STRATEGI AUDIT DAN PROGRAM AUDIT SECARA KESELURUHAN (Kel 5) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AUDITING I STRATEGI AUDIT DAN PROGRAM AUDIT SECARA KESELURUHAN DOSEN PENGAJAR : BIMBIM MAGHRIBY, SE.Ak,M.Ak,CA,BKP



Disusun Oleh : Sri Depi Wulansari



C10170006



Anisya Febiola



C10170200



Erika Tria Anzani



C10170167



Puteri Nur Anggraeni



C10170084



Zahra Harsyda Putri



C10170129



Annisa Nur Rohmah



C10170250



Deti Fauziyyah



C10170247



Nisha Triagusti Shofiani



C10170271



SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI EKUITAS 2019



KATA PENGANTAR ‫ْــــــــــــــــــم‬ ‫ال َّر ِحي ِْم الرَّحْ َم ِن هللاِ بِس‬ ِ Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas Auditing I yang berupa makalah, yang membahas mengenai Strategi Audit dan Program Audit Secara Keseluruhan dengan baik. Kami



menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan



berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Bimbim Maghriby,SE.Ak,M.Ak,CA,BKP. selaku dosen mata kuliah Auditing I yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi sehingga bisa menyelesaikan tugas ini. 2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi



berbagai kesulitan



sehingga tugas ini selesai. 3. Teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca pada umumnya.



Bandung, 24 Desember 2019



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseluruhan perencanaan audit dan program audit merupakan langkah terakhir dalam fase perencanaan audit. Langkah yang paling penting ini akan menentukan keseluruhan program audit yang akan diikuti oleh auditor, termasuk semua prosedur audit, ukuran sampel, unsur-unsur yang dipilih, serta waktunya. Hal yang berkaitan dengan pentingnya membuat keputusan yang tepat dalam membentuk perencanaan audit secara keseluruhan dan mengembangkan suatu program audit yang terperinci, dengan mempertimbangkan efektivitas bukti maupun efisiensi audit. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja jenis-jenis pengujian? 2. Bagaimana memilih jenis pengujian yang tepat untuk dilaksanakan? 3. Bagaimana dampak teknologi informasi terhadap pengujian audit? 4. Apa yang dimaksud dengan bukti gabungan? 5. Bagaimana merancang program audit? 6. Bagaimana hubungan tujuan audit terkait transaksi dengan tujuan audit terkait saldo serta tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan? 7. Apa saja ikhtisar istilah-istilah penting terkait bukti? 8. Apa saja ikhtisar proses audit? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui jenis-jenis pengujian. 2. Untuk mengetahui cara memilih jenis pengujian yang tepat untuk dilaksanakan. 3. Untuk mengetahui dampak teknologi informasi terhadap pengujian audit. 4. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan bukti gabungan. 5. Untuk mengetahui cara merancang program audit.



6. Untuk mengetahui hubungan tujuan audit terkait transaksi dengan tujuan audit terkait saldo serta tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan. 7. Untuk mengetahui ikhtisar istilah-istilah penting terkait bukti 8. Untuk mengetahui ikhtisar proses audit.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA STRATEGI AUDIT DAN PROGRAM AUDIT SECARA KESELURUHAN JENIS PENGUJIAN Dalam mengembangkan strategi audit secara keseluruhan, auditor menggunakan lima jenis pengujian (types of test) untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Audiotor menggunakan prosedur penilain risiko untuk menilai risiko salah saji yang material, yang merupakan gabungan dari risiko inheren dan risiko pengendalian. Keempat jenis pengujian lainnya merupakan prosedur audit selanjutnya (further audit procedures) yang dilaksanakan sebagai respon terhadap risiko yang diidentifikasi. Setiap prosedur audit termasuk dalam salah satu, dan kadang-kadang lebih dari satu, dari kelima kategori tersebut. Gambar 13-1 memperlihatkan hubungan keempat jenis prosedur audit selanjutnya pada model risiko audit. Seperti diilustrasikan pada gambar 13-1, pengujian pengendalian dilaksanakan untuk mendukung pengurangan penilaian risiko pengendalian, sementara auditor menggunakan prosedur analistis dan pengujian atas rincian saldo untuk memenuhi risiko deteksi yang direncanakan. Pengujian subtantif atas transaksi akan mempengaruhi baik risiko pengendalian maupun risiko deteksi yang direncanakan, karena hal itu digunakan untuk menguji efektivitas pengendalian internal dan jumlah dolar transaksi. Gambar 13-1 Model Risiko Audit



Prosedur Audit Selanjutnya



Pengujian Pengendalian



MR IR x CR



+



Pengujian + subtantif atas transaksi



+



= PDR



Prosedur analistis



+



Pengujian atas rincian saldo



=



Bukti yang tepat dan mencukupi



Prosedur Penilaian Risiko Standar audit mengharuskan auditor memahami entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan klien. Secara kolektif, prosedur yang dilaksanakan untuk memahami entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal, merupakan prosedur penilaian risiko auditor. Prosedur penilaian risiko dilaksanakan untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan. Auditor melaksanakan pengujian pengendalian, pengujian subtantif atas transaksi, prosedur analistis, dan pengujian atas rincian saldo sebagai respon terhadap penilaian auditor atas risiko salah saji yang material. Gabungan dari keempat jenis prosedur audit selanjutnya ini akan memberikan dasar bagi pendapat auditor, sebagimana yang diilustrasikan dalam gambar 13-1. Sebagaian besar prosedur penilaian risiko auditor dilakukan untuk memahami pengendalian internal. Prosedur untuk memahami pengendalian internal berfokus pada aspek perancangan maupun implementasi pengendalian internal dan digunakan untuk menilai risiko pengendalia pada setiap tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi. Pemahan auditor atas pengendalian internal digunakan untuk meniali risiko pengendalian bagi setiap tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi. Contohnya adalah penilaian tujuan keakuratan untuk transaksi penjualan sebagi bernilai rendah dan tujuan keterjadian sebagi bernilai sedang. Apabila kebijakan dan prosedur pengendalian dianggap telah dirancang secara efektif, auditor akan menilai risiko pengendalian pada tingkat yang mencerminkan keefektifan relatife pengendalian tersebut. Untuk mendapatkan bukti yang tepat dan mencukupi guna mendukung penilaian itu, auditor melaksanakan pengujian pengendalian (test of control). Pengujian pengendalian, baik secara manual maupun terotomatisasi, dapat mencakup jenis-jenis bukti berikut. (perhatikan bahwa tiga prosedur pertama adalah sama seperti yang digunakan untuk memahami pengendalian internal).    



keterangan dari personil klien yang tepat. Meminta Memeriksa dokumen, catatan, dan laporan. Mengamati aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian. Melaksanakan ulang prosedur klien.



Auditor melaksanakan walkthrough system sebagai bagian dari prosedur untuk mendapatkan pemahaman guna membantunya menentukan apakah pengendalian telah berjalan dengan semestinya. Biasanya walkthrough diterapkan pada satu atau beberapa transaksi dan mengikuti transaksi itu melewati keseluruhan proses. Sebagai contoh, auditor dapat memilih satu transaksi penjualan untuk walktrough system dari proses persetujuan kredit, kemudian mengikuti proses persetujuan kredit itu dari awal transaksi penjualan sampai pemberian kredit.



