Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejalan dengan semangat reformasi yang mengamanatkan pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, setiap instansi pemerintah dituntut mampu



menciptakan



aparatur



yang



bersih



dari



segala



bentuk



penyimpangan/pelanggaran baik yang terjadi pada aparatur pemerintah pusat/daerah. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain disebabkan oleh lemahnya penerapan fungsi manajemen secara konsisten dan bertanggungjawab, rendahnya disiplin dan kinerja sumber daya manusia aparatur, lemahnya fungsi pengawasan terhadap kinerja aparatur pemerintah, sistem karir berdasarkan prestasi kerja belum sepenuhnya diterapkan, gaji yang belum memadai untuk hidup layak, dan lemahnya sistem pertanggungjawaban publik yang kemudian berakibat rendahnya kualitas pembangunan. Untuk dapat meminimalkan terjadinya penyimpangan tersebut, diperlu-kan suatu pola penyelenggaraan pemerintahan yang mengatur hubungan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Pola penyelenggaraan tata kepemerintahan tersebut dikenal dengan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Public Governance) Berkaitan dengan hal tersebut Pemerintah, merasa memiliki tanggungjawab untuk ikut berpartisipasi dalam melaksanakan



tata



pemerintahan



yang



baik



dengan



berinisiatif



untuk



mengembangkan suatu pedoman penerapan Good Public Governance. Mengingat lingkungan organisasi yang dinamis, maka pemerintah akan memperbaharui pedoman penerapan ini secara berkesinambungan sebagai upaya mencapai kinerja (DPU, 2008). B. Tujuan dan manfaat penulisan  Memahami pengertian good and clean governance.  Memahami pentingnya prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan.  Memahami Faktor yang Menjadi Kunci Keberhasilan Dalam Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintah yang Baik Di Pemerintah.  Meganalisis keterkaitan good and clean governance dengan kinerja birokrat.



BAB II



1



TINJAUAN PUSTAKA A. Good Governance Istilah Governance dapat diartikan dalam sebuah kontek yang berarti sebuah politik dan perangkat kontitusi yang dikuasai orang yang benar, memiliki prinsip demokratis dan mengiuti hokum yang ada. Good Governance merupakan bentuk transparansi dan managemen akuntabel dari manusia, alam, ekonomi dan pendapatan dan system pemerintahan yang berkesinambungan adalah hal yang menjadi tujuan. Dan hal penting lain, penghilangan budaya korupsi di pemerintahan (Nyaro, 2010). Dalam suatu pemerintahan di suatu Negara, satu hal yang paling penting adalah good governance. Denga hal itu, sebuah Negara, baik besar maupun kecil, baik luas maupun sempit wilayahnya, tanpa hal itu, sebuah Negara belum dikatakan sukses. Menurut Tommy, 2009. Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dari good governance adalah: 1. Prinsip Demokrasi. Prinsip ini tak berarti jika masyarakatnya tak memahami apa sebenarnya prinsip ini. Jika hanya sebagian orang saja yang memahami ini maka prinsip ini tak berarti pula. Prinsip ini berjalan jika pendidikan di suatu negara baik pula. Maka untuk mewujudkan prinsip ini, maka pemerintah harus menegakkan system pendidikan yang baik, sehingga akhirnya masyarakat dapat memahami dengan baik dan terwujud dari implementasi sehari-sehari. 2. Prinsip Keharmonisan Beragama Banyak etnik dalam suatu negar di dunia yang bersinggungan disebabkan mereka tak mampu menjaga keharmonisan beragama. Kemampuan pemerintah menjaga keharmonisan ini, menjadi hal yang vital, karena menyangkut hak pribadi seseorang. Kemungkinan perpecahan harus cepat diatasi dengan baik dengan jalan yang bias diterima semu pihak. Bagaimana masyarakat untuk beribadah merasa nyaman dan khusuk atas ibadahnya, tanpa adanya rasa takut dan merasa terancam dari agama lain. Bila keharmonisan beragama ini terwujud maka pemerintahannya bias dikatakan sukses. 3. Prinsip Clean Government Prisip ini begit penting, sebab mengapa, korupsi yang menjadi penyeaban lunturnya prinsip ini. Pemerintah pusat harus menunjukkan bahwa korupsi tidak



