Stakeholder Relationships, Consumer Stakeholder, Social Responsibility, and The Environment [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STAKEHOLDER RELATIONSHIPS, CONSUMER STAKEHOLDER, SOCIAL RESPONSIBILITY, AND THE ENVIRONMENT



MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah



“ETIKA BISNIS” Dosen Pengampu : Kus Irawan Prabowo, M.Pd



Disusun Oleh Kelompok 3: 1. Rizky Hana Ramadan



( 12405183369 )



2. Miftakhul Akmalil Afryan ( 12405183370 ) 3. Riska Bica Indriyani



( 12405183380 )



4. Iqlima Isnaini



( 12405183381 )



MANAJEMEN BISNIS SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG SEPTEMBER 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang hubungan pemangku kepentingan, konsumen sebagai pemangku kepentingan, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Tidak ketinggalan sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga beliau, sahabatsahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti dan meneruskan jejak langkah beliau hingga hari kiamat. Dengan selesainya penulisan makalah ini, tidak lupa terima kasih kami ucapkan kepada : 1. Bapak Dr. Maftuhin, M.Ag, selaku rektor Institut Agama Islam Negeri Tulungagung 2. Bapak Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam 3. Bapak Nur Aziz Muslim, M.H.I, selaku Kepala Jurusan Manajemen Bisnis Syariah 4. Bapak Kus Irawan Prabowo, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan sehingga makalah dapat terselesaikan. 5. Serta semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Dan jika terdapat kesalahan kata pada penulisan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesarbesarnya, serta mengharap kritik dan saran supaya kelemahan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini tidak sampai terulang pada pembuatan makalah berikutnya. Tulungagung,



September 2019



Tim Penyusun



DAFTAR ISI



Hal Sampul KATA PENGANTAR.................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah........................................................................... 2 C. Tujuan Pembahasan........................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Stakeholder Relationship.............................................. 3 B. Macam – Macam Stakeholder ....................................................... 4 C. Peran Stakeholder........................................................................... 5 D. Pengertian Consumer Stakeholder.................................................. 5 E. Social Responsibility and The Environment.................................. 7 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................... 16 B. Saran............................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis adalah semua kegiatan yang dapat menghasilkan keuntungan. Di zaman sekarang ini bisnis telah menjadi gaya hidup, hampir tidak ada orang yang tidak mengenal dan tidak melakukan bisnis. Bisnis tidak hanya dalam lingkup jual beli, tetapi bisnis sangat luas cakupannya. Segala aktivitas kita yang dapat menghasilkan keuntungan atau uang dapat dikategorikan kedalam bisnis. Dalam berbisnis, tentunya kita memiliki aturan, tata cara, pedoman yang sering disebut sebagai etika bisnis. Dalam pelaksanaannya etika sangat diperlukan, yaitu sebagai acuan, alat pengontrol, pengendali dalam menentukan sikap dan keputusan yang akan diambil oleh para pemilik kepentingan (stakeholder). Dalam kegiatan bisnisnya para stakeholder atau pemilik kepentingan tidak dapat berdiri sendiri, mereka harus bisa menjalin kerjasama dengan orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Tidak hanya mementingkan keuntungan pribadi, stakeholder atau pihak yang memiliki kepentingan harus memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Harus memikirkan apa dampak negative maupun positif yang terjadi pada lingkungan sekitar dari kegiatan bisnisnya. Oleh karena itu setiap pemangku atau pemilik kepentingan harus memiliki tanggung jawab sosial terutama untuk lingkungan sekitarnya. Dan oleh sebab itu di makalah ini kita akan membahas mengenai apa itu hubungan antar pemilik kepentingan, dana apa tanggung jawab sosial terhadap lingkungan yang harus dilakukan oleh setiap pemilik kepentingan atau stakeholder.