Pengujian pengendalian juga digunakan untuk menentukan apakah pengendalian tersebut efektif dan biasanya meliputi pengujian atas sampel transaksi. Sebagai pengujian atas efektivitas pelaksanaan proses persetujuan kredit, misalnya, auditor dapat memeriksa sampel sebanyak 50 transaksi penjualan selama tahun bersangkutan untuk menentukan apakah kredit telah diberikan sebelum barang dikirimkan. Prosedur untuk memahami pengendalian internal biasanya tidak memberikan bukti yang tepat yang mencukupi bahwa pengendalian telah beroperasi secara efektif. Suatu pengecualian dapat diberlakukan untuk pengendalian yang terotomatisasi karena kinerjanya sudah konsisten. Prosedur yang ditempuh auditor untuk menentukan apakah pengendalian yang terotomatisasi telah diimplemtasikan juga berlaku sebagai pengujian atas pengendalian tersebut, jika auditor menentukan ada risiko yang minimal bahwa pengendalian yang terotomatisasi telah diubah sejak pemahaman diperoleh. Jadi, tidak ada pengujian pengendalian tambahan yang akan diperlukan. Jumlah bukti tambahan yang diperlukan untuk pengujian pengendalian tergantung pada dua hal : 1. Luas bukti yang diperoleh dalam memahami pengendalian internal. 2. Pengurangan risiko pengendalian yang direncanakan. Gambar 13-2 memperlihatkan peran pengujian pengendalian dalam audit atas siklus penjualan dan penagihan relatif terhadap pengujian lainnya, yang dilaksanakan untuk memberikan bukti yang tepat dan mencakup bagi pendapat auditor. Perhatikan lingkaran yang tidak diarsir dan kata “Diaudit oleh TOC”. Untuk menyederhanakan, kita buat dua asumsi : hanya transaksi penjualan dan penerimaan kas serta tiga saldo buku besar yang membentuk siklus penjualan dan penagihan, serta saldo awal kas dan piutang usaha telah diaudit tahun sebelumnya dan dianggap benar. Jika auditor memverifikasi bahwa transaksi penjualan dan penerimaan kas telah dicatat dengan benar dalam catatan akuntansi dan telah diposting ke buku besar, meraka dapat menyimpulkan bahwa saldo akhir piutang usaha dan penjualan sudah benar. (Transaksi pengeluaran kas harus di audit sebelum auditor dapat membuat kesimpulan tentang saldo akhir akun kas). Salah satu cara yang dapat ditempuh auditor untuk memverifikasi pencatatan transaksi ini adalah dengan melaksanakan pengujian pengendalian. Jika pengendalian telah diberlakukan atas transaksi penjualan dan penerimaan kas, auditor dapat melaksanakan pengujian pengendalian untuk menentukan apakah keenam tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi telah dipenuhi untuk siklus itu. Pengujian substantif atas transaski, yang akan kita pelajari pada bagian berikut, juga mempengaruhi audit assurance untuk transaksi penjualan dan penerimaan kas. Untuk mengilustrasikan pengujian pengendalian yang tipikal, mari kita lihat kembali matriks risiko pengendalian untuk Hillsburg Hardware Co. Dalam Gambar 10-5. Untuk masing-masing dari 11 pengendalian yang tercakup pada Gambar 10-5, Tabel 13-1 mengidentifikasi pengujian pengendalian yang dapat dilakukan untuk menguji keefektifannya. Pengujian substantif adalah prosedur yang dirancang untuk menguji salah saji dolar (sering disebut salah saji moneter) yang secara langsung mempengaruhi kebenaran saldo laporan



keuangan. Auditor dapat mengendalikan pada tiga jenis pengujian substantif: pengujian substantif atas transaksi, prosedur analitis, dan pengujian rincian saldo. Pengujian substantif atas transaksi (substantive test of transactions) digunakan untuk menentukan apakah keenam tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi telah dipenuhi bagi setiap kelas transaksi. Dua dari tujuan untuk transaksi penjualan itu adalah ada transaksi penjualan (tujuan keterjadian) dan transaksi penjualan yang ada telah dicatat (tujuan kelengkapan). Lihat pembahasan pada Bab 6 tentang enam tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi. Jika yakin bahwa semua transaksi telah dicatat dengan benar dalam jurnal dan diposting dengan benar, dengan mempertimbangkan keenam tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi, auditor dapat yakin bahwa total buku besar sudah benar. Gambar 13-2 mengilustrasikan peran pengujian substantif atas transaksi dalam audit siklus penjualan dan penagihan yang digambarkan dengan lingkaran yang diarsir agak cerah dan kata “Diaudit oleh STOT”. Amatilah bahwa baik pengujian pengendalian maupunpengujian substantif atas transaksi dilakukan untuk ransaksi dalam siklus bersangkutan, bukanpada saldo akhir tahun. Auditor memverifikasi pencatatan dan pengkhtisaran transaksi penjualan dan penerimaan kas dengan melaksanakan pengujian substantif atas transaksi. Gambar 13-2 juga menyajikan sekumpulan pengujian untuk penjualan dan sekumpulan pengujian lainnya utuk penerimaan kas. Auditor dapat melaksanakan pengujian pengendalian secara terpisah dari semua pengujian lainnya,tetapi sering kali lebih efisien melakukanya secara bersamaan dengan pengujian subtantif atas trasansaksi. Sebagai contoh, biasanya auditor dapat menerapkan pengujian pengendalian yang melibatkan dokumentasi dan pelaksanaan ulang pada transaksi yang sama, yang diuji untuk salah saji moneter. (Pelaksaan ulang secara serentak menyediakan bukti tentang pengendalian maupun kebenaran moneter). Dalam sisa buku ini, kita akan mengasumsikan bahwa pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi dilakukan pada waktu yang sama. Seperti telah dibahas dalam Bab 7, prosedur analitis (analytical procedures) melibatkan perbandingan jumlah yang tercatat dengan harapan yang dikembangan oleh auditor. Standar auditing mengharuskan hal itu dilakukan selama tahap perencanaan dan penyelesaian audit. Meskipun tidak disyaratkan, prosedur amalitis juga dapat dilaksanakan pada audit saldo akun. Dua tujuan yang paling penting dari prosedur analitis dalam mengaudit saldo akun adalah: 1. Menunjukkan salah saji yang mungkin dalam laporan keuangan 2. Memberikan bukti substantif Prosedur analitis yang dilaksanakan selama tahap perencanaan biasanya berbeda dengan yang dilaksanakan dalam tahap pengujian. Sebagian contoh, meskipun menghitung marjin kotor selama tahap perencanaan, auditor mungin melakukannya dengan menggunakan data interim.



Nanti, selama pengujian saldo akhir, auditor akan mengkalkulasikan kembali rasio itu degan menggunakan data setahun penuh. Jika merasa yakin bahwa prosedur analitis menunjukkan kemungkinan salah saji yang layak, auditor dapat melaksanakan prosedur analitis tambahan atau memutuskan untuk memodifikasi pengujian rincian saldo. Apabila auditor mengembangkan ekspektasi dengan mengunakan prosedur analitis dan menyimpulkan bahwa saldo akhir tahun tertentu klien terlihat layak, pengujian rincian saldo tertentu klien terlihat layak, pengujian rincian saldo tertentu mungkin diabaikan atau ukuran sampel dikurangi. Standar auditing menyatakan bahwa prosedur analitis merupakan jenis pengujian substantif (diacu sebagai prosedur analitis substantif), apabila dilaksanakan untuk memberikan bukti tentang saldo akun. Seberapa besar auditor mungkin bersedia mengandalkan prosedur analitas substantif demi mendukung saldo akun akan tergantung pada beberapa faktor, termasuk ketepatan ekspektasi yang dikembangkan oleh audior, materialitas, dan risiko salah saji yang material. Gambar 13-2 mengilustrasikan peran prosedur analitis substantif dalam audit atas siklus penjualan dan penagihan yang digambarkan dengan lingkaran yang diarsir lebh gelap serta kata “Diaudit oleh AP”. Amatilah bahwa auditor melaksanaka prosedur analitis substantif pada transaksi penjualan dan penerimaan kas, serta pada saldo akhir akun dalam siklus bersangkutan. Pengujian rincian saldo (tests of details of balances) berfokus pada saldo akhir buku besar baik untuk akun neraca maupun laporan laba-rugi. Penekanan utamanya dalam sebagian besar pengujian rincian saldo adalah pada neraca. Contohnya meliputi konfirmasi saldo pelanggan menyangut piutang usaha. Pemeriksaan fisik persediaan, dan pemeriksaan laporan vendor tentang utang usaha. Pengujian atas saldo akhir ini sangan penting karena bukti-bukti biasanya diperoleg dari sumber independen dengan klien, dan dianggap sangat dapat dipercaya. Hampir sama dengan semua transaksi, pengujian rincian saldo yang yang dilakukan auditor harus memenuhi semua tujuan audit yang berkaitan dengan saldo bagi masing-masing akun neraca yang signifikan. Tujuan ini telah dibahas pada Bab 6. Gambar 13-2 mengilustrasikan peran pengujian rincian saldo yang digambarkan dengan lingkarana yang diarsir separuh gelap dan separuh terang serta kata “Diaudit oleh TDB”. Auditor melaksanakan pengujian yang terinci atas saldo akhir penjualan dan piutang usaha, yang meliputi prosedur audit seperti konfirmasi saldo piutang usaha dan pengujian pisah-batas (cutoff) penjualan. Laus pengujian ini bergantung pada hasil pengujian pengendalian, pengujian substantif atas transaksi, dan prosedur analitis substantif atas akun-akun tersebut. Pengujian rincian saldo dapat membantu menetapkan kebenaran moneter akun-akun yang berhubungan dehingga dianggap sebagai pengujian substantif. Sebagai contoh, konfirmasi menguji salah saji moneter piutang usaha dan karenanya merupakan pengujian substantif. Demikian pula, perhitungan persediaan dan kas yang ada di tangan juga merupakan pengujian substantif.



