Taskap Grand Design [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1. Umum Tidak dapat di pungkiri Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah menjadi kebiasaan dan budaya masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan karena semenjak jaman penjajahan Belanda budaya korupsi sudah ada. Sutandyo Wignyo Subroto mengungkapkan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari budaya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses sosialisasi, internalisasi, dan akhirnya masyarakat tidak sadar lagi bahwa semua telah merasuk ke dalam jiwanya, korupsi akhirnya menjadi bagian dari way of live.1 Suka atau tidak suka Korupsi yang membudaya di negara ini sudah menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai menerpa bangsa ini, kita lihat saja mulai korupsi di lembaga sosial, ekonomi, penegakan hukum bahkan sampai ke lembaga agama. Hal ini menunjukkan mentalitas bangsa yang masih lemah. Reformasi yang diharapkan menjadi titik awal atau angin perubahan dan perbaukan di berbagai segi nyatanya sejak di dengungkan lebih dua puluh tahun yang lalu seolah tidak bermakna dan tidak berdaya menghadapi perilaku koruptif yang merupakan budaya warisan masa lalu itu. Korupsi merupakan isu kemanusiaan yang paling populer dan dianggap masalah paling serius dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.



Semua



elemen bangsa saling mengisi bersinergi untuk memerangi korupsi di seluruh pelosok negeri. Korupsi muncul berbarengan dengan munculnya sejarah kemanusiaan. Dalam konteks sejarah, manusia sudah hidup dengan sistem yang telah dibangun meski pada tingkat yang sangat sederhana. Praktik dan perilaku koruptif yang terjadi jauh ke belakang di awal mula pembentukan kebudayaan manusia. Seperti di Indonesia yang merefleksikan korupsi yang terjadi saat ini juga tidak terlepas dari faktor sejarah bangsa yang panjang.



1



Sutandyo Wignyo Subroto, 2000.Korupsi di Indonesia sudah menjadi Budaya Jurnal Transparansi, edisi 26 November 2000.



Fenomena yang ada menunjukkan para penguasa dan pemegang kepentingan dalam pemerintahan sama sekali tidak mencerminkan budaya bangsa yang dikenal religius. Berbagai praktik korupsi yang telah merajalela dan menjalar di berbagai lembaga pemerintahan baik kalangan legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Berbagai kasus korupsi yang terungkap dilakukan para pejabat negara hingga saat ini menunjukkan bahwa korupsi seakan-akan tidak dapat diberantas di negara ini bahkan hal ini terjadi di lembaga yang menjadi benteng terakhir untuk menghukum dan mencegah terjadinya kasus kejahatan korupsi. Kita semua seolah tercengang ketika terungkap mantan ketua Mahkamah Konstitusi yang terbukti terungkap menerima suap terkait sejumlah sengketa Pilkada, atau Mantan ketua DPR yang tersandung kasus Mega Korupsi E-KTP serta kasus-kasus lain yang banyak bermunculan dari tahun ke tahun hingga saat ini. Berbagai cara dilakukan oleh bangsa ini untuk memberantas dan mencegah masalah korupsi yang terjadi. Namun kenyataannya pembentukan KPK sebagai lembaga independen yang terus berusaha memberantas masalah ini pun justru tidak lepas dari tekanan dan intervensi yang berelebih dari pihak-pihak tertentu. Fenomena yang telah mengakar dan tidak mudah diselesaikan ini sudah saatnya dibenahi dengan mencari akar dari permasalahan tersebut dengan solusi yang tepat, efisien dan efektif. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan sebuah perubahan yang mendasar, tidak hanya secara konstitusional tetapi juga secara radikal melalui pembentukan karakter individu dan pola pikir laku yang berbasis pada nilai-nilai pancasila untuk membangun penguatan mentalitas gerakan anti korupsi. Penanaman dan penguatan mentalitas anti korupsi kepada para generasi muda sejak dini akan menjadikan para generasi penerus ke depan akan memiliki bekal mentalitas yang beradab, jujur, berkeadilan, saling menghormati dan menghargai, bertanggung jawab, amanah yang merefleksikan bangsa yang bercita-cita luhur. Penguatan mentalitas anti korupsi melalui revolusi mental



sebagai alternatif solusi untuk membentuk masyarakat dan bangsa yang berkarakter dan bermental anti korupsi. Revolusi mental yang merupakan slogan pemerintahan saat ini memiliki makna filosofis yang bertujuan melahirkan generasi-generasi bangsa yang maju dan beradab. Pengejawantahan revolusi mental ini salah satu bentuknya adalah pendidikan anti korupsi yang perlu ditanamkan sejak dini melalui pembelajaran maupun pendidikan anti korupsi di lingkungan sekolah. Pemberantasan korupsi salah satunya bisa dilakukan dengan menciptakan sebuah budaya baru yang tidak korup dan kreatif. Ilmuwan, intelektual, budayawan, seniman, bisa mulai menciptakan budaya baru terebut. Sedangkan menurut Baharudin Lopa, untuk mencegah kolusi dan korupsi diperlukan kesadaran untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) diatas kepentingan pribadi atau golongan. Dikatakan oleh Baharudin Lopa bahwa betapapun sempurnanya peraturan kalau niat untuk korupsi tatap ada dihati yang memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, korupsi akan tetap terjadi. Sehingga factor mental yang paling menentukan.2 Pendidikan korupsi diberikan kepada Siswa dan anak muda sebagai generasi penerus suatu negara dengan pengetahuan (knowledge),



maksud



keterampilan



untuk



memberikan pemahaman /



(skills) serta sikap (attitudes) anti



korupsi.(http.www.transparacy.org). Sedangkan tujuan akhir dari pendidikan corupsi adalah strengthening public awareness and participation in political live, mobilishing the public to stand-up against individual



capacity



for



corruption;



strengthening



ethical decision-making.3



Selain upaya represif, pemberantasan korupsi perlu ditempuh secara preventif, atau pencegahan, bahkan pencegahan sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan generasi yang anti korupsi. Kementrian pendidikan dalam hal ini telah membuat kebijakan pencegahan dini korupsi melalui pendekatan edukasi (pendidikan) dengan dikeluarkannya 4 aturan sebagai dasar hukum penerapan Pendidikan Anti Korupsi, berupa Permendikbud No. 20 2 3



Baharudin Lopa, 2002. Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Kompas Barda Nawawi Arief, 2010. Tindak Pidana Suap dan Mafia Peradilan di Tinjau dari Aspek Poltik nasional, Makalah Seminar nasional. Semarang : FH. UNDIP



tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Pendidikan Formal, SE Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti No. 468/B/SE/2017 tentang Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru, SE Dirjen Pendidikan Islam Kemenag No. B-1368/Dj.I/05/2019 tentang Pendidikan Antikorupsi di Madrasah, dan SE Mendagri tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi pada Satuan Pendidikan No. 420/4047/SJ, dan No. 420/4048/SJ. Hingga saat ini tercatat telah dikeluarkan 80 aturan, yaitu 3 aturan berupa Pergub di tingkat Provinsi, yaitu Jawa Tengah, Lampung, dan Bali serta 77 aturan berupa Perbup dan Perwali di tingkat pemkot/pemkab. Aturan tersebut menjadi dasar hukum penyelenggaraan PAK di 46.286 satuan pendidikan. Terdiri atas 3.796 SMA, 7.670 SMP dan 34.820 SD. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk membangun jiwa kejujuran sedini mungkin pada anak didik guna membentuk sikap mental dalam upaya mencegah perbuatan melanggar hukum diantaranya Korupsi.4 Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan sejak dini yang tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika lingkungan sekolah merupakan salah satu bagian penting dari masyarakat yang di dalamnya terdapat calon-calon generasi muda yang merupakan pewaris masa depan yang diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental, melalui solusi inovatif pemberantasan korupsi salah satunya adalah persiapan generasi yang berkarakter yang menanamkan kebiasaan dan nilai-nilai kebaikan sejak dini melalui pendidikan anti korupsi. Agar strategi pemberantasan korupsi melalui Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan berhasil, 4



https://merahputih.com/post/read/kpk-evaluasi-implementasi-pendidikan-antikorupsi-di-sekolah



penting sekali melibatkan masyarakat sipil dan berbagai elemen institusi terkait karena upaya apapun yang dilakukan untuk mengembangkan strategi anti korupsi tanpa melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam hal ini akan sia-sia karena umumnya negara yang peran masyarakat maupun institusi yang berwenang menangani masalah ini rendah, maka tingkat korupsinya akan tinggi. Berdsarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat di formulasikan rumusan masalah dalam penulisan Taskap ini adalah: “Bagaimana Optimalisasi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental”. 2. Maksud dan Tujuan Maksud penulisan TASKAP ini adalah memberikan gambaran mengenai berbagai permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental, serta sejauhmana pengaruh lingkungan strategis (peluang dan kendala), sehingga dapat dirumuskan kebijakan, strategi dan upaya penanggulangannya. Sedangkan tujuan penulisan TASKAP adalah diharapkan akan dapat mendeskripsikan dan menganalisis Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental, serta sebagai sumbangan pemikiran secara konseptual dan strategis berupa masukan kepada pihak-pihak yang terkait terutama bagi penentu kebijakan agar dapat memahami dan mengambil manfaat dalam rangka menyusun Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental dalam kaitannya guna pemberantasan korupsi di negara ini. 3. Ruang Lingkup dan Sistematika a. Ruang Lingkup Ruang lingkup Taskap ini berdasarkan alur pikir yang dianalisa dengan mempergunakan metode SWOT yang menghasilkan kondisi W-T sebagai variabel



permasalahan serta S-O sebagai strategi yang berisi variabel-variabel dalam strategi optimalisasi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan. Alur pikir diawali dengan input yaitu kondisi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental saat ini, kemudian rumusan masalah yang ditemukan, instrumental input terdiri dari paradigma nasional sebagai bahasan inti serta peraturan perundang-undangan, landasan teori dan tinjauan pustaka, sedangkan enviromental input adalah perkembangan lingkungan strategis, yang selanjutnya mengalir sebagai proses adalah konsepsi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental, lalu outputnya adalah Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan yang diharapkan, selanjuntya outcome serta impactnya adalah nya adalah terwujudnya pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental yang diharapkan. Pembahasan dalam penulisan taskap ini akan difokuskan kedalam 3 hal pokok yaitu 1) bagaimana pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan saat ini 2) bagaimana pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan yang diharapkan ke depan serta 3) Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat bagaimana pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan. Penulisan ini hanya dibatasi pada pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan sebagai perwujudan implementasi gerakan revolusi mental dengan pembatasan masalah dalam pelaksanaannya berupa kejelasan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, strategi pencapaian tujuan pendidikan,



perencanaan



standar



kompetensi



peserta



didik,



kesesuaian



penyusunan dan rencana program pembelajaran, prasarana dan sarana pembelajaran, pembelajaran. b. Sistematika



efektifitas



pembelajaran,



serta



sistem



pengawasan dalam



Sistematika penulisan TASKAP adalah sebagai berikut Bab I, Pendahuluan berisikan fenomena umum lingkungan strategis global, regional dan nasional yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di



Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi



Gerakan Revolusi Mental. Pada bab ini juga mengetengahkan rumusan masalah yang harus dipecahkan dan perlu dibahas pada bab-bab berikutnya, maksud dan tujuan penulisan, metode dan pendekatan, serta beberapa pengertian istilah yang ada di dalam TASKAP ini. Bab II, yaitu Tinjauan pustaka yang meliputi landasan pemikiran yang akan di uraikan tentang permasalahan yang akan dibahas ditinjau dari sudut pandang instrumental input dengan paradigma nasional sebagai landasan inti serta peraturan perundang undangan, landasan teori dan tinjauan pustaka yang menjadi pijakan awal pembahasan pada bab berikutnya. Paradigma nasional berupa pokok pikiran pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional terkait dengan Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental. Selanjutnya akan dibahas wawasan nusantara sebagai landasan visional, ketahanan nasional sebagai landasan konseptual, peraturan dan perudangan terkait mengenai pendidikan anti korupsi di



lingkungan satuan pendidikan sebagai



landasan operasionalnya. Pada bagian terakhir akan diuraikan tinjauan pustaka yang akan menguraikan beberapa penelitian dan tulisan yang mendukung tema penulisan taskap yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental. Bab III, pembahasan dalam bab ini terdiri dari sub bab kondisi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan saat ini, yang berisi tentang bagaimana pelaksanaan pendidikan anti korupsi serta implikasinya sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental, serta pokokpokok persoalan yang ditemukan. Sub bab berikutnya adalah perkembangan lingkungan strategis yang berisi uraian tentang pengaruh perkembangan lingkungan strategis dari aspek lingkungan global, regional dan nasional serta



peluang dan kendala dalam pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental. Sub bab selanjutnya adalah kondisi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental yang diharapkan beserta dengan indikasi keberhasilannya. Selanjutnya pada sub bab terakhir yaitu Konsepsi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental akan mengetengahkan bagaimana Kebijakan, strategi dan upaya yang diperoleh berdasarkan pada hasil analisis bab-bab sebelumnya. Konsepsi ini berisi tentang Kebijakan dan strategi yang akan dipilih serta upaya konkrit implementatif yang akan menjadi prioritas. Dalam menentukan upaya tersebut, akan ditentukan siapa berbuat apa dengan cara atau metode apa yang konsisten dengan hasil proses analisa pada bab-bab sebelumnya. Bab IV, penutup berisi kesimpulan dan saran, kesimpulan merupakan jawaban dari masalah yang disampaikan dalam bab sebelumnya, sedangkan saran yang disampaikan memuat harapan dan reaksi tindak lanjut kepada siapa ditujukan (pihak atau instansi yang berwenang), serta memuat isi yang pantas dilakukan oleh pejabat/instansi karena kewenangan dan tanggung jawabnya. 4. Metode dan Pendekatan Metode analisa dan pendekatan dalam penulisan kertas Karya Perorangan (TASKAP) ini dilaksanakan melalui teknik kajian dengan metode deskriptif analitis5 melalui pendekatan komprehensif dan integral, yaitu dengan melihat faktor-faktor kemampuan yang mendukung pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental dengan mengunakan analisis wawasan nusantara dan ketahanan nasional untuk merumuskan konsepsinya.



5



Metode yang memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, kemudian hasil penelitian dianalisis untuk diambil kesimpulannya.



5. Pengertian a. Optimalisasi Optimalisasi ada proses mengoptimalkan, kata optimalisasi diambil dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi. Sedangkan pengoptimalan berarti proses, cara, perbuatan pengoptimalan (menjadikan paling baik atau paling tinggi).6 Jadi optimalisasi adalah sistem atau upaya menjadikan Konsepsi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan menjadi lebih



baik agar gerakan revolusi mental yang



diharapkan bisa terimplementasi sempurna. b. Pendidikan anti korupsi Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka Pendidikan Antikorupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral



dalam



melakukan



perlawanan



(psikomotorik)



terhadap



penyimpangan perilaku korupsi.7 c. Revolusi Mental Revolusi Mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat (pemerintah & rakyat) dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali nilai ‐nilai strategis yang diperlukan oleh Bangsa dan Negara untuk mampu menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di era globalisasi. d. Paradigma Nasional Paradigma nasional adalah acuan dasar dalam melaksanakan upaya untuk mencapai tujuan nasional melalui pembangunan nasional. Paradigma nasional bangsa Indonesia adalah Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Pendidikan anti korupsi 6



Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Gita Media Press, 2015) . h. 562 Suyanto, Totok. 2005. “Pendidikan Anti Korupsi dan Pengembangan Budaya Sekolah”. JPIS. Nomor 23 tahun XIII Edisi Juli – Desember 2005. 7



termasuk tujuan nasional bidang pendidikan yang merupakan salah satu komponen untuk memajukan kesejahteraan umum. e. Lingkungan Strategis Lingkungan strategis dapat diartikan sebagai situasi internal dan eksternal negara baik yang statis (trigatra) maupun dinamis (pancagatra) yang mempengaruhi pencapaikan tujuan nasional. Aspek Trigatra merupakan aspek yang bersifat alamiah, yaitu posisi dan lokasi geografi negara, keadaan dan kekayaan alam, keadaan dan kemampuan penduduk. Sedangkan aspek Pancagatra merupakan aspek yang termasuk dalam dimensi sosial kemasyarakatan yang lebih dikenal dengan istilah Ipoleksosbudhankam, yaitu Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan. f. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan lingkungan yang beragam dan bernilai startegis dengan mengutamakan persatuan



dan



kesatuan



bangsa



dan



kesatuan



wilayah



dalam



menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. g. Ketahanan Nasional Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, meliputi seluruh aspek kehidupannasional yang terintegrasi, berisi keuletan, dan ketangguhan serta mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan dari luar maupun dari dalam, langsung maupun tidak langsung membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan hidupbangsa dan negara , serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya. h. Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, dan Sistem pendidikan



nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6. Landasan Pemikiran a. Umum Seperti kita ketahui bersama bahwa keberadaan lembaga-lembaga penegak hukum terhadap tindak pidana korupsi ternyata belum menyurutkan nyali koruptor untuk mencuri atau merampok harta negara dan rakyat demi kepentingan diri, keluarga, dan kelompok mereka. Upaya-upaya kuratif memang memberikan hasil seketika dan memberi efek jera yang hebat, namun karena spektrum perilaku korupsi yang demikian luas, maka diperlukan upaya lain yang hasilnya tidak bisa dilihat sekarang, yakni melalui pendidikan antikorupsi. Pendidikan



antikorupsi



mutlak



diperlukan



untuk



memperkuat



pemberantasan korupsi yang sedang berjalan, di antaranya melalui reformasi sistem (constitutional reform) dan reformasi kelembagaan (institutional



reform)



serta



penegakan



hukum (law enforcement).



Menurut Azra, pendidikan antikorupsi merupakan upaya reformasi kultur politik melalui sistem pendidikan untuk melakukan perubahan kultural yang berkelanjutan, termasuk untuk mendorong terciptanya good governance culture di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi.8 Sebagai wujud implementasi revolusi mental lingkungan sekolah dapat mengambil peran strategis dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi terutama dalam membudayakan perilaku antikorupsi di kalangan siswa dan mahasiswa. Melalui pengembangan kultur sekolah, diharapkan siswasiswa memiliki modal sosial untuk membiasakan berperilaku antikorupsi.



8



Azra, Azyumardi. 2006. “Kata Pengantar Pendidikan Anti Korupsi Mengapa Penting”. Dalam Karlina Helmanita dan Sukron Kamil (ed). Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi. Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.



b. Paradigma Nasional 1) Pancasila sebagai Landasan Idiil Pancasila sebagai landasan idiil memiliki arti bahwa Pancasila dipergunakan sebagai pandangan hidup oleh seluruh warga negara Indonesia. Tentu saja tidak cukup jika Pancasila hanya dilihat sebagai gagasan. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila pun harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa menemukan nilainilai Pancasila yang berkaitan dengan peraturan atau hukum yang harus ditaati dalam kehidupan bernegara. Dengan menjalankan nilainilai tersebut maka kita mewujudkan definisi Pancasila sebagai landasan idiil. Fenomena tingginnya angka korupsi yang terjadi tersebut menggambarkan bahwa indonesia saat ini sedang melanda krisis ideologis dan moralitas bangsa yang berujung pada moralitas anak bangsa  telah menjauh dari nilai-nilai luhur Pancasila, nilai Ketuhanan, nilai kejujuran, nilai keadilan, dan nilai kemanusiaan, nilai kesederhanaan, nilai kesatuan dan persatuan, kesemuanya ini merupakan akumulasi pada jiwa dan kepribadian bangsa indonesia sebagai identitas nasional bangsa indonesia. Korupsi merupakan suatu masalah besar yang tentu saja perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua sebagai anak bangsa, sebab korupsi sangat menyalahi prinsip-prinsip dasar Pancasila. Menyikapi hal tersebut perlu kiranya melalui pelaksanaan Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental, Pancasila dijadikan landasan idiil dan kembali direvitalisasi sebagai dasar filsafat Negara dan menjadi prinsip prima bersama-sama. Pancasila merupakan suatu dasar negara yang dijadikan sebagai aturan untuk mengatur warga negaranya menjadi lebih baik. Atau Pancasila merupakan suatu peraturan pemerintahan yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara, agar kasus korupsi tidak meraja lela kemana-



mana. Perlu dengan cara menyadarkan setiap warga negara untuk kembali memperdalam butir-butir pancasila, yaitu melalui Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental. Cara ini merupakan paling ideal agar setiap warga negara kembali ke Pancasila serta semua warga negara memiliki rasa tanggung jawab terhadap Pancasila. Jika hal tersebut kita lakukan secara konsisten maka kita akan mendapatkan hasil yang sangat baik, yaitu seluruh warga negara kembali ke jalan yang benar dan korupsi pun dapat di berantas dengan cepat. Negara kita pun dapat kembali maju dan bisah bersaing negara-negara lain. 2) UUD 1945 sebagai sebagai Landasan Konstitusional Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia merupakan sumber dasar hukum serta sumber dasar hukum serta sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia, sekaligus sumber cita hukum dan cita moral. Dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea keempat, dengan tegas dinyatakan prinsip dasar untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.9 Bahwa Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental sesuai yang diamanatkan dalam pembukaan tersebut karena apabila apabila masyarakat, khususnya generasi muda bisa memahami nilai-nilai konstitusi seperti yang diamanatkan dalam pembukaan UUD tersebut, maka nilai-nilai itu menjadi rambu-rambu untuk mencegah perilaku korupsi. Karena dalam UUD 1945 sebagai sebagai Landasan 9



