Sesak Napas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061 Fax: (021) 563-1731



___________________________________________________________________________



Abstract Shortness of



breath is



the subjective complaints of discomfort, pain or



a sensation



of



weight, during the breathing process. In the shortness of breath, increased respiratory rate above 24 beats per minute. A symptom of a serious illness that should not be underestimated as it can cause death. Shortness of breath can be divided into severaltypes, shortness of breath from climbing the mountain is one of them. Shortness of breathcan occur due to a disturbance in the respiratory system that will affect the function and respiratory tract. Key words: shortness of breath, the respiratory system.



Abstrak Sesak napas merupakan keluhan subyektif berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas, frekuensi pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit. Merupakan gejala dari suatu penyakit serius yang tidak boleh diremehkan karena dapat menyebabkan kematian. Sesak napas dibedakan menjadi beberapa jenis, sesak napas akibat pendakian gunung merupakan salah satunya. Sesak napas ini dapat terjadi karena adanya gangguan pada sistem respirasi yang akan berpengaruh pada fungsi dan saluran pernapasan. Kata kunci: sesak napas, sistem respirasi.



BAB I PENDAHULUAN Manusia memiliki beberapa sistem dalam tubuh, salah satunya adalah sistem pernapasan. Sistem pernapasan melibatkan struktur mikroskopis dan makroskopis dari alatalat pernapasan serta biokimia pernapasan dalam menjalankan fungsinya. Kualitas fungsi ini dapat diukur dengan menggunakan tes spirometri. Apabila terjadi gangguan pada sistem 1 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



respirasi maka akan mempengaruhi fungsi alat dan saluran pernapasan dan menimbulkan penyakit seperti sesak napas. Misalnya, sesak napas yang terjadi akibat pendakian gunung. BAB II ISI PEMBAHASAN Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Alat Pernapasan Tulang yang membentuk dinding toraks terdiri atas 12 buah tulang iga, 12 buah vertebra torakalis, 1 buah sternum, 2 buah klavikula, dan 2 buah scapula. Sedangkan otot pembatas rongga dada terdiri atas (1) otot ekstremitas superior, meliputi m. pectoralis major, m. pectoralis minor, m. serratus anterior, m. subclavius; (2) otot anterolateral abdominal, meliputi m. abdominal oblikus eksternus dan m. rektus abdominis; (3) otot toraks intrinsik, meliputi m. interkostalis eksterna, m. interkostalis internalis interna, m. sternalis, m. toraksis transversus. Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai otot pernapasan. Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan dibedakan menjadi otot inspirasi yang terbagi atas inspirasi utama dan inspirasi tambahan. Otot inspirasi utama (principal) yaitu m. interkostalis eksterna, m. interkartilaginus parasentral, dan otot diafragma. Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) atau otot tambahan napas yaitu m. sternocleidomastoideus, m. skalenus anterior, m. skalenus medius, dan m. scalenus posterior.1 Saat napas biasa (quiet breathing) untuk ekspirasi tidak diperlukan kagiatan otot, cukup dengan daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat ekspirasi. Otot-otot untuk ekspirasi berperan mengatur pernapasan saat bicara, menyanyi, batuk, dan bersin. Alat-alat yang berkaitan dengan sistem pernapasan dapat dilihat pada gambar 1.



2 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



Gambar 1. Alat Pernapasan Manusia (sumber: Basmajian JV. Metode anatomi berorientasi pada klinik. Dalam: Sistem pernapasan. Jakarta: Staf bagian anatomi fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2001.h. 52.) Adapun penjelasan dari tiap bagiannya sebagai berikut: Hidung



