Ringkasan Jurnal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RINGKASAN JURNAL Ringkasan Jurnal I Penulis Tahun Judul



Jurnal Halaman ISSN



: Fatmasari Sukesti, Nurhayati : 2015 : Strategi Pengembangan UKM Melalui Peningkatan Modal Kerja Dengan Variabel Intervening Pengembangan Bisnis Pada UKM Makanan Kecil di Kota Semarang : Jurnal UNIMUS : Halaman 207-216 : 2407-9189



Abstrak Usaha kecil dan menengah (UKM) adalah pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Peran UKM sangat penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, terutama dalam penyediaan tenaga kerja dan sumber penghasilan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. UKM juga membantu Pemerintah dalam upaya pemberantasan kemiskinan melalui pengembangan perekonomian sistem kerakyatan. Melihat peran dan potensinya, pengembangan UKM ini sangat penting guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mendukung peningkatan perekonomian daerah. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh modal kerja dengan variabel intervening pengembangan bisnis terhadap peningkatan kinerja UKM di kota Semarang. Data yang digunakan adalah data primer dari hasil survey kuesioner pada 90 orang pemilik UKM makanan kecil sebagai sampel di kota Semarang. Dengan menggunakan metode regressi linear hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja berpengaruh signifikan pada pengembangan bisnis UKM, pengembangan bisnis UKM berpengaruh signifikan pada kinerja UKM dan modal kerja berpengaruh tidak signifikan pada kinerja UKM. Keywords : modal kerja, pengembangan bisnis, kinerja, UKM PENDAHULUAN Usaha kecil dan menengah (UKM) adalah pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Data BPS (2010), jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Sementara itu, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.



Peran UKM sangat penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, terutama dalam penyediaan tenaga kerja dan sumber penghasilan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Sektor UKM memiliki peranan yang sangat strategis baik sosial ekonomi dan politis, dengan menyediakan barang dan jasa bagi konsumen berdaya beli rendah sampai sedang. Dalam Teguh S (2005), UKM berperan mengatasi pengangguran akibat krisis ekonomi Indonesia tahun 1997 meskipun perlu ada pembenahan dan peningkatan kinerjanya. UKM juga membantu Pemerintah dalam upaya pemberantasan kemiskinan melalui pengembangan perekonomian sistem kerakyatan. Melihat peran dan potensinya, pengembangan UKM ini sangat penting guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mendukung peningkatan perekonomian daerah. Pentingnya peran UKM dalam perekonomian di Indonesia, mendorong berbagai upaya peningkatan dan pengembangan UKM untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan pemberian kredit modal usaha kepada UKM. Sri Winarni (2006) mengidentifikasikan permasalahan umum yang dihadapi oleh UMKM adalah (1) Kurang permodalan, (2) Kesulitan dalam pemasaran, (3) Persaingan usaha ketat, (4) Kesulitan bahan baku, (5) Kurang teknis produksi dan keahlian, (6) Keterampilan manajerial kurang, (7) Kurang pengetahuan manajemen keuangan, dan (8) Iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan) Kinerja UKM dipengaruhi oleh modal kerja dimana modal kerja pada suatu perusahaan dapat meningkatkan pengembangan bisnis berupa peningkatan kemampuan pada human resources, meningkatkan penggunaan teknologi dan meningkatkan kemampuan melakukan differensiasi produk. Kedua variabel independent ini dapat dipakai secara bersama sama dalam mengukur kinerja UKM secara umum. Hipotesis–hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini berdasar kerangka pemikiran teoritis adalah:  H1: Modal kerja berpengaruh positif pada kinerja UKM  H2 : Modal kerja berpengaruh positif pada Pengembangan bisnis  H3 : Pengembangan bisnis berpengaruh positif pada Kinerja UKM METODE Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh melalui kuesioner dari jawaban para responden terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Data yang diperlukan adalah jawaban responden mengenai modal kerja, strategi pengembangan bisnis dan kinerja perusahaan.



Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah usaha kecil menengah di bidang makanan kecil yang tersebar diseluruh penjuru di kota Semarang berdasarkan data dari BPS berjumlah sekitar 250 UKM. Dan akan diambil sampling sebanyak 100 responden dengan metode random sampling Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan kuesioner (self report). Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa data terbebas dari gejala-gejala asumsi klasik. Untuk itu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi (a) uji multikolinearitas, yaitu dengan cara menganalisis nilai VIF, (b) uji autokorelasi, yaitu dengan cara memperhatikan nilai Durbin Watson (DW), (c) uji heteroskedastisitas, yaitu dengan cara melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, serta (d) uji normalitas, yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dapat juga dengan melihat histogram dari residualnya. PEMBAHASAN Pengujian Asumsi Klasik Model 1 Sebelum melakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut terhadap model regresi yang dihasilnya, dilakukan beberapa uji asumsi sebagai berikut : a. Uji asumsi residual berdistribusi normal Untuk asumsi ini dilakukan pengujian dengan hipotesa : H0 : εi berdistribusi normal H1 : εi tidak berdistribusi normal Hasil pengujian sebagai berikut :Karena p-value > α sebesar 5% maka H0 diterima, artinya residual memenuhi asumsi normal. b. Uji asumsi autokorelasi Uji ini menggunakan Durbin Watson test dengan hipotesa sebagai berikut : H0 : ρs = 0 H1 : ρs ≠ 0 Pada output minitab, nilai Durbin Watson test adalah 1.87822 sedangkan nilai tabel durbin watson dimana observasinya 90 serta variable prediktornya 1 menunjukkan nilai dU = 1,63. Karena kriteria keputusannya adalah jika nilai d < 4-dU maka H0 ditolak dengan taraf 2α. Sehingga, pada kasus ini menolak H0 jadi tidak terjadi autokorelasi. c. Uji asumsi heterokedastisitas Uji asumsi ini menggunakan uji white yakni dengan mencari nilai harga mutlak dari residual, kemudian memodelkan regresi variabel bebas yang digunakan dengan nilai harga mutlak dari residual.hasilnya adalah variabel modal kerja tidak



