Situs Kabuyutan Ciburuy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Pendahuluan Setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki keunikan, tradisi, pola ruang, dan ciri khasnya masing-masing. Hal yang membuat Indonesia memiliki banyak kebudayaan adalah kepercayaan dan kearifan masyarakat lokalnya yang masih memegang teguh nilai-nilai serta aturan adat dari nenek moyang, maupun pola hidup kelompok masyarakat yang menciptakan tradisi-tradisi baru dan membentuk sistem kemasyarakatan tersendiri. Masyarakat pelosok daerah biasanya memiliki kebudayaan yang masih kental dengan adat istiadatnya, namun ada juga sebagian daerah tidak menutup diri dari dampak globalisasi yang memberikan pengaruh kehidupan pola masyarakat modern. Hal ini biasanya bergantung pada persetujuan dan kesiapan dari berbagai elemen masyarakat yaitu tokoh masyarakat, masyarakat lokal,



norma-norma adat yang berlaku. Namun dalam



penerapan masuknya aspek teknologi ini perlu adanya penyesuaian dengan sistem peraturan adat yang berlaku. Salah satu bentuk kearifan lokal yang menerima perkembangan teknologi namun masih menjunjung tinggi nilainiali adat khususnya tradisi masyarakat lokal adalah masyarakat Kampung Albino atau bisa dikenal dengan Situs Kabuyutan Ciburuy. Situs Kabuyutan Ciburuy merupakan salah satu lokasi kebudayaan tatar sunda yang hingga saat ini masih terjaga keaslian dari hasil peninggalannya dan tradisi masyarakatnya.



Gambar 1 Peta Kabupaten Garut Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



Situs Kabuyutan Ciburuy terletak di Desa Pamalayan Kecamatan Bayongbong, Garut, Jawa Barat, yang berada pada koordinat 7° 17' 18" S, 107° 49' 43" BT. Situs ini merupakan situs peninggalan zaman Prabu Siliwangi yang kemudian di lanjutkan oleh Prabu Kian Santang yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi. Adapun batas wilayah Kecamatan Bayongbong : Utara : Desa Mulyasari Barat : Desa Ciburuy Timur : Desa Cinisti Selatan: Desa Pamalayan Dahulu, tempat ini merupakan salah satu tempat yang dijadikan oleh Prabu Kian Santang sebagai tempat bertarung ilmu para petarung ternama di Pulau Jawa. Desa Pamalayan ini berbatasan dengan : Utara: Desa Ciburuy Barat: Desa Cintanagara Timur : Desa Cinisti dan Desa Cigedug Selatan : Gunung Cikuray



Gambar 2 Peta Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



Gambar 3 Peta Desa Pamalayan Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



Jika dilihat dari kenampakan alamnya lokasi ini berada di daerah kemiringan dengan berbagai jenis vegetasi khususnya pohon-pohon bambu, pohon-pohon besar serta beberapa tanaman hias di seputar bangunan. Luas lahan di Situs Kabuyutan Ciburuy ini adalah sebesar 1 hektar berada pada daerah lereng sebelah utara kaki Gunung Cikurai, yang merupakan gunung tertinggi dan terbesar di Kota Bandung. Dalam lokasi Situs Kabuyutan Ciburuy, terdapat 3 bangunan utama dengan fungsinya tersendiri, diantaranya Bumi padaleman sebagai tempat menyimpan benda-benda naskah kuno, daun lontar dan nipah, Bumi Patamon sebagai tempat penyimpanan benda tajam seperti keris, kujang trisula, dan alat kesenian goong renteng khususnya sebagai tempat menerima tamu, dan lumbung padi atau “leuit” yaitu sebagai tempat menyimpan dan mengolah bahan makanan terutama padi. Mata pencaharian masyarakat setempat daerahnya masih didominasi oleh petani, peternak, dan penjual hasil perkebunan. Hasil tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat tersebut meskipun ada