Gambar 2. Struktur Mukosa Olfaktorius: Rincian Daerah Transisi (sumber: Fiore D. Atlas histologi. Dalam: Sistem pernapasan. Jakarta: EGC; 2003.h.233.) Gambar 2 di atas merupakan struktur mikroskopik hidung. Hidung merupakan organ yang terdiri dari tulang, tulang rawan, otot bercorak, dan jaringan ikat. Kulit luarnya terdiri dari epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, rambut-rambut halus, 3 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Rongga hidung dibagi menjadi dua, yaitu vestibulum nasi yang terletak di belakang nares anterior dan fossa nasalis yang terletak di belakang vestibulum nasi. Vestibulum nasi tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan berubah menjadi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet sebelum masuk ke fossa nasalis. Di dalam rongga hidung terdapat vibrisae yang merupakan rambut-rambut kasar yang menyaring udara pernapasan, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat.1 Pada dinding lateral hidung ada tiga tonjolan tulang atau konka yang terdiri atas: (1) konka nasalis superior berupa epitel khusus; (2) konka nasalis media yang dilapisi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet; (3) konka nasalis inferior yang dilapisi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bawah epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus berdinding tipis yang disebut swell bodies yang berperan menghangatkan udara melalui hidung. Pada dinding kavum nasi terdapat lamina propria yang menjadi satu dengan periosteum atau perikondrium. Lamina propria mempunyai nodule limfatasi dan glandula nasalis yang merupakan kelenjar campur. Sekret kelenjar di sini menjaga kelembaban kavum nasi dan menangkap partikel-partikel debu yang halus dalam udara inspirasi. Kemoreseptor penghidu terletak di epitel olfaktorius yaitu daerah khusus membran mukosa yang terdapat di pertengahan kavum nasi dan permukaan konka nasalis superior. Mukosa hidung yang berwarna coklat kekuningan ini dilapisi epitel skuamosa berlapis di vestibula dan oleh epitel kolumnar bersilia berlapis semu di daerah respirasi dan olfaktorius. Epitel olfaktorius merupakan epitel bertingkat torak yang terdiri atas tiga jenis sel, yaitu (1) sel olfaktorius yang terletak diantara sel basal dan sel penyokong. Sel ini merupakan neuron bipolar dengan dendrit pada bagian apikal dan akson ke lamina propria, ujung dendrit menggelembung disebut vesikula olfaktorius, dan akson tak bermielin bergabung dengan akson reseptor lain di lamina propria membentuk nervus olfaktorius/N.II; (2) sel penyokong berbentuk sel silindris tinggi dengan bagian apex lebar dan bagian basal menyempit. Pada permukaan terdapat mikrovili, sitoplasma mempunyai granula kuning kecoklatan, dan inti lonjong di tengah; (3) sel basal yang terletak di bagian basal merupakan sel cadangan yang akan membentuk sel 4 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



penyokong dan mungkin menjadi sel olfaktorius, dan berinti lonjong. Di bagian bawah epitel olfaktorius terdapat kelenjar bowman. Sekret kelenjar bowman berperan untuk melembabkan epitel olfaktorius dan melarutkan zat-zat kimia dalam bentuk bau. Sinus paranasalis merupakan rongga dalam tulang tengkorak yang berhubungan dengan kavum nasi dan tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Sinus paranasalis terdiri atas sinus maxilaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis, dan sinus ethmoidalis. Faring Faring yang merupakan ruangan di belakang kavum nasi menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius. Faring merupakan rongga fibromuskular yang panjangnya hanya 15 cm. Di sebelah superior, faring melekat pada dasar tengkorak, ke arah inferior dilanjutkan sebagai esophagus.2 Ke arah anterior, faring berhubungan dengan rongga hidung, rongga mulut, dan rongga laring. Faring terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) nasofaring yang merupakan perluasan rongga hidung ke posterior. Faring, rongga mulut, dan rongga laring tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet dikelilingi jaringan limfoid yang dikenal dengan nama tonsila tuba; (2) orofaring yang terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Orofaring akan dilanjutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah menuju epitel esophagus; (3) laringofaring yang terletak di belakang laring tersusun atas epitel bervariasi di mana sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Tuba Auditiva Sebuah saluran, yakni tuba auditiva bermuara ke dalam masing-masing sisi nasofaring. Masing-masing tuba menghubungkan faring dengan kavum timpani yang terletak di telinga tengah sisi yang sama. Ini akan mempertahankan tekanan udara yang sama pada kedua sisi membran timpani, meskipun keadaan luar berubah-ubah. Dalam keadaan normal, tuba auditiva tertutup, tetapi pada proses menelan tuba terbuka, karena itu rasa tidak enak di telinga ketika pesawat udara naik atau turun dapat dikurangi dengan menelan. Tuba-tuba dapat tertutup selama beberapa hari



5 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



akibat rasa tuli yang bersifat sementara, lebih serius lagi bila tuba menjadi jalan lintas bagi penyebaran infeksi nasofaring ke telinga tengah. Pada tiap sisi pintu masuk ke dalam orofaring dan terlihat dari arah mulut terdapat masa jaringan limfoid, yakni tonsila palatine. Kutub superiornya terbentang dari samping lidah di sebelah superior sampai palattum mole, kutub inferiornya tidak dapat dilihat jika tidak ditekan ke bawah. Pada atap nasofaring anak-anak, selaput lender membentuk tonjolan jaringan limfoid yang lain, yakni tonsila-tonsila faringeal atau adenoid. Laring