2



baik, barulah masyarakatnya ikut. Tidak ada toleransi terhadap pelaku korupsi. Korupsi yang diakukan pejabat pemerintah sejatinya bukan hal yang bias dianggap sepele, harus punya ketegasan yang keras agar praktik korupsi bias hilang. Jika saja korupsi tidak dilakukan pejabat manapun, kesejahteraan Negara pun akan baik. 4. Prinsip Pengakan Hukum Dari semua prinsip yang telah disampaikan, maka prinsip penegakan hokum lah yang paling penting. Sebab, ini langsung pada bentuk eksekusi, sehingga menimbulakn efek positif atau negative. Negara yang telah sudah menegakkan hukum tanpa pandang bulu maka, Negara tersebuat akan aman. Hal inilh yang menjadi pokok dasar sebuah Negara. Kejahatan-kejahatan adalah sebuah keniscayaan tetap ada, namun penegakan hukum adalah sebuah keharusan. B. Tata Kelola Pemerintahan Tata kelola yang buruk dalam masa orde baru dan pemerintahan penggantiannya telah membuat Indonesia masuk kedalam daftar negara paling korup di dunia untuk beberapa lama. Meskipun demikian, karena sebelum krisis Indonesia mengalami pertumbhan ekonomi yang pesat, problem ini diabaikan oleh pembuat kebijakan. Untuk banyak orang, pertumbuhan konomi ini sudah cukup sebagai kompensasi kerugian yang timbul dari tata kelola pemerintahan yang buruk saat itu. Timbulnya krisis ekonomimenunjukkan seriusnya KKN ini. MPR bahkan telah mengeluarkan ketetapan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, upaya untuk menciptakan terbukti sangat sulit dan sepertinya mustahil (Hamilton-Hart, 2001: dan Sherlock, 2002). Kinutha-Njenga (1999) menyimpulkan bahwa praktek-praktek pemerintahan yang mencirikan bahwa suatu Negara melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut: a) Pemerintah Negara yang bersangkutan terpilih secara demokratis dan mempromosikan hak asasi manusia dan kepastian hukum b) Terdapat gerakan masyarakat madani yang sehat dan kuat c) Pemerintah tersebut dapat membuat dan melaksanakan kebijakan public yang efektif d) Pemerintah



Negara



tersebut



mengatur



ekonomi



berdasarkan pasar yang bebas, kompetitif dan efisiaen. (Sumarto dkk., 2004) 3



negaranya



Sejalan dengan semangat reformasi yang mengamanatkan pelak-sanaan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, setiap instansi pemerintah dituntut mampu menciptakan. Aparatur yang bersih dari segala bentuk penyimpangan/pelanggaran baik yang terjadi pada aparatur pemerintah pusat/daerah. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain disebabkan oleh lemahnya penerapan fungsi manajemen secara konsisten dan bertanggungjawab, rendahnya disiplin dan kinerja sumber daya manusia aparatur, lemahnya fungsi pengawasan terhadap kinerja aparatur pemerintah, sistem karir berdasarkan prestasi kerja be-lum sepenuhnya diterapkan, gaji



yang



belum



pertanggungjawaban



memadai publik



untuk yang



hidup



kemudian



layak,



dan



berakibat



lemahnya rendahnya



sistem kualitas



pembangunan. Untuk dapat meminimalkan terjadinya penyimpangan tersebut, diperlu-kan suatu pola penyelenggaraan pemerintahan yang mengatur hubungan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Pola penyelenggaraan tata kepemerintahan tersebut dikenal den-gan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Public Governance). Dasar hukum penerapan tata kepemerintahan yang baik antara lain: 1. Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelengga-raan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme 2. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme 3. PP No. 19 Tahun 2000 tentang tim Gab. Pemberantasan Tipikor 4. UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK 5. Inpres RI No 5 Tahun 2004 tentan Percepatan pemberan-tasan korupsi 6. Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009, Bab 14 Tentang Penciptaan Tata Pemerintahan Yang ber-sih dan berwibawa Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan (Good Public Governance) a) Wawasan Kedepan (Visionary) b) Keterbukaan (Transparancy) c) Partisipasi Masyarakat (Participatory) 4



d) Akuntabilitas (Accountability) e) Profesionalisme Dan Kompetensi (Professionalism And Competency) f) Keefisienan Dan Keefektifan (Efficiency And Effectiv-Ity) g) Keadilan/Kewajaran (Fairness) h) Komitmen Pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment To Reduce Inequality) Kebijakan-Kebijakan yang Tidak Boleh Dilakukan 1. Melakukan suatu kegiatan tanpa ada komitmen. 2. Menerapkan sistem pengukuran yang tidak sesuai. 3. Menetapkan indikator kinerja yang terlalu kompleks dan tidak fokus. 4. Menerapkan sistem manajemen baru tanpa melalui proses manajemen perubahan. (DPU, 2008) Praktek-praktek Good Governance (tata kelola pemerintahan yang baik) merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi yang bisa dilakukan dan dipelopori oleh pemerintah pusat maupun daerah. Didukung dengan ditetapkannya Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK), maka pelaksanaan good governance merupakan salah satu kunci aksi yang akan dilakukan. Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota saat ini adalah unit pemerintahan



