Sinusitis Maksilaris Odontogenik [PDF]

  • Author / Uploaded
  • INDRI
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Journal Reading



Odontogenic Maxillary Sinusitis Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya



Pembimbing drg. Wahyu Susilaningtyas, Sp. Pros Disusun Oleh : Dewi Fitri Indriyani 21904101030



KEPANITERAAN KLINIK LABORATORIUM KESEHATAN GIGI DAN MULUT RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih karunia-Nya penulis dapat menyusun journal reading ini. Journal reading ini disusun untuk memenuhi tugas pada kegiatan kepaniteraan klinik madya (KKM) semester ganjil tahun akademik 2020. Makalah ini berisi journal reading dengan judul “Odontogenic maxillary sinusitis” sesuai tema yang diberikan oleh dokter pembimbing. Penulis berharap agar journal reading ini dapat dimanfaatkan dan dipahami baik oleh penulis maupun pembaca. Segala kritikan dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu kedokteran yang dibahas dalam journal reading ini. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan journal reading ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan journal reading ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan journal reading berikutnya.



Kepanjen, Agustus 2020



Penulis



DAFTAR ISI Kata Pengantar.......................................................................................................i Daftar isi................................................................................................................ii Daftar Gambar.......................................................................................................iii Daftar Tabel...........................................................................................................iv BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang...........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2 BAB II Journal reading Abstrak......................................................................................................3 Anatomi sinus maksilaris dan hubungannya dengan gigi.........................3 Etiologi sinusitis maksilaris.......................................................................3 Mikrobiologi..............................................................................................4 Manifestasi klinis pada sinusitis maksilaris odontogenik.........................4 Pemeriksaan...............................................................................................4 Komplikasi sinusitis maksilaris odontogenik............................................5 Tatalaksana pada sinusitis maksilaris odontogenik...................................5 Diskusi.......................................................................................................6 Kesimpulan................................................................................................6 BAB II Tinjauan Pustaka 3.1 Anatomi sinus paranasal............................................................................7 3.2 Definisi .....................................................................................................9 3.3 Etiologi .....................................................................................................11 3.4 Epidemiologi.............................................................................................12 3.5 Patofisiologi...............................................................................................13 3.6 Gejala Klinis..............................................................................................15 3.7 Diagnosis...................................................................................................14 3.8 Diagnosis Banding ....................................................................................16 3.9 Penatalaksanaan ........................................................................................17



3.10.................................................................................................................... K omplikasi.....................................................................................................19 3.11.................................................................................................................... Pr ognosis........................................................................................................20 Daftar Pustaka.......................................................................................................22



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal yang disertai dua atau lebih gejala dimana salah satunya adalah buntu hidung (nasal blockage/obstruction/congestion) atau nasal discharge (anterior/posterior nasal drip) ditambah nyeri fasial dan penurunan atau hilangnya daya penciuman.1 Menurut penelitian yang dilakukan Wald di Amerika, ditemukan insidensi sinusitis yang berasal dari infeksi gigi pada orang dewasa sebanyak 10-15% dari semua kasus sinusitis. Data dari Departemen kesehatan RI tahun 3002 didapatkan penyakit sinus berada pada urutan ke 25 dari 50 pola penyakit peringkat utama. Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen lewat ostium sinus maupun lewat rongga mulut. Sinusitis odontogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh kasus sinusitis maksilaris. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe Terapi yang dianjurkan pada kasus sinusitis maksilaris odontogen dapat diatasi dari asal gigi yang terlibat yaitu dengan melakukan perawatan gigi. Gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil pemeriksaannya baik bakteri aerob atau anaerob. Seringkali perlu dilakukan irigasi sinus maksila. 2,3



1



1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dari sinusitis maksilaris odontogenik? 2. Apakah etiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik? 3. Bagaimana patofisiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik? 4. Apakah manifestasi klinis dari sinusitis maksilaris odontogenik? 5. Bagaimana diagnosis dari sinusitis maksilaris odontogenik? 6. Bagaimana penatalaksanaan sinusitis maksilaris odontogenik? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari sinusitis maksilaris odontogenik 2. Untuk mengetahui etiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik 3. Untuk mengetahui patofisiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik 4. Untuk mengetahui manifestasi klimis sinusitis maksilaris odontogenik 5. Untuk mengetahui diagnosis dari sinusitis maksilaris odontogenik 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan sinusitis maksilaris odontogenic