Gambar 3. Struktur Mikroskopis Laring Potongan Frontal (sumber: Fiore D. Atlas histologi. Dalam: Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC; 2003.h.237.) Gambar 3 di atas merupakan struktur mikroskopik laring. Laring atau kotak suara membuka mulai bagian inferior faring dan dilanjutkan ke arah inferior oleh trakea. Laring memiliki bentuk tidak beraturan tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika vokalis bersel gepeng. Dinding laring meliputi otot skelet, kelenjar campur, jaringan ikat, tulang rawan hialin, dan tulang rawan elastis. Tulang rawan utama laring adalah sebagai berikut: 1. Tulang rawan tiroid yang menyerupai perisai bersudut, mempunyai dua lamina berisi tegak yang bertemu pada bidang tengah di sebelah anterior , ujung superior pertemuan ini menonjol sebagai cuat laring. Kartilago tiroid menjepit tulang rawan krikoid yang berada di bawahnya seperti lutut penunggang kuda menjepit pelana.



6 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



2. Tulang rawan krikoid merupakan cincin lengkap yang meluas kearah posterior menjadi lamina atau lempeng sehingga menyerupai cincin stempel, ini menjaga agar bagian inferior laring selalu terbuka. 3. Tulang rawan aritenoid ada sepasang, berukuran kecil, dan berbentuk limas, alasnya bersendi dengan tepi atas lamina tulang rawan krikoid. Sepasang lipatan atau pita suara merupakan tepi bebas superior konus elastikus, pita suara ini terbentang horizontal dari sisi dalam sudut tulang rawan tiroid ke tulang rawan aritenoid di sebelah posterior. Berbagai gerakan tulang rawan aritenoid ini mengatur ketegangan dan jarak antara pita-pita suara tersebut. 4. Tulang rawan epiglotis berbentuk seperti daun pohon elm, tangkainya melekat pada sudut tulang rawan tiroid, tepat superior terhadap pita-pita suara. 5. Tulang rawan kuneiformis. 6. Tulang rawan konikulata. Epiglotis



Gambar 4. Struktur Mikroskopis Epiglottis Potongan Memanjang (sumber: Fiore D. Atlas histologi. Dalam: Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC; 2003.h.235.) Gambar 4 di atas merupakan struktur mikroskopik epiglottis. Epiglotis memiliki dua permukaan yakni permukaan laringeal dan permukaan lingual. Permukaan laringeal dilapisi epitel bertingkat berlapis torak bersilia dan bersel goblet. Permukaan lingual



7 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Kelenjar campur terdapat di dalam lamina propria kedua permukaan. Trakea



Gambar 5. Struktur Mikroskopis Trakea (sumber: Fiore D. Atlas histologi. Dalam: Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC; 2003.h.239.) Gambar 5 di atas merupakan struktur mikroskopik trakea. Trakea adalah pipa elastis yang mempunyai panjang sekitar 10 cm dengan penampang sebesar pangkal jari telunjuk. Seperti permukaan laringeal epiglottis, mukosa trakea dilapisi epitel bertingkat torak bersilia dan bersel goblet. Di dalam lamina propria juga terdapat kekenjar campur. Tulang rawan yang menjadi kerangkanya adalah tulang rawan hialin yang berbentuk “C” yang mengarah ke posterior. Bagian trakea yang mengandung tulang rawan ini disebut pars kartilaginea. Celah huruf C ini ditutup oleh jaringan ikat dengan kerangka jaringan otot polos di tengahnya, bagian ini disebut pars membranasea. Di sekeliling trakea meliputi bagian luar trakea baik pars kartilagenia maupun pars membranasea terdapat selubung jaringan ikat. Pada potongan memanjang, kerangka tulang rawan hialin terlihat hanya sebagai penggal-penggal tulang rawan yang dihubungkan satu sama lain oleh berkas jaringan ikat diantaranya. Setinggi sudut sterna, inferior insisura jugularis membagi trakea menjadi bronkus kanan dan bronkus kiri.



