Sifilis Pada Kehamilan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



SIFILIS PADA KEHAMILAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Di Bagian Obstetri Dan Gynecology Rumah Sakit Umum Jayapura



Oleh : Chici Chahyanti 0120840049 Pembimbing: dr. David Randel Christanto, Sp.OG (KFM), M.Kes



KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS CENDERAWASIH FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI / RSUD JAYAPURA 2019



LEMBAR PENGESAHAN



Telah dipresentasikan, diterima dan disetujui oleh penguji, REFERAT dengan Judul “SIFILIS PADA KEHAMILAN”. Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya Pada SMF Obstetri & Ginekologi Rumah Sakit Umum Jayapura.



Yang dilaksanakan pada:



Hari



:



Tanggal : Tempat



: SMF Obstetri & Ginekologi RSUD DOK II



z



Menyetujui Dosen Penguji/Pembimbing



dr. David Randel Christanto, Sp.OG (KFM), M.Kes



2



LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI REFERAT



Nama:Chici Chahyanti



Moderator :



Nim: 0120840049 Semester



: Co – Ass



Penilai: dr. David Randel Christanto, Sp.OG (KFM), M.Kes



Presentasi ke :



Tgl Presentasi : Tanda tangan



JUDUL : Sifilis Pada Kehamilan



No



Variabel Yang Dinilai



1



Ketepatan penentuan masalah dan judul, data kepustakaan, diskusi.



2



Kelengkapan data:



3



 KunjunganRumah  Kepustakaan Analisa data:



4



 Logikakejadian  Hubungankejadiandenganteori Penyampaian data:



5



 Cara penulisan  Cara berbicara dan audiovisual Cara diskusi:



Nilai dalam SKS



Aktif/mampu menjawab pertanyaan secara logis 6



Kesimpulan dan saran (harus berkaitan dengan



3



diskusi) 7



DaftarPustaka



8



Total Angka



9



Rata-rata



Catatan untuk perbaikan dilihat dari segi :  Pengetahuan :  Keterampilan :  Sikap :



4



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI



1



DAFTAR TABEL



2



DAFTAR BAGAN



3



BAB I



4



PENDAHULUAN



4



1.1 Latar Belakang



4



1.2 Tujuan



4



1.3 Sasaran



5



BAB II



6



INFORMASI DASAR TENTANG SIFILIS, DAN



6



2.1 Pengertian



6



2.2 Penularan Sifilis



6



2.3 Faktor Resiko



6



2.4 Perjalanan Alamiah Sifilis



7



BAB III



9



TERAPI IBU HAMIL DENGAN SIFILIS



9



3.1 Diagnosis Sifilis pada Ibu Hamil



9



3.2 Terapi Sifilis pada Ibu Hamil



13



3.3 Diagnosis Sifilis Kongenital



16



3.4 Terapi pada Bayi dengan Sifilis Kongenital



17



3.5 Perawatan Antenatal



19



DAFTAR PUSTAKA



20



5



DAFTAR TABEL



Tabel 1. Terapi Sifilis pada Ibu Hamil



10



Tabel 2. Terapi Sifilis Kongenital



11



6



DAFTAR BAGAN



Bagan 1.Alur Tes Serologis Sifilis Tes Treponema dan NonTreponema



8



7



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis, sebagaimana infeksi menular seksual (IMS) lainnya, meningkatkan risiko tertular HIV. Pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA), sifilis meningkatkan daya infeksi HIV.



Berbagai penelitian di banyak negara melaporkan bahwa



infeksi sifilis dapat meningkatkan risiko penularan HIV sebesar 3-5 kali. Bila ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat, maka 67% kehamilan akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital. Pencegahan penularan sifilis dari ibu ke bayi dapat dilakukan dengan deteksi dini melalui skrining pada ibu hamil dan mengobati ibu yang terinfeksi sifilis dan pasangannya. Secara umum upaya tersebut sangat efektif, bahkan di daerah dengan prevalensi HIV yang sangat rendah.2 Kondisi diatas merupakan infeksi yang sering terjadi dan dapat ditransmisikan dari ibu kepada bayi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengkonfirmasi penyakit tersebut pada ibu hamil dan pemberian penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kesalahan diagnosis dan terapi yang tidak adekuat.



