Ruptur Uteri [PDF]

  • Author / Uploaded
  • haris
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RUPTUR UTERI 5



Oleh:



10



Ainur Rohmah Gita Rahayu Apriliana Cristine Ivana Delpian Wahyuni Suprihatin



(185070209111046 ) (185070209111034 ) (185070209111031 ) (185070209111063)



15



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN 20



UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan 5



rahmatNya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Keperawatan Kritis tepat pada waktunya. Makalah ini berisi tentang informasi tentang Asuhan keperawatan pasien dengan ruptur uteri. Diharapkan Makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran di mata kuliah Keperawatan kritis khususnya dalam pembahasan mengenai kondisi kritis pada ruptur uteri yang berkaitan dengan mata kuliah ini.



10



Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang menggunakannya sebagai bahan



15



pembelajaran.



Malang, 22 juli 2019 20



Penyusun



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................................2 DAFTAR ISI..........................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN 5



A. Latar Belakang....................................................................................................4 B. Rumusan Masalah..............................................................................................5 C. Tujuan.................................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Ruptur Uteri............................................................................................6



10



B. Etiologi.................................................................................................................6 C. Klasifikasi .............................................................................................................8 D. Faktor Resiko.......................................................................................................9 E. Patomekanisme....................................................................................................9 F. Gejala Klinis........................................................................................................10



15



G. Penegakan Diagnosa..........................................................................................12 H. Tatalaksana .......................................................................................................14 I. Komplikasi ..........................................................................................................14 J. Prognisis .............................................................................................................15 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



20



A. Pengkajian..........................................................................................................16 B. Analisa Data.......................................................................................................17 C. Diagnosis Keperawatan......................................................................................17 D. Intervensi Keperawatan.....................................................................................20 BAB III PENUTUP



25



A. Kesimpulan........................................................................................................23 B. Saran..................................................................................................................23



DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24



30



3



BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang Perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan bayi setelah masa persalinan berlangsung. Persalinan adalah proses keluarga seorang bayi dan plasenta dari rahim ibu. Jika seseorang ibu setelah melahirkan bayinya 10



mengalami perdarahan. Maka hal ini dapat diperkirakan bahwa perdarahan tersebut disebabkan oleh retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap. Pada keadaan ini di mana plasenta lahir lengkap dan kontraksi uterus membaik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan dari jalan lahir. Perlukaan ini dapat terjadi oleh karena kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan, pada



15



waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstraksi cunem, ekstraksi vakum, embrotomi atau traume akibat alat-alat yang dipakai. Selain itu perlukaan pada jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja seperti pada tindakan episiotomi. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya robekan perinium yang luas dan dalamnya disertai pinggir yang tidak rata, di mana penyembuhan luka



20



akan lambat dan terganggu. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Penyebab kematian



25



janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri. Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang



30



tertinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenernya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting. 4



5



B.  Rumusan Masalah Bagaimanakah teori dan asuhan keperawatan pada rupture uteri ?



C. Tujuan 1.      Tujuan umum : untuk mengetahui teori dan asuhan keperawatan pada rupture 10



uteri 2.      Tujuan khusus : a. Menjelaskan pengertian ruptur uteri. b. Menyebutkan penyebab ruptur uteri. c. Menyebutkan gambaran klinis dari ruptur uteri.



15



d. Menjelaskan patofisiologi dan patway ruptur uteri. e. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dan diaonostik ruptur uteri. f.



Mengetahui dan mampu  melaksanakan askep tentang ruptur uteri.



20



25



30



35 5



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi 5



Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum dapat berhubungan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa ruptur uteri adalah adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang myometrium (Shaver, 2008). Ruptur uteri sendiri dapat di bedakan menjadi ruptur uteri komplit dan ruptur uteri



10



inkomplit. ruptur uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen. Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut



15



masih dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam rongga peritoneum (Saifuddin,2010).