8 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



Paru-paru



Gambar 6. Struktur Mikroskopis Paru (sumber: Fiore D. Atlas histologi. Dalam: Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC; 2003.h.241.) Gambar 6 di atas merupakan struktur mikroskopik trakea. Bronkus-bronkus ini mempunyai bentuk yang sama seperti trakea. Sesudah terletak serong sepanjang 5 cm, masing-masing bronkus memasuki paru sisi yang sesuai pada hilus dan turun ke arah alas paru. Bagian-bagian paru terdiri atas: 1. Bronkus intrapulmonal. Mempunyai epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet. Mukosa biasanya tidak rata, berliku-liku. Di dalam lamina propria terdapat berkas otot polos yang berjalan melingkar. Di bawah berkas otot polos dapat dilihat kelenjar campur dan penggalan-penggalan tulang rawan. Lapisan paling luar dindingnya adalah lapisan adventisia yang merupakan jaringan ikat longgar. 2. Bronkiolus. Epitel bertingkat torak bersilia dan bersel goblet. Di dalam lamina propria tidak lagi terdapat kelenjar dan penggalan tulang rawan. Berkas otot polos masih ada walaupun tipis. 3. Bronkiolus terminalis. Bronkiolus ini hanya dapat dipelajari pada bronkiolus yang terpotong memanjang karena bagian ini sangat pendek dan tidak mempunyai ciri yang khas. Epitelnya sudah lebih rendah bahkan menjadi selapis kubis. Serat otot masih dapat dilihat.



9 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



4. Bronkiolus respiratorius. Epitelnya selapis torak rendah atau kubis. Bersilia tanpa sel goblet lagi. Lebih jauh sedikit, epitelnya sudah tidak bersilia lagi dan menjadi epitel selapis kubis. Serat otot polos masih dapat dikenali. Pada bronkiolus ini sudah terdapat alveolus pada dindingnya. 5. Duktus alveolaris. Saluran ini dindingnya terdiri atas alveoli . Pada pintu-pintu masuk ke alveolus terdapat epitel selapis gepeng. Di dalam lamina propria masih dapat dilihat serat otot polos yang biasanya terptong melintang sehingga tampak sebagai titik-titik kecil. 6. Sakus alveolaris yang terdiri atas beberapa alveoli yang bermuara membentuk satu ruangan yang disebut atrium. 7. Alveolus. Dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang amat tipis. Selain itu terdapat pula sel-sel epitel yang bentuknya kuboid yang disebut septal. Dapat pula dikenali sel debu atau dust cell. Sel ini agak besar, terletak di dalam alveolus. Di dalam sitoplasmanya terdapat partikel debu.



Pleura Masing-masing lobus tiap paru mempunyai kulit yang halus dan tidak terpisahkan, yaitu pleura visceral atau pulmonal. Pleura visceral licin sekali, basah dan berupa selaput serosa, serta mempunyai struktur dan asal yang sama dengan peritoneum di dalam perutm yaitu suatu lembar areolar halus dengan sel-sel permukaan berkotakkotak atau mesotel yang tipis. Lembar pleura yang lain yakni lembar pleura parietal melapisi iga-iga, diafragma, dan mediastinum yang mengandung jantung. Antara pleura pulmonal dan pleura parietal terdapat ruang potensial yang dkisebut rongga pleura. Rongga ini memungkinkan paru berkembang dan berkontraksi tanpa gesekan.1,2 Mekanisme Sistem Pernapasan Saluran pernapasan Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru dan strukturstruktur toraks yang terlibat menimbulkan gerakan udara masuk-keluar paru melalui saluran pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus yang merupakan tempat terakhir pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung.3 10 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



Gambar 7. Saluran Pernapasan (sumber: Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Dalam: sistem pernapasan. Jakarta: PT. Gramedia; 2009.h.267.) Saluran pernapasan dapat dilihat pada gambar 7, di mana saluran pernapasan ini berawal dari saluran hidung (nasal). Saluran hidung berjalan ke faring (tenggorokan) yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernapasan maupun sistem pencernaan. Terdapat dua saluran yang berjalan dari faring-trakea (windpipe), tempat lewatnya udara ke paru dan oesophagus, saluran tempat lewatnya makanan ke lambung.4 Udara dalam keadaan normal masuk ke faring melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut jika hidung tersumbat. Karena faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk makanan dan udara, terdapat mekanisme-mekanisme refleks untuk menutup trakea selama proses menelan sehingga makanan masuk ke oesophagus dan tidak ke saluran napas. oesophagus tetap tertutup kecuali sewaktu menelan untuk mencegah udara masuk ke lambung sewaktu bernapas. Agar udara dapat masuk-keluar bagian paru tempat terjadinya pertukaran gas tersebut, keseluruhan saluran pernapasan dari pintu masuk melalui bronkiolus terminal ke alveolus harus tetap terbuka. Trakea dan bronkus besar merupakan saluran tidak berotot dan cukup kaku yang dikelilingi oleh serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah kompresi saluran tersebut. Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan yang dapat menahannya tetap terbuka. Dinding bronkiolus mengandung otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan peka terhadap hormon dan zat kimia lokal tertentu. Faktor-faktor ini dengan mengubah-ubah derajat kontraksi otot polos bronkiolus serta kaliber saluran pernapasan halus



