STR Dokter Seumur Hidup - Kelompok 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA SUDUT PANDANG TERHADAP KEBIJAKAN SURAT TANDA REGISTRASI DOKTER



Disusun oleh: RISKA FITRIANA HERMAN 22.C2.0110 ELSA WIDJAJA 22.C2.0111 HESTI SULISTYANINGSIH 22.C2.0112 RIZAL FAUZI NURDIANTO 22.C2.0113 IWAN ABDULMUTALIB YUSUF 22.C2.0114 NADYA RESTU RYENDRA 22.C2.0115 MARIA CAECAELIA BOTOOR 22.C2.0116 TIA TEVA YULIANA BUTAR – BUTAR 22.C2.0117



ANGKATAN 38 MAGISTER HUKUM KESEHATAN FAKULTAS HUKUM DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2023



BAB I LATAR BELAKANG Surat Tanda Registrasi (STR) adalah dokumen resmi yang diberikan kepada seorang dokter sebagai bukti bahwa mereka telah memenuhi persyaratan pendidikan dan kualifikasi yang diperlukan untuk praktik medis. Di Indonesia, dokter-dokter harus terdaftar dan memiliki STR yang berlaku untuk dapat melaksanakan praktik medis secara sah. Surat Tanda Registrasi (STR) saat ini sedang menjadi topik yang hangat diperbincangkan dan menghadapi situasi yang kompleks. Kontroversi terkait Surat tanda registrasi (STR) terjadi setelah munculnya wacana terkait Rancangan UndangUndang (RUU) Sistem Kesehatan. Hal ini telah memicu perdebatan pro dan kontra di kalangan beberapa organisasi profesi kesehatan, yang beberapa waktu lalu mengadakan aksi damai menolak 'RUU Kesehatan Omnibus Law' di area gerbang gedung DPR RI. Disebutkan dalam RUU Kesehatan, pemerintah mengusulkan Surat Tanda Registrasi untuk dokter dan tenaga kesehatan kelak memiliki masa berlaku seumur hidup jadi bukan per 5 tahun sekali. Langkah ini diambil pemerintah dalam rangka menyederhanakan proses yang ada, dengan tujuan mengurangi beban administrasi bagi dokter dan tenaga kesehatan, sehingga mereka dapat melaksanakan profesinya dengan lebih tenang. Saat ini, dokter wajib memperpanjang STR dan Surat Izin Praktik (SIP) setiap lima tahun sekali melalui serangkaian tahapan yang memakan waktu dan melibatkan birokrasi, validasi, serta rekomendasi dari organisasi profesi terkait. Dokter banyak mengeluhkan proses yang panjang ini karena mereka merasa terbebani, baik dari segi waktu maupun biaya yang harus dikeluarkan. Salah satu biaya yang sering kali menjadi keluhan adalah biaya seminar yang harus diikuti untuk memperoleh STR. Selama lima tahun, dokter harus mengumpulkan 250 Satuan Kredit Profesi (SKP) sebagai persyaratan untuk memperoleh STR, dan biaya-biaya lainnya juga muncul selama proses pembuatan STR. Standar pengumpulan SKP dengan jumlah tertentu dalam waktu 5 tahun dianggap waktu untuk mengumpulkan terlalu sempit. Hal ini berpotensi menurunkan kualitas dan ketersediaan layanan kesehatan. Selain itu, saat STR dokter yang kadaluarsa berpengaruh pada klaim jasa dokter dari BPJS dan asuransi lainnya.