berpengaruh signifikan terhadap nilai harga mutlak dari residual. Dengan demikian, model tidak terjadi heterokedastisitas. Pengujian Asumsi Klasik Model 2 Sebelum melakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut terhadap model regresi yang dihasilnya, dilakukan beberapa uji asumsi sebagai berikut : a. Uji asumsi residual berdistribusi normal Untuk asumsi ini dilakukan pengujian dengan hipotesa :  H0 : εi berdistribusi normal  H0 : εi tidak berdistribusi normal Karena p-value > α sebesar 5% maka H0 diterima, artinya residual memenuhi asumsi normal. b. Uji asumsi autokorelasi Uji ini menggunakan Durbin Watson test dengan hipotesa sebagai berikut :  H0 : ρs = 0  H1 : ρs ≠ 0 Pada output minitab di atas, nilai Durbin Watson test adalah 1.56063 sedangkan nilai tabel durbin watson dimana observasinya 90 serta variable prediktornya 2 menunjukkan nilai dU = 1,61. Karena kriteria keputusannya adalah jika nilai d < 4-dU maka H0 ditolak dengan taraf 2α. Sehingga, pada kasus ini menolak H0 jadi asumsi bahwa error independen terpenuhi. c. Uji asumsi heterokedastisitas Uji asumsi ini menggunakan uji white yakni dengan mencari nilai harga mutlak dari residual, kemudian memodelkan regresi variabel bebas yang digunakan dengan nilai harga mutlak dari residual.Hasilnya adalah variabel modal kerja dan strategi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai harga mutlak dari residual. Dengan demikian, model tidak terjadi heterokedastisitas. d. Multikolinearitas Nilai VIF menunjukkan kurang dari 10, bahkan untuk setiap prediktor, ini berarti tidak terjadi kondisi multikolinieritas (tidak ada keterkaitan). Interpretasi Model 1 dan Model 2 Setelah diperoleh model regresi yang telah memenuhi semua asumsi dan secara statistik dinyatakan signifikan, maka interpretasi boleh dilakukan. Model yang telah diperoleh yaitu Dari model regresi 1 diatas dapat diartikan bahwa setiap peningkatan nilai modal kerja sebesar 1 satuan, akan memberikan pengaruh positif pada strategi sebesar 28,84 satuan. Hal ini sesuai dengan teori yaitu bahwa dalam sebuah UKM modal merupakan faktor yang dapat menentukan kelancaran kegiatan operasional UKM dalam pengelolaan usahanya atau modal kerja adalah motor penggerak dalam UKM, dengan modal kerja UKM dapat mengembangkan strategi bisnisnya melalui peningkatan SDM, teknologi maupun dengan differien siasi produk.Dengan model 1 hipotesa 2 yang mengatakan Modal kerja berpenga ruh positif pada Pengembangan bisnis diterima.



Sedangkan model regresi 2 dapat diartikan bahwa setiap peningkatan nilai strategi sebesar 1 satuan, akan memberikan pengaruh positif pada kinerja sebesar 8,814 satuan. Hal ini membuktikan bahwa strategi pengembangan bisnis berpengaruh positif terhadap kinerja UKM sesuai hasil penelitian Aulia dkk ( 2006) yang mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan dan merumuskan perencanaan strategi pengembangan usaha untuk menambah nilai profitabilitas perusahaan. Juga menurut Siyamtinah dkk (2011) menunjukkan semakin baik pengelolan factor internal yang dimiliki UKM maka kapabilitas inovasi akan semakin meningkat . semakin baik pengelolaan faktor eksternal UKM , maka kapabilitas inovasi akan semakin meningkat dan meningkatnya kapabilitas inovasi akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja UKM. Dengan hasil regresi model 2 maka hipotesa 3 yaitu Pengembangan bisnis berpengaruh positif pada Kinerja UKM diterima. Sedangkan hipotesa 1 yaitu modal kerja berpengaruh tidak signifikan pada kinerja UKM. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang dilakukan maka : 1. Modal kerja berpengaruh signifikan strategi pengembangan bisnis UKM 2. Modal kerja berpengaruh tidak signifikan pada kinerja UKM 3. Strategi Pengembangan Bisnis berpengaruh signifikan pada kinerja UKM 4. Strategi pengembangan bisnis menjadi variabel intervening pada kinerja UKM Kesimpulan diatas menggambarkan bahwa modal kerja menjadi motor penggerak bagi pengembangan strategi bisnis UKM yang digunakan untuk meningkatkan kinerja usaha pada UKM makanan kecil di wilayah kota Semarang. UKM membutuhkan suntikan modal untuk bisa mengembangkan usahanya dengan meningkatkan ketrampilan sumber daya manusia, penggunaan teknologi tepat guna dan differensiasi produk guna menghadapi persaingan pasar. Saran Dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan, salah satunya adalah penggunaan hanya 2 variabel dalam penelitian, dan sampel penelitian yang terbatas responden makanan kecil di kota Semarang . Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mampu menjangkau wilayah yang lebih luas dan menggunakan lebih banyak variabel yang lebih banyak sehingga hubungan antar variable penelitian dapat dijelaskan secara general. DAFTAR PUSTAKA Agus Handoyo. 2001. Pengaruh Orientasi Wirausaha Terhadap Kinerja Perusahaan Kecil dengan Lingkungan dan Strategi sebagai Variabel Moderating”. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang Aulia dkk. 2006.Perencanaan Strategi Pengembangan Usaha Kain Tenun Sutra Dengan Pendekatan Metode Balanced Scorcard . Studi kasus Di Pabrik Sutra Tiga Putra, STT Garut



Cut Yusriati,dkk. 2011. Pengaruh Pinjaman Modal Kerja dan Profesionalisme Sumber dayamanusia Terhadap Laba Usaha Menengah Kota Banda Aceh , Jurnal Akuntansi Pasca sarjana, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Darwanto. 2010. Membangun Daya saing UKM Dalam Perekonomian Nasional, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Deni Iskandar. 2005. Formulasi strategi diferensiasi produk studi kasus pada PT Djabesmen Bekasi, Jurnal Ilmiah Ranggagading Vol 5 No 2, Oktober 2005:146-152 Hafsah, Mohammad Jafar. 2004. Upaya pengembangan usaha kecil dan Menengah (UKM). Infokop 25, 40-44. Hindayana. 2009. Pengaruh Perputara Modal Kerja Terhadap Kinerja Perusahaan. Universitas Widiyatama. Jaka Sriyana. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Jeofer Pratama S. 2013. Diferensiasi produk, strategi merek pengaruhnya terhadap keputusan pembelian meubel UD Sinar Sakti. Jurnal EMBA Vol 1 No. 3 september 2013 hal : 411-420 Jumhur. 2006. Analisis permintaan kridit Modal Kerja Usaha Kecil Di Kota Semarang. Tesis UNDIP Semarang Meldona. 2009. Dampak Kemajuan Teknologi Informasi Terhadap Akuntansi Manajemen. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Mulawarman. 2007. Melampaui Pilihan Keberpihakan: Pada UMKM atau Ekonomi Rakyat? Makalah Seminar Regional Tinjauan Kritis RUU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,oleh Puskopsyah BMT Wonosobo, tanggal 28 Agustus 2007 Musran Munizu. 2010. Strategi Peningkatan Kinerja dan Peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pengolah Produk Berbasis Pangan di Kota Makassar. FEB UNHAS Makasar Niken . 2008. Pengaruh Pemberian Pinjaman Modal Kerja Bergulir Proyek Penanggulangan Kemiskinan Diperkotaan (P2KP) Pengembangan Usaha Masyarakat. Vol 4 No.5 Munawir, S., 2005. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Setiawan,. AH ; Rejekiningsih, TW,. 2009. Dampak program dana bergulir bagi usaha kecil dan menengah, Aset, September 2009, hal. 109-115