11 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



ini, mampu mengatur jumlah udara yang mengalir antara atmosfer dan setiap kelompok alveolus.3,4 Pengaturan pernapasan di atur oleh otot-otot pernapasan (otot rangka), perlu rangsanag melalui persarafan untuk berkontraksi. Pola pernapasan spontan berirama dihasilkan lepas muatan dari pusat pernapasan di batang otak hingga sampai batas tertentu aktifitas pernapasan dapat dimodifikasi contohnya seperti bernyanyi, berbicara dll. Pusat pernapasan merupakan pernapasan volunter di korteks cerebri impulsnya disalurkan melalui traktus kortikospinalis ke motor neuron saraf pernapasan. Bila hubungan pusat dengan perifer terputus pernapasan spontan berhenti tetapi pernapasan yang disengaja masih dapat dilakukan. Pusat pernapasan otomasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu, pusat respirasi, pusat apneustik dan pusat pnemotaksik. Pusat respirasi terdapat di formatio retikularis medula oblongata yang melepaskan muatan berirama yang menghasilkan pernapasan spontan. Dalam anatomi pusat respirasi terdiri dari dua kelompok neuron yaitu, kelompok dorsal (dorsal respiratory group/DRG) dan kelompok ventral (ventral respiratory group/VRG). Kelompok dorsal terutama terdiri dari neuron I, secara periodik melepaskan impuls dengan frekuensi 1215/menit. Serat-serat saraf yang keluar dari neuron I sebagian besar berakhir di motor neuron medula spinalis akan mempersarafi otot-otot inspirasi. Lepas muatan neuron I yaitu gerakan inspirasi. Sebagian serat saraf dari kelompok dorsal menuju kelompok ventral. Kelompok ventral terdiri dari neuron I dan neuron E. Keduanya tidak aktif pada pernapasan tenang bila kebutuhan ventilasi meningkatkan neuron I ventral diaktifkan melalui rangsang dari kelompok dorsal. Impulse melalui serat saraf yang keluar dari neuron I kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mempersarafi otot-otot inspirasi tambahan melalui N IX dan N X. Neuron E akan dirangsang I dorsal untuk mengeluarkan impulse yang menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi (terjadi ekspirasi aktif). Ada mekanisme umpan balik negatif antara neuron I dorsal dan neuron E ventral. Impulse dari neuron I dorsal selain merangsang motor neuron otot inspirasi juga merangsang neuron E ventral. Neuron E ventral sebaliknya menghantarkan impulse yang menghambat neuron I dorsal. I dorsal menghentikan aktifitasnya sendiri melalui rangsang hambatan. Pusat respirasi mampu melepaskan impulse 12 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



spontan berirama tetapi dipengaruhi oleh impulse dari berbagai bagian yaitu, impulse aferen dari jaringan parenkim paru melalui N X, korteks cerebri, pusat apneustik, pusat pnemotaksik. Pengaturan pusat pernapasan kemungkinan melalui refleks yang dibagi menjadi rangsang kimia dan rangsang non kimia. Rangsang kimia melalui kemoreseptor perifer atau sentral. Respon ventilasi terhadap penurunan PO2 arteri, kenaikan CO2 arteri, dan kenaikan ion H+ arteri sedangkan melalui rangsang non kimia pusatnya adalah di korteks serebri yaitu secara langsung, tidak langsung, proprioseptor, kenaikan suhu dan adanya reseptor regang. Didalam sistem pernapasan terdapat pula berbagai macam gangguan-gangguan pernapasan yaitu, hipoksia, hiperkapnia, asphyxia, sianosis, hipobarik dan hiperbarik. Hipoksia sendiri dibedakan menjadi empat yaitu pertama hipoksia hipoksis yang terjadi akibat kekurangan oksigen di darah, ditandai dengan tekanan oksigen darah arteri menurun, dan saturasi Hb oksigen tidak adekuat. Kedua hipoksia anemik adalah kapasitas transport oksigen menurun penyebabnya adalah jumlah eritrosit menurun yang menyebabkan Hb menjadi abnormal dan akibatnya Hb ini kurang efektif mengikat oksigen dan akhirnya terjadi keracunan oksigen. Ketiga hipoksia stagnan yaitu jumlah darah yang teroksigenasi yang sampai kejaringan menurun, tekanan oksigen dan kadar oksigen normal tetapi jumlah darah yang mencapai sel menurun persatuan waktu, dan terakhir adalah hipoksia histotoksik adalah keracunan jaringan contohnya adalah sianida yang terjadi karena jaringan tidak mampu mengambil dan menggunakan oksigen. Kadar oksigen darah arteri normal, aliran darah kapiler jaringan normal tetapi tekanan oksigen darah vena meningkat. Selanjutnya adalah hiperkapnia yang terjadi karena jumlah CO2 darah meningkat, contohnya adalah hipoksia hipoksik akibat hipoventilasi. Kemudian asphyxia merupakan rangsang pertama untuk pernapasan pertama pada bayi yang baru lahir, asphyxia ini adalah gabungan antara hipoksia dan hiperkapnia. Sianosis merupakan keadaan warna mukosa (kulit) di daerah tertentu menjadi kebiru-biruan, tergantung pada hemoglobin (pada bayi) kabar Hb reduksi sangat tinggi. Dan hipobarik merupakan keadaan dimana tubuh menyesuaikan oksigen agar masuk lebih banyak saat berada di tempat yang ketinggiannya melebihi 3000m. Pengaruh perubahan tekanan atmosfir pada pernapasan contohnya seperti kasus yang didapat adalah ketika seorang laki-laki yang mendaki gunung di ketinggian 3000 m 13 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



