Tata Pemerintahan Yang Baik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)1 Oleh Miftah Thoha2



Salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance) itu terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu sebelum sampai ke penjelasan membangun kesetaraan Pemerintah, Market, dan Civil Society terhadap terwujudnya tata kepemerintahan yang baik itu ada baiknya saya menjelaskan pemerintahan yang demokratis itu. Tata Kepemerintahan yang Demokratis Bekerja dalam negara yang demokratis (Working in democratic state) merupakan cita-cita semua orang yang mau hidup di negara modern seperti sekarang ini. Selama ini kita belum merasakan hal seperti itu. Sekarang pemerintah berkeinginan mengamalkan prinsip-prinsip demokrasi disegala bidang. Prinsip demokrasi yang paling urgen ialah meletakkan kekuasaan itu di tangan rakyat, bukannya ditangan penguasa. Sementara itu tidak adanya rasa takut untuk menyuarakan pendapatnya, tidak takut berbeda pendapat, dan juga tidak takut memasuki suatu serikat atau perkumpulan yang sesuai dengan hati nuranin dan kebutuhannya. Selaras dengan tidak adanya rasa takut ini, sudah tidak pada tempatnya lagi menangkapi mahasiswa yang menyampaikan suara rakyat, juga dikembangkan adanya kenyataan dihargainya moral perbedaan pendapat (Gutmann dan Thompson,1996). Kita seharusnya hidup dalam suatu negara yang demokratis. Dunia pendidikan mengajarkan supaya kita berdemokrasi, para orator politik selalu mendemontrasikan dengan suara lantang agar berdemokrasi, dan hampir sebagian besar di antara kita sangat bangga dan puas menunggu datangnya iklim berdemokrasi. Walaupun di antara kita seringkali berpeda pendapat 1



Makalah disampaikan pada Workshop Nasional Free Reade & Corporate Governance BUMN&BUMD di INERSIA Jakarta, tgl.28 Januari 2003. Makalah ini saya kutipkan dari buku Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali, Jakarta, 2003 2 Guru Besar Fisipol-UGM, Yogyakarta. 1



tentang praktika demokrasi, dan hampir tidak pernah kita mau mengakui bahwa kitapun seringkali mempraktikan cara-cara yang tidak demokratis, akan tetapi semua di antara kita akan sepakat dan tidak keberatan untuk menerima kehadiran demokrasi (Thoha, 1999). Semua di antara kita akan sependapat bahwa jantung dari suatu sistem politik dan tata kepemerintahan yang demokratis itu terletak pada wujud kontrol terhadap kegiatan pemerintah yang seharusnya dilakukan oleh rakyat. Seorang penulis mengatakan bahwa demokrasi dalam tata kepemerintahan itu berwujud: “Control of government by the governed “ (Gruber, 1987) Pemerintahan bisa bertindak demokratis jika peran kontrol yang dilakukan rakyat dijalankan secara maksimal, proporsional, konstitusional, dan bertanggungjawab. Di dalam pemerintahan yang modern dan demokratis, hampir tidak mungkin manajemen birokrasi pemerintahanya bisa dijalankan tanpa kontrol dari rakyat (Thoha, 1999). Di dalam negara yang pemerintahannya dijalankan secara demokratis meletakkan para pejabatnya bisa dikontrol oleh rakyat melalui pemilihan (Dahl, 1982). Jumlah pejabat yang dipilih lebih besar katimbang yang diangkat dan ditunjuk (Gruber, 1987). Tata kepemerintahan di Indonesia di masa lalu dan sisa-sisanya sampai sekarang masih ada, tidak salah kalau kita katakan menunjukkan sebaliknya. Di dalam masyarakat yang demokratis dan komplek hampir tidak memungkinkan kita akan melakukan dan memperoleh kontrol yang sempurna. Akan tetapi kita bisa menaruh suatu harapan yang minim sekalipun dengan mengetengahkan suatu cara pemilihan (election) yang dilakukan oleh rakyat terhadap pejabat-pejabat dalam birokrasi pemerintah (Thoha, 1999). Pemilihan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pejabatpejabat yang mewakilinya merupakan inti dari pelaksanaan demokrasi dalam suatu negara. Sekaligus juga mengingatkan kepada para pejabat untuk senantiasa melakukan akontabilitas kepada rakyat. Salah satu kekawatiran (concerns ) yang tergolong fundamental terhadap pemerintahan yang modern sekarang ini adalah upaya untuk mendorong timbulnya kebiasaan menggunakan kekuasaan(power) dan otoritas yang dipegang oleh penguasa pemerintahan untuk kepentingan tercapainya tujuan masyarakat. Kebiasaan ini harus selalu diingatkan kepada penguasa pemerintahan akan wujud akontabilitas ini. Terselenggaranya kebiasaan perilaku pemerintah untuk melakukan akontabilitas kepada masyarakatrnya 2