Dalam sosialisasi RUU Kesehatan, Kementerian Kesehatan mengusulkan agar pemenuhan kompetensi atau pemenuhan jumlah SKP menjadi dasar pemberian SIP, dan tidak lagi memerlukan surat rekomendasi dari organisasi profesi terkait. Kelak STR masih diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), namun perihal proses pengajuan untuk mendapatkan STR kelak akan mengalami perubahan. Untuk memenuhi persyaratan jumlah SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu dan melaporkannya melalui Sistem Informasi (SI) yang dikendalikan oleh Pemerintah Pusat. Izin praktik baru akan dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) setelah dokter dan tenaga kesehatan memenuhi persyaratan jumlah SKP tersebut. Proses registrasi dan izin praktik bagi seorang dokter kelak terintegrasi dan terhubung antara sistem pada pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dan daerah akan bekerja sama dalam menyusun perencanaan kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di setiap daerah, yang akan menjadi acuan bagi pemberian SIP di tingkat daerah. Dalam implementasi kebijakan STR seumur hidup, muncul pro dan kontra terkait mempertahankan kualitas tenaga kesehatan serta potensi peningkatan kasus malpraktik dan ketidakmampuan dokter. Drg. Aranti Anaya, MKM selaku Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI menjelaskan bahwa kebijakan STR seumur hidup tidak berarti menghilangkan pemenuhan kompetensi yang seharusnya dilakukan berkala sehingga dokter akan tetap memenuhi syarat kompetensi dokter saat mendaftar untuk membuat baru atau memperpanjang Surat Izin Praktik yang sudah ada melalui pemenuhan batas minimum Satuan Kredit Poin (SKP) seperti saat ini. Dalam pro kontra mengenai penerapan kebijakan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter seumur hidup di Indonesia, aspek administratif menjadi pertimbangan penting, di mana STR seumur hidup akan mengurangi beban administratif sehingga dokter hanya berfokus memberi pelayanan pasien tanpa dibebani oleh tugas administratif berulang – ulang setiap 5 tahun sekali. Dokter harus terus mengikuti pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesional untuk mempertahankan STR sehingga keterampilan dan kompetensi dokter sesuai dengan perkembangan ilmiah dan teknologi medis terbaru. Pengawasan terhadap praktik medis dan kinerja dokter dapat dilakukan dengan lebih efektif. Otoritas regulasi mudah mengakses dan mengevaluasi rekam jejak atau kompetensi dokter jika terjadi keluhan atau pelanggaran etika medis sehingga



akuntabilitas dokter kuat dan kepercayaan pasien terhadap praktik medis meningkat. Dokter yang terdaftar harus menjaga kompetensi dan standar medis untuk mempertahankan STR. Hal ini dapat mengurangi risiko kesalahan medis atau praktik yang tidak memadai, memberikan perlindungan kepada pasien, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap praktik medis. Pendukung kebijakan baru ini berpendapat kontinuitas praktik medis akan terjamin dan memberikan kepastian hukum kepada dokter tanpa harus memikirkan perpanjangan STR secara berkala. Persyaratan ketat dimulai dari pendaftaran, pelatihan, dan sertifikasi yang berkelanjutan dapat meningkatkan kualitas pelayanan medis. Adopsi kebijakan STR seumur hidup juga dapat menyamakan praktik medis dengan negara-negara lain yang sudah menerapkan terlebih dahulu, membuka peluang kolaborasi profesional dan pengembangan karir global. Dokter yang terdaftar di Indonesia lebih mudah mendapat pengakuan internasional dan berpartisipasi dalam program pertukaran dengan praktisi medis di negara lain. Namun, di sisi lain terdapat argumen yang menentang penerapan sistem STR seumur hidup. Perpanjangan STR secara berkala dianggap penting agar dokter tetap mengikuti perkembangan ilmu medis yang berkembang dengan cepat. Hal ini memungkinkan



pengawasan



dan



evaluasi



terkait



kualifikasi



dokter



serta



mengidentifikasi ketidakprofesionalan atau kelalaian medis dengan lebih efektif. Perpanjangan STR berkala dianggap sebagai mekanisme untuk melindungi kepentingan pasien dengan memastikan dokter memenuhi standar medis, sehingga masyarakat terhindar dari praktik medis yang tidak memadai. Beberapa pertimbangan dalam kebijakan STR seumur hidup ini perlu diperhatikan. Kebutuhan biaya yang signifikan untuk implementasi dan pemeliharaan Sistem Informasi terkait kebijakan terbaru, sumber daya yang dialokasikan secara efisien, dan penyempurnaan kebijakan yang transparan terkait persyaratan pembaruan, prosedur evaluasi, dan pengawasan dokter. Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi dokter juga menjadi hal yang diperlukan untuk mendukung sistem STR seumur hidup. Stakeholder yang terlibat dalam kebijakan STR juga memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan kebijakan terkait STR seumur hidup. Kementerian Kesehatan