mengalami sesak napas. Pengaruh tekanan atmosfir sangat berpengaruh karena ketika berada di ketinggian lebih dari itu, mengakibatkan rangsang ventilasi yang makin besar pula sehingga terjadi hiperventilasi dimana tubuh kita akan lebih cepat menghirup oksigen yang akibatnya terjadi alkalosis respiratorik. Orang yang belum beraklimatisasi (penyesuaian diri) di ketinggian 3.700 m akan terjadi gangguan mental, eforia, mudah marah. Di ketinggian 5.500 m akan mengalami hipoksia berat, turunnnya tingkat kesadaran dan tekanan darah pula ikut menurun. Di ketinggian 6.100 m terjadi gangguan SSP, kejang-kejang dan kehilangan kesadaran. Cara mengatasi hal seperti ini adalah dengan langsung segera turun dari ketinggian tersebut, apabila tetap dipaksakan besar kemungkinan akan terjadi henti napas mendadak. Kerja Faal Paru Fungsi paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dihirup melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme menembus membran alveoli-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.5 Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna, yaitu: 1. Ventilasi pulmoner atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2. Arus darah melalui paru-paru. 3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh. 4. Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen. Secara umum difusi diartikan sebagai peristiwa perpindahan molekul dari suatu daerah yang konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Peristiwa



14 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



difusi merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra. Peristiwa difusi yang terjadi di dalam paru adalah perpindahan molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi membran kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dan akhirnya masuk ke inferior sel darah merah sampai berikatan dengan hemoglobin. Peristiwa difusi yang lain di dalam paru adalah perpindahan molekul karbondioksida dari darah ke udara alveolus. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi. Berarti molekul kedua gas tadi bergerak tanpa menggunakan tenaga aktif. Difusi pada fase gas Udara atmosfer masuk ke dalam paru dengan aliran yang cepat, ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampai berhenti. Udara atau gas yang baru masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur dengan gas yang telah ada di dalam alveoli. Kecepatan gas berdifusi di sini berbanding terbalik dengan berat molekulnya. Gerak molekul gas oksigen lebih cepat dibandingkan dengan gerak molekul gas karbon dioksida sehingga kecepatan difusi oksigen juga lebih cepat. Semua proses ini diatur sedemikian rupa sehingga darah yang meninggalkan paruparu menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang ke paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot tambahan. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dank arena paru-paru kempis kembali yang disebabkan sifat elastic paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.



15 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak dan cuping hidung dapat kembang kempis. Situasi faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil proses ventilasi, distribusi, perfusi, difusi serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PO2 dan PCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan ketika jantung dan paru tanpa beban-kerja yang berat.4,5 Kimia Pernapasan Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan, yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida. Repirasi eksternal adalah proses pertukaran gas O2 dan CO2 antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas O2 dan CO2 antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Pertukaran gas memerlukan empat proses yang mempunyai ketergantungan satu sama lain: 



Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi.







Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran darah.







Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan CO2.







Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan. Tekanan oksigen pada daerah arteri (PaO2) tergantung pada tekanan oksigen pada



alveoli (PAO2), sedangkan PA merupakan tekanan udara pada alveoli yang ditentukan oleh tekanan gas yang ada pada alveoli, adapun persamaannya sebagai berikut: PA = PN2 + PH2O + PO2 + PCO2 Komposisi gas dalam udara kering, meliputi (1) nitrogen 78,09%; (2) oksigen 20,95%; (3) argon 0,93%; (4) karbondioksida 0,031%. Karena konsentrasi nitrogen tetap sedangkan tekanan uap air tidak banyak berubah, PaO2 ditentukan oleh nilai PO2 dan nilai PCO2. Tekanan parsial CO2 tidak konstan selama repirasi berlangsung dan ada hubungan terbalik antara PO2 dan PaCO2. Oksigen yang diikat oleh hemoglobin di paru akan



16 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



dihantarkan oleh darah dari jantung ke jaringan. Pada orang sehat dengan konsumsi 250 mL/menit, oksigen yang dihantar kira-kira sebanyak 1.000 mL per menit.6 Tekanan parsial gas O2 di ketinggian pantai adalah sebagai berikut: 



Tekanan udara di atmosfer adalah 760 mmHg







Tekanan parsial gas O2 di atmosfer atau udara kering adalah 159 mmHg







Tekanan parsial gas O2 di trakea (jenuh dengan H2O) = 150 mmHg







Tekanan parsial gas O2 di alveoli adalah 100-110 mmHg







Tekanan parsial gas O2 di daerah arteri adalah 90-100 mmHg







Teakanan parsial gas O2 di daerah jala kapiler di paru (mixed venous blood) adalah 40-45 mmHg. Gas CO2 di dalam tubuh diproduksi sebagai sisa hasil metabolisme. Dalam keadaan



normal diproduksi sebanyak 200 mL CO2 per menit. Gas CO2 ini akan dibawa dari jaringan di seluruh tubuh ke paru untuk dikeluarkan ke atmosfer. Tekanan parsial gas CO2 adalah sebagai berikut: 



Tekanan parsial gas CO2 di daerah arteri adalah 40 mmHg.







Tekanan parsial gas CO2 di daerah kapiler paru (mixed venous blood) adalah 45 mmHg







Tekanan parsial gas CO2 di alveoli adalah 40 mmHg.







Tekanan parsial gas CO2 di atmosfer adalah kecil sekali sehingga dapat diabaikan. PaCO2 di ketinggian pantai sebesar 40-44 mmHg. Di ketinggian 1600 m di atas



permukaan laut, PaCO2 adalah antara 34-38 mmHg. PaCO2 naik menunjukkan adanya hipoventilasi sedangkan PaCO2 turun menandakan adanya hiperventilasi.7 Keseimbangan asam basa. Suasana asam-basa di dalam tubuh harus diatur agar semua organ berfungsi dengan baik. Keasaman (pH) intraselular harus dijaga agar tetap di sekitar 7,35-7,45. Dalam keadaan seperti ini, semua metabolit berada dalam keadaan terionisasi. Suatu bahan disebut asam jika bahan tersebut merupakan pendonor ion hidrogen, sedangkan disebut basa jika bahan tersebut merupakan penerima ion hidrogen. Konsentrasi 17 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



ion H+ di dalam tubuh sangat kecil. Sebagai contoh, konsentrasi ion H+ pada getah pankreas kira-kira 0,00000003 mol ion hidrogen per liter. Istilah pH darah menunjukkan nilai keasaman atau keseimbangan asam-basa darah yang dinyatakan dalam bentuk logaritma. Jika nilai pH turun disebut asidemia, yaitu suasana kelebihan asam di dalam darah. Jika nilai pH naik disebut alkalemia yaitu kekurangan asam di dalam darah. Asidemia maupun alkalemia dapat bersifat respiratorik ataupun metabolik. Mekanisme homeostatic mengupayakan kompensasi, baik terhadap suasana asidemia maupun alkalemia agar nilai pH darah tetap di sekitar 7,4. Jika terdapat perubahan asam-basa darah namun suasana telah terkompensasi sehingga pH mendekati nilai 7,4. Keadaan ini tidak lagi digolongkan sebagai asidemia atau alkalemia, tetapi disebut asidosis yakni asidemia yang terkompensasi dan alkalosis yakni alkalemia yang terkompensasi.8 Untuk menghindari peningkatan keasaman darah, harus terdapat suatu sistem pendapar untuk menyerap proton yang berlebihan.9 Hemoglobin mengikat 2 proton untuk setiap kehilangan 4 molekul oksigen dan turut memberikan pengaruh yang berarti pada kemampuan pendaparan darah. Dalam paru proses itu berlangsung terbalik yaitu seiring oksigen berikatan dengan hemoglobin yang berada dalam keadaan tanpa oksigen (deoksigenasi), proton dilepas dan bergabung dengan bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat. Dengan batuan enzim karbonik anhidrase, asam karbonat membentuk gas CO2 yang kemudian dihembuskan keluar. Fenomena yang reversible ini dinamakan efek Bohr. Efek ini disertai dengan pergeseran kurva oksigenisasi ke kanan. Hemoglobin menjadi kurang tersaturasi pada tekanan parsial tertentu. Kapasitas paru. Volume paru terdiri atas: 1. Tidal volume (T.V) adalah volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali bernapas. Nilai rata-rata pada keadaan istirahat adalah 500 ml. 2. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, I.R.V) adalah volume tambahan yang dapat dihirup secara maksimal melebihi tidal volume istirahat. I.R.V dihasilkan oleh kontraksi maksimum otot diafragma, otot antariga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya 3000 ml.