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan stakeholder relationships atau hubungan antar pemangku kepentingan? 2. Apa yang dimaksud dengan consumer stakeholders atau kepentingan konsumen? 3. Apa yang dimaksud dengan social responsibility and the environment atau tanggung jawab sosial dan lingkungan? C. Tujuan Pembahasan 1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa itu stakeholder relationships atau biasa disebut dengan hubungan antar pemangku kepentingan. 2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa itu consumer stakeholders atau kepentingan konsumen. 3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai social responsibility and the environment atau tanggung jawab sosial dan lingkungan.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Stakeholder Relationship Stakeholder adalah istilah Bahasa Inggris yang pertama kali muncul dalam Stanford Research Institute (SRI) (memorandum atau surat resmi yang dikeluarkan oleh Stanford Research Institute) pada tahun 1960. Menurut SRI stakeholder adalah “ those groups without whose support the organization would cease to exist.1 Maksudnya yaitu stakeholder adalah sebuah kelompok atau grup yang apabila tidak memiliki dukungan dari pihak lain ( organisasi, kelompok, masyarakat, atau indvidu ), tujuan dari kelompok tersebut tidak akan dapat tercapai. Secara harfiah stakeholder berarti pemegang saham, pemegang atauran, pemangku kepentingan, atau bisa disebut sebagai pihak yang memiliki kepentingan. R. Edward Freeman menjelaskan stakeholders sebagai individu – individu dan kelompok – kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan – tujuan tersebut.2 Namun dalam buku Business Ethics A Stakeholder and Issues Management Approach disebutkan bahwa stakeholder adalah individu, perusahaan, grup, pemerintah, dan subsistemnya yang dapat menyebabkan dan mengatasi atau merespon, menanggulangi masalah yang terjadi. 3 Sehingga dapat disimpulkan bahwa stakeholder adalah semua pihak baik itu individu, kelompok, organisasi, perusahaan, ataupun pemerintah yang memiliki kepentingan. Stakeholder relationships adalah hubungan antara pemilik kepentingan. Pembangunan hubungan yang efektif yang efisien, yang baik dalam bisnis dianggap sangat penting saat ini. Suatu bisnis itu ada dan dapat mencapai tujuannya karena terjalinnya hubungan yang baik antar stakeholder (karyawan, 1



Francisco Gonzales, Values and Ethics For The 21st Century, ( USA: BBVA, 2011 ), hal. 364 K Bertens, Pengantar Etika Bisinis, ( Yogyakarta: Kanisius, 2000 ), hal. 163 3 Joseph W. Weiss, Business Ethics A Stakeholder and Issues Management Aprproach, ( San Francisco: Berrett-Koehler Publisher, 2014 ), hal. 4 2



pelanggan, pemegang saham atau investor, pemasok atau supplier, dan menejer yang mengembangkan strategi untuk kesuksesan).4 B. Macam – Macam Stakeholder Stakeholder dapat dibedakan menjadi dua jenis: 1. Primary Stakeholder atau stakeholder primer adalah orang – orang yang keberadaanya dan kedududukannya didalam perusahaan tersebut sangat penting dan sangat diperlukan, demi keberlangsungan atau tercapainya tujuan dari perushaan tersebut. Contoh dari stakeholder primer adalah: karyawan, pemegang saham, investor, manager, serta pemerintah, dan masyarakat.5 2. Secondary Stakeholder atau stakeholder sekunder adalah orang – orang atau mereka yang biasannya tidak melakukan transaksi atau interaksi langsung dengan perusahaan, sehingga tidak ada kepentingan atau dampak yang langsung yang terjadi dikehidupan mereka. Yang termasuk kedalam Stakeholder Sekunder adalah media, asosiasi perdagangan, competitor atau pesaing.6 Media sendiri memiliki kepentingan terhadap perusahaan ,karena dunia bisnis merupakan pemasang iklan utama maupun aktivitas promosi lainnya. Yang sangat menunjang kelangsungan bisnis media. Selain itu perusahaan merupakan salah satu sumber berita yang sangat penting bagi media massa. Asosiasi perdagangan dapat memberikan pengaruh terhadap operasional perusahaan terutama apabila operasional suatu perusahaan bertentangan dengan kepentingan asosiasi. Kompetitor atau pesaing sangat berkepentingan terhadap perencanaan maupun tindakan strategik yang dilakukan perusahaan.Peluncuran produk baru perusahaan



