Surveilans K3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Surveilans penting untuk pahami, khususnya terkait (elaborasi) dengan teori simpul Ahmadi. surveilans menjadi vital juga karena pijakan pola fikir kita sejauh menyangkut konsep dasar Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL). Menurut German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus¬ menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah penerapan surveilans pada wilayah pertambangan? 2. Bagaimanakah dampak bahan kimia pada lingkungan ?



C. TUJUAN 1. Menjelaskan tentang penerapan surveilans pada wilayah pertambangan. 2. Menjelaskan tentang dampak bahan kimia pada kesehatan pekerja.



4



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Surveilans Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terusmenerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001). Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalahmasalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008).



B. Ruang Lingkup Surveilans K3 1.



Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan Pengumpulan, analisis & diseminasi/komunikasi data kesehatan (data penyakit) dan data keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk populasi pekerja berisiko dengan cara sitematik dan berksinabungan yang dapat digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja



2.



Surveilans Hazard Kesehatan dan Keselamatan Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi atau komunikasi hazard kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi populasi pekerja berisiko



5



dengan cara sistematik dan berkesinambungan digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja C. Metode Surveilans Kesehatan Kerja Dalam rangka pemantauan hazard dan risiko yang ada di tempat kerja, maka hal penting yang harus dilakukan adalah melakukan Surveilans Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surveilans K3 terdiri dari strategi-strategi dan metode untuk mendeteksi dan menilai secara sistematis dampak dari suatu pekerjaan terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Dengan surveilans maka dilakukanlah pengumpulan, analisis, interpretasi data, dan penyebaran informasi agar dapat diambil tindakan segera yang diyakini dapat mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan. langkah awal dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan rekognisi faktor risiko, kemudian melakukan analisis, dan komunikasi yang nantinya diharapkan dapat dikembangkannya sistem pengumpulan, analisis dan diseminasi serta komunikasi data kesehatan dan keselamatan di tempat kerja Kegiatan Program meliputi rekognisi, analisis data kesehatan seluruh pekerja berisiko, dan komunikasi pada seluruh pihak yang berkepentingan. Metode yang digunakan untuk pelaksanaan Program Occupational Health surveilans adalah dengan melakukan identifikasi faktor risiko di tempat kerja dan identifikasi pekerja di populasi yang berisiko 



Data Faktor Risiko Lingkungan Kerja







Data Pemantauan Higiene Industri







Data Pemantauan Ergonomi







Data Pemantauan Stres Kerja







Data Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Bekerja, Berkala, Khusus, Return to Work, PHK/Pensiun







Analisis & Komunikasi Trend Faktor Risiko & Status Kesehatan, Hubungan Antara Faktor Risiko & Efek Kesehatan



6



Objek Surveilans Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut; 



Pekerja







Lingkungan kerja







Pekerjaan



Pengukuran Pajanan pada Pekerja 



Noise dosimeter







Personal dust sampler







Pengukuran dengan Spirometer







Pengukuran logam berat di urine & darah



Pengukuran Pajanan pada Lingkungan Kerja 



Kebisingan di lingkungan kerja







Debu di lingkungan kerja







Temperatur di lingkungan kerja







Logam berat di lingkungan kerja



Berdasarkan pekerjaan, tergantung lama pajanan orang pada pekerjaan tersebut, dijelaskan dalam bentuk hitungan atau fungsi dari pajanan dan tahun; pajanan x tahun = person-years Adapun pengukuran Pajanan juga ada dua macam, yakni 



Pajanan sesaat







Pajanan kumulatif



Pajanan rata2 berdasarkan: 



Sampel area







Sampel



individu



(toksikan,



BEI mis: azide



iodide



karbondisulfida asam t-t mukonat dalam urine karena benzene)



7



pd



urine



krn



D. Persyaratan dan Teknik Pelaksanaan Surveilans Kesehatan Kerja Persyaratan untuk Mengadakan Surveilans K3 di Tempat Kerja adalah sebagai berikut. 1.



Ada penyakit maupun cedera yang dapat diidentifikasi atau adanya dampak negatif pada pekerja lain yang dinilai dapat merugikan



2.



Efek penyakit dan/atau cedera tersebut terkait dengan eksposur/pajanan di tempat kerjanya.



3.



Ada kemungkinan atau probability bahwa efek penyakit dan/atau cedera tersebut berpotensi dapat terjadi



4.



Ada beberapa teknik yang berlaku untuk mendeteksi indikasi dari efek penyakit dan/atau cedera tersebut.