otonomi



yang



memiliki



kewenangan



dalam



mengatur



tata



pemerintahan sendiri. Mereka berhak membuat dan melaksanakan PERDA sehubungan dengan praktek-praktek good governance sehingga pelaksanaan good governance



dianggap



lebih



mudah



dan



sederhana



apabila



dimulai



dari



pemprov/pemkab/pemkot daripada pemerintah pusat. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa pemkot/pemkab/pemprov telah memelopori pelaksanaan good governance di daerahnya. Praktek-praktek



good



governance



yang



dilaksanakan



secara



nyata



menciptakan sistem pemerintahan yang lebih bersih dan akuntable, sistem pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dan bahkan di beberapa daerah mampu meningkatkan kesejahteraan pegawai. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti tidak secara efektif mampu mengurangi/menghilangkan tindakan korupsi dalam jangka waktu yang panjang. Olehkarena itu diperlukan upaya kegiatan pencegahan yang komprehensif



5



sehingga usaha-usaha tindakan yang secara langsung atau tidak langsung mengarah ke korupsi tidak akan terjadi. Korupsi di Indonesia sulit dibasmi dan terus berkembang disebabkan oleh: • Peraturan perundangan yang belum memadai • Lemahnya law enforcement • Sikap permisif terhadap korupsi • Kurangnya keteladanan dan kepemimpinan • Sistem penyelenggaraan negara dan pengelolaan dunia usaha tidak/kurang mengindahkan prinsip-prinsip good governance • Beragam sebab lain Pendekatan atau cara yang digunakan setiap daerah dalam menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) tidak sama, namun semua berorientasi pada masyarakat melalui peningkatan kualitas layanan dan perbaikan sistem manajemen pemerintahan. Jenis layanan yang diunggulkan dalam rangka peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. C. Jenis-jenis pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik yang dilaksanakan adalah: 1. Perbaikan Layanan Masyarakat a) Perizinan dan Non Perizinan Seluruh daerah yang telah melakukan penyederhanaan sistem perizinan dan non perizinan. Bentuk organisasinya cukup variatif, mulai dari pos, satuan layanan, unit, kantor dan dinas. Umumnya seluruh organisasi tersebut telah mencantumkan secara transparan syarat, biaya dan prosedur perizinan dan non perizinan. b) Layanan Publik di Bidang Kesehatan Tiga daerah yang memiliki keunggulan layanan di bidang kesehatan adalah Pemkot Pekanbaru yang memberikan layanan kesehatan gratis di luar tindakan; Pemkab. Jembrana memberikan pengobatan gratis untuk semua warga; dan Pemkab Gianyar yang memberlakukan asuransi kesehatan (pilot project) dan program pemeriksaan gratis khusus perempuan. 6



c) Layanan Publik di Bidang Pendidikan Pelayanan publik di bidang pendidikan diunggulkan. Jenis layanannya adalah kebijakan SPP gratis dan buku gratis. 2. Perbaikan Sistem Manajemen a) Tunjangan Kesejahteraan dan Kinerja Hampir semua pemerintah daerah yang didatangi memberikan tunjangan kesejahteraan kepada pegawainya . Dasar hukum nya sebagian besar adalah Keputusan Bupati dengan persetujuan dari DPRD. Asal dana yang digunakan biasanya APBD dalam bentuk : pengalihan pos honor proyek/kegiatan kepada tunjangan kesejahteraan; atau pos khusus tunjangan kesejahteraan (pos honor proyek/kegiatan tetap ada). Proses pemberian tunjangan kesejahteraan didasarkan pada kehadiran dan atau kinerja. b) Manajemen Kinerja Beberapa praktek good governance yang dilakukan oleh daerah-daerah dengan manajemen kinerja adalah Giro to Giro, Anggaran Berbasis Kinerja, Pengadaan Barang dan Jasa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP), Kontrak Kinerja, Penilaian Kinerja, Re-Organisasi dan Tata Kerja, serta Pakta Integritas. 3. Pemberdayaan Masyarakat Terdapat berbagai praktek tata kelola pemerintahan yang baik terkait dengan pemberdayaan masyarakat di yang dilakukan di daerah yaitu Partisipasi Masyarakat, Revolving Fund, Pola Partisipatif, dan Pengaduan Masyarakat dalam bentuk SMS, telp, Program UPIK dan Dialog Interaktif. D. Faktor yang Menjadi Kunci Keberhasilan Dalam Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintah yang Baik Di Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, Yaitu: 1. Komitmen Pimpinan Adalah konsistensi pimpinan tertinggi di daerah yang bersungguh-sungguh melaksanakan perbaikan tata kelola pemerintahan di lingkungannya. Pimpinan berfungsi menjadi penggerak segala bentuk perubahan dan menjadi pelopor dalam pelaksanaannya. 2. Dasar Hukum yang kuat