4



yang



memiliki



ciri-ciri



produk



lebih



unggul



dibanding



Ferrell, dkk. Business Ethics: Ethical Decision Making and Cases, (South Western: Cengage Learning, 2011), hal.30 5 Ibid, hal. 33 6 Ibid, hal. 34



pesaing,dapat mengakibatkan berpindahnya pelanggan pesaing menjadi pengguna produk perusahaan. C. Peran Stakeholder Menurut Nugroho (2014, hal. 16-17) dalam penelitian Ali dkk, stakeholder dalam program pembangunan diklasifikasikan berdasarkan peranannya, antara lain:7 1. Policy creator yaitu stakeholder yang berperan sebagai pengambil keputusan dan penentu suatu kebijakan. 2. Koordinator yaitu stakeholder



yang berperan mengkoordinasikan



stakeholder lain yang terlibat. 3.



Fasilitatotor



yaitu



stakeholder



sebagai



fasilitator



yang



berperan



memfasilitasi dan mencukupi apa yang dibutuhkan kelompok sasaran. 4. Implementer yaitu stakeholder pelaksana kebijakan yang didalamnya termasuk kelompok sasaran. 5. Akselerator yaitu stakeholder yang berperan mempercepat dan memberikan kontribusi agar suatu program dapat berjalan sesuai sasaran atau bahkan lebih cepat waktu pencapaiannya. D. Pengertian Consumer Stakeholder Consumer stakeholder atau konsumen sebagai pihak yang berkepentingan merupakan pihak yang paling penting dari suatu bisnis.8 Jika seorang konsumen tidak tertarik terhadap produk perusahaan tersebut, menyebabkan tidak akan adanya daya beli dari konsumen, sehingga perusahaan tersebut atau bisnis tersebut akan mengalami kendala dan bisnisnya akan terhambat.



7



Fitri Handayani dan Hardi Warsono, Analisis Peran Stakeholder Dalam Pengembanan Objek Wisata Pantai Karang Jahe dI Kabupaten Rembang, dalam http://www.fisip.undip.ac.id, diakses pada 11 September 2019 8 Joseph W. Weiss, Business Ethics A Stakeholder and Issues Management Aprproach, ( San Francisco: Berrett-Koehler Publisher, 2014 ), hal. 271



Oleh karena itu sebuah perusahaan harus menerapkan etika dalam berbisnis, menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sesuai keinginan, dan tentunya memberikan manfaat bagi konsumen. Pada tahun 1985 majelis umum PBB membuat kerangka kerja atau kebijakan untuk melindungi hak - hak konsumen di seluruh dunia, diantaranya:9 1. Hak atas keselamatan: untuk dilindungi terhadap produk, proses produksi, dan layanan yang berbahaya bagi kesehatan atau kehidupan. 2. Hak untuk dihubungi: diberikan fakta-fakta yang diperlukan untuk membuat pilihan, dan dilindungi dari iklan dan pelabelan yang tidak jujur atau menyesatkan. 3. Hak untuk memilih: untuk dapat memilih dari berbagai produk dan layanan, ditawarkan dengan harga yang kompetitif, dengan jaminan kualitas yang memuaskan. 4.Hak untuk didengar: agar kepentingan konsumen terwakili dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah, dan dalam pengembangan produk dan layanan. 5. Hak untuk memenuhi kebutuhan dasar: untuk memiliki akses ke barang dan layanan pokok, makanan yang cukup, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, pendidikan dan sanitasi. 6. Hak untuk mendapatkan ganti rugi: untuk menerima penyelesaian yang adil atas klaim yang adil, termasuk kompensasi untuk pemilihan yang keliru, barang-barang jelek atau layanan yang tidak memuaskan. 7. Hak atas pendidikan konsumen: untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat pilihan yang jelas dan