Pembukaan UUD 1945



Konstitusional tidak hanya menjadi landasan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga mengandung ideologi dan jatidiri bangsa. Dalam konstitusi ada ideologi dasar negara Pancasila yang menjadi jati diri bangsa selain itu memahami konstitusi dan peraturan perundang-undangan secara baik maka sendirinya perilaku koruptif tidak akan mungkin terjadi. 3) Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visioner Wawasan nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya sebagai Negara kepuluan dengan semua aspek kehidupan yang majemuk. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional merupakan ajaran yang diyakini agar tidak terjadi penyimpangan dalam perjuangan menggapai dan mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional sehingga wawasan nusantara menjadi landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan nasional berbangsa dan bernegara. Sebagai landasan visional dalam optimalisasi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental, wawasan mengandung faktor-faktor yang apabila memperkuat dorongan bangsa



yang



dijiwai



dan



ikatan



dengan



nasional



diimplementasikan persatuan



semangat



kebersamaan. Kesatuan disini bermakna,



nusantara



dan



dapat



kesatuan



kekeluargaan



dan



pertama, kesatuan wilayah



agar dapat menjamin keutuhan ruang hidup dan sumber



kehidupan bagi bangsa Indonesia. Kedua, satu kesatuan kekuasaan kedaulatan rakyat agar dengan



hal itu bangsa Indonesia dapat



dijamin kesejahteraan, kedaulatan dan kemerdekaannya. Disamping



itu,



apabila



mengacu



pada



asas



wawasan



nusantara, maka optimalisasi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental ditujukan



untuk



kepentingan



bersama dalam



mencapai kesejahteraan dan kemakmuran serta rasa aman yang lebih baik



dari



keadaan



sebelumnya.



Kemudian,



keadilan



guna



memperoleh hak dan kewajiban yang pantas serta proporsional bagi semua komponen bangsa, dan kesetiaan yang berarti setia terhadap ikrar bersama dalam mendirikan NKRI. 4) Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan bangsa, mampu menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari



luar



maupun dalam, yang mengandung kemampuan



nasional, untuk menjamin kelangsungan kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasionalnya.10 Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental memerlukan pedoman dasar yang dapat mempersatukan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang sama demi terwujudnya cita-cita nasional melalui pencapaian tujuan nasional sehingga bangsa Indonesia dapat mempertahankan



dan



melangsungkan kehidupannya ditengah-tengah



bangsa lainnya di dunia yang selalu berubah. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan



dan mengembangkan



nilai-nilai nasionalnya, demi



sebesar-besar kemakmuran yang adil dan merata, rohaniah dan jasmaniah. Sementara



itu, keamanan



adalah



kemampuan bangsa melindungi



nilai-nilai terhadap ancaman dari luar dan dari dalam. 10



Modul Bidang Studi/ Materi Pokok Geostrategi dan Ketahanan Nasional Lembaga Ketahanan Nasional RI, Jakarta



Dalam



optimalisasi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di



Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental, konsepsi mengembangkan kekuatan kesejahteraan dan dalam terpadu



seluruh



berlandaskan



Nasional diperlukan guna



melalui pengaturan dan penyelenggaraan



keamanan



aspek



Wawasan Nusantara.



Ketahanan yang



serasi,



kehidupan Pancasila,



Sebagai



secara UUD



suatu



seimbang dan selaras utuh, menyeluruh



NRI



Tahun 1945,



dan dan



pedoman, Konsepsi Ketahanan



Nasional Indonesia dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraannya mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi.



c. Peraturan Perundang-undangan terkait 1) UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertimbangan yang mendasari dibentuknya undang-undang ini adalah tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.11 Sejak



Undang-undang



Nomor



31



Tahun



1999



tentang



Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) diundangkan, terdapat berbagai interpretasi



atau penafsiran



yang berkembang di masyarakat



khususnya mengenai penerapan Undang- undang tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 31 11



UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.



Tahun 1999 diundangkan. Hal ini disebabkan Pasal 44 Undangundang tersebut menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan tidak berlaku sejak Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diundangkan, sehingga



timbul



suatu



anggapan



adanya



kekosongan hukum



untuk memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Di samping hal tersebut, mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi perlu



masyarakat secara luas, maka pemberantasan



dilakukan



dengan



korupsi



cara luar biasa. Dengan demikian,



pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa. Untuk mencapai kepastian hukum, menghilangkan keragaman penafsiran, dan perlakuan adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2) UU No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pertimbangan yang mendasari dibentuknya undang-undang ini adalah lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak



pidana



korupsi.



Tindak pidana korupsi di Indonesia



sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, balk dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang



dilakukan



semakin



sistematis



serta



memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.



lingkupnya



yang



Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam



upaya



pemberantasan



tindak



pidana



korupsi,



yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan. Undang-Undang ini dibentuk berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam UndangUndang tersebut di atas. Pada saat sekarang pemberantasan tindak pidana korupsi sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi seperti kejaksaan dan kepolisian dan badan-badan lain yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, oleh karena itu pengaturan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Undang-Undang ini dilakukan secara berhati-hati agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi tersebut.



3) Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter hadir dengan pertimbangan bahwa dalam rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab, pemerintah memandang perlu penguatan pendidikan karakter. Dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter disebutkan, Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Pendidikan



karakter



yang



menjadi



acuan



Pendidikan



Antikorupsi juga mengedepankan keteladanan semua unsur di sekeliling peserta didik sebagai prinsip utama berupa 1) Berorientasi pada perkembangan potensi Peserta Didik secara menyeluruh dan terpadu 2) Keteladanan dalam melaksanakan Pendidikan Karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan, dan dan 3) Berlangsung melalui pembiasan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari. 4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Pendidikan Formal Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter maka



ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa Penguatan



Pendidikan



Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja pendidikan,



keluarga,



dan masyarakat



sama sebagai



antara bagian



satuan dari



Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).12 Penguatan pendidikan karakter ini salah satunya merupakan pendidikan anti korupsi dimana program pendidikan tentang korupsi yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kepedulian warganegara terhadap bahaya dan akibat dari tindakan korupsi. Target utama Pendidikan anti korupsi adalah memperkenalkan fenomena korupsi



yang



mencakup



kriteria,



penyebab



dan



akibatnya,



meningkatkan sikap tidak toleran terhadap tindakan korupsi, menunjukan berbagai kemungkinan usaha untuk melawan korupsi serta berkontribusi terhadap standar yang ditetapkan sebelumnya seperti mewujudkan nilai-nilai dan kapasitas untuk menentang korupsi dikalangan generasi muda. Disamping itu siswa juga dibawa untuk menganalisis nilai- nilai standar yang berkontribusi terhadap terjadinya korupsi serta nilai-nilai yang menolak atau tidak setuju dengan tindakan korupsi. Karena itu pendidikan antikorupsi pada dasarnya adalah penanaman dan penguatan nilai-nilai dasar yang diharapkan mampu membentuk sikap antikorupsi pada diri peserta didik. 5) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi pada 12



Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Pendidikan Formal



Satuan Pendidikan Nomor: 420/4047/SJ, dan Nomor: 420/4048/SJ, 20 Mei 2019 Surat edaran ini berisi Tindak Lanjut dari Komitmen dalam Rapat Koordinasi Nasional Pendidikan Antikorupsi, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia untuk dapat melakukan Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi Pada Satuan Pendidikan di masing-masing daerah. Penguatan



pendidikan



karakrer



dan



budaya



antikorupsi



disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sesuai



dengan



jenjang



pendidikannya,



dilaksanakan



dengan



menerapkan nilai-nilai pancasila dalam bentuk pendidikan karakter rerutarna



meliputi



nilai-nilai:



kejujuran,



tanggung



jawab,



kesederhanaan, kepeoulian, kemandirian, disiplin, keadilan, kerja keras, dan keberanian, prinsip



dan



dilaksanakan dengan



menggunakan



dan pendekatan: 1) integrasi nilai karakter dalan proses



pembelajaran secara tematik dan mata pelajaran sesuai dengan isi kurikulum; 2) merencanakan



pengelolaan kelas dan metode



pembelajaran/ pembimbingan sesuai dengan karakter peserta didik; 3) mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan dan karakterisitik daerah, satuar pendidikan, dan peserta didik; 4) pembiasaan



nilai-nilai



utama



dalam



keseharian



sekolah



dan



memberikan keteladanan antar warga sekolah; 5) membangun dan mematuhi norma. peraturan, dan ketentuan-ketentuan sekolah; dan 6) memperkuat peranan orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan dan komite sekolah sebagai lembaga partisipasi masyarakat.13



13



Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi pada Satuan Pendidikan Nomor: 420/4047/SJ, dan Nomor: 420/4048/SJ, 20 Mei 2019



7. Landasan Teori a. Pendidikan Anti Korupsi Tidak banyak yang memahami apa itu pendidikan antikorupsi. Untuk itu dalam uraian berikut dijelaskan apa dan untuk apa pendidikan antikorupsi. Secara umum, pendidikan antikorupsi diartikan sebagai pendidikan koreksi budaya yang bertujuan untuk mengenalkan cara berpikir dan nilai-nilai baru kepada peserta didik.14 Cara berpikir dan nilai-nilai baru penting disosialisasikan atau ditanamkan kepada peserta didik karena gejala korupsi di masyarakat sudah membudaya dan dikhawatirkan para generasi muda menganggap korupsi sebagai hal biasa. Pendidikan antikorupsi dapat dipahami juga sebagai usaha sadar dan sistematis



yang diberikan



kepada peserta



didik



berupa



pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan agar mereka mau dan mampu mencegah dan menghilangkan peluang berkembangnya korupsi. Sasaran akhir bukan hanya menghilangkan peluang, tetapi juga peserta didik sanggup menolak segala pengaruh yang mengarah pada perilaku koruptif. Setiap upaya pendidikan memiliki tujuan tertentu, demikian pula pendidikan antikorupsi. Tujuan pendidikan antikorupsi adalah: (1) pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai bentuk korupsi dan aspek-aspeknya, (2) perubahan persepsi



dan



sikap



terhadap korupsi, dan (3) pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang dibutuhkan untuk melawan korupsi. Berdasarkan tujuan tersebut, dapat dicermati bahwa pendidikan antikorupsi melibatkan 3 domain penting yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pertama, aspek kognitif menekankan pada 14



kemampuan



mengingat



dan



Suyanto, Totok. 2005. “Pendidikan Anti Korupsi dan Pengembangan Budaya Sekolah”. JPIS. Nomor 23 tahun XIII Edisi Juli – Desember 2005.



