Selulitis Orbita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA



REFERAT APRIL 2019



SELULITIS ORBITA



OLEH: YUDHIE DJUHASTIDAR TANDO NIM. 2018-84-089



PEMBIMBING: dr. ELNA ANAKOTTA, Sp.M



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUD dr. M. HAULUSSY FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2019



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i DAFTAR PEMBAHASAN………………………………………………… ii KATA PENGANTAR………………………………………………........... iii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Anatomi ………………………………………………………………… 3 2.2. Definisi …………………………………………………………………. 7 2.3. Epidemiologi ………………………………………………………….... 7 2.4. Etiologi………………………………………………………………….. 8 2.5. Patofisiologi…………………………………………………………….. 8 2.6. Gejala Klinis …………………………………………………………… 10 2.7. Diagnosis ..…………………………….……………………………….. 11 2.8. Penatalaksanaan ……………………………………………………….. 13 2.9. Komplikasi dan prognosis .……………………………………………. 13 BAB III KESIMPULAN …………………………………………………. 15 DAFTAR PUSTAKA………………………………….………………….. 16



BAB I PENDAHULUAN Penyakit inflamasi orbital merupakan istilah umum yang mencakup semua penyakit inflamasi yang mempengaruhi beberapa atau semua struktur yang terkandung dalam orbital eksternal sampai ke dalam orbita. Dalam beberapa kasus, daerah yang terlibat dengan proses inflamasi dapat melampaui orbit, seperti ke sinus kavernosus melalui apeks orbital atau kelopak mata melalui septum orbital. Inflamasi orbital dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar yaitu inflamasi orbital akut dan inflamasi orbital kronik. Selulitis orbita merupakan salah satu inflamasi orbital akut.1 Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita, termasuk lemak dan otot dalam tulang orbital. Selulitis orbita biasanya berasal dari penyebaran infeksi berdekatan yaitu sinus paranasal. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Infeksi mata terjadi dengan keluhan pembengkakan pada kelopak mata dan rasa sakit. Pasien biasanya datang dengan kelopak mata bengkak unilateral yang disertai dengan mata merah atau tidak merah. Diagnosis yang cepat dan tepat sangat penting karena ada potensi morbiditas dan mortalitas yang signifikan.2 Infeksi selulitis orbita adalah suatu kegawat darurat dan membutuhkan penanganan segera. Penyakit ini dapat mengancam jiwa dan pasien harus dirujuk segera tanpa penundaan, dapat menyerang pada semua umur terutama pada anakanak. Oleh karena itu pengobatan penyakit ini bersifat urgensi. Pengobatan



dengan pemberian antibiotik sistemik dapat mengatasi infeksi bakteri penyebab. Keterlambatan pengobatan akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi dan timbulnya sindroma apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi antara lain kebutaan, kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.3



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Anatomi Orbita2,3 Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah pir yang berada di antara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap orbita berukuran sekitar 40 mm pada ketinggian, kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang: Os. frontalis, Os. maxillaris, Os. zygomaticum, Os. sphenoid, Os. palatinum, Os. ethmoid, Os. lacrimalis.



Gambar 2.1 Anatomi orbita



Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu: 1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan sphenoid. Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur mengikuti sebuah trauma. Os ethmoid yang menjadi salah satu struktur pembangun dinding medial



merupakan salah satu lokasi terjadinya sinusitis etmoidales yang merupakan salah satu penyebab tersering selulitis orbita. 2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan zygomaticum. 3. Langit- langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid dan frontal. Defek pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil. 4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan zygomaticum. Bagian posteromedial dari tulang maksilaris relatif lemah dan seringkali terlibat dalam fraktur blowout. 5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita 6. Apeks orbita, merupakan bagian posterior orbita dimana keempat dinding orbita bekonvergensi, memiliki dua orifisium yaitu kanal optikus dan fisura orbital superior. Septum orbital1,3 Pada orbita terdapat suatu membran jaringan ikat yang tipis yang melapisi berbagai struktur. Membran tersebut terdiri dari fascia bulbi, muscular sheats, intermuscular septa, dan ligamen lockwood. Di dalam orbita terdapat strukturstruktur sebagai berikut: bagian n. optikus, muskulus ekstraokular, kelenjar lakrimalis, kantung lakrimalis, arteri oftalmika, nervus III, IV, dan VI, sebagian nervus V, dan fascia serta lemak. Inflamasi periorbital dapat diklasifikasikan menurut lokasi dan derajat keparahan. Salah satu pertanda anatomis dalam menentukan lokasi penyakit adalah septum orbital. Septum orbital adalah membran tipis yang berasal dari periosteum orbital dan masuk ke permukaan anterior lempeng tarsal kelopak