9



Joseph W. Weiss, Business Ethics A Stakeholder and Issues Management Aprproach, ( San Francisco: Berrett-Koehler Publisher, 2014 ), hal. 272-273



meyakinkan tentang barang dan jasa sambil menyadari hak-hak dasar dan tanggung jawab konsumen dan bagaimana menindaklanjutinya. 8.Hak atas lingkungan yang sehat: untuk hidup dan bekerja di lingkungan yang tidak mengancam kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang. Hak – hak konsumen di Indonesia dilindungi oleh Undaang – Undang perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 yan berbunyi bahwa hak konsumen diantaranya adalah ha katas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dana atau jasa; hak untuk memilih barang dana tau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayanisecara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dana tau penggantian, apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Selain itu hak – hak konsumen juga diatur pada UUD 1945pasa 5 ayat (1), pasal 21 ayat (21), pasal 27, dan pasal 33.10 E. Social Responsibility and The Environment Sosial responsibility and the environment adalah tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk lingkungan sekitarnya, sebagai tanggung jawab,timbal balik, yang harus diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat sekitar, lingkungan sekitar perusahaan akibat dari kegiatan usaha atau bisnis mereka. Dibawah ini implementasi prinsip dari corporate social responsibility (CSR) yang harus dilakukan perusahaan. a. Implementasi Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Good Corporate Governance (GCG) Kesadaran perusahaan untuk menerapkan GCG dan CSR semakin meningkat, hal ini terlihat dari kepribadian masyarakat global terhadap produk-produk



yang



ramah



lingkungan



dan



diproduksi



dengan



memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan hak asasi manusia (HAM), dan 10



perusahaan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah tersebut di kucilkan oleh masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat Eropa dan Amerika Serikat memboikot produk sepatu Nike karena Nike di Asia dan Afrika di beritakan memperkejakan anak di bawah umur. Selain itu, di kalangan dunia perbankan di Eropa telah memasukkan persyaratan penerapan prinsip GCG dan CSR dalam kebujakan pemberian kredit, terutama bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan pertambangan.11 Trend global ini juga masuk ke pasar modal, hal ini terlihat dari indeks saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh di New York Stock Exchange sejak tahun 1999 telah membentuk Dow Jones Sustainabilityi indeks (DJSI) yang ditunjukan bagi saham-saham perusahaan yang di kategorikan memiliki nilai corporate Sustainabilityi dengan salah satu kriterianya adalah menerapkan CSR. Begitu pula dengan London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4 Good sejak 2001. Inisiatif ini mulai diikuti oleh otoritas bursa saham Asia, seperti di Hanseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Dengan adanya kebijakan memasukan persyaratan CSR ke dalam penetapan indeks saham, telah memacu investor global seperti perusahan dana pensiun dan asuransi menanamkan investasinya pada perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam indeks tersebut. Berkaitan hal tersebut, Hangsung Jang sebagai guru besar pada Kores University mmenjelaskan bahwa isu seputar Corporate Governance tidak hanya berkaitan dengan masalah bisnis dan ekonomi, tetapi lebih luas daripada itu, yaitu mencakup aspek sosial dan politik. Menurutnya, melalui konsep Corporate Governance akan membantu mendorong transparansi dan akuntabilitas komunitas bisnis, dan akan memberikan keuntungan secara keseluruhan bagi masyarakat. Hasung juga menjelaskan bahwa penguatan



11



Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility: Dari Valuntary Menjadi Mandotory, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 198



corporate governane adalah salah satu cara untuk memperkuat demokrasi dan transparansi dalam masyarakat ekonomi pasar.12 Berkaitan hal tersebut, dalam konteks global tidak salah isu yang paling banyak dibicarakan saat sekarang ini yaitu keterkaitan antara GCG dan CSR. Para ahli mengibaratkannya dengan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Yang membedakannya adalah dari segi



