Sumber Pengembangan Hukum Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya. Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat. Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan 1



kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist. Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.



B. Rumusan Masalah 1. Apa saja sumber hukum islam? 2. Bagaimana Sumber pengembangan hukum islam? C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai sarana pembelajaran untuk lebih memahami sumber-sumber hukum islam. Melalui makalah ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan agar lebih mengetahui apa saja sumber hukum islam itu.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sumber Hukum Islam Hukum



menurut



bahasa



berarti



menetapkan



sesuatu



atau



tidak



menetapkannya. Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dalam konsep hukum islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan tuhan. Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman syari’at islam Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah al Qur’an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Baihaqi). Dalam sistem hukum islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dibidang mu’amalah. Kelima a. b. c. d. e.



jenis



kaidah



tersebut,



dinamakan



al-ahkam



al-homsyah



atau



penggolongan hukum yang lima yakni : jaiz atau mubah, sunat, makruh, wajib, dan haram. Untuk memahami hukum islam dengan baik dan benar seseorang harus memahami beberapa istilah yang berkenaan dengan hukum islam. Dalam



3



pembahasan kerangka dasar agama islam disebutkan bahwa komponen kedua agama islam adalah syariat yang terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan mu’amalah. Sumber-sumber Hukum Islam Al Qur’an 1. Pengertian Al Qur’an Secara etimologi Al Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (aldlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Alquran berisi perintah dan larangan, ayat yang pertama turun di gua hira pada permulaan Muhammad diangkat menjadi rasul dengan surah al-‘alaq. Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah surah al-maa’idah ayat 3. Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6.236 ayat, dan 324.345 huruf. Menurut turunnya, wahyu dapat dibagi dua bagian, yaitu: wahyu (surah) yang turun di mekah disebut makkiyah, dan wahyu (surah) yang turun di madinah disebut madaniyah. 2. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber islam Allah SWT. Menurunkan Al-Qur’an itu, gunanya untuk dijadikan dasar hukum, dan disampaikan kepada ummat manusia untuk diamalkan segala perintahnya dan ditinggalkan segala larangannya, sebagaimana firman Allah : (43 : ‫فاستمسك بالذي أوحى اليك ) الزخرف‬ Artinya : “ maka berpeganglah kepada apa diwahyukan kepadamu”. (Az-Zukhruf ayat 43) Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil



4



utama fiqih. Al-Qur’an juga membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya. Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an. Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam. 3. Pokok-pokok isi Al Qur’an Isi pokok Al Qur’an adalah : a) Tauhid b) Ibadah c) Janji dan ancaman d) Sejarah 4. Hukum yang terkandung dalam Al Qur’an Hukum yang di kandung oleh Al Qur’an ada 3 macam, yaitu: a) Hukum-hukum akidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan halhal yang harus di percayai oleh setiap mukallaf, tentang malaikat nya, kitabnya, para rasulnya. b) Hukum-hukum Allah , yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di jadikan perhiasan oleh setiap mukallaf. c) Hukum-hukum amaliyah, yang bersangkut paut dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf, meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad (contract), dan pembelanjaan (pengelolaan harta benda). Maka hukum selain ibadah dalam istilah syara’ disebut hukum muamalah. Sedangkan menurut istilah modern hukum muamalah telah bercabang cabang sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan muamalah manusia yakni : a) Hukum badan pribadi yaitu hukum yang dengan unit keluarga , mulai dari pemulaan berdirinya.contohnya: mengatur hubungan anak dengan 5



orang tua, suami istri, dan kerabat. Ayat –ayat mengenai hukum ini dalam Al Qur’an sekitar 70 ayat. b) Hukum perdata yaitu : yang berhubungan dengan muamalah antara perorangan ,masyarakat dan persekuatannya, seperti : jual beli,sewamenyewa , gadai-menggadai, pertanggungan, dll. Dalam Al Qur’an ada 70 ayat. c) Hukum pidana yang berhubungan tindakan kriminal setiap mukalaf dan masalah pidananya bagi si pelaku kriminal. Dan dalam Al Qur’an terdapat sekitar 30 ayat. d) Hukum acara yaitu : yang berhubungan dengan pengadilan , kesaksian , dan sumpah. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 13 ayat e) Hukum ketatanegaraan ,yaitu: yang berhubungan dengan peraturan pemerintahan dan dasar-dasarnya. Dalam Al Qur’an tercatat sekitar 13 ayat . f) Hukum internasional, yaitu : yang berhubungan dengan masalahmasalah hubungan antar negara-negara islam dengan bukan negara islam,dan tata cara pergaulan selain muslim di negara islam. Dalam Al Qur’an tercatat sekitar 25 ayat. g) Hukum ekonomi dan keuangan ,yaitu: yang berhubungan dengan hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya. Dalam Al Qur’an tercatat sekitar 10 ayat. As-Sunah atau Hadist 1. Pengertian Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah menurut istilah syara’ ialah perkataan nabi Muhammad saw., perbuatannya, dan keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh nabi, tiada ditegurnya sebagai bukti bahwa perbuatan itu tiada terlarang hukumnya. 2. Kedudukan Hadist sebagai Sumber Hukum Islam Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al6



Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan. Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut : a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi. b. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintahkan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat. c. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samarsamar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam. 3. Pembagian Hadist a. Sunnah Qouliyah Sunnah Qouliyah yaitu perkataan nabi saw. yang menerangkan hukumhukum agama dan maksud isi Al-Qur’an serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlaq yang mulia. Sunnah qouliyah (ucapan) dinamakan juga hadits nabi saw.