mereproduksi



informasi



yang



telah



dipelajari,



bisa



berupa



mengkombinasikan cara-cara kreatif atau mensintesiskan ide-ide dan materi baru. Kedua, domain afektif menekankan pada aspek emosi, sikap, apresiasi, nilai atau pada level menerima atau menolak sesuatu. Ketiga, yaitu domain psikomotorik menekankan pada tujuan melatih kecakapan dan keterampilaUntuk membekali peserta didik agar terbiasa berperilaku antikorupsi, maka dalam penyelenggaraan pendidikan antikorupsi ketiga domain di atas harus diselaraskan atau diintegrasikan dalam target kurikulum baik yang eksplisit maupun implisit. Dengan demikian, arah pendidikan antikorupsi menjadi jelas berdasarkan kriteria-kriteria yang dapat diukur. Pendidikan antikorupsi dapat dilaksanakan di semua jalur pendidikan baik formal, nonformal maupun informal. Namun karena otoritas yang dimiliki dan kultur yang dipunyai, jalur formal atau sekolah dipandang



efektif



untuk



menyiapkan



generasi



muda



berperilaku antikorupsi. Nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, kerja keras, keberanian, kesederhanaan, keadilan, kedisiplinan dan komitmen dapat disemaikan secara subur melalui kebudayaan sekolah. Karena inilah, para orang tua masih percaya dan menyerahkan kepada sekolah untuk mendidik dan mengajar anaknya. Mungkin karena fungsinya yang sangat strategis sehingga sampai saat ini sekolah masih dipercaya masyarakat. Dalam kaitan ini, Nasution mencatat



ada



beberapa



fungsi



sekolah,



yaitu:



(1)



sekolah



mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan, (2) sekolah memberikan keterampilan dasar, (3) sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib, (4) sekolah menyediakan tenaga pembangunan, (5) sekolah membantu memecahkan masalah- masalah sosial, (6) sekolah mentransmisi kebudayaan, (7) sekolah membentuk manusia sosial, (8) sekolah sebagai sarana social engineering, dan (9) sekolah juga dapat



dipandang sebagai tempat menitipkan anak terutama anak-anak prasekolah.15 Baik Nasution maupun Drost sama-sama sependapat bahwa sekolah berfungsi sebagai pengembang pendidikan intelektual. Namun demikian,



sekolah



atau



pendidikan



formal



sebagai bagian tak



terpisahkan dari sistem pendidikan nasional secara komprehensif tidak hanya berorientasi pada pengembangan intelektual, tetapi juga bertujuan



membangun



karakter



atau



membangun



nilai-nilai



kemanusiaan siswa. Pendek kata, sekolah tidak hanya berfungsi sebagai wahana pendidikan intelektual, tetapi juga sebagai lingkungan subur berkembangnya pendidikan nilai. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan



nasional



yaitu



mengembangkan



kemampuan



dan



membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. b. Konsep Pendidikan Anti Korupsi Keberhasilan penanggulangan pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada penegakan hukum saja, namun ditentukan pula pada aspek tindakan preventifnya. Tindakan preventif ini diartikan bahwa korupsi dapat dicegah secara dini dengan menguatkan pendidikan anti korupsi di sekolah atau lingkungan pendidikan. Dalam kurikulum nasional pendidikan di Indonesia, istilah korupsi relatif belum banyak yang mengenalnya. Dalam Undangundang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional secara eksplisit istilah pendidikan



anti korupsi tidak di sebutkan.



Dengan demikian, pendidikan anti korupsi dapat dipandang sebagai hasil dari inovasi pendidikan.



Hal ini sesuai dengan dinamika



masyarakat, dari masyarakat yang otoritarian dengan ciri ketertutupan menuju masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran. 15



Nasution, S. 1995. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 15.



Pendidikan anti korupsi merupakan langkah pencegahan sejak dini terjadinya korupsi. Strategi ini punya dampak yang baik dalam menanggulangi korupsi. Hanya saja, pendekatan preventif ini memang tidak dapat dinikmati secara langsung, tetapi akan terlihat hasilnya dalam jangka yang panjang. Berbeda dengan pendekatan represif yang mengandalkan jalur hukum sehingga terlihat agresif menyidangkan dan memenjarakan orang-orang yang bersalah, termasuk tersangka yang terbukti melakukan korupsi. Pendidikan anti korupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi berupa mendorong generasi



keseluruhan



upaya



untuk



mendatang untuk mengembangkan sikap



menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi16. Mentalitas anti korupsi ini akan terwujud jika setiap orang secara sadar membina



kemampuan



mengidentifikasi



generasi



berbagai



mendatang



kelemahan



untuk



mampu



dari sistem nilai yang



merekawarisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasisituasi yang baru. Pendidikan anti korupsi berhubungan dengan pendidik- an moral. Menurut Zubaidi, pendidikan moral harus memberikan perhatian pada tiga komponen karakter yang baik (components of the good character) yaitu 1) pengetahuan tentang moral (moral knowing), 2) perasaan tentang moral (moral feeling), dan 3) perbuatan bermoral (moral action).17 Pertama, pengetahuan tentang moral (moral knowing). Karakter moral yang baik tidak hanya meliputi pengetahuan terhadap nilai-nilai, tetapi



juga



menumbuhkan



“rasa”



terhadap



nilai-nilai



Pengetahuan tentang moral diperlukan karena peserta



moral.



didik perlu



mengetahui tentang berbagai nilai dan norma masyarakat, mengenai apa yang baik dan tidak baik, apa yang pantas dan tidak pantas, apa 16



Sumiarti. Pendidikan Anti Korupsi. Jurnal Insania Volume 12 Nomor 2 Edisi Mei – Agustus 2007. P3M STAIN Purwokerto. Hal. 17 17 Zaubaidi. 2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.7



yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam masyarakat. Lebih lanjut, Zubaidi menambahkan bahwa penanaman moral knowing meliputi 1) kesadaran moral (moral awareness), 2) pengetahuan nilai-nilai (moral knowing moral values), 3) alasan moral (moral reasoning), 4) mengambil keputusan moral (decision making), dan 5) pengetahuan diri (selfknowledge).18 Kedua, perasaan tentang moral (moral feeling). Persoalan rasa menjadi sangat penting pula karena setelah mengetahui sistem moral yang berlaku, maka internalisasi ke dalam hati dan jiwa agar nilai-nilai moral tidak berhenti



pada dataran verbal. Zubaidi merumuskan,



pembentukan moral feeling meliputi 6 (enam) aspek yang diperlukan seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yaitu 1) kesadaran (conscience), 2) kepercayaan diri (selfesteem), merasakan penderitaan orang lain (empathy), 3) cinta terhadap kebaikan (loving the good), 4) kontrol diri (selfcontrol), 5) kerendahan hati (humility). Moral knowing dan moral feeling berperan dalam pembentukan peserta didik sebagai



pribadi



yang normal, yaitu pribadi yang mampu



bertindak sesuai dengan kontek sosialnya dan mampu memilih secara objektif perilaku diri sendiri dari sudut pandang orang lain. Ketiga, perbuatan bermoral (moral action). Hasil perpaduan dari



dua



komponen tersebut, maka



akan



lahir perbuatan atau



tindakan moral. Masih menurut Zubaidi, munculnya perbuatan moral didorong



oleh tiga aspek, yaitu 1) kompetensi (competence), 2)



keinginan (will), dan 3) kebiasaan (habit). Berbeda dengan pendekatan represif, pendidikan anti korupsi lebih mengedepankan tindakan pencegahan (preventif). Pendekatan represif memiliki sejumlah kelemahan diantaranya



aspek



hukum



yang menjadi senjata andalan sesungguhnya merupakan sistem aturan terendah yang dapat dijadikan sandaran dalam berprilaku. Secara kodrati manusia hati nurani 18



Ibid Hal 8



dan



kemampuan berfikir yang



membedakan sikap manusia dengan hewan. Berbeda dengan pendekatan prefentif yang lebih mengutamakan perbaikan moral sehinga orang akan sadar bahwa korupsi merupakan prilaku tidak terpuji dan harus di hindari. Yogi Suwarno menyebutkan, upaya pencegahan (ex ante) tindakan korupsi dapat dilakukan melalui: 1) Menumbuhkan



kesadaran



masyarakat



(public



awareness)



mengenai dampak destruktif dari korupsi. 2) Pendidikan anti korupsi. 3) Sosialisasi tindak pidana korupsi melalui media cetak dan



elektronik. 4) Perbaikan remunerasi pegawai negeri sipil.



Pendidikan anti korupsi merupakan upaya pencegahan praktik korupsi di Indonesia. Tidak ada jawaban tunggal untuk menjawab mengapa persoalan korupsi yang sudah sedemikian masif di sebuah negeri (Afid Burhanuddin, 2012: 30).19 Disamping itu, pendidikan anti korupsi tidak berlandaskan pada salah satu perspektif keilmuan secara khusus, namun berdasarkan pada fenomena permasalahan serta pendekatan budaya.20 Penekanan



pada pendidikan



karakter anti



korupsi (anti corruption character building) menjadi fokus tujuan pembelajarannya. Abdur Rafi merumuskan 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan untuk pendidikan anti korupsi, yaitu:21 1) Pendekatan Rasionalistik



Pendekatan ini menanamkan moral dengan konsep- konsep yang bersifat rasional, dengan menanamkan pola pikir bahwa korupsi merupakan perbuatan yang merusak dan menghancurkan diri, lingkungan, dan negara. Pendekatan ini akan menanamkan peserta didik bahwa korupsi merupakan perbuatan yang merusak 19



Afid Burhanuddin. 2012. Menumbuhkan Karakter Siswa mela lui Pendidikan Anti Korupsi. Buletin Progresif Edisi 4/ IV/2012. Hal.30 20 Ara Hidayat & Imam Machali. 2012. Pengelolaan Pendidikan: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta: Kaukaba. Hal 5 21



Abu Fida’ Abdur Rafi’. 2006. Terapi Penyakit Korupsi. Jakarta: Republika. xxii



dan menghancurkan diri, lingkungan pendekatan ini akan tertanam pada merupakan



dan negara.



Dengan



individu bahwa korupsi



perbuatan yang harus dihindarkan dalam dirinya.



Keengganan melakukan praktik korupsi bukan karena takut pada Tuhan dan



neraka,



tetapi secara rasional mereka menyadari



bahwa korupsi akan menghancurkan mereka dan negaranya. 2) Pendekatan Spiritualistik



Pendekatan ini menanamkan moral dengan konsp- konsep yang bersifat spiritual, seperti dengan mena- namkan rasa takut kepada



Tuhan dan azab-Nya. Pendekatan



ini akan diperoleh



individu yang takut kepada azab Tuhan, sehingga dirinya dapat menghindari untuk melakukan melakukan



korupsi



praktik korupsi. Ia tidak



karena



keberadaanTuhan



yang



mau selalu



mengawasi dimanapun ia berada. 3) Pendekatan kombinasi antara rasionalistik dan spiritualistik



Maksud dari pendekatan ini adalah dengan meng- gabungkan pendekatan pertama dan kedua secara bersamaan, samping



menggunakan



menggunakan



metode-



cara- cara yang metode



yakni di



rasionalistik, juga



spiritualistik.