menekankan



bahwa



standardisasi



yang



dilakukan



secara



berkala



membutuhkan kerjasama antara organisasi profesi dan pemerintah. Regulasi tidak lagi menjadi kewenangan eksklusif organisasi profesi, tetapi pemerintah juga ikut terlibat dalam menerbitkan surat untuk evaluasi pemberian SIP. Konflik kepentingan dapat timbul terkait siapa yang seharusnya mengeluarkan SIP, apakah organisasi profesi atau pemerintah. Standarisasi pembobotan SKP untuk seminar atau workshop yang disusun oleh Kementerian Kesehatan bersama organisasi profesi dan stakeholder terkait akan dilakukan untuk memudahkan perolehan SKP. Pemerintah kelak akan memberikan kemudahan akses bagi dokter untuk mengikuti pelatihan atau seminar dan mempermudah sistem terkait SKP yang terintegrasi di bawah Kementerian Kesehatan. Hal ini akan membuat proses perpanjangan SIP menjadi lebih transparan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) awalnya menolak kebijakan STR seumur hidup. IDI menentang kebijakan ini karena kaitannya dengan biaya STR yang ditetapkan oleh negara dan menjadi sumber penerimaan negara yang bukan pajak. Selain itu, banyak negara yang memperpanjang STR setiap dua atau tiga tahun sekali, sehingga STR dianggap sebagai syarat administratif yang harus dipenuhi oleh seorang dokter. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sempat menolak kebijakan ini dimana KKI sebagai otoritas profesi kedokteran di Indonesia yang mengeluarkan STR, menyatakan bahwa syarat terbitnya STR adalah ada sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh IDI atau kolegium kedokteran. STR kemudian digunakan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, KKI berpendapat bahwa STR harus diperbarui per lima tahun karena perkembangan ilmu kedokteran yang pesat. Namun, KKI juga menyatakan bahwa STR seumur hidup masih dapat dipertimbangkan asal sesuai dengan kompetensi dokter serta perlu melibatkan komite bersama dari kolegium, MKEK, MKKI, Kemendikbud, KKI, hingga Kementerian Kesehatan RI. Diterima atau tidaknya STR seumur hidup bagi dokter di Indonesia perlu melalui pertimbangan yang kompleks, analisis lebih lanjut, dialog yang luas dengan berbagai stakeholder, dan menilai dampak yang akan terjadi sehingga dapat dicapai keputusan yang terbaik bagi praktik dokter dan pelayanan kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, penulis membuat analisis kebijakan dengan judul “Analisa Sudut Pandang Terhadap Kebijakan Surat Tanda Registrasi Dokter”



BAB II IDENTIFIKASI MASALAH Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut : A. Pernyataan Masalah 1. Sistem perpanjangan STR dokter setiap 5 tahun harus melalui banyak tahap validasi dan rekomendasi. 2. Lamanya waktu yang diperlukan saat melalui tahapan validasi dan rekomendasi dimana hal ini menyebabkan dokter tidak bisa melakukan praktik dalam jangka waktu dari mulai STR kadaluarsa dan selama proses menunggu STR baru dikeluarkan dari KKI. 3. Keluhan dokter terkait besarnya biaya - biaya yang harus dikeluarkan dokter dimulai dari persyaratan sampai dengan proses terbitnya STR. 4. STR yang kadaluarsa berpengaruh pada klaim jasa dokter dari BPJS dan asuransi lainnya. 5. SIP yang juga harus diperpanjang setiap 5 tahun, setelah STR diperpanjang 6. Standar pengumpulan SKP dengan jumlah tertentu dalam waktu 5 tahun dianggap waktu untuk mengumpulkan terlalu sempit. 7. Pengawasan dan evaluasi terkait kualifikasi dokter dan mengidentifikasi ketidakprofesionalan atau kelalaian medis B. Tujuan dan Sasaran Berdasarkan pernyataan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kesesuaian sistem perpanjangan STR yang akan berlaku seumur hidup. 2. Merancang kembali sistem perpanjangan STR sesuai dengan kebutuhan bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya.



