Sinusitis Maksilaris Dextra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SINUSITIS MAKSILARIS DEXTRA Sinus Paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) kedalam rongga hidung. Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering diseluruh dunia. Dan Sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.



1



Anatomi dan Fungsi Sinus Paranasal Sinus Paranasal



Gambar 1 : Sinus Paranasal



Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, pada atau dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila dan sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat diatas konka media, terdiri sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sfenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara kedua kelompok. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. Sinus maksila Sinusitis maksilaris terletak didalam tulang maksilaris, dengan dinding inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial, prosessus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas anterior.3 Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil di sebelah 2



medial orbita. Mula-mula dasarnya lebih tinggi dari pada dasar hidung, kemudian terus mengalami penurunan, sehingga pada usia 8 tahun menjadi sama tinggi. Perkembangannya berjalan ke arah bawah, bentuk sempurna terjadi setelah erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 sampai 18 tahun. Sinus maksila (antrum highmore) merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah: 1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol kedalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. 2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini



dapat



menghalangi



drainase



sinus



maksila



dan



selanjutnya



menyebabkan sinusitis. Fungsi sinus paranasal Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain: 1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning) Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini adalah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.



3



2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators) Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. 3. Mengatur keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna. 4. Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. 5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendesak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. 6. Membantu produksi mukus Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis. Sinusitis maksilaris Definisi Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa sinus maksilaris.Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen.



4



Gambar 3 : Sinusitis Maksilaris



Epidemiologi Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan diseluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi udara tinggi, iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Etiologi dan Faktor Predisposisi Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA, alergi hidung kronik, deviasi septum atau hipertropi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi. Deformitas rahang wajah, terutama palatoskisis dapat menimbulkan masalah pada anak. Karena anak-anak cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinusitis kronik. Patologi Perubahan patologik yang terjadi dalam mukosa dan dinding tulang sinus saat berlangsungnya peradangan supuratif ialah seperti yang biasa terjadi dalam rongga yang dilapisi mukus. Ada 4 tipe yang berbeda dari infeksi hidung sinus : kongesti akut, purulen akut, purulen kronik dan hiperplasia kronik. Penyakit sinus supuratif kronik dapat diklasifikasikan secara mikroskopis sebagai (1) edematous, (2) granular dan infiltrasi (3) fibrous, atau (4) campuran dari beberapa atau semua betuk ini.Sering terjadi perubahan jaringan penunjang, 5



dengan penebalan di lapisan subepitel.Penebalan ini didalam struktur seluler terdiri dari timbunan sel-sel spiral, bulat, bentuk bintang, plasmosit, eosinofil dan pigmen. Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi : (1) melalui suatu tromboflebitis dari vena yang perforasi, (2) perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik, (3) dengan terjadinya defek, dan (4) melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakteremia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik. Pada sinusitis kronik, perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut supuratif yang mengenai mukosa dan jaringan tulang lainnya.Bentuk permukaan mukosa dapat granular, berjonjot-jonjot, penonjolan seperti jamur, penebalan seperti jamur, penebalan seperti bantal dan lain-lain.Pada kasus lama terdapat penebalan hiperplastik. Mukosa dapat rusak pada beberapa tempat akibat ulserasi, sehingga tampak tulang yang licin dan telanjang atau dapat menjadi lunak atau kasar akibat karies. Pada beberapa kasus, didapati nekrosis dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah diabsorpsi. Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. keadaan ini memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil,



6



inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirya perubahan mukosa menjadi kronik, yaitu hipertropi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini diperlukan tindakan operatif. Jenis-jenis a. Sinusitis maksilaris akut Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran napas atas yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing dan deviasi septum merupakan faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Gejala infeksi sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas, yang biasanya reda dengan pemberian analgetik. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada pergerakan kepala mendadak. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. b. Sinusitis maksilaris kronik Sinusitis maksilaris kronis dapat meluas ke orbita, pipi, rahang atas, mulut dan sinus etmoidal. Sinusitis maksilaris kronik biasanya berespon terhadap antrostomi internasal yang ditempatkan melalui dinding nasal lateral di bawah konka inferior.Sinusitis maksilaris parah bisa memerlukan pembuangan mukosa yang sakit atau polip melalui operasi Caldwell-Luc, yang memungkinkan pemaparan keseluruhan kavitas sinus melalui insisi sublabia atas dan osteotomi dinding anterior. c. Sinusitis dentogen Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga ronga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.