mata. Septum memisahkan kelopak mata superfisial dari struktur dalam orbital dan membentuk barier yang mencegah infeksi dari kelopak mata menuju rongga orbita. B. Inflamasi orbita3 Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi terkait a. Selulitis preseptal b. Selulitis orbita dan abses intraorbital c. Osteoperiostitis orbita d. Tromboflebitis orbita e. Tenonitis f. Trombosis sinus kavernosus



Gambar 2.2 berbagai inflamasi orbita



2. Inflamasi orbita kronik a. Inflamasi spesifik 1) Tuberkulosis 2) Sifilis 3) Actinomikosis 4) Mukormikosis 5) Infestasi parasit b. Inflamasi non spesifik 1) Penyakit inflamasi orbital idiopatik 2) Sindroma tolosa hunt 3) Periostitis orbital kronik 2.2. Definisi Selulitis orbita adalah inflamasi atau infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita.4 2.3. Epidemiologi Infeksi bakteri orbital dapat terjadi pada semua usia tetapi lebih sering pada populasi usia anak-anak. Dalam analisis retrospektif dari infeksi orbital anak, usia rata-rata pasien yang terkena adalah 6,8 tahun, mulai dari 1 minggu sampai 16 tahun. Predileksi jenis kelamin tidak mempengaruhi selulitis orbita terjadi lebih sering pada musim dingin karena terkait erat dengan sinus paranasal dan infeksi saluran pernapasan atas sebagian besar kasus memberikan gambaran klinis pada mata yang bersifat unilateral. Pada studi lain menyatakan sebagian besar kasus



selulitis orbita terjadi pada kelompok usia anak-anak (0-20 tahun)



dengan presentase sebesar (44%), kemudian dilanjutkan dengan



usia



pertengahan sebesar (40%), dan lanjut usia dengan presentase sebesar (16%) dengan usia di atas 50 tahun. Predileksi terjadinya selulitis preseptal tidak dipengaruhi ras atau gender pada dewasa. Tetapi pada anak-anak ditemukan anak laki-laki 2 kali lebih sering terjadi seulitis preseptal dan orbital dibandingkan dengan perempuan. Rerata usia antara 7-12 tahun. Kondisi ini lebih sering terjadi pada musim dingin dikarenakan meningkatnya risiko terjadinya sinusitis.5,6 2.4. Etiologi Orbita dapat terinfeksi melalui tiga jalur seperti pada selulitis preseptal 2 a. Infeksi eksogen, dapat berasal dari trauma tembus pada mata khususnya terkait dengan retensi benda asing intraorbital dan kadang- kadang terkait dengan tindakan bedah seperti eviserasi, enukleasi, dan orbitotomi. b. Persebaran infeksi sekitar, seperti sinusitis, infeksi gigi, dan struktur intraorbita merupakan rute infeksi tersering. c. Infeksi endogen, jarang terjadi. Penyebab tersering selulitis orbita adalah bakteri, dapat juga jamur dan virus namun jarang. Bakteri tersering adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococci, Diphtheroids, Haemophilus influenza, Escherichia coli.7 Faktor predisposisi selulitis orbita antara lain sinusitis, trauma okuli, riwayat operasi, dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita, infeksi gigi (odontogen), tumor orbita atau intraokuler, serta endoftalmitis.4,8