Siamtinah, dkk,. 2011. Model Peningkatan Kinerja Melalui Kapabilitas Inovasi Pada UKM Di Semarang,. Seminar Nasional Ilmu Ekonomi Terapan , Fakultas Ekonomi UNIMUS Sihono T. 2005. Usaha kecil dan menengah (UKM) dan upaya mengatasi pengangguran, Jurnal Ekonomi., Volume 1 Nomor 1, Agusturs 2005, hal. 70-85 Soediyono, R. 2001 “Analisa Laporan Keuangan“: Analisa Ratio. Yogyakarta: Liberty Sudrajat. 2009.Pemberdayaan UMKM Dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Milenium (Penanggulangan Kemiskinan). UPBJJ – UT. Denpasar UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Tambunan, T , 2003, Perkembangan UKM Dalam Era Afta: Peluang, Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusinya, Paper diskusi pada Yayasan Indonesia Forum



RINGKASAN JURNAL Ringkasan JurnaL II Penulis Tahun Judul



: Janti Soegiastuti : 01 Januari 2012 : Penerapan Strategi Corporate Social Rsponsibility (CSR) Untuk Memperkuat Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Jurnal : Jurnal Media Ekonomi dan Manajemen Volume & Halaman : Volume 25 & Halaman 96-106 ISSN : 0854-1442 Abstrak Usaha mikro, kecil dan menengah telah diakui sangat strategis dan penting tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk pembagian pendapatan yang merata. Karena peranannya yang sangat strategis dan penting, Indonesia memberikan perhatian khusus bagi perkembangan perkembangan mereka, termasuk membina lingkungan dengan iklim usaha yang kondusif, memfasilitasi dan memberikan akses pada sumberdaya produktif dan memperkuat kewirausahaan serta dayasaingnya. Untuk memperkuat UMKM, salah satu strategi yang penting adalah kemitraan. Untuk membentuk kemitraan-kemitraan ini, peranan pemerintah dan instansi-instansi pendukung lainnya adalah strategis dan penting. Peranan pemerintah dapat dilakukan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan kemitraan dan dapat pula memberikan fasilitas dan dukungandukungan lain seperti misalnya fasilitas penciptaan keserasian (match making), menyediakan bantuan keuangan dan keperluan-keperluan yang lainnya untuk menjembatani kemitraan antara kedua pihak tersebut. Disamping pemerintah, peranan perusahaan perusahaan besar untuk memberikan suatu dukungan dan menyisihkan sebagian dari keuntungan bersih mereka guna pengembangan UMKM uang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) mungkin juga perlu dilanjutkan. Pembinaan CSR untuk pengembangan UMKM telah menjadi salah satu pilihan strategis banyak negara berkembang agar supaya memperkuat dan meningkatkan daya saing UMKM. Sudah diakui bahwa perusahaan perusahaan besar tidak akan tumbuh berkembang dengan baik tanpa dukungan UMKM. Oleh karena itu, UMKM dan perusahaan-perusahaan besar harus selalu bekerjasama satu sama lain agar memanfaatkan peluang-peluang demi pertumbuhan dan kemakmuran masyarakat. Kata Kunci : CSR dan UMKM Pendahuluan



Menyadari akan posisi penting dan strategisnya usaha kecil dan menengah (UKM) termasuk usaha mikro berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu telah menetapkan Pembangunan UKM termasuk koperasi sebagai program prioritas dan telah diformalkan dalam bentuk Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 2005 tentang “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009”. Sebagaimana telah diketahui bersama, sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multi dimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih rendah, yang mengakibatkan masalah-masalah sosial mendasar belum terpecahkan. Permasalahan utama yang dihadapi adalah meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Pada tahun 2004, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,5 juta jiwa atau 9,5 persen dan setiap tahunnya jumlah angkatan kerja baru bertambah sekitar 2,5 juta orang sehingga pada tahun 2006 jumlah pengangguran semakin bertambah menjadi 10,9 juta atau 10,3% dari angkatan kerja yang ada. Demikian juga halnya masalah kemiskinan, jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebesar 16,6% atau sekitar 36,1 juta jiwa dan telah bertambah menjadi 39,05 juta atau 17,75% pada tahun 2006. Kedua permasalahan ini, secara bertahap harus mampu kita kurangi guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana amanat UUD 1945. Oleh karena itu, selama 5 tahun ke depan agenda prioritas pembangunan nasional ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk tujuan yang terakhir ini, maka proses pembangunan ke depan diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat secara luas yang berdasarkan pada semangat kerakyatan, kemartabatan, dan kemandirian. Dalam kaitan ini, upaya pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah menjadi sangat penting dalam mengusung proses perubahan ke depan, khususnya dalam menanggulangi masalah pengangguran dan kemiskinan. Pemerintahan Indonesia Bersatu telah sepakat akan berusaha untuk menurunkan tingkat pengangguran menjadi 5,1% dan tingkat kemiskinan penduduk menjadi 8,2% pada tahun 2009.Kemiskinan dan pengangguran diatasi dengan strategi pembangunan ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang berkualitas dan berdimensi pemerataan melalui penciptaan lingkungan usaha yang sehat. Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, maka orientasi pembangunan akan ditujukan kepada revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan serta pengembangan sektor riil, khususnya koperasi dan UMKM. Pemerintah memberikan perhatian yang lebih kepada usaha mikro, kecil dan menengah termasuk koperasi karena pemerintah melihat disitulah tumpuan hidup terbesar rakyat Indonesia. Namun demikian, pemerintah juga tetap memberikan kesempatan berkembang bagi usaha besar, baik swasta maupun BUMN. Karena kehadiran mereka juga sangat dibutuhkan untuk ikut menumbuh kembangkan si kecil, yaitu usaha mikro, kecil dan menengah yang jumlahnya