18 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



3. Kapasitas inspirasi (I.C) adalah volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi normal tenang (I.C = T.V + I.R.V). Nilai rata-ratanya 3.500 ml. 4. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume, E.R.V) adalah volume tambahan udara yang dapat secara aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir tidal volume biasa. Nilai rata-ratanya 1.000 ml. 5. Volume residual (R.V) adalah volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-ratanya 1.200 ml. Volume residual tidak dapat diukur secara langsung dengan spirometer karena volume udara ini tidak keluarmasuk paru. Volume ini terdiri dari : -



Volume kolaps (udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi maksimal bila paru kolaps)



-



Volume minimal (udara yang masih tinggal dalam paru sesudah paru kolaps)



Penjumlahan volume-volume paru menghasilkan volume maksmial ekspansi paru. Berbeda dengan kapasitas paru yang merupakan kombinasi dua atau lebih volume paru. Kapasitas-kapasitas paru dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kapasitas residual fungsional (F.R.C) adalah volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasir normal (F.R.C = E.R.V +R.V). Nilai rata-ratanya 2.200 ml. 2. Kapasitas vital (V.C) adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula melakukan inspirasi maksimum, kemudian melakukan ekspirasi maksimum (V.C = I.R.V + T.V + E.R.V). V.C mencerminkan perubahan volume maksimum yang dapat terjadi di dalam paru. Volume ini jarang dipakai karena kontraksi otot maksimum yang terlibat menimbulkan kelelahan, tetapi bermanfaat untuk menilai kapasitas fungsional paru. Nilai rata-ratanya 4.500 ml. 3. Kapasitas paru total (T.L.C) adalah volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru (T.L.C = V.C + R.V). Nilai rata-ratanya 5.700 ml. 4. Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (forced expiratory volume, FEV1) adalah volume udara yang dapat diekspirasi selama detik pertama ekspirasi pada penentuan V.C. Biasanya FEV1 adalah sekitar 80% udara yangd apat dipaksa keluar dari paru yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama. Pengukuran ini memberikan indikasi laju aliran udara maksimum yang dapat terjadi di paru. 19 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



BAB III KESIMPULAN



Melalui makalah ini dapat disimpulkan, bahwa sesak napas akibat pendakian gunung dapat terjadi karena adanya gangguan pada sistem pernapasan. Dimana sistem pernapasan meliputi mekanisme pernapasan itu sendiri, yaitu adanya difusi pada fase gas, terjadinya kontraksi otot-otot pernapasan baik saat inspirasi maupun ekspirasi, perbedaan tekanan atmosfer pada sistem pernapasan, keseimbangan asam basa, pengendalian pernapasan dan kapasitas paru.



20 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung



DAFTAR PUSTAKA



1. Damjanov I. Buku teks dan atlas berwarna histopatologi. Dalam: Sistem respirasi. Jakarta: Widya Medika, 2001.h.123. 2. Basmajian JV. Metode anatomi berorientasi pada klinik. Dalam: Sistem pernapasan. Jakarta: Staf bagian anatomi fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2001.h. 52-5. 3. Djojodibroto RD. Respirologi. Dalam: Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC, 2009.h.22-6; 40. 4. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Dalam: Sistem pernapasan. Jakarta: PT. Gramedia, 2009.h.265-70. 5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Dalam: Sitem pernapasan. Jakarta: EGC, 2001.h.412-4; 430-3. 6. Murray RK. Biokimia harper. Edisi 25. Dalam: Protein mioglobin dan hemoglobin. Jakarta: EGC, 2003.h.62-6. 7. Hall JE. Buku saku fisiologi kedokteran. Edisi 11. Dalam: Ventilasi paru. Jakarta: IKAPI, 2010.h.296-7. 8. Ward J, Clarke R, Linden R. At a glance fisiologi. Dalam: Sistem respirasi. Jakarta: Erlangga, 2007.h.53. 9. Cambridge Communication Limited. Anatomi fisiologi sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2006.h.12.



21 Sesak Napas Akibat Pendakian Gunung