1.2 Tujuan 1.2.1



Tujuan umum



Menurunkan angka morbiditas sesuai penyebab sifilis pada ibu hamil. 1.2.2



Tujuan Khusus



1. Menurunkan angka mortalitas sebagai akibat infeksi sifilis terhadap kondisi ibu dan bayi 2. Membuat rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah untuk membantu para tenaga kesehatan dalam melakukan diagnosis, tata laksana serta evaluasi sehubungan dengan keluhan sifilis 3. Memberi rekomendasi bagi fasilitas kesehatan untuk menyusun kebijakan tatalaksana setempat.



8



1.3 Sasaran 1.



Seluruh tenaga medis yang terlibat dalam penanganan kasus ibu hamil dengan sifilis yaitu bidan, dokter umum, dan dokter spesialis obstetri ginekologi, dan diharapkan dapat diterapkan pada layanan kesehatan primer maupun rumah sakit.



2.



Penentu kebijakan di lingkungan fasilitas kesehatan baik primer maupun rujukan, institusi pendidikan, serta kelompok profesi terkait.



9



BAB II INFORMASI DASAR TENTANG SIFILIS



2.1 Pengertian Sifilis adalah suatu infeksi menular seksual, yang disebabkan oleh bakteri spirochaeta, yaitu Treponema pallidum. Abrasi kecil pada mukosa vagina merupakan portal masuk, sedangkan eversi serviks, hiperemia meningkatkan risiko penularan. Bakteri ini bereplikasi dan berdiseminasi melalui saluran limfatik dalam hitungan jam atau hari. Waktu inkubasi yang diperlukan sekitar 3 sampai 4 minggu bergantung pada faktor inang dan ukuran inokulum.1,2



2.2 Penularan Sifilis dini biasanya berhubungan dengan masuknya bakteri dengan jumlah yaang banyak dan tingkat transmisi dengan pasangan. Sedangkan pada sifilis laten tingkat transmisi menurun dikarenakan ukuran inokulum yang mengecil. Sedangkan maternal sifilis bisa menyebabkan infeksi fetal melalui beberapa rute. Penularan dapat terjadi pada masa kehamilan, kontak saat persalinan dan kontak dengan lesi sifilis setelah persalinan. Penularan sifilis dari ibu ke bayi biasanya berlangsung melalui transmisi transplasenta. Walaupun penularan dari ibu ke bayi dapat terjadi pada minggu ke-9 kehamilan, namun biasanya penularan terjadi pada minggu ke-16 dan ke-28 kehamilan. Sifilis pada ibu hamil yang tidak diobati dapat mengakibatkan keguguran, prematuritas, bayi berat lahir rendah, lahir mati dan sifilis kongenital.1



2.3 Klasifikasi Siflis secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu siflis kongenital (ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan) dan sifilis yang didapat/ akuisita yang ditularkan melalui hubungan seks dan produk darah yang tercemar.



10



A. Sifilis yang didapat A.1. Sifilis dini, mudah menular dan merespon pengobatan dengan baik A.1.1. Sifilis stadium primer, A.1.2. Sifilis stadium sekunder, A.1.3. Sifilis laten dini (diderita selama kurang dari 1 tahun) A.2. Sifilis Lanjut A.2.1. Sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun) A.2.2. Sifilis tersier: gumma, neurosifilis, dan sifilis kardiovaskular. B. Sifilis kongenital, Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim. B.1. Sifilis kongenital dini B.2. Sifilis kongenital lanjut.1,2