ini merupakan dasar pula dari terselenggaranya pemerintahan dan tata kepemerintahan yang demokratis dan baik. Salah satu wujud dari akontabilitas itu ialah agar semua produk hukum dan kebijakan yang menyangkut kehidupan rakyat banyak harus diupayakan didasarkan atas undang-undang. Dengan produk hukum yang berupa undang-undang ini rakyat mempunyai akses untuk mengatur dan mengendalikannya. Dan pejabat administrasi publik secara otomatis mau tidak mau harus melakukan akontabilitas pada rakyat. Jika lembaga dan sistem administrasi pemerintahan kita didasarkan atas prinsip seperti ini, maka tidak ada dalam setiap aspek administrasi pemerintah kita yang tidak bisa dikontrol rakyat. Lembaga pemerintah yang ada di pusat dan daerah sekarang ini cenderung menjadi bahan sorotan dan perhatian rakyat banyak. Setiap ada upaya Presiden untuk menyusun, merubah, mengganti dan menggabungkan kelembagaan kabinet Presiden selalu mengundang perhatian orang banyak. Susunan kabinet merupakan sesuatu hal yang diharapkan dan sangat mempengaruhi kehidupan dan hajat orang banyak. Bahkan kehadiran susunan kabinet yang kurang bisa diterima pasar bisa mengandung country risk karena bisa mempengaruhi kehidupan perekonomian dan politik bangsa ini. Oleh karena itu agar rakyat mempunyai dasar untuk bisa berperan maka susunan kabinet Presiden harus di dasarkan atas Undang-undang, bukannya didasarkan atas Surat Keputusan Presiden saja. Dengan di dasarkan atas Undang-undang ini, maka rakyat melalui wakil-wakilnya di lembaga legislatif mempunyai hak untuk mengontrolnya. Di dalam negara yang demokratis tidak ada saatupun hal yang lepas dari kontrol rakyat. Demikian juga penjualan aset negara yang juga merupakan aset rakyat yang menyangkut hajay rakyat banyak harus dilibatkan rakyat melalui wakilnya di lembaga perwakiulan rakyat. Dan wakil rakjyat ini seharusnya benar-benar menjadi wakil rakyat yang mengatas namakan rakyat dan memahami suara hati rakyat, bukannya menyuarakan kepentingannya sendiri atau kepentingan pimpinan partainya masing-masing. Indonesia baru adalah Indonesia yang ingin merealisasikan demokrasi yang baik yang bisa dipergunakan sebagai landasan terlaksananya tata kepemerintahan yang baik. Selain itu Indonesia baru juga ingin menampilkan peranan rakyat yang lebih dinamis dalam percaturan politik nasional maupun lokal. Penampilan peran rakyat ini tidak bisa dipisahkan dari kehadiran partai politik. Adapun partai politik melalui pemilihan umum membentuk lembaga perwakilan yang bisa dipergunakan untuk mengawasi 3