penekanannya



saja,



kalau



CSR



penekanannya



pada



prinsip



responsibility (tanggung jawab) kepada kepentingan stakeholders. Disini perusahaan harus berusaha menciptakan nilai tambah dari produk dan jasa bagi stakeholders, serta memelihara kesinambungan dari nilai tambah yang diciptakan tersebut. Dengan kata lain, CSR lebih mencerminkan stakeholders driven concept. Sedangkan GCG lebih memberikan penekanan terhadap kepentingan pemegang saham yang didasarkan pada prinsip fairness, transparency, accountability. Dengan kata lain GCG lebih mencerminkan stakeholders driven concept. Berpijak pada konsep menciptakan nilai tambah bagi stakeholders, maka prinsip responsibility dalam GCG melahirkan gagasan corporate social responsibility (CSR) sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam gagasan CSR, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya, tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines (3BL). Hal ini didukung dengan fakta, dimana kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin



suatu



perusahaan



untuk



tumbuh



secara



berkelanjutan



(sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan dimana perusahaan melakukan aktivitasnya. 13



12



iIbid, hal. 190- 192



13



Ibid, hal 193- 195



Dalam penerapan prinsip responsibility dalam makna CSR sebagai salah satu prinsip GCG, dimana perusahaan harus memerhatikan beberapa kepentingan stakeholders sebagai pemegang saham public, yakni :14 1. Prinsip keterbukaan harus benar-benar diimplementasikan terutama pada saat perusahaan mau melakukan ”listing” atau menjual sahamnya kepada pihak umum. 2. Pemberian informasi materiil sesegera mungkin pada masyarakat. 3. Mendengarkan secara serius, setiap opini public yang berkaitan dengan perusahaan. Begitu pula halnya CSR dalam makna konsumen, dimana perusahaan harus bertanggung jawab secara penuh terhadap segala produk barang dan jasa yang berkualitas dan lingkungan hidup yang baik dan sehat sesuai dengan standar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, kemajuan ekonomi tanpa mengindahkan kualitas dan lingkungan tidak akan berarti. Produk yang tidak berkualitas tidak akan diminati dan begitu pula halnya dengan kerusakan lingkungan, karena pemulihan lingkungan butuh biaya yang besar dan waktu lama. Kajian yang menarik dalam konteks hubungan CSR dengan GCG terletak pada kemungkinan pengurangan laba prusahaan demi kepentingan stakeholders. Kajian ini telah dilakukan oleh Einer Elhauge dari Harvard Law School yang menunjukan bahwa perusahaan tidak sekedar berdiri untuk mencari keuntungan maksimal belaka, dan secara normatif perusahaan tetap bertanggung jawab pada publik. Dalam arti, perusahaan tidak akan melakukan kepentingan



perbuatan-perbuatan umum.



Apabila



yang



menimbulkan



manajemen



kerugian



perusahaan



bagi



mengurangi



keuntungan demi memenuhi kepentingan umum, maka pihak manajemen perusahaan tidak berarti melanggar tugasnya dalam upaya memberikan keuntungan yang maksimal pada shareholders. Sebaliknya, jika pihak



14



Ibid, hal. 196-200



manajemen justru melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, maka yang terjadi adalah memaksimalisasi keuntungan secara ilegal. Meskipun tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen adalah legal, namun dalam konteks fiduciary duties dalam hukum perusahaan Amerika Serikat, pihak manajemen dianggap telah menyalahi konsep fiduciary duties. Dalam hal ini ada dua kesalahan fatal, yaitu:15 a. Jika pihak manajemen perusahaan gagal memaksimalkan keuntungan karena bertindak secara ilegal, manajemen dapat dituntut untuk semua kerugian, bukan saja karena kerugian dari perusahaan yang meliputi stockholdings dan kompensasi, tetapi juga dapat dituntut oleh setiap shareholders