2.5. Patofisiologi Selulitis orbita adalah infeksi dari jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita. Penyebab dan faktor predisposisi selulitis orbita antara lain sinusitis, trauma okuli, riwayat operasi, dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita, infeksi gigi (odontogen), tumor orbita atau intraokuler, serta endoftalmitis. Gambaran klinisnya antara lain demam (lebih dari 75% kasus disertai lekositosis), proptosis, kemosis, hambatan pergerakan bola mata dan nyeri pergerakan bola mata. Pasien mulanya berkembang dari selulitis preseptal dan menjadi selulitis orbital. Menurut klasifikasi Chandler, secara kilnis selulitis orbita dibagi dalam 5 stadium yaitu stadium 1 (edema inflamasi) stadium 2 (selulitis orbita) stadium 3 (abses periosteal) stadium 4 (abses orbita) dan stadium 5 (trombosis sinus kavernosus). Sedangkan secara radiologis selulitis orbita diklasifikasikan ke dalam 3 kategori utama yaitu infiltrasi difus jaringan lemak, abses subperiosteal, dan abses orbita.9,10,11 Bakteri dapat menginfeksi jaringan preseptal dan orbital melalui salah satu dari tiga cara berikut :11 1. Inokulasi langsung. Contohnya termasuk gigitan serangga atau trauma yang tidak disengaja. Jenis-jenis infeksi ini biasanya disebabkan oleh Streptococcus aureus atau pyogenes 2. Infeksi adneksa okular yang berdekatan seperti episode akut sinusitis, dakriosistitis, atau hordeolum yang dapat menyebar ke ruang preseptal dan posteptal. 3. Infeksi juga dapat menyebar melalui jalur hematogen dari sumber infeksi yang jauh seperti otitis media atau pneumonia.



Pada selulitis orbital, timbul tekanan, akibat dari peradangan di ruang posteptal, hal ini dapat meningkatkan risiko oklusi arteri retina sentral atau vena, atau kerusakan pada saraf optik. Hal ini dapat meningkatkan risiko iskemia saraf retina dan optik, yang dapat menyebabkan sampai kebutaan.9,10,11 2.6. Gejala Klinis Edema palpebral, eritema, dan inflamasi berat mungkin terjadi. Biasanya melibatkan bola mata. Reaksi pupil, ketajaman pengelihatan, dan motilitas ocular tidak terganggu. Rasa nyeri pada pergerakan bola mata dan kemosis tidak ditemukan.5 Pasien dapat febris atau subfebris, dan pasien dapat mengeluhkan nyeri, konjuntivitis, epifora, dan kaburnya pandangan. Tanda dari preseptal selulitis adalah eritem dan edema periorbital, terkadang karena terlalu berat pasien tidak dapat membuka mata secara volunter.12 Gejala yang dapat ditimbulkan adalah palpebral bengkak dan kemerahan yang unilateral dan tenderness. Tanda yang muncul antara lain:12 1. Keadaan umum pasien baik, dapat disertai demam ringan 2. Edema palpebral (dapat disertai ptosis) 3. Skin tenderness 4. Eritema 5. Perabaan hangat 6. Kemosis dapat menyertai 7. Foul-smelling discharge, crepitus, atau nekrosis dapat mengindikasikan organism anaerob



8. Infeksi Hemophilus biasanya non purulent, dengan perubahan warna ungu kebiruan pada kelopak mata 9. Erysipelas Gejala utama yang didapatkan pada selulitis orbita berupa pembengkakan pada mata yang biasa bersifat unilateral dan nyeri hebat yang meningkat dengan pergerakan bola mata atau adanya tekanan. Gejala yang lain yang bisa didapat antara lain demam, mual, muntah,dan kadang-kadang kehilangan penglihatan. Kadang pasien mengeluh tidak bisa membuka mata untuk melihat gerakan mata yang terbatas. Biasanya ada riwayat sinusitis akut atau infeksi saluran pernapasan atas pada hari-hari sebelum terjadi edema kelopak mata. Gejala dapat berkembang dengan cepat,dan dengan demikian, diagnosis dan pengobatan cepat adalah hal yang terpenting.12 2.7. Diagnosis 1. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda selulitis orbita yang didapat kan pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah:5 a. Ditandai dengan adanya pembengkakan yang menutup bola mata dengan karakteristik kekerasan seperti papan dan kemerahan b. Ditemukan adanya chemosis konjungtiva, yang menonjoldan menjadi kering atau nekrotik. c. Bola mataproptosis. d. gerakan bola mata terbatas