7



Setiap pelaksanaan kebijakan dalam rangka perbaikan sistem tata kelola pemerintahan yang baik, harus memiliki dasar hukum yang kuat, baik dalam bentuk Peraturan atau Keputusan Kepala Daerah maupun Peraturan Daerah (Perda). Dalam rangka keberlanjutan suatu kebijakan tata kelola pemerintahan yang baik sebaiknya dasar hukum yang dipakai adalah Perda. Dengan dasar hukum Perda, walaupun terjadi pergantian pimpinan daerah, kebijakan masih akan tetap berjalan. 3. Dukungan dari Lingkungan Internal dan Masyarakat Dukungan internal dan masyarakat atas kebijakan perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik sangat diperlukan karena kebijakan tersebut diciptakan, dikelola dan diperuntukkan bagi mereka. 4. Inisiatif Internal Dorongan bagi timbulnya gagasan/inisiatif untuk memperbaiki sistem tata kelola pemerintahan yang baik idealnya muncul dari gagasan-gagasan internal jajaran pegawai maupun pimpinan yang berada di lingkungan pemerintah yang bersangkutan. Perbaikan sistem yang didasarkan pada pendekatan persuasif dan musyawarah para pengambil kebijakan daerah, yang kemudian disosialisasikan ke seluruh jajarannya akan menghasilkan dukungan dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf. Namun demikian, mengingat kondisi setiap daerah berbeda-beda, maka bagi daerah yang akan mencoba mengikuti contoh-contoh yang disajikan agar menetapkan prioritas jenis-jenis pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik yang paling sesuai dan paling mudah dilaksanakan lebih dahulu (KPK, 2006).



E. Kinerja Birokrasi Sedangkan untuk definisi birokrasi, banyak sekali para ahli atau tokoh yang mendefinisikan tentang birokrasi, diantaranya adalah : 1) PETER M BLAU dan W. MEYER Menurut Peter M. Blau dan W. Meyer dalam bukunya “Bureaucracy” birokrasi adalah tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administrative dengang cara mengkoordinasi secara sistematis teratur pekerjaan dari banyak anggota organisasi.



8



2) Rourke Sedangkan menurut Rourke birokrasi adalah sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hirarki yang jelas, dilakukan dengan tertulis, oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian di bidangnya. 3) ALMOND dan POWEL Sementara itu Almond dan Powell, mengatakan bahwa birokrasi adalah …. Sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal, yang saling berhubungan dalam jenjang yang kompleks di bawah pembuat tugas atau peran formal (ketentuan atau peraturan dan bukan orang). 4) Lance Castle memberikan definisi birokrasi sebagai berikut : “bureaucracy I mean the salaried people who are charged with the function of government”. The army officers, the military bureacracy, are of course included. The bureaucracy of which Iam speaking doesn’t always conform to Weber’s notion of rational bureaucracy. 5) Yahya Muhaimin Sedang Yahya Muhaimin mengartikan birokrasi sebagai “Keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer yang melakukan tugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu”. 6) Kamus Umum Bahasa Indonesia Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia “biro” diartikan kantor dan istilah birokrasi mempunyai beberapa arti : a. Pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat b. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai negeri c. Cara kerja atau susunan pekerjaan yang serba lambat, serba menurut aturan, kebiasaan, dan banyak liku-likunya. Definisi dalam kamus bahasa Indonesia ini nampaknya tidak hanya berusaha memberikan makna “birokrasi” tetapi jugaistilah turunan yang mengacu pada sifat atau kebiasaan birokrasi. F. MAKNA BIROKRASI :