B. Etiologi Etiologi terjadi nya ruptur uteri pada pasien dapat di klasifikasikan kedalam beberapa 20



hal berikut ini : 1. Ruptur uteri spontan (non violent) Yaitu bila ruptur uteri terjadi secara spontan pada uterus tanpa parut (utuh) dan tanpa adanya manipulasi dari penolong. Faktor pokok disini ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosepalus, janin



25



dalam letak lintang dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin meregang. Faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya rupture uteri adalah multiparitas, disini ditengah – tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan (Hacker & George, 2012). 2. Ruptur uteri traumatika ( violenta) Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup



35



tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang 6



dinamakan ruptur uteri violenta. Faktor utama disebabkan oleh distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri. Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan 5



bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubung dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut diatas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptur uteri. Gejala-gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari



10



ruptur uteri spontan (Decherney,2006). 3. Ruptur uteri pada parut uterus Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut



15



karena kerokan yang terlampau dalam. Di antara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi ssesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik,



20



sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa menimbulkan gejalagejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum



25



tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar



30



luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok, janin dalam uterus meninggal (Decherney,2006).



7



C. Klasifikasi 1. Menurut tingkat robekan : a. Ruptur uteri komplit, bila robekan terjadi pada seluruh lapisan dinding uterus, lapisan serosa ( peritoneum juga robek sehingga dapat berada 5



dirongga abdomen.



b. Ruptur uteri inkomplit, bila robekan hanya sampai miometrium sedangkan lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh , disebut juga dehisensi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan eksplorasi dinding rongga uterus setelah



janin dan plasenta lahir. 10



c. Ruptur uteri imminens, bila baru ada gejala akan terjadi ruptur. Penderita merasa kesakitan terus menerus baik waktu his maupun di luar his. Teraba ligamentum rotundum menegang. Teraba cincin Bandle setinggi pusat. Segmen bawah rahim menipis. Urine kateter kemerahan (Hacker & George, 2012).



15



2. Menurut waktu terjadinya: a. Ruptur Uteri Gravidarum, terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus. Biasanya terjadi karena kelemahan dari dinding uterus yang disebabkan oleh: bekas seksio sesaria, bekas enukleasi mioma uteri, bekas kuretase / plasenta manual.



20



b. Ruptur Uteri Durante Partum, Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR karena bagian terbawah janin tidak dapat turun yang dapat disebabkan oleh: versi ekstraksi, ekstraksi forcep, ekstraksi bahu (Decherney,2006). 3. Menurut lokasi:



25



a. Korpus uteri, biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi b. Segmen bawah rahim (SBR), biasanya pada partus sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur.



30



c. Servik uteri, biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap d. Kolpoporeksis-kolporeksis, robekan-robekan diantara servik dan vagina (Decherney,2006). 8



D. Faktor resiko Pasien yang berisiko tinggi antara lain : 1. persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan oksitosin atau 5



prostaglandin untuk mempercepat persalinan 2. pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea atau operasi lain pada rahimnya 3. pasien yang pernah mengalami histerorafi 4. pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan



10



sebagainya. (Decherney,2006)



E. Patomekanisme Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian, dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri 15



menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi .



20



Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab (misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang bertambah mengecil pada waktu ada his harus diimbangi perluasan segmen bawa rahim ke atas. Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin meninggi kearah pusat melewati batas fisiologis menjadi patologis yang disebut lingkaran bandl (ring van bandl). Ini terjadi karena, rahim



25



tertarik terus menerus kearah proksimal tetapi tertahan dibagian distalnya oleh serviks yang dipegang ditempatnya oleh ligamentum – ligamentum pada sisi belakang (ligamentum sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri (ligamentum cardinal) dan pada sisi dasar kandung kemih (ligamentum vesikouterina). Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak kunjung



30



turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin tinggi dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat tipis. Ini menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim terancam robek. Pada saat dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya dating, terjadilah 9



perdarahan yang banyak (rupture uteri spontanea). (soedigdomarto,2005) Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada parut pada bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang tenang pada saat nifas 5



memiliki kemampuan sembuh lebih cepat sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas seksio profunda lebih sering terjadi saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi lambat laun pada jaringan – jaringan di sekitar luka yang menipis kemudian terpisah sama sekali. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta,



10



sehingga terjadi rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa ini perdarahan banyak berkumpul di ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar. (Albar , 2007) F. Gejala Klinis Menurut Cunningham, 2012 gejala klinis, ruptur uteri dapat dibedakan.



15



1. Ruptur uteri iminens (membakat/mengancam) Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptur uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya. Gejala ruptur uteri iminens/mengancam :



20



a) Dalam anamnesa dikatakan t partus sudah    lama berlangsung b) Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut c) Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan. d) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.



25



e) Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam). f) g)



His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduanya.



30



h) Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan. i)



Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih 10



yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang. 5



j)



Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.



10



k)



Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur



l)



Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.