2



BAB II JOURNAL READING



Abstrak Sinusitis Maksilaris Odontogenik merupakan kasus yang sering ditemukan. Sebagian besar kasus dirujuk ke Otorhinolaryngologis oleh dokter umum atau spesialis lainnya. Banyak otorhinolaryngologis yang gagal menemukan etiologi pada kasus ini terutama yang berhubungan dengan masalah gigi. Artikel ini membahas tentang manajemen perawatan sinusitis maksilaris odontogenic secara efisien sehingga dapat mencegah kekambuhan, penyebaran ke sinus, dan komplikasi lainnya.



Pendahuluan Sinusitis maksilaris odontogenik merupakan penyakit umum yang sering ditemukan dan dapat bersifat akut maupun kronik. Penyebab dari kasus ini harus ditemukan terutama jika manajemen medis gagal dan endoskopi tidak menunjukkan adanya tanda patologik obstuktif pada ostium sinus maksilaris. Penyebab paling umum dari gigi adalah ekstraksi gigi terkait disertai penyebab lain seperti lesi alveolar lainnya termasuk kista dentigen, lesi radikuler, karies gigi, impaksi gigi, dan infeksi akar gigi geraham. Daerah yang paling sering adalah daerah molar sekitar 47.68%, diikuti oleh molar pertama (22,51%), molar ketiga (17,21%), dan molar kedua (3,97%). Daerah premolar terlibat sekitar 5,96%, diikuti caninus sekitar 0,66%. Organisme yang biasa didapatkan merupakan campuran bakteri aerob dan anaerob. Perlu juga diperhatikan jika didapatkan adanya penyakit sistemik terkait seperti diabetes mellitus, hipertensi, kondisi imunosupresi dan lain sebagainya.



Anatomi sinus maksilaris dan hubungannya dengan gigi Sinus paranasalis adalah sekelompok ruang yang ada di dalam tengkorak. Sinus terbesar adalah sinus maksilaris. Dasar sinus maksilaris di bentuk oleh prosesus alveolar dan prosesus palatina. Premolar, molar satu dan molar dua berda pada sinus maksilaris oleh karena itu adanya infeksi pada gigi ini mempengaruhi kondisi sinus.



Etiologi sinus maksilaris Sebagian besar sinusitis disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur yang menyebabkan edema mukosa hidung dan menghambat drainase sinus.



3



Penyebab lain dapat berupa obstruksi anatomi hidung akibat kelainan septum, alergi rhinosinusitis, trauma, gangguan mukosiliar seperti kertanegers, young syndrome, infeksi gigi, ekstraksi gigi terutama bagian atas (molar 1 dan 2) kista odonntogenik, periimplantitis, imunokompromais dengan diabetes mellitus, dan AIDS.



Mikrobiologi Pada sinusitis kronik ditemukan bakteri aerob 11%, anaerob 39% dan bakteri campuran sebanyak 50%. Bakteri aerob yang mendominasi seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia (S. pneumonia) dan anaerobik Peptostreptococcus dan Prevotella spp. ditemukan di lebih dari 75% kasus, sedangkan methicillinresistant Staphylococcus aureus ditemukan dalam 10 - 12% dari pasien. Pada bakteri anaerob didapatkan jenis bacillus gram negative, peptostreptococcus dan fusobacterium sp. Bakteri Β-lactamase ditemukan 50% pada pasien dengan sinusitis akut dan 75% pada pasien dengan sinusitis kronik. Actinomyces spp., termasuk A. israelii dan A. radicidentis, dapat ditemukan pada butiran extraradicular dalam sinus maksilaris karena struktur permukaan khas mereka yang memungkinkan inflamasi pada lapisan epitel sel-sel dan memicu munculnya bakteri mulut.