9



Meskipun secara umum sudah ada penjelasan atau definisi tentang birokrasi, tetapi dalam khasanah ilmu pengetahuan perbedaan pendapat dan pandangan sangat dihargai. Demikian juga dengan perbedaan pandangan tentang birokrasi. Ada beberapa tokoh atau ahli yang memandang birokrasi secara positif, ada juga yang secara negatif, tetapi ada juga yang melihatnya secara netral (value free). 1. Makna Positif : Birokrasi yang bermakna positif diartikan sebagai birokrasi legal-rasional yang bekerja secara efisien dan efektif. Birokrasi tercipta karena kebutuhan akan adanya penghubung antara negara dan masyarakat, untuk mengejawantahkan kebijakankebijakan negara. Artinya, birokrasi dibutuhkan baik oleh negara maupun oleh rakyat. Tokoh pendukungnya adalah : Max Weber dan Hegel 2. Makna Negatif : Birokrasi yang bermakna negatif diartikan sebagai birokrasi yang penuh dengan patologi (penyakit), organisasi tambun, boros, tidak efisien dan tidak efektif, korupsi, dll. Birokrasi adalah alat penindas (penghisap) bagi kaum yang lemah (miskin) dan hanya membela kepentingan orang kaya. Artinya, briokrasi hanya menguntungkan kelompok orang kaya saja. Tokoh pendukungnya adalah : Karl Max dan Harold Laski 3. Makna Netral (Value Free) Sedangkan birokrasi yang bermakna netral diartikan sebagai keseluruhan pejabat negara pada cabang eksekutif atau bias juga diartikan sebagai setiap organisasi yang berskala besar.



Sebagaimana telah disebutkan dalam sub pokok



bahasan sebelumnya, birokrasi adalah merupakan organ utama dalam system dan kegiatan pemerintahan yang dapat berbuat atas nama negara. Oleh karenanya, birokrasi sangat kuat secara politis dan akibatnya cenderung menjadi the single authoritarian institution (satu-satunya institusi yang mempunyai kewenangan). Alasan mengapa birokrasi sangat kuat secara politis, selain karena kepemilikannya atas sumber-sumber kekuasaan, kedua adalah karena peran dan fungsi birokrasi yang sangat spesifik Peran dan fungsi ini tidak dapat diperankan oleh lembaga atau kelompok social lainnya, sehingga praktis birokrasi menjadi institusi yang paling berkuasa (the most powerfull institution) secara riil dalam sistem politik dibanding partai yang berkuasa (the ruling party) sekalipun.



10



tugas/peranan brdalam penyelenggaraan negara yakni 1. Peran dalam proses input 2. Peran dalam proses legislatif 3. Peran sebagai perterjemah (interpreter) kebijakan politik, dan 4. Peran sebagai pelaksana (eksekutor) kebijakan politik Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :



Dari gambar diatas, dapat kita lihat bahwa birokrasi berperan secara multifungsi dalam sistem politik. Peran-peran birokrasi bias dijelaskan sebagai berikut Dalam proses input, birokrasi dapat berperan untuk memberikan usulan dan pendapat (menyampaikan aspirasi) kepada lembaga legislatif untuk diproses menjadi sebuah kebijakan (policy) ataupun peraturan (regulation). Dalam proses ini birokrasi berperan seperti kelompok kepentingan (interest group) maupun kelompok penekan (pressure group). Contoh dari peran ini adalah demo yang dilakukan oleh guru dan dosen tentang pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru dan dosen. Tindakan para guru dan dosen ini diaktakan sebagai bentuk interest group dan atau pressure group dari aparatur birokrasi. Peran dalam proses legislatif (di Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR), karena birokrasi memiliki banyak aset informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan pada lembaga legislatif, maka institusi birokrasi yang terkait dengan pembahasan suatu rancangan keputusan biasanya akan dipanggil untuk memberikan pendapat maupun klarifikasi sebelum keputusan ditetapkan. Misalnya, bila DPR ingin mengambil keputusan di bidang pendidikan, pertahanan keamanan, atau ekonomi, maka mereka akan memanggil aparat birokrasi untuk dimintai pendapat/masukan. Peran sebagai interpreter kebijakan politik, bahwa



