Tata Rias Pengantin Aceh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tata Rias Pengantin Indonesia “Tata rias pengantin aceh ”



Dosen Pengampu : Dra. I Dewa Ayu Made Budhyani M.Pd Oleh : Nama



: Widad Azizah Putri Iraman Daeli



Kelas



: 4B



Konsentrasi



: Tata Kecantikan



(1815011021) (1815011019)



JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Tata Rias Pengantin Indonesia. Kami juga berterima kasi kepada ibu Dra. I Dewa Ayu Made Budhyani M.Pd selaku dosen dalam mata kuliah Tata Rias Pengantin Indonesia yang telah membimbing kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta wawasan serta pengetahuan bagi pembaca dan penulis. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami berharap adanya kritikan dan saran demi memperbaiki penyusunan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.



Singaraja, 14 Februari 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upacara perkawinan merupakan salah satu rangkaian upacara yang dilaksanakan dalam siklus kehidupan orang Aceh. Perkawinan menempati posisi yang penting dalam tata pergaulan masyarakat Aceh. Perkawinan merupakan proses penting dalam kehidupan seseorang. Bahkan, tak jarang masyarakat menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang sakral dalam hidupnya. Karena itulah, adatistiadat Aceh mengatur upacara perkawinan. Upacara perkawinan adat Aceh bukan proses ritual belaka. Upacara adat perkawinan Aceh mengandung berbagai makna filosofis. Secara biologis, perkawinan merupakan upaya melegalkan aktivitas seksual antara lakilaki dan perempuan sekaligus memperoleh keturunan. Hampir semua kelompok adat di Aceh jarang membicarakan motif biologis karena menganggapnya tabu. Meskipun motif tersebut hidup dalam kesadaran masyarakat. Perkawinan akhirnya menyangkut dua hal. Di satu pihak, norma adat dan agama melarang pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Di pihak lain, norma adat Aceh memberikan tekanan kepada orangtua untuk menikahkan anaknya, bila anaknya sudah sampai waktunya (kematangan seksual) yang dalam bahasa Aceh disebut tro’ umu (T. Syamsuddin et. al, 1978/1979: 40-42). Selain kebutuhan biologis perkawinan juga berfungsi secara sosial. Pasangan yang baru saja menikah akan hidup bersama dalam satu ikatan, dan ikatan tersebut diakui dan sepakati oleh anggota-anggota masyarakat. Keluarga baru tersebut dituntut untuk bekerja sama dengan keluarga saudara mereka, kadang juga keluarga sanak kerabat mereka dalam mengasuh rumah tangga. Prinsip-prinsip tersebut berlaku di semua kelompok adat di Aceh.



1.1.



Rumusan Masalah Adapun beberapa rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini antara lain : 1. Apa pengertian Tata rias pengantin ? 2. Apa saja tahapan dan proses pernikahan adat aceh?



4



3. Apa perubahan bentuk pada busana tradisional adat perkawinan aceh besar? 4. Bagaimanakah tata rias serta pakaian pengantin aceh ? 1.2.



Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain yaitu : -



Untuk mengetahui apa itu tata rias pengantin.



-



Untuk mengetahui bagaimana tahapan dan proses .



-



Untuk mengetahui perubahan bentuk pada busana tradisional adat perkawinan aceh besar.



1.3.



Untuk mengetahui bagaimana tata rias serta pakaian pengantin aceh,



Manfaat Manfaat



dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah



pengetahuan pembaca serta penulis khususnya dalam bidang pemangkasan rambut serta penulis dan pembaca dapat memahami tata rias pengantin aceh dalam tata rias pengantin Indonesia.



5



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Tata rias pengantin. Tata rias wajah (bahasa Inggris: make up) adalah kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik. Istilah make up lebih sering ditujukan



kepada



pengubahan



bentuk



wajah,



meskipun



sebenarnya seluruh tubuh bisa di hias (make up).



Tata rias wajah membutuhkan banyak pengetahuan tentang: a. Anatomi (untuk memberikan bentuk ideal anggota tubuh) b. Karakterisasi Warna dan garis (untuk memberikan karakterisasi personal) c. Gradasi Warna (untuk memperhalus hasil akhir tata rias) d. Komposisi Warna Menurut (sayoga, 1989) tata rias pengantin adalah suatu kegiatan tata rias



wajah



pada



pengantin



yang



bertujuan



untuk



menonjolkan



kelebihan yang ada dan menutupi kekurangan wajah pengantin. Selain berfokus pedaa tata rias wajah juga sangat memperhatikan tata rias rambut, keserasian busana dan serta aksesoriesnya, yang tiap tiap bagian riasan tersebut mengandung sebuah arti atau makna yang tentu sebagai pengungkapan pesan- pesan hidup yang hendak disampaikan oleh kedua mempelai.