Pendekatan



kombinasi ini akan menanamkan paham rasional dalam diri anak didik tentang efek buruk korupsi, juga menamkan konsep spiritual tentang bagaimana hukuman



Tuhan terhadap para koruptor di



akhir zaman nanti. Adanya pendidikan antikorupsi diharapkan mampu mencapai tujuan yang dicita-citakan yaitu adanya manusia yang tanggap serta peduli



terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungan



sekitarnya dan dengan adanya tujuan tersebut dapat membangkitkan semangat untuk berbuat anti korupsi. Menurut Abdur Rafi, cara- cara yang ditempuh dalam pendidikan anti korupsi, antara lain: 1) Memulai kehidupan dengan niat yang ikhlas; 2) Menyikapi kehidupan dunia berdasarkan ajaran Tuhan; 3) Mengendalikan nafsu syahwat terhadap



harta; 4) Menjaga pikiran yang terlintas dan langkah nyata untuk perbuatan; 5) Tawakal; 6) Mensyukuri nikmat harta yang ada padanya; 7) Sabar menghadapi kemiskinan dan fitnah (ujian) harta; 8) Ridha terhadap qadha (ketentuan) Tuhan; 9) Menumbuhkan rasa takut kepada Tuhan; 10) Membentuk sifat jujur dalam diri; 11) Membangun sifat malu untuk berbuat maksiat; 12) Muhasabah (intropeksi diri); 13) Muraqabbatullah; 14) Menumbuhkan kecintaan kepada Tuhan; dan 15) Bertaubat untuk tidak melakukan praktik korupsi. Tujuan pengembangan pendidikan



anti korupsi di sekolah



adalah: 1) Anak didik mempunyai



pemahaman sejak dini tentang tindak



korupsi. 2) Anak didik mampu



mencegah dirinya sendiri agar tidak



melakukan tindak korupsi (individual competensi). 3) Anak didik mampu mencegah orang lain agar tidak melakukan



tindak korupsi dengan cara memberikan peringatan kepada orang tersebut. 4) Anak didik mampu



mendeteksi adanya



tidak korupsi(dan



melaporkan kepada pihak terkait). Pendidikan anti korupsi perlu dinternalisasikan



dalam proses



pendidikan di sekolah. Menurut Sumiarti, proses internasilisasi nilainilai anti korupsi perlu memperhatikan beberapa hal, yakni: 1) Pengertian atau pemahaman terhadap karakter anti korupsi. Hal



ini diperlukan untuk membentuk bingkai pemikiran yang jelas tentang batasan-batasan korupsi. 2) Perasaan anti korupsi. Dengan perasaan anti korupsi, maka anak



didik berani untuk tidak melakukan korupsi dan berani menyampaikan jika di lingkungannya terjadi tindak korupsi. 3) Tindakan



anti



korupsi.



Ini



merupakan



wujud



nyata



implementasi anti korupsi, yakni dengan memulai dari diri sendiri untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Internalisasi nilai-nilai



(keimanan, etika dan moral). Setelah pengertian, perasaan dan tindakan anti korupsi sudah terakhir



adalah dengan



melekat



dalam



menginternalisasi



jiwa, langkah nilai-nilai



anti



korupsi. Tujuannya adalah memperkuat paham dalam diri anak didik bahwa korupsi adalah hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain 8. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penulisan ini diantaranya: Penelian yang dilakukan Lissa Soleh`Atun Rosida (2016)22 dengan judul Pendidikan Anti Korupsi Di Sman 1 Sigaluh Banjarnegara, penelitian ini dilatarbelakangi dari mulai diterapkannya pendidikan Anti Korupsi sebagai langkah awal pemberantasan korupsi yang sudah merajalela di indonesia sejak dini, korupsi menjadi wacana khusus yang menuntut penyelesaian secara mendesak akibat membudayanya dunia perkorupsian di indonesia, karena itu pendidikan sangatlah efektif untuk berperan memutus mata rantai korupsi bukan hanya pendidikan di lingkungn Formal tetapi Non formlal yaitu di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Agar seluruh elemen ikut mensukseskan aksi pemberantasan korupsi. Penerapan Pendidikan Anti korupsi di sekolah sangat efektif membentuk sikap anti korupsi terutama dalam usia remaja awal dan remaja akhir yang cenderung lebih banyak ingin tahu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan pasti yang konkret dan bisa dipertanggungjawabkan tentang Pendidikan Anti Korupsi di SMAN 1 Sigaluh Banjarnegara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau tulisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Pengumpulan data diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun analisis data dilakukan dengan analisis analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua 22



Lissa Soleh`Atun Rosida (2016) dengan judul Pendidikan Anti Korupsi Di Sman 1 Sigaluh Banjarnegara Skripsi Program S-1 Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto



tahapan, yakni: analisis data sebelum di lapangan berupa data-data sementara yang penulis dapatkan ketika melakukan studi pendahuluan dan analisis data mengacu pada model Miles dan Huberman, yaitu dengan cara mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data. Dari kedua jenis analisis data tersebut barulah dapat ditarik sebuah kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan anti korupsi di samn 1 sigaluh melalui beberapa tahapan yaitu dengan budaya sekolah dan integrasi ke dalam mata pelajaran, hal ini diakukan dengan cara menerapkan nilai-nilai pendidikan anti korupsi kedalam seluruh kegiatan sekolah baik pembelajaran maupun diluar pembelajaran ini bertujuan untuk membentuk sikap anti korupsi pada peserta didik dan menghasilkan lulusan dengan tingkat kejujuran yang tinggi sehingga SMAN 1 Sigaluh dapat ikut berperan dalam memberantas korupsi sejak dini. Selanjutnya hasil penelitian Ahmad Zuber (2018) Strategi Anti Korupsi Melalui Pendekatan Pendidikan Formal Dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)23. Penelitian ini bertujuan untuk membahas strategi anti korupsi melalui pendekatan pendidikan formal, dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Metode penulisan dengan mendasarkan literatur,



dan dokumen.



Strategi anti



korupsi



dengan



studi



pendekatan



pendidikan formal dapat dilakukan melalui kurikulum anti korupsi yang diterapkan di sekolah-sekolah formal mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Kemudian Strategi anti korupsi dengan pendekatan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dapat dilihat dari keberhasilan KPK dalam mencegah dan menindak para koruptor yang ada di wilayah negara Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan Pemikiran berkarakter menjadi



sangat



mengenai



pendidikan



penting di tengah upaya penyelenggaraan



pendidikan anti-korupsi. Kurikulum pendidikan anti-korupsi merupakan konsep yang ditawarkan untuk menanamkan nilai-nilai anti



korupsi.



Adapun beberapa model yang digunakan antara lain: (1) Model sebagai Ahmad Zuber (2018) Strategi Anti Korupsi Melalui Pendekatan Pendidikan Formal Dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Journal of Development and Social Change, Vol. 1, No. 2, Oktober 2018: P.178-190 p-ISSN 2614-5766, https: //jurnal.uns.ac.id/jodasc 23



Mata Pelajaran Tersendiri, (2) Model Terintegrasi dalam Semua Mata Pelajaran, (3) Model di Luar Pembelajaran, (4) Model pembudayaan, pembiasaan nilai dalam seluruh aktivitas dan suasana sekolah, (5) Model Gabungan. Sedangkan untuk metode atau cara penyampaian nilai-nilai anti korupsi, dapat dilakukan dengan: (1) Metode demokratis, (2) Metode Pencarian bersama, (3) Metode siswa aktif atau aktivitas bersama, (4) Metode keteladanan, (5) Metode Live In, (6) Metode penjernihan nilai atau klarifikasi nilai.



BAB III PEMBAHASAN 9. Kondisi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Saat Ini a. Umum Sejak reformasi bergulir tahun 1998 yang lalu hingga kini, berita tentang korupsi makin gencar. Berbagai harian (surat kabar) di Indonesia hampir tiap hari dalam terbitannya memberitakan peristiwa korupsi. Dalam berita tersebut, korupsi tidak hanya melanda kehidupan politik, tetapi juga ekonomi dan sosial. Pelaku yang ditindak oleh aparat tidak hanya para pelaku bisnis, tetapi juga mereka yang berasal dari kalangan birokrasi dan pemerintahan, DPR, DPRD, bahkan pula kalangan kampus perguruan tinggi dan sekolah. Rakyat kecil pun, seperti pedagang beras, pedagang buah, kondektur bus, sopir angkutan, dan tukang becak pun turut melakukan korupsi kecil-kecilan. Korupsi tampaknya sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Dalam kaitan persoalan di atas, pendidikan antikorupsi mutlak diperlukan sejak dini untuk melakukan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi, mengingat korupsi sudah seperti tulang dan daging dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa sudah ada lembaga penegak hukum andal seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK serta sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku pun berat baik dari sisi lama pidananya maupun jumlah denda yang harus dibayar, namun korupsi tetap ada di mana-mana bahkan menyebar dan meluas ke relung-relung kehidupan yang dulu tidak pernah dibayangkan akan masuk. Pendidikan



antikorupsi



mutlak



diperlukan



untuk



memperkuat



pemberantasan korupsi yang sedang berjalan, di antaranya melalui reformasi sistem (constitutional reform) dan reformasi kelembagaan (institutional



reform)



serta



penegakan



hukum (law enforcement).,



pendidikan antikorupsi merupakan upaya reformasi kultur politik melalui sistem



pendidikan



untuk



melakukan



perubahan



kultural



yang



berkelanjutan, termasuk untuk mendorong terciptanya good governance culture di sekolah dan perguruan tinggi. b. Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di



Lingkungan Satuan



Pendidikan Saat Ini Pada bagian ini fakta-fakta obyektif tentang kondisi saat ini yang berkaitan dengan Optimalisasi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental yang akan dianalisa dengan metode SWOT. Analisis SWOT adalah suatu proses merinci keadaan



lingkungan internal



dan eksternal guna mengetahui



faktor-faktor yang mempengaruhi



keberhasilan organisasi



kategori



ke dalam



Strengths,



Weaknesses,



Opportunities, Threats, sebagai dasar



untuk menentukan tujuan



sasaran,



untuk



serta



strategi mencapainya



memiliki



dan



keunggulan



meraih tujuan yang lebih optimal. Dalam pengimplementasian pendidikan antikorupsi terdapat gejala dimana persoalan yang dihadapi guru yakni menjadi beban belajar bagi siswa karena alokasi waktu yang terbatas sedangkan materi muatan yang diberikan cukup padat. Selain itu kemampuan guru dalam memilih materi-materi yang terkait dengan pendidikan antikorupsi harus betulbetul terimplementasikan dengan baik sehingga siswa termotivasi dalam pelaksanaannya, serta lemahnya sistem dan pengawasan di sekolah, termasuk juga pada kegiatan siswa seperti OSIS dan ekstrakurikuler sehingga siswa belum mendapatkan informasi dan sosialisasi tentang antikorupsi. Penggunaan analisis SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor internal dan eksternal sekolah. Faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman.



