Skenario 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kelompok 6



SKENARIO 2 Oh punggungku...



ANGGOTA Kelompok 6



NADIYA ALIFA NUR ISTIQOMAH



1910911220036



ANASTASIA LARASATI



1910911220038



SYAHRATUL ASHFIA NASRI SRI YULFA WAHYUNI NORHANA



ANNISA FITRIA CHAERANY



SHAHIBA INAYATI MAGHFIRA FASYA NUR ADILAH



M. FARID ALWAN ZAKY



DARU SETYA ANANTASISNA NOVENTRI ANDIKA



M. RAIHAN NURABIZAR



BERNARDUS NATHAN GESON



1910911220037



1910911220040 1910911220041



1910911220044 1910911220013



1910911220016 1910911210023



1910911210026 1910911210029 1910911310034



1910911310036



Oh punggungku... Seorang wanita, usia 67 tahun, dibawa ke IGD RS dengan keluhan nyeri punggung bawah hebat, yang sudah dialami 1 bulan yang lalu, dan nyeri semakin memberat 1 minggu terakhir. Sebulan yang lalu pasien pernah jatuh terduduk yang mengakibatkan timbulnya nyeri yang hebat pada punggung bawah. Pasien sudah sering merasakan nyeri punggung sejak 5 tahun terakhir namun dirasakan ringan. Pasien adalah buruh cuci sekaligus ibu rumah tangga yang sering jongkok berdiri berulang. Menurut pengakuan pasien, berawal dari 5 tahun yang lalu saat pasien sedang mencuci baju dan ketika hendak mengangkat cucian penderita merasakan nyeri di punggung, sejak itu penderita mulai merasakan sakit punggung bawah seperti ditusuk-tusuk yang ringan yang bersifat hilang timbul. Nyeri hilang setelah meminum obat penghilang nyeri yang didapatnya dari dokter puskesmas. Sejak 6 bulan terakhir, nyeri punggung bertambah hebat dan dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Sejak saat itu aktifitas pasien menjadi berkurang dan tidak bisa berdiri lama. Nyeri tidak bertambah saat batuk, mengejan atau bersin. Pasien menyangkal adanya kelemahan atau baal pada anggota gerak. Demam dan gangguan buang air kecil maupun gangguan buang air besar disangkal. Pasien telah menopause sejak usia 50 tahun. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta memutuskan penatalaksanaan untuk pasien ini.



Daftar Pertanyaan



1. Apa yang menyebabkan nyeri punggung bawah bertambah dan progresif pada pasien 2. Mengapa derajat nyeri bertambah berat saat terjadi trauma pada pasien? 3. Struktur apa yang terganggu? 4. Apa saja pemeriksaan fisik yang harus dilakukan? 5. Mengapa dokter harus menanyakan riwayat nyeri tidak diperparah oleh mengejan, batuk atau bersin? 6. Riwayat penunjang apa yang harus dilakukan? 7. Apa hubungan menopause pada kasus pasien? 8. Mengapa dokter harus menanyakan riwayat kelemahan dan baal pada pasien 9. Mengapa pasien sulit berdiri lama dan derajat aktivitasnya berkurang? 10. Tindakan preventif dan edukasi apa yg seharusnya dilakukan di faskes primer jika ada pasien dengan keluhan LBP?



Analisis Masalah



1. Apa yang menyebabkan nyeri punggung bawah bertambah dan progresif pada pasien



Salah satu yang menyebabkan LBP pada pasien semakin berat adalah usia (67 tahun). Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya LBP karena berhubungan dengan penurunan fungsi-fungsi tubuh terutama tulang sehingga menjadi tidak elastis seperti saat muda. Faktor lain yang mempengaruhi adalah riwayat pasien jatuh terduduk. Berdasarkan penyebabnya, LBP bisa terjadi akibat trauma komponen keras. Akibat trauma karena jatuh dapat terjadi fraktur kompresi di vertebra torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur kompresi dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang patologik hanya dengan dikarenakan trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari kursi pendek), kolumna vertebralis yang sudah osteoporotik mudah mendapat fraktur kompresi. Makin tua ada resiko, penyebab lain yaitu sikap duduk yang tidak sesuai sehingga dapat meningkatkan nyeri punggung sehingga membuat tubuh menjadi mudah lelah dan jika berlangsung dlm jangka panjang akan terjadi kelelahan pada organ tsb. Wanita juga mengalami menopause yang menyebabkan kepadatan tulang berkurang. Masa kerja juga berpengaruh, masa kerja >10 th berpengaruh thdp penyakit LBP. Karena menopause juga berpengaruh dala ketahanan tulang. Ketegangan melakukan pekerjaan tanpa istirahat dapat berdapak pada LBP, ditaabah dengan masa kerja dan beban pekerjaan itu juga dapat memperparah penyakit pasien.



2. Mengapa derajat nyeri bertambah berat saat terjadi trauma pada pasien?



Secara fungsional, usia pasien yang bertambah menurunkan kemampuan tulang untuk menahan patah. Karena populasi yang menua di dunia mengalami lebih banyak patah tulang osteoporosis dari waktu ke waktu, dampak dari cedera ini pada pasien dan masyarakat semakin meningkat. Salah satu kemungkinan nyeri yang timbul akibat osteoporosis sering menyebabkan tubuh lebih kaku untuk bergerak, sehingga berdampak negatif terhadap keseimbangan. Kondisi ini sering menyebabkan jatuh, yang bisa menyebabkan gangguan tulang atau bahkan fraktur, sehingga menciptakan siklus nyeri yang lebih parah karena patah/gangguan pada tulang. Asal nyeri ini dirasakan hampir setiap hari terutama bila penderita bergerak atau bangun dari duduk dan tidur. Selain itu, riwayat terjatuh juga dapat menyebabkan trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau bahkan kematian



3. Struktur apa yang terganggu? Tulang belakang adalah struktur yang kompleks. Bagian posterior cenderung lebih lunak dibandingkan bagian anterior. Bagian posterior dihubungkan satu sama lain oleh sendi facet. Sendi facet dan sendi sacroiliaca dilapisi oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, serta ligamen elastis yang berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari tulang belakang. Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteum vertebrae, duramater, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur ini dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf. Nucleus pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri dalam situasi yang normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal merupakan struktur yang paling peka terhadap gerakan dan mudah mengalami trauma .



4. Apa saja pemeriksaan fisik yang harus dilakukan? Pada pemeriksaan fisik dilakukan 3 hal penting yakni : Inspeksi/look : Deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), dan bengkak. Palpasi/feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler dibagian distal Palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal meliputi : pulsasi arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler, dan sensasi. Gerakan/moving : adanya keterbatasan pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma ditempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, dan pelvis. Pada pasien politrauma pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS, meliputi airway, breathing, dan circulation Perlindungan terhadap femur dilakukan sampai cedera femur dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.



5. Mengapa dokter harus menanyakan riwayat nyeri tidak diperparah oleh mengejan, batuk atau bersin? Untuk mempermudah diagnosa keluhan pasien dan menentukan pengobatan apa yang bisa diberikan pada pasien. Karena jika pasien mengeluhkan riwayat nyeri yang diperparah dengan keluhan lain kemungkinan besar mengalami Herniasi tulang belakang, Contoh kasus yang sering mucul dari keadaan ini adalah hernia nucleus pulposus (HNP) dengan gejala khas berupa nyeri punggung yang semakin berat saat beraktivitas, mengejan, batuk ataupun bersin. Pada perkembangannya nyeri punggung pada HNP juga dapat disertai dengan nyeri pinggul, paha, tungkai, dan gangguan saraf lain seperti rasa kesemutan atau rasa tebal pada kaki.



6. Riwayat penunjang apa yang harus dilakukan? Rontgen atau CT scan, untuk melihat dengan lebih jelas kondisi tulang yang patah Tes darah, untuk mengetahui kadar sel-sel darah, kadar elektrolit, dan kadar hormon, termasuk hormon tiroid, paratiroid, esterogen, dan testosteron Tes bone mass density (BMD), untuk melihat tingkat kepadatan tulang dan menentukan risiko terjadinya patah tulang



COVID-19 | 2020



7. Apa hubungan menopause pada kasus pasien? Wanita yang sudah memasuki masa menopause memiliki risiko hingga 4 kali lebih besar mengalami gangguan pada tulang. Perubahan hormon, terutama hormon estrogen mempengaruhi risiko seorang wanita mengalami gangguan tulang, seperti osteoporosis, osteoarthritis, hingga patah tulang belakang. Sepanjang hidup, tulang secara berkala akan mengalami pembentukan kembali (remodelling) yang digambarkan melalui proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh osteoblas. Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut, mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6(IL-6)dan Tumor Necrosis FactorAlpha (TNF-α), merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Selain itu, estrogen menghambat interaksi antara receptor activator nuclear factor kappa B (RANK) dan ligannya (RANKL) yang diperlukan untuk diferensiasi sel osteoklas. Estrogen juga dapat menginduksi apoptosis dan kematian osteoklas sehingga dapat secara langsung menurunkan aktivitas resorpsi. Di lain pihak estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGFβ (Transforming Growth Factor-β) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas. Transforming Growth Factor β (TGF-β) juga satu-satunya faktor pertumbuhan yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Pada wanita menopause terjadi ketidakseimbangan proses tersebut, karena menurunnya fungsi gonad, terutama sekresi estrogen. Berakibat pada meningkatnya laju resorpsi tulang, sehingga terjadi gangguan struktur mikroskopis tulang dan terjadi pengurangan massa tulang secara menyeluruh. Hal ini yang meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada tulang.



8.Mengapa dokter harus menanyakan riwayat kelemahan dan baal pada pasien Untuk membantu diagnosis penyakit yang dialami oleh pasien. Kelemahan anggota gerak bisa disebabkan oleh lesi upper motor neuron dan motor unit. Lesi upper motor neuron dibagi lagi menjadi lesi di cortex, subkorteks, brainstem, dan spinal cord. Lesi motor unit dibagi dari spinal motor neuron, spinal root, saraf tepi, neuromuscular junction, dan otot. 1. Lesi cortex dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan, massa intrinsik baik primer maupun metastasis pada tumor atau abses cerebri, massa ekstrinsik misalnya pada SDH, dan penyakit degeneratif. 2. Lesi subcortex dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan, massa intrinsik baik primer maupun metastasis pada tumor atau abses cerebri, imunologik pada kasus multipel sklerosis, dan proses infeksi. Lesi pada brainstem dapat disebabkan oleh iskemia dan proses imunologik misalnya pada kasus multiple sclerosis. 3. Lesi spinal cord dapat disebabkan oleh kompresi ekstrinsik misalnya spondilosis, metastasis kanker, abses epidural; proses imunologi misalnya multipel sklerosis, myelitis; infeksi, misalnya pada AIDSassociated myelopathy, HTLV-I associated myelopathy, tabes dorsalis; dan defisiensi nutrisi yang menyebabkan degenerasi subakut dari spinal cord.



9. Mengapa pasien sulit berdiri lama dan derajat aktivitasnya berkurang? Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan wanita tersebut sulit berdiri lama dan derajat aktivitasnya berkurang: 1. Usia Usia diatas 40 tahun adalah masa dimana tubuh sudah mulai mengalami proses degenerasi atau penurunan fungsi tubuh. Penurunan lean body mass (otot, organ ubuh, tulang) disertai perubahan metabolisme pada lansia akan menimbulkan rasa lelah dan lemah karena terjadinya atrofi. Ditambah dengan pekerjaan pasien sebagai buruh cuci yang mengharuskan untuk melakukan jongkok dan berdiri secara berulang. 2. Hormon Seperti yang telah disebutkan bahwa pasien ini telah mengalami menopause yang mana kadar hormon terutama estrogen mengalami penurunan. Padahal estrogen merupakan agen yang paling berpengaruh dalam menjaga keseimbangan remodeling tulang. Estrogen sebagai agen resorptif yang bekerja terutama dengan menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. 3. Sudah ada penyakit yang mendasari seperti osteoporosis, osteoarthritis, atau rheumatoid arthritis 4. Bisa terdapat dislokasi hingga fraktur akibat riwayat jatuhnya



10. Tindakan preventif dan edukasi apa yg seharusnya dilakukan di faskes primer jika ada pasien dengan keluhan LBP? Yang pertama kita lakukan ialah, edukasi. Kita edukasi kan kalau semisal pasien LBP ini sudah termasuk kedalam red flag, yellow flag atau green flag. hal ini berfugsi untuk membuat pasien lebih aware dengan penyakitnya. Jadi kalau ada tanda-tanda lebih serius tentang penyakitnya segera diobati. Kemudia dapat kita ajarkan kepada pasien posisi tubuh yang benar saat duduk, berdiri dan lainnya. Agar rasa nyeri yang dirasakan tidak terlalu kentara. Preventifnya ini bukan untuk mencegah penyakitnya tidak timbul lagi, tapi lebih ke mencegah supaya penyakit yang sekarang atau low back pain ini tidak selalu bertambah derajat keparahannya. Karena salah satu faktor low back pain adalah usia tua dan penyakit seperti osteoporosis atau HNP itu karena faktor resikonya, yaitu usia tua juga. Kita bisa kasih tahu kepada pasien faktor risiko apa saja yang masih bisa dimodifikasi dan juga yang sudah tidak bisa dimodifikasi dari low back pain. Contoh dari faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi seperti usia, gender, atau riwayat trauma. Kemudian faktor resiko yang bisa dimodifikasi seperti obesitas, aktivitas, pekerjaan dan lainnya. Dari sini kita bisa peringatkan tentang faktor risiko yang bisa dimodifikasi supaya pasien bisa lebih tahu penyakitnya dan tidak memperparah sakitnya serta bisa merubahnya. Tujuan kita saat seorang pasien datang dalam keadaan seperti ini sebenarnya bukan menyembuhkan total penyakitnya, tapi untuk memperbaiki kualitas hidup pasien ini. Cara memperbaiki kualitas hidupnya itu seperti mencegah penyakit itu lebih ke derajat yang lebih parah dan juga kronis. Jadi, saat pasien LPB yang sudah ada nyeri ringan, selain kita obati menggunakan medikamentosa (untuk mengurangi gejala nyeri dan memaksimalkan kenyamanan pasien), kita ingatkan juga untuk menghindari faktor resiko yang bisa dimodifikasi. Contohnya : tidak mengangkat beban berat, tidak berolahraga dengan intens tinggi yang bisa memudahkan cedera otot/tulang, dan tidak melakukan posisi duduk atau berdiri atau aktivitas yang toidak sesuai dengan alignmentnya. Dan kalau pasien datang dengan kondisi yang sudah parah atau red flag, serta terapi konservatif kita gagal dan tidak ada membaik dalam 2-4 minggu, maka kita jangan lupa juga untuk merujuk pasien ke PPK 2 atau Faskes II.



Hasil Pemeriksaan



GCS 465 TD 100/60, Nadi 80x/menit , Suhu 36 BB 45, TB 145 Thoraks dan Abdomen : DBN Leher dan Kepala : DBN Ekstremitas : DBN Look : Deformitas (+) Massa dan kemerahan (-) Feel : Nyeri tekan/tenderness setinggi Th XI-L 1 ROM terbatas Hb 13,5, leukosit 6300, kolesterol 160mg/dL, GDP 90 g/dL



Pohon Masalah Diagnosis Kerja : Osteoporosis



SASARAN BELAJAR



DEFINISI



Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Osteoporosis tidak menimbulkan keluhan kecuali jika sudah terjadi fraktur. Lokasi yang paling sering terjadi fraktur pada osteoporosis adalah vertebra, leher femur (collum femoris), dan tulang gelang tangan (fraktur Colles). (Noor, Zairin. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal)



Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan massa tulang yang rendah, kerusakan jaringan tulang, dan gangguan mikroarsitektur tulang: dapat menyebabkan penurunan kekuatan tulang dan peningkatan risiko patah tulang. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang paling umum pada manusia, mewakili masalah kesehatan masyarakat yang utama. Ini adalah silent disease sampai patah tulang terjadi, yang menyebabkan masalah kesehatan sekunder yang penting dan bahkan kematian (An overview and management of osteoporosis. European Journal of Rheumatology.2017)



ETIOLOGI Keadaan usia mencapai 60 tahun rata - rata menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Pada usia ini terjadi penyempitan rongga diskus yang dapat menurunkan kemampuannya untuk melindungi tulang belakang. Seiring bertambahnya usia saraf - saraf punggung bawah juga akan mengalami proses degeneratif dan otot mulai mengalami penurunan elastisitas yang menyebabkan kekakuan otot berujung pada penghimpitan saraf dan akhirnya menimbulkan nyeri punggung bawah. Hal ini ditunjang dengan kemampuan otot wanita lebih rendah dibanding pria dan pada wanita terjadi proses menopause yang dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang (penurunan kadar kalsium dalam tulang) akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri punggung bawah.



EPIDEMIOLOGI Secara global, penderita osteoporosis terdapat di seluruh belahan dunia. Rasio fraktur osteoporotik populasi usia >50 tahun yakni pada wanita 1 di antara 2 orang sedangkanpria 1 di antara 5 pria. Sekitar 9 juta fraktur timbul pada osteoporosis, dengan fraktur tersering pada tulang pinggul, diikuti pergelangantangan, vertebra dan humerus. Sama seperti prevalensi osteoporosis, dengan meningkatnya usia, kejadian patah tulang juga meningkat secara dramatis di antara orang tua. Individu yang pernah mengalami patah tulang memiliki resiko dua kali lipat mengalami patah tulang di masa depan dibandingkan dengan mereka yang belum pernah mengalami patah tulang. (International Osteoporosis Foundation, 2013) Indonesia : Audit IOF melaporkan bahwa 43.000 patah tulang pinggul terjadi pada pria dan wanita berusia di atas 40 tahun pada tahun 2010. Penelitian oleh Puslitbang Gizi Kemenkes RI pada 2005, didapatkan angka prevalensi osteopenia 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%, artinya 2 dari 5 penduduk indonesia memiliki resiko terkena osteoporosis. Peningkatan angka osteoporosis pada perempuan 2 kali lebih besar daripada pria. Pada tahun 2013, prevalensi osteoporosis di indonesia pada perempuan 50-70 tahun dan usia >70 tahun berturut-turut 23% dan 53%. (Info Datin Osteoporosis Kemenkes RI 2020) Di kalimantan selatan sendiri, angka paling tinggi terjadinya kasus osteoporosis pada tahun 2017, 2018, dan 2019 terjadi di Banjarmasin, yaitu dengan angka 218, 117, dan 1675 kasus. (Dinkes Prov. Kalsel per 23 okt 2020)



KLASIFIKASI



Menurut Riggs and Melton (1983) Osteoporosis Primer a. Tipe 1 Osteoporosis pada wanita pasca menopause b. Tipe 2 Osteoporosis senil /penuaan (1)Dapat terjadi pada pria maupun wanita diatas sekitar 70 atau 75 tahun dimana BMD (bone mass density) menurun secara gradual terhadap pertambahan usia ; (2) Hilangnya jaringan tulang terkait penuaan ; (3) Fraktur yang terjadi biasanya berlokasi di korteks dan trabekular tulang ; (4) Fraktur yang terjadi biasanya melibatkan tulang belakang (vertebra), pergelangan tangan (colles) dan tulang pangkal paha/pinggul (hip). Osteoporosis Sekunder Osteoporosis oleh penyakit, efek samping obat, kondisi yg mengakibatkan kelainan tulang. Contohnya : 1. Nutrisi : Malabsorpsi, malnutrisi 2. Penyakit Inflamasi : rheumatoid, ankylosing spondylitis 3. Penggunaan obat-obatan : kortikosteroid yang berkepanjangan (penurunan massa tulang dengan cepat), konsumsi alkohol yang berlebihan 4. Penyakit endokrin: Hiperparatiroid, hipogonadisme 5. Penyakit keganasan: multiple myeloma, karsinomatosis 6. Dan yang lain : immobilisasi dan merokok.