Manifestasi Klinis pada Sinusitis Maksilaris Odontogenik Pada pasien dengan sinusitis akut biasanya nyeri pada wajah di area sinus maksilaris, hidung tersumbat, hidung berair, nyeri gigi, gejala umum seperti, demam, lemas nyari kepala dan lain sebagainya. Tanda lain pada sinusitis akut seperti nyeri tekan pada fossa canina, edem mukosa nasal, ketika gejala pada hidung dan sistemik menjadi dominan, biasanya penyebab atau keluhan pada gigi terlewatkan. Sinusitis maksilaris odontogenic kronik biasanya menunjukkan adanya obstruksi kronik pada hidung baik unilateral maupun bilateral, adanya cairan purulen berbau dari hidung, nyeri pada gigi tertentu dam perdarahan saat menyikat gigi. Tanda lain dari sinusitis maksilaris kronik adanya pus dibagian tengah meatus pada rhinoskopi anterior, obstruksi kronis di nasal, rhinoskopi posterior ditemukan adanya pus pada bagian tengah meatus dan nasofaring. Gejala pada gigi biasanya didapatkan periodontitis, alveolitis, abses gigi, osteomyelitis dan lain sebagainya. Jika sinusitis maksilaris akut dan kronis tidak segera ditangani dapat menyebabkan komplikasi pada sinus lainnya, orbital dan intrakranial.



Pemeriksaan



4



X-ray : Foto Waters biasa dilakukan pada sinus maksilaris. Pemeriksaan inni biasa didapatkan adanya kekaburan parsial atau lengkap pada penebalan mukosa nasal. Pemeriksaan ini juga menunjukkan adanya tambalan dan implant gigi. Orthopantogram (OPG) : Untuk melihat seluruh daerah gigi dari rahang atas dan rahang bawah yang diproyeksikan pada film ortthoradialy dan perpendicularly. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi patologi gigi yang menjadi prioritas sebelum melakukan operasi oleh spesialis THT. 



Penggunaan OPG : 1. Kelonggaran tulang apical dan periapical 2. Mendeteksi sumber nyeri pada gigi 3. Mengkoreksi letak implant gigi 4. Mendeteksi karies yang ada pada antar gigi 5. Penebalan mukosa pada dasar sinus maksilaris yang berdekatan dengan gigi



CT-Scan : Penyakit inflamasi yang dapat menyebabkan resorpsi tulang mudah terlihat pada CT-scan serta dapat dibagi menjadi bagian periodontal dan endodontal. Sinus maksilaris berdekatan dengan sinus yang lainnya, komplikasi dapat terjadi hingga intracranial dan dapat diddeteksi oleh CT-scan. Pemeriksaan ini dapat menjadi pilihan pada pasien dengan imunokompromais dan pasien yang sudah terkena kompikasi. Diagnostik hidung dengan endoskopi : Hal ini dilakukan untuk mendeteksi obstruksi, infeksi dirongga hidunng terutama daerah kompleks osteomeatal. Endoskopi menunjukkan dugaan sinusitis jamur atau keganasan.



5



Gambar 1: pemeriksaan penunjang dan gambaran yang ditemukan pada sinusitis odontogenik maksilaris pada beberapa kasus



Komplikasi Sinusitis Maksilaris Odontogenik Komplikasi dapat terjadi pada ekstrakranial, intracranial dan gigi. Ekstrakranial seperti Selulitis wajah atau abses, selulitis orbita atau intraorbital, infeksi dapat menyebar ke sinus ethmoidalis. Intrakranial infeksi seperti meningitis, abses otak dan cavernosus sinus thrombosis. Komplikasi pada gigi seperti abses periodontal, fistula dan lain sebagainya.