Strengths (kekuatan), merupakan



kondisi internal positif yang



memberikan keuntungan. Kekuatan dalam lembaga sekolah berupa: - Kemauan dan kesadaran yang kuat segenap komponen sekolah dalam memberantas korupsi -



Pendidikan anti korupsi merupakan program pendidikan karakter yang wajib dilaksanakan di tiap sekolah



-



Pendidikan anti korupsi berkorelasi dengan mata pelajaran pendidikan karakter lain seperti agama, moral, budi pekerti, kewarganegaraan dan pendidikan nilai lainnya. Weakness (kelemahan), merupakan kondisi internal negatif yang



dapat merendahkan penilaian terhadap sekolah/ madrasah. Kelemahan dapat berupa: -



Belum adanya sumber daya khusus dalam hal ini adalah pendidik yang mengajarkan pendidikan anti korupsi dilingkungan sekolah



-



Bertambahnya beban siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar



-



Belum adanya kurikulum yang pasti mengenai pendidikan anti korupsi Opportunity (peluang), merupakan kondisi sekarang atau masa



depan yang dapat menguntungkan lingkungan sekolah. Peluang adalah kondisi eksternal yang dapat



memberikan peluang-peluang untuk



kemajuan lembaga seperti -



Adanya peraturan yang mendukung Pendidikan anti korupsi



-



Adanya gerakan nasional revolusi mental



-



Adanya dukungan berbagai instasi yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan anti korupsi dilingkungan sekolah Threats (tantangan), merupakan kondisi eksternal sekarang atau masa



depan yang tidak menguntungkan bagi sekolah berupa -



Pendidikan lebih dominan berorientasi pada penguasaan iptek



-



Belum adanya koordinasi yang baik antar lembaga terkait



-



Masih adanya pro dan kontra mengenai kurikulum Pendidikan Anti Korupsi di kalangan pembuat kebijakan.



Sebagai



hasil



dari



analisa



SWOT



tersebut di



atas,



maka



dapat disimpulkan ada dua fakta obyektif tentang kondisi saat ini yang berkaitan dengan optimalisasi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental, yaitu: 1) Kondisi W-T sebagai variabel permasalahan yang ditemukan dalam kondisi saat ini yaitu a) Kurangnya pendidik anti korupsi akibat Pendidikan lebih dominan berorientasi pada penguasaan iptek b) Bertambahnya beban siswa dan guru yang tidak diantisipasi dengan koordinasi yang baik antar lembaga terkait c) Belum adanya kurikulum yang pasti mengenai pendidikan anti korupsi akibat masih adanya pro dan kontra dalam kebijakan kurikulumnya 2) Strategi SO sebagai variabel optimalisasi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental yang diharapkan a) Adanya dukungan dari semua pihak dalam memberantas korupsi sejak dini melalui pendidikan anti korupsi b) Memaksimalkan Pendidikan anti



korupsi merupakan program



pendidikan karakter sebagai pendukung gerakan nasional revolusi mental c) Memanfaatkan dukungan berbagai instasi yang terlibat dalam pelaksanaan



pendidikan



pendidikan karakter



anti



korupsi



salah



satu



program



b. Implikasi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di



Lingkungan



Satuan Pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental Berdasarkan paparan tersebut diatas, Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental sebagai upaya pemberantasan korupsi. Dimana secara garis besar pemberantasan



paling tidak, mencakup dua bagian



besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia tidak akan pernah berhasil secara optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat luas dan kalangan penididikan dan pesrta didik. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika lembaga pendidikan, peserta didik dan mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan



bangsa diharapkan



dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Keterlibatan peserta didik dan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif peserta didik dan mahasiswa ikut berperan serta dalam implementasi gerakan revolusi mental melalui pendidikan anti korupsi diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Peserta didik diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat di masa depan. c. Pokok Pokok persoalan yang ditemukan Pelaksanaan pendidikan anti korupsi dirasakan belum optimal. Pokok-pokok persoalan yang diuraikan adalah hasil dari analisa SWOT, yaitu permasalahan Weaknesses and Threats, yakni: 1) Permasalahan kejelasan tujuan pendidikan yang hendak dicapai 2) Permasalahan strategi pencapaian tujuan pendidikan 3) Permasalahan perencanaan standar kompetensi peserta didik



4) Permasalahan



kesesuaian



penyusunan



dan



rencana



program



pembelajaran 5) Permasalahan prasarana dan sarana pembelajaran 6) Permasalahan efektifitas pembelajaran 7) Permasalahan sistem pengawasan dalam pembelajaran. 1) Permasalahan kejelasan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Imbas dari belum adanya kurikulum yang pasti mengenai pendidikan anti korupsi akibat masih adanya pro dan kontra dalam kebijakan kurikulumnya mengakibatkan Pendidikan Anti Korupsi pada lingkungan pendidikan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi belum terlaksana dengan baik. Belum adanya kejelasan tujuan akan menghambat budaya anti korupsi di kalangan para pelajar untuk



dapat berperan serta aktif



dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. 2) Permasalahan strategi pencapaian tujuan pendidikan Kurangnya pendidik anti korupsi akibat Pendidikan lebih dominan berorientasi pada penguasaan iptek berakibat Pendidikan Anti-korupsi yang dilaksanakan oleh setiap lingkungan sekolah akan sulit dalam menyamakan tujuan dan kompetensi peserta didik yang ingin dicapai yaitu agar dapat melahirkan problem solving yang konkrit bagi masyarakat setempat. 3) Permasalahan perencanaan standar kompetensi peserta didik Kurangnya pendidik anti korupsi juga menyebabkan kurang maksimalnya



perencanaan



standart



kompetensi



peserta



didik



pelaksanaan pendidikan anti korupsi yang belum terencana akan menyebabkan kompetensi peserta didiknya tidak maksimal. 4) Permasalahan kesesuaian penyusunan dan rencana program pembelajaran



Belum adanya kurikulum yang pasti mengenai pendidikan anti korupsi mengakibatkan penyusunan program pembelajaran belum optimal. Belum adanya sebuah internalisasi mata pelajaran Antikorupsi yang berdiri sendiri (independen),



yang diselenggarakan



secara reguler. 5) Permasalahan prasarana dan sarana pembelajaran Belum



optimalnya



pengembangan



materi



pembelajaran



pendidikan anti korupsi pada lingkungan sekolah belum didukung kurikulum, silabus, maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang khusus mengenai pendidikan anti korupsi di setiap mata pelajarannya. Hingga saat ini pendidikan anti korupsi hanya menjadi materi sisipan yang ada pada mata pelajaran tertentu. 6) Permasalahan efektifitas pembelajaran Belum adanya kurikulum yang pasti mengenai pendidikan anti korupsi mengakibatkan tidak maksimalnya peran penting pendidikan sebagai salah satu bagian dari wacana pemberantasan korupsi secara holistik. 7) Permasalahan sistem pengawasan dalam pembelajaran. Bertambahnya beban siswa dan guru yang tidak diantisipasi dengan koordinasi yang baik antar lembaga terkait berimbas pada permasalahan sistem pengawasan dalam pembelajaran. 10. Perkembangan Lingkungan Strategis a. Umum Optimalisasi Pendidikan Anti Korupsi pada lingkungan pendidikan dilakukan dengan selalu berpedoman kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 serta mempertimbangkan lingkungan strategis yang sedang berlangsung. Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap untuk



perkembangan lingkungan eksternal mendapatkan



variabel



Opportunities



SWOT



(global dan regional) and



Threats



dan



lingkungan internal (nasional) untuk mendapatkan variabel Strengths and Weaknesses. Optimalisasi Pendidikan Anti Korupsi pada lingkungan pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan nasional bangsa Indonesia. Melihat posisi relatif wilayah Indonesia yang terbuka maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan bermartabat apabila memiliki jati sehingga



mampu



diri dengan makin berkurangnya kasus korupsi,



menghadapi tantangan, ancaman dan hambatan baik



dari dalam maupun luar yang dapat menurunkan rasa nasionalisme. Perhatian utama dalam pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi dalam lingkungan



global



adalah



mengacu kepada konsep memperkuat dorongan



bahwa bangsa



wawasan



Indonesia harus tetap



nusantara,



dan ikatan persatuan



karena konsep



dan kesatuan



ini



bangsa.



Pendidikan anti korupsi yang dilaksanakan ditujukan untuk kepentingan bersama dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran serta rasa aman. Selain itu, tetap berpegang teguh pada landasan idiil Pancasila sehingga tidak akan goyah meskipun terjadi penetrasi nilai-nilai universal pada nilai-nilai fundamental bangsa. Perkembangan lingkungan global bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara, ada faktor lain yang ikut berperan yakni lingkungan regional dan nasional. Di bawah ini akan diuraikan pengaruh masing-masing lingkungan strategis serta peluang dan kendala yang harus dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan optimalisasi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental b. Perkembangan Global Globalisation has meant that we cannot isolate ourselves from what is happening



elsewhere



in



the



world



(Joseph



Sliglitz,



2003).



Globalisasi bermakna bahwa kita tidak dapat mengisolasikan diri kita dari apa yang sedang



terjadi



dimanapun



di



dunia.



Proses



globalisasi



yang



sedang berlangsung sekarang ini pada dasarnya



merupakan proses terintegrasinya seluruh negara, bangsa dan umat manusia menjadi satu kehidupan



yang menyatu dibarengi



dengan



lenyapnya batas ruang dan waktu yang mana lebih kepada terjadinya globalisasi ekonomi yang dihela oleh tiga revolusi T yaitu: teknologi, telekomunikasi, dan transportasi. Globalisasi ditandai dengan ciri-ciri kelas dunia dalam hal: persaingan,



kerjasama, perubahan, penemuan



baru, cara-cara baru, teknologi serta informasi baru. Kesemuanya tidak pandang bulu apakah terjadi pada negara maju atau berkembang, atau pada kegiatan ekonomi maupun pembangunan masyarakat. Globalisasi manusia



bagaikan



pisau yang dapat membantu kerja



di satu sisi dan dapat



melukai manusia



di sisi lainnya.