7



Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksilaris kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan nafas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.



Gejala klinis a. Nyeri Nyeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain ( referred pain ). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Nyeri ini pada umumya disebut sebagai sakit kepala oleh pasien. Pada sinusitis maksilaris pasien mengeluhkan nyeri kepala yang tak jelas, yang biasanya reda dengan pemberian analgetik. Nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk serta nyeri pada palpasi dan perkusi menandakan sinusitis maksilaris. Secara anatomik, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang hanya oleh mukosa. Karenanya, sinus maksilaris sering menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini. Pada dinding posterior terdapat kanal alveolaris sebagai tempat alveolar superior posterior dan nervus untuk gigi – gigi molar. b. Nyeri pada penekanan Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah, seperti sinus



8



frontal, sinus etmoid anterior dan sinus maksila.Pada pemeriksaan sinus maksila, harus dilakukan penekanan pada fosa kanina os maksila superior. c. Pembengkakan dan udem Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan etmoid anterior) terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan edem kulit yang ringan akibat periostitis.Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti meraba beludru. d. Sekret nasal Pus dalam rongga hidung dapat berarti empiema dalam sinus.Mukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif, sinus-sinuslah yang merupakan fokus peradangan semacam ini.Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya suatu peradangan dalam sinus.Pus di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinus frontal, sinus etmoid anterior atau sinus maksila, karena sinus-sinus ini bermuara ke meatus medius. e. Demam f. Malaise g. Wajah terasa bengkak dan penuh1,2 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Anamnesis bisa didapatkan dari gejala subyektif dari pasien, seperti Nyeri pipi menandakan sinusitis maksilaris, pada sinusitis maksilaris kadang-kadang terdapat nyeri alih gigi dan telinga, nyeri pada penekananpada fosa kanina os maksila superior. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas adalah adanya pus di meatus medius. Selain itu juga dijumpai pembengkakan dan udem pada palpasi, dengan jari mendapati sensasi seperti meraba beludru. Pada perkusi langsung sinus yang mengalami radang akut akan menimbulkan nyeri yang hebat. Pasien yang menderita sinusitis akut hanya tahan satu kali perkusi. 9



c. Pemeriksaan penunjang 1. Foto polos posisi waters, PA dan Lateral. Infeksi pada sinus paranasal sangat sering terjadi dengan gejala klinis yang nyata. Pada foto sinus paranasal akan tampak sedikit perubahan pada sinus.



Gambar 4 : Foto kepala posisi AP ( posisi Caldwell ) dan Foto kepala posisi Waters



Pada sinusitis akan tampak : a. Penebalan mukosa b. Air-fluid level (kadang-kadang)



Gambar 5: Air-fluid level pada kedua sinus maksilaris kanan-kiri



c. Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu/lebih sinus paranasal. d. Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)



10



Pada sinusitis mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling sering diserang adalah sinus maksila, tetapi sinusitis kronis tampak juga sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Foto polos tidak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran nekrotik beserta pembentukan jaringan parut. 2. CT-Scan CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai paduan operator saat melakukan operasi sinus. Foto polos tidak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran nekrotik beserta pembentukan jaringan parut. Dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT-Scan dengan penyuntikan kontras dimana apabila terjadi enchance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enchance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enchance biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.



11



Gambar 6 : CT-Scan Sinusitis tampak penebalan mukosa sinus maksila kiri bawah lateral potongan aksial dan koronal.



3. Transiluminasi Sinus maksilaris dapat diperiksa secara tidak langsung. Dalam ruang gelap, minta pasien untuk memasukkan sumber cahaya yang terang ke dalam mulutnya untuk transiluminasi sinus maksilaris. Sebuah lampu senter yang terang sudah mencukupi. Sinus normal yang berisi udara akan terang secara simetris. Pada sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. 4. Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius, untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. 5. Sinuskopi Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 6. Irigasi diagnostik Pada banyak kasus, diagnosis pasti akan adanya pus tidak dapat diketahui tanpa irigasi diagnostik. Hal ini dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk terapi, melalui ostium alami atau melalui pungsi. Bahan untuk kultur dan usapan dapat diambil dari cairan pada saat pencucian. 2.2.9



