RMK Pajak Internasional Dan Pajak Berganda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas



PAJAK INTERNASIONAL DAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA



Oleh : ANDI PRATIWI INDASARI



PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI ANGKATAN X FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010



0



PAJAK INTERNASIONAL DAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Dalam setiap transaksi antar dua Negara atau lebih menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh masing-masing negara guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan antar negara, agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di antar Negara tersebut. Maka perlu diatur suatu kebijakan perpajakan internasional untuk mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku disuatu Negara. Pajak Internasional merupakan salah satu bentuk hokum internsional, dimana setiap Negara amu tidak mau harus tunduk pada kesepakatan dunia internsional yang sering disebut dengan Konvensi Wina. Pajak Internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara Negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda) Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Indonesia terhadapa badan atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral (dua Negara) tentang Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Negara asal atau penduduk asing tersebut. A. PAJAK INTERNASIONAL Definisi Pajak Internasional : Kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara Negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (PEB) dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda) Jenis Jenis Perjanjian Internasional (Pemajakan Lintas Negara) terdiri atas : Perjanjian Bilateral (Untuk dua pihak) dan Perjanjian Multilateral (Banyak Pihak) Hukum Internasional : Hukum yang mengatur hubungan anatara negara-negara.



1



Hukum Pajak Internasional : Keseluruhan peraturan yang menagtur tata tertib hukum dan yang mengatur tentang hak dan kewajiban pajak dimasing-masing negara. Perjanjian Perpajakan Internasional



adalah : Suatu perbuatan hukum yang



mengikat negara pada bidang-bidang perpajakan. Bentuk perjanjian perpajakan internacional tersebut an : -



Persetujuan penghindaran pajak berganda (Tax Treaty) – Akan dibahas lebih lanjut



-



Cara Penerapan (Mode of Application)



-



Tata Cara persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure)



Perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) diatur dalam pasal 32 A UU PPh “ Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Kedudukan Tax Treaty dalam pelaksanaannya lebih diutamakan dari UU PPh, oleh karena itu sepanjang diatur dalam tax treaty. Tax Treaty hanya mengenakan pada UU PPh, tidak pada UU PPn, Ketentuan dalam UU PPh yang terkait dengan perpajakan Internasional adalah Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 26 dan Pasal 32 A. B. PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Pengertian Perjanjian Penghindaran Pajan Berganda (P3B) : Perjanjian pajak antara dua negara bilateral yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan. Tujuan Utama dari P3B : Penghidaran pemajakan berganda Tujuan lainnya : -



Mencegah timbulnya pengelakan pajak



-



Peningkatan investasi modal dari LN dan Dalam Negeri



-



Peningkatan SDM



-



Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak



-



Kedudukan yang setara dalam hak pemajakan antar dua Negara.



2



Metode Hak Pemajakan Negara untuk Penghindaran Pajak Berganda : -



Metode Pemajakan Unilateral : Indonesia mengatur sendiri hukum perpajakannya tanda campur tangan negara lain



-



Metode



Pemajakan



Bilateral



:



Penghitungan



pemajakannya



harus



mempertimbangkan perjanjian kedua negara (tax Treaty). -



Metode Pemajakan Multilateral : Didasarkan pada konvensi internasional yang ketentuan atau ketetapan atau keputusan yang dihasilkan untuk kepentingan banyak negara yang ditandatangani oleh berbagai negara, misalnya Konvensi Wina.



Metode Penghindaran Pajak Berganda : -



Pembebasan/ Pengecualian (Exemption) : Pembebasan Subjek Pajak (Subject exemption), Pembebasan Objek Pajak (object, income exemption/ full exemption), dan Pembebasan Pajak (tax exemption/exemption with progression)



-



Kredit (Tax Credit) : Kredit Penuh, Kredit Terbatas, dan Kredit Fiktif.