Globalisasi menjadi salah satu contoh perkembangan sosial budaya yang



nyata



sosial budaya



dirasakan oleh Indonesia. Globalisasi dalam



bidang



ditujukan dengan semakin mudahnya komunikasi antar



warganegara di dunia dan perpindahan manusia antar benua. Hal tersebut sebagai implikasi dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat. Terkait dengan permasalahan korupsi maka pendidikan antikorupsi di kawasan merupakan salah satu instrumen kunci dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi secara global. Kontribusi Indonesia dalam mendukung pendidikan antikorupsi juga sudah berperan besar. Indonesia telah berperan aktif membantu perkembangan IACA sebagai institusi yang memiliki kemampuan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan riset dalam upaya pemberantasan korupsi di tingkat global. Korupsi menjadi salah satu masalah yang serius di tubuh pemerintahan. Ia tidak hanya merupakan masalah lokal, tetapi sudah menjadi fenomena internasional yang memengaruhi seluruh masyarakat dan merusak seluruh sendi kehidupan. Perhatian masyarakat internasional sangat tinggi terhadap fenomena korupsi ini. Komitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi didukung oleh lembaga-lembaga pembiayaan



dunia, seperti World Bank, ADB, IMF, dan organisasi internasional lainnya seperti OECD dan APEC. PBB dalam sidang umum pada tanggal 16 Desember 1996 mendeklarasikan upaya pemberantasan korupsi dalam dokumen United Nation Declaration Against Corruption and Bribery In International Commercial Transaction yang dipublikasikan sebagai resolusi PBB Nomor A/RES/51/59 tanggal 28 Januari 1997. Semangat antikorupsi terus berlanjut, ketika wakil-wakil dari masyarakat 93 negara menyatakan Declaration of 8th International Conference Against Corruption di Lima Peru pada tanggal 11 September 1997. Dalam konferensi tersebut disepakati bahwa untuk memerangi korupsi diperlukan kerjasama antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Butir-butir kesepakatan lainnya yang penting, diantaranya adalah semua penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel serta harus menjamin independensi, integritas, dan depolitisasi sistem peradilan sebagai bagian penting dari tegaknya hukum yang akan menjadi tumpuan dari semua upaya pemberantasan korupsi secara efektif. PBB terus berupaya menebar semangat antikorupsi kepada semua bangsa di dunia, hingga pada tahun 2003 menetapkan konvensi melawan korupsi (United Nations Convention Against Corruption). United Nations Convention Against Corruption 2003 tersebut oleh pemerintah Indonesia disahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Dalam preambul konvensi tersebut diungkapkan adanya keprihatinan atas keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembagalembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum. Konvensi juga prihatin terhadap hubungan antara korupsi dan bentukbentuk kejahatan lain, khususnya kejahatan terorganisasi dan kejahatan ekonomi termasuk pencucian uang.



Pendidikan antikorupsi pada jenjang pendidikan dasar pun dilaksanakan di berbagai negara baik di daratan Eropa, Afrika, Asia, Amerika maupun Australia. Di dunia telah dibentuk pula jaringan kerjasama



antarnegara



untuk



mengenalkan



program



pendidikan



antikorupsi. Salah satu contoh pendidikan antikorupsi adalah apa yang telah dilaksanakan oleh China. Melalui China on line, seluruh siswa pada jenjang



pendidikan



antikorupsi,



yang



dasar



diberikan



tujuannya



adalah



mata



pelajaran



pendidikan



memberikan vaksin kepada



pelajar dari bahaya korupsi. Dalam jangka panjang generasi muda China bisa melindungi diri di tengah gempuran pengaruh kejahatan korupsi (Suyanto, 2005: 42). c. Perkembangan Regional Terkait dengan pemberantasan korupsi di kawasan regional hampir semua negara di dunia memiliki undang-undang dan lembaga atau badan pemberantas korupsi. Beberapa negara hebat seperti Singapura memiliki undang-undang yang ketat dan lembaga antikorupsi yang berperan sangat baik, sehingga negara-negara tersebut terkenal sebagai negara bersih dari perbuatan korupsi. Indeks persepsi korupsi negaranegara tersebut juga tinggi, yang berarti tingkat korupsi pejabat publik mereka tergolong rendah. Tahun 2012 Finlandia menempati peringkat kedua sebagai negara terbersih di dunia, sedangkan Singapura berada pada urutan kelima. Kedua negara ini juga memiliki kinerja ekonomi yang bagus. Meskipun belum ada penelitian komprehensif tentang kaitan antara kondisi korupsi di suatu negara dengan tingkat perkembangan ekonomi negara, namun dapat diduga bahwa jika di negara tertentu tingkat korupsinya rendah, maka ada kemungkinan kinerja dan perkembangan ekonominya baik. China, Malaysia, dan Thailand, meskipun tidak sehebat Finlandia dan Singapura



juga



memiliki



aturan



dan



lembaga



antikorupsi yang



konsisten dalam memberantas korupsi. China memiliki Anti Corruption



Office (AOC). Perdana Menteri China yang sangat terkenal dengan janjinya, Zhu Rongji, siap dimasukkan peti mati jika terbukti korupsi. Sikap keras Rongji membuat China cukup bersih dan mampu menjadikan China sebagai negara kekuatan ekonomi dunia di masa mendatang. Malaysia memiliki Badan Pencegah Rasuah, yang juga berperan penting dalam pemberantasan korupsi. Malaysia juga memiliki potensi ekonomi yang baik dibandingkan Indonesia, Myanmar, Kamboja, dan negaranegara ASEAN lainnya, kecuali Singapura. Thailand memiliki undangundang pemberantasan korupsi sejak tahun 1975 dan mempunyai lembaga antikorupsi yang dinamakan NCCC. Tidak berbeda dengan Malaysia, Thailand juga mempunyai catatan cukup baik dalam perkembangan ekonominya. d. Perkembangan Nasional Sebagai



pengejawantahan



TAP



MPR



Nomor



XI/MPR/1998,



Pemerintah bersama DPR menetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Yang dimaksud penyelenggara negara menurut UU ini adalah pejabat negara yang menjalankan tugas eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mereka adalah pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan



tercela



lainnya



(Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK, 2006: 154). Asas-asas umum penyelenggaraan negara tersebut meliputi asas



kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Ketentuan tentang asas-asas tersebut sejalan dengan karakteristik good governance dari UNDP, yaitu: participation, rule of law,



transparency,



effectiveness and



responsiveness,



concensus



orientation,



equity,



efficiency, accountability, and strategic vision.24 Ini



artinya asas-asas umum penyelenggaraan negara yang ditetapkan dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tersebut sejalan dengan visi dunia/global untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Yang menarik dari UU tersebut adalah ditentukannya sebuah Komisi Pemeriksa sebagai upaya untuk menciptakan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN.. Komisi ini merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden sebagai Kepala Negara. Fungsi utama komisi ini adalah mencegah praktik KKN dalam penyelenggaraan negara. Setelah keluar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemeriksa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 ditiadakan dan digantikan fungsinya oleh KPK Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemberantasan tindak pidana korupsi, pemerintah reformasi mengeluarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU ini sebagai pengganti UU Nomor 3 Tahun 1971 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Seiring dengan pesatnya praktik-praktik perbuatan menyimpang dalam tubuh pemerintah dan masyarakat, maka pengertian tindak pidana korupsi pun makin beragam, mulai dari perbuatan merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, hingga gratifikasi.



24



Romli, Lili. 2006. “Reformasi Birokrasi Lokal dan Perwujudan Good Governance”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional AIPI XX di Medan tanggal 3-4 Mei 2006.



Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau disingkat KPK secara eksplisit dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. UU tersebut dikeluarkan karena adanya kesadaran bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi selama ini belum berfungsi secara efektif dan efisien. Jika tidak diadakan lembaga baru yang lebih independen, dikhawatirkan korupsi makin merajalela serta keuangan dan ekonomi negara makin merosot. Pengalaman menunjukkan, lembaga-lembaga antikorupsi yang dibentuk oleh pemerintah selama masa orde lama dan orde baru tidak dapat menghasilkan apa-apa. Kegagalan demi kegagalan selalu menghantui upaya pemberantasan



korupsi



di



Indonesia, terutama terjadi pada masa sebelum reformasi datang menggantikan



era



orde



nepotisme. Kegagalan



baru yang



sarat



korupsi,



kolusi,



dan



tersebut tidak membuat surut langkah badan



antikorupsi, terutama KPK untuk melawan korupsi. Bahkan bangsa ini sudah bertekad untuk melawan korupsi dan menyatakan bahwa korupsi adalah musuh bersama (corruption is common enemy) yang harus diperangi. Era



reformasi



merupakan



era



emas



pemberantasan korupsi,



utamanya pada masa pemerintahan SBY. Jauh sebelum SBY menjadi presiden, telah ditetapkan TAP MPR Nomor XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Setahun berikutnya, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Dalam UU ini ditetapkan adanya suatu Komisi Pemeriksa, yang tugasnya melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya tindak pidana korupsi. Komisi ini bubar setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi dikeluarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini kemudian diperbarui lagi dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 20



Tahun 2001. Sebagai bukti keseriusan pemerintah SBY, pemerintah menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009, yang kemudian ditindaklanjuti dengan ditetapkannya RAN pemberantasan korupsi tahun 2010-2015. Dari berbagai fakta dan data tentang aktivitas pemberantasan korupsi di Indonesia sejak era orde lama hingga reformasi, menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam melakukan pemberantasan korupsi. Masyarakat pada era reformasi memberikan dukungan penuh terhadap upaya pemberantasan korupsi. Buktinya, banyak berdiri lembaga-lembaga nirlaba yang bergerak pada bidang pemberantasan korupsi. 11. Peluang dan Kendala Dari analisa perkembangan lingkungan strategis di atas diperoleh variabelvariabel kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala sebagai berikut: a. Indonesia berperan besar dalam mendukung pemberantasan korupsi secara global b. Pendidikan antikorupsi pada jenjang pendidikan dasar pun dilaksanakan di berbagai negara baik di daratan Eropa, Afrika, Asia, Amerika maupun Australia. c. Indonesia memiliki konsep wawasan nusantara d. Indonesia memiliki landasan Idiil Pancasila e. perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat f. dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau disingkat KPK g. Pengertian tindak pidana korupsi makin beragam, mulai dari perbuatan merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, hingga gratifikasi. h. Maraknya Cybercrime i. pemerintah serius dalam melakukan pemberantasan korupsi



Selanjutnya variabel-variabel tersebut dianalisa, diidentifikasi, dan dirumuskan peluang dan kendalanya bagi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di



lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan



revolusi mental. Peluang adalah apa yang dapat dimanfaatkan untuk pemecahan



masalah,



sedangkan



kendala



adalah



hal-hal



yang



diantisipasi dapat menghambat dalam pemecahan masalah. a. Peluang 1) Pendidikan antikorupsi pada jenjang pendidikan dasar pun dilaksanakan di berbagai negara baik di daratan Eropa, Afrika, Asia, Amerika maupun Australia. Pendidikan antikorupsi pada jenjang pendidikan dasar pun dilaksanakan di berbagai negara baik di daratan Eropa, Afrika, Asia, Amerika maupun Australia. Di dunia telah dibentuk pula jaringan kerjasama antarnegara untuk mengenalkan program pendidikan antikorupsi. Salah satu contoh pendidikan antikorupsi adalah apa yang telah dilaksanakan oleh China. Melalui China on line, seluruh siswa pada jenjang pendidikan dasar diberikan mata pelajaran pendidikan antikorupsi,



yang



tujuannya



adalah



memberikan vaksin kepada



pelajar dari bahaya korupsi. Dalam jangka panjang generasi muda China bisa melindungi diri di tengah gempuran pengaruh kejahatan korupsi. Demikian pula di Indonesia Pendidikan antikorupsi dilakukan secara berkesinambungan dan pada tingkat sekolah dilaksanakan hingga SMA/SMK/MA. Fokus awal dari pendidikan antikorupsi adalah siswa menghayati, memahami nilai moral, dan membentuk perilaku hingga nilai- nilai tersebut terbentuk secara internal melalui kebiasaan.