pelaksanaan pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden. Dengan demikian jelas pula bahwa susunan lembaga pemerintahan (executive branch) tidak bisa dibiarkan tanpa pengawasan dari rakyat yang berada di lembaga perwakilan (legislative branch). Pemerintahan yang demokratis merupakan landasan terciptanya tata kepemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang demokratis menjalankan tata kepemerintahan secara terbuka terhadap kritik dan kontrol dari rakyatnya. Moral disagreement dijunjung tinggi tanpa dilandasi rasa dendam dan dilaksanakan secara terbuka. Demikian pula sebaliknya rakyat terbuka dan terbiasa menerima perbedaan dan memberikan kritik Keterbukaan berarti ada minat dan tindakan dari pemerintah untuk saling kontrol dan bertanggungjawab. Transparansi ini tidak hanya diperlukan bagi pemerintah saja akan tetapi juga bagi masyarakat sendiri dan pasar. Transparansi di antara masyarakat beserta market merupakan adanya sarana akses yang sama bagi seluruh masyarakat beserta market untuk melakukan saling kontrol dan akontabilitas baik terhadap pemerintah, masyarakat dan pasar. Dalam hal ini ada perlakuan yang adil bagi semua golongan, kelompok dan partai politik yang ada dalam masayarakat. Tata kepemerintahan yang demokratis menurut gambaran dari Douglas Yates (1982) mengandung asumsi-asumsi bahwa : (1). Terdapat banyak kelompok kepentingan yang beraneka-ragam, dan saling berkompetisi satu sama lainnya dalam proses politik (2). Pemerintah seharusnya menawarkan kepada kelompok-kelompok kepentingan tersebut suatu akses dan sarana berpartisipasi (3). Pemerintah seharusnya melakukan penyebaran pusat-pusat kekuasaan yang banyak untuk menjamin terselenggaranya desentralisasi baik vertrikal maupun horisontal dan terselenggaranya proses check and balance (4). Saling berkompetisi di antara institusi pemerintah dan non pemerintah dapat menghasilkan proses bargaining dan kompromi yang sehat dan pada gilirannya nanti dapat membuahkan keseimbangan kekuasaan dalam masyarakat.



4



Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka agar dapat diselenggarakan pemerintahan yang demokratis, Yates menyarankan pemerintah hendaknya melakukan hal-hal berikut: (1). Menciptakan pusat-pusat kekuasaan yang berlipat ganda dengan maksud agar konsentrasi kekuasaan bisa dikontrol (check and balance) (2). Mempermudah dan membantu kepada kelompok-kelompok kepentingan untuk bisa berpartisipasi dengan cara memberikan berbagai macam akses kepada pemerintah (terutama kepada kelompok minoritas) (3).Pemerintah hendaknya mempunyai kemauan dan elemen-elemen yang kuat untuk melakukan desentralisasi (4) Ke dalam, pemerintah harus mempunyai semangat dan terbuka melakukan kompetisi (5). Pemerintah harus terbuka dan partisipatif yang mampu menghasilkan proses bargaining yang luas dan sehat Proses menciptakan tata pemerintahan yang demokratis tersebut adalah tidak mungkin bisa tercapai tanpa adanya upaya check and balance di antara ketiga aktor pemerintah, civil society dan market yang berikut ini dijelaskan. Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah-masalah sosialnya (UNDP, 1997) Istilah “governance” menunjukkan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian jelas sekali, bahwa kemampuan suatu negara atau pemerintah mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya dimana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi komersial/ market dan civil society.



5



Seperti dikatakan di depan bahwa tata kepemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen yakni pemerintah (government), rakyat (citizen) atau civil society , dan usahawan (business) yang berada di sektor swasta (Taschereau dan Campos, 1997; UNDP, 1997). Ketiga komponen itu mempunyai tatahubungan yang sama dan sederajat. Kesamaan derajat ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Jika kesamaan derajat itu tidak sebanding, atau tidak terbukti maka akan terjadi pembiasan aatau penyimpangan dari tata kepemerintahan yang baik tersebut. Upaya untuk menseimbangkanketiga komponen tersebut merupakan peran yang harus dimainkan dan dimulai oleh penguasa yang berada di pemerintah. Jika peran yang dimainkan tidak mampu menjamin adanya kongruensi dan cohesiveness antara ketiganya, maka akan terjadi ketidak seimbangan, karena ada kemungkinan satu komponen mempengaruhi bahkan menguasai komponen lainnya. Gambar 1: Tiga Komponen Good Governance (UNDP,1997)