Gambar 13-2 mengikhtisarakan bagaimana auditor merespon risiko salah saji yang material, yang diidentifikasi melalui prosedur penilaian risiko dengan menggunakan empat jenis prosedur audit selanjutnya, guna mendapatkan kepastian audit dalam audit atas siklus penjualan dan penagihan. Pengujian pengendalian akan membantu auditor mengevaluasi apakah pengendalian atas transaksi dalam siklus itu cukup efektif untuk mendukung pengurangan penilaian risiko pengendalian, sehingga mengurangi pengujian substantif. Pengujian pengendalian juga membentuk dasar bagi laporan auditor mengenai pengendalian internal atas pelaporan keuangan perusahaan publik. Pengujian substantif atas transaksi digunakan untuk memverifikasi transaksi ayang dicatat dalam jurnal dan memposting ke buku besar. Prosedur analitis menekankan kelayakan transaksi dan saldo buku besar secara keseluruhan. Pengujian aas rincian saldo menekankan saldo akhir buku besar. Dengan menggabungkan jenis pengujian audit yang ditunjukkan dalam Gambar 13-2, auditor akan memperoleh kepastian yang lebih tinggi secara keseluruhan menyangkut transaksi dan akun-akun dalam siklus penjualan serta penagihan ketimbang yang diperoleh dari salah satu akun pengujian itu. Untuk meningkatkan kepastian secara keseluruhan bagi siklus itu, auditor dapat meningkatkan kepastian yang diperoleh dari salah satu pengujian tersebut.



MEMILIH JENIS PENGUJIAN YANG AKAN DILAKSANAKAN Biasanya auditor menggunakan kelima jenis pengujian ketika melakukan audit atas laporan keuangan, tetapi ada jenis tertentu yang lebih ditekankan, tergantung pada situasinya. Ingatlah bahwa prosedur penilaian risiko sangat diperlukan dalam semua audit untuk menilai risiko salah saji yang material, sementara keempat jenis pengujian lainnya dilaksanakan sebagai respons terhadap risiko yang diidentifikasi demi memberikan dasar bagi pndapat auditor. Perhatikan juga bahwa hanya prosedur penilaian risiko, terutama prosedur untuk memahami pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pilihan auditor atas jenis pengujian yang akan dipilih, termasuk ketersediaan delapan jenis bukti, biaya relatif dari setiap jenis pengujian, efektivitas pengendalian internal, dan risiko inheren. Hanya dua jenis yang pertama yang akan dibahas lebih lanjut karena dua yang terakhir telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya. Masing-masing dari empat jenis prosedur audit selanjutnya hanya melibatkan jenis bukti tertentu (konfirmasi,dokumentasi,dan sebagainya). Tabel 13-2 mengikhtisarkan hubungan antara prosedur audit selanjutnya dan jenis bukti. Kita dapat melakukan beberapa pegamatan atas tabel itu:   



Lebih banyak jenis bukti, enam jumlahnya, yang digunakan untuk pengujian rincian saldo ketimbang jenis pengujian lainnya. Hanya pengujian rincian saldo yang melibatkan pemeriksaan fisik dan konfirmasi. Tanya jawab dengan klien dilakukan untuk setiap jenis pengujian.



 







Inpeksi digunakan dalam setiap jenis pengujian kecuali prosedur. Pelaksanaan ulang digunakan dalam setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis, dengan satu pengecualian. Auditor dapat melaksankan ulang pengendalian sebagai bagian dari walkthrough transaksi ata untuk pengujian pengendalian yang tidak didukung oleh bukti dokumenter yang mecukupi. Rekalkulasi digunakan untuk memverifikasi keakuratan matematis transaksi apabila melaksanakan penjualan substantif atas transaksi dan saldo akun ketika melaksanakan penjualan substantif atas transaksi dan saldo akun ketika melaksanakan pengujian rincian saldo.



Ketika auditor harus memutuskan jenis pengujian mana yang akan dipilih untuk memperoleh bukti yang tepat yang mencukupi, biaya bukti itu merupakan pertimbangan yang penting. Jenis pengujian yang tercantum berikut ini disusun menurut peningkatan biayanya:     



Prosedur analitis Prosedur penilaian risiko, termasuk prosedur untuk memahami pengendalian internal Pengujian pengendalian Pengujian subtantif atas transaksi Pengujian rincian saldo



Prosedur analitis dianggap paling murah karena relative mudah dihitung dan dibandingkan. Sering kali, informasi yang cukup banyak tentang salah saji yang potensial dapat diperoleh dengan hanya membandingkan dua atau tiga angka. Prosedur penilaian risiko, termasuk prosedur untuk memahami pengendalian internal, tidak semahal pengujian audit lainnya karena auditor dengan mudah dapat melakukan tanya jawab dan pengamatan serta melaksanakan prosedur analitis perencanaan. Selain itu, pemeriksaan atas halhal seperti dokumen yang mengikhtisarkan operasi bisnis klien dan proses serta struktur menejemen dan tata kelola secara relative juga lebih murah ketimbang pengujian audit lainnya. Karena pengujian pengendalian juga melibatkan pengajuan pertanyaan atau tanya jawab pengamatan, dan inspeksi, biaya relatifnya juga lebih rendah dibandingkan pengujian subtantif. Namun, pengujian pengendalian jauh lebih mahal dibandingkan prosedur penilaian risiko auditor karena luas pengujian yang diperlukan jauh lebih besar untuk mendapatkan bukti bahwa pengendalian telah beroperasi secara efektif, terutama bila pengujian pengendalian itu melibatkan pelaksanaan ulang. Auditor sering kali dapat melaksanakan sejumlah besar pengujian pengendalian secara cepat dengan menggunakan perangkat lunak audit. Perangkat lunak semacam itu dapat menguji pengendalian dalam system akuntansi klien yang terkomputerisasi, seperti system piutang usaha terkomputerisasi, yang secara otomatis mengotorisasi penjualan kepada pelanggan yang ada dengan membandingkan jumlah penjualan yang diusulkan dan saldo piutang usaha yang ada dengan batas kredit pelanggan itu.