Tujuan



akhirnyaadalahperilakuyangberdasarkannilai-



nilaipositiftersebut ditularkan dan diterapkan di lingkungan sosial kemasyarakatan. Mengapa pendidikan antikorupsi juga perlu diberikan kepada siswa-siswa



SMA/SMK/MA?



Sebagaimana



diketahui



siswa- siswa SMA dan sederajat berada tahap perkembangan remaja



pertengahan, dimana perkembangan intelektualnya menurut Piaget berada pada tahap formal operations, saat dimana siswa memiliki kemampuan berpikir abstrak dengan berpikir hipotetis, sehingga mereka mampu membayangkan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah. 2) Pembetukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 pada tanggal 29 Desember 2003. KPK ini dibentuk karena lembaga pemerintah yang selama ini menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. KPK



memiliki struktur organisasi sebagai



berikut. Pimpinan, tim penasihat, deputi bidang pencegahan, deputi bidang penindakan, deputi bidang informasi dan data, deputi bidang pengawsan internal dan pengaduan masyarakat, serta sekretariat jenderal. KPK hadir sebagai solusi atas permasalahan korupsi selama ini. KPK hadir bak air di tengah gurun padang pasir yang tandus. KPK adalah lembaga negara yang independen yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga manapun (pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2002). KPK dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada prinsip-prinsip



kepastian



hukum,



keterbukaan,



akuntabilitas,



kepentingan umum, dan proporsionalitas. b. Kendala 1) Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin pesat dimana segala nya serba digital, dijaman yang serba canggih ini bahkan korupsi pun bisa bersifat digital, oleh karena itu kemampuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diupgrade sesuai perkembangan



jaman agar mampu mendeteksi dan memecahkan kasus korupsi yang smakin rumit transaksinya. 2) Berkembangnya pengertian korupsi Pengertian tindak pidana korupsi makin beragam, mulai dari perbuatan merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, hingga gratifikasi. Hal ini tidak terlepas dari Korupsi



bersifat



multidimensional.



Korupsi



disebabkan oleh



banyak faktor, baik politik, hukum, ekonomi, organisasi, maupun budaya. Faktor ekonomi, seperti gaji rendah, kerugian yang diderita, kemiskinan, dan yang lain sering dianggap sebagai faktor dominan. Padahal, faktor politik, utamanya perselingkuhan antara elit politik dan pengusaha, merupakan faktor kunci yang menyebabkan terjadinya korupsi dalam pengertian yang beragam. 11. Kondisi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan yang diharapkan a. Umum Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi saat ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang baru bagi proses pelaksanaan pendidikan anti korupsi di Indonesia. Tantangan dan peluang memberikan suatu beban tugas yang berat lingkungan sekolah harus menyiapkan segala apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan anti korupsi di sekolah ini. Oleh karena



itu,



pelaksanaan pelaksanaan pendidikan anti korupsi di



lingkungan satuan pendidikan yang diharapkan tidak kemampuan



terlepas



dari



bangsa Indonesia dalam mengelola masalah-masalah internal



dan eksternal. Secara internal, bahwa pelaksanaan pelaksanaan pendidikan anti korupsi di sekolah dapat dikatakan tersebut



baik



benar-benar diarahkan



apabila



dalam proses



sepenuhnya bagi



pelaksanaan



kepentingan bangsa



sendiri dan dilakukan oleh segenap komponen bangsa. Dalam hal ini



segala aspek yang menopang sendi kehidupan berbangsa dan bernegara diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang dilandasi oleh keadilan sosial. Secara



eksternal, bangsa



Indonesia membutuhkan bangsa



lain



karena hidup di dalam sistem global yang ditandai oleh ketergantungan dan saling terikat satu sama lain. Terkait dengan pelaksanaan pelaksanaan pendidikan anti korupsi di Indonesia, tentunya globalisasi disikapi dengan bijaksana dengan memanfaatkan peluang-peluang yang ada utamanya guna memajukan pendidikan di Indonesia. Selain itu, disikapi dengan saling menghormati



kedaulatan



masing-masing



bangsa dengan mengadakan



kerjasama di bidang pendidikan. Selain kedua hal tersebut, yang sangat penting justru peran masyarakat sebagai individu dalam pelaksanaan pendidikan anti korupsi dilingkungan



sekolah. Manusia



merupakan



sumberdaya



dalam



pembangunan yang sangat utama. Dengan kemampuannya berupa keuletan dan ketangguhan, memiliki



prinsip



tidak mudah menyerah, serta



bertumpu pada integritas dan kepribadian bangsa, maka manusia yang memiliki jiwa seperti ini akan menjadi aset bangsa dalam pelaksanaan pendidikan anti korupsi dilingkungan sekolah. Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, pada bab ini akan dibahas bagaimana seyogianya pendidikan anti korupsi dilingkungan sekolah itu dilakukan agar upaya mengimplementasikan salah satu gerakan revolusi mental secara nasional dapat terwujud b. Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di



Lingkungan Satuan



Pendidikan yang diharapkan Optimalisasi pelaksanaan pendidikan anti korupsi di lingkungan satuan pendidikan sebagai wujud implementasi gerakan revolusi mental yamg diharapkan akan dapat diwujudkan dengan memperhatikan elemen-elemen pokok yang mendukung kondisi ini, elemen tersebut meliputi:



1) Kejelasan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Pendidikan Anti Korupsi pada pendidikan tinggi bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di kalangan pelajar dan mendorong pelajar untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pendidikan anti korupsi tidak berlandaskan pada salah satu perspektif keilmuan secara khusus namun berlandaskan pada fenomena permasalahan serta pendekatan budaya dan menekankan pada pembangunan karakter antikorupsi (anti-corruption character building) pada diri individu. Dengan adanya tujuan pendidikan yang hendak di capai maka Siswa- seperti halnya kebanyakan anak-anak hingga pada tahap remaja pertengahan memiliki karakteristik khusus dalam proses pembentukan moral, yaitu: (1) mengembangkan idealisme, (2) memiliki tokoh sebagai contoh, (3) lebih konsisten berbuat sesuai prinsip yang diyakini, dan (4) lebih mampu menetapkan tujuan sesuai ketertarikannya pada moral. Seperti halnya alasan yang dikemukakan berkaitan dengan perlunya pendidikan antikorupsi diberikan kepada anak- anak SD, kondisi berikut juga menjadi alasan pembenar mengapa pendidikan antikorupsi perlu juga ditanamkan kepada siswasiswa SMA. 2) Strategi pencapaian tujuan pendidikan Pendidikan Anti-korupsi yang dilaksanakan oleh setiap perguruan tinggi memiliki kesamaan tujuan dan kompetensi peserta didik yang ingin dicapai yaitu agar dapat melahirkan problem solving yang konkrit bagi masyarakat setempat.



Strategi merupakan upaya yang sistematis untuk mencapai tujuan strategis yang telah ditetapkan melalui pencapaian sasaran-sasaran strategis dari tujuan strategis tersebut. Tiap strategi menjelaskan komponen-komponen



penyelenggaraan



layanan



pendidikan



antikorupsi yang harus disediakan untuk mencapai sasaran-sasaran strategis dari tiap tujuan strategis. Komponen-komponen tersebut antara lain meliputi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, sistem pembelajaran, data dan informasi, dana, serta sistem dan prosedur yang bermutu. Dalam pemilihan strategi juga mempertimbangkan disparitas antarwilayah, sosial ekonomi, serta antarsatuan



pendidikan



yang



diselenggarakan



pemerintah



dan



masyarakat. 3) Perencanaan standar kompetensi peserta didik Perencanaan standart kompetensi peserta didik harus dilaksanakan secara matang. Pelaksanaan pendidikan anti korupsi direncanakan menyesuaikan tingkat peserta didik yaitu mahasiswa tingkat sarjana, maka kompetensi yang ingin dicapai adalah, a. nantinya siswa mampu



mencegah dirinya



sendiri



agar



tidak



melakukan tindak korupsi (individual competence).



b. 4) Kesesuaian penyusunan dan rencana program pembelajaran 5) Prasarana dan sarana pembelajaran 6) Efektifitas pembelajaran 7) Sistem pengawasan dalam pembelajaran c. Indikasi Keberhasilan 1) Kejelasan tujuan pendidikan yang hendak dicapai 2) Strategi pencapaian tujuan pendidikan 3) Perencanaan standar kompetensi peserta didik 4) Kesesuaian penyusunan dan rencana program pembelajaran 5) Prasarana dan sarana pembelajaran 6) Efektifitas pembelajaran 7) Sistem pengawasan dalam pembelajaran 12. Konsepsi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di Lingkungan Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental a. Umum



b. Kebijakan c. Strategi Strategi 1-7 d. Upaya Upaya 1-7



BAB IV PENUTUP 13. Kesimpulan 14. Saran



Konsepsi Pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi Di



Lingkungan Satuan



Pendidikan Sebagai Wujud Implementasi Gerakan Revolusi Mental akan mengetengahkan bagaimana Kebijakan, strategi dan upaya yang diperoleh berdasarkan pada hasil analisis bab-bab sebelumnya. Konsepsi ini berisi tentang Kebijakan dan strategi yang akan dipilih serta upaya konkrit implementatif yang akan menjadi prioritas. Dalam menentukan upaya tersebut, akan ditentukan siapa berbuat apa dengan cara atau metode apa yang konsisten dengan hasil proses analisa pada bab-bab sebelumnya.