PEMERINTA atau NEGARA



SEKTOR SWASTA



RAKYAT



6



Di dalam tatanan kepemerintahan yang demokratis sepertt yang disinggung di depan, komponen rakyat (civil society) harus memperoleh peran yang utama. Hal ini didorong oleh suatu kenyataan bahwa dalam sistem yang demokratis itu kekuasaan tidak lagi hanya berada di penguasa, melainkan berada di tangan rakyat. Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu peran rakyat oleh tata kepemrintahan yang demokratis dan baik diletakkan berada pada posisi yang menentukan dalam konstelasi keseimbangan tersebut. Paling tidak hubungan kesejajaran itu bisa diwujudkan dari ketiga komponen tersebut (Gambar 1). Demikian juga peran sektor swasta atau business atau market sangat mendukung terciptanya proses keseimbangan kekuasaan yang berlangsung dalam tata kepemerintahan yang baik. Dalam suatu sistem administrasi pemerintahan yang kurang memperhatikan proses keseimbangan ini, suatu ketika peran sektor swasta ini bisa berada di atas. Hal ini bisa terjadi jika pembuat kebijakan publik dalam sistem administrasi pemerintah terkolusi dan tergoda untuk memberikan akses yang longgar kepada konglomerat atau para usahawan swasta.. Keadaan seperti ini akan memberikan warna yang jelas terhadap corak dari sistem dan tata kepemerintahan yang kolusive dan nepotis. Hal lain juga bisa terjadi, jika kekuasaan negara melebihi dari tataran keseimbangan antara tiga komponen tersebut. Kekuasaan negara berada pada posisi di atas dua komponen tersebut. Apabila kemungkinan ini terjadi maka sistem administrasi pemerintahan umumnya disebut sebagai sistem yang sentralistik dan otokratis. Gambar 2, Keseimbangan Tiga Komponen (UNDP,1997)



PEMERINTAH SEKTOR SWASTA RAKYAT



7



Penguasa di dalam pemerintahan demikian juga rakyat dan pengusaha berperan untuk menjaga agar ketiga komponen itu tidak lemah posisinya satu sama lain, dan tidak saling mendominasi. Jika ketiga-tiganya lemah akan menimbulkan situasi yang “chaos”. Dan jika ada salah satu yang lemah maka akan menimbulkan situasi tata kepemerintahan yang kurang serasi. Baik kondisi chaos maupun kurang serasi akan menimbulkan tata kepemerintahan yang tidak baik. Konstelasi keseimbangan dari tiga komponen yang tidak imbang tersebut akan membawa pengaruh yang besar terhadap terciptanya tata kepemerintahan yang baik. Bagi sistem manajemen dan administrasi publik tidak ada lain fungsinya kecuali menjamin agar suatu sistem dan tata cara dalam mekanisme kepemerintahan berada dalam posisi seimbang, selaras, kohesif dan kongruen dimana peran rakyat amat menentukan (Gambar no 2 ) Fungsi menseimbangkan ini tidak mudah karena seringkali tergoda oleh penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan biasanya bekerja dalam wilayah politik, sedangkan pelaksana kebijakan publik berada di wilayah birokrasi publik. Tarikmenarik antara kedua wilayah ini telah lama menjadi bahan perselisihan yang tidak ada henti-hentinya sampai sekarang ini. Setting dari tiga komponen itu dalam pengalaman sistem administrasi publik kita hingga kini mengalami beraneka macam bentuknya. Ketika pemerintahan pertama setelah merdeka hubungan antara rakyat dan negara sangat baik. Sementara itu peranan sektor bisness swasta belum begitu nampak. Hanya hubungan sebatas untuk sama-sama berjuang menegakkan kemerdekaan saja. Setelah itu Bung Karno mulai memberikan angin bagi beberapa usahawan pribumi untuk ikut berperan dalam konstelasi keseimbangan. Peranan pemerintah masih sangat besar, akan tetapi selang beberapa bulan kemudian peran rakyat melalui partai politik mulai nampak berpengaruh. Keadaan seperti ini berlangsung agak cukup lama yang merisaukan militer dan Bung Karno sendiri, sehingga akhirnya Bung Karno memutuskan untuk kembali kepada UUD 45 yang memberikan peran besar kepada pemerintah (Presiden). Pada saat pemerintah memegang kendali 8



kekuasaan inilah Bung Karno memberikan kelonggaran kepada para usahawan pribumi untuk berperan (lihat Gambar 3) Gambar 3. Hubungan hirarki ketiga komponen jaman pemerintahan Bung Karno. Pemeri tah