e. Pemeriksaan fundus dapat menunjukkan adanya kongesti vena retina dan tanda-tanda papillitis atau edema papil. f. Penurunan visus, gangguan penglihatan warna. 2. Pemeriksaan laboratorium2 Pada pemeriksaan laboratorium untuk evaluasi laboratorium pada selulitis orbita harus



mencakup



beberapa



hal



berikut



(aspirasi



jarum



dari



orbita



dikontraindikasikan): a. Hitung darah lengkap (CBC) - Leukositosis lebih besar dari 15.000 dengan pergeseran ke kiri biasanya terlihat. b. Kultur darah - Dapatkan kultur darah sebelum pemberian antibiotik apa pun, meskipun



mereka



tidak



mungkin



mengungkapkan



organisme



yang



bertanggung jawab c. Penilaian bahan purulen - Kumpulkan bahan purulen dari hidung dengan kapas atau kalsium alginat, apusan untuk pewarnaan Gram, dan kultur pada media aerob dan anaerob; menilai setiap bahan yang diperoleh dari sinus atau langsung dari abses orbital dengan cara yang sama 3. Pemeriksaan radiologi2 1. X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait 4. USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital 2. CT scan dan MRI untuk: a. Membedakan selulitits preseptal dan post septal b. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital c. Mendeteksi ekstensi intrakranial



d. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses orbital 3. Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan serebral.



Gambar 2.3 CT scan selulitis orbita (kiri) dan selulitis preseptal (kanan)



2.8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan dengan cepat dengan CT-scan pada orbita dan sinus bila inokulasi langsung tidak ditemukan.1 Mengingat potensi komplikasi yang signifikan, antibiotic intravena harus diberikan segera untuk semua kasus selulitis orbita.13 Antibiotic yang diberikan berupa antibiotic spectrum luas dikarenakan infeksi mungkin akibat bakteri yang multiple, termasuk kokus gram positif serta bakteri anaerob.2 Pengobatan rutin pada semua pasien yaitu pengobatan empiris dengan sefalosporin



generasi



ketiga



intravena



seperti



seftriakson,



gentamicin



intramuscular, dan metronidazole intravena untuk organisme anaerob. Terapi intravena diganti dengan obat oral dalam waktu 48-72 jam dengan adanya peningkatan gejala klinis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dosis tinggi antibiotik intravena seperti ampiclox dan gentamicin intramuskular. Jika tidak



berefek, diganti dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu cefuroxime dan dibantu dengan hasil laboratorium dan kultur mikroorganisme.14 2.9. Komplikasi dan prognosis Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi terdiri dari komplikasi okular, orbital, dan komplikasi lainnya. Komplikasi okular biasanya adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan oklusi arteri retina sentral. Komplikasi orbital adalah perkembangan selulitis orbital menjadi abses subperiosteal dan abses orbita. Abses subperiosteal adalah penumpukan material purulen antara dinding tulang orbital dengan periosteum, biasanya terdapat pada dinding orbita media. Biasanya abses subperiosteal dicurigai bila terdapat manifestasi selulitis orbita dengan proptosis eksentrik. Namun, diagnosis dipastikan dengan CT scan. Abses orbita merupakan penumpukan material purulen di dalam jaringan lunak orbital. Secara klinis dicurgai dengan tanda- tandan proptosis parah, kemosis, oftalmoplegia komplit, dan pus di bawah konjungtiva. Komplikasi lainnya berupa abses parotid atau temporal, komplikasi intrakranial, dan septikemia general atau pyaemia.15-17 Dengan pengenalan dan penanganan yang tepat, prognosis untuk sembuh total tanpa komplikasi sangat baik. Morbiditas terjadi dari penyebaran patogen ke orbita yang dapat mengancam penglihatan dan berlanjut ke penyebaran CNS. Selulitis orbital dapat berlanjut menjadi abses orbital dan menyebar secara posterior menyebabkan trombosis sinus kavernosus. Penyebaran sistemik dapat menyebabkan meningitis dan sepsis. Pada studi terhadap pasien pediatrik, faktor risiko tinggi adalah sebagai berikut:15-17



1. Usia di atas 7 tahun 2. Abses subperiosteal 3. Nyeri kepala dan demam yang menetap setelah pemberian antibiotik. Pasien yang mengalami imunokompromais atau diabetes memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami infeksi fungal.