sebagian orang yang memilih untuk memilih pekerjaan di kota sebagai supir, pembantu rumah tangga, dan lainnya. Situs Kabuyutan Ciburuy dengan pola ruang dan tradisi masyarakat yang unik menjadi alasan penulis untuk melakukan observasi lebih mendalam terkait dalam mata kuliah Tata Permukiman Lokal. Hal-hal mengenai sejarah singkat, adat istiadat, kearifan lokal, bentuk peninggalan, hingga



filosofi



bangunan



menjadi



fokus



utama



penulis



dalam



mendeskripsikan lokasi Situs Kabuyutan Ciburuy. B. Sejarah Dahulu, tempat ini disebut Susunan Kabuyutan Ciburuy, akan tetapi nama situs baru ditetapkan pada tahun 1982 yang merupakan tempat peninggalan jaman dahulu atau sesepuh dari beberapa suku baik dari Jawa ataupun Sunda karena semuanya sama. Adanya perbedaan kulit yang mirip seperti orang Belanda atau biasa disebut albino dikarenakan leluhurnya atau yang biasa mempunyai panggilan ‘kanjeng dalam keputihan’ dari kerajaan sunda asli dan terdapat keturunan Belanda mempunyai kemampuan belajar atau mengkaji masalah Bumi Pasundan. Setelah selesai mengkaji untuk menguji keilmuan yang sudah matang, hasilnya akan diberikan kepada ibu-ibu yang sedang hamil. Apabila ilmu itu sudah matang, dapat diterima, ataupun siap diamalkan, anak yang akan dilahirkan seorang ibu pasti kulitnya akan berwarna putih atau biasa disebut dengan “Walanda Sunda Putih” sehingga sampai sekarang hal ini menjadi peninggalan yang tetap lestari ataupun menjadi warisan budaya.



Gambar 4 Orang Albino Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok, 2019



Selain itu, tempat ini juga dulunya sebagai lokasi peperangan yang dilakukan oleh para jawara baik suku Sunda maupun Jawa. Mereka saling bertarung dengan berbagai jenis keilmuan yang dikuasainya. Salah satu tokoh jawara pada masa itu adalah Raden Prabu Kian Santang. Dalam sejarah yang dituliskan di naskah kuno, Prabu Kian Santang mengadakan pertarungan. Akan tetapi, tidak ada satupun yang dapat melawannya. Kemudian, datang K.H Ali Mustafa yang diutus untuk melawan Prabu Kian Santang. Prabu Kian Santang akhirnya dikalahkan oleh K.H Ali Mustafa. Prabu Kian Santang diamanati oleh K.H. Ali Mustafa untuk pergi ke Tanah Suci untuk bertemu dengan Sayyidin Ali dan meninggalkan senjatasenjata



di daerah Ciburuy yang terdiri dari keris, bende (lonceng yang



terbuat dari perunggu), kujang (senjata Prabu Siliwangi), trisula, tombak, dan tulisan jawa kuno yang ditulis oleh Prabu Kian Santang. C. Peninggalan Kabuyutan adalah suatu tempat atau kawasan yang dianggap suci dan biasanya terletak di lokasi yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya, biasanya di bekas daerah kabuyutan juga ditemukan situs-situs megalitik (batu-batuan purba) dan peninggalan masa prasejarah (http://kamussunda.com).



Begitu



pula



halnya



dengan



Kabuyutan



Ciburuy



yang



merupakan sebuah tempat yang berada di kaki Gunung Cikuray dan menyimpan peninggalan-peninggalan masa lampau. Secara warisan tulisan, terdapat peninggalan kitab yaitu berupa AlQur’an. Adapun peninggalan lainnya yaitu, peninggalan berupa tempat seperti tempat yang dijadikan untuk menyatukan umat, bangsa, dan budaya yang disebutkan persujudan atau tempat mencari ilmu dan dijadikan salah satu tempat yang dijadikan simbol untuk menyatukan umat, agama, dan budaya. Tempat persujudan tidak mempermasalahkan unsur perbedaan paham ataupun berbeda cara karena kembali ke tempat masing-masing dapat diterapkan melalui cara ataupun budaya. Menurut juru kunci Kabuyutan Ciburuy, Bapak Ujang Suryana, terdapat peninggalan berupa naskah kuno yaitu naskah-naskah Sunda di Kabuyutan Ciburuy yang tersimpan di sebuah bangunan yang disebut Bumi Padaleman. Bumi Padaleman merupakan salah satu bangunan di Situs Kabuyutan Ciburuy selain Rumah Adat Patamon (bangunan untuk menerima



tamu dan tempat tinggal juru kunci), Saung Lisung (bangunan untuk menumbuk padi), dan Leuit (bangunan untuk menyimpan padi). Naskahnaskah Sunda tersebut di Padaleman disimpan dalam tiga buah peti berukuran besar.



Gambar 5 Keropak Berbahan Kayu Sumber : amadi.unpad.ac.id



Peti-peti tersebut disimpan di ruangan kedua pada bangunan Bumi Padaleman. Di ruangan yang berukuran kira-kira 3 m x 3 m tersebut peti-peti ini ditempatkan di pojok kiri atas. Tepatnya peti-peti tersebut berada pada sebuah tempat yang memiliki ketinggian sekitar 1,5 meter dari lantai bangunan. Di dalam peti-peti tersebut, naskah tidak disimpan secara langsung namun naskah-naskah yang berupa lempiran-lempiran daun lontar dan nipah disimpan dalam kotak-kotak kecil yang disebut koropak. Di dalam peti, koropak-koropak naskah tersebut satu-persatu dibungkus dengan kain kafan yang ukurannya sekitar 1 m x 1 m. Pembungkusan koropak dengan kain kafan berdasarkan pengamatan tidak melalui cara khusus hanya dibungkuskan agar seluruh bagian koropak tertutup kain. Kain kafan tersebut menurut juru kunci akan diganti bila kondisinya sudah rusak. Artinya selama kondisinya masih baik atau tidak rapuh kain-kain kapan pembungkus koropak akan tetap digunakan sebagai pembungkus koropak. Sementara itu, koropak-koropak yang digunakan untuk menyimpan naskah di Kabuyutan Ciburuy ada yang terbuat dari kayu yang dipahat sedemikian rupa hingga membentuk kotak kecil yang pada bagian dalamnya muat untuk naskah. Koropak dari kayu ini juga dihiasi oleh ukiran pada



bagian muka atas koropaknya. Kemudian ada juga koropak yang terbuat dari triplek (kayu tipis berlapis). Koropak berbahan triplek ini tidak dihiasi dengan ukiran dan bentuknyapun sangat sederhana. Terdapat 3 peti yang menyimpan koropak-koropak dengan isi tertentu: 1. Peti I berisi 11 buah koropak (seluruh koropaknya terbuat dari tripleks). 2. Peti II berisi 6 buah koropak (seluruh koropaknya terbuat dari kayu yang dipahat). 3. Peti III berisi 4 buah koropak (seluruh koropaknya terbuat dari kayu), 4 bundel naskah dengan penjepit kayu (tanpa koropak) dan beberapa benda, yaitu peso pangot, kujang, gunting, bingkai kacamata, genta, cawan besi, dudukan tobak dan trisula dua buah. Bila dijumlahkan total koropak yang ada di Kabuyutan Ciburuy berjumlah 21 buah ditambah 4 bundel naskah dengan penjempit kayu (tanpa koropak). Salah satu isi naskah kuno Kabuyutan Ciburuy adalah naskah yang dinamakan “Amanat Galungung” yang berisi : Hana Nguni Hana Mangke Tan Hana Nguni tan Hana Mangke Aya Ma Baheula Henteu Tu Ayeuna Hanteu Ma Aheula Hanteu Tu Ayeuna Hana Tunggak Hana Watang Tan Hana Tunggak Tan Hana Watang Hana Ma Tunggukna Aya Tu Watangna Artinya : Bila ada dahulu ada sekarang Bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang Karena ada masa silam maka ada masa kini Bila tiada masa silam maka tak akan ada masa kini Ada Tonggak tentu ada batang Bila tak ada tonggak maka tak akan ada batang



Gambar 6 Peninggalan Situs Kabuyutan Ciburuy Sumber : Juru Kunci Situs Kabuyutan Ciburuy, 2018