7



Sunnah Qouliyah juga disebut “khabar”. Jadi sunnah qouliyah itu boleh dikatakan sunnah, hadits dan khabar. Khabar pada umumnya dapat dibagi tiga : 



Yang pasti benarnya,seperti apa yang datang dari Allah,RasulNya dan







khabar yang dibeikan dengan jalan mutawatir. Yang pasti tidak benarnya, yaitu pemberitaan tentang hal-hal yang tidak mungkin dibenarkan oleh akal, seperti khabar mati dan hidup dapat







berkumpul. Khabar yang tidak dapat dipastikan benar bohongnya seperti khabarkhabar yang samar,karena kadang-kadang tidak dapat ditentukan mana



b.



yang kuat, benarnya atau bohongnya. Sunnah Fi’liyah Sunnah Fi’liyah yaitu perbuatan Nabi SAW yang menerangkan cara



melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu, shalat dan sebagainya. Sunnah Fi’liyah itu terbagi sebagai berikut : 



Pekerjaan nabi saw. yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati, gerakan tubuh, seperti : bernafas, duduk, berjalan dan sebagainya. Perbuatan seperti ini tidak bersangkut-paut dengan soal hukum, dan tidak ada







hubungannya dengan suruhan larangan atau tauladan. Perbuatan nabi saw. yang bersifat kebiasaan, seperti : cara-cara makan, tidur dan sebagainya. Perbuatan semacam ini



pun tidak ada



hubungannya dengan perintah, larangan, dan tauladan. kecuali kalau ada 



perintah anjuran nabi untuk mengikuti cara-cara tersebut. Perbuatan nabi saw. yang khusus untuk beliau sendiri, beristri lebih dari







empat. Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya. Pekerjaan yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal, seperti : shalatnya, hajjinya, yang kedua-duanya menjelaskan sabdanya : .‫صلواكمارأيتمونى اصلى‬ Artinya : “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Dan: .‫خذوا مناسككم‬



8



Artinya : “Ambillah dari padaku hal-hal (pelakuan) ibadah hajjimu”. Hukum perbuatan tersebut sama dengan hukum apa yang dijelaskan, baik wajib maupun mandubnya. 



Pekerjaan yang dilakukan orang lain sebagai hukuman, seperti: menahan







orang,atau mengusahakan milik orang lain. Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti: berwudhu dengan satu kali, dua kali dan tiga kali.



c.



Sunnah Taqririyah Sunnah Taqririyah yaitu bila Nabi SAW mendengar sahabat mengatakan



sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat suatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian dinamai sunnah ketetapan Nabi (taqrir). Maka perkataan atau perbuatan yang didiamkan itu sama saja dengan perkataan dan perbuatan Nabi sendiri, yaitu dapat menjadi hujjah bagi ummat seluruhnya. Syarat sahnya taqrir ialah orang yang dibiarkannya itu benar-benar orang yang tunduk kepada syara’, bukan orang kafir atau munafiq. Contoh-contoh taqrir antara lain sebagai berikut:   



Mempergunakan uang yang dibuat oleh orang kafir. Mempergunakan harta yang diusahakan mereka seketika masih kafir. Membiarkan dzikir dengan suara keras sesudah shalat.



B. Sumber Pengembangan Hukum Islam Ijtihad berakar dari kata “jahda” secara etimologi berarti : mencurahkan segala kemampuan (berpikir) untuk mendapatkan sesuatu (yang sulit), dan dalam prakteknya digunakan untuk sesuatu yang sulit dan memayahkan. Namun dalam al-Qur’an kata “Jahda” sebagaimana dalam Q.S 16:38, 24:53, 35:42, semuanya mengandung arti “Badzu al-Wus’i wa al-Thoqoti” (pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan) atau juga berarti “al-Mubalaghah fi al-yamin” (berlebih lebihan dalam sumpah). Dengan demikian arti ijtihad adalah pengerahan