sangat banyak, yaitu mencapai 48,9 jutaunit atau 99,98 persen dari seluruh pelaku bisnis yang ada (BPS, 2006). Keberadaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah telah dirasakan ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi. Ketika itu, tatkala perbankan nasional dan pelaku usaha besar banyak yang gulung tikar, karena tingginya ketergatungan kepada pinjaman luar negeri, ekonomi nasional berhasil diselamatkan oleh kehadiran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah. Usaha yang menghidupi bahagian terbesar rakyat Indonesia ini tetap tegar menghadapi badai krisis ekonomi karena tidak banyak ketergatungan pada pinjaman luar negeri, dan bahkan justru sebagian dari mereka menikmati adanya dampak dari krisis ekonomi terutama yang berorientasi pada pasar luar negeri atau ekspor. Tantangan dan Permasalahan Guna membangun koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sehingga tangguh dan memiliki daya saing tinggi ke depan, kita tidak boleh lengah terhadap kecenderungan yang sedang dan akan terjadi di masa mendatang. Tantangan atau kecenderungan yang paling besar yang dihadapi adalah globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi/ot onomisasi, serta menghindari terjadinya krisis pangan, energi dan dampak resesi dunia menjalar ke perekonomian nasional. Pada sisi lain, kita menyadari akan posisi dan kondisi koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah (KUMKM) yang membutuhkan berbagai dukungan dalam pengembangannya. Tantangan yang paling besar dalam dunia bisnis adalah dunia tanpa kenal batas (borderless) ini tak ubahnya ibarat air mengalir. Dimana lembah kesitulah dia mengalir. Demikian juga halnya arus barang dan jasa yang terjadi dalam era globalisasi ini. Barang dan jasa yang memiliki kualitas tinggi dan harga paling murah, pasti akan jadi rebutan pembeli. Demikian juga aliran dana investasi, dimana ada tempat investasi yang menguntungkan, iklimnya kondunsif, prospeknya menjanjikan, maka aliran dana investasi akan mengalir ketempat itu. Gambaran di atas memberikan ilustrasi bahwa pada era globalisasi ini, ciri utamanya adalah persaingan. Siapapun yang mampu bersaing, tanpa kecuali bagi produk UMKM, dialah yang akan memenangkan persaingan itu. Oleh karena itu, maka kebijakan dan strategi pengembangan UMKM ke depan adalah bagaimana meningkatkan daya saing UMKM. Kebijakan dan Strategi Pengembangan UKM Sejalan dengan perkembangan dalam era globalisasi dan tuntutan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, masalah krusial yang juga banyak dikeluhkan belakangan ini oleh para pelaku binis tanpa kecuali UMKM munculnya berbagai hambatan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan baru, khususnya di daerah. Peraturan-peraturan daerah ini sering tidak atau kurang memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang. Dalam implementasinya, birokrasi administrasi yang berbelit-belit dan penegakan hukum yang kurang tegas menjadi tantangan yang terus harus kita atasi ke depan. Makna yang tersirat dan tersurat dalam arah kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMKM tersebut pada intinya ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan daya



saing dan penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, strategi pengembangan UMKM ditujukan dalam rangka mewujudkan keempat hat tersebut, yaitu: a. menumbuhkan iklim usaha yang kondusif. b. meningkatkan akses pada sumberdaya finansial. c. meningkatkan akses pasar. d. meningkatkan kewirausahaan dan kemampuan UMKM. e. Pemberdayaan Usaha Skala Mikro. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup: 1. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal; 2. Penyediaan skim-skim pembiayaan altematif tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi hasil dari dana bergulir, sistem tanggung renteng, atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti agunan; 3. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah, dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional, dan institusional; 4. Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM); 5. Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, serta bimbingan teknis manajemen usaha; 6. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha; 7. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usahamikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya,dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha; 8. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan perajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan 9. Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan, terutama di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. f. Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi. Kemitraan CSR Suatu Alternatif Penguatan UMKM Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan UMKM. Namun demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Tanpa ada kemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan, bagaimanapun besarnya sumberdaya yang



dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas didalam pemberdayaan UMKM menjadi kunci penentu dalam rangka membangun UMKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi di masa depan. Salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan di luar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling memerlukan, sating memperkuat, dan sating menguntungkan kita kenal dengan “win-win solution”. Praktek seperti ini telah banyak dikembangkan, baik dalam pola subkontrak, waralaba, inti-plasma, dan pola-pola kemitraan lainnya. Perusahaan besar yang bergerak di sektor otomotif (Toyota, Honda dan lainnya); di sektor elektronik (Sony, Toshiba, Panasonic); di sektor makanan (Mc.Donald, Kentucky Fried Chicken, Es Teller 77); sektor perkebunan dan perikanan (sawit, tambak udang, dan rumput taut) merupakan beberapa contoh dalam penerapan polapola kemitraan. Melalui pola kemitraan ini, diharapkan terjadinya alih teknologi dan manajemen dari perusahaan besar kepada yang lebih kecil. Di samping itu, pola kemitraan akan mendorong adanya peningkatan daya saing UMKM. Kemitraan akan membangun adanya kepastian pasokan produk, karena semuanya diatur dalam kesepakatan dalam bentuk kontrak. Pola pengelolaan program CSR oleh perusahaan besar sangat tergantung pada kemampuan internal perusahaan. Ada perusahaan yang memiliki dukungan sumberdaya manusia cukup sehingga Devisi/Unit CSR yang dibentuk bisa langsung menangani kegiatan yang akan dilakukan. Namun, tidak jarang juga mengingat keterbatasan kemampuannya dalam memberikan pendampingan kepada UMKM, Devisi/Unit pengelola CSR dapat bekerjasama dengan pemerintah, perguruan tinggi, lembaga riset, LSM dan lembaga lainnya. Untuk mendorong iklim usaha yang lebih kondusif dan membangun kesadaran perusahaan besar melalui program CSR dalam penguatan UMKM, beberapa upaya yang perlu dilakukan adalah: 1. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk mendorong program CSR bagi pengembangan UMKM, bisa dalam bentuk undang-undang (UU), Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri danpaling sedikit harus mengatur: (a) Tujuan dan Sasaran CSR; (b) Penetapan Besaran CSR; (c) Hak dan Kewajiban Perusahaan Besar; (d) Hak dan Kewajiban UMKM; (e) Penggunaan CSR dan (f) Peran Pemerintah Pusat dan Daerah; 2. Setiap kebijakan yang dikeluarkan dikawal dan dilaksanakan dengan penuh komitmen dan konsisten mulai dari tingkat pusat sampai daerah; 3. Bagi perusahaan besar yang memberikan kontribusi dan prestasi yang besar dan baik dalam penguatan UMKM seyogyanya diberikan penghargaan atau reward sehingga mampu menumbuhkan semangat dan gairah bagi perusahaan besar lainnya yang belum menunjukkan prestasi. Penutup