Pengujian subtanttif atas transaksi lebih mahal dibandingkan pengujian pengendalian yang tidak mencakup pelaksanaan ulang, karena seringkali memerlukan rekalkulasi dan penelusuran. Namun dalam lingkungan yang terkomputerisasi, auditor seringkali dapat melaksanakan pengujian subtantif atas transaksi dengan cepat untuk sampel transaksi yang besar. Pengujian rincian saldo hampir selalu lebih mahal dibandingkan jenis prosedur yang lain, karena biaya prosedur seperti untuk mengirimkan konfirmasi dan menghitung persediaan. Karena tingginya biaya pengujian rincian saldo, biasanya auditor mencoba merencanakan audit untuk meminimalkan penggunanya. Tentu saja, biaya setiap jenis bukit bervariasi dalam situasi yang berbeda, sebagai contoh, biaya menguji perhitungan persediaan oleh auditor(pengujian subtantif atas rincian saldo persediaan) seringkali bergantung pada jenis dan nilai dolar persediaan,lokasinya, dan jumlah item yang berbeda. Untuk memahami dengan lebih baik pengujian pengendalian dan pengujian subtantif, mari kita telaah perbedaannya. Pengecualian dalam pengujian pengendalian hanya mengindikasikan kemungkinan salah saji yang mempengaruhi nila dolar laporan keuangan, sedangkan pengecualian dalam pengujian subtantif Atas transaksi atau pengujian rincian saldo merupakan salah saji laporan keuangan. Pengecualian dalam pengujian pengendalian disebuut deviasi pengujian pengendalian. Dari pembahasan pada Bab 10, anda mungkin ingat dengan tiga tingkat defisiensi pengendalian: defisiansi, defisiansi yang signifikan, dan kelemahan yang material. Auditor kemungkinan besar yakin bahwa ada salah saji mata uang yang material dalam laporan keuangan apabila deviasi pengujian pengendalian dianggap sebagai defisiensi yang signifikan atau kelemahan yang material. Auditor kemudian harus melaksakan pengujian substanif atas transaksi atau pengujian rincian saldo untuk menentukan apakah salah saji mata uang yang material telah benar-benar terjadi. Asumsikan bahwa pengendalian klien memerlukan seorang klerk yang independen untuk memverifikasi kuantitas, harga, dan perkalian dari setiap faktur penjualan, dan setelah itu klerk harus memaraf faktur duplikat untuk menunjukan kinerjannya. Prosedur audit pengujian pengendalian adalah untuk memeriksa sampel faktur penjualan duplikat apakah sudah diparaf oleh orang yang memverisikasi informasi itu. Jika dokumen yang tidak diberi paraf secara memadai , auditor harus mempertimbangkan implikasinya bagi audit pengendalian internal atas pelaporan keuangan, dan menindaklanjuti dengan pengujian substansif untuk audit laporan keuangan. Ini dapat dilakukan dengan memperluas pengujian atas faktur penjualan duplikat. Yaitu, dengan menyertakan verifikasi harga, perkalian, dan footing (pengujian substantive atas transaksi) atau dengan meningkatkan ukuran sampel bagi konfirmasi piutang usaha (pengujian substantive atas rincian saldo). Meskipun pengendalian itu tidak beroperasi secara efektif, faktur-



fakturnya mungkin masih benar , terutama jika orang yang semula menyiapkan faktur penjualan telah melakukan tugasnya dengan teliti dan kompeten. Di pihak lain, jika tidak ada atau hanya sedikit dokumen yang tidak diberi paraf, pengendalian akan dianggap efektif sehingga auditor dapat mengurangi pengujian subtantif atas transaksi dan pengujian rincian saldo. Akan tetapi, beberapa pengujian subtantif atas pelaksanaan ulang dan rekalkulasi masih diperlukan untuk Memberikan auditor kepastian bahwa klerk tidak memaraf dokumen tanpa benar-benar melakukan prosedur pengendalian atau melakukannya dengan ceroboh. Karena harus menyelesaikan beberapa pengujian pelaksanaan ulang dan rekalkulasi, banyak auditor melaksanakannya sebagai bagian dari pengujian pengendalian awal. Sementara itu, auditor yang lain menunggu sampai mengetahui hasil-hasil pengujian pengendalian dan kemudian menentukan total ukuran sampel yang dibutuhkan. Ada trade-off antara pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Selama tahap perencanaan, auditor memutuskan apakah akan menilai resiko pengendalian dibawah maksimum. Jika melakukannya, auditor kemudian harus melaksanakan pengujian pengendalian untuk menentukan apakah penilaian tingkat risiko pengendalian itu didukung. (auditor harus selalu melaksanakan pengujian pengendalian dalam audit pengendalian internal atas pelaporan keuangan). Jika pengujian pengendalian mendukung peniliaian risiko pengendalian, risiko deteksi yan direncanakan dalam model resiko audit akan meningkat, sehingga pengujian substantif yang direncanakan dapat dikurangi. Gambar 13-3 menunjukan hubungan antara pengujian substantif dan penilaian resiko pengendalian (termasuk pengujian pengendalian) dengan tingkat keefektifan pengendalian internal yang berbeda. Bidang yang diarsir dalam gambar 13-3 adalah assurance maksimum yang dapat diperoleh dari penilaian resiko pengendalian dan pengujian pengendalian. Pada setiap setiap titik di sebelah kiri titik A, penilaian risiko pengendalian adalah 1,0 karena pada awalnya auditor mengevaluasi pengendalian internal sebagai tidak efektif berdasarkan kinerja prosedur penilaian risiko. Setiap titik disebelah kanan titik B tidak menghasilkan pengurangan lebih lanjut atas risiko pengendalian karena kantor akuntan public telah menentapkan penilaian risiko pengendalian yang minimum. Perhatikan dalam Gambar 13-3 bahwa tanpa mempedulikan tingkat audit assurance yang di peroleh dari penilaian risiko pengendalian dan pengujian pengendalian, audit laporan keuangan selalu memerlukan beberapa prosedur substantif. Karena audit laporan keuangan dan audit pengendalian internal atas pelaporan keuangan akan diintegrasikan, audit perusahaan public paling mungkin dinyatakan pada titik B. Pemahaman audtor atas pengendalian internal yang dilaksanakan sebagai bagian dari prosedur penilaian resiko memberikan dasar bagi penilaian awal auditor atas risiko pengendalian. Dengan asumsi auditor menentukan bahwa perancangan pengendalian internal sudah efektif dan pengendalian itu telah diimplementasikan, auditor memilih titik daerah yang diarsir pada gambar 13-3, yang konsisten dengan penilaian risiko pengendalian yang diputuskan auditor.



Seperti pengujian pengendalian, prosedur analitis juga hanya mengindikasikan kemungkinan salah saji yang mempengaruhi nilai mata uang dalam laporan keuangan. Fluktuasi yang tidak biasa dalam hubungan antara satu akun dengan akun lainnya, atau dengan informasi nonkeuaangan, dapat mengindikasikan kemungkinan yang meningkat bahwa ada salah saji yang material tanpa harus menyediakan bukti langsung tentang salah saji yang material itu. Apabila prosedur analitis mengidentifikasikan fluktuasi yang tidak biasa, auditor harus melaksanakan pengujian substantif atas transaksi atau pengujian rincian saldo untuk menentukan apakah salah saji mata uang telah benar-benar terjadi. Jika auditor melaksanakan prosedur analitis dan yakin bahwa kemungkinan salah saji yang material memiliki saldo yang kecil dan potensi terjadinya salah saji yang material sangat minimal, seperti akun perlengkapan dan beban dibayar di muka, auditor sering kali membatasi pengujiannya atas prosedur analitis substantif jika mereka mennyimpulkan bahwa akun-akun itu telah dinyatakan secara wajar. Untuk mendukung pengujian pengendalian. Asumsikan auditor menganggap bahwa keefektifan pengendalian internal berada dititik C. pengujian pengendalian pada tingkat C1 sudah cukup untuk mendukung penilaian resiko pengendalian yang rendah. Kemudian auditor dapat menentukan, melalui pelaksanaan pengujian pengendalian, bahwa penilaian awal atas risiko pengendalian yang rendah pada titik C tidak didukung dan pengendalian internal itu tidak beroperasi secara efektif. Jadi auditor merevisi penilaian reisiko pengendalian pada tingkat maksimun (titik C3) dan audit assurance akan diperoleh dari pengujian subtantif. Pada setiap titik di antara keduanya, contohnya C2 merupakan situasi di mana audit assurance yang diperoleh dari pengujian pengendalian lebih kecil dari tingkat assurance maksimu dan dipersentikan oleh titik C1. Jika C2 dipilih, keyakinan audit darinpengujian pengendalian adalah C3-C2 dan dari pengujian subtantif C-C2. Auditor mungkin akan memilih C1,C2,C3 berdasarkan biaya relative pengujian pengengendalian dan pengujian subtantif.



DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP PENGUJIAN AUDIT Standar auditing memberikan pedoman bagi auditor entitas yang mengirimkan, memberikan memelihara, atau mengakses informasi penting secara elektronis. Contoh bukti elektronik meliputi record transfer dana elektronik dan pesanan pembelian yang dikirimkan melalui electronic data intercharge(EDI). Bukti kinerja dari pengendalian yang tercomputer juga hanya bisa dalam bentuk elektronik. Standar auditing mengakui bahwa jika ada sejumlah besar bukti audit dalam format elektronik, mungkin tidak praktis atau tidak mungkin untuk mengurangi risiko deteksi hingga tingkat yang dapat diterima dengan hanya melakukan pengujian subtantif. Sebagai contoh, potensi untuk memprakarsai dan mengubah informasi yang tidak layak mungkin lebih besar jika informasi itu hanya diselenggarakan dalam format elektronik. Dalam situasi ini, auditor harus melaksanakan pengujian pengendalian untuk mengumpulkan bukti guna mendukukung penilaian tingkat risiko pengedalian dibawah maksimum bagi asersi laporan keuangan yang terpengaruh walaupun beberapa pengujian subtantif masih diperlukan, auditor dapat mengurangi pengujian subtantif



secara signifikan jika hasil pengujian pengendalian mendukung keefektifan pengendalian itu. Dalam audit atas perusahaan publik, pengendalian yang dilakukan komputer(selanjutnya disebut pengendalian yang terotomatisasi) harus diuji jika auditor mempertimbangkannya sebagai pengendalian kunci untuk mengurangi kemungkinan salah saji yang material dalam laporan keuangan. Namun, karena konsistensi yang melekat dalam pemrosesan TI auditor mungkin dapat mengurangi luas pengujian atas pengendalian yang terotomatisasi, sebagai contoh, pengendalian berbasis perangkat lunak hampir pasti dapat berfungsi secara konsistensi kecuali programnya diubah. Setelah menentukan bahwa pengendalian yang terotomatisasi berfungsi dengan baik, auditor dapat berfokus pada pengujian berikutnya untuk menilai apakah setiap perubahan yang terjadi akan membatasi efektivitas pengendalian tersebut. Pengujian semacam itu mungkin meliputi penetuan apakah setiap perubahan telah terjadi pada program dan apakah perubahan tersebut telah diotorisasi dan diuji dengan layak sebelum diimplementasikan. Pendekatan ini menghasilkan audit yang sangat efektif apabila auditor menentukan bahwa pengendalian terotomatisasi yang telah diuji pada audit tahun sebelumnya belum diubah dan tetap mengikuti pengendalian umum yang efektif.



BAURAN BUKTI Memilih jenis pengujian mana yang akan digunakan dan seberapa ekstensif pengujian itu harus dilaksanakan dapat sangat bervariasi di antara audit dengan tingkat efektivitas pengendalian internal dan risiko inheren yang berbeda. Bahkan dalam audit tertentu, variasi dapat terdiri dari satu siklus ke siklus lain. Untuk mendapatkan bukti yang tepat dan mencukupi sebagai respons terhadap risiko yang diidentifikasi melalui prosedur penilaian risiko, auditor menggunakan kombinasi dari empat jenis pengendalian yang selanjutnya. kombinasi ini sering kali disebut bauran bukti (evidence mix). TABEL 13-3



Variasi Bauran Bukti Pengujian



Pengujian Substansif Prosedur



Pengujian



Pengendalian atas Transaksi



Analisis



Rincian Saldo



Audit 1



E



S



E



S



Audit 2



M



M



E



M



Audit 3



N



E



M



E



Audit 4



M



E



E



E



E = Jumlah Pengujian yang ekstensif, M = Jumlah pengujian sedang S = Jumlah pengujian kecil, N = Tidak ada pengujian Analisis Audit 1 Klien ini adalah sebuah perusahaan besar yang memiliki pengendalian internal yang canggih dan risiko inheren yang rendah.karena itu, auditor melaksanakan pengujian pengendalian yang ekstensif dan sangat mengandalkan pengendalian internal klien untuk mengurangi pengujian substansif prosedur analisis substansif yang ekstensif juga dilaksanakan untuk mengurangi pengujian substansif lainnya. Jadi, pengujian substansif atas transaksi dan pengujian rincian saldo dapat diminimalkan. Karena menekankan pada pengujian pengendalian dan prosedur analisis subtansif, audit ini dapat dilakukan relatif murah. Audit ini cenderung menyajikan bauran audit yang digunakan dalam audit terpadu terhadap laporan keuangan sebuah perusahaan public dan pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Analisis Audit 2 Perusahaan ini berukuran sedang, yang memiliki sejumlah pengendalian dan beberapa risiko inheren. Auditor telah memutuskan untuk melakukan pengujian dalam jumlah sedang bagi semua jenis pengujian kecuali prosedur analisis substansif, yang akan dilaksanakan secara ektensif. Pengujian yang lebih ekstensif akan diperlukan jika ditemukan risiko inheren yang spesifik. Analisis Audit 3 Perusahaan ini berukuran sedang tetapi mempunyai segelintir pengendalian yang efektif dan risiko inheren yang signifikan. Manajemen mungkin telah memutuskan bahwa memiliki pengendalian internal yang lebih baik tidak efektif dari segi biaya. Karena tidak memiliki pengendalian internal yang efektif,kita dapat mengasumsikan bahwa perusahaan ini mungkin sebuah perusahaan nonpublic. Tidak ada pengujian pengendalian yang dilakukan karena ketergantungan pada pengendalian internal dainggap tidak tepat apabila pengendalian itu tidak mencukupi bagi seluruh perusahaan nonpublic. Auditor menekankan pada pengujian rincian saldo dan pengujian substansif atas transaksi, tetapi beberapa prosedur analisis substansif juga dilakukan. Prosedur analisis substansif biasanya dilakukan untuk mengurangi pengujian substansif lainnya karena prosedur itu memberikan bukti tentang kemungkinan salah saji yang material. Jika auditor sudah berharap menemukan salah saji yang material dalam saldo akun, prosedur analisis tambahan tidak efektif dari segi biaya. Biaya audit ini cenderung tinggi karena diperlukan jumlah pengujian substansif yang terinci.



Analisis Audit 4 Rencana awal pada audit ini adalah mengikuti pendekatan yang digunakan dalam Audit 2. Namun, auditor mungkin menemukan penyimpangan pengujian pengendalian yang ekstensif dan salah saji yang signifikan meskipun melakukan pengujian substansif atas transaksi dan prosedur analisis substansif. Karena itu, auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal tidak efektif. Pengujian rincian saldo yang ekstensif dilakukan untuk mengoffset hasil pengujian lain yang tidak dapat diterima. biaya audit ini lebih tinggi karena pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi telah dilakukan tetapi tidak dapat digunakan untuk mengurangi pengujian rincain saldo.



PERANCANGAN PROGRAM AUDIT Setelah auditor menggunakan prosedur penelitian risiko untuk menentukan penekanan yang tepat pada masing-masing dari empat jenis pengujian lainnya, programaudit khusus bagi setiap jenis harus dirancang. Prosedur audit ini kemudian digunakan untuk membentuk program audit. Pada sebagian besar audit, auditor yang bertanggung jawab atas penugasan itu merekomendasikan bauran bukti kepada manajer penugasan.setelah bauran bukti tersebut disetujui, auditor yang bertanggung jawab lalu menyusun program audit atau memodifikasi program yang sudah ada agar memenuhi semua tujuan audit, dengan mempertimbangkan hal-hal seperti materialitas, bauran audit, risikoinheren, risiko pengendalian, dan setiap risiko kecurangan yang diidentifikasi, serta kebutuhan akan audit yang terintegrasi bagi seluruh perusahan public. Auditor yang bertanggung jawab itu juga cenderung mendapatkan persetujuan dari manajer sebelum melaksanakan prosedur audit atau mendelegasikan tugasnya kepada asisten. Selain pada bagian program audit yang berisi prosedur penilian risiko yang yang dilaksanakan selama tahap perencanaan,program audit bagi kebanyakan audit juga dirancang dalamtiga bagian tambahan; pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas taransaksi, prosedur analisis substansif, dan pengujian rincian saldo. Setiap siklus transaksi mungkin akan dievaluasi dengan menggunakan serangkaian program subaudit yang terpisah.dalam siklus penjualan dan penagihan, misalnya, auditor dapat menggunakan:







Program audit pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi untuk penjualan dan penerimaan kas







Program audit prosedur analisis substansif untuk keseluruhan siklus







Program audit pengujian rincian saldo untuk kas, piutang usaha, beban piutang tak tertagih, penyisihan untuk piutang tak tertagih, dan piutang usaha rupa-rupa



Program audit oengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi biasanya meliputi bagian deskriptif yang mendokumentasikan pemahaman atas pengendalian internal yang diperoleh selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko.program itu juga ungkin menyertakan suatu uraian tentang prosedur yang dilaksanakan untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian internal dan penilian tingkat risiko pengendalian. Auditor menggunakan informasi ini untuk mengembangkan program audit pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi. Prosedur Audit Ketika merancang pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi, auditor menekankan pada pemenuhan tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi yang dikembangkan dalam bab 6. Auditor mengikuti pendekatan empat langkah untuk mengurangi risiko pengendalian yang diperkirakan. 1. Memberlakukan tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi pada kelas transaksi yang diuji, seperti penjualan. 2. Mengidentifikasi pengendalian kunci yang dapat mengurangi risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi. 3. Mengembangkan pengujian pengendalian yang tepat bagi semua pengendalian internal yang digunakan untuk mengurangi penilian pendahuluan atas risiko pengendalian di bawah maksimum (pengendalian kunci). 4. Untuk jenis salah saji potensial yang berkaitan dengan setiap tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi, rancanglah pengujian substansif atas transaksi yang tepat, dengan mempertimbangkan defisiensi pengendalian internal dan hasilyang diharapkan dari pengujian pengendalian pada langkah 3. Prosedur Analisis



Karena relatif murah, banyak auditor melaksanakan prosedur analisis substansif pada semua audit. Prosedur analisis yang dilaksanakan selama pengujian substansif seperti audit piutang usaha, biasanya lebih terfokus dan lebih ekstensif ketimbang yang dilakukan sebagai bagian dari perencanaan. Auditor mungkin menggunakan data disagregat untuk meningkatkan ketepatan ekspektasi auditor. Selama tahap perencanaan, auditor dapat mengkalkulasi persentase marjin kotor untuk total penjualan, sementara selama pengujian substansif atas piutang usaha, auditor dapat mengkalkukasi persentase marjin kotor perbulan atau per linibisnis,atau mungkin keduanya. Prosedur analisis yang dhitung dengan menggunakan jumlah bulanan biasanya akan lebih efektif dalam mendeteksi salah saji ketimbang yang dihitung dengan mengguanan jumlah tahunan, dan perbandingan per lini bisni biasanya akan lebih efektif ketimbang perbandingan seluruh perusahaan. Jika penjualan dan piutang usaha didasarkan pada hubungan yang dapat diprediksi dengan data nonkeuangan, audit sering kali menggunakan informasi itu untuk melakukan prosedur analitis. Demikian juga, jika penagihan pendapatan didasarkan pada jumlah jam kerja profesional yang dibebankan kepada klien. Ketika auditor berencana menggunakan prosedur analitis untuk memberikan kayakinan substantif tentang saldo akun, data yang digunakan dalam kalkulasi harus dipandang cukup dapat diandalkan. Ini berlaku untuk semua data, terutama data nonkeuangan. Pengujian Rincian Saldo Untuk merancang prosedur audit pengujian rincian saldo, auditor menggunakan metodologi yang berorientasi pada tujua audit yang berkaitan dengan saldo. Sebagai contoh, jika auditor memverifikasi piutang usaha, prosedur audit yang direncakan harus mencakup untuk memenuhi setiap tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Mempengaruhi Piutang Usaha Sebagi bagian dari memahami bisnis dan industri klien, auditor mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko bisnis klien yang signifikan untuk menentukan apakah hal itu meningkatkan risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan. Jika setiap risiko bisnis klien yang diidentifikasi mempengaruhi piutag usaha, risiko itu harus dilibatkan dalam evaluasi auditor atas risiko inheren atau risiko pengendalian. Risiko ini kemudian akam mempengaruhi luas bukti yang tepat. Menetapkan Materialitas Kinerja dan Menilai Risiko Inheren untuk Piutang Usaha Auditor harus menentukan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas pada audit secara keseluruhan da kemudian mengalokaskan totalnya ke saldo akun, untuk menetapkan materialitas kinerja bagi setiap saldo yang signifikan. Untuk tingkat materialitas yang lebih rendah, diperlukan lebih banyak pengujian rincian, dan begitu sebaliknya. Beberapa auditor



mengalokasikan materialitas kinerja ke setiap tujuan audit yang berkaitan dengan saldo, tetapi sebagian besar tidak. Risiko inheren dinilai dengan mengidentifikasi setiap aspek dari sejarah, lingkungan, atau operasi klien yang menunjukkan kemungkinan yang besar bahwa ada salah saji dalam laporan keuangan tahun berjalan. Risiko inheren juga dapat diperluas ke setiap tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Menilai Risiko Pengendalian untuk Siklus Penjualan dan Penagihan Metodologi untuk mengevaluasi risiko pengendalian akan deterapkan baik pada penjualan maupun penerimaan kas dalam audit atas piutang usaha. Pengendalian penjualan maupun penerimaan kas dalam audit atas piutang usaha. Pengendalian yang efektif akan mengurangi risiko pengendalian, sehingga juga mengurangi jumlah bukti yang diperlukan untuk pengujian substantif atas transaksi dan pengujian rincian saldo. Pengendalian yang kurang memadai akan meningkatkan bukti substantif yang diperlukan. Merancang dan Melaksanakan Pengujian Pengendalian serta Pengujian Substantif atas Transaksi untuk Siklus Penjualan dan Penagihan Pengujian pengendalian dan penagihan substantif atas transaksi dirancang dengan harapan hasilhasil tertentu akan diperoleh. Hasil yang diprediksi tersebut akan mempengaruhi perancangan pengujian rincian saldo. Merancang Dan Melaksanakan Prosedur Analitis untuk Saldo Piutang Auditor melakukan prosedur analitis untuk akun-akun seperti piutang dagang untuk dua tujuan. Yaitu, untuk mengidentifikasi kemungkinan salah saji dalam saldo akun tersebut dan untuk mengurangi pengujian audit yang terperinci. Merancang Pengujian Rincian Saldo Piutang Usaha Untuk Memenuhi Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Saldo Pengujian terperinci saldo yang direncanakan termasuk prosedur audit., ukuran sampel, unsur yang dipilih dan penentuan waktu. Prosedur harus dipilih dan dirancang untuk setiap akun dan setiap tujuan audit terkait saldo dalam setiap akun. Kesulitan yang dihadapi auditor dalam merancang pengujian terperinci saldo adalah kebutuhan untuk memprediksi hasil dari pengujian pengendalian, pengujian substantif transaksi, dan prosedur analitis substantif sebelum pengujian- pengujian tersebut dilakukan. Hal ini penting karena auditor harus merancang pengujian terperinci saldo selama fase perencanaan, namun ketetapan rancangan tersebut bergantung pada hasil pengujian-pengujian lainnya. Tingkat disagregasi kegiatan perencanan Tingkat disagregasi ini terbentang mulai dari keseluruhan audit hingga ketujuan audit terkait saldo untuk setiap akun. Sebagai contoh, prosedur pengukuran risiko yang terkait untuk mendapatkan informasi latar belakang mengenai bisnis dan industri klien yang relevan dengan pengauditan. Auditor pertama kali akan