2. Ruptur uteri sebenarnya Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya. 15



1.) Anamnesis dan Inspeksi o



Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.



20



o



Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.



o



Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.



o



Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.



o



Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebihlebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.



25



o



Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.



o



Kontraksi uterus biasanya hilang.



o



Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus)



30 2.) Palpasi o



Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan. 11



o



Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.



o



Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan



5



disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa. o



Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.



3.) Auskultasi Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa 10



menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut. 4.) Pemeriksaan Dalam o



Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang



15



agak banyak o



Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti



20



dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri. 5.) Kateterisasi Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.



25



G. Penegakan Diagnosis Pada penegakan diagnosis didapatkan: (Dane , 2009) 1. Anamnesis a) Adanya riwayat partus yang lama atau macet b) Adanya riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong



30



c) Adanya riwayat multiparitas d) Adanya riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio sesaria, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi, histeretomi, dan histeorafi)



12



2. Gambaran klinis Gambaran klinis ruptur uteri didahului oleh gejala-gejala ruptur uteri yang membakat, yaitu didahului his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah, nadi dan pernapasa 5



cepat, segmen bawah uterus tegang, nyeri apda perabaan lingkaran retraksi (Van Bandle Ring) meninggi sampai mendekati pusat, dan ligamentum rotunda menegang. Pada saat terjadinya ruptur uteri penderita sangat kesakitan dan seperti ada robek dalam perutnya. Keadaan umum penderita tidak baik, dapat terjadi anemia sampai syok.



10



3. Pemeriksaan Luar a) Nyeri tekan abdominal b) Perdarahan percaginam c) Kontraksi uterus biasanya akan hilang d) Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu atau



15



janin teraba di samping uterus e) Perut bagian bawah teraba uterus kira kira sebesar kepala bayi f)



Denyut jantung janin (DJJ) bisanya negative (bayi sudah meninggal)



g) Terdapat tanda tadna cairan bebas h) Jika kejadian rupture uteri telah lama, maka akan timbul gejala gejala 20



meteorismus dan defans muscular yang menguat sehingga sulit untuk meraba bagian janin. 4. Pemeriksaan Dalam Pada rupture uteri komplit: a) Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intraabdomen sehingga



25



didapatkan cairan bebas dalam abdomen b) Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir, selain itu kepala atau bagian terbawah janin dengan mudah dapat didorong ke atas hal ini terjadi karena seringkali seluruh atau sebagian janin masuk ke dalam rongga perut melalui robekan



30



pada uterus c) Dapat meraba robekan pada dinding rahim jika jari tangan dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba omentum, usus dan bagian janin d) Pada katerisassi didapat urin berdarah 13



Pada rupture uteri inkomplit : a) Perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah berkumpul di bawah peritoneum atau mengalir keluar melalui vagina b) Janin umunya tetrap berada di uterus 5



c) Pada katerisasi didapatkan urin berdarah H. Tata lakasana Penatalak sanaan dari rupture uteri menurut Sari, 2015 adalah : 1. Perbaiki keadaan umum a. Atasi syok dengan pemberian cairan dan darah



10



b. Berikan antibiotika c. oksigen 2. Laparotomi a. histerektomi histerektomi dilakukan jika :



15



-



fungsi reproduksi ibu tidak diharapkan lagi



-



Kondisi buruk yang membahayakan ibu



b. repair uterus (histeorafi) histeorafi dilakukan jika :



20



-



masih mengharapkan fungsi reproduksinya



-



kondisi klinis ibu stabil



-



ruptur tidak berkomplikasi



3. Repair uterus (histeorafi)



I. 25



Komplikasi 1) Infeksi post operasi 2) Kerusakan ureter 3) Emboli cairan amnion 4) DIC 5) Kematian maternal



30



6) Kematian perinatal



14



J.



Prognosis Harapan hidup bagi janin sangat buruk. Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk



5



mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi. Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa.



10



Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada uterus yang hamil. (Sari,2015).



15



20



25



30



35



40



15



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A.    Pengkajian 5



1.      Identitas



:



Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun 2.      Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar  keringat dingin, kesulitan nafas, pusing pandangan berkunang-kunang. 10



3.      Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan precipitatus,



15



dengan



tindakan, robekan



partus



lama/kasep,



jalan



lahir,



chorioamnionitis,



partus induksi



persalinan, manipulasi kala II dan III. 4.      Riwayat kesehatan



: Kelainan darah dan hipertensi



5.      Pengkajian fisik : a. Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg) b. Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit) 20



c. Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit ) d. Suhu : Normal/ meningkat e. Kesadaran : Normal / turun f.



Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi



g. Kulit : Dingin,v berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill memanjan 25



h. Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis ) i.



Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang



B.     Diagnosa keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume 30



darah 3. Resiko syok hipovolemik 4. Risiko gangguan hubungan ibu-janin 5. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian 6. Resiko infeksi 16



C . Analisa Data No 1.



Analisa Data



Etiologi



DS:



SBR (segmen



Penyebab Kekurangan volume



Ny R Mengeluh kesakitan terus menerus



bawah rahim)



cairan berhubungan



di aera perut bagian bawah, baik waktu



tertarik keatas dan



his maupun di luar his di segmen bawah



menyebabkan



rahim. DO : Hasil TTV TD : 100/70 Mmhg N : 85 X/Menit, RR: 22x/Menit S:36 C Klien Tampak Lemah Mulut kering Mata cekung Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea . Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang



dinding uterus menegang dan tipis. Robekan pada segmen bawah rahim Jalan lahir terhambat Bayi susah lahir (persalinan lama) Diaporesis berlebihan pada ibu Mulut kering mata cekung dehidrasi



2



DS :



Ketidakefektifan



Klien tampak Lemah



SBR (segmen



perfusi jaringan



Pasein Mengeluh kesakitan terus



bawah rahim)



perifer



menerus di aera perut bagian bawah, baik waktu his maupun di luar his di segmen bawah rahim. DO :



tertarik keatas dan menyebabkan dinding uterus menegang dan tipis. 17



Hasil TTV TD : 100/70 Mmhg



Robekan pada



N : 85 X/Menit, RR: 22x/Menit



segmen bawah rahim



S:36 C Hb 9,4 G/Dl



Perdarahan



CRT > 3 detik



pervaginam



Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat



Penurunan Hemoglobin Penurunan O2 kejaringan perifer Pucat akral dingin



3



DS:



Resiko syok



Ny R Mengeluh kesakitan terus menerus



Perdarahan



di aera perut bagian bawah, baik waktu



Pervaginam



hipovolemik



his maupun di luar his di segmen bawah rahim.



Nadi meningkat TD



DO :



menurun, akral dingin



Hasil TTV TD : 100/70 Mmhg



Resiko Syok



N : 85 X/Menit, RR: 22x/Menit



Hipovolemi



S:36 C Hb 9,4 G/Dl Teraba



ligamentum



rotundum



menegang. Teraba cincin Bandle setinggi pusat. Segmen bawah rahim menipis. Urine kateter kemerahan Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea .



18



1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam dapat meningkatkan volume cairan dalam tubuh NOC : Keparahan kehilangan darah (0413) Skala outcome



NIC 1



2



3



4



5



Kehilangan darah yang terlihat







Perdarahan vagina







Penurunan Hb







Pengurangan perdarahan (4020) 1. 2. 3. 4. 5.



Penurunan Hct Kulit dan membran mukosa pucat Yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut :



√ √



6. 7. 8.



Identifikasi penyebab perdarahan Monitor pasien akan perdarahan secara ketat Monitor jumlah dan sifat kehilangan darah Perhatikan kadar hemoglobin / hematokrit sebelu dan sesudah perdarahan oksigen ( Monitor penentu dari jaringan pelepasan misl. PaO2, SaO2) Monitor fungsi neurologis Atur keterssediaan produk darah untuk tranfusi, jika perlu Instruksikan pasien dan keluarga akan tandatanda perdarahan dan tindakan yang tepat ( memberitahu perawat ) bila perdarahan lebih lanjut terjadi



19



Keterangan penilaian : 1 : sangat terganggu 2 : banyak terganggu 3 : cukup terganggu 4 : sedikit terganggu 5 : tidak terganggu 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume darah Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam dapat meningkatkan atau mempertahankan sirkulasi darah ke perifer



NOC : perfusi jaringan : perifer



NIC



5



Manajemen Hipovolemi (4180)



Pengisian kapiler jari







Suhu kulit ujung kaki dan tangan







Kekuatan denyut nadi







Tekanan darah sistolik







1. Monitor status hemodinamik meliputi, nadi, tekanan darah, MAP, CVP, PAP jika tersedia 2. Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi 3. Monitor adanya hipotensi ortotastik dan pusing saat berdiri 4. Monitor adanya sumber kehilangan cairan 5. Monitor asupan dan pengeluaran 6. Monitor bukti laboratorium terkait dengan kehilangan darah dan adanya hemokonsentrasi 7. Dukung asupan cairan oral 8. Kolaborasi pemberian cairan IV 9. Kolaborasi pemberian transfusi darah