3. Mempertahankan dan meningkatkan profesionalitas (berkualitas dan beretika sesuai



standar



kompetensi)



dengan



pendidikan,



pelatihan



dan



pengembangan profesional tanpa mengesampingkan kesejahteraan dokter 4. Standarisasi



pembobotan



SKP



(seminar/workshop)



dalam



rangka



mempermudah perolehan dan sistem pencatatan SKP sehingga menghasilkan proses perpanjangan SIP yang transparan 5. Mengurangi beban administratif dokter sehingga dokter dapat fokus dalam pelayanan pasien tanpa dibebani tugas administratif yang berulang 6. Pengawasan terhadap praktik medis dan kinerja dokter yang dapat dilakukan dengan lebih efektif 7. Dialog lebih lanjut antara para stakeholder dimulai dari organisasi profesi terkait dan pemerintah terkait pertimbangan lembaga mana yang seharusnya mengeluarkan SIP



BAB III ANALISIS MASALAH A. Analisis Masalah Pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter dapat mengalami berbagai hambatan dan kendala yang dapat mempengaruhi prosesnya. Beberapa penyebab umum pengurusan STR dokter mengalami hambatan antara lain: 1. Persyaratan yang komplek Proses pengurusan STR dokter seringkali melibatkan berbagai persyaratan dan dokumentasi yang kompleks. Dokter harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti pemenuhan angka satuan kredit poin, daftar pemeriksaan pasien, pengabdian kerja, dan sebagainya. Jika dokter tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, maka pengurusan STR dapat terhambat. 2. Keterbatasan sumber daya Institusi atau badan yang bertanggung jawab dalam pengurusan STR dokter mungkin menghadapi keterbatasan sumber daya seperti personel, infrastruktur, atau anggaran. Hal ini dapat memperlambat proses pengurusan STR dan menimbulkan hambatan. 3. Perubahan kebijakan atau regulasi Adanya perubahan kebijakan atau regulasi terkait pengurusan STR dokter dapat menyebabkan hambatan. Jika dokter harus mematuhi persyaratan baru atau prosedur yang berbeda, mungkin diperlukan waktu dan upaya tambahan untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. 4. Keterlambatan administrasi Proses administratif yang panjang dan kompleks juga dapat menyebabkan hambatan dalam pengurusan STR dokter. Misalnya, lambatnya proses verifikasi dokumen, kurangnya koordinasi antara departemen terkait, atau kesalahan administrasi yang memerlukan koreksi. 5. Masalah teknis atau sistem Penggunaan sistem elektronik dalam pengurusan STR dokter dapat mengalami kendala teknis seperti kegagalan sistem, error, atau pembaruan perangkat lunak yang mengganggu proses.



6. Faktor manusia Faktor manusia seperti kesalahan dalam pengisian formulir, kurangnya pemahaman terhadap proses pengurusan STR, atau kurangnya komunikasi antara pihak yang terlibat juga dapat menyebabkan hambatan. Kesalahan atau ketidaktelitian



dalam



pengumpulan



dan



pengiriman



dokumen



dapat



memperlambat proses pengurusan STR. B. Indikator Indikator untuk menilai keberhasilan dalam menyelesaikan masalah 1. Tercapainya efektivitas dan efisiensi proses sistem perpanjangan STR dokter seumur hidup 2. Tercapainya efektivitas dan efisiensi waktu pengurusan STR 3. Tercapainya efektivitas dan efisiensi biaya bagi dokter untuk pengurusan STR seumur hidup dibanding setiap 5 tahun 4. Tercapainya jaminan kualitas dokter yang mendapatkan STR seumur hidup dan tetap melalui Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) 5. Tercapainya kepastian hukum terhadap kebijakan STR seumur hidup