11



seluruh produk (output) kebijakan atau keputusan dari lembaga legislative (DPR) adalah masih dalam tataran global, belum terperinci secara teknis. Oleh sebab itu tidak dapat langsung dijalankan dalam penyelenggaraan negara. Agar kebijakan atau keputusan itu dapat diimplementasikan, maka birokrasilah yang membuat tafsiran dan perincian kebijakan itu secara teknis. Peran sebagai eksekutor kebijakan politik, agar kebijakan/ keputusan yang dikeluarkan oleh DPR/lembaga legislatif dapat berjalan di tengah masyarakat, maka birokrasi bertugas untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan itu. Bila DPR/DPRD membuat kebijakan tentang pendidikan, maka aparat birokrasi dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang akan melaksanakan kegiatan pendidikan yang sudah ditetapkan. Peran-peran yang multifungsi itu tidak mungkin diperankan oleh golongan/institusi lain, misalnya parpol, LSM, organisasi massa, dan sebagainya (Martini, 2012). Pengembangan Birokrasi Pemerintah Pengembangan atau perubahan organisasi pemerintah merupakan suatu tuntutan yang senantiasa harus dilakukan secara sistimatis. Pengembangan organisasi didasarkan pada upaya penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang telah, sedang maupun akan terjadi. Karena itu, setiap organisasi harus melakukan evaluasi secara terus menerus terhadap hubungan atau nilai tawar organisasi yang dimilikinya dengan seluruh system yang melingkupinya. Menurut Varney (lndrawijaya, 1989:57), terdapat empat faktor yang mempengaruhi) organisasi untuk berubah, yaitu: (1) Organisasi secara keseluruhan, meliputi perubahan dalam iklim dan kultur organisasi, gaya atau strategi kepemimpinan, hubungan dengan lingkungannya, pola komunikasi atau proses saling mempengaruhi, dan struktur organisasi; (2) Sub sistem dan organisasi, meliputi perubahan dalam norma yang berlaku, struktur kelompok, struktur kekuasaan dan wewenang; (3) Pekerjaan dalam kelompok, meliputi perubahan dalam prosedur pengambilan keputusan, norma kerja, norma dan prosedur komunikasi, peran-peran dalam kelompok, kekuasaan dan wewenang; (4) Tingkattingkat penjenjangan, meliputi perubahan dalam pola saling mempengaruhi yang terjadi antar berbagai tingkat penjenjangan, lokasi pekerjaan atau tanggung jawab, kekuasaan dan wewenang, praktek dan prosedur komunikasi, tingkat saling percaya, citra diri dan citra orang lain terhadap citra diri sendiri, dan pengendalian



12



Pengelompokan faktor-faktor perubahan di atas menunjukkan dimensi yang sangat luas hubungannya dengan pengembangan atau perubahan organisasi. Birokrasi pemerintah sebagai suatu organisasi harus diarahkan untuk melakukan transformàsi manajemen dengan mengevaluasi berbagai dimensi tersebut. Birokrasi pemerintah perlu metode pengorganisasian pekerjaan dan mekanisme pengendaliannya, melakukan



revitalisasi,



termasuk



reposisi



peran



birokrasi



dalam



rangka



meningkatkan kualitas birokrasi bagi publik. Menurut Leavit (lndrawijaya, 1989:65) organisasi sebagai suatu sistem yang lengkap terdiri dari empat interaksi, yaitu: (1) Task , meliputi unsur keluaran, produksi atau tujuan dan organisasi; (2) Technology, digunakan oleh suatu organisasi untuk menghasilkan produksinya, baik berupa barang



ataupun



jasa;



(3)



Structure,



berkaitan



dengan



bagan



organisasi,



kebijaksanaan, ketentuan perundang-undangan dan sejenisnya; dan (4) People, orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Sebagai suatu sistem maka subsistem tersebut harus bersifat fungsional. Daya dukung teknologi dan struktur organisasi terhadap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi harus cukup memadai. Begitu juga pemanfaatan sumber daya manusia harus yang memiliki kualitas dan dedikasi yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, penerimaan pegawai khususnya pada organisasi publik harus lebih selektif karena tuntutan akuntabilitas. Pada perkembangan manajemen mutakhir. Keunggulan suatu organisasi sangat ditentukan pada daya saing pegawai. Persaingan organisasi saat ini dihadapkan pada persaingan knowledge to knowledge organization. Sehubungan dengan pengembangan organisasi dan hubungannya dengan peningkatan kualtas sumber daya menusia, French dan Bell (lndrawijaya, 1989:102) mengemukakan 12 strategi pengembangan organisasi sebagai berikut, yaitu: (1) Kegiatan diagnostik; (2) Kegiatan pengembangan tim; (3) Kegiatan antar kelompok; (4) Kegiatan umpan balik survei; (5) Kegiatan pendidikon dan latihan; (6) Kegiatan tekhno structural atau struktur; (7) Kegiatan konsultasi proses; (8) Kegiatan grafik pengembangan organisasi; (9) Kegiatan perdamaian dengan pihak ketiga; (10) Kegiatan pelatihan dan bimbingan; (11) Kegiatan perencanaan karir dan kehidupan; dan (12) Kegiatan penetapan perencanaan dan tujuan. Pendapat French dan Bell menunjukkan pentingnya peranan dan kedudukan manusia dalam organisasi. Pendapat di atas menunjukkan adanya dua kekuatan yang harus terbentuk dalam organisasi, yaitu