menggunakan informasi tersebut dalam mengukur risiko audit yang dapat diterima untuk kontrak kerja secara keseluruhan. Auditor kemungkinan akan menggunakan informasi mengenai bisnis dan industri klien yang ia dapatkan melalui prosedur pengukuran risiko untuk menilai risiko bawaan untuk tujuan audit tertentu. Ketika audit berlangsung, auditor akan menggunakan informasi tersebut ketika membuat keputusan mengenai pengujian terperinci saldo. Program Audit Ilustratif Standar audit mengharuskan auditor untuk menggunakan program tertulis. Format yang digunakan mengaitkan prosedur audit dengan tujuan audit terkait saldo. Perhatikan bahwa sebagian besar prosedur memenuhi lebih dari satu tujuan, dan bahwa lebih dari satu prosedur audit digunakan untuk setiap tujuan. Prosedur audit dapat ditambahkan atau dihapuskan jika dipandang perlu oleh auditor. Untuk sebagian besar prosedur audit, ukuran sampel, unsur yang dipilih serta pemilihan waktu juga dapat diubah. Program audit seringkali terkomputerisasi. Bentuk yang paling sederhana adalah dengan magnetik program audit dalam program pengolahan kata dan penyimpanannya dalam arsip dari tahun yang satu ketahun yang berikutnya untuk memfasilitasi perubahan dan pemutakhiran. Pendekatan yang lebih canggih adalah dengan menggunakan perangkat lunak audit yang membantu auditor berfikir melalui pertimbangan rencana dan memilih prosedur yang tepat dari suatu basis data prosedur audit. prosedurprosedur tersebut kemudian diorganisasikan ke dalam suatu program audit. Hubungan Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Transaksi dan Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Saldo serta Penyajian dan Pengungkapan Sebelumnya telah kita bahas pengujian terperinci saldo harus dirancang untuk memenuhi tujuan audit terkait saldo untuk setiap akun dan keluasan pengujian tersebut dapat dikurangi ketika tujuan audit terkait transaksi telah terpenuhi dengan melalui pengujian pengendalian atau pengujian substantif. Ketika semua tujuan audit terkait transaksi sudah terpenuhi, auditor akan tetap lebih mengandalkan pengujian substantif saldo untuk memenuhi tujuan audit terkait saldo berikut ini :  



Nilai realisasi Hak dan kewajiban



Pengujian substantif saldo tambahan juga hampir sama untuk tujuan audit terjkait saldo lainnya, bergantung pada hasil-hasil pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi. Ikhtisar Istilah Penting yang Berkaitan dengan Bukti Beberapa istilah terkait bukti telah digunakan dalam beberapa bab sebelumnya. Untuk membedakan dan memahami masing-masing istilah tersebut berikut penjelasan singkat. Fase Proses Audit (Phase Of The Audit Process) Empat fase proses audit dalam kolom pertama merupakan cara yang mendasar dimana suatu audit disusun, sebagaimana digambarkan menunjukkan komponen-komponen kunci terhadap keempat fase dalam proses pengauditan ini. Tujuan Audit (Audit Objectives)



Merupakan tujuan-tujuan dalam suatu pengauditan yang harus terpenuhi sebelum auditor dapat menyimpulkan bahwa suatu kelompok transaksi atau saldo akun sudah disajikan secara wajar. Terdapat enam tujuan terkait transaksi, delapan tujuan terkait saldo, dan empat tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan. Fase Proses Audit Keempat fase proses audit (phase ofaudit process) dalam kolom pertama merupakan cara utama audit itu diorganisasi, seperti yang diuraikan dalam Bab 6. Gambar 13-9 menunjukkan komponen penting dari keempat fase proses audit tersebut Tujuan Audit Ini merupakan tujuan audit yang harus dipenuhi sebekum auditor dapat menyimpulkan bahwa suatu kelas transaksi atau saldo akun tertentu telah dinyatakan secara wajar. Ada enam tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi, delapan yang berkaitan dengan saldo, serta empat yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan, yang semuanya tercantum dalam Tabel 13-6. Perhatikan bahwa semua tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi ditangani dalam fase II, tujuanaudit yang berkaitan dengan saldo pada fase III, serta tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan dalam fase IV.



IKHTISAR PROSES AUDIT Keempat fase bagi keseluruhan proses.



Fase I: Merencanakan dan Merancang Pendekatan Audit



Auditor menggunakan informasi yang diperoleh dari prosedurdan Meracag Pedekatan penilaian resiko yang berkaitan dengan penerimaan klien dan perencanaan awal, pemahaman bisnis dan industri klien, penilaian resiko bisnis klien, dan pelaksanaan prosedur analitis pendahuluan (empat kotak pertama dalam Gambar 13-9) terutama untuk menilai resiko inheren dan resiko audit yang dapat diterima. Auditor menggunakan penilaian atas materialitas, resiko audit yang dapat diterima, resiko inheren, resiko pengendalian, dan setiap resiko kecurangan yang diidentifikasi guna mengembangkan keseluruhan rencana audit dan program audit secara keseluruhan. Pada akhir fase I, auditor harus memiliki rencana audit yang disusun dengan baik dan program audit khusus untuk keseluruhan audit.



Fase II: Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantid atas Transaksi



Auditor melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi selama ini. Tujuan dari fase II adalah untuk







Memperoleh bukti untuk mendukung pengendalian khusus yang berkontribusi pada penilaian resiko pengendalian oleh auditor (yaitu, bila dikurangi di bawah maksimum) bagi audit laporan keuangan dan audit pengendalian internal atas pelaporan keuangan perusahaan publik.







Memperoleh bukti untuk mendukung ketetapan monster transaksi.



Tujuan pertama dipenuhi dengan melakukan pengujian pengendalian, da tujuan kedua dipenuhi dengan melakukan pengujian substantif atas transaksi. Sering kali kedua jenis pengujian tersebut dilaksanakan secara serentak atas transaksi yang sama. Apabila pengendalian dianggap tidak efektif atau bila auditor menemukan penyimpangan, pengujian substantif dapat diperluas dalam fase ini.



Fase I Merncanakan dan merancang pendekatan audit



Menerima klien dan melaksanakan perencanaan awal Memahamis bisnis dan industri klien Menilai resiko bisnis klien Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan Menentapkan materialitas dan menilai resiko audit yang dapat diterima serta resiko inheren Memahami pengendalian internal dan menilai resiko kecurangan Mengumpulkan informasi untuk menilai resiko kecurangan Mengembangkan strategi audit dan program audit secara keseluruhan



Fase II Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantil atas transaksi



Merencanakan untuk mengurangi penilaia tingkat resiko pengendalian?



Melaksanakan pengujian pengendalian* Ya



Melaksanakan pengujian substantil atas transakasi



Menilai kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan



Fase III Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian rincian saldo



Renda h, Melaksanakan prosedur analitis sedang Melaksanakan pengujian atas pos-pos yang , tinggi, penting atau tidak Melaksanakan pengujian rincian saldo diketa tambahan hui



Tidak



Fase IV Menyelesaikan audit dan mengeluarkan laporan audit



Melaksanakan pengujian tambahan atas penyajian dan pengungkapan



Mengumpulkan bukti akhir



Mengevaluasi hasil



Mengeluarkan laporan audit



Mengomunikasikan kepada komite audit dan manajemen *Luas pengujian pengendalian ditentukan oleh ketergantungan yang direncanakan pada pengendalian. Untuk perusahaan publik, pengujian harus mencukupi untuk mengeluarkan suatu pendapat tentang pengendalian internal dan pelaporan keuangan.



III, dengan mempertimbangkan implikasi bagi laporan audit tentang pengendalian internal atas pelaporan keuangan dalam audit yang terintegrasi. Karena hasil dari pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi merupakan determinan utama dari luas pengujian rincian saldo, pengujian itu sering kali dilakukan 2 atau 3 bulan sebelum tanggal neraca. Ini membantu auditor dalam merevisi program audit pengujian rincian saldo atas hasil yang tidak diharapkan pasa pengujian sebelumnya, dan menyelesaikan audit secepat mungkin setelah tanggal neraca. Pendekatan ini juga digunakakn dalam audit atas perusahaan publik agar memungkinkan manajemen mempunyai kesempatan untuk memperbaiki defisiensi pengendalian pada waktunya guna memungkinkan auditor melakukan pengujian ats pengendalian yang baru diimplementasikan sebelum akhir tahun. Auditor memperbarui pengujiannya atas pengendalian internal menjelang akhir tahun untuk memverifikasi bahwa pengendalian terus berjalan secara efektif Tujuan dari fase III adalah memperoleh bukti tambahan yang mencukupi guna menentukan apakah saldo akgir dan catatan kaki atas laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar, sifat dan luas pekerjaan akan sangat tergantung pada temuan dari dua fase sebelumnya.



