RMK BAB 1 - Overview KUP [PDF]

  • Author / Uploaded
  • IIN
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RMK #1 Manajemen Perpajakan Ainun Namira Putri Harisma – A014202009



BAB 1 Overview Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Dewasa ini istilah pembangunan nasional baik dalam mata kuliah atau media sering kita dengar. Kita juga mengetahui bahwa pembangunan tersebut pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit. Dalam bab ini kita akan mempelajari salah satu sumber pemasukan negara bagi pembangunan, yakni pajak. Secara umum persepsi kita mengenai pajak adalah wujud dari seorang warga negara untuk memberikan kontribusi dalam membangun negara dengan mendapat imbalan tidak langsung. Pasal 1 UU Nomor 28 tahun 2007 yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa danberdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah: "luran rakyat kepada Kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan danyang digunakan untuk membayar pengeluaran umum". Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pelaksanaannya. 2. Tidak ada timbal balik secara langsung bagi yang membayarnya 3. Dalam penerapannya bersifat dapat dipaksakan. 4. Dipungut oleh negara; Pemerintah baik pusat maupun daerah. 5. Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotongroyongan nasioal maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Di samping itu, sistem perpajakan yang lama tersebut belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan subjek pajak yang besar peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan



nasional. Oleh karena itu, pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru yaitu dengan lahirnya Undang-undang perpajakan baru; yang terdiri atas: UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan, UU No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan UU No.8 tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan pajak Penjualan atas barang mewah, UU No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan bangunan dan UU No.13 tahun 1985 tentang Bea Materai. Dasar hukum Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana Telah Diubah Terakhir Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Direktorat Jenderal Pajak, 2008). Fungsi pajak ada dua yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (budgetair) – Fungsi penerimaan ini maka pajak merupkan sumber dana yang diperuntukanuntuk pembiayaan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupunpengeluaran pembangunan 2. Fungsi mengatur (reguleren) – Dalam fungsi ini pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang ekonomi dan sosial. Dalam memungut pajak, institusi pemungut pajak hendaknya memerhatikan berbagai faktor yang selanjutnya dikenal sebagai asas pemungutan pajak. Dalam bukunya "Wealth of Nations" Adam Smith mengemukakan empat asas dalam pemungutan pajak yaitu: 1. Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. 2. Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. 3. Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah. 4. Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak. Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah dengan Wajib Pajak (WP). Karena itu hukum pajak dibedakan menjadi dua yaitu:



1. Hukum Pajak Materiil, yaitu hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (obyek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subyek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, serta hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Yang dapat dikategorikan sebagai Hukum Pajak materiil adalah: Pajak Penghasilan (PPh) 2. Hukum Pajak Formal, yaitu hukum pajak yang memuat tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan. Hukum ini memuat: a) Tata cara prosedur penetapan utang pajak b) Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak c) Kewajiban dan hak Wajib Pajak Ex: KUP Dalam dunia pajak, ada beberapa jenis pajak yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu pajak menurut menurut sifat, obyek dan lembaga pemungutnya. Pengelompokan jenis pajak menurut sifatnya dibagi menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung,  a) Pajak langsung – Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung WP yang bersangkutan, contohnya: Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak



tidak



langsung



pembebanannya







dapat



Pajak



tidak



dilimpahlan



ke



langsung pihak



adalah



lain,



pajak



yang



contohnya:



Pajak



Pertambahan Nilai (PPN) Pengelompokan jenis



pajak menurut



obyeknya



dibagi menjadi



dua



yaitu pajak subyektif dan pajak obyektif,  a) Pajak subyektif – Pajak subyektif adalah pajak yang berdasarkan pada subyeknya kemudian baru dicari syarat obyektifnya. Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak obyektif – Pajak obyektif adalah pajak yang berdasarkan pada obyeknya tanpa memperhatikan siapa atau bagaimana keadaan subyeknya. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengelompokan jenis



pajak menurut



yaitu pajak pusat dan pajak daerah,



siapa



pemungutnya



dibagi menjadi



dua



a) Pajak pusat – Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat atau membiayai rumah tangga negara. b) Pajak daerah – Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Cara Pengenaan/Pemungutan Pajak 1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) – Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata). Pengenaan pajak disasarkan pada keadaan sebenarnya dari penghasilan



yang



diterima



pada



suatu



tahun



pajak,



dengan



demikian



pemungutannya dapat dilakukan pada akhir tahun. 2. Stelsel Fiktif (Fictive Stelsel) – Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh UU. Pengenaan pajak didasarkan pada asumsi berdasarkan undang-undang bahwa penghasilan yang diterima oleh WP adalah sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. 3. Stelsel Campuran – Cara ini merupakan kombinasi antara kedua cara diatas dimana pada awal tahun pajak dan masa pajak berjalan besarnya pajak dihitung berdasarkan penghasilan tahun sebelumnya kemudian baru pada akhir tahun pajak besarnya pajak tahun tersebut disesuaikan dengan kenyataan yang sebenarnya.  NOMOR



POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)



Nomor pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. NPWP memilik fungsi sebagai: a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.



Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subyek pajak dalam undang-undang Pajak penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan Pemungutan sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak penghasilan 1984 dan perubahannya. Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut diatas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawain tersebut dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.  Direktur Jenderal pajak meneribitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya nomor pokok Wajib Pajak. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah: a) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. b) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi penghasilan tidak kena pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan. Sistem pemungutan perpajakan dapat dikatakan sebagai metode pengelolaan utang pajak yang dibayarkan oleh yang bersangkutan agar dapat masuk kas negara. Di Indonesia, terdapat 3 jenis sistem perpajakan. Sistem pemungutan perpajakan di Indonesia sesuai dengan asas pemungutan pajak menganut self assessment system dan withholding system.



a. Official Assessment System – Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib Pajak bersifat pasif 3) Utang pajak timbul telah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus b. Self Assesment System – Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi c. With Holding System – Suatu pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan WP.



Daftar Pustaka Direktorat Jenderal Pajak. 2021. Belajar Pajak. Diakses pada 23 Februari 2021. https://www.pajak.go.id/index-belajar-pajak Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2015. Modul Chartered Accountant: Manajemen Perpajakan. Jakarta: IAI. http://iaiglobal.or.id/v03/CA/modul_ca/home Prabandaru, Ageng. 2019. 3 Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia. Diakses pada 24 Februari 2021. https://klikpajak.id/blog/lapor-pajak/3-sistem-pemungutan-pajak-diindonesia/