Tatalaksana pada Sinusitis Maksilaris Odontogenik Pada sinusitis maksilaris odontogenik akut tatalaksana medis berfungsi untuk menangani bakteri aerobik yang dominan di fase akut. Pada fase kronik, campuran bakteri aerobic dan anaerobik dapat menggunakan antibiotik. Kelainan sistemik lain seperti diabetes mellitus juga harus diperhatikan. Tatalaksana bedah pada sinusitis maksilaris odontogenik akut biasanya dilakukan ekstraksi gigi, drainase abses gigi. Pada sinusitis maksilaris odontogenik kronik dapat sembuh setelah penyakit endodontik dan periodontik ditatalaksana. Endoskopi sinus pada pembedahan berfungsi untuk melebarkan ostium sinus maksilaris dan 6



membersihkan mukosa lain yang juga terlibat. Seluruh jaringan pada pembedahan dikumpulkan lalu dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui ada atau tidaknya keganasan. OAF (Oroantral Fistula ) adalah komplikasi paling sering terkait dengan OMS. Penyebab utama dari OAF adalah ekstraksi gigi posterior rahang atas, yang menyumbang lebih dari 80% dari semua kasus OAF. OAF dapat menutup sendiri dengan epitel mulut dan jaringan granulasi atau polip dari membran mukosa sinus, tetapi dalam kasus kegagalan penutupan, hiperplasia dari sinus mukosa membran dapat menyebabkan pembentukan kanal fistula permanen antara rongga mulut dan hidung. Untuk tatalaksan kegagalan penutupan pada OAF ditentukan berdasarkan dari ukuran dan kondisi dari mukosa mulut. dapat dilakukan penutupan menggunakan flaps bedah, termasuk Buccal flap, palatal releasing flap atau palatal rotational pedicled flaps, dapat dipertimbangkan untuk manajemen OAF.



Gambar 2: manajemen tatalaksana pada OAF



Diskusi Sinusitis maksilaris merupakan penyakit yang umum dan memerlukan pengobatan sesuai etiologinya. Meskipun sinusitis akut dan kronis berasal dari rhinogenik, sinusitis maksilaris odontogenic sering terlewat dan tidak terdiagnosa dengan baik. Kesimpulan 1. Dalam semua kasus sinusitis, penyebab odontogenic haris dicari secara klinis dan radiologi 2. Otorhinolaryngologist tidak memiliki keahlian dalam mendeteksi patologi gigi secara klinis dan radiologi maka dibutuhkann konsultasi kepada yang ahli. 3. Pada pasien dengan imunokompromais, pendapat dan pengobatan dibutuhkan. 4. Perawatan medis mencakup pemeriksaan bakteri gram positif dan pada sinusitis kronis harus dilakukan pemeriksaan bakteri campuran. 5. Perawatan bedah termasuk gigi dan sinus.



7



6. Semuan jaringan yang dikumpulkan selama pembedahan harus dilakukan pemeriksaan hiistopatologi untuk mengetahui ada atau tidaknya keganasan.



8



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi Sinus Paranasal Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulag-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 1,5 



SINUS MAKSILA Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus



maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1,2,5,8 Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.1 Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah: a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.



9



d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalang drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.1,5



Gambar 3: Anatomi sinus paranasal



Kompleks Osteo-Meatal (KOM) Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila. 1,2,5,8



Gambar 4: Kompleks osteomeatal



10



Sistem mukosiliar Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.



1,2



Fungsi sinus paranasal : Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Tetapi beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut : 1,2 1. Sebagai pengatur kondisi udara 2. Sebagai penahan suhu 3. Membantu keseimbangan kepala 4. Membantu resonansi suara 5. Peredam perubahan tekanan udara 6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung 3.2 Definisi Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.1,2,3 Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang. Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. 1,5 Sinusitis maksilaris dapat berkembang karena osteomyelitis rahang atas, kista radikular, cedera mekanis pada mukosa sinus selama perawatan saluran akar, pengisian bahan endodontik yang berlebihan pada saluran akar hingga menjorok ke sinus



11



maksilaris, posisi implant yang tidak tepat, dan oroantral fistula (OAF) setelah pencabutan gigi. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa.



Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi



kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari. 1,2, 4



Gambar 5: Penyebaran infeksi pada sinusitis odontogenic







Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore: 5



a. Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang dibatasi oleh bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral hidung dan dinding lateral os maksila. b. Pada sesetengah individu, pneumatisasi dan perluasan dapat terjadi sedemikian rupa sehingga hanya sinus mukoperiosteum (membran Schneidarian) yang tersisa. c. Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang alveolar antara sinus dan rongga mulut.