2.4 Perjalanan Alamiah Infeksi Sifilis Saat terinfeksi sifilis pertama kali, tubuh mengaktivasi sistem kekebalan sehingga terbentuk antibodi anti-sifilis dalam waktu 10-45 hari. Gejala fisik pertama infeksi sifilis dapat diketahui 10-90 hari setelah terinfeksi, dengan rerata 21 hari. Munculnya lesi tunggal (chancre) pertama kali menunjukkan mulainya stadium primer infeksi sifilis. Lesi/ luka tersebut biasanya bertekstur kenyal keras, bulat, dengan dasar bersih dan tidak terasa nyeri. Lesi bertahan selama 3-6 minggu dan sembuh sendiri dengan atau tanpa diobati. Jika penderita tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat maka infeksi akan berlanjut ke stadium sekunder. Stadium sekunder ditandai dengan ruam kulit, yang dapat ditemukan pada satu atau lebih bagian tubuh. Ruam tersebut memiliki ciri tidak menimbulkan rasa gatal, tampak sebagai bercak merah kotor atau coklat kemerahan dan biasanya ditemukan di telapak tangan/kaki. Pada bagian tubuh yang lain, ruam mungkin memiliki bentuk yang berbeda, sehingga kadang dianggap penyakit lain. Gejala lainnya



adalah



demam,



pembengkakan



kelenjar



getah



bening,



radang



tenggorokan, kerontokan rambut berkelompok, nyeri kepala, penurunan berat



11



badan, nyeri otot dan mudah lelah. Gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya, walaupun tanpa pengobatan. Namun tanpa pengobatan yang tepat, infeksi akan berlanjut menjadi stadium laten/akhir. Stadium laten dimulai ketika gejala primer dan sekunder menghilang. Tanpa pengobatan, penderita tetap mengidap sifilis sekalipun tanpa gejala dan tanda klinis apapun. Stadium laten ini dapat berlangsung bertahun-tahun. Sekitar 15% pengidap sifilis yang tidak diobati berlanjut ke stadium lanjut, sekitar 10-30 tahun sejak infeksi pertama. Gejala stadium lanjut sifilis meliputi kesulitan koordinasi gerakan otot, kelumpuhan, mati rasa dan rasa tebal, kebutaan bertahap dan demensia. Akhirnya bakteri akan merusak organ-organ dalam seperti otak, jaringan saraf, mata, jantung, pembuluh darah, hati, tulang dan persendian sehingga dapat mengakibatkan kematian.2 Sifilis Kongenital Sifilis pada ibu hamil yang tidak diobati dapat mengakibatkan keguguran, prematuritas, bayi berat lahir rendah, lahir mati dan sifilis kongenital. Sifilis kongenital sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, sifilis kongenital dini, dari bayi lahir sampat kurang dari 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut, dimana penyakit ini persisten hingga lebih dari 2 tahun setelah kelahiran. Sifilis kongenital kemungkinan asimtomatis pada lebih dari 50 % kasus, terutama pada minggu pertama kehidupan. Biasanya gejala muncul pada bulan pertama tetapi manifestasi klinis baru terlihat sampai tahun kedua kehidupan. Manifestasi biasanya berupa Keratitis interstisial, limfadenopati, hepatosplenomegali, kerusakan tulang, anemia, gigi Hutchinson, neurosifilis.2



12



BAB III TERAPI IBU HAMIL DENGAN SIFILIS



3.1 Diagnosis Sifilis pada Ibu Hamil Treponema pallidum tidak dapat dikultur dari specimen klinis. Namun diagnosis bias dilakukan dengan penggunaan dark-fieldmicroscope, PCR, atau dengan uji antibodi fluoresen langsung. Metode-metode tersebut tidak banyak tersedia dan biasanya kurang sensitive terutama pada specimen darah. Pada praktiknya, diagnosis biasanya ditegakkan dari penemuan klinis dan hasiln tes serologi.1 Tes serologi sifilis banyak digunakan untuk tujuan diagnostik dan skrining. Terdiri atas dua jenis, yaitu tes non-treponema dan treponema. Biasanya pemeriksaan tes sifilis dilakukan dalam dua langkah. Pertama, tes nontreponema, yaitu RPR (rapid plasma reagin/rapid test) atau VDLR (venereal diseases research labotory). Jika hasil tes reaktif (positif), selanjutnya dilakukan konfirmasi



dengan



tes



treponema,



yaitu



TPHA



(Treponema



Pallidum



Haemagglutination Assay), TP-PA (Treponema pallidum particle agglutination assay), FTA-ABS (fluorescent treponemal antibody absorption) dan TP rapid (Treponema palidum). Kombinasi ini dapat mengindentifikasi adanya infeksi dan menjelaskan tahapan dari penyakit. Tes non-treponema mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bahan-bahan lipid dari sel-sel T. pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi treponema, namun dapat juga timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun kronis). Karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes seperti ini dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non-spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining. Tes treponema lebih bersifat spesifik terhadap Treponema. Tes ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap Treponema, Tes ini dapat