6



2.2 Tahapan dan proses pernikahan adat aceh Ada beberapa tahapan dalam Adat Perkawinan Aceh, yaitu diantaranya : 1. Tahapan melamar (Ba Ranup). Ba Ranup (ba-membawa ranup-sirih) merupakan suatu tradisi turun temurun yang tidak asing lagi dilakukan dimana pun oleh masyarakat Aceh, saat seorang pria melamar seorang perempuan. Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang dirasa bijak dalam berbicara (disebut seulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika seulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlebih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu. Pada hari yang telah disepakati datanglah rombongan orang-orang yang dituakan dari pihak pria ke rumah orangtua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya. Setelah acara lamaran selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterimatidaknya lamaran tersebut. 2. Tahapan



Pertunangan



(Jak



ba



Tanda)



Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukong haba (peukong-perkuat, haba-pembicaraan) yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar yang diterima (disebut jeulamee) yang diminta dan berapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jak ba tanda jak-pergi,



ba-membawa



tanda-tanda,artina



berupa



pertanda



sudah



dipinang-cincin).



7



Pada acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng (ketan berwarna kuning) dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus di tengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat. 3. Pesta



pelaminan



sebelum pesta perkawinan dilangsungkan, tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (memakai inai) bagi pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. adat ini kuat dipengaruhi oleh india dan arab. namun sekarang adat tersebut telah bergeser menjadi pengantin perempuan saja



yg



menggunakan



inai.



kemudian dilakukan persiapan untuk ijab kabul. Dahulu ijab kabul dapat dilakukan di KUA atau di meunasah musala dekat rumah tanpa dihadiri pengantin wanita. namun sekarang berkembang dengan ijab kabul yg dilakukan di Mesjid-Mesjid besar terutama di Mesjid Raya Baiturrahman, yang dihari kedua mempelai berserta keluarga dan undangannya. Ijab Kabul pengantin pria kepada wanita dihadiri oleh wali nikah, penghulu, saksi



dan



pihak



keluarga.



Biasanya lafaznya berupa bahasa aceh "ulon tuan peunikah, aneuk lon (apabila



ayah



perempuan



yg



mengucapkan)....(nama



pengantin



perempuan) ngon gata (nama pengantin laki-laki) ngon meuh...(jumlah mahar



yang



telah



disepakati)



mayam



"



Jawabannya ulon tuan terimong nikah ngon kawen.. (nama pengantin) ngon meuh.. (jumlah mahar yang telah disepakati) mayam, tunai " Ada beberapa lafaz yang berbeda, disesuaikan dengan kesepakatan dan adat setempat. 8



Pesta pelamina dilakukan setelah melangsungkan ijab kabul antara sang calon pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan, Baik dilakukan pada hari yang sama maupun pada lain hari, yaitu disebut juga acara tueng linto baro. pesta pelaminan ini bertujuan selain merayakan kebahagian juga untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada seluruh kaum kerabat. 4. Tueng



Lintoe



Baroe



Tueng Linto baroe (tueng-menerima, linto-laki-laki, baroe-baru) yaitu menerima pengantin pria adalah yaitu menerima pengantin laki-laki oleh pihak perempuan, penerimaan secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Pengantin laki-laki datang ke pesta beserta rombogan (keluarga & kerabat). Rombongan disuguhkan hidangan khusus disebut idang bu bisan (idang-hidangan, bu-nasi bisan-besan). Setelah selesai makan, maka rombongan linto baro minta izin pulang kerumahnya, sedangkan pengantin pria tetap tinggal untuk disanding dipelaminan hingga acara selesai. 5. Tueng



Dara



Baroe



Tueng dara baroe adalah suatu hal yang dilakukan oleh pihak laki-laki dengan kata lain adalah penjemputan secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Acara ini sama dengan yang diatas namun pihak perempuan yang pergi ke acara pihak laki-laki. 6. Mahar



(Jeulamee)



Dalam adat istiadat Ureung Aceh, hanya dikenal mahar berupa emas dan uang. Mahar ditiap aceh berbeda. Dibagian Barat Aceh mahar berupa emas yang diberikan sesuai kesepakatan, biasanya berjumlah antara belasan sampai puluhan mayam. Sedangkan didaerah Timur, mahar yang diajukan dibawah belasan tapi menggunakan uang tambahan yaitu disebut "peng angoh" (peng-uang, angoh-hangus), hal ini dilakukan untuk membantu pihak perempuan untuk menyelenggarkan pesta dan membeli isi kamar. Mahar biasanya ditetapkan oleh pihak perempuan dan biasanya kakak beradik memiliki mahar yang terus naik atau minimal sama. Namun



9



semua hal tentang mahar ini dapat berubah-ubah sesuai kesepakatan kedua belah pihak. 7. Idang



&



Peuneuwoe



Idang (hidang) danPeunuwo atau pemulang adalah hidangan yang diberikan dari pihak pengantin kepada pihak yang satunya. Biasanya pada saat Intat linