Spektroskopi Fluoresensi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • niluh
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah yang berjudul “Spektroskopi Fluoresensi” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Pemisahan dan Pengukuran. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang



membangun



dari



pembaca



demi



kesempurnaan



makalah



ini.



Makassar, 13 April 2017



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkancahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materitersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajariinteraksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi mengacukepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-teori strukturmateri serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern, definisispektroskopi berkembang seiring teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasielektromagnetik dan non-elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang radio,elektron, fonon, gelombang suara, sinar x dan lain sebagainya. Spektroskopi umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau yangdiserap. Alat untuk merekam spektrum disebut spektrometer. Spektroskopi jugadigunakan secara intensif dalam astronomi dan penginderaan jarak jauh. Kebanyakanteleskop-teleskop besar mempunyai spektrograf yang digunakan untuk mengukurkomposisi kimia dan atribut fisik lainnya dari suatu objek astronomi atau untuk mengukur kecepatan objek astronomi berdasarkan pergeseran Doppler garis-garisspektral. Salah satu jenis spektroskopi adalah spektroskopi fluoresensi atom (AFS). Spektroskopi Fluoresensi merupakan suatu metode yang didasarkan padapenyerapan energi oleh suatu materi sama seperti metode spektroskopi lainnya.Bedanya terletak pada energi yang dibebaskannya setelah terjadi peristiwa pengujaan(eksitasi). Dengan Spektroskopi Fluoresensi, energi yang dipancarkan lebih kecil darienergi untuk eksitasi, karena sebagian energi yang digunakan misalnya untuk getaran(vibrasi), Akibat panjang gelombang untuk eksitasi berbeda dengan panjanggelombng untuk pancaran (emisi) dan perubahan panjang gelombang.



1.2 Tujuan Tujuan



dari



makalah



ini



untuk



mengetahui



pengertian



dari



SpektroskopiFluoresensi, alat yang digunakan, prinsip penggunaannya, manfaat (penerapan), dankelebihan serta kekurangan dari Spektroskopi Fluoresensi. 1.3 Rumusan Masalah 1. Pengertian dari Spektroskopi Fluoresensi 2. Alat yang digunakan Spektroskopi Fluoresensi 3. Prinsip Spektroskopi Fluoresensi 4. Manfaat dari Spektroskopi Fluoresensi 5. Kelebihan serta kekurangan dari Spektroskopi Fluoresensi.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Fluoresensi adalah emisi cahaya setelah penyerapan sinar ultraviolet (UV) atau cahaya tampak oleh molekul fluoresensi atau substruktur disebut fluorophore. Dengan demikian, fluorophore menyerap energi dalam bentuk cahaya pada panjang gelombang spesifik dan membebaskan energi dalam bentuk cahaya yang dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih tinggi. Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena prosesabsorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (deeksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S 1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik. Fluoresensi spektroskopi menggunakan foton energi yang lebih tinggi untuk merangsang sampel, yang kemudian akan memancarkan foton energi yang lebih rendah. Teknik ini telah menjadi populer untuk biokimia dan aplikasi medis, dan dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, fluoresensi mentransfer resonansi energi, dan pencitraan fluoresensi seumur hidup. Spektroskopi Fluoresensi Atom. Pada metode ini seperti pada spektroskopi absorpsi atom untuk membentuk partikel-partikel atom diperlukan nyala api. Energi radiasi yang diserap oleh partikel atom akan dipancarkan kembali ke segala arah sebagai radiasi fluoresensi dengan panjang gelombang yang karakteristik. Sumber radiasi ditempatkan tegak lurus terhadap nyala api sehingga hanya radiasi fluoresensi yang dideteksi oleh detektor setelah melalui monokromator. Intensitas radiasi fluoresensi ini berbanding lurus dengan konsentrasi unsur.



2.2 Alat yang digunakan Kandungan senyawa kimia baik yang berupa bahan alam atau sintetik perlu diketahui secara kualitatif dan kuantitatif untuk dapat digunakan di berbagai bidang seperti industri kimia, industri farmasi dan untuk bahan penelitian. Sebagai langkah awal untuk mengetahui kandungan–kandungan tersebut adalah dengan mengisolasi dengan pemisahan kromatografi. Langkah selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi dan menganalisa komponen-komponen yang telah terpisah tersebut. Cara identifikasi yang sering digunakan adalah biasanya secara proses kimia atau dilakukan dengan spektroskopi UV dengan metode spektroskopi serapan. Metode identifikasi diatas dirasa kurang cepat dan kurang praktis. Untuk itu diusulkan suatu cara baru yang dapat mengatasi permasalahan diatas, yaitu identifikasi berdasarkan analisa spektrum fluoresensi yang diemisikan oleh molekul akibat disinari dalam daerah uv-visible. Dalam metode spektroskopi Fluoresensi ini, alat yang digunakan disebut dengan Spektrofotometer Fluoresensi. Komponen-komponen yang penting dari suatu instrumen untuk pengukuran flourosensi ditunjukan dalam gambar di bawah ini, perhatikan bahwa komponen (sumber, monokromator, dan sebagainya) yang sama terdapat juga dalam spektrofotometer. Berikut adalah instrumennya : Dasar set-up untuk sebuah alat untuk mengukur kondisi mapan fluoresense ditampilkan pada Gambar 1.



Gambar 1. Rangkaian Alat Spektroskopi Terdiri dari sumber cahaya (biasanya xenon atau lampu merkuri), sebuah monokromator / atau filter untuk memilih panjang gelombang eksitasi; tempat sampel; detektor, yang mengubah cahaya yang dipancarkan ke listrik sinyal, dan unit untuk pembacaan data dan analisis.



Gambar 2. Spektofluorometer Pengukuran



intensitas



fluoresensi



dapat



dilakukan



dengan



suatu



fluorometer filter sederhana. Fluorometri adalah suatu metode analisis yang erat hubungannya dengan spektrofluorometri. Energi yang di serap oleh molekul untuk transisi elektronik ke level energi yang lebih tinggi harus dilepaskan kembali pada waktu kembali ke level energi terendah. Energi yang dilepaskan ini dapat berupa panas dan untuk beberapa molekul tertentu sebagian dari energi yang diserap dipancarkan kembali berupa cahaya (fluoresensi). Komponen-komponen yang penting sekali dari suatu instrumen untuk pengukuran fluoresensi ditunjukkan dalam bagan. Perhatikan bahwa komponen (sumber, monokromator, dan sebagainya, yang sama terdpat juga dalam spektrofotometer. Namun, perhatikan bahwa ada dua monokromator dan bahwa pancaran sampel dimonitor oleh detektor dengan arah 90



° C terhadap berkas



pengeksitasi. (Instrumen yang sebenarnya dapat memiliki bentuk luar yang agak berbeda daripada bentuk bagian dalam lewat penggunaan cermin-cermin untuk mengirim berkas-berkas ke arah yang menghemat ruang, namun konfigurasi tegak lurus itu dipertahankan pada sel sampel). Alat bantu seperti lensa-lensa untuk meneruskan radiasi pengeksitasi dan radiasi terpancar agar efisien lewat sistem, tidaklah ditunjukkan dalam gambar itu dan mungkin segi-segi lain seperti motor penggerak monokromator penyusur juga dihilangkan.



Sumber



Monokromator atau filter



Sampel



Monokromator atau filter



Detektor



Penguat



Pembacaan



Sumber Sumber serbaguna yang terbaik adalah lampu busur xenon. Listrik yang tak bermuatan diawali oleh pengionan bervolume tinggi dari beberapa atom Xe, setelah mana arus terpelihara dengan sendirinya pada sekitat 7,5 A dari 20 V arus setelah (150 W). Tekanan cukup tinggi untuk melebarkan garis pancaran Xe menjadi suatu pita (kontinum) yang berguna untuk eksitasi dalam daerah UVtampak turun sedikit di atas 200 nm. Bagian ruangan lampu biasanya didinginkan oleh suatu kipas, udara yang mengalir keluar mengandung ozon akibat radiasi ultraviolet terhadap O2, ozon ini harus dibuang dengan baik karena sifat racunnya. Suatu sumber alternatif yang kadang-kadang digunakan adalah lampu uap merkurium, yang memancarkan suatu pita yang berimpit dengan garis-garis pancaran Hg. Skematik penyinaran dan terjadinya sinyal fluoresensi adalah seperti diperlihatkan pada gambar berikut.



Gambar 3. Skema Penyinaran



Pemilihan Panjang Gelombang Instrumen yang tersedia sangat beranekaragam ditilik dari harga dan kecanggihannya. Dalam beberapa model yang tidak mahal, yang dirancang untuk beberapa penetapan di mana eksitasi ultraviolet menimbulkan fluoresensi di daerah tampak dengan intensitas tinggi, hanya diberikan filter-filter sederhana. Instrumen-instrumen penelitinan menggunakan monokromator, umumnya dari tipe kisi, sehingga baik eksitasi maupun pancaran dapat dikarakterisasikan dengan baik. Ini memberikan keluwesan yang maksimal untuk analisis sampel kombinasi yang khusus dari panjang gelombang eksitasi dengan pemonitoran pancaran yang selektif terhadap panjang gelombang, memberikan suatu kesempatan untuk membeda-bedakan beberapa komponen. Instrumen Monokrom Instrumen ini lebih baik, dilengkapi dengan susunan automatis baik dari panjang gelombang, eksitasi maupun panjang gelombang pancaran, dengan perekaman grafis dari isyarat detektor. Asasnya adalah sebagai berikut. Andaikan kita sedang mengembangkan suatu metode baru untuk menetapkan suatu senyawa berpendar tertentu. Dalam ruang gekap, kita sinarkan lampu ultraviolet yang kita pegang pada suatu larutan senyawa itu dan kita lihat pancaran pijar kebiruan. Maka monokromator antara sampel dan detektor dalam gambar disetel pada panjang gelombang dalam daerah biru spektrum itu, misalnya 450 nm. Sekarang kita gunakan motor penggerak pada monokromator eksitasi untuk merekam isyarat detektor sebagai fungsi dari panjang gelombang pengeksitasi. Katakan kita memperoleh suatu grafik yang menunjukkan isyarat maksimal pada 260 nm. Maka kita setel monokromator



eksitasi pada 260 nm dan kita menentukan



beberapa pita pancaran dengan yang terbesar pada 428 nm. Sekarang, jika kita adalah manusia yang konservatif, mungkin kita ulangi proses itu menyetel monokromator pancaran pada 428 nm dan tentukan ulang panjang gelombang pada sisi pancaran. Kita akan berakhir dengan panjang gelombang eksitasi dari pancaran yang oktimal, dan dengan penyetelan inikita siap untuk mengukur respon detektor sebagai suatu fungsi konsentrasi dengan sederet larutan standar dengan sederat larutan yang tak diketahuinya



Deteteksi Radiasi Instrumen penelitian telah dirancang meskipun belum muncul serta komersial, yang dalam waktu sekejap menghasilkan perangkat data tiga dimensi. Keluaran menunjukkan suatu perukaan perangkat data tiga dimensi. Keluaran menunjukkan suatu permukaan intensitas pendaran yang dibangun atas dasar panjang gelombang eksitasi dan panjang gelombang pancaran. Setelah itu komputer berkerja terhadap barisan numerik padanannya, yang disebut suatu EEM atau matriks eksitasi-emisi untuk memperagakan hasil analitis, bahakan juga untuk campuran mikrokomponen yang berpendar. Karena responnya yang baik dalam daerah UV-tampak, biasanya digunakan tabung pengganda foto sebagai detektor. Pembacaan isyarat detektor yang dikatakan dapat melibatkan suatu volt meter, suatu rekaman pada tinta dari tegangan vs waktu (yang adalah voltase vs panjang gelombang dalam suatu susunan spektral) atau suatu pembacaan dari dalam suatu komponen antarmuka. 2.3



Prinsip Dasar Spektroskopi Flourometri Prinsip-prinsip umum dapat diilustrasikan dengan diagram Jablonski



(Veberg, 2006), seperti yang ditunjukkan pada Gambar di bawah. Menurut diagram Jablonski energi emisi lebih rendah dibandingkan dengan eksitasi. Ini berarti bahwa emisi fluoresensi terjadi pada panjang gelombang yang lebih tinggi dari penyerapan (eksitasi). Perbedaan antara eksitasi dan panjang gelombang emisi dikenal sebagai pergeseran Stoke.



Gambar 4. Proses Emisi Langkah pertama (1) adalah eksitasi, di mana cahaya diserap oleh molekul, yang ditransfer ke keadaan tereksitasi secara elektronik yang berarti bahwa sebuah elektron bergerak dari keadaan dasar singlet, S 0, ke keadaan singlet



tereksitasi S1’. Ini diikuti dengan relaksasi getaran atau konversi internal (2), dimana molekul ini mengalami transisi dari elektronik atas ke yang lebih rendah S1, tanpa radiasi apapun. Akhirnya, emisi terjadi (3), biasanya 10 - 8 detik setelah eksitasi, ketika kembali elektron kekeadaan dasar lebih stabil, S0, memancarkan cahaya pada panjang gelombang yang sesuai dengan perbedaan energi antara kedua tingkat elektronik. Dalam molekul, masing-masing kondisi elektronik memiliki beberapa kondisi bagian getaran terkait. Dalam keadaan dasar, hampir semua molekul menempati tingkat vibrasi terendah. Eksitasi dengan sinar UV atau terlihat, adalah mungkin untuk mempromosikan molekul yang tertarik ke salah satu tingkat getaran beberapa tingkat tereksitasi secara elektronik yang diberikan. Ini berarti bahwa emisi fluoresensi tidak hanya terjadi pada satu panjang gelombang tunggal, melainkan melalui distribusi panjang gelombang yang sesuai untuk transisi vibrasi beberapa sebagai komponen dari transisi elektronik tunggal. Inilah sebabnya mengapa eksitasi dan spektrum emisi diperoleh untuk menggambarkan secara rinci karakteristik molekul fluoresensi 1. Luminesensi. Yaitu emisi fotons dari keadaan tereksitasi elektronik. Terdapat dua tipe luminesensi antara lain : a. Relaksasi dari keadaan eksitasi singlet excited (Fluoresensi) b. Relaksasi dari keadaan eksitasi triplet (Fosforesensi) 2. Keadaan singlet dan triplet stated. Yaitu keadaan dasar dua elektron perorbital. Keadaan eksitasi singlet : elektron pada orbital tinggi memiliki arah spin berlawanan relatif terhadap elektron dalam orbital lebih rendah. Keadaan eksitasi triplet : elektron valensi tereksitasi secara spontan berbalik arah spinnya. Proses ini disebut intersystem crossing. Elektron dalam kedua orbital sekarang memiliki arah spin yang sama. 3. Jenis emisi Dimana fluoresensi kembali dari keadaan eksitasi singlet ke keadaan dasar, tidak memerlukan perubahan arah spin. Fosforesensi yaitu kembali dari keadaan eksitasi triplet ke keadaan dasar, elektron perlu perubahan arah spin. Laju emisi fluoresensi beberapa tingkat lebih cepat dari pada fosforesensi. Proses fluorosensi dalam keadaan tereksitasi, elektron akan di promosikan ke orbital anti-bonding menjadikan atom dalam ikatan kurang kuat terikat sehingga bergeser ke kanan kurva energi potensial S 1 akibatnya elektron



terpromosikan ke level energi vibrational eksitasi S1 lebih tinggi dari pada level vibrational dalam keadaan dasar. Deteksi vibrational berlangsung lewat tabrakan intermolekul pada skala waktu 10-12 s (lebih cepat dari pada proses fluoresensi). Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hνA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Waktu yang dibutuhkan untuk proses tersebut kurang dari 1 piko detik.



Gambar 5. Proses Fluoresensi dan Fosforesensi Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10 -1 ns, kemudian atom tersebut akan melepaskan sejumlah energi sebesar hνf yang berupa cahaya. Karenanya energi atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium). Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 berdasarkan prinsip Frank-Condon.



2.4 Proses Fluoresensi Tingkat Energi Molekuler



Secara keseluruhan susunan tingkatan energi molekular terdiri dari bagian yang berasal dari rotasi molekul, vibrasi atom serta keadaan elektroniknya. Oleh karena itu enegi total molekul adalah jumlah dari kontribusi energi elektronik, energi vibrasi dan energi rotasi. Secara matematik energi total dari molekul adalah seperti persamaan dibawah. E total = E el. + E vib. + E rot. Dengan: E el. = energi elektronik dari molekul E vib = energi vibrasi antara atom dari molekul E rot. = energi rotasi dari molekul Secara hirarki hubungan antara energi level diatas ditunjukkan pada Gambar 5. berikut ini.



Gambar 5. Energi Level Molekular Jika molekul dalam suatu pelarut disinari dengan cahaya dalam daerah cahaya tampak atau uv maka absorbsi cahaya akan menyebabkan transisi molekul terjadi antara energi elektronik yang berbeda, frekuensi dari rumus Plank adalah, h ν = Δ E = E’ – E’’ = ( E’el.-E’’el ) + ( E’vib – E’’vib ) + ( E’rot – E’’rot ) Absorbsi dan emisi fluoresensi pada sampel molekul



Jika molekul menyerap energi gelombang elektromagnetik dalam daerah ultraviolet atau visible maka molekul tersebut akan tereksitasi kepada tingkat elektronik yang lebih tinggi. Multiplicity M didefinisikan sebagai berikut; M = 2S + 1 Dimana S = bilangan spin quantum dari molekul Untuk kebanyakan molekul organik S = 0, karena molekul mempunyai jumlah elektron genap, jadi pada energi paling bawah semua electron mempunya pasangan spin, sehingga multiplicity menjadi : M = 1 Hal ini disebut singlet state. Pada ground state singlet didefinisikan sebagai So, dan level pertama dan kedua eksitasi singlet state disebut S 1 dan S2 masing-masing. Secara kualitatif proses absorpsi dan emisi untuk molekul organik dapat dilukiskan dengan menggunakan diagram tingkat energi Jablonski seperti diperlihatkan pada Gambar 6. di bawah. Dalam fasa padatan (condensed-phase) molekul yang tereksitasi dengan cepat akan melepaskan kelebihan energi vibrasinya berupa panas. Hal ini terjadi akibat tumbukan antara molekul organik dengan molekul pelarut dalam proses relaksasi vibrasional (vibrational relaxationVR) pada tingkat tereksitasi S2. Kemudian akan terjadi proses konversi internal (internal convertion – IC), yaitu perpindahan molekul dari tingkat eksitasi S 2 dasar menuju tingkat eksitasi S1 yang setara. Pada tingkat eksitasi S 1 akan terjadi pula proses relaksasi vibrasi hingga mencapai tingkat dasar S1. Seluruh proses relaksasi vibrasi dan konversi internal ini terjadi dalam waktu sangat singkat, berkisar sekitar 10-12 detik. Dari tingkat tereksitasi S1 dasar, molekul akan meluruh kembali menuju tingkat dasar S0 dengan memancarakan photon. Proses emisi radiasi ini disebut fluoresensi. Pada umumnya emisifluoresensi mempunyai usia dalam orde nano detik (10-9 sampai 10-7 detik).



Gambar 6. Proses Absorbsi dan Emisi Fluoresensi pada Energi Level Jablonski Ringkasan Proses Eksitasi dan Deeksitasi S0 - Sn absorption Sn - S1 internal conversion (10-11 - 10-14 sec) S1 - S0 + h fluorescence (10-7 - 10-9 sec) S1 - Tn intersystem crossing (10-8 sec) S1 - S0 internal conversion (10-5 - 10-7 sec) T1 - S0 + h phosphorescence (10 - 10-3 sec) T1 - S0 internal conversion (10 - 10-3 sec) Proses Absorpsi Proses absorpsi yang mengarah ke fluoresensi biasanya mencakup suatu transisi elektronik π-π* dalam suatu molekul organik. Proses tersebut ditunjukkan dalam diagram tingkat energi yang disederhanakan dalam gambar 1. Tingkattingkat rotasi ditiadakan dari dalam diagram ini; dalam fase-fase mampat seperti larutan yang biasa kita gunakan, tingkat-tingkat ini “teroles-habis” oleh molekulmolekul di sekitarnya dan bagaimanapun mereka tidak akan dipisah-pisahkan oleh kebanyakan instrument dalam kasus tertentu. Radiasi yang diserap oleh molekul ditandai dengan hvex dalam proses ini, yang agaknya berlangsung tak lebih lama dari 10-15 detik, sebuah electron dinaikkan dari keadaan elektronik dasar ke suatu keadaan tereksitasi. Hokum Bouguer-Beer menguraikan situasi serapan itu. Dalam



gambar 1., kita ditunjukkan semua transisi eksitasi sebagai berasal dari tingkat vibrasi dasar dari tingkat elektronik terendah. Ini sesuai dengan kenyataan; pada temperature kamar, molekul yang tak-terperturbasi(tak terganggu) akan berada dalam keadaan elektronik dasar semua, dan di sini tingkat vibrasi terendah sejauh itu akan paling banyak dihuni. Meskipun demikian, transisi dapat terjadi ke berbagai tingkat vibrasi dari keadaan elektronik tereksitasi, tergantung pada energi yang eksak dari foton-foton yang diserap. Transisi-transisi ini digambarkan oleh perangkat di tengah (dari) anak panah lurus dalam gambar itu. Dalam fasa cair, energi vibrasi yang berlebih biasanya dibuang dengan cepat melalui tabrakan dengan molekul-molekul pelarut, suatu proses yang disebut relaksasi vibrasi (pengenduran secara getaran). Transisi tak radiatif seperti ini ditunjukkan oleh anak panah bergelombang bertandah RV. Jadi, pancaran berpendar lazimnya melibatkan suatu transisi energi antara tingkat vibrasi terendah dari keadaan elektronik tereksitasi dan keadaan elektronik dasar, seperti ditunjukkan oleh perangkat di kanan dari anak panah yang diberi tanda hv ex, meskipun kebanyakan molekul selanjutnya akan mengendur secara tak radiatif ke tingkat vibrasi yang terbawah.