Pemerintah tidak mungkin sendirian dalam mengembangkan UKM. Keterlibatan berbagai pihak stakeholders, termasuk perusahaan besar dalam pengembangan UKM menjadi sangat penting. Kehadiran dan kepedulian perusahaan besar melalui program CSR telah terbukti banyak membantu dalam pengembangan UKM di banyak negara di dunia. Kepedulian perusahaan besar dengan program kemitraan pola CSR juga memberikan manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Pengembangan program kemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Bentuk program CSR lainnya adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UMKM. Guna mempercepat program CSR, beberapa upaya yang perlu dilakukan adalah: 1. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk mendorong program CSR bagi pengembangan UMKM, bisa dalam bentuk undang-undang (UU), Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri dan paling sedikit harus mengatur: (a) Tujuan dan Sasaran CSR; (b) Penetapan Besaran CSR; (c) Hak dan Kewajiban Perusahaan Besar; (d) Hak dan Kewajiban UMKM; (e) Penggunaan CSR dan (f) Peran Pemerintah Pusat dan Daerah; 2. Setiap kebijakan yang dikeluarkan dikawal dan dilaksanakan dengan penuh komitmen dan konsisten mulai dari tingkat pusat sampai daerah; 3. Bagi perusahaan besar yang memberikan kontribusi dan prestasi yang besar dan baik dalam penguatan UMKM seyogyanya diberikan penghargaan atau reward sehingga mamp menumbuhkan semangat dan gaerah bagi perusahaan besar lainnya yang kurang menunjukkan prestasinya. Daftar Pustaka Ali, Suryadharma, (2007). Kembangkan Lembaga Keuangan Mikro dari Dana CSR (Wawancara dalamMajalah Bisnis & CSR: Reference for Decision Maker). I Wayan Dipta, (2008), Strategi Penguatan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) Melalui kerjasama kemitraan pola CSR, Majalah Infokop Kementerian Negara Koperasi dan UKM September 2008.Jakarta Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah UKM serta Perannya Menurut Harga Konstan dan Berlaku Tahun 2006. Kerjasama Badan Pusat Statistik dengan Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta.



Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 Republik Indonesia. Jakarta. Pengangguran. Kian Berat, Tantangan Penciptaan Lapangan Kerja. Kompas, Senin, 30 April 2007.Jakarta. Anonymous, (2000). White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan IT Revolution, Cashflow Management and Equity Culture. Japan Small Business Research Institute. Said, Adri & N. Ika Widjaja, (2007). Akses Keuangan UMKM. : Buku Panduan untuk Membangun Akses Pembiayaan bagi Usaha Menengah, Kecil dan Mikro dalam Konteks Pembangunan Daerah.Konrad Adenauer Stiftung.



RINGKASAN JURNAL Ringkasan JurnaL III Penulis Tahun Judul Jurnal Volume & Hal ISSN



: Teguh Sihono : Agustus 2005 : Usaha Kecil dan Menengah (UKM)dan Upaya Mengatasi pengangguran : Jurnal Economia : Volume 1 & Halaman 70-85 : 1858-2648 Abstract



Since indonesia experienced the economic crisis in the middle of the year 1997,various problems were faced by indonesian people,either economic political,social,kultural,defense or security problems that were more pressing. From the economic aspect of labor force affair,unemploy ment,constitutes transformational problem of the crisis. The impact of economic crisis accounted for the greater number unemployment rate.This,indeed,was not a new matter,since unemployment had essentially exited long the for the crisis happened. During the crisis overwhelmed Indonesia,it turned out that there was a sector which survive until nowadays.the sector is called small an middle in enterprises (UKM).The writing aims at offering justification that UKM has great contribution to the economy of Indonesian society and plays quite important role to solve unemploy ment.This writing also provides the conclusion.that small and middle enterprises may not instantly overcome unemployment. However, it needs maximized efforts to empower UKM in order that solve problem maximally as well. Key Words: Small and Middle Enterprise! Unemployment A. Pendahuluan Menjelang pergantian tahun 2003, dua tahun yang lalu ILO (International Labor Organization) memprediksikan jumlah pemuda pengangguran pada tahun 2003 cukup mencengangkan. Jumlah pengangguran muda di seluruh dunia diperkirakan 74 juta orang atau 41 persen dari jumlah pengangguran pada tahun 2002. Di Indonesia angka ini melonjak dari 8.6 juta orang tahun lalu (tahun 2003), menjadi 10,3 juta orang dan pengangguran terbuka di indonesia pada tahun yang sama mencapai 45 juta orang (Sumber Bappenas dan Kompas 29 Mei 2004). Dari catatan itu sekitar 15 persen di pedesaan dan 25 persen di perkotaan. pengangguran muda yang sebagian termasuk kategori terdidik, haruslah menjadi



perhatian. Untuk masa yang akan datang tentunya jenis penganggur ini porsi kelompok ini akan semakin besar dalam keseluruhan penganggur. penganggur ini biasanya memiliki tabungan, bisa berupa warisan atau hibah orang tua, sehingga bersedia menunggu hingga mendapatkan pekerjaan formal. Sementara pada sisi yang lain untuk terjun ke dalam pekerjaan informal juga dirasa cukup sulit. Berbeda dengan pengangguran yang tidak memiliki ketrampilan, pendidikan, dan tabungan, mereka cenderung bersedia bekerja asal mendapatkan uangjpenghasilan untuk mempertahankan hidupnya (Maskur. 2004). Dari fenomena seperti ini, yang akan tercatat sebagai penganggur di masa yang akan datang adalah penganggur muda dan terdidik, karena yang tidak memiliki ketrampilan dan tidak berpendidikan tercatat memiliki pekerjaan informal. Pengangguran memang bukanlah hal yang mudah untuk dipecahkan. Untuk mengatasi masalah pengangguran ini sudah dilakukan semenjak tahun 1965, melalui Gerakan Nasional Transmigrasi hingga kini, dimana pada tahun 2004 lalu pemerintah mencanangkan program percepatan pembangunan infrastruktur (pembangunan satu juta rumah dan jalan tol 1000 KM) dengan total nilai mencapai Rp. 20 triliun. Agar mendorong tumbuhnya sektor real yang selanjutnya akan menciptakan lapangan kerja guna mengurangi pengangguran. B. Ketenagakerjaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Beban di bidang ketenagakerjaan ini juga masih ditambah lagi permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di luar negeri. Dari sekitar 350.000 tenaga kerja yang berada di luar negeri selama tahun 2003 terdapat 38.000 orang yang bermasalah (pernyataan Menteri Tenga Kerja dan Transmigrasi). TKI ini biasanya pulang ke tanah air dengan membawa masalah tanpa menunggu penyelesaian kasusnya di luar negeri, karena di sana tidak ada yang membantu. Sebenarnya untuk perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia ada kepedulian dari PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia), namun kepeduliannya untuk tenaga kerja yang ditempatkan di kawasan Asia Fasifik masih rendah (Aan Sadnan. Kompas 7 Januari 2004). Di tahun 2004 ini pekerja yang mengalami PHK diperkirakan pemerintah akan meningkat, mengingat banyak perusahaan tutup dengan alasan relokasi ke negara lain. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan bahwa tahun 2004 pekerja yang terancam diberhentikan di sektor kehutanan, tekstil dan produksi tekstil mencapai sekitar 750.000 orang pekerja (Warta Demografi Tahun 34 No. 1 2004). Sementara tambahan angkatan kerja baru untuk tahun 2004 diprediksikan akan mencapai 2,5 juta orang Berkaitan dengan Sumber Daya Manusia dan anggaran pendidikan, menurut Media Indonesia paling cepat tahun 2009 mendatang, anggaran pendidikan baru akan mencapai 20 persen, padahal idealnya anggaran pendidikan adalah sekitar 26 persen dari APBN. Berdasarkan kondisi ini seorang pakar pendidikan dari UNJ Prof. Dr. Tilaar menyatakan bahwa Negara Indonesia tidak mempunyai komitmen yang benar untuk memajukan bangsa. Semboyan yang disampaikan negara hanyalah sebatas Iip service tanpa ada langkah nyata. Adanya alasan ketidak adaan dana terlampau mengada-ada, untuk menutupi kelemahan pemerintah yang memang tidak mau meningkatkan dana di sektor ini. Pendidikan memang memiliki kontribusi terhadap jumlah pengangguran, namun bukan satusatunya