Dua kategori umum dari prosedur fase III adalah: 5. Prosedur analitis substantif yang menilai kelayakan transaksi dan saldo secara keseluruhan. 6. Pengujian rincian saldo, yang merupakan prosedur audit untuk menguji salah saji moneter dalalm saldo laporan keuangan. Tabel 13-7 memperlihatkan prosedur analitis yang dilaksanakan baik sebelum maupun setelah tanggal neraca. Karena biayanya rendah, prosedur analitis biasa digunakan apabila hal itu relevan. Prosedur ini sering dilaksanakan lebih awal, dengan menggunakan data pendahuluan sebelum akhir tahun, sebagai sarana untuk merencanakan dan mengarahkan pengujian audit lainnya ke bidang yang lebih khusus. Namun manfaat terbesar dari menghitung rasio dan melakukan perbandingan baru diperoleh setelah klien selesai menyusun laporan keuangannya. Idealnya, prosedur analitis ini dilakukan sebelum pengujian rincian saldo sehingga prosedur itu segera dapat digunakan untuk menentukan seberapa luas pengujian saldo. Prosedur itu jjuga digunakan sebagai bagian dari pelaksanaan pengujian saldo dan selama tahap penyelesaiian audit. Tabel 13-7 juga menunjukan bahwa pengujian rincian saldo biasanya dilakukan terakhir. Pada beberapa audit, semuanya dilaksanakan setelalh tanggal neraca. Apabila klien ingin mengeluarkan laporan segera setelah tanggal neraca, pengujian rincian saldo yang lebih memakan waktu akan dilaksanakan pada tanggal interim sebelum akhir-tahun, dengan pekerjaan tambahan dilakukan untuk “me-roll-forward” saldo tanggal-interim yang telah diaudit ke akhirtahun. Pengujian substansi atas saldo yang dilakukan sebelum akhir-tahun akan memberikan assurance yang lebih kecil dan biasanya hanya dilakukan bila pengendalian internal efektif.



TABEL 13-7 PENETAPAN WAKTU PENGUJIAN Fase I



Merencanakakn dan merancang pendekatan audit. Memperbarui pemahaman atas pengendalian internal. Memperbarui program audit. Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan.



31-8-13



Fase II



Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian 30-9-13 substantif atas transaksi untuk 9 bulan pertama tahun berjalan.



Fase III



Mengonfirmasikan piutang usaha. Mengamati persediaan. Melaksanakan



pengujian



cuttof.



Meminta



31-10-13



berbagai 31-12-13



Tanggal neraca



konfirmasi lain. Melaksanakan prosedur analitis, menyelesaikan pengujian 7-1-14



Pembukuan ditutup



pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi, serta menyelesaikan sebagian besar pengujian rincian saldo. Fase IV



Melaksanakan prosedur untuk mendukung tujuan audit 15-2-14



Tanggal



yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan,



pekerjaan lapangan



mengikhtisarkan



hasil,



mengumpulkan



bukti



terakhir



akhir



(termasuk prosedur analitis), dan menyelesaikan audit. Mengeluarkakn laporan audit



25-2-14



Setelah tiga fase pertama diselesaikan, auditor harus mengumpulkan bukti tambahan yang bersangkutan dengan tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan, mengikhtisarkan hasilnya, mengeluarkan laporan audit, dan melaksanakan bentuk komunikasi lainnya. Seperti diperlihatkan dalam gambar 13-9, fase ini mempunyai beberapa bagian.



Melaksanakan Pengujian Tambahan untik Penyajian dan Pengungkapan Ingatlah dari pembahsan pada bab 6 bahwa auditor mengumpulkan bukti yang bersangkutan dengan tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan. Prosedur yang dilaksanakan auditor untuk mendukung empat tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan serupa dengan prosedur audit yang dilaksanakan untuk mendukung tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi dan berkaitan dengan saldo. Sebagai, manajemen mengimplementasikan pengendalian internal untuk memastikan bahwa semua pengungkapan catatan kaki yang disyaratkan sudah dibuat, dan jumlah serta informasi lainnya yang diungkapkan sudah akurat. Pengujian yang dilakukan auditor atas pengendalian itu memberikan



bukti yang mendukung kelengkapan dan keakuratan tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian serta pengungkapan. Auditor juga melaksanakan pengujian substantif untuk mendapatkan bukti yang tepat yang mencukupi bahwa informasi yang diungkapkan dalam catatan kaki mencerminkan transaksi dan saldo aktual telah terjadi, dan merupakan kewajiban klien untuk mendukung tujuan keterjadian serta hak dan kewajiban. Sebagian besar pengujjian auditor yang bersangkutan dengan tujan audit yang berkaitan besar dengan penyajian dan pengungkapan dilaksanakan selama tiga fase pertama, tetapi pengujian tambahan dilaksanakan pada fase IV. Selama fase terakhir ini, auditor melaksanakan prosedur audit yang berkaitan dengan kewajiban kontinjen dan peristiwa setelah tanggal neraca. Kewajiban kontinjen adalah kewajiban potensial yang harus diiungkapkan dalam catatan kaki klien. Auditor harus memastikan bahwa pengungkapannya lengkap dan akurat. Peristiwa setelah tanggal neraca merupakan peristiwa yang kadang-kadang terjadi setelah tanggal neraca, tetapi sebelum dikeluarkannya laporan keuangan dan laporan auditor, yang mempengaruhi laporan keuangan. Prosedur review khusus dirancang agar perhatian auditor tertuju pada peristiwa setelah tanggal neraca yang mempengaruhi laporan keuangan. Mengumpulkan Bukti Akhir selain bukti yang diperoleh untuk masing-masing siklus selama fase I dan II, dan untuk masing-masing akun selama fase III, auditor harus mengumpulkan bukti berikut laporan keuangan secara keseluruhan selama fase penyelesaiian: 



Melaksanakan prosedur analitis terakhir







Mengevaluasi asumsi going-concern







Mendapatkan surat representasi klien







Membaca informasi dalam laporan tahunan untuk memastikan bahwa hal itu konsisten dengan laporan keuangan



Mengeluarkan Laporan Audit Jenis laporan audit yang akan dikeluarkakn tergantung pada bukti yang dikumpulkan dan temuan audit. Laporan yang tepat untuk situasi yang berbeda telah dipelajari dalam Bab 3.



Berkkomunikasi dengan Komite Audit dan Manajemen Auditor diwajibkan untuk mengomunikasikan defisiensi yang signifikakn dalalm pengendalian internal kepada komite audit



atau



manajemen



senior.



Standar



auditing



juga



mengharuskan



auditor



untuk



mengomunikasikan berbagai hal tertentu lainnya kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kellola, seperti komite audit atau badan serupa yang ditunjuk setelah penyelesaiian audit. Meskipun tidak diharuskan, auditor sering juga memberi saran kepada manajemen untuk meningkatkan kinerja bisnis.



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN a) Fase dari proses audit Keempat aspek dari audit : 1. merencanakan dan merancang suatu pendekatan audit,



2. menjalankan tes pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi, 3. menjalankan prosedur analitis dan pengujian rincian saldo, 4. melengkapi audit dan menerbitkan suatu laporan. b) Jenis pengujian Kelima jenis pengujian audit yang digunakan auditor untuk menentukan apakah laporan keuangan dapat dinyatakan secara wajar yaitu, prosedur untuk memperoleh pemahaman atas prosedur pengukuran risiko, pengujian atas pengendalian, pengujian substantif atas transaksi, prosedur analitis, dan pengujian terinci atas saldo. c) Jenis bukti Ketujuh jenis atau kategori besar dari bukti yang digunakan oleh auditor, pemeriksaan fisik, konfirmasi, dokumentasi, prosedur analitis, pengamatan, pemeriksaan klien dan pelaksanaan ulang.



Daftar Pustaka Auditing & Jasa Assurance Edisi Kelimabelas Jilid 1