-



Metode Lainnya : Menurut Prof. Dr. Gunadi : o Pembagian Pajak (tax sharing ) o Pembagian hak Pemajakan (Division of Taxing Power o Pengurangan Tarif (Reduction of the rate) o Pengurangan Pajak (Reduction of the Tax) o Pemajakan dengan Jumlah Tetap (Lumpus or Forfait Taxation)



Model Perjanjian Penghidaran Pajak Berganda : -



Model OECD (Organization for Economic Coorperaion and Development) : Untuk Negara maju. Mengedepankan asas domisili Negara yang memberikan jasa taua menanamkan modal, dimana hak pemajakannya berada di Negara domisili.



-



Model UN (United Nations) : Untuk Negara Berkembang. Mengedepankan asas sumber penghasilan, karena umumnya mereka adalah yang umumnya menggunakan jasa dan yang menerima modal dari luar negeri.



-



Model Indonesia : Kombinasi jenis model UN dan OECD.



Pada umumnya ke 3 model tersebut banyak kesamaannya. 3



Ruang Lingkup P3B : 1. Subjek pajak, Jenis Pajak, Istilah Umum, Penduduk 2. Jenis-jenis Penghasilan: a. Laba BUT b. Laba Harta tidak bergerak  Sewa atas harta tak bergerak yang terletak di Indoensia dianggap bersumber dinegara tersebut. Sebaliknya sewa atas harta tak bergerak yang ter;etak di luar Indonesia dianggap berumber sellain dinegara tersebut dan oleh karenya berhka atas kredit pajak luar negeri c. Laba usaha  dikenakan pajak dinegara domisili, kecuali jika negara tersebut memiliki BUT dinegara lainnya d. Laba Usaha Perkapalan dan penerbangan  dikenakan pajak domisili. Bila tidak ada P3B, maka menurut UU PPh dikenakan pasal 15 ; Tarif = 2.64% x Penghasilan Bruto e. Deviden f. Bunga g. Royalti Untuk Deviden Bunga dan royalti yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri dapat dikenakan pajak di negara sumber penghasilan misalnya deviden yang diperoleh di Indonesia, maka Indoensia dapat mengenakan pajaka sesuai tarif Tax Treaty atau jka tidak ada Tax Treaty maka dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif : Tarif PPh Pasal 26 = 20 % x Penghasilan Bruto h. Harta bergerak i. Pendapatan lain-lain j. Kekayaan 3. Hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan a. Pekerjaan Bebas b. Pegawai swasta c. Direktur



4



d. Arits dan Atlet e. Pensiun f. PNS 4. Hubungan istimewa  Untuk menghidnari terjadinya Transfer Pricing yang tidak sesuai dengan prinsip Lenght, maka pejabat tang berwenang dinegara Indonesia, dapat melakukakn perhitungan kembali atas jjumlah pendapatan atau biaya serta hutang atau modal yang tidak wajar. 5. Metode Penghindaran Pajak :  Berdasrkan subjek, objek penghasilan serta pajaknya, atas dasar tersebut P3B dapat membebaskan pajak, mengkreditkan pajak atau cara lain. a. Penghapusan Pajak b. Pengkreditan Pajak 6. Pendidikan dan Pelatihan : a. Guru/Peneliti b. Mahasiswa atau Pelatihan Karyawan 7. Ketentuan lain-lain : a. Non Diskriminasi  Warga negara dari suati negara lain tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban perpajakan d Negara Indonesi dengan perlakuan berlainan atau lebih meemberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajibankewajidan pajak Negara Indonesia. b. Tata cara Persetujuan Bersama c. Pertukaran Informasi d. Berlakunya Perjanjian  Sesuai dengan peraturan pajak dalam UUD 1945 Pasal 23 A. Ada Pengesahan dari DPR e. Berakhirnya Perjanjian  Bilsa aslah satu pihak mengakhiri perjanjian dengan penyamapain tertulis sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum berakhir tahun takwim berikutnya setelah jangka wktu sekian tahun sejak berlakukany persetujuan. Pemotongan Pajak Berkaitan Dengan P3B : Penghasilan yang diterima Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, harus dikenakan pajak, karena negara Indonesia