Teknik Surveilans kesehatan harus:  Sensitif  Spesifik  Mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan  Aman  Non-invasif  Dapat diterima Data yang tersedia atau didapat, digunakan untuk mengatasi masalah K3 berdasarkan evidence, dengan menyusun upaya promotif, prevetif, kebijakan, perencanaan program antara lain seperti berikut. 1.



Mengolah data sebagai alat/metode guna pemantauan penyakit atau masalah K3 di wilayah setempat



2.



Memantau kemajuan pelayanan K3 dan cakupan indikator K3 secara teratur (bulanan) dan terus menerus.



3.



Menilai kesenjangan pelayanan K3 terhadap standar pelayanan K3.



4.



Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator K3 terhadap target yang ditetapkan, antara lain seperti beriku.



8



a. Konsentrasi debu, pelarut organik, pestisida, uap logam atau bahan kimia lainnya di udara lingkuan kerja dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan b. Tingkat pajanan bising, panas, atau getaran pada individu kelompok pekerja berisiko dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan. c. Hasil



pantauan



biomarker



timah



hitam,



benzene,



aseton,



inhibitor



kolinesterase atau bahan kimia lainnya dalam spesimen cairan tubuh pekerja dibandingkan dengan indeks pajanan biologik d. Tingkat



kekerapan



dan



tingkat



keparahan



absenteisme



yang



terekam



dibandingkan dengan standar atau target yang ditetapkan e. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan kecelakaan yang terekan dibandingkan dengan stanar atau target yang ditetapkan 5.



Menilai Prevalens dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan dengan pajanan hazard di tempat kerja



6.



Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.



7.



Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi dan menyusun strategi perbaikan secara terus menerus



E. Persiapan Pelaksanaan Surveillans Kesehatan Kerja 1. Penilaian risiko kesehatan atau HRA Dilakukan berdasarkan hazard yang teridentifikasi oleh tim HI. Apabila belum ada, proses identifikasi hazard dan penilaian risiko serta HRA dilakukan oleh tim multidisiplin yang anggotanya terdiri dari wakil pimpinan dan pelaksana dari unit kerja terkait bagian kesehatan, keselamatan, HI ataupun lingkungan dan ergonomis. 2. Perencanaan program Setelah mendapatkan HRA, penaggungjawab surveilans Kesja yang adalah Dokter Kesehatan kerja Dan HI yang akan menyusun program awalan hingga menetapkan pekerja yang berisiko, penetapan jenis hazard dan efek kesehatan.



9



3. Penetapan pekerja yang beresiko 4. Penetapan jenis Hazard dan efek kesehatan yang dipantau Tabel 1 Cara penyajian data mengenai jenis Hazard yang dipantau. Aktivitas



Survei



Hazard



Hazard



Teridentifikasi



dipantau



kesehatan



Racun flora



Iritasi kulit



Debu dari kerak bumi



Debu



Pneumokoniosis



Vibrasi kendaraan



Vibrasi



Gangguan syaraf tepi



Bising kendaraan



Bising



Penurunan pendengaran



Ergonomik



Postur Janggal



CTD



Debu



Pneumokoniosis



Vibrasi



Gangguan syaraf tepi



Bising



Penurunan pendengaran



Postur janggal



CTD



dan Racun flora fauna



yang Antisipasi



efek



pembukaan hutan



Pengupasan kerak bumi



5. Penetapan Jenis pemeriksaan kesehatan Tabel 2. Contoh Jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan hazard spesifik Hazard



Jenis pemeriksaan



Bising



Audiometri, kuesioner



Debu



Spirometri. Foto toraks dan kuesioner



Ultra Violet



Mata dan kuit



Virus Hepatitis B



HBsAg, HBcAg, SGOT dan SGPT



Pelarut organik



Nerologic, iritasi mata dan saluran pernafasan, fungsi ginjal dan hati, spirometri, dan pemantauan biologic



10



Tabel 3. Contoh Jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan hazard spesifik Jabatan