Penatalaksanaan



Tujuan terapi sinusitis adalah : 1. Mempercepat penyembuhan 2. Mencegah komplikasi 3. Mencegah perubahan menjadi kronik Prinsip pengobatan : membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. a. Medikamentosa Sinus maksilaris umumnya diterapi dengan antibiotik golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi betalaktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin 12



generasi ke 2. Diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinis telah hilang.Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan seperti analgetik, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Pengagalan



penyembuhan



dengan



suatu



terapi



aktif



mungkin



menunjukkan organisme tidak lagi peka terhadap antibiotik, atau antibiotik tersebut gagal mencapai lokulasi infeksi. Pada kasus demikian, ostium sinus dapat sedemikian edematosa sehingga drainase sinus terhambat dan terbentuk suatu abses sejati. Bila demikian, terdapat suatu indikasi irigasi antrum segera.



Gambar 7 : Irigasi Antrum.



b. Terapi non bedah 1. Irigasi sinus maksila melalui ostium Pada hampir semua kasus, hal ini dapat dilaksanakan melalui ostium antrum yang normal, dengan mempergunakan kanul antrum dari Pierce. 2. Irigasi sinus maksila dengan pungsi melalui meatus inferior



13



Jika irigasi melalui ostium asli sulit atau ada iritasi jaringan yang berlebihan,



dapat



dibuat



jalan



lain.



Paling



mudah



melalui



meatus



inferior.Digunakan trokar lurus atau bengkok. 3. Irigasi sinus maksilaris melalui prosesus alveolar Metode ini dikemukakan hanya untuk dikecam, kecuali jika lubang alveolar dapat ditutup sebelum terjadi epitelialisasi ke dalamnya, kalau tidak, maka akan terjadi fistel kronis dengan reinfeksi antrum yang menetap. Metode ini dapat digunakan pada kasus infeksi antrum yang terjadi akibat infeksi akar gigi dan mengakibatkan abses yang telah menyebabkan fistulasi melalui dasar antrum. c. Terapi Pembedahan Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis maksilaris, yaitu unusinektomi endoskopik dengan atau tanpa antrostomi maksilaris, prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini, antrostomi unilateral dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan standar sinusitis maksilaris kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan antrostomi inferior antrostomi jarang dilakukan.



2.2.9



Komplikasi



a. Kelainan orbita Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering adalah sinus etmoid, kemudian sinus frontal dan sinus maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya terjadi trombosis sinus kavernosus. b. Mukokel



14



Mukokel adalah suatu kista yang menandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.



15



DAFTAR PUSTAKA 1. Soepardi EA.dkk.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. 2007. Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Jacob, John MS Md. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok. Kepala dan Leher jilid 1. Jakarta. Binarupa Aksara 3. Jacob, John MS Md. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok. Kepala dan Leher jilid 2. Jakarta. Binarupa Aksara 4. Sharma



G.



Sinusitis.



June



22,



2005.



Available



from



http://www.emedicine.com. Accesed Feb 14, 2015 5. Sinus Maksilaris. Available from : www.wikipedia.co.id. Accesed on Feb 14, 2015. 6. Andik



Sunaryanto.



Sinusitis



maksilaris.



Available



from



:



http://webchace.googleusercontent.com/search? q=chace:byZdaVkdJT0J:andikunud.files.wordpress.com/2010/08/sinusitismaksilaris.docx+sinus+maksilaris+pendahuluan&cd=1&hl=en&ct=c1nk. Accesed on Feb 15 2015. 7. Bajracharya H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16 2003. Available From : http://www.emedicine.com 8. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Sinusitis Medical Treatment. August 8, 2005. Available from : http://www.emedicine.com. Accesed on Feb 15, 2015. 9. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment. May 19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com . Accessed Feb 16 2015 10.



Sinusitis. Available from : http://webcache.googleusercontent.com/search? q=cache:Wp3jifZZp6sJ:www.geocities.ws/koskap3sakti/referat/RSUPFatma wati/referat-tht-RSUPFatmawati.doc+sinus+maxillaris+merupakan&cd=12&hl=en&ct=clnk. Accessed on Feb 16, 2015



11. Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC.1997



16



12. Rukmini, S, Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan.Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000



17