KLASIFIKASI Selain osteoporosis primer dan sekunder ada lagi pengelompokannya : Oteoporosis pada laki-laki Osteoporosis pada laki-laki, seringkali kurang diperhatikan dibandingkan dengan osteoporsis pada wanita. Pada dewasa muda, insidens fraktur ternyata lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita; hal ini dihubungkan dengan insidens trauma yang lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Dengan bertambahnya umur, insidens fraktur pada panggul makin meningkat, tetapi peningkatan insidens fraktur pada laki-laki lebih lambat 5-10 tahun dibandingkan wanita. Pada laki-laki, dengan bertambahnya umur, maka tulang kortikal akan makin menipis, tetapi penipisan ini tidak secepat pada wanita, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause. Selain itu, pada laki-laki kehilangan massa tulang lebih bersifat penipisan, sedangkan pada wanita lebih diakibatkan oleh kehilangan elemen trabekula dari tulang pada laki-laki juga lebih besar daripada wanita. Osteoporosis Idiopatik (juvenile idiopatik) Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada usia kanak-kanak (juvenil), usia remaja (adolesen), pria usia pertengahan. Biasanya kadar nutrisi dan kadar hormonal dalam tubuh mereka normal saja. Sampai sekarang belum diketahui penyebabnya serta jarang ditemukan kasus ini. Obat-obatan dan terapi yang diberikan biasanya cocok untuk orang dewasa atau orang tua. Seain itu mereka harus menghindari aktivitas fisik yang mampu mrmbuat tulang mereka retak. Bantuan seperti tongkat penyangga kadang dibutuhkan oleh anak-anak ini Jadi, kalau Berdasarkan dari skenario kita, pasien termasuk ke dalam klasifikasi osteoporosis primer tipe 1. Yang terjadi pada wanita pasca menopause dan sesuai dengan identifikasi dari skenario kita, yakni pasien telah mengalami menopause.



KLASIFIKASI



Menurut WHO, klasifikasi diagnostik osteoporosis ada 4, menggunakan T-score. T-score adalah perbandingan nilai BMD (Bone Matrix Density) pasien dengan BMD rata-rata pada orang muda normal, dinyatakan dalam skor deviasi standard. T-score paling umum digunakan dalam diagnosis osteoporosis. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat pada usia 30 tahun. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat pada usia 30 tahun. Normal dengan T- score >-1, Osteopenia dengan T-score antara -1 dan -2,5 Osteoporosis dengan T- score 71 yo Osteoporosis: A Review of Treatment Options. Kristie N. Tu, et al. P T. 2018 Feb; 43(2): 92–104.



PENCEGAHAN



Kekuatan tulang dan tingkat potensi risiko terhadap osteoporosis ditentukan oleh gen Anda. Namun faktor gaya hidup seperti pola makan dan olahraga juga dapat berdampak kepada seberapa sehat kualitas tulang Anda. Pencegahan osteoporosis akan memberikan Anda infomasi tentang olahraga-olahraga sederhana yang dapat Anda lakukan. Olahraga 2–3 jam tiap pekan Penderita osteoporosis sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli kesehatan sebelum melakukan olahraga untuk memastikan apakah aktivitas tersebut tepat untuk dilakukan. Melatih kaki dan lutut Latihan menggunakan beban dalam berat yang tidak berlebihan sangat penting untuk meningkatkan kepadatan tulang dan membantu mencegah osteoporosis. Orang yang berusia di atas 60 tahun juga dapat memperkuat tulang mereka dengan olahraga, seperti jalan cepat atau bermain badminton berdurasi pendek. Menerapkan pola makan sehat Jika gaya hidup atau pola makan sehat Bersahabat dengan sinar matahari pagi Paparan sinar matahari yang cukup dapat membantu tubuh memproduksi vitamin D secara alami. Menghentikan kebiasaan buruk Berhenti merokok dan membatasi konsumsi minuman beralkohol



