publik meningkat, akan mengurangi dampak negatif dari lingkungan organisasi. e. Kondisi Demografi. Kondisi demografi berhubungan dengan jumlah penduduk, tingkat perkembangan dan pertumbuhan penduduk, jenis kelamin, ras dan agama. f. Kondisi Ekologis. Kondisi ekologis mencakup tentang karakterisitik fisik lingkungan, iklim, kareakteristik geografis, polusi, sumber daya alam, dan kepadatan populasi organisasi. g. Kondisi Budaya. Lingkungan ini mencakup tentang kepercayaan, nilai-nilai, kebiasaan sosial, sikap, pandangan serta pola kehidupan yang terbentuk oleh tradisi, pendidikan dan kepercayaan sekolompok masyarakat.



Teori kontinjensi kemudian memberikan dua hal yang akan dilakukan untuk menjalankan penyesuaian terhadap lingkungan organisasi. Pertama, manajemen menata konfigurasi berbagai sub-sistem didalam organisasi agar kegiatan organisasi berjalan dan menjadi efisien. Kedua, bentuk-bentuk spesies organisasi memiliki efektifitas yang berbedabeda dalam menghadapi perubahan dalam lingkungan luar. Teori kontinjensi juga memberikan penekanan pada perlunya menfokuskan organisasi pada perubahan. Pimpinan organisasi harus mampu mempelajari dan memahami lingkungan eksternal dan menentukan cara dalam memproses penentuan strategi dan tindakan, karena lingkungan eksternal merupakan pengaruh yang dinamis yang terus bergerak dan datang secara fleksible dan selalu berubah. Beberapa anggapan dalam teori kontinjensi, yaitu : a. Manajemen pada dasarnya bersifat situasional. Teknik penyelesaian masalah disesuaikan dengan masalah yang dihadapi. b. Manajemen harus mengadobsi pendekatan dan strategi yang sesuai dengan permintaan setiap situasi yang dihadapi. c. Dibutuhkan keterampilan yang tinggi dalam mendiagnosa untuk mengantisipasi perubuahan lingkungan yang komprehensif. d. Dalam mengelola organisasi tidak ada satu cara yang baik dalam menyusun struktur organisasi. III. Tiga konsep “fit” Riset-riset empirik terdahulu di bidang kontinjensi menunjukkan adanya karakteristik pengujian (testing) hubungan antara variabel-variabel dalam model kontinjensi yang sederhana dan tidak terpola (Fry dan Smith dalam Duncan dan Ken Moores, 1989). Kesesuaian antara variabel kontinjensi dengan variabel organisasional dalam riset-riset tersebut dibangun dalam proposisi hubungan yang berbeda-beda, meskipun, konsep sentral dari proposisi kontinjensi adalah fit, yang merupakan kesesuaian antara variabel kontekstual dengan desain organisasional. Dalam hal ini, Drazin dan Van de Ven (1985) kemudian melaporkan adanya pendekatan konseptual mengenai fit. Menurut mereka, setidaknya ada tiga pendekatan yang berbeda dalam pengukuran fit antara variabel organisasional dan variabel kontinjensi. Ketiga pendekatan tersebut dalam teori kontinjensi adalah pendekatan gestalt, pendekatan asumsi (interaksi) dan pendekatan seleksi. 1. Pendekatan gestalt. Pendekatan ini mendasarkan pada kecocokan internal antara berbagai karakteristik organisasi. Pendekatan ini sering kali diuji dengan menggunakan bentuk ecludian distance. Dalam tulisan Van de Ven diuraikan bahwa kinerja baik adalah fungsi dari seberapa besarnya kecocokan variable X1 dan X2 tersebut. Dan “Kondisi Ideal” itu hanya bisa dihasilkan oleh perpaduan antara X1 danX2 dalam kadar yang tepat. 2. Pendekatan asumsi, atau sering juga dikatakan dengan pendekatan interaksi. Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa karakteristik organisasi memiliki skala kontiniu. Konsep ini dianut setelah Burns dan



3.



4.



Stalker (1961) menyatakan bahwa gaya manajemen bisa direntang dari mekanistik dan organik. Pendekatan ini lebih memusatkan kepada kecocokan antara karakteristik organisasi dengan karakteristik lingkungan. Dalam pendekatan interaksi posisi fit terjadi disepanjang garis kombinasi dua faktor kongtingensi. Pendekatan seleksi yang beranggapan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah diteliti dan diamati telah beroperasi dalam kondisi ekuilibrium3. Peneliti yang memakai pendekatan ini adalah Simon (1987) yang meneliti perbedaan system pengendalian manajemen pada berbagai perusahaan yang memiliki topologi strategi yang berbeda.