D. Gambaran Umum dan Akses Jalan Situs Kabuyutan Ciburuy berada di Desa Pamalayan memiliki luas wilayah mencapai 296,143 Ha dan terbagi menjadi 15 RW. Kemudian sebagian besar wilayah Desa Pamalayan ini digunakan sebagai tanah kebun dan tanah kehutanan yang mencapai sekitar 67 persen dari luas wilayah desa. Desa yang berpenduduk 5.585 jiwa ini secara umum telah memiliki fasilitas jalan umum sehingga dapat ditempuh baik dengan kendaraan roda dua maupun dengan kendaraan roda empat. Namun, desa jarak dengan jarak 5 km dari kantor kecamatan dan 17 km dari kantor kabupaten ini pada saat penelitian dilakukan kondisi jalannya kurang baik.



Gambar 7 Akses Jalan Menuju Situs Kabuyutan Ciburuy Sumber : Observasi Kelompok , 2018



Sebelum memasuki Kawasan Kabuyutan Ciburuy akan terjadi penyempitan jalan di Jalan Cigedug dengan lebar jalan 5m ke Jalan Ciburuy dengan lebar jalan 2,5-3,5m. Lamanya perjalanan dari jalan Cigedug ke Situs Kabuyutan Ciburuy selama 12 menit dengan menggunakan mobil pribadi. Sebelum sampai di Situs Kabuyutan Ciburuy dari arah Barat pengunjung akan disambut oleh sebuah gapura yang berjarak 500m dari lokasi situs. Kemudian disepanjang perjalanan menuju Kabuyutan Ciburuy pengunjung juga akan melihat hamparan kebun dan perumahan warga. Situs kabuyutan Ciburuy memiliki jarak sepanjang 17,4 km dari Kota Garut. Akses jalan menuju lokasi studi dapat dilalui oleh kendaraan bermotor. Lebar jalan di Situs Kabuyutan Ciburuy ini dapat dilalui mobil sebesar lebar mobil minibus. Untuk melewati jalur menuju Situs Kabuyutan Ciburuy, perlu melewati jalan yang penuh bebatuan dan cukup terjal dan disertai sulitnya mendapatkan informasi untuk dapat pergi ke situs ini.



Selain melalui jalur barat bila ingin mengunjungi Kabuyutan Ciburuy juga bisa melalui jalur timur. Untuk masuk dari gerbang Timur pengunjung dapat menggunakan jalan Desa Ciburuy. E. Sistem Pengetahuan, Religi, dan Tabu 1. Religi Dalam urusan keyakinan, masyarakat tidak dikhususkan untuk memeluk agama tertentu, baik agama islam, agama hindu, ataupun agama budha semuanya mempunyai hak untuk mengikuti acara tradisional di Situs Kabuyutan Ciburuy. Perbedaan suku dan agama tetap mengacu pada istilah Bhinneka Tunggal Ika agar tidak terjadi perpecahan atau perselisihan paham meskipun berbeda adat ataupun berbeda cara berbakti. Hal ini dikarenakan perbedaan sudah ada sejak jaman dulu hingga jaman sekarang dikarenakan adat atau budayanya dan dari leluhur atau dari nabinya tidak sama. Seperti dari jaman Nabi Isa, Nabi Musa, hingga nabi terakhirnya tidak sama. 2. Sistem pengetahuan a. Alat Elektronik Tidak ada alat elektronik seperti televisi. Hal ini dikarenakan adanya masalah perkembangan jaman sebab situs ini membutuhkan alat bantu seperti komputer untuk menyimpan data-data barang peninggalan yang ada berada di Situs Kabuyutan Ciburuy agar dapat menjaga keaslian dengan mempunyai inventaris melihat wujud tulisan, warna, ataupun bentuk. Televisi tidak ada bukan karena dilarang



oleh



adat



istiadat.