dengan



alasan



bahwa



keuntungan



mereka



juga



dihilangkan atau dirugikan. b. Jika manajemen perusahaan memilih untuk bertindak ilegal dalam upaya memaksimalkan keuntungan, maka pihak manajemen hanya bertanggung jawab atas sanksi hukum dan ekonomi yang ditimpakan pada perusahaan dan tidak harus digugat oleh shareholders karena menghilangkan atau mengurangi keuntungan. Bila pihak manajemen dihadapkan dengan kondisi seperti ini, sudah barang tentu ia akan memilih melakukan tindakan yang kedua, yaitu melakukan tindakan ilegal demi memaksimalkan keuntungan perusahaan, sehingga yang rugi adalah stakeholders. Berkaitan dengan konsep hukum perusahaan Amerika Serikat tersebut, Einer Elhauge menawarkan teori yang sangat penting meskipun kontroversial, yaitu bahwa hukum perusahaan tidak mengatur adanya kewajiban manajemen perusahaan untuk senantiasa mengambil kebijakan yang menghasilkan keungtungan perusahaan, dan doktrin fiduciary duties yang membebankan hampir semua tanggung jawab perusahaan pada manajemen dan menghindarkan para shareholders dari sanksi hukum dan 15



Ibid, hal. 204



ekonomi, maupun sanksi moral. Kondisi ini merupakan salah satu faktor pendorong yang menyebabkan manajemen perusahaan cendurung untuk lebih sering bertindak ilegal. Namun, bukan berarti kemudian doktrin ini tidak mempunyai kelebihan, karena doktrin fiduciary duties akan membatasi kebebasan direksi dalam bertindak. Apa yang dijelaskan oleh Elhauge tentang doktrin fiduciary duties dalam hukum perusahaan Amerika Serikat ini dapat disandingkan dengan doktrin piercing the corporate veil yang bertujuan untuk meniadakan tanggung jawab shareholders dalam kondisi-kondisi tertentu, terutama dalam hal tindakan dan keinginan para pemegang saham yang melanggar hukum. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tindakan demi melindungi kepentingan umum yang dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap doktrin



fiduciary duties, karena pihak manajemen lalai dalam



melaksanakan tugasnya. Dan sebaliknya pihak shareholders juga tidak bisa secara terus-menerus berlindung dari berbagai macam sanksi hukum, ekonomi, dan moral, walaupun memiliki keingan untuk melanggar hukum demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan menggunakan perusahaan sebagai medianya. Bila perusahaan tetap mengedepankan bagaimana mendapatkan keuntugan yang maksimal tanpa batas, maka perusahaan menjadi objek yang sangat berbahaya bagi masyarakat. Melalui penerapan prinsip CSR dalam rangka melakasanakan GCG, sudah seharusnya shareholders menyadari bahwa aktivitas usaha perusahaan akan menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Diharapkan shareholders menyadari dan sekaligus mengamanahkan kepada manajemen untuk mengelola perusahaan agar berdampak positif terhadap shareholdersv-nya, berlandaskan pada doktrin fiduciary duties dalam makna negatif. Sehingga tindakan manajemen menyisihkan atau mengurangi keuntungan yang seharusnya diterima oleh shareholders dianggap sebagai perbuatan yang legal.



b. Prinsip Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR yang Terdapat dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa filosofi pengelolaan kegiatan pertambangan tidak terlepas dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga pada bagian mengingat UU MInerba ditegaskan bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaanalam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan YME yang mempunyai peranan penting dalam memnuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian



nasional



dalam



usaha



mencapai



kemakmuran



dan



kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Oleh karena itu, pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan sudah seharusnya menata sedemikian rupa agar kekayaan alam tersebut, tidak hanya dinikmati oleh perusahaan pemegang izin, tetapi juga dinikmati oleh masyarakat16 CSR merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan dengan mengacu pada ketentuan pasal 2 UU Minerba menegaskan bahwa dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara harus mengacu pada empat asas yaitu: a. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa c. Partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas d. Keberlanjutan dan berwawasan lingkungan. Asas pengelolaan pertambangan ini telah mencerminkan prinsip dasar dari CSR, karena tidak hanya mengedepankan asas manfaat, keadilan dan 16



Ibid, hal. 279



keseimbangan, tetapi juga menyatakan keberpihakannya pada kepentingan bangsa yang didasarkan pada partisipasi, transparansi dan akuntabilitas serta asas keberlanjutan dan berwawasan lingkungan. Tetapi, bila dilihat dalam risalah UU Minerba, ternyata wacana tentang CSR baru ada pada saat disahkannya UUPM dan semakin mengerucut dengan disahakannya UUPT. Pertimbangan mencantumkan ketentuan berkaitan dengan CSR itu tidak terlepas dari pertimbangan dampak pencemaran dan rusaknya lingkungan akibat aktivitas pertambangan serta berbagai konflik anatara masyarakat dengan perusahaan pertambangan. Komitmen ini terlihat pada saat pembahasan RUU Minerba yang menyepakati bahwa kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan suatu keharusan bagi setiap pelaku usaha pertambangan melalui mekanisme Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL), reklamasi, dan pengelolaan pascatambang serta jaminan dananya. Pasal 23 ayat (1) UUPPLH menegaskan kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang wajib dilengkapi dengan AMDAL terdiri atas:17 a. Pengubahan bentuk lahan dengan bentang alam b. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemafaatannya d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya e. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/ atau perlindungan cagar budaya f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik 17



Ibid, hal.280



g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati h. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/ atau mempengaruhi pertahanan negara i. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup. Secara teoretis, dalam penyusunan AMDAL harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat. Suatu renana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL dampak negative yang ditimbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang diperlukan untuk enanggulangi dapak negative lebih besar dari dapak positif yang akan ditimbulkan, aka rencana kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak lingkungan. Berdasarkan paparan tersebut, jelaslah bahwa tujuan AMDAL adalah untuk menjamin pertimbangan lingkungan dan kepentingan pembangunan sosial ekonomi masyarakat local telah dimasukkan dalam rencana praeksploitasi, eksploitasi, dan pasca-eksploitasi. Sehingga menurut World Bank, AMDAL dalam kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok: a. Memastikan



bahwa



biaya



lingkungan,



sosial



dan



kesehatan



dipertibangkan dala menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternative kegiatan yang akan dipilih. b. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Stakeholder adalah orang – orang atau mereka baik itu individu, organisasi, grup, pemerintah, yang memiliki kepentingan didalam suatu perusahaan guna tercapainnya tujuan dari perusahaan tersebut. Hubungan yang baik antar stakeholder atau pemilik kepentingan sangatlah penting guna tercapainya tujuan dan keberlangsungan suatu perusahaan. Stakeholder relationships, comsumer stakeholder,



yang baik harus



memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitar, seperti membberikan manfaat, kesejahteraan terhadap masyarakat dilingkungan tersebut, dan jika terjadi dampak negative terhadap lingkungan perusahaan atau stakeholder harus bisa mencari solusi dan menangani masalah tersebut. B. SARAN Dengan membaca makalah ini penulis berharap semoga pembaca dapat lebih memahami dan menguasai materi mengenai stakeholder relationships, consumer stakeholder, social responsibility and the environmet, sehingga kita dapat meminimalisasi kesalahan dalam memahaminya. Tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan karena akan ditemukan banyak kelemahan atau bahkan kekeliruan, baik dalam kepenulisan ataupun penyajian. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan dari para pembaca adanya masukan dari para pembaca sehingga kedepan mampu lebih baik dalam penyelesaiannya.



DAFTAR PUSTAKA Gonzales, Francico. 2011. Values and The Ethics for The 21 st Century. USA: BBVA Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius Weiss, Joseph W. 2014. Business Ethics A Stakeholder and Issues Management Approach. San Francisco: Berrett – Koehler Publisher Ferrel, dkk. 2011. Business Ethics: Ethical Decision Making and Cases. South Western: Cengange Learning Azheri, Busyra. 2012. Corporate Social Responsibility: Dari Voluntary Menjadi mandatory. Jakarta: Radja Grafindo Persada Handayani, Fitri dan Hardi Warsono. Analisis Peran Stakeholder dalam Pengembangan Objek Wiasta Pantai Karang Jahe di Kabupaten Rembang, Dalam http://www.fisip.undip.ac.id diakses 11 September 2019