IV. Variabel Kontinjensi Mengembangkan suatu model kontinjensi memerlukan suatu basis yang membagi setting kompetitif ke dalam kelas terpisah, dan ada pekerjaan kecil untuk mengindetifikasi variabel kontinjensi yang relevan. Suatu variabel kontinjensi terkait dengan level (dimana binis yang berbeda pada variabel itu juga memperlihatkan perbedaan utama bagaimana atribut pengendalian atau tindakan berhubungan dengan kinerja. Dalam menentukan strategi, Hofer (1975) memperkenalkan 54 faktor kontinjensi mungkin, dimana masingmasing faktor yang diasumsikan hanya mempunyai dua kemungkinan nilai. Ia menyatakan bahwa hal ini mengakibatkan 18 milyar pengaturan yang mungkin dibuat. Sebagai jawaban atas masalah ini, ia berspekulasi bahwa beberapa variabel kontinjensi mendominasi variabel kontinjensi yang lain. Yang disayangkan hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya dominasi antar variabel kontinjensi, dan riset pengendalian akuntansi hanya menguji suatu subset kecil dari 54 variabel kontingesi Hofer (1975). Kebanyakan variabel kontinjensi tercakup dalam studi empiris pengendalian yang telah terpilih dalam suatu basis khusus. Beberapa variable yang dikemukakan dalam teori kontinjensi adalah sebagai berikut : 1. Kategori variabel yang berhubungan dengan ketidakpastian. Sumber ketidakpastian yang utama meliputi tugas dan ketidakpastian lingkungan eksternal. Ketidakpastian tugas adalah suatu fungsi dari tindakan seorang manajer untuk mendapatkan hasil yang diharapkan (Hirst, 1981). Ketidakpastian tugas serupa dengan pengetahuan proses perubahan bentuk yang digambarkan oleh Ouchi (1977). Sebagai tambahan, variabel makro dari ketidakpastian lingkungan mempunyai banyak segi yang mendasari. Sebagai contoh, hubungan dengan pelanggan, para penyalur, pasar, pekerjaan dan para petugas pemerintah semua mempunyai dampak terhadap ketidakpastian lingkungan. 2. Kategori variabel kontinjensi, berhubungan dengan interdependensi dan tehnologi perusahaan. Hal ini meliputi definisi tehnologi yang dikembangkan oleh Woodward (1965) dan Perrow (1967) membagi



3.



4.



5.



teknologi ke dalam batch kecil, batch besar, memproses tehnologi dan kategori produksi massal. Menurut Perrow (1967) definisi teknologi didasarkan pada banyaknya pengecualian dalam memproses produk atau jasa memproses dan sifat alami dari proses ketika pengecualian ditemukan. Sebagai tambahan, Thomson (1967) membantah bahwa salah satu komponen kunci tehnologi perusahaan adalah saling ketergantungan antara subunit perusahaan tersebut. Kategori variable industri, perusahaan dan variabel unit bisnis seperti ukuran, diversifikasi dan struktur. Studi industri sudah menguji pengendalian pada pabrikasi, jasa keuangan serta riset dan pengembangan perusahaan. Diversifikasi mengacu pada tingkat keanekaragaman dalam suatu lini produk dan atau struktur perusahaan. Struktrur perusahaan telah dikotomikan antara multi-divisional (M-Form) dan fungsional (U-Form) Perusahaan (Hoskisson et Al, 1990). Seperti dicatat oleh Hofer (1975), ada banyak orang variabel potensial dalam perusahan, industri dan Unit Bisnis Strategis (SBU) kategori. Kategori variabel kontinjensi yang keempat meliputi strategi persaingan dan misi. Kebanyakan riset strategi kontinjensi telah memusat pada klarifikasi yang telah diusulkan oleh Porter’s (1980), Miles dan Snow (1978) dan daur hidup produk klarifikasi Porter’s (1980) adalah biaya rendah, pembedaan dan fokus startegi persaingan. Miles dan Snow (1978) mengklarifikasikan unit bisnis kedalam pembela/pelindung, penyelidik dan kategori penganalisis. Kebanyakan riset pengendalian kontinjensi terpusat pada perbedaan antara penyelidik dan pembela/pelindung (Simon, 1987). Klarifikasi Daur hidup produk terdiri dari membangun, (memegang/menjaga), memanen dan kategori strategi divest. Kategori lain yang telah diuji literatur pengendalian adalah faktor observability. Variabel ini mula-mula diusulkan oleh Thomson (1970) dan kemudian oleh Ouchi (1977) dan yang lain (Rockness and Shields, 1984). Seperti dicatat oleh ahli teori organisasi dan agen, dalam evaluasi kinerja, suatu isyarat dari seorang pekerja atau unit bisnis diukur, dievaluasi dan dikompensasi. Isyarat mengukur dapat dari tindakan karyawan dan dari hasil tindakan. Peneliti terdahulu menyiratkan perilaku mengendalikan, yang belakangan menyiratkan pengendalian keluaran. Observabillitas (tentang perilaku atau hasil) menyiratkan pengendalian itu dapat ditempatkan hanya pada variabel yang kelihatan oleh penilai tersebut.