Akan



tetapi,



dikhawatirkan



menyelewengkan aturan seperti perubahan kegiatan beraktivitas sehari-hari yang biasanya rajin ibadah, kerja, belajar, semenjak adanya televisi menjadi keseringan untuk menonton televisi. b. Pemilihan juru kunci Pemilihan kuncen atau juru kunci berdasarkan keturunan tetapi tidak setiap keturunan bisa menjadi juru kunci, namun hanya yang mendapat ilham atau mimpi yang mampu untuk menjadi juru kunci. Juru kunci pada saat ini yaitu Yana Mulayan yang merupakan keturunan ke-149.



3. Tabu Ada kepercayaan yang dipegang teguh yakni, tukuh (tradisi) yang disebut Tukuh Ciburuy. Salah satu tukuh yang dipegang kuat adalah tidak menerima pengunjung pada hari Selasa dan Jumat. Tradisi tidak menerima siapapun pada hari Selasa dan Jumat merujuk pada jaman dulu bahwa dua hari tersebut sering dipergunakan untuk kegiatankegiatan internal. Selasa adalah waktu yang dipakai untuk pertemuan (musyawarah), sedangkan Jumat untuk peribadatan (Jumatan) umat muslim. Selain tukuh pantang menerima pengunjung pada hari Selasa dan Jumat, ada beberapa tukuh lain yang hingga saat ini terus diterapkan di situs yang berada di kaki Gunung Cikuray tersebut. Salah satu tukuh utama yang selalu dilaksanakan adalah membersihkan barang-barang yang tersimpan di tempat tersebut, terutama barang-barang berupa senjata seperti keris, peso, bedog, cupu, seledang, dan sejenisnya. Barang-barang tersebut setahun sekali, setiap Upacara Seba yang jatuh pada hari Rabu terakhir bulan Muharam dalam penanggalan Hijriyah, dikeluarkan untuk dibersihkan. Barang-barang itu dibersihkan oleh sang kuncen tidak dengan sembarang minyak, melainkan dengan buah kaliki. Buah tersebut dikeringkan dan digoreng kering hingga benar-benar gosong, kemudian dipakai untuk menggosok barang-barang yang harus dibersihkan setiap satu tahun sekali. Setiap hari Rabu dan Minggu ke tiga bulan Muharam sekitar pukul setengah delapan malam waktu setempat, selalu diadakan Upacara Seba, yang merupakan upacara syukuran kepada orang-orang yang berkedudukan tinggi ilmu dan wawasannya dengan disertai penyerahan sesuatu yang baik. Pada setiap perayaan Upacara Seba pula ada tukuh yang dipercaya harus selalu ada, yakni 3 macam penganan khas setempat, berupa ladu, ulen, dan wajit. Meskipun secara umum ketiga jenis penganan tersebut ada di setiap daerah di Jawa Barat, rasa dan cara pengolahannya berbeda. Ladu, ulen, dan wajit tersebut dibuat dari jenis beras ketan asli yang dihasilkan di tempat tersebut. Penghitungan hari di daerah ini pun berbeda yaitu dimulai dari jam 4 sore bukan dari jam 1 pagi seperti biasanya.



F. Tradisi, Aktivitas, Sosiologi, dan Ekonomi 1. Ritual Seba Upacara Seba merupakan upacara yang dilaksanakan pada tanggal 1 Muharam untuk memperingati atau “perayaan ulang tahun untuk leluhur”.



Pakaian yang dipakai saat upacara seba ini berwarna putih



mulai dari ikat kepala hingga celana berlaku untuk laki-laki maupun perempuan. Dalam memakai pakaian khusus ini hanya boleh dipakai satu lapis kain dalam kata lain masyarakat adat benar-benar memakai sehelai kain putih tanpa memakai dalaman. Upacara Seba dilakukan di dalam Bumi Padaleman ,bangunan semi permanen yang berukuran 10 x 10 meter persegi. Prosesi awal kuncen atau juru kunci membuka dan mengeluarkan benda pusaka dari tempatnya wangi dupa dan bunga yang dibawa kuncen memenuhi ruangan. Setelah proses pembukaan naskah dan benda



pusaka



dilanjutkan



dengan



pembersihan



benda



pusaka



menggunakan air doa yang telah ditaburi bunga tujuh rupa. Dan diakhiri dengan makan bersama dan membagikan sesaji kepada masyarakat. Adapun sesaji yang di bagikan kepada masyarakat berupa 3 macam olahan ketan putih seperti ulen,wajit dan ladu. Selain itu manik tumpeng (tumpeng bodas), anclak, dan pamarab atau hasil panen. Hal yang unik dari pembuatan sesaji atau makanan wajib upacara seba ini adalah semua bahan makanan wajib disiram air termasuk bumbu dapur yang akan dipakai. Dalam proses pembuatannya pun tidak boleh dicicipi.