9



segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai batas puncaknya. Bentuk atau macam ijtihad 2.1.1 Ijmā Kesepakatan para ulama mujtahid dalm memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijmā dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan secara khusus dalam kitab Al-Qur’an dan sunah. 2.1.2 Qiyās Mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan hukumnya dengan masalah lama yang pernah ada karena alasan yang sama. 2.1.3 Mașlahah Mursalah Merupakan cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan atas pertimbangan kegunaan dan manfaatnya. Ijmak (kesepakatan ulil amri) 1. Pengertian Ijma’ menurut bahasa, artinya : sepakat, setuju, atau sependapat. Dan menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum (ulama-ulama fikih) islam dalam satu masalah dalam satu masa dan wilayah tertentu. ijmak tidak boleh bertentangan dengan alquran dan sunah Rasulullah SAW. Ijmak ada dua macam, yaitu: a. Ijmak bayani, adalah pendapat dari para ahli hukum (fikih) yang mengeluarkan pendapatnya untuk menentukan suatu masalah. b. Ijmak sukuti, adalah suatu pendapat dari seseorang atau beberapa ahli hukum, tetapi ahli-ahli hukum lainnya tidak membantah.misalnya, semasa hidup nabi, nabi melakukan salat tarawih sebanyak 8 rakaat di zaman Umar Bin Khattab ra. 20 rakaat tidak ada sahabat yang membantah, maka salat tarawih di terima dengan ijmak sukuti. 2. Kedudukan Ijma’ Sebagai Sumber Hukum Kebanyakan ulama menetapkan bahwa ijma' dapat dijadikan hujjah dan sumber hukum islam dalam menetapkan sesuatu hukum dengan nilai kehujjahan bersifat dzhanny. Golongan syi'ah memandang bahwa ijma' ini sebagai hujjah



10



yang harus diamalkan. Sedang ulama-ulama Hanafi dapat menerima ijma' sebagai dasar hukum, baik ijma' qath'iy maupun dzhanny. Sedangkan ulamaulama Syafi'iyah hanya memegangi ijma' qath'iy dalam menetapkan hukum. Dalil penetapan ijma' sebagai sumber hukum islam ini antara lain adalah : Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 59 : (59 : ‫يايهاالذين امنوا اطيعوا ال واطيعوا الرسول واولى المر منكم ) النساء‬ Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu". Yang dimaksud "ulil amri" ialah orang-orang yang memerintah dan para ulama. Menurut hadits: ‫لجتجتمع أضمتى على الضضاللة‬ Artinya: "Ummatku tidak bersepakat atas kesesatan". Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksud dengan Ulil Amri fiddunya, yaitu penguasa, dan Ulil Amri fid-din, yaitu mujtahid. Sebagian ulama lain menafsirkannya dengan ulama. Ijma' ini menempati tingkat ketiga sebagai hukum syar'iy, yaitu setelah AlQur'an dan as-Sunnah. Dari pemahaman seperti ini, pada dasarnya ijma' dapat dijadikan alternatif dalam menetapkan hukum sesuatu peristiwa yang di dalam Al-Qu'an atau as-Sunnah tidak ada atau kurang jelas hukumnya. Qiyas 1.



Pengertian Qiyas Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau



mempersamakan sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash dengan mempersamakan sesuatu yang telah ada status hukumnya dalam nash. Berbeda dengan ijma', qiyas bisa dilakukan oleh individu, sedang ijma' harus dilakukan bersama oleh para mujtahid.



11



2.



Kedudukan Qiyas sebagai sumber hukum Islam Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat sesudah



Al-Qur'an, Hadits dan Ijma'. Mereka berpendapat demikian dengan alasan: Firman Allah : (2 : ‫ ) الحسر‬.‫فاعتبروا يااولى البصار‬ Artinya: "Hendaklah kamu mengambil i'tibar (ibarat = pelajaran) hai orang-orang yang berfikiran". (S. Al-Hasyr ayat 2) Karena i'tibar artinya "qiyasusysyai-i bisysyai-i : membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain".



12



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulkan makalah ini adalah bahwa sumber-sumber hukum islam yang disepakati adalah Al-Qur’an, Hadist, Ijma, dan Qiyas. Ijtihad adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan berbagai metode yang diterapkan beserta syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menggali dan mengetahui hukum Islam. Tujuan ijtihad dilakukan adalah upaya pemenuhan kebutuhan akan hukum karena permasalahan manusia semakin hari semakin kompleks di mana membutuhkan hukum Islam sebagai solusi terhadap problematika tersebut. B. Saran Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mempelajari sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajri sesuia dengan al-qur’an dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-sunnah (hadist).



13



DAFTAR PUSTAKA Muhammad Daut Ali, Prof. H. S.H. 2011. HUKUM ISLAM. Jakarta: Rajawali Pers. Abdul Wahhab Khallaf, Prof.Dr. 2000. KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ILMU USHUL FIKIH. Jakarta: PT Rineka Cipta



14



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah tentang “Sumber Pengembangan hukum Islam” Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang ber sifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita Amin.



Bima,



Oktober 2016



Penulis



i 15



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...................................................................................



i



DAFTAR ISI.................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. A. LatarBelakang................................................................................ B. RumusanMasalah........................................................................... C. Tujuan............................................................................................



1 2 2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sumber Hukum Islam...................................................



3



B. Sumber Pengembangan Hukum Islam............................................



10



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................... B. Saran..............................................................................................



13 13



Lampiran.......................................................................................................



14



ii16