Jenis pemeriksaan



Pengguna



Fungsi paru



respirator Off shore



Audiogram, Fungsi paru, drugs dan alcohol



Supir



Visus, audiogram, drugs dan alcohol



Welders



Urinalisis dan Biomonitoring



Fire fighter



Audiogram dan fungsi paru



6. Komunikasi untuk mendapatkan dukungan dan komitmen Melibatkan seluruh pemangku kepentingan khusunya pemimpin tertinggi dan pekerja. Sebelum penyusunan proposal program, hendaknya dilakukan komunikasi berjenjang. 7. Pembentukan tim surveilans Profesi utama yang bertanggungjawab dalah doketr, perawat kesja, HI dan ergonomis. Dan membutuhkan keterlibatan manajer SDM untuk menentukan penempatan SDM. Supervisor untuk mengawas hazard dan pekerja serta memastikan pekerja terlibat aktif dalam surveilans kesehatan kerja. 8. Hasil pemeriksaan kesehatan dan informed concern Tahapan Pelaksanaan Surveillans Kesehatan Kerja 1.Tahap pengumpulan data a. Data Faktor Risiko Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, interview, chemical inventory, tinjauan dokumen seperti safet data sheet. b. Data gangguan kesehatan Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, notulen rapat P2K3 dan data pemeriksaan kesehatan pekerja.



11



c. Data pemantauan biologic Biasanaynya data ini didapat dari HI atau pengukuran dengan melibatkan Laboratorium Provider. Sedangkan Informasi penanda kimia didapat dari ACGIH dan NIOSH 2. Tahap analisis data dan surveilans PAK Dilakukan analisis trend dan interaksi pajanan, hasil pemantaun biologic dan efek kesehatan yang ditimbulkan, baik perorangan maupun kelompok. Analisis hasil surveilans hazard adalah membandingkan dengan nilai ambang batas. Analisi hasil surveilans efek kesehatan akan didapat apa, siapa, di mana, bilamana gangguan kesehatan terjadi sehingga didapat data distribusi frekuensi penyakit berdasarkan beberapa factor risiko. Surveilans hazard kesehatan di lingkungan dapat menjawab intensitas, pajanan dan surveilans efek kesehatan pada pekerja menyediakan data status kesehatan pekerja.Menggabungkan data surveilans hazard dan surveilans efek kesehatan dapat dilakukan analisis epidemiologi untuk menjelaskan mengapa danbagaiman suatu gangguan kesehatan timbul. Lebih lanjut dapat dilakukan pebandigan risiko relative pada pekerja terpajan dan tidak terpajan maka akan lebih jelas hubungan atau asosiasi antara factor risiko dan efek yang ditimbulkan. 3. Tahap pelaporan dan pemanfaatan hasil surveilans untuk perbaikan Pelaporan ini dilakukan pada forum yang melibatkan semua manajemen.Hasil analisis dikomunikasikan dalam bentuk agregat dengan kode etik dan menjunjung privasi. Penyampaian manfaat yang tinggi dan menguntungkan banyak pihak harus dilakukan untuk kesuksesan pelaksanaan rekomendasi, terkait program kesehatan yang diencanakan.



12



F. Macam-Macam Bahaya Fisik ditempat Kerja dan Dampaknya bagi Kesehatan a. Temperatur Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Semua ini dari keadaan normal tubuh. Dalam keadaan normal anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda-beda, seperti bagian mulut sekitar 37ºC, dada sekitar 35ºC, dan kaki sekitar 28ºC. Tubuh



manusia



dapat



menyesuaikan



diri



karena



memiliki



kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya. Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut ± 49ºC : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental. ± 30ºC : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk dalam pekerjaan, serta menimbulkan kelelahan fisik. ± 24ºC : Kondisi optimum. ± 10ºC : Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul. Dari suatu penelitian diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat paling tinggi pada temperatur sekitar 24ºC sampai 27ºC.



b. Kelembaban (Humidity) Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh temperatur udara. Suatu keadaan dimana temperatur udara sangat panas dan kelembabannya tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistim penguapan, dan pengaruh lain ialah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuhnya dengan suhu disekitarnya.



13



c.



Sirkulasi Udara (Ventilation) Seperti kita ketahui udara di sekitar kita mengandung sekitar 21% Oksigen, 0,03% Karbondioksida dan 0,9% gas lainnya (campuran). Oksigen terutama merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama untuk menjaga kelangsungan hidupnya (proses metabolisme). Udara di sekitar kita dikatakan kotor bila kadar oksigen di udara telah berkurang dan bercampur dengan gas-gas lain yang berbahaya bagi kesehatan. Jika kita menghirup udara kotor kita akan marasa sesak dan akan lebih cepat merasa lelah. Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi yang cukup akan menggantikan udara yang kotor dengan udara yang bersih. Demikian juga dengan menaruh tanaman akan mampu membantu memberi kebutuhan akan oksigen yang cukup.



d. Pencahayaan (Lighting) Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas dan cepat tanpa melakukan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan pekerja mudah lelah karena mata akan berusaha melihat



dengan cara



membuka



lebar-lebar.