13



kekuatan individu dan kekuatan tim. Tuntutan pada penguatan kualitas sumber daya manusia dan organisasi secara keseluruhan merupakan perwujudan dan tuntutan kualitas layanan yang diberikan oleh organisasi publik yang semakin baik. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan public terhadap kinerja birokrasi, maka posisi strategis manusia dalam organisasi menjadi sangat penting. Sumber daya manusia dalam organisasi harus peka dan melakukan identifikasi terhadap problem organisasi serta menetapkan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan citra birokrasi pemerintah. Dalam hubungan dengan penguatan sumber daya manusia dalam organisasi, menurut Beckhard (lndrawijaya, 1989:108-9) merumuskan persyararan untuk mengembangkan tim yaitu: (1) The primary goal of a team development meeting must be explicit and well articulated; dan (2) The primary goal must be owned by the leader of the group and understood (hopefully, agreed to) by the work group members. Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa jika organisasi disadari dibangun sebagai.suatu tim, maka tujuan dan tim harus dibuat (dinyatakan) secara jelas. Pimpinan harus menguasai dengan baik tujuan organisasi, dan tujuan tersebut juga harus dimengerti oleh anggota kelompok. Pendapat di atas menunjukkan suatu isyarat tentang proses interaksi yang harus berjalan secara terbuka, terjadinya proses sharing antara pimpinan dan anggota organisasi secara keseluruhan. Secara umum, dengan proses interaksi yang baik, tidak hanya menumbuhkan kesepahaman yang sama tentang arah atau tujuan organisasi, tapi juga menumbuhkan semangat atau komitmen diantara anggota organisasi untuk bekerjasama dalam suasana kebersamaan dan persaudaraan (kohesi sosial). Pandangan yang lebih jelas tentang efektivitas suatu tim menurut lndrawijaya (1989:112-4) adalah (1) Rasa saling percaya; (2) Adanya keinginan untuk saling membantu; (3) Adanya komunikasi yang terbuka; (4) Adanya tujuan bersama; (5) Penyelesaian konflik secara terbuka; (6) Pemanfaatan potensi sumber daya manusia secara optimal; (7) Piranti pengawasan dilakukan secara bersama; (8) Adanya iklim organisasi yang bebas dari intrik, terbuka, dan sportif. Jika pandangan tersebut dijadikan sebagai rujukan dalam penguatan organisasi birokrasi, maka akan terjadi perubahan budaya organisasi dari berbagai dimensi. Sumberdaya manusia secara bersama akan bekerja dalam rangka menguatkan dan meningkatkan kinerja organisasi untuk mewujudkan good governance.



14



Implementasi Good Governance Kepemerintahan yang baik (good governance) bukan hanya konsep yang perlu disosialisasikan, namun perlu diterapkan pada semua level pemerintah di manapun berada. Penerapan konsep good governance untuk kasus pemerintah di Indonesia diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kemudian pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dri Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Beberapa penjelasan yang bersifat konsepsional yang terkait dengan good governance (GG), yaitu: (1) United Kingdom Overseas Development Administration,



menyebutkan



karakteristik



GG



yang



meliputi



legitimasi,



akuntabilitas, kompetensi, dan penghormatan terhadap hukum/hak-hak asasi manusia; (2) United Nation Development Program (UNDP), ciri-ciri tata pemerintahan yang baik adalah mengikutsertakan semua pihak, transparansi dan bertanggung jawab, efektif dan adil, menjamin adanya supremasi hukum, menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan atas konsensus sosial, dan memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembangunan; (3) World Bank (Bank Dunia), yaitu masyarakat sipil yang kuat dan partsipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional, dan aturan hukum. Beberapa poin penting yang terkait dengan implementasi prinsip-prinsip GG merupakan pegangan bagi birokrasi publik



dalam



melakukan



transformasi



manajemen



pemerintahan.