penyebab tingginya angka pengangguran, karena melibatkan banyak variabel. Pendidikan memang diharapkan dapat melahirkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, jika tidak sektor ini akan menyumbang terjadinya pengangguran. Anggaran pendidikan yang memadailah yang akan mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa kita. Dengan kualitas SDM atau pendidikan yang tinggi akan dapat mengurangi pengangguran yang dialami bangsa Indonesia, yang diprediksikan pada tahun 2004 lalu mencapai 10,3 juta orang. C. pengangguran dan Pengertiannya Dalam indikator makro ekonomi ada tiga hal yang menjadi pokok permasalahan yang terkait dengan masalah pengangguran. 1. Masalah pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik, manakala angka pertumbuhannya positif dan tidak negatif. 2. Masalah Inflasi Inflasi merupakan indikator perubahan harga barang-barang dan jasa-jasa pada umumnya, yang secara bersamaan juga bertautan dengan kemampuan daya beli 3. Masalah pengangguran Pengangguran telah menjadi momok yang menakutkan terutama bagi negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Negara berkembang sering kali dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran, karena sempitnya kesempatan kerja dan besarnya jumlah penduduk. Sempitnya lapangan dibandingkan dengan pengangguran yang terjadi di negar berkembang. Masalah pengangguran di negara maju hanyalah berkaitan dengan siklus ekonomi (business cycle's) dan bukan karena kelangkaan investasi, ledakanpenduduk, ataupun masalah sosial politik di negara tersebut. Ada beberapa macam pengangguran, yaitu: 1. 2. 3. 4.



pengangguran teknologis pengangguran friksional pengangguran struktural pengangguran musiman



D.Usaha Keeil Menengah (UKM) UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian negara ataupun daerah. Sebagai suatu ilustrasi, kontribusi sektor ini terhadap out-put nasional atau Pendapatan Domestik Rerata Bruto (PDRB)hanya 56,7 persen, dan dalam ekspor non migas 15 persen, namun UKM memberikan kontribusi sekitar 99 persen dalam jumlahbadan usaha Indonesia, serta mempunyai andil 99,6 persen dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas, 14-12-2001). Sehingga Salah satu solusi yang pernah ditawarkan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja adalah menggerakkan "usaha kecil menengah" yang lazim dikenal dengan nama UKM.



Menurut catatan Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM, jumlah pengusaha kecil dan menengah hingga skala mikro jumlah Koperasi dan UKM mencapai 39 - 40 juta orang pengusaha. Namun dalam kenyataan selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Semenjak mencanangkan UKM sebagai geliat dalam perekonomian Indonesia, pemerintah rasanya belum pernah menawarkan resep yang jitu mengenai UKM. Dalam rencana membangun rumah satu juta unit dan jalan 1000 KM pemerintah baru terbatas pada bicara rencana, dan belum memiliki rincian, belum disinggung sumber dana, dan siapa yang akan menggarapnya. Jika kita dengan tangkas mengaitkan rencana pemerintah itu dengan pengangguran dan UKM, dan mencoba membangunkan pikiran tidur yang selalu mengaitkan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang harus dilakukan oleh negara. Pembangunan rumah dan jalan tersebut jelas akan menghidupkan UKM, sebab unit-unit pengadaan bahan bangunan itu dilakukan oleh pengusaha kecil sampai menengah. E. Kontribusi UKM dalam mengatasi pengangguran Menurut Berry, dkk. 2001, ada beberapa alasan yang mendasari memandang penting terhadap keberadaan UKM, yaitu : 1. kinerja UKMeenderung lebih baik dalam menghasilkan tenaga kerja yang produktif 2. di dalam proses dinamika, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi 3. UKM sering diyakini mempunyai keunggulan dalam hal fleksibilitas daripada usaha besar. Seperti yang disampaikan Kuneoro " Usaha kecil, menengah di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga. Alasan ketiga yang diberikan oleh Berry dan kawan-kawan di atas sangat relevan dalam konteks Indonesia yang tengah mengalami krisis ekonomi. Aspek fleksibilitas tersebut menarik pula dihubungkan dengan hasil studi Akatiga berdasarkan survei di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara. Temuan Akatiga tersebut adalah:usaha keeil di Jawa lebih menderita akibat krisis daripada di luar Jawa, demikian diperkotaan jika dibandingkan dengan di pedesaan. Sementara itu berdasarkan data PDRB, krisis ekonomi telah menyebabkan provinsiprovinsi di Jawa mengalami kontraksi ekonomi yang lebih besar daripada daerahdaerah lain di Indonesia. Lima provinsi di Jawa seluruhnya adalah lima besar provinsi di Indonesia yang mengalami kemerosotan ekonomi paling parah. Pada tahun 1998,saat ekonomi Indonesia mengalami kontraksi terparah, hanya Papua sajalah satu-satunya provinsi yang pertumbuhannya positif. Pada tahun tersebut pertumbuhan ekonomi nasional adalah minus 13 persen lebih. Ekonomi nasional yang mengalami kontraksi sebagai akibat krisis ini, diikuti dengan penderitaan usaha kecil di seluruh negara Indonesia. Sementara dampak sosial dari krisis ekonomi tersebut, terkonsentrasi di wilayah perkotaan dan diPulau Jawa, serta di sejumlah provinsi diIndonesia bagian Timur. Ini menunjukkan adanya dimensi spasial dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997.