Lelahnya



mata



akan



mengakibatkan pula kelelahan mental dan lebih jauh bisa merusak mata. Kemampuan mata untuk melihat objek dengan jelas akan ditentukan oleh ukuran objek, derajat kontras antara objek dengan sekelilingnya, luminensi (brightness) serta lamanya waktu untuk melihat objek tersebut. Untuk menghindari silau (glare) karena letak dari sumber cahaya yang kurang tepat, maka sebaiknya mata tidak secara langsung menerima cahaya dari sumbernya akan tetapi cahaya tersebut harus mengenai objek yang akan dilihat yang kemudian dipantulkan oleh objek tersebut ke mata kita.



e.



Kebisingan (Noise) Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita, karena dalam waktu panjang bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan pada manusia yaitu:



14



a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar. b. Intentitas biasanya diukur dalam satuan desibel (dB) yang menunjukan besarnya arus energi per satuan luas. c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah dari gelombang-gelombang suara yang sampai ke telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz).



f. Getaran Mekanis (Mechanical Vibration) Gerakan mekanis dapat diartiakn sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang kurang baik untuk tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi, getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain : a. Mempengaruhi konsentrasi kerja b. Mempercepat datangnya kelelahan c. Gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti : mata, syaraf, oto-otot, dll.



g. Bau Bauan Adanya bau-bauan yang dalam hal ini juga dipertimbangkan sebagai polusi akan dapat mengganggu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian Air Conditioning yang tepat merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghilangkan baubauan yang mengganggu sekitar tempat kerja.



h. Warna Yang dimaksud disini adalah warna tembok ruangan dan interior yang ada disekitar tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek, juga memberikan pengaruh yang lain seperti : a. Warna merah bersifat merangsang. b. Warna kuning memberikan kesan luas, terang dan leluasa. c. Warna hijau atau biru memberikan sejuk, aman dan menyegarkan.



15



d. Warna gelap memberikan kesan sempit. e. Warna terang memberikan kesan leluasa. Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Dalam keadaan dimana ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang sesuai dapat menghilangkan kesan tersebut. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan karena kesan sempit cenderung menimbulkan stres. i. Pembebanan Kerja Fisik o



Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.



o



Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.



o



Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.



o



Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.



o



Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagianbagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.



o



Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.



Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada :



16







manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan







properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin







lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan







kualitas produk barang dan jasa







nama baik perusahaan. Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui



pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upayaupaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.



G. Dampak Bahan Kimia Terhadap Kesehatan Digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi



tubuh



tenga



kerja



melalui



: inhalation (melalui



pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam TUBUH. Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah a)



Korosi. Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada



permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.



17



b)



Iritasi



·



Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit



bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak ) ·



Contoh : 



Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .







Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.



c) ·



Reaksi Alergi Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit



atau organ pernapasan ·



Contoh : 



Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.







Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.



d)



Asfiksiasi



·



Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada,



misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara. ·



Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah



atau mencegah oksigenasi normal pada kulit. ·



Contoh : 



Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium







Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide



e) ·



Kanker Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada



manusia.Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .



18



·



Contoh : 



Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);







Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium



f)



Efek Reproduksi



·



Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang



manusia.Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan. ·



Contoh : Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari



ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut. g)



Racun Sistemik



·



Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem



tubuh. ·



Contoh : 



Otak : pelarut, lead, mercury, manganese







Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide







Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers







Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons







Paru-paru,silica,asbestos,debu batubara (pneumoconiosis)



H. Pencegahan Kecelakaan Kerja Jelas bahwa kecelakaan kerja menelan biaya yang luar biasa tinggi. Dari segi biaya saja dapat dipahami, bahwa terjadinya kecelakaan dalam kerja harus dicegah. Pencegahan kecelakaan berdasarkan tentang penyebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan yang terjadi di pertambangan diketahuai dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Selai dengan analisis, sangat penting dilakukan adanya identifikasi bahaya yang terdapat dan dapat menimbulkan insiden kecelakaan dipertambangan serta mengasses (assesment) besar risiko bahaya. Resiko kecelakaan kerja adalah perpaduan antara