Gambar 7. Emisi Fluoresensi Eksitasi juga dapat menaruh molekul dalam keadaan elektronik yang lebih tinggi lagi, seperti ditunjukkan oleh bagian kiri dari gambar itu. Kadang-kadang tingkat vibrasi terendah dari keadaan elektronik tereksitasi tertinggi dan tingkat



vibrasi tertinggi dari keadaan elektronik tereksitasi-pertama energinya sepadan. Molekul-molekul dalam keadaan elektronik



yang lebih



tinggi,



setelah



pengenduran ke tingkat vibrasi terendah, kemudian dapat pindah ke tingkat vibrasi berenergi sama dari keadaan elektronik tereksitasi-pertama, suatu proses yang disebut konversi dalam, yang ditunjukkan oleh anak panah bergelombang bertandakan IC. Kemudian mereka mengendur ke tingkat vibrasi terendah dari keadaan elektronik tereksitasi pertama itu sebelum pancaran berpendar. Jadi sekali lagi, meskipun eksitasinya lebih berenergi, pancaran berpadan dengan transisi yang sama, yakni dari tingkat vibrasi terendah dari keadaan elektronik tereksitasi pertama ke berbagai tingkat dari keadaan elektronik dasar. Hasil netto prosesproses ini biasanya berupa pancaran berpendar dengan frekuensi lebih panjang (atau panjang gelombang lebih panjang) daripada frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi pengeksitasinya. Deaktivasi molekul tereksitasi Merupakan suatu proses kembalinya molekul yang tereksitasi ke keadaan asas (dari S1 atau T ke S0) : 



Pengendoran vibrasi (Vibrational velaxation = VR)







Konversi didalam (Internal Conversion = IC)







Pradisosiasi







Disosiasi







Konversi keluar







Lintasan antar system (Inter system Crossing = IX)







Pemadaman sendiri (selfquenching = SQ)







Fluoresensi (F)







Fosforisensi (P)



Pengendoran vibrasi (Vibrational velaxation = VR)







Perpindahan energi vibrasi dari molekul yang tereksitasi







Molekul yang tereksitasi kehilangan energi eksitasi vibrasionalnya (lewat tumbukan) menjadi keadaan vibrasional S2







Terjadi sangat cepat (10-3) detik







Dapat terjadi pada tingkat energi elektronik tereksitasi atau azas



Konversi di dalam (Internal Conversion = IC)







Perpindahan energi dalam 1 molekul







Elektron pindah dari tingkat energi elektronik yang lebih tinggi ke tingkat energi elektron yang lebih rendah tanpa memancarkan sinar (S2 atau T2







à



S1



à T1)



Dapat terjadi jika kedua tingkat energi elektronik tersebut berdekatan, sehingga terjadi tumpang tindih diantara tingkat energi vibrasi



Pradisosiasi







Kelanjutan IC







Perpindahan electron dari suatu tingkat energi elektronik tereksitasi (mis S2) ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dari tingkat energi elektronik tereksitasi yang lebih rendah



Disosiasi 



Putusnya suatu ikatan dalam molekul karena menyerap energi sinar tanpa didahului peristiwa konversi kedalam







Elektron ikatan terlepas



Konversi keluar







Perpindahan energi elektronik akibat antaraksi molekul yang tereksitasi dengan molekul lain







Tidak ada pemancaran sinar







Energi yang dipindahkan adalah energi elektronik



Lintasan antar system (Inter system Crossing = IX)







Pembalikan arah spin elektron yang tereksitasi dari tereksitasi SINGLET (S) menjadi TRIPLET (T)







dapat mudah terjadi jika tingkat energi vibrasi dari S overlapping dengan tingkat energi vibrasi dari T







Terjadi pada molekul dengan berat molekul tinggi



Pemadaman sendiri (selfquenching = SQ) 



Intensitas fluoresensi berkurang







Terjadi akibat tabrakan-tabrakan antar molekul sendiri







Adanya pemadam akan menginduksi deeksitasi dari suatu molekul analit yang tereksitasi sehingga tidak ada sinar yang diemisikan







Contoh : Oksigen bagi senyawa poliaromatis hidrokarbon



Fluoresensi (F)







Pemancaran sinar dari S1 à



S0







Waktunya amat singkat (10-8) detik







Jika eksitasi dihentikan,fluoresensi terhenti







Emisi foton sama nilainya dengan energi ang diserap oleh suatu molekul.



Fosforesensi (P)







Peroses sutu molekul melangsungkan suatu transisi (emisi) dari tingkat triplet ke tingkat dasar.







Pemancaran sinar dari T1 à S0







Waktunya lebih lama (10-4 detik)







Jika eksitasi dihentikan,fosforisensi masih dapat berlangsung







Biasanya didahului oleh L.A.S.



Efesiensi Fluoresensi Bilangan yang menyatakan perbandingan mol yang berfluoresensi dan jumlah total mol yang tereksitasi (min = 0 dan max = 1)



Catatan Indeks : K



= Tetapan Laju



F



= Fluoresensi



IC = Konversi didalam EC = Konversi keluar IX = Lintasan antar system PD = Pradisosiasi D



= Dissosiasi



Faktor Lingkungan



= KIC, KEC dan KIX



Faktor Struktur Kimia = KF, KPD dan KD Hubungan Intensitas Fluoresensi (PF) dengan kadar PF adalah proporsional dengan jumlah molekul yang tereksitasi :



dimana : PF = Intensitas fluoresensi Qf = Effisiensi fluoresensi P0 = Intensitas yang dikenakan pada sample P = Intensitas setelah mengenai sample Menurut Hukum Lambert-Beer Jika persamaan 3 dikembangkan dalam suatu seri maka



Jika  bc kecil maka



Qf = Effisiensi fluoresensi (nilainya tetap) Po = Intensitas awal (nilainya tetap) Σ = Absorptivitas molar (nilainya juga tetap) b = Tebal kuvet (nilainya juga tetap) Sehingga persamaan menjadi : Pf