Menurut



Tjokroamidjojo, tuntutan ke arah GG juga lahir akibat kualitas pelayanan publik yang rendah. Lebih jauh disebutkan bahwa GG berintegritas dari pelaksanaan pemerintahan. Adapun prinsip yang harus diperhatikan adalah kuntabilitas, ransparansi, keterbukaan, aturan hukum, perlakuan yang adil (jaminan fairness). Dalam penjelasan tambahan oleh Tjokroamidjojo disebutkan bahwa dalam hal public governance suatu ukuran penting ialah public service. Public service hanya akan dapat diwujudkan dengan baik jika dibarengi dengan semangat penguatan kelembagaan organisasi pemenintah daerah. Saat ini pemerintah telah menjalankan



15



prinsip otonomi daerah sebagai wujud dan pandangan “bringing the state closer to the people”. Pemerintah daerah telah melakukan upaya penataan kelembagaan organisasi pemerintah. Namun yang paling penting adalah perubahan ke arah yang positif sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan serta penyesuaian kelembagaan. Dalam hubungan pelayanan publik, pelayanan yang diberikan harus semakin profesional. Menurut Widodo (2001: 270) pelayanan yang profesional adalah pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Beberapa ciri layanan yang harus dipenuhi adalah efektif, sederhana, kejelasan dan kepastian (transparan), keterbukaan dan efisien (Hamka dkk., 2010).



BAB III KESIMPULAN 1. Good Governance merupakan bentuk transparansi dan managemen akuntabel



dari manusia, alam, ekonomi dan pendapatan dan system pemerintahan yang berkesinambungan adalah hal yang menjadi tujuan. Dan hal penting lain, penghilangan budaya korupsi di pemerintahan.



16



2. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan (Good Public Governance) adalah Wawasan Kedepan (Visionary), Keterbukaan (Transparancy), Partisipasi



Masyarakat (Participatory), Akuntabilitas (Accountability), Profesionalisme Dan Kompetensi (Professionalism And Competency), Keefisienan Dan Keefektifan (Efficiency And Effectiv-Ity), Keadilan/Kewajaran (Fairness), Komitmen Pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment To Reduce Inequality).



3. Jenis-jenis



pelaksanaan



tata



kelola



pemerintahan



yang



baik



yang



dilaksanakan adalah: Perbaikan Layanan Masyarakat, Perbaikan Sistem Manajemen, Pemberdayaan Masyarakat. 4. Faktor yang Menjadi Kunci Keberhasilan Dalam Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintah yang Baik Di Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, Yaitu: Komitmen Pimpinan, Dasar Hukum yang kuat, iniatif internal, Dukungan dari Lingkungan Internal dan Masyarakat, kinerja birokrasi. 5. Makna Birokrasi dibagi 3 yaitu makna positif, negative, dan netral.



DAFTAR PUSTAKA Nyaoro, Jackie and Bipasha Chatterjee. 2011. Briefing Paper “Governance Of The Clean Development Mechanism (CDM)”. AEA Technology. SEI Stockholm environment institute. Professor Koh, Tommy. 2009. Lecture On “The Principles Of Good Governance”. Ambassador at large, ministry of foreign affairs of Singapore and chairman of the institute of policy studies at the workshop on good governance. Bangkok: ministry of foreign affair of Thailand.



17



Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Pedoman Tata Kelola Pemerintahan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Jakarta: jalan pattimura nomor 20 kebayoran baru. Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik. Kab. Solok, Kota Pekanbaru, Prov. Gorontalo, Kab. Wonosobo, Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kab. Sragen, Kab. Gianyar dan Kab. Jembrana. Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Sumarto, sudarsono asep suryadi dan Alex arifianto. 2004. Tata Kelola Pemerintah Dan Penanggulangan Kemiskinan : Bukti-Bukti Awaldesentralisasi Di Indonesia. SMERU: makalah lembaga penelitian ausaid, the ford foundation dan DFID. Martini, rini. 2012. Buku Ajar Birokrasi Dan Politik. Semarang: Universitas Diponegoro. Lembaga pengembangan dan penjaminan mutu pendidikan. Hamka, Burhanuddin Muh.Idris Dan Sulaeman Fattah. 2010. Kualitas Pelayanan Publik: Implikasi Reorganisasi Kelembagaan Pemerintah Kabupaten/Kota. Jakarta, Pembantu Ketua II Bidang Kemahasiswaan dan Ketua Program Studi Manajemen Kebijakan Publik STIA LAN Jakarta.



18