5



menganut azas pengenaan sumber (Source Principle), yaitu siapapun yang memperoleh penghasilan dari negara Indonseia maka harus dilakukan pemotongan pajak. Pemotongan tersebut merupakan Objek PPh Pasal 26. Subjek Pajak Dalam negeri di Indonseia yang melakukan pembayatan kepada SPLN atas penghasilan yang diterima atau berasal dari Indonseia harus melakukan pemotongan PPh Pasal 26. Surat Keterangan Domisili : Untuk menghindari pengenaan pajak berganda, maka Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) harus memiliki Surat Kerangan Domisili (SKD) guna menentukan pemberlakuan P3B. Bilamana SPLN tidak memiliki SKD, maka keadapanya tidak dapat dipastikan asal-usul negara domisilinya, sehingga P3B tidak dapat diberlakukan. Klasifikasi PPh Pasal 26 : -



Tarif 20 % x Penghasilan Bruto atau Tax Treaty



-



Tarif 20 % x Penghasilan Netto atau Tax Treaty



-



BUT (Bentuk Badan Tetap) tariff 20% dari Laba setelah pajak yang ditransfer ke luar negeri.



PPh Pasal 24 : Merupakan penerapan yang berlawanan dengan PPh Pasal 26, karena PPh ini merupakan pemajakan yang dilakukan oleh Negara dimana WP Indonesia memperoleh penghasilan di LN. Negara Indonesia menganut bahwa penghasilan WP Indonesia di seluruh dunia harus digabung di Indonesia (World Wide Income). Oleh karena itu, untuk menghindari pemajakan berganda, pajak yang dibayar di LN tersebut dapat dikreditkan atau dapat dijadikan pengurang di PPh terutang di DM. Konsep BUT (Badan Usaha Tetap): Pengertian  Berdasarkan pasal 2 UU PPh, BUT adalah Bentuk Usahan yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usah atau melakukan kegiatan di Indonesia. BUT dikelompokkan menjadi -



BUT Fasilitas (assets): o Tempat kedudukan manajemen,



6



o Cabang Perusahaan o kantor Perwakilan o Gedung Kantor o Pabrik o Bengkel o Pertambangan dan penggalin Sumber Alam, Wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksploitasi pertambangan o Perikanan peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan -



BUT Aktivitas : Proyek kontruksi, instlasi, atau proyek perakitan, Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukkan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan



-



BUT Keagenan : Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas



-



BUT Perusahaan Asuransi : Agen atau pegawai asuransi yang tidak didirikandan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. BUT dalam P3B dikenal dengan istilah Permanent Establishment, yang



menyatakan bahwa “Laba perusahaan dari Negara pihak pada persetujuan hanya dikenakan pajak dinegara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha dinehara pihak lainnya dan persetjuan, melalui suatu BUT yang berkedudukan disitu”. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud diatas, maka laba perusahaan tidak dapat dikenakan pajak dinegara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari BUT tersebut. Oleh kerena itu, jika suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usah disetiap Negara melalui suatu BUT yang berkedudukan disitu, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba BUT itu oleh masing-masing Negara ialah laba yang diperoleh dari Negara dimana BUT berkedudukan. Jenis BUT dan Ketentuan Perpajakannya di Indoensia : -



Perbankan



-



Angsuran PPh 25 :