Swasta/ Pengusaha



Swasta/ Pengusah a



Rakyat



Ketika orde baru di bawah kepemimpinan Pak Harto, konstelasi keseimbangan ketiga komponen tersebut beralih tekanannya. Peran pemerintah sangat dominan, rakyat terpuruk pada posisi paling bawah. Sementara itu usahawan yang dikenal dengan sebutan konglomerat memperoleh kelonggaran peran oleh pemerintah yang bisa menghimpit peran rakyat bahkan bisa dikatakan peran konglomerat berada di atas penguasa pemerintah. Tidak bisa dipungkiri selama pemerintahan orde baru hubungan antara komponen pemerintah dan usahawan ini sangat erat sehingga timbul sebutan adanya kolusi, korupsi dan nepotisme. Ada sementara pihak yang mengatakan bahwa situasi saat itu, komponen konglomerat memegang tampuk kekuasaan yang melebihi dari kekuasaan pemerintah. Banyak di antara para pejabat pemerintah yang bisa disuap, dibeli, dan dimainkan oleh konglomerat ini. Banyak kebijakan pemerintah 9



yang memberikan keuntungan lebih besar kepada pihak sektor swasta ini. Lihat gambar 4 berikut ini Gambar 4, Hubungan hirarki ketiga komponen jaman pemerintahan Presiden Suharto Swasta/ Pengusa ha



Pemerin tah



Rakyat



Kita harapkan di masa-masa yang akan datang konstelasi ketiga komponen itu bisa menimbulkan hubungan yang kohesive, kongruen, selaras dan kesetaraan. Sehingga masing-masing komponen mempunyai peran yang sama-sama pentingnya dalam menciptakan tatanan kepemerintahan yang baik. Ketiga komponen dari UNDP itu menurut saya perlu ditambah dengan komponen moral sebagai pembalut dari ketiganya. Komponen moral ini akan dijelaskan pada uraian moral berikutnya. (lihat gambar 5). Dengan menyertakan komponen ke empat ini, semoga korupsi, kolusi dan nepotime 10



yang menjadi penghalang terciptanya tata kepemerintahan yang demokratis dan baik bisa dikurangi kalau tidak bisa dihilangkan. Timbulnya korupsi sebagai salah satu penyakit yang menghalangi terciptanya tatanan kepemerintahan yang baik, karena pada hakekatnya keseimbangan peran dari ketiga komponen tersebut berat sebelah. Peran pemerintah yang sentral memberikan konstribusi yang besar terhadap komponen sektor swasta (business) tanpa diimbangan peran rakyat untuk bisa mengontrolnya. Komponen rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negara ini memberikan sebagian kekuasannya kepada pemerintah. Dengan demikian kekuasaan pemerintah yang berasal dari rakyat tersebut, agar supaya bisa dijalankan dengan baik harus diimbangi dengan pengawasan yang dilakukan rakyat. Jika terjadi proses keseimbangan seperti ini, maka segala macam penyimpangan termasuk korupsi bisa diditeksi seawal mungkin sehingga tidak berlarut-larut. Selain dari itu, terciptanya keseimbangan dari tiga komponen tersebut sangat tergantung pada upaya untuk selalu berpegang pada ditegakkanya hukum secara konsekwen. Landasan hukum perlu dipegang secara teguh dan adil. Mesin administrasi pemerintah dijalankan di atas aturan dan hukum. Tanpa aturan atau hukum administrasi pemerintah tidak mampu menunjukkan kinerja yang efektif dan bersih. Jika administrasi publik kita berjalan diluar tatanan aturan formal, maka administrasi pemerintah tidak lagi bisa menjamin terselenggaranya kinerja yang bersih. Dengan hukum dan peraturan administarasi pemerintah melakukan impersonalitas terhadap macam-macam kepentingan orang-orang yang diatur dan dilayani. Selama ini di kalangan administrasi pemerintah aturan dan hukum tidak lagi menjadi pedoman yang diunggulkan. Aturan sangat tergantung pada tafsiran sepihak dari penguasa pemerintah. Aturan atau hukum yang dibuat bukan dilaksanakan untuk rakyat melainkan untuk melindungi kepentingan pejabat. Tidak hilang dari ingatan kita peristiwa-peristiwa penggusuran tanah rakyat dengan berakhir hukum atau aturan memenangkan penguasa birokrat pemerintah dan mempurak porandakan rakyat kecil. Tidak mudah pula dilupakan peristiwa lahan pertanian yang digarap oleh rakyat petani kemudian dipaksa diserahkan kepada kontraktor-kontraktor (sektor swastabusiness) pemegang surat sakti dari penguasa untuk dijadikan lapangan golf. Tidak bisa dilepaskan begitu saja dari ingatan kita seorang Bupati dengan mudah mempengaruhi aparat penegak hukum untuk melindungi kepentingannya sementara kepentingan rakyatnya diabaikan.. 11