= (Nilai tetap QF, Po, Σ dan b) c = Kc



Jadi intensitas fluoresensi yang terbaca berbanding langsung dengan kadar Faktor-faktor yang berpengaruh pada fluoresensi 1. Temperatur (Suhu) a. EF berkurang pada suhu yang dinaikkan b. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan mol pelarut c. Energi akan dipancarkan sebagai sinar



fluoresensi diubah menjadi bentuk lain misal : EC 2. Pelarut a. Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah, karena dalam pelarut polar b. Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4, C2H5I) maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan spin dengan gerakan orbital elektron ikatan à mempercepat LAS maka intensitas menjadi berkurang 3. pH pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic Phenolat



Phenol



λ eks = 285



λ eks = 310



λ em = 365



λ em = 410



Int



Int



= 18



= 10



4. Oksigen terlarut Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan



menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang sebab : a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa b. Oksigen mempermudah LAS 5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur yang rigid (kaku) mempunyai intensitas yang tinggi Fluoren



Bifenil



EF = 0,20 Adanya



-CH2-



pada



fluoren



menyebabkan



strukturnya



lebih



kaku Waktu Relaksasi: Perbedaan antara Fluoresensi dan Fosforesensi Biasanya pancaran perpendaran terjadi sangat cepat, barangkali dari sekitar 10-9 hingga 10-7 detik setelah absorpsi dari foton pengeksitasinya. Dengan instrument biasa, pengamatan fluoresensi berhenti ketika eksitasinya dipadamkan. Tetapi ada pengecualian. Dalam keadaan dasar, kebanyakan molekul organik (radikal bebas merupakan kekecualian) memiliki electron dalam jumlah genap dan mereka semua berpasangan spinnya. Tetapi mungkin bahwa sebuah electron membalik spinnya bila molekul itu tereksitasi. Sebuah molekul dalam situasi ini mempunyai suatu perangkat baru pada tingkat-tingkat energi tereksitasi, yang tak



ditunjukkan pada diagram dari gambar 1. Suatu transisi dari keadaan eksitasi dengan spin tak-berpasangan ke keadaan dasar, di mana semua spin electron harus berpasangan, tidaklah mungkin ada. Jadi usia keadaan tereksitasi itu jauh lebih panjang daripada dalam fluoresensi biasa, katakana dari 10 -4 setik ke 10 detik atau bahkan lebih panjang, dan kemusian pancaran dapat bertahan selama waktu yang cukup panjang setelah eksitasi diputus. Gejala ini disebut fosforesensi. Karena penundaan waktu ini, makin besar peluang diseksitasi tak radiatif oleh tabrakan molekul dan jarang diamati fosforesensi yang cukup berarti dalam larutan-larutan di dekat temperature kamar; biasanya fosforesensi dikaji dengan melarutkan molekul organik dalam pelarut yang memadat menjadi “kaca” yang tegar pada temperature mendekati -200 °C. tetapi, akhir-akhir ini ada pengamatan yang menarik terhadap fosforesensi pada temperature kamar, oleh molekul-molekul yang tergabung dalam agregat berstruktur yang disebut misel (micelles) yang dibentuk oleh surfaktan “dalam larutan air”. Idealnya hubungan antara konsentrasi, c, dari molekul berpendar dalam larutan dan daya sinar dipancarkan, Pem, akan linear: Pem = kc “tetapan” k sebenarnya mewakili suatu campuran yang rumit dari beberapa faktor. Karena hanya radiasi terserap yang mungkin dapat menginduksi fluoresensi, daya sinar masuk merupakan faktor penting, dan aka nada nilai- ɛ dan panjang garis sinar; akan termsuk juga di dalamnya suatu faktor yang memberikan berapa besar fraksi molekul tereksitasi oleh pemancaran foton, bukannya dengan proses tak-radiatif. Dalam instrument yang sebenarnya, respons yang bergantung pada panjang gelombang (dari) detector terhadap daya sinar, maupun fraksi pancaran berpendar yang benar-benar mencapai detector tersebut juga kaan terlibat dalam besaran pembacaa. Dengan larutan-larutan yang cukup encer, hubungan linear antara sinyal listrik dan konsentrasi benar-benar dijumpai dalam banyak kasus. “cukup encer” bervariasi tergantung analit-analitnya, namun biasanya ini berarti sesuatu dengan orde beberapa bagian tiap juta (μg/mL). Pengaruh Saringan-Dalam



Pada konsentrasi yang lebih tinggi, fluoesensi menjadi kurang berbanding lurus dengan konsentrasi dan malahan dapat berkurang dengan meningkatnya konsentrasi, seperti ditunjukkan dalam gambar 2. Pada konsentrasi tinggi, distribusi radiasi pengeksitasian tidaklah seragam di segala tempat larutan itu. Lapisan pertama larutan dapat menyerap cukup banyak sehingga lapisan-lapisan yang lebih dalam tak dapat dieksitasi secara penuh, artinya daya sinar pengeksitasian P0 akan berkurang cukup banyak melintasi lebar sel itu. Kadangkadang ini disebut efek saringan dalam, biasanya ini tidak serius jika larutan itu tidak menyerap lebih dari 5 atau 10% dari radiasi masuk.



Gambar 8. Grafik Hubungan Sinyal Detektor dan Konsentrasi Pemadaman Proses-proses lain yang mengurangi keluaran pendaran dapat disatukan di bawah judul pemadaman (quenching). Ada sejumlah molekul yang merupakan pemadam yang sangat efektif yang karenanya mengganggu analisis fluometri. Sala satu proses semacam itu dapat ditulis sebagai berikut: Molekul analit tereksitas i



+ pemadam



Molekul analit berkeadaan dasar



+ pemadam + kalor



Artinya, pemadam menginduksi deeksitasi tak radiatif dari molekul analit yang tereksitasi, dan tidak ada foton dipancarkan. Misalnya,



oksigen merupakan pemadam yang serius untuk beberapa hidrokarbon aromatic berpendar, dan kadang-kadang perlu untuk menghilangkan oksigen larutan-larutan ini. Dalam mengembangkan suatu metode analitik yang didasarkan pada fluoresensi, orang harus memperkirakan keaktifan pemadaman yang mungkin dengan komponen-komponen sampel yang menyertai analit. Kepekaan Suatu sifat menonjol dari analisis fluoresensi adalah tingginya kepekaan dibandingkan dengan teknik lazim lainnya seperti spektrofotometri. Sudah menjadi suatu sifat lebih baik untuk mengukur sedikit cahaya lawan tak ada cahaya ketimbang mengukur pengurangan kecil dalam suatu berkas yang terang. Daya pancaran berpendar, Pem, dapat diukur tak tergantung pada daya cahaya masuk, P0. Pancaran dapat ditingkatkan baik dengan meningkatkan P0 maupun dengan



lebih



menggandakan



isyarat



detector.