7



o Pelayaran dan Penerbangan Internasioanl : Penghasilan Netto = 4% x Penghasilan Bruto PPh Terutang = 1.2% x Peredaran Bruto (final) o Usaha Jasa Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri Penghasilan Neto = 6% X Penghasilan Bruto PPh Terutang = 2,64% x Peredaran Bruto (Final) o Kantor Perwakilan Dagang Asing Rincian Ekspor kantor pusat kepada nama dan alamt importir di Indonesia, Nilai Ekspor bruto kantor pusat untuk Indonesia PPh Terutang = 0.44% x Nilai Ekspor Bruto o Perusahaan Asuransi Premi Asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan Asuransi LN dikenakan tarif 20% x Penghasilan Bruto - 50 % dari Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN PPh Pasal 26 = 20% x 50% = 10% - 10 % dari Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN berkedudukan di Indonesia PPh Pasal 26 = 20% x 10% = 2% - 5 % dari premi yang dibayarkan reasuransi berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan di LN PPh Pasal 26 = 20 % x 5% = 1% Tempat Usaha Tetap (TUT) : Istilah TUT digunakan untuk orang pribadi penduduk asing yang menjalanakan kehiatan pekerjaan bebas atau jasa parofesional dalam tempat tertentu. Time Test (Tes Waktu) : Dalam pasal 2 ayat 5 bahwa untuk dianggap BUT, apabila melakukan kegiatan di Indonesia lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 bulan, sedangakn untuk pemebrian jasa, waktu tes yang diberikan untuk menjadi BUT apabila jasa yang diberikan lebih dari 60 hari dalam jangak waktu 12 bulan.



8



Prinsip Non Diskriminasi : Dalam model OECD P3B, terdapat pasal non diskriminasi, sehingga BUT meskipun cabang dari LN, pemenuhan kewajiban perpajakannua harus diperlakukan seperti badan atau subjek pajak dalam negerinya. Transfer Pricing : Suatu perusahaan manufaktur di Negara dengan pajak tinggi dapat memperoleh komponen dari perusahaan afiliasi yang beralokasi di Negara-negara dengan pajak rendah untuk meminimalkan pajak perusahaan untuk kelompok usaha secara keseluruhan. Elemen yang dibutuhkan dari strategi tersebut adalah harga yang digunakan untuk mengalihkan barang dan jasa antar perusahaan dalam kelompok. Laba bagi sistem perusahaan secara keseluruhandapat ditingkatkan dengan menentukan Harga Transfer yang tinggi atas komponen yang dikirimkan dari anak perusahaan dinegara-negara dengan tingkat pajak yang relative rendah dari harga transfer atas komponen-komponen yang dikirimkan dari anak perusahaan yang berada di Negara dengan tariff pajak yang relative tinggi. Penentuan Harga Transfer : -



Secara Internasional dilakukkan pada skala yang realtif lebih besar bila dibandingkan dengan kondisi domestic



-



Dipengaruhi oleh banyak variabel bila dibandingkan dengan yang ditemukan pada lingkungan yang sangat domestic



-



Berbeda-beda dari suatu perusahaan ke perusahaan lain, dari satu industri ke industri lain dan dari satu Negara kenegara lain



-



Mempengaruhi hubungan social, ekonomi, dan politik dalam entitas usaha multinasional dan kadang-kadang seluruh Negara.



Penentuan Harga Transfer Internasional : HT menempatkan nilai moneter terhadap pertukaran anatr perusahaan yang terjadi diantara unit operasi dan merupakan pengganti harga pasar. Pada umumnya Harga Transfer dicatat sebagai pendapatan oleh satu unit dan biaya oleh unit lainnya. Sekali perusahaan berekspansi secara internasional, masalah penentuan Harga Transfer juga berekspansi dengan cepat. Diestimasikan bahwa 60% dari seluruh perdagangan internasional terdiri dari transfer yang terjadi antar entitas usaha yang berhubungan istimewa. Transaksi lintas negara juga membuka perusahaan multinasional terhadap



9



sejumlah pengaruh lingkungan yang menciptakan sekaligus menghancurkan peluang untuk meningkatkan laba prusahaan melalui penentuan harga transfer. Metodologi Penentuan Harga Transfer : Harga transfer dapat didasarkan pada biaya selisih kenaikan atau harga pasar. Kedua sistem ini sebenarnya tidak bertentangan satu sama lain, Namur demikian, rang sekali terdapat pasar eksternal yang kompetitif untuk produk-produk yang ditransfer antar entitas yang berhubungan istimewa tersebut.



10