Gambar 8 Persiapan Upacara Seba Sumber:www.kompasiana.com



2. Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat setempat disana masih didominasi sebagai petani, peternak dan penjual hasil perkebunan. Hasil tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat tersebut meskipun ada sebagian orang yang memilih untuk memilih pekerjaan di kota sebagai supir, pembantu rumah tangga, dan lainnya. G. Tata Pemukiman Lokal Kabuyutan Ciburuy secara keseluruhan pada awalnya memiliki luas sekitar 7 Ha namun pada saat penelitian ini dilakukan luasanya tinggal sekitar 1 Ha. Wilayah tersebut dikelilingi dengan pagar kawat berduri sehingga bisa dengan mudah dibedakan dengan wilayah lainnya di Desa Pamalayan. Secara topografi, letak Situs Kabuyutan Ciburuy memang sangat ideal sebagai sebuah padepokan. Situs yang saat ini berbentuk replika ini memiliki 6 bagian utama dengan bentuk bangunan panggung yang mirip dengan bangunan-bangunan tradisional di berbagai daerah di Jawa Barat. Keenam bagian tersebut terdiri dari Saung Lisung, Leuit, Patamon, Padaleman, Pangalihan, dan Pangsujudan. Keenam bangunan itu merupkan wujud atau disimbolkan dari rukun iman dalam agama Islam yang berjumlah 6 rukun, yakni Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitab-Kitab Allah, Iman kepada Rasul, Iman kepada Hari Kiamat, Iman kepada Qada dan Qadar. Bangunan-bangunan tersebut berada dalam satu areal seluas 600 meter persegi. Konsep Tritangtu khas bangunan adat Sunda di Kabuyutan Ciburuy dengan pola pikirnya masyarakat peladang yang mengenal dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah Adapun gambarannya dapat dilihat pada sketsa sederhana berikut :



Gambar Konsep Tri Tangtu Dalam Bangunan Adat Sunda Sumber : dok Kelompok, 2018



Dunia Atas atau yang disebut Buana Nyungcung (atas), adalah bagian atap bangunan, lebih sakral, lebih tinggi, lebih suci, basah, tertutup, dan sebagai lambang perempuan. Dunia Tengah atau yang disebut Buana Pancatengah (tengah), adalah badan bangunan yang didalamnya terdapat ruangan untuk laki-laki maupun perempuan. Ruangan tersebut ada yang khusus untuk laki-laki, khusus perempuan dan ada juga ruangan untuk keduanya. Bagian tengah ini dinamakan paradoks, yaitu perpaduan dua bagian yang berbeda yaitu kaki dan atap. Dunia Bawah atau yang disebut Buana Larang (bawah lebih bersifat terbua, kotor, dan sebagai simbol laki-laki. Sebagaimana halnya kaki bangunan adat ini, karena bangunan ini berupa bangunan panggung maka yang dimaksud dengan kaki bangunannya adalah lawang (kolong) bawah bangunan. Kolong itu terbuka, tanpa dinding, kotor, kering, tempat menyimpan peralatan praktis laki-laki.



Gambar Lokasi Situs Kabuyutan Ciburuy dan Penggunaan Lahan



Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



Bangunan Situs Kabuyutan Ciburuy dan beberapa menghadap ke Gunung Cikuray, Garut. Masyarakat Sunda percaya Gunung sebagai symbol kosomologis yang membentuk poros sakral dan di sucikan. Leluhur Sunda selalu meletakkan sesuatu hal yang dianggap suci di tempat



yang



lebih



tinggi.