Dalam



spektrofotometri,



peningkatan P0 juga meningkatkan P; jadi absorbansi, log (P 0/P), tak berubah. Serupa pula penggandaan isyarat menyatakan P0 dan P tidak akan mengubah rasio P0/P maupun logaritmanya. Ini cukup berbeda dari instrument fluoresens, dimana berkas masuk tidak melewati detektor. Jika kita mengandaikan bahwa sebuah spektrofotometer yang sangat baik dapat mendeteksi suatu absorbans sampel sekecil 0,0001 (untuk kebanyakan instrument ini akan menyerempet batas), maka untuk senyawaan dengan nilai-ɛ sebesar 105 (suatu nilai yang sangat besar) dalam sel 1 cm, kita akan memiliki batas deteksi sebesar c =



A 10 -4 = = 10 -9 ɛb 1x 10 5



jarang kita mencapai ini dengan baik; agaknya 10-6 M akan merupakan batas deteksi yang jauh lebih mewakili. Di pihak lain batas deteksi fluoresensi, seringkali berorde 10-9 M, dan dengan teknik deteksi yang istimewa, telah dihampiri 10-12 M. Sebagai pedoman kasar, tidaklah menyesatkan untuk mengatakan bahwa fluoresens lazimnya seribu kali lebih peka daripada



spektrofotometri,



meskipun



nilai-nilai



yag



sebenarnya



bergantung



pada



senyawaan-senyawaan apa yang dilibatkan dan instrument mana yang tersedia.



2.5 Spektroskopi Emisi dengan Eksitasi Termal Fluoresens merupakan suatu bentuk istimewa dari spektroskopi emisi dimana spesies tereksitasi diperoleh dengan penyerapan radiasi elektromagnetik. Eksitasi itu tidaklah lemah bila ditilik “per molekul”. Dalam daerah UV-Vis (200700 nm), serapan mewakili suatu masukan energi yag berorde 40-150 kkal/mol. Unutk memperoleh energi yang setara secara termal akan membutuhkan temperatur beribu-ribu derajat, dimana hanya sedikit molekul yang ditahan. Namun eksitasi selektif dari transisi-transisi tersebut tahap penguraian sampel, dimana penguraian itu akan terjadi jika semua molekul dalam kumpulan itu dikenai temperatur tinggi untuk eksitasi termal. Bagaimanapun, analisis kimia telah lama menggunakan eksitasi termal untuk menginduksi pancaraan radiasi oleh atom-atom. Populasi atom analit dengan memasukkan sampel ke dalam nyala atau tanur dapat diperoleh, namun yang diukur adalah serapan radiasi oleh atomatom berkeadaan dasar. Tujuan sumber termal hanyalah menghasilkan populasi atom dari sampel yang dimasukkan. Sebaiknya, dalam spektroskopi pancaran, yang diukur adalah radiasi yang dipancarkan oleh fraksi atom-atom yang secara elektronik tereksitasi pada temperatur itu. Digunakan sejumlah sumber pada sampel untuk mengatomankan dan mengeksitasi termasuk nyala tanur busur listrik bunga api, plasma, dan sinar laser. 2.6 Spektroskopi Emisi Nyala (Fotometri Nyala) Barang kali banyak mahasiswa telah menyaksikan pancaran cahaya kuning bila sedikit natrium klorida dimasukkan ke dalam nyala. Agaknya beberapa orang pernah melihat nyala berwarna dalam api unggun yang diakibatkan oleh terbasahinya kayu bakar oleh larutan garam, atau kembang api warna-warni yang didasarkan pada gagasan yang sama. Bunsen dan kirchoff menemukan unsur cesium (1860) dan rubidium (1861) dengan mengamati garis-garis dalam



spectrum pancaran nyala, garis-garis mana tak dapat dikaitkan dengan unsurunsur yang telah diketahui. Analisis kuantitatif yang berdasarkan pada pengukuran cahaya asal mulanya terutama di rintis oleh agronomi Swedia Lundegardh, yang mengembangkan pembakar yang disempurnakan dan mengembangkan metode pemasukan sampel dan menarik perhatian orang akan keunggulan teknik itu dalam dasawarsa 1920-an dan 1930an. Spektroskopi emisi nyala, atau fotometri nyala demikian sering disebut, berkembang menjadi alat analitik rutin di Eropa dalam tahun 1930-an dan di Amerika Serikat segera setelah perang dunia II. Dari sumber yang lazim digunakan dalam spektroskopi pancaran, nyala merupakan sumber yang paling rendah energinya dan mengeksitasi paling sedikit unsur, barang kali sekitar 50 unsur logam. Suatu nyala yang diatur dengan baik merupakan sumber yang lebih stabil dari pada busur atau bunga api. Lagi pula, terutama dengan nyala-nyala bertemperatur lebih rendah, spectrum pancaran dari suatu unsur lebih sederhana, artinya hanya beberapa garis-garis yang tampak dengan eksitasi yang lebih energetic, akan terdapat dalam pancaran nyala. Ini meringankan beban dari daya pisah monokromatornya dalam hubungan dengan ganggguan. Lebih mudah mencari suatu garis pancaran untuk suatu unsur tertentu yang tidak mempunyai garis-garis dari unsur-unsur lain disekitarnya. Memang dengan sumber nyala yang bertemperatur rendah, emisi suatu unsur yang mudah dieksitasi seperti natrium dapat dengan mudah dikecilkan dengan memuaskan dengan menggunakan filter kaca-berwarna. 1. Instrumentasi untuk Fotometri Nyala Komponen penting dari sebuah fotometer nyala ditunjukkan dalam diagram blok dari Gambar 8.



Gambar 8 Diagram blok suatu fotometer nyala Temperatur nyala jelas merupakan salah satu variable terpenting dalam fotometri nyala. Ini ditetapkan oleh sifat dasar bahan bakar dan oksida serta laju alirnya. Demikian pula dengan desain pembakar dan laju pemasukan larutan sampel. Table 15.2 memaparkan temperature nyala kira-kira untuk beberapa campuran yang telah digunakan. Diantaranya yang paling umum adalah gas alam atau propane dengan udara, yang digunakan secara meluas untuk menetapkan unsur-unsur yang mudah dieksitasi seperti natrium dan kalium; hidrogen-oksigen untuk nyala yang lebih panas yang sangat bersih dalam hal latar belakng, pancaran serrta asetilena-oksigen untuk temperature yang lebih tinggi lagi. Tampak dalam gambar 15.4 bahwa digunakan pengatur untuk memantau laju alur untuk menegakkan kondisi nyala yang reprodusibel (dapat diulang), meskipun instrument-instrumen yang kurang mahal dapat menandakan pengukuranpengukuran aliran ini.



Tabel 1. Beberapa Perkiraan Temperatur Nyala Campuran Temperatur, C (Bahan Bakar-Oksida) Gas alam-udara Propana-udara Hidrogen-udara Hidrogen-oksigen Asetilen-udara Asetilen-oksigen Asetilen-dinitrogenoksida Sianogen (C2N2)-oksigen



1700 1800 2000 2650 2300 3200 2700 4800



Baik pengabut-pembakar pracampur maupun pembakar konsumsi total digunakan dalam pancaran nyala. Tipe kedua itu harus digunakan dengan nyala tertentu (misalnya H2-O2) karena masalah ledakan dengan kamar pracampur. Suatu sketsa penghembus-pembakar integral konsumsi total yang lazim dicantumkan dalam Gambar 9.