Skala outcome



Yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : Keterangan penilaian :



1



2



3



4



20



1 : sangat terganggu



10. Instruksikan pada pasien untuk menghindari posisi yang berubah cepat



2 : banyak terganggu 3 : cukup terganggu 4 : sedikit terganggu 5 : tidak terganggu



3. Risiko syok Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan tidak terjadi syok



NOC : keparahan syok : hipovolemik Skala outcome



NIC 1



2



3



4



5



Penurunan nadi perifer







Nadi lemah dan halus







Akral dingin







Pucat







Yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : Keterangan penilaian : 1 : sangat terganggu 2 : banyak terganggu 3 : cukup terganggu



Pengurangan perdarahan : uterus antepartum (4021) 1. Kaji riwayat klien kehilangan darah 2. Tinjau factor-faktor risiko yang berhubungan dengan perdarahan pada kehamilan 3. Dapatkan suatu perkiraan yang akurat mengenai usia janin dengan menggunakan laporan terakhir periode menstruasi, laporan penentuan tanggal dari ultrasound sebelumnya atau sejarah kandungan 4. Periksa perineum untuk mengetahui jumlah dan karakteristik perdarahan 5. Monitor tanda-tanda vital ibu 6. Monitor DJJ secara elektronik 7. Palpasi kontraksi uterus atau peningkatan tonus uterus 8. Observasi janin dari catatan elektronik untuk mendapatkan bukti insufisiensi uteroplasenta 9. Lakukan USG untuk mengetahui plasenta 21



4 : sedikit terganggu 5 : tidak terganggu



10. Timbang tampon untuk memperkirakan kehilangan darah 11. Mulai prosedur darurat untuk perdarahan antepartum



22



BAB IV PENUTUP



A.



Kesimpulan



5



Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum dapat berhubungan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa ruptur uteri adalah adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibatdilampauinya daya regang miometrium. (Shaver, 2008) Etiologi terjadi nya ruptur uteri pada pasien dapat di klasifikasikan kedalam beberapa



10



hal berikut ini : 1. Ruptur uteri spontan (non violent) 2. Ruptur uteri traumatika ( violenta) 3. Ruptur uteri pada parut uterus Faktor resiko yang dapat menyebabkan ibu hamil mengalami rupture uteri yaotu :



15



1. persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat persalinan 2. pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea atau operasi lain pada rahimnya 3. pasien yang pernah mengalami histerorafi



20



4. pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan sebagainya. (Decherney,2006)



B.



Saran Pada penanganan Ruptur uteri tersebut di harapkan terutama dalam pencegahan



25



terhadap infeksi . Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM .



23



Daftar pustaka 1. Albar E. Ruptur uteri, Dalam: Prawirohardjo S, W Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu bedah kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007 5



2. Cunningham, F.G, et al. 2012. Williams Obsetrics 23nd edition. New York. McGraw-Hill : 824-838. 3. Dane B. 2009. Maternal Death After Uterine Rupture in an Unscarred Uterus: a Case Report. J. Emerg Med. 37 (4): 393-5 4. Decherney A, Nathan L, Goodwin T,Leufer N, Current Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynacology 10th edition; McGraw-Hill, 2007 page 187-189Gyamfi C, Juhasz G, Gyamfi P,



10



Blumenfeld Y, Stone JL. Single- versus double-layer uterine incision closure and uterine rupture. J Matern Fetal Neonatal Med. Oct 2006;19(10):639-43. 5. Hacker NF and Moore George, 2012. Essensial of Obstetrics and Gynecology, 2nd edition, W.B. Sauders company, page 316-318Lim AC, et al.Pregnancy after uterine rupture: a report of 5 cases and a review of the literature.Obstet Gynecol Surv.2005 ;60(9):613-7



15



6. Shaver D.C. et al, 2008. Clinical Manual Of Obstetrics, 2 nd Edition, Mc Graw International Editions, page 313-321. 7. Saifuddin, Abdul Bari, dkk : Buku Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2010. 8.



20



soedigdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura uteri. Dalam: Prawiroharjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Yayasan bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005



9. Sari, RDP. 2015. Ruptur Uteri. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol.5.



25



24