19



kemungkinan terjadinya kecelakaan (probabiltas) danakibat (konsekuensi, keparahan. Baik kemungkinan maupun akibat dapat dinyatakan dan dibuat kategori kualitatif ataupun kuantitatif. Contoh kategori kualitatif kemungkinan dari yang paling rendah ke kategori paling tinggi adalah : 1. Kemungkinan tidak terjadi 2. Kemungkinan terjadi tapi sangat kecil 3. Kemungkinan terjadi kadang-kadang saja 4. Kemungkinan terjadi pasti tetapi jarang 5. Dan kemungkinan terjadi berulang Pencegahan ditujukan kepda lingkungan, mesin,peralatan kerja, perlenglapan kerja, dan terutama faktor manusia. Lingkuan harus memenuhi syarat lingkuan kerja yang aman serta memenuhi persyaratan keselamatan. Setiap upaya pencegehaan kecelakaan denagn cara menghilangkan atau mengurangi sebab-musababnya selalu akan disertai menurunnya angka frekuensi kecelakaan (injury frequency rate) yaitu jumlah kecelakaan yang membawa korban dikalikan 1.000.000 (sejuta) dibagi dengan jumlah jam orang yang bekerja dalam perusahaan yang bersangkutan dan angka keparahan kecelakaan (injury severity rate) yaitu jumlah hari kerja yang hilang dialikan 1.000 dibagi dengan sejumlah jam orang yang bekerja dalam perusahaan yang bersangkutan. Selain itu keberhasialan upaya pencegahan dapat dinilai dari panjangya waktu tidak terjadinya kecelakaan misalnya yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja (zero accident). Namu pada sewaktu-waktu penurunan angka kecelakaan ni tidak terjadi demikian pesat, tidak speerti penurunan pada keadaan awal program. Penyebab dari tidak pesatnya angak kecelakaan tersebut ialah faktor manusia yang tidak dapat dikoreksi labih jauh lagi. Alat Pelindung Diri Perlindungan



keselamatan



pekerja



melalui



upaya



teknis



pengamanan



tempat,



mesin,peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan, namun kadang-kadang risiko terjadinya kecelakaan masih belum spenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri (alat proteksi diri) (personal protective device) . jadi penggunaan APD adalah alternatif terakhir yaitu oerlengkapan dari sgenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus memenuhi persyratan : 1. Enak (nyaman) dipakai



20



2. Tidak menggangu pelaksanaan pekerjaan 3. Memberingan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi Pakaian kerja harus dianggap sebagai alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan.. Jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb : 1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman (safety helmet) topi atau tudung kepala, tutup kepala 2. Mata



: kacamata pelindung (protective goggles)



3. Muka



: Pelindung muka (face shields)



4. Tangan dan jari: sarung tangan ( sarung tangan dengan ibujari terpisah), sarung tangan biasa ( gloves) pelindung telapak tanga (hand pad) dan sarung tangan yang menutupi pergelanan tangan sampai lengan (sleeve). 5. Kaki



: sepatu pengaman (safety shoes)



6. Alat pernafasan: Respirator, masker alat bantu pernafasan. 7. Telinga



: Sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff)



8. Tubuh



: pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja yang tahan



panasm tahan dingin, pakaian kerja lainnya



21



BAB III PENUTUP KESIMPULAN Perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari pekerja disektor kesehatan tidak terkecuali dirumah sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya ditempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dan meningkatnya absensi dan kecelakaan kerja karena penurunan kesehatan kerja dapat dilakukan pemeriksaan assesement.



22



DAFTAR PUSTAKA



R.K, Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto; H. 272-579. Escuderol, H.G., Chen, M.L., Leo, Y.S. Surveillance of Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) in the Postoutbreak Period. Singapore Medical Journal. 2005: 165. Kurniawidjaja LM. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI Press: 2010. Ridley, John. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 39-144. Lauwerys, R.R., Hoet, P. Industrial Chemical Exposure Guidelines for Biological Monitoring 3rd Edition. USA: CRC Press LLC; 2001. Suardi R. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen Risiko. Jakarta: Penerbit PPM; 2007. h. 1,8,88-90. M Soeripto. Higiene Industri: Pengenalan Bahaya Faktor Kimia di Lingkungan Kerja. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 28. Team ILO-IPEC Programme kesehatan dan lingkungan di sector informal alas kaki dan pia markkannen. Meningkatkan keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja di sector informal alas kaki. Kantor pemburuhan Internasional. 2005. Kesehatan kerja. 12 Oktober 2012. Diunduh dari: http://prodia.co.id/layanan-khusus/cupokupasi. Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi 1. Institusi Teknologi Sepuluh November : Surabaya Sritomo Suma’mur, 1989, “Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja”, PT Temprint: Jakarta Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya Jakarta : 2000 http://id.shvoong.com/business-management/management/2134354-lingkungan-kerja-fisik



23