Aturan yang mengatakan bahwa para pejabat administrasi pemerintah tidak boleh berdagang, ternyata ketentuan itu bisa dibalik oleh pejabat dengan memperbolehkan anak-cucu dan istrinya untuk berdagang melalui fasilitas kantor pemerintah yang dipimpinnnya. Suatu ketentuan peraturan yang mengatakan bahwa dilarang memberikan sesuatu hal yang bisa mempengaruhi hubungan kedinasan antara pejabat dengan pihak lain tidak lagi efektif. Penyalahgunakan hukum, aturan, wewenang, dan kekuasaan dalam administrasi pemerintah ini memperlemah kontrol sosial dan akontabilitas para pejabat pemerintah. Rakyat tidak lagi mampu melakukan akses kepada pejabat untuk meminta ketegasan terhadap hukum. Rakyat tidak berdaya menghadapi aturan yang dibuat oleh administrasi pemerintah dan dipergunakan hanya untuk melindungi kepentingan pejabat sendiri. Praktik tidak ditegakkan hukum secara objektif untuk kepentingan rakyat inilah yang menjadi pangkal utama terhalangnya perwujudan tata kepemerintahan yang baik. Hukum harus dikembalikan sebagai faktor utama dan ditegakkan secara lurus dalam administrasi pemerintah. Jika tidak kita akan mengulang-ulang tata cara dari orde pemerintahan yang lalu. Moral Selain dari tiga komponen pemerintah, swasta, dan rakyat satu komponen yang amat menentukan untuk melahirkan tata kemeperintahan yang baik ialah moral. Selama ini moral selalu dikesampingkan tidak menjadi perhatian yang seksama dalam birokrasi pemerintah, hanya digunakan sebagai pelengkap permainan sumpah jabatan saja. Ketika birokrasi melakukan sumpah jabatan bagi pejabatnya, maka lalu disusun rangkaian kalimat sumpah jabatan yang memuat perintah yang bersumber dari moral. Akan tetapi setelah sumpah diucapkan dan pejabat birokrasi pemerintah mulai memangku jabatannya, sumpah tersebut mudah untuk dilupakan. Sumpah tidak akan menerima apapun dari seseorang yang ditengarahi ada hubungan dengan jabatan atau pekerjaannya mudah sekali untuk dilupakan oleh pejabat birokrasi pemerintah. Kedudukan komponen moral dalam konstelasi hubungan antara tiga komponen tata kepemerintahan yang baik di atas adalah berada di tengah12



tengah yang bisa menghubungkan ketiga komponen tersebut. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut ini : Gambar 5, Hubungan komponen moral dengan ketiga komponen UNDP.