13



menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup, walaupun terapi sifilis telah berhasil. Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat. Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif. Saat ini telah tersedia rapid test syphilis atau TP rapid; merupakan tes treponema yang lebih sederhana, cepat, menggunakan darah lengkap, hanya memerlukan sedikit pelatihan petugas dan tidak memerlukan peralatan dan penyimpanan khusus. Penggunaannya sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat (10-15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA, sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85-98%, dan spesifisitasnya berkisar antara 93-98%. TP rapid tidak hanya digunakan sebagai tes konfirmasi tetapi dapat digunakan untuk skrining sifilis di tempat layanan, walaupun seperti tes treponema lainnya, tes ini tidak dapat digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan atau membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi adekuat. Karena ada risiko penularan pada bayinya yang dapat bermanifestasi sebagai sifilis kongenital, semua ibu hamil dengan hasil tes non treponema positif atau treponema positif harus segera diobati. Di fasilitas pelayanan kesehatan dasar, jika RPR atau TPHA tidak tersedia, TP rapid dapat digunakan untuk skrining sifilis ibu hamil. Jika mengunakan TP Rapid dan hasilnya positif, bila memungkinkan rujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan dengan laboratorium yang lebih lengkap untuk diperiksa titer RPR, bila tidak memungkinkan maka terapi sifilis pada ibu hamil dapat langsung diberikan. Satu dosis benzatin penisilin 2,4 juta unit saja sudah dapat mencegah penularan infeksi pada janin. Pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap TP rapid dapat dikombinasi dengan tes lain, misalnya RPR dan TPHA. Tes sifilis mempunyai awal masa jendela, sehingga hasil negatif pada tes sifilis belum tentu menyatakan seseorang bebas dari sifilis. Karena itu, tes pada ibu hamil perlu diulang kembali pada saat sebelum melahirkan terutama ibu hamil didaerah prevalensi tinggi sifilis atau ibu hamil berisiko tinggi IMS. Tes pada saat sebelum melahirkan dapat mendeteksi infeksi ulang, khususnya pada ibu hamil 14



yang pasangannya tidak diobati atau belum pernah dilakukan tes sebelumnya. Bagan alur tes serologis sifilis dengan mengunakan tes non treponema dan tes treponema dan tes yang hanya mengunakan TP rapid dapat dilihat di bawah ini.



Bagan 1. Alur Tes Serologis Sifilis Tes Treponema dan Non Treponema2 Hasil tes non-treponemal (RPR atau VDRL) masih bisa negatif (non-reaktif) sampai empat minggu sejak pertama kali muncul lesi primer. Tes ini dapat diulang 1-3 bulan kemudian pada pasien yang dicurigai sifilis dengan hasil RPR atau VDRL negatif. Hasil positif tes RPR/VDRL perlu dikonfirmasi dengan TPHA/TP-PA/TP rapid. • Jika hasil tes konfirmasi: non-reaktif, maka dianggap positif palsu dan tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian. • Jika hasil tes konfirmasi: reaktif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan 15



RPR kuantitatif untuk menentukan titer, sehingga dapat diketahui apakah si lis aktif atau laten, serta untuk memantau respons pengobatan. • Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan terdapat riwayat terapi dalam tiga bulan terakhir dan berapapun titernya, anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi dan di tes ulang tiga bulan kemudian. - Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes ulang tiga bulan kemudian - Jika RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien dinyatakan sembuh - Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif • Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan tidak ada riwayat terapi dalam tiga bulan terakhir bila: - Titer RPR < 1:4 (1:2 dan 1:4) dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis laten lanjut dan dievaluasi tiga bulan kemudian. - Titer > 1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif dan dievaluasi tiga bulan kemudian. Evaluasi terhadap titer RPR dilakukan tiga bulan setelah terapi: - Jika titer RPR turun dua tahap (misalnya dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih, terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi setiap tiga bulan di tahun pertama dan setiap enam bulan di tahun kedua untuk mendeteksi infeksi baru. - Jika titer tidak turun dua tahap, maka dilakukan evaluasi kemungkinan reinfeksi atau sifilis laten.2 Setelah diagnosis sifilis pada ibu hamil, evaluasi sonografi dilakukan untuk janin dengan umur gestasi >20minggu untuk mencari tanda tanda dari sifilis kongenital. Hepatomegali, penebalan plasenta, hidramnion, asites, hydrop fetalis dan peningkatan arteri selebral tengah pada pemeriksaan doppler velosimetri merupakan indikasi dari infeksi pada janin,