12



d. Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila dapat langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini lemah dan mudah ditembus dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi odontogenik umumnya terjadi bersamaan dengan infeksi jaringan lunak vestibular/fasia. 3.3 Etiologi Etiologi sinusitis odontogenik adalah: 5,7 a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal. b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi. c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus. d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksila. e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan. f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila. g. Kista odontogenik yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan folikuler. h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.



13



Gambar 6: Faktor penyebab terjadinya sinusitis odontogenik



Gambar 7: Tampilan abses periodontal dan abses periapical



3.4 Epidemiologi Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika, lebih dari 30 juta penduduk per tahun menderita sinusitis. Wald di Amerika menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi gigi.



7



Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa sinusitis maksila tipe odontogenik sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. Becker et al. dari Bonn, Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus 14



maksila disebabkan oleh penyakit pada akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar pertama sebagai penyebab sinusitis maksila odontogenik. Highler dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan 10% kasus sinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan pada gigi.6 3.5 Patofisiologi Faktor



yang



paling



terjadinya sinusitis yaitu apakah



penting



yang



mempengaruhi



terjadi obstruksi dari



obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya



ostium.



patogenesis Jika terjadi



hipooksigenasi,



yang



menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. 5,8 Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis odontogenik dapat terjadi melalui dua cara, yaitu: 1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeks bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa.



Infeksi



ini



meluas



dan



mengenai



selaput



periodontium



menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi. 1,5,8 2. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.1,5,8



15



16



Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut: Alergen



Interaksi makrofag dan limfosit T



Pelepasan mediator inflamasi



Reaksi cepat



Reaksi lambat



Odem Vasodilatasi



Pe permeabilitas kapiler Sumbatan pada hidung Rinore Odem Kontraksi otot polos bronkus



Sesak nafas Gangguan ventilasi pH sinus Gerakan silia dalam sinus Mukus tidak dapat dialirkan Retensi mukus



Eksudat purulen Tekanan pada sinus



Infeksi Pilek bau



Nyeri



17



hipoksia



Tumbuhnya kuman patogen



Kuman menyebar



Gambar 8: Gambaran patogenesis pada sinusitis maksilaris odontogenik.



3.6 Gejala Klinis Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.1,2,4,5 Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).1,4 Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal



18



mempredisposisi kepada sinusitis tipe odontogenik. Gejala sinusitis odontogenik menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.5



Gambar 8: Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis maksilaris odontogenik.



3.7 Diagnosis Diagnosis sinusitis odontogenik adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan kriteria American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi dengan departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis sinusitis odontogenik serta penatalaksanaannya. 1,2 Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut American Academy of Otolaringology & American Rhinologic Society. Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah demam dan halitosis. 10



19



Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi



sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.



Tanda khas adalah adanya pus dimeatus medius atau didaerah meatus superior. Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA atau lateral , umumnya hanya mampu menilai kondisikondisi sinus-sinus besar.. -



CT Scan CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu



menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Kelainan akan terlihat berupa perselubungan, batas udara cairan atau penebalan mukosa. -



Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus media



atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna -



Sinoskopi Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila.



Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus maksila, serta bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih reversibel atau sudah ireversibel.



20



3.8 Diagnosis Banding Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan penyakit odontogenik: 12 a. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista, mukokel, dan yang paling sering yaitu kista retensi. b. Hanya



pseudokista



yang



berhubungan



dengan



penyakit



periapikal/periodontal yang disebabkan pengobatan gigi yang bisa mencapai resolusi pseudokista. c. Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan penyimpangan, ekspansi, atau erosi dinding sinus. Ini termasuk ameloblastoma, odontoma, cementoma, fibromas ossifying, tumor epitelial odontogenik, tumor skuamosa odontogenik, dan tumor adenomatoid. d. Tumor ganas termasuk keganasan gingiva, kistik adenoid dan sarkoma. 3.9 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanan sinusitis odontogenik: 1,5 a. Atasi masalah gigi b. Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap. c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus. d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional. 



AKUT Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam).



Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada



21



pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.1-3,5 Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus. 1,3 Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. 2,3 



KRONIK



a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari. 1 b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan,



evaluasi



kembali



dengan



pemeriksaan



nasoendoskopi,



sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis. 1,5 c. Daerah sinus yang sakit bisa dilakukan diatermi gelombang pendek. d. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz. e. Pembedahan 3.10 Komplikasi CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis rekuren, kronis atau berkomplikasi. 1,2,10 22







Komplikasi Orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang



tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita. 1,5,8 Terdapat lima tahapan: a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini. b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. 



Komplikasi Intra Kranial 1,5,8,11



a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang mana infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. b. Abses dural, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat,



23



sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial. c. Abses subdural, adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura. d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi. 



Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan



3.11 Prognosis Prognosis sinusitis sangat baik dengan kurang lebih 70% pasien sembuh tanpa pengobatan. Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya.15 Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk komplikasinya bisa berupa orbital cellulitis, cavernous sinus thrombosis, intracranial extension (brain abscess, meningitis) dan mucocele formation.16



24



Daftar Pustaka 1. Fokkens W., Lund V., Mullol J. Europeanposition paper on rhinosinusitis andnasal polyps. Rhinology. 45(20):1-139. 2019. 2. Topazian RG, Goldberg MH. Oral dan Maksilofasial Infeksi. 3rd ed.Philadelphia: Saunders. 2015. 3. Departemen Kesehatan RI. Pola Penyakit 50 peringkat utama menurut DTD Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP H.Adam Malik Medan Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala, dan Leher FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan; 2015. 5. Mehra P, Jeong D. Maxillary sinusitis of odontogenic origin. Curr Allergy Asthma Rep;9:238-43. 2017. 6. López M, Gallardo C,Galdames I, Valenzuela J. Maxillary sinusitis of dental origin. A case report and literature review. Int J Odontostomat;3:59. 2016. 7. Arias-Irimia O, Barona-Dorado C, Santos-Marino JA, Martinez-Rodriguez N, Martinez-Gonzalez JM. Meta- analysis of the etiology of odontogenic maxillary sinusitis. Med Oral Patol Oral Cir Bucal;15:e70-3. 2010. 8. Brook I. Sinusitis of odontogenic origin. Otolaryngol Head Neck Surg;135:349-55. 2010 9. Nah K. The ability of panoramic radiography in assessing maxillary sinus inflammatory diseases. Korean J Oral Maxillofac Radiol;38:209-13. 2015. 10. Soetjipto, & Mangunkusumo. Sinus paranasal, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam.2015. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 11. A.Marissa, Noerjanto, B., & Savitri, Y.Infeksi odontogen pada sinusitis maxillaris ditinjau dari radiografik panoramik. 2011. 12. Universitas Muhammadiyah Semarang. Sinusitis Maksilaris Odontogen. Universitas Muhammadiyah Semarang; 2014. 13. Mulyarjo. Terapi medikamentosa pada rinosinusitis. Dalam Mulyarjo, Soedjak S, Kentjono WA, Harmadji S, JPB Herawati S, eds. Naskah lengkap perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-KL Univ. Airlangga; 2016. 14. Hilger, Peter, A., penyakit sinus paranasalis BOEIS Buku Ajar Penyakit THT (BOEIS Fundamentals of Otolaryngology), Edisi 6,Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997. 15. Piccirillo JF, Thawley SE, Haiduk A, Kramper M, Wallace M, Hartman JM. Indications for Sinus Surgery: How Appropriate Are The Guidelines? Laryngoscope; 108: 332-8. 2015.



25



16. Rukmini S, Herawati S.. Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis. Dalam: Rukmini S, Herawati S, editor. Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung dan Tenggorok. Edisi I. Jakarta: EGC;. 1: 29. 2010. 17. Kim S.M. Definition and management of odontogenic maxillary sinusitis. Maxillofacial plastic and reconstructive surgery, 41 (1), 13. (2019). 18. Colbert, D. K. A. R., Devakumari, D. &Sankar, D. R. Odontogenic Maxillary Sinusitis- Need for Multidisiplinary Approach-A review. IOSR Journal of Denttal and Medical Sciences, 13(6), 25-30. (2014).



26