Pemerintah



Rakyat Sektor swasta



MORAL



Gambar di atas menunjukkan bahwa moral menghubungkan dan bertaut erat pada ketiga komponen, pemerintah, swasta dan rakyat yang saling berinteraksi menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Komponen moral menyinari ketiga komponen tersebut. Moral juga harus menjadi landasan bagi rakyat untuk berperan menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Demikian pula pada komponen lainnya sektor swasta dan pemerintah. Moral merupakan operasionalisai dari sikap dan pribadi seseorang yang beragama. Ajaran agama melekat pada pribadi-pribadi yang berada di ketiga komponen tersebut. Dengan melaksanakan ajaran agamanya pada masing-masing komponen tersebut maka moral masing-masing pelaku akan berperan besar sekali dalam menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Untuk pejabat-pejabat pemrintah, maka pertimbangan utama bagi setiap sileksi dan promosi pejabat birokrasi pemerintah harus di dasarkan pada pertimbangan catatan moral. mereka. Catatan moral ini harus ada di berkas (file ) setiap pejabat dan pegawai pemerintah. Catatan ini diperoleh dari sikap, perilaku, dan laporan-laporan dari masyarakat tentang pribadi masingmasing pejabat. Sebelum diangkat dalam posisi jabatan tertentu, maka 13



pemerintah berkuajiban mengumumkan calon-calon tersebut kepada masyarakat. Kepada masyarakat diminta untuk memberikan penilaian atas moral calon pejabat tersebut. Penilaian masyarakat itu dicek dan dievaluasi seobjektive mungkin. Demikian pula bagi pelaku-pelaku komponen lainnya catatan moral ini perlu dilakukan jika mereka berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Wakil rakyat di parpol atau lembaga perwakilan rakyat catatan moralnya harus menjadi landasan penilaian sebagai wakil rakyat. Demikian pula pedagang, konglomerat, rekanan yang bertebaran di pasar catatan moralnya benar-benar menjadi perhatian sileksi jika berhubungandengan pemerintah. Jangan sampai konglomerat hitam diberi kesempatan mengeruk keuntungan dari uang rakyat yang dititipkan pada penguasa pemerintah. Dengan demikian moral harus dijadikan faktor utama yang menyinari sikap, perbuatan, perilaku baik setiap individu maupun sistem dari ketiga komponen atau pelaku di atas. Gambar berikut ini bisa dipergunakan sebagai ilustrasi untuk menggambarkan peranan moral kepada tiga komponen atau pelaku tata kepemerintahan yang baik. Gambar 6, Faktor moral sebagai pertimbangan utama



MORAL



SEKTOR SWASTA



PEMERINTA H



RAKYAT



14



Penutup. Demikianlah pokok-pokok pikiran saya dalam menggagas keseimbangan di antara tiga komponen tata kepemrintahan yang baik. Semoga ada manfaatnya.



15



Kepustakaan Gruber, Judith E. (1987),Controlling Bureaucracies, Dilemmas in Democatic Governance, University California Press, Los Angeles, CA Taschereau, Suzanne, dan Campos, Jose Edgardo, (1997), Building Government- Citizen- Business Partnership, Institute on Governance, Ottawa, Canada. Thoha, Miftah (2003), Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali, Jakarta. Thoha, Miftah (1995), Birokrasi Indonesia Dalam Era Glabalisasi, Batang Gadis, Pusdiklat DepDikbud, Jakarta. Thoha, Miftah, (1999), Demokrasi Dalam Birokrasi Pemerintah Peran Kontrol Rakyat dan Netralitas Birokrasi, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Faukltas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM Toha, Miftah, (1999), “Membangun Kembali Birokrasi Pemerintah”, dalam Harian Umum Republika, 8 November Thoha, Miftah (2003), Birokrasi Makin ‘Baru Sampah’, Harian Umum, Republika, Kamis, 9 Januari 2003. Thoha, Miftah, (2000), Restrukturisasi dan Reposisi Kelembagaan Birokrasi Publik, Orasi Ilmiah Wisuda XIX STIA-LAN, Makasar Thoha, Miftah, (2000), Peran Ilmu Administrasi Publik Dalam Mewujudkan Tata Kepemrintahan Yang Baik, Kuliah Pembukaan Tahun Akademik 2000/2001 Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta United Nation Denelopment Programme, (1998), Corruption and Integrity Improvement Initiative in Developing Countries,OECD Development Center, New York, NY



16