KOMPLIKASI 1. Fragility Fracture Fraktur ini terjadi akibat dari energi kekuatan rendah yang tidak cukup untuk mematahkan tulang normal. Lokasi yang paling umum untuk fraktur ini adalah tulang belakang, pinggul, panggul, humerus proksimal, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Tergantung pada lokasi fraktur dan karakteristik pasien, fraktur fragilitas dapat muncul sebagai kejadian akut yang atau sebagai bagian dari perjalanan kronis yang akhirnya menyebabkan ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. - Vertebral Compression Fracture (VCF) Fraktur kompresi vertebra sangat umum pada pasien dengan osteoporosis. Pada osteoporosis yang parah, tulang kortikal dan trabekular dari badan vertebra melemah ke titik di mana aktivitas sederhana seperti mengubah posisi, mengangkat benda ringan, atau bahkan bersin dapat menyebabkan patah tulang. Sebagian besar kasus terjadi pada pasien tanpa gejala. Ketika bergejala, pasien osteoporosis dengan VCF mengalami nyeri punggung akut dengan atau tanpa radikulopati.



KOMPLIKASI - Hip Fractures Fraktur pinggul tetap menjadi fraktur fragilitas yang paling serius dalam hal morbiditas dan mortalitas. Patah tulang pinggul pada pasien dengan osteoporosis sering disebabkan oleh jatuh. Sebagian besar patah tulang ini terjadi pada wanita berusia 65 tahun atau lebih, dengan atau tanpa diagnosis osteoporosis sebelumnya. 2. Komplikasi Fraktur Fraktur fragilitas berhubungan dengan morbiditas yang signifikan. Diperkirakan 740.000 kematian per tahun terkait dengan patah tulang pinggul. WHO juga menyatakan bahwa 50% kejadian patah tulang panggul dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup dan dapat meningkatkan angka kematian. Kematian terkait dengan patah tulang pinggul meningkat seiring bertambahnya usiadan lebih besar pada mereka dengan status fungsional prefraktur yang buruk dan penyakit penyerta. Kematian ini juga bisa terkait dengan adanya infeksi dan tromboemboli. Merokok, BMD rendah, dan body sway juga merupakan prediktor kematian pasca-fraktur pada wanita, seperti juga tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah pada pria.



KOMPLIKASI 3.



Komplikasi Terapi Bifosfonat Bifosfonat secara langsung menghambat fungsi osteoklas dan menghentikan pergantian tulang. Dua efek samping klinis utama yang terkait dengan terapi bifosfonat adalah osteonekrosis rahang dan fraktur femur atipikal. Hal ini diduga terkait dengan tingkat resorpsi tulang yang sangat ditekan dan penurunan mineralisasi. Dalam fisiologi tulang normal, pembebanan menyebabkan akumulasi kerusakan mikro pada tulang. Kerusakan mikro seperti itu biasanya akan merangsang remodeling tulang. Penekanan pergantian tulang yang berkepanjangan melalui terapi bifosfonat diyakini berperan dalam kerentanan tulang-tulang ini untuk patah.



PROGNOSIS Prognosis osteoporosis tergantung pada kecepatan diagnosis serta ketepatan dan kepatuhan pasien menjalani pengobatan. Peningkatan kepadatan massa tulang dapat tercapai dengan pengobatan yang tepat sehingga risiko fraktur juga berkurang. Pada pasien yang mengalami fraktur osteoporosis, komplikasi berupa disabilitas hingga kematian mungkin terjadi. Prognosis umum bonam. Quo Ad Vitam : bonam Quo ad fungsionam : dubia ad bonam Quo ad sanationam : Dubia ad malam



terima kasih.