16



Untuk janin usia yang layak dengan temuan sonografi, pemantauan jantung janin antepartum sebelum pengobatan dianjurkan. Deselerasi lambat spontan atau non reaktif kemungkinan merefleksikan janin yang sangat sakit yang mungkin tidak dapat menoleransi dengan baik reaksi Jarisch-Herxheimer. Di kasus ekstrim ini, konsultasi dengan neonatologi mengenai rencana penundaan pengobatan, persalinan dan perawatan harus dipertimbangkan.1 Konseling setelah tes Pemberian konseling setelah tes diberikan pada ibu hamil, berdasarkan hasil tes, sebagai berikut. 1. Hasil tes sifilis “non-reaktif” atau negatif: • penjelasan tentang masa jendela/window period • pencegahan untuk tidak terinfeksi di kemudian hari 2. Hasil tes sifilis “reaktif” atau positif • Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan • Penjelasan tentang rencana pemberian obat benzatin benzyl penisilin • Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan, misalnya dukungan gizi yang memadai untuk ibu hamil, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam folat • Konseling hubungan seksual selama kehamilan (abstinensia, saling setia atau menggunakan kondom secara benar dan konsisten) • Pemberian informasi bahwa pasangan harus diobati • kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan2



3.2 Terapi Sifilis pada Ibu Hamil Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi infeksi pada ibu dan mencegah atau mengobati sifilis kongenital pada janin. Pemberian penisilin G parenteral merupakan pengobatan yang disarankan pada semua tahapan sifilis pada kehamilan. Selama hamil, disarankan pemberian dosis kedua seminggu setelah benzatin penisilin G dosis awal diberikan.1 17



Tabel 1. Terapi Sifilis pada Ibu Hamil1,2 Stadium Sifilis primer dan sekunder Sifilis laten



Terapi sifilis pada ibu hamil Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi IM dosis tunggal ; dosis kedua dianjurkan Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi IM, satu kali/minggu selama 3 minggu berturut-turut.



Catatan: 



Bila di fasilitas pelayanan kesehatan tidak di temukan obat Benzatin benzyl penicillin dan yang ada hanya Procain benzyl penicillin, untuk terapi sifilis dosis Procain benzyl penicillin 600.000 IU setiap hari selama minimal 30 hari berturut turut, pasien mendapatkan dosis total 18 juta IU.







Sebelum injeksi benzathin benzylpenicillin atau procain benzyl penicillin perlu dilakukan uji penisilin terlebih dulu untuk memastikan pasien tidak alergi terhadap penisilin.2 Tidak ada pengobatan alternatif dari penisilin yang terbukti dapat



digunakan selama kehamilan. Eritromisin dan azitromisin mungkin dapat menyembuhkan ibu hamil, namun dikarenakan keterbatasan obat untuk melalu transplasenta, kedua obat ini tidak mencegah penyakit kongenital. Tetrasiklin, termasuk doksisiklin, tergolong efektif nammun tidak direkomendasikan selama kehamilan, karena resiko efek samping terhadap janin. Satu-satunya tatalaksana yang memuaskan untuk pasien yang hamil dengan sifilis dengan alergi penisilin adalah desensitisasi yang diikuti oleh terapi penisilin. Namun, rejimen nonpenicillin harus dipertimbangkan ketika penisilin tidak dapat diperoleh atau ketika desensitisasi penisilin tidak mungkin. Untuk pengobatan non-penisilin pada sifilis awal (primer, sekunder, atau laten