F. Bertahan Dengan Usaha Kecil Menengah (UKM) UKM memiliki peran penting bagi masyarakat. Dengan memupuk UKM diyakini akan dapat dieapai pemulihan ekonomi (Kompas 14/12/2001). Usaha kecil sendiri pada dasarnya sebagian besar bersifat informal, dan oleh karena itu mudah dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha baru. Pentingnya peran UKM/sektor informal tersebut ada benarnya, setidaknya jika dikaitkan dengan perannya di dalam meminimasi dampak sosial dari krisis ekonomi. Khususnya persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan UKM mempunyai Kemampuan menjadi pilar penting bagi perekonomian masyarakat dalam menghadapi terpaan krisis ekonomi. Tentunya hal ini tidak terlepas dari kemampuan UKM untuk merespon krisis ekonomi secara cepat dan fleksibel. Karena hidup di sektor informal memang dalam taraf subsisten, maka ada yang berpendapat sektor informal tidak memberikan perbaikan yang berarti bagi taraf hidup pekerjanya (Basri, 2002). Kesimpulan Dari analisis di muka telah menunjukkan bahwa UKM dapat mengatasi masalah ketenagakerjaan dan terutama dalam mengatasi pengangguran. Data BPS dan studi lain telah membuktikan bahwa UKM memainkan peran dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan. Data yang ada juga menunjukkan bahwa peran yang dilakukan UKM tersebut cukup penting, walaupun penyerapan tenaga kerja ofeh UKM dari aspek spasial nampak masih kurang teramati. Dalam tulisan ini yang diamati barulah soal distribusi spasiaf UKM dan belum sampai pada determinan dari dinamika spasial UKM itu sendiri. Dari analisis dapatlah disimpulkan bahwa sampai dengan tahun 2000, UKM (non pertanian yang tidak berbadan hukum) masih tetap terkonsentrasi di Pulau Jawa, baik dilihat dari jumlah usaha maupun jumlah pekerjanya. Terdapat indikasi menguatnya konsentrasi spasial UKM tersebut semenjak krisis ekonomi melanda negara kita Indonesia. Indikasi itu kiranya masih perfu dilengkapi dengan upaya mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dinamika spasial UKM sebagaimana dilakukan dalam studi industri manufaktur pada umumnya. Akan tetapi ada satu hal yang perfu dijadikan catatan dari tulisan ini adalah dengan melihat peran UKM dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan, sudah saatnya memberdayakan UKM sekaligus membuka lapangan kerja yang banyak. Meskipun diketahui bahwa serapan tenaga kerja di sektor UKM sangat kecil per unitnya, akan tetapi akumulasinya. menunjukkan bahwa sektor ini pantas diberdayakan guna mengatasi pengangguran. Untuk itu dibutuhkan suatu perhatian dan kebijaksanaan dari pemerintah secara nyata dalam memaksimisasi pemberdayaan sektor infrastruktur khususnya UKM, agar kendala yang dihadapi sektor ini dapat dihilangkan dan pada akhirnya pengangguran akut yang dapat mengakibatkan krisis sosial dapat dicegah dan diatasi. Daftar Pustaka Aan Sadnan . 2004. " Rendahnya kepedulian Terhadap TKI yang Ditempatkan Di KawasanAsia Fasifik". Kompas 7/01/2004.



Anonim. 2004. "Usaha Kecil dan Menengah (Solusi Datang Justru Dari Swasta)". Kompas,29 Mei. Anonim. 2001. "Memupuk UKM, Menuai Pemulihan Ekonomi". Kompas, 14 Desember 200l. Banu Astono. 2004. "Jujur Saja pemerintah Yang Menjadi Penyebab". Kompas,29 Mei Basri, M.C. 2002. "Wajah Murung Ketenagakerjaan Kita". Kompas, 25Nopember. Berry,A.E., Dkk. 2001. "Small and Medium Enterprises Dynamics in Indonesia': Bulletin of Indonesian Economic Studies 37 (3) : 363 - 384. Brata, Alaysius Gunadi. 2003. "Distribusi Spasial UKM di Masa Krisis". Jurnal EkonomiRakyatTh. II No.8, Nopember 2003. Chotib. 2002. "Nasib Tenaga Kerja Indonesia Selama Krisis". Walta Demografi tahun ke 2No.2 & 3 Tahun 2002. Lembaga demografi Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Dedi Muhtadi. 2004. "Mengatasi pengangguran, Kalau Ada Kemamuan Politik Tidak Sulit".Kompas 20 Mei. Direktorat "endidikan Lanjutan Pertama, Dirjen Dikdasmen, Departemen PendidikanNasional. 2004. Ketenagakerjaan (Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis KompetensiGuru SMP). Jakarta Eta. 2004. "penyelenggaraan Bursa Kerja Lebih Baik". Kompas 29 Mei Hidayat Wahyudi. 2004. "Usaha Keeil Menengah dan pengangguran". Walta Demografi Tahun ke 34 No.1 Tahun 2004. Lembaga demografi Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Kuncoro, M. 2002. "Analisis Spasial dan Regional Studi Aglomerasi dan Kluster IndustriIndonesia'~ PAU-AMPYKPN,Yogyakarta. Limongan, Andreas. 2004. "Masalah Pengangguran di Indonesia", Apa Kabar Net tanggal akses 13 April 2004.



RINGKASAN JURNAL Ringkasan Jurnal IV Author



: Barbara Bigliardi,Pierluigi Colacino,Alberto Ivo Dormio3



Year



: March 30, 2011



Title



: Innovative Characteristics of Small and Medium Enterprises



Journal



: Journal of Technology Management & Innovation



Volume & Page



: Volume 6 & Page 1-11



ISSN



: 0718-2724



Abstract



The purpose of the paper is to investigate the technological innovative characteristics in the Small and Medium Enterprises (SMEs) belonging to the Italian manufacturing sector. A survey based on e-mail and fax questionnaire of 285 SMEs was conducted with a response rate of about 45%. The methodology consisted in a descriptive analysis on general data and in a discriminant analysis on data related to the innovative activity and aimed at determine the factors distinguishing more and less innovative companies. On the basis of this survey, the innovative profile of SMEs has been highlighted as well as the factors and problems of the innovative process analyzed. The results show that innovative firms are market anticipation and customer focused, aiming at product enrichment in terms of different characteristics in respect to competitors’ products in order to obtain a superior product in terms of quality. Innovation results to be part of their business strategy and to be based more on developing new ways of working than new product innovations. Keywords: SMEs; Italy; manufacturing industry; innovation. Implications and conclusions The factors discriminating between more and less innovative enterprises have been found through literature analysis and have been transformed in variables, inserted in the questionnaire used to conduct the statistical analysis. A



first version of the questionnaire has been checked by a small sample of academics and random selected enterprises in the sample, in order to verify presence of complete and correct information contained in it. The final questionnaire has been sent to a sample of 285 firms, of which 44,9% has replied after an e-mail recall. Statistical analysis of data consisted in a preliminary descriptive statistical analysis that has pinpointed fundamental characteristics of the sample companies. T-tests has been performed to determine whether any significant difference exists between means of responses from more and less innovative companies on a number of independent variables, previously identified by means of an in depth literature review and a focus group organized with managers responsible of innovation activities in SMEs involved in the study. Legal structure of the sampled companies appears to be mainly commercial or limited partnership while organizational structure generally resulted functional, informal or divisional. The age of employees is comprised between 35 and 39 years for the majority of the companies. As for the cultural level of employees, probably due to the previous finding, only a little percentage of employees stated to have a degree qualification. However, this cultural level results adequate to the companies needs. Regarding to innovation, more than half companies turns out to own an internal RandD function and to introduce, in the last period, at least a technological innovation (product or process innovation). Innovations consist primarily in process innovation like innovations to logistics systems or production processes or, finally, maintenance activities. The main constraints to innovation of manufacturing SMEs of the sample consist in customer dependency and skills acquisition through training, poor learning attitude and difficulty in networking because of their tradition of being insular and autonomous. On the basis of conducted research, innovation of SMEs in the manufacturing industry carries on an incremental way. The information relative to companies number that have introduced an innovation in the last period has been confirmed by discriminant analysis. The analysis conducted has also allowed to outline the profile of innovative companies: they are market anticipation and customer focused, aim at the product enrichment in terms of different characteristics with respect to the competitors’ products in order to obtain a superior product in terms of quality. Finally, the study has shown that the willingness to differentiate products, to increment processes efficiency and to enter in new markets, represent the main reasons that have driven companies of the sample to innovate. Innovation results to be part of their business strategy and to be based more on the development of new ways of working than on new product innovations. The use of technology and process innovation was not uniform