BAB III KESIMPULAN



Selulitis orbita adalah inflamasi atau infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita. Infeksi bakteri orbital dapat terjadi pada semua usia tetapi lebih sering pada populasi usia anak-anak. Gejala yang dapat ditimbulkan adalah palpebral bengkak dan kemerahan yang unilateral dan tenderness. Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan dengan cepat dengan CT-scan pada orbita dan sinus bila inokulasi langsung tidak ditemukan. Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap, ditemukan leukositosis hingga lebih dari 15.000. Antibiotik yang diberikan berupa antibiotic spectrum luas dikarenakan infeksi mungkin akibat bakteri yang multiple, termasuk kokus gram positif serta bakteri anaerob. Pengobatan rutin pada semua pasien yaitu pengobatan empiris dengan sefalosporin



generasi



ketiga



intravena



seperti



seftriakson,



gentamicin



intramuscular, dan metronidazole intravena untuk organisme anaerob. Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi dapat berupa komplikasi ocular maupun orbital. Komplikasi okular biasanya adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan oklusi arteri retina sentral. Komplikasi orbital adalah perkembangan selulitis orbital menjadi abses subperiosteal dan abses orbita.



DAFTAR PUSTAKA



1.



Sullivan JA, Orbita. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 2007. p. 251-256.



2.



Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.Elsevier, 2011.



3.



Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age international, 2007. p. 377-378, 384-386.



4.



Chaudhry IA, et al. Outcome of Treated Orbital Cellulitis in a Tertiary Eye Care Center in the Middle East. Ophthalmology. 2007; 114(2): pp. 345–54.



5.



Mallika OU, Sujatha, Narayan S. Orbital and preseptal cellulitis. Kerala Journal of Opthalmology. MAret 2011; Vol XXIII (1); 10-4.



6.



Schlossberg D. Clinical



infectious disease. 2nd Ed. United Kingdom:



Cambridge University Press; 2015.p.117-20. 7.



Chaudhry IA, Al‐Rashed W, Arat YO. The hot orbit: Orbital cellulitis. Middle East Afr J Ophthalmol 2012;19:34‐42.



8.



Kersten RC, et al. (eds). Orbits, Eyelids, and Lacrimal System. Basic and Clinical Science Course. Section 7. American Academy of Ophthalmology. San Franscisco, California 2005; 42–4.



9.



Paul S, Heaton P. Diagnosis, management and treatment of orbital and periorbital cellulitis in children. Emergency nurse: the journal of the RCN Accident and Emergency Nursing Association. 2016; 24(1).



10. Sundar G, Hedge R. Orbital cellulitis-a review. TNOA Journal of Ophthalmic Science and Research. 2017;55(3). 11. Riyanto H, Desy B, Kaloso HD, Soebagyo. Orbital Cellulitis and Endophthalmitis Associated with Odontogenic Paranasal Sinusitis. Jurnal oftalmologi Indonesia. 2009;7(1). 12. Bartlett JD, Jaanus SD. Clinical ocular pharmacology. 5th Ed.



Boston:



ButterworthHeinemann; 2008.p.392-3. 13. Lee S, Yen MT. Management of preseptal and orbital cellulitis. Saudi journal of ophthalmology. 2011;24:21-29. 14. Uhumwangho OM, Kayoma DH. Current trends in treatment outcomes of orbital cellulitis in a tertiary hospital in Southern Nigeria. Nigerian Journal of Surgery. 2016;22(2):107-110. 15. Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2007. p.251-256. 16. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. Elsevier, 2011. 17. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age international, 2007. p. 377-378, 384-386.