Gambar 9. Diagram bagan suatu penghembus pembakar internal Instrument komersial dengan jangkauan harga yang terentang lebar menyatakan adanya kompromis dalam hal satu atau lain komponen, agar memberikan kemampuan yang memadai maupun markestabilitas untuk penerapan yang kesulitan dan kecanggihan beranekaragam. Filter-filter yang tak mahal dapat menggantikan monokromator dalam suatu instrument yang menggunakan sumber



bertemperatur rendah untuk analisa logam-logam alkali, karena hanya ada sedikit garis pancaran pada keluaran nyala. Suatu monokromator penyusur dan pembacaan oleh perekam akan memudahkan dalam menaksir efek-efek garis yang timbul dari pancaran belakang nyala dan untuk memeriksa garis-garis dari beberapa unsur. 2. Masalah dalam Fotometri Nyala Beberapa masalah yang paling lazim dalam fotometri nyala kuantitatif yaitu sebagai berikut: a. Radiasi dari unsur-unsur lain Barangkali tak ada dua garis spectrum yang secara ekstrak sama panjang gelombangnya, namun beberapa sangat berdekatan. Apakah pancaran oleh satu unsur akan mengganggu penentuan unsur yang lain, bergantung pada beberapa dekatnya garis-garis itu dan kualitas monokromator. Dengan sutu instrument yang baik, biasanya mungkin untuk mengukur suatu unsur tanpa gangguan seperti ini. b. Peningkatan kation Dalam nyala bertemperatur tinggi, beberapa atom logam dapat berionisasi. Ion itu mempunyai spectrum pancaran sendiri, dengan frekuensi yang berbeda dari frekuensi spectrum atomiknya. Jadi pengionan mengurangi daya radiasi pancaran atomiknya. Kadang-kadang suatu logam, kedua katakana kalium dalam contoh ini, menekan pengionan logam pertama (natrium) dengan pengionanny asendiri. c. Gangguan anion Dikenal banyak contohnya, misalnya ion fosfat dan sulfat menurunkan pancaran kalsium sampai benar-benar dibawah tingkat yang dijumpai untuk larutan kalsium klorida. Mekanisme yang terinci tak banyak diketahui, mungkin



residu padat yang dihasilkan dari penguapan lebih sukar terdisosiasi menjadi atom daripada kalsium klorida. 3. Penerapan Fotometri Nyala Penerapan fotometri nyala yang paling cenderung melibatkan analisis yang sukar atau mustahil dikerjakan dengan cara-cara lain atau dimana kecepatan agak lebih penting dari pada kecermatan tertinggi. Selama bertahun-tahun keunggulan utama dari fotometri nyala adalah analisis logam alkali terutama natrium dan kalium, dan kurang meluas dibandingkan logam alkali adalah untuk logam alakali tanah, terutama kalsium. Analisis untuk ion-ion ini untuk menjadi penting sehubungan dengan studi neraca elektrolit dalam laboratorium ilmu faal dan kimia klinis, logam-logam alkali hanya membentuk sedikit senyawa yang mengandung kromofor sebagai dasar spektrofotometer UV-tampak, mereka tidak elektro aktif pada potensi yang wajar untuk teknik elektroanalisis. Jadi fotometri nyala luar biasa bermanfaatnya dalam kajian yang melibatkan unsur-unsur ini. Akhir-akhir ini penggunaan garam litium meluas dalam kedokteran jiwa, karena efek penerang mereka pada pasien yang mengalami ketegangan jiwa (manic Excitement). Karena Li+ bersifat toksik pada kadar darah yang hanya sedikit lebih tinggi daripada kadar pengobatan yang efektif, pengelolaan pasien secara bertanggungjawab menuntut bahwa Laboratorium klinis melakukan penerapan litium, umumnya terhadap sampel serum. 2.7 Penerapan dari Spektroskopi Fluoresensi Analisa kualitatif ,merupakan perbandingan spectrum fluoresensi yang dapat membantu pengenalan senyawa atau bahan. Analisa kuantitatif merupakan pengukuran yang dapat dilakukan pada kadar yang sangat rendah dengan ketepatan, keterulangan, dan kepekaan tinggi. Misalnya pengukuran kadar vitamin



E. Bila panjang gelombang emisi dan eksitasi telah dipilih, maka dapat dibuat hubungan antara intensitas fluoresensi dengan konsentrasi senyawa. Intensitas fluoresensi tergantung dari tingkat konsentrasi senyawa. Analisis spektrofluorimetri dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dengan kadar rendah karena analisis ini mempunyai kepekaan yang tinggi. Metode ini dapat digunakan untuk anal is is unsur atau senyawa ,organik dan senyawa an organik. Analisis untuk senyawa organik dapat dilakukan dengan 2 macam cara: a, Pengukuran langsung terhadap senyawa tanpa adanya pembentukan kompleks, karena senyawa tersebut mempunyai sifat fluoresensi alamiah b. Pembentukan kompleks dengan unsur-unsur atau ion-ion logam, karena senyawa tersebut mempunyai fluoresensi yang lemah. Analisis untuk senyawa anorganik



yang



berbentuk



kation



atau



anion



dapat



dianalisis



secara



spektrofluorimetri setelah dikomplekskan dengan reagen pengompleks. Hanya terdapat sedikit ion anorganik yang berpendar, yang paling dikenal adalah ion uranil, UO22+. Kebanyakan analisis fluorometrik melibatkan molekul anorganik. Terdapat beberapa senyawa kelat logam yang berpendar yang memberikan metode-metode yang peka untuk beberapa ion logam. Seringkali kelat logam itu diekstrak dari dalam larutan berair menjadi suatu pelarut organik sebelum pengukuran, suatu proses yang sekaligus memisahkannya dari ion-ion pengganggu dan mengkonsentrasikan spesies yang berpendar. Misalnya, banyak banyak terdapat reagensia fluorometrik untuk aluminium dan berilium. Logamlogam yang lebih berat seperti Fe3+, CO2+, Ni2+, Cu2+ sebaliknya, cenderung mematikan fluoresens yang diperagakan oleh banyak zat pengkelat itu sendiri, hadirnya logam itu dalam kompleks mendorong dibuangnya energi yang diserap itu secara tak radiaif. Kadang-kadang suatu analit yang tak berpendar dapat diubah menjadi suatu molekul yang berpendar kuat dengan suatu reaksi yang cepat dan kuantitatif, yang dengan mudah digabungkan ke dalam suatu prosedur analitik keseluruhan. Misalnya, hormon epinefrin (adrenalin) mudah diubah menjadi adrenolutin:



Gambar 10. hormon epinefrin (adrenalin) diubah menjadi adrenolutin Beberapa vitamin dapat ditetapkan secara fluorometrik. Oksidasi lembut tiamina (vitamin B1) oleh Fe(CN)63-, misalnya akan menghasilkan suatu produk yang disebut tiokrom yang memperagakan fluoresens biru pada kondisi yang tepat. Jika pancaran pendaran itu diukur terhadap dua porsi sampel, satu diolah dengan ferisianida dan yang lain tidak, kontribusi pengganggu non-tiamina yang berpendar dapat dikurangi untuk meningkatkan selektivitas. Riboflavin (vitamin B2) dan piridoksin (vitamin B6) merupakan dua vitamin lain yang dapat ditetapkan oleh fluoresens. Meskipun kebanyakan asam amino tidak berpendar, mereka mudah bereaksi dengan reagen fluoresamina untuk membentuk senyawa yang sanagt berpendar yang telah digunakan dalam biokimia untuk mendeteksi kuantitas sepersekian nanogram. Metode fluoresens sangat memberi harapan untuk menetapkan beberapa hidrokarbon aromatik polisiklik yang telah dikelompokkan sebagai “polutan prioritas” oleh Jawatan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA). Fluoresens memberikan deteksi yag sangat peka terhadap komponen-komponen sampel tertentu dalam kromatografi cairan. Tabel 1. Beberapa Senyawa yang Mengalami Fluoresensi yang Bermanfaat untuk Analisis



Kurva Intensitas fluoresensi terhadap panjang gelombang adalah seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.