V. Strategi dan Struktur Proses perubahan struktural biasanya terjadi karena perubahanperubahan pada faktor kontinjensi, seperti peningkatan diversifikasi, perbaikan teknologi produksi, peningkatan ukuran perusahaan, dan peningkatan laju perubahan pasar dan teknologi. Perubahan ini biasanya menyebabkan produksi perusahan menurun hingga adanya perbaikan struktur organisasi, hingga membentuk mata rantai sebagai berikut :



Organisasi fit



Kinerja memburuk



Terjadi perubahan



Kinerja Membaik



Perubahan Struktur



Penelitian Chandler (1962) mengenai hubungan antara strategi dan sturktur memberikan bukti yang empiris tentang proses adaptasi organisasi sebagaimana diuraikan diatas. Dalam penelitian yang dilakukan disebuah perusahan mobil di Amreika Serikat, Chandler menemukan disaat tingkat disversifikasi produk meningkat, perusahan cendrung meningkatkan desentralisasinya, dan melakukan pergeseran dari stuktur fungsional ke struktur multidivisional. Namun disaat produksi rendah, struktur fungsional akan cocok dengan kondisi yang ada, sehingga produksi perusahaan menjadi bagus. Menurut Chandler dari hasil penelitiannya, mana yang dahulu strategi atau struktur? Dia menjelaskan bahwa yang benar itu strategi mendahului struktur. Perubahan strategi akan membutuhkan persiapan dan penataan ulang internal organisasi dengan melakukan perubahan struktur organisasi. VI. Kritik Terhadap Teori Kongtingensi Kritik terhadap structure contingency theory dilakukan oleh Pfeffer dan Salancik (1978), Perrow (1979), Bruner dan Moeller (1985), Stopford dan Wells (1972) dan Doz dan Prahalad (1991). Kritik terhadap teori ini terjadi karena dilebih-lebihkannya perlakuan variabel lingkungan pada teori struktur kontinjensi. Lingkungan ternyata tidak sedemikian dinamis seperti yang diasumsikan pada teori ini. Observasi yang lebih tepat mungkin adalah dewasa ini perubahan tidak lebih dinamis dibanding saat lain dalam sejarah, dan dampak dari ketidakpastian lingkungan terhadap organisasi berkurang cukup besar sebagai hasil dari strategi manajerial. Pfeffer dan Salancik (1978), melihat bahwa teori ketidakpastian struktural tidak memperhatikan aspek politik dalam pembentukan struktur. Tesis Pfeffer dan Salancik (1978) tentang pengendalian kekuasaan menyatakan struktur sebuah organisasi kapanpun merupakan hasil dari mereka yang mempunyai kekuasaan untuk memilih struktur yang sampai tingkat semaksimal mungkin mempertahankan dan memaksimalkan control mereka. Perspektif pengendalian kekuasaan tidak mengabaikan dampak dari besaran (size), tehnologi atau variabel ketidakpastian/kontinjensi lainnya, malahan pengendalian kekuasaan memperlakukan variabel kontinjensi sebagai kendala yang dihadapi melalui proses yang disebut sebagai proses politis. Pleffer dan Salancik juga menyatakan bahwa adanya ketergantungan akan sumber daya dalam organisasi. Organisasi membutuhkan sumberdaya, maka organisasi akan cendrung mempertahankan dan berhubungan baik



dengan penyedia sumber daya, hubungan ini akan membentuk parameter politik dalam menjalankan organisasi. Powell dan DiMagio (1991) mengemukakan bantahan terhadap teori kontinjensi dengan memunculkan teori institusional, yang memandang bahwa rancangan struktur organisasi sangat dipengaruhi oleh kebutuhan untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan isntitusional. Dari teori ini juga akan kelihatan adanya aspek politik yang mempengaruhi struktur organisasi. Walau dalam aplikasi sering pimpinan mengutamakan aspek efisiensi dan efektifitas dibandingkan aspek politis, seperti mematuhi regulasi yang ada atau standar yang ada dalam organisasi. Hannan dan Freeman (1989) memunculkan teori ekologi-populasi, teori ini mirip dengan siklus makhluk hidup yang disampaikan oleh Darwin. Teori ekolog populasi menyatkan bahwa bentuk dan struktur organisasi dibentuk melalui kelahiran dan kematian organisasi dari pada oleh penyesuaian organisasi secara individu. Teori ini beranggapan kemampuan untuk beradaptasi denganlingkungan sangatlah penting, karena organisasi yang gagal beradaptasi dengan lingkungan akan mengalami kepunahan. Sementara itu Perrow (1979), melihat hal yang bertolak belakang dengan teori kontinjensi struktural yaitu di dalam teori birokrasi, bahwa birokrasi itu ada dimana-mana dan birokrasi merupakan cara yang paling baik dan efisien untuk mengorganisasikan sesuatu sangat bertolak belakang dengan teori kontinjensi struktural dalam hal pertimbangan faktor-faktor ketidakpastian/kontinjensi yang menentukan struktur. Ternyata birokrasi dapat dipakai sebagai dasar pembentukan struktur tanpa memperhatikan variabel tehnologi, lingkungan dan lain sebagainya. Birokrasi menjadi efektif pada sejumlah besar aktivitas yang diorganisir, baik itu perusahaan jasa, manufaktur, perguruan tinggi dan lain-lain.