among more and less innovative companies. One of the main obstacle met by companies during development and introduction of innovation is represented by the difficulties to establish partnership with other companies, by financial problems and lack of resources in the company. The analysis of the answers has revealed that innovations have been mainly obtained through know- how of users and suppliers. In the innovative processes an important role in terms of source of innovation is the use of sector specialized journal, and the figure of competitor. From the analysis of data, the weight of University and research centre know-how is resulted cheap inferior to the other informative sources upon exposed. A limit of this work, that will foster a future research, concerns the role of user. It appears correct to attend that, particularly during first phase of innovative process, it takes on very importance the interaction between the manufacturing company and final user of its products. In fact, innovation derives from adaptation/improvement of existent machines or processes, adaptations/ improvements relating to the product to achieve, and so first prompter of innovation results the user. Thus, next steps of the research would be the study the interaction between manufacturer company and user company, the relation between product innovation (the new machine for the manufacturer company) and process innovation (the same machine, considered as a new application of the customer company), in order to verify if these innovations are interconnected or independent. References AMARA, N., Landry, R., Doloreux, D. (2009). Patterns of innovation in knowledge-intensive business services. The Service Industries Journal, 29(4), 407-430. BARROW, M. (2001). Statistics for economics, accoun- ting and business studies. Pearson Education. BIGLIARDI, B., Dormio, A.I. (2009). An empirical investi- gation of innovation determinants in food machinery enterprises. European Journal of Innovation Management, 12(2), 223, 242. CHIESA, V. (2001). RandD Strategy and organisation: managing technical change in dynamic contexts. Imperial College Press, Vol. 5. CLARYSSE, B., Van Dierdonck, R., Gabriels, W. and Uyt- terhaegen, M. (1998). Strategische verschillen tussen in- novative KMOs: een kijkje in de zwarte doos. PublicationN. 5, IWT, Brussels. CRAIG, A., Hart, S. (1992). Where to now in new product development research?. European Journal of Marketing, 26(11), 1-49. CUMMING, B.S. (1998). Innovation overview and future challenges. European Journal of Innovation Management, 1(1), 21-29. DAMANPOUR, F. (1991). Organizational innovation: a meta analysis of effects of determinants and moderators. Academy of Management Journal, 34, 555590.



DARROCH, J., McNaughton, R. (2002), Examining the link between knowledge management practices and types of innovation. Journal of Intellectual Capital, 3(3), 210-22. DE TONI, A., Grandi, A., Petroni, G., Timidei, A. (1988). Tecnologia e sviluppo dell’impresa. Università degli Studi di Parma, Istituto di scienze dell’ingegneria, Parma. EUROPEAN COMMISSION (1995). Greenpaper on Inno- vation, Brussels. GARCIA, R., Calantone, R. (2002). A critical look at tech- nological innovation typology and innovativeness termi- nology: a literature review. Journal of Product Innovation Management, 19(2), 110-132. HAIR, J. F., Anderson, R. E., Tatham, R. L., Black, W. C.(1998). Multivariate Data Analysis, 5th ed.. Macmillan, New York. HEIDENREICH, M. (2009). Innovation patterns and loca- tion of European lowand medium-technology industries. Research Policy, 38(3), 483-494. HURLEY, R.F., Hult, G.T.M. (1998). Innovation, market orientation, and organizational learning: an integration and empirical examination. Journal of Marketing, 62(3), 42-54. JOHNE, A. (1999). Successful market innovation. Euro- pean Journal of Innovation Management, 2(1), 6-11. KIRNER, E., Kinkel, S., Jaeger, A. (2009). Innovation paths and the innovation performance of low-technology firms an empirical analysis of German industry. Research Po- licy, 38(3), 447-458. KLECKA, W. R. (1980). Discriminant Analysis. Sage Publi- cations, Newbury Park, CA. LAFORET S., Tann J. (2006). Innovative characteristics of small manufacturing firms. Journal of Small Business and Enterprise Development, 13(3), 363380. LEIPONEN, A. (2005). Organisation of knowledge and innovation: the case of Finnish business services. Industry and Innovation, 12(2), 185-203. LINSTONE, H.A. and Turoff, M. (1975). The Delphi Method Techniques and Applications. Addison-Wesley, London. LUNDVALL, B.A. (1992). National systems of innovation: towards a theory of innovation and interactive learning. Frances Printer, London. MILES, I. (2000). Services innovation: coming in the age of knowledge-based economy. International Journal of Innovation Management, 4(4), 371-389. MOSEY, S., Clare, J.N., Woodcock, D.J. (2002). Innova- tion decision making in British manufacturing SMEs. Integrated Manufacturing Systems, 13(3), 176-83 NARVEKAR, R.S., Jain, K. (2001). The process of tech- nological innovation: issues and directions. Proceedings of the 11th International Forum om Technology Manage- ment (IFTM), Bangalore, November 2001. NARVEKAR, R.S., Jain, K. (2006). A new framework to understand the technological innovation process. Journal of Intellectual Capital, 7(2), 174186. OTERO-NEIRA C., Lindman M.T., Fernàndez M.J. (2008). Innovation and



performance in SME furniture industries. Marketing Intelligence and Planning, 27(2), 216-232. PANAYIDE P. M. (2004). Marketing in Asia-Pacific Logis- tics Companies: A Discriminant Analysis between Mar- keting Orientation. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics and Performance, 16(1), 42-68. PAVITT,K.(1984).Sectoralpatternsoftechnicalchange:towards a taxonomy and a theory. Research Policy, 13(6), 343-373. ROGERS, E.M. (1983). Diffusion of Innovations. Free Press, New York. SCHUMPETER, J.A. (1934). The Theory of Economic De- velopment. Harvard University Press, Cambridge. STOCK, G.N., Greis, N.P., Fisher, W.A. (2002). Firm size and dynamic technologicalinnovation. Technovation, 22, 537-549. TABACHNIK, B.G., Fidell, L. S. (2001). Using Multivariate Statistics, 4th ed.. Allyn and Bacon, Boston. ZALTMAN, G., Duncan, R., Holbeck, J. (1973). Innovations and organiza tions.Wiley,NewYork,NY.