Gambar 11. Kurva Intensitas Fluoresensi terhadap Panjang Gelombang



Pada kurva gambar diatas, sesaat setelah sampel menyerap cahaya maka sampel akan memancarkan sinyal fluoresensi. Dari kurve fluoresensi yang diperlihatkan, dapat diketahui intensitas maksimum (puncak) pada panjang gelombang tertentu. Dengan diperolehnya/diketahuinya spectrum fluoresensi dari suatu bahan maka dapat diketahui karaktristik bahan tersebut dan proses selanjutnya adalah identifikasi. Sinyal fluoresensi ini adalah sinyal transien yaitu singkat dan lemah. Oleh karena itu untuk mendeteksi sinyal fluoresensi ini diperlukan penanganan khusus. Pada kesempatan ini dirancang dan direalisasikan sebuah perangkat fluoremeter berbasis komputer . Penelitian ini bersifat sain dan paket teknologi dengan perancangan sistem sensor dan kontrol berbasis mikrokomputer pada peralatan spektroskopi terapan dan langsung digunakan sebagai detektor pada pemisahan kromatograpi. Secara garis besar peralatan terdiri dari sebuah sumber UV/ Visible, Sel sampel, Sistem sensor, Peralatan optic, rangkaian elektronik (penguat sinyal, pencuplik ,integrator dan lainnya), dan Sistem Mikroprosesor (Mikrokomputer) sebagai pengolah data. Selain perangkat keras maka dirancang perangkat lunak program pengendali. 2.6 Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan dan kekurangan Spektroskopi Fluoresensi : Kelebihan : Karakteristik



flouresensi



spektrometri



adalah



sensitivitas



yang



tinggi.Fluorometri dapat menerima limit deteksi dengan kekuatan sinyal lebih rendah dariteknik lain. Limit deteksi sekitar 10-10 M atau lebih rendah bisa saja diukur darisebuah molekul. Langkah pertama pada pengukuran flouresensi adalah eksitasi elektronik dari sebuah molekul analit yang mengabsorbsi foton. Di flouresensi, spinpada keadaan dasar dan tereksitasi adalah sama. Pada banyak molekul organic,kedaan dasar adalah singlet state (semua spin berpasangan). Flouresensi terjadi ketikasebuah molekul dipromosikan ke keadaan tereksitasi dengan absorpsi, dan kemudian kembali pada keadaan dasar dengan emisi. Batas deteksi flouresensi sering kali berorde 10-9 M dan dengan tehnik deteksi yang istimewa hampir 10-12 M. Sebagai pedoman, flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantung pada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan instrumen mana yang



tersedia. Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua parameter panjang gelombang yang



signifikan



meningkatkan spesifikasi



dari metode



ini,



dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya didasarkan pada penyerapan. Suatu sifat yang menonjol dari analisis flourosensi adalah tingginya kepekaan dibandingkan dengan tehnik lazim lainnya, misalnya spektrofotometri. Sudah menjadi sifat lebih baik untuk mengukur sedikit cahaya lawan tak ada cahaya ketimbang mengukur pengurangan kecil dalam suatu berkas yang terang. Daya pancaran berpendar, P em dapat diukur tak bergantungpada daya cahaya masuk, Po. Pancaran dapat ditingkatan baik dengan baik denganmeningkatkan Po maupun dengan menggandakan isyarat detektor. Kekurangan : Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul antaralain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenisikatan hidrogen,viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisifisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi. Hal iniberpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang berbeda- beda.Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin berkurang.Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi tabrakan-tabrakan antar molekul atautabrakan antar molekul dengan pelarut menjadi lebih sering yang mana peristiwa tabrakan kelebihan energi molekul tereksitasi dilepaskan ke molekul pelarut.



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan 1. Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkancahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan olehmateri tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yangmempelajari interaksi antara cahaya dan materi. 2. Fluoresensi adalah emisi cahaya setelah penyerapan sinar ultraviolet (UV) ataucahaya tampak oleh molekul fluoresensi atau substruktur disebut fluorophore . 3. Kompenen Spektroskopi Fluoresensi terdiri dari sumber cahaya (biasanya xenonatau lampu merkuri), sebuah monokromator / atau filter untuk memilih panjanggelombang eksitasi; tempat sampel; detektor, yang mengubah cahaya yangdipancarkan ke listrik sinyal, dan unit untuk pembacaan data dan analisis. 4. Manfaat dari spektroskopi fluoresensi yaitu : a. Kesehatan b. Industri c. Ilmu pangan dan Kimia Pertanian



DAFTAR PUSTAKA



Day, R. A. and A. L. Underwood, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam, Jakarta, Penerbit Erlangga. Ghalib, ibnu, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hendayana, S. Kadarohman, A. Sumarna, A. dan Supriatna, A., 1994, Kimia Analitik Instrumen, edisi ke-1, IKIP Press, Semarang. Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Alih bahasa: Saptorahardjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz, G.S., dan Vyvyan, J. R, 2009, Introduction to Spectroscopi, Sauders College: Philladelphia. Santoni, A., 2009, ‘lusidasi Struktur Senyawa Metabolit Sekunder Kulit Batang Surian (Toona sinensis) Meliaceae dan Uji Aktivitas Insektisida,’ Disertasi Program Pascasarjana Universitas Andalas: Padang. Sitorus, M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha Ilmu: Yogyakarta. Angin P.B., 2008, Teknik Identifikasi Cepat Fraksinasi Hasil Pemisahan Kromatografi Menggunakan Detektor Fluoresensi, Jurnal Penelitian MIPA, 2(1): 28-32. Lubis A.M., Angin P.B., dan Nasruddin, 2016, Studi tentang Pengamatan Fluoresensi berdasarkan Domain Panjang Gelombang pada Spektroskopi Fluoresensi untuk Identifikasi Bahan, 20(1): 303-307, ISSN 0852-1077. Noviarty dan Nampira, Y., 2000, Penggunaan Spektrofluorimeter untuk Analisis Unsur dalam Larutan, Urania, ISSN 0852- 4777. Karlida, I. dan Saputri, F.A., 2017, Derivatisasi Senyawa pada KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) dengan Detektor Fluoresens, Farmaka, 4(3): 1–17. Simbolon, N. dan Firdausi S.K., 2016, Pengukuran Perubahan Sudut Polarisasi oleh Fluoresensi pada Sampel Minyak Zaitun, Youngster Physics Journal, 5(4): 457-480, ISSN 2302-7371.