Selain



disebabkan



kenyamanan



dan



menghindari kebisingan suara, leluhur Sunda mempunyai kepercayaan bahwa kegiatan yang mulia jika dilaukan di tempat yang tinggi, hal itu dianggap dekat dengan Hyang (Tuhan) , (Darsa, 2015).



Gambar Denah Sederhana Kabuyutan Ciburuy Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



Gambar Konsep Tritangtu di Situs Kabuyuta Ciburuy Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



Beberapa bangunan di Kabuyutan Ciburuy memiliki fungsi masingmasing yaitu : 1)



Rumah Adat Patamon Rumah Adat Patamon atau biasa disebut Bumi Patamon



merupakan tempat untuk menerima tamu dan pusat informasi. Biasanya tempat ini sering dijadikan juga sebagai pusat masyarakat sekitar kabuyutan untuk mempersiapkan upacara adat seperti mempersiapkan peralatan, seserahan, dan melakukan ritual sebelum dilakuan upacara adat.



Gambar Bumi Adat Patamon Sumber : Hasil Dokumen kelompok 2019



Gambar Sketsa Bumi Adat Patamon Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



Gambar Dalam Bumi Pantamon Sumber : Hasil Dokumentasi kelompok, 2019



Gambar Denah Sederhana Bumi Pantamon Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



2) Saung Lisung Saung Lisung biasa digunakan oleh masyarakat sekitar situs ini sebagai tempat untuk menumbuk padi dan juga tempat mengajar bagi anak-anak setempat. Masyarakat setempat biasa melakukan tumbuk padi yang sudah diperoleh dari hasil pertanian.



Gambar Saung Lisung Sumber : Hasil Dokumen Kelompok 2019



Gambar Sketsa Bumi Saung Lisung Sumber : Hasil Pengolahan Kelompok, 2019



3) Pangalihan Untuk menyimpan benda pustaka atau benda keramat, tempat untuk menyimpan pagar, jadi maksudnya pada bulan muharam pagar yang mengelilingi Bumi Padaleman harus diganti sebelum diganti pagar itu terlebih dahulu harus disimpan di Bumi Pangalihan.



Gambar Sketsa Bumi Pangalihan Sumber :Hasil Dokumentasi Kelompok, 2019



4) Leuit Leuit adalah lumbung padi untuk menyimpan padi yang biasanya disumbangkan oleh penduduk sekitar sertelah mereka panen.



Gambar Sketsa Leuit Sumber :Hasil Dokumentasi Kelompok, 2019



Gambar Sketsa Leuit Sumber :Hasil Dokumnetasi Kelompok, 2019



5) Tempat Pangsujudan Tempat pangsujudan, yaitu berupa batu-batu yang merupakan tempat bertapa dan tempang pangsujudan K.H Mustofa.



Gambar



Tempat Pangsujudan Sumber :Hasil Dokumentasi, 2019



6) Bumi Padaleman Bumi Padaleman, untuk menyimpan benda-benda pusaka yang berupa naskah kuno daun lontar dan nipah, juga terdapat kujang, untuk menyimpan benda yang berupa senjata tajam seperti keris, kujang, trisula, dan alat-alat kesenian yaitu Goong Renteng yang menjadi cikal bakal kesenian degung sekarang. Dikeluarkan setiap pada Bulan Muharram dan dimandikan dengan menggunakan kembang tujuh rupa serta penduduk sekitarnya pun harus menggunakan baju adat.



Gambar Bumi Padaleman Sumber :tamankejahatan.blogspot.com



DAFTAR PUSTAKA Disbudpar. 2007. Dokumentasi Naskah Lontar Kabuyutan Ciburuy, Garut : Disbudpar Metode Observasi Lapangan Kelompok Mata Kuliah Tata Permukiman Lokal, Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Islam Bandung



TATA PERMUKIMAN LOKAL DI SITUS KABUYUTAN CIBURUY, DESA PAMALAYAN, KECAMATAN BAYONGBONG ,KABUPATEN GARUT Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Permukiman Lokal Semester III Tahun Akademik 2019 / 2020



Oleh : Hana Syarifah Firdaus



10070317048



Saska Shafira Rizkia



10070317050



Muhammad Fauzan Razan



10070317085



PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2020 M / 1441 H