BAB IV ALTERNATIF KEBIJAKAN, FORECASTING DAN REKOMENDASI



Jika surat tanda registrasi dokter dan tenaga kesehatan lainnya diberlakukan seumur hidup, beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan keberlanjutan karir. Dokter /tenaga Kesehatan lainnya yang telah memperoleh surat tanda registrasi seumur hidup tidak perlu khawatir tentang pembaruan registrasi atau perpanjangan izin secara berkala. Ini dapat memberikan kepastian dan stabilitas dalam melanjutkan karir , berpraktik lebih mudah ,lebih praktis. 2. Meningkatkan kepercayaan publik Surat tanda registrasi seumur hidup yang menjadi tanda pengakuan dan kepercayaan publik terhadap kompetensi dan kepatuhan etika dokter/ tenaga Kesehatan . Hal ini dapat memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada pasien dan masyarakat umum. Menurunkan resiko hukum jika terjadi keterlambatan pengurusan STR dan melindungi dokter sendiri. 3. Tanggung jawab seumur hidup Dengan memiliki surat tanda registrasi seumur hidup, dokter akan memiliki tanggung jawab profesional yang berkelanjutan sepanjang karir mereka. Mereka mungkin diharapkan untuk terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, menjaga keahlian mereka tetap relevan, dan mengikuti standar etika dan praktik terbaru tanpa mengalami hambatan sebuah tanda registrasi. 4. Kelancaran administrasi keuangan Kelengkapan klaim pelayanan klaim BPJS yang mensyaratkan STR yang masih berlaku, dengan diterapkannya STR seumur hidup akan memperlancar proses klaim pelayanan, sehingga fasilitas Kesehatan maupun dokter akan lebih diuntungkan. 5. Perlindungan pasien Dalam jangka panjang, surat tanda registrasi seumur hidup dapat membantu dalam melindungi kepentingan pasien. Dokter yang melanggar etika atau



melakukan praktik yang tidak aman atau tidak profesional masih dapat dicabut surat tanda registrasinya, meskipun sudah berlaku seumur hidup. Penerapan surat tanda registrasi tenaga kesehatan seumur hidup sudah berjalan di beberapa negara. Berikut adalah beberapa contoh negara yang diketahui menerapkan atau memiliki kebijakan serupa: 1. Kanada Beberapa provinsi di Kanada, seperti Ontario dan British Columbia, menerapkan sistem registrasi tenaga kesehatan seumur hidup. 2. Australia Di Australia, beberapa badan registrasi kesehatan, seperti Australian Health Practitioner Regulation Agency (AHPRA), memberikan registrasi seumur hidup untuk beberapa profesi kesehatan tertentu, termasuk dokter dan perawat. 3. Selandia Baru Registrasi seumur hidup juga diberlakukan di Selandia Baru untuk beberapa profesi kesehatan, seperti dokter dan perawat. 4. Norwegia Negara Norwegia juga dikenal menerapkan registrasi seumur hidup bagi tenaga kesehatan tertentu, termasuk dokter dan perawat. 5. Jerman Di Jerman, beberapa profesi kesehatan, seperti dokter dan apoteker, memperoleh lisensi seumur hidup setelah menyelesaikan persyaratan dan ujian yang ditetapkan.



BAB V KESIMPULAN Kebijakan terbaru terkait Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup sepertinya menjadi berita yang cukup menyenangkan bagi beberapa pihak seperti dokter dan tenaga Kesehatan lainnya yang



menjadi ujung tombak pelayanan Kesehatan



dilapangan. Walaupun hal ini masih menjadi pro dan kontra dari beberapa pihak lainnya terkait pembaharuan ilmu atau kompetensi dari dokter itu sendiri. Pembuatan STR bagi dokter penting agar para dokter tercatat secara sah dalam konsil kedokteran Indonesia. Selama ini para dokter harus melakukan perpanjangan str setiap lima tahun sekali, yang sebenarnya tdak merubah status keberadaan dokter itu sendiri. Oleh karena itu menurut kami perlu dilakukan perubahan, sekali teregistrasi, maka tidak peru diperpanjang lagi, dalam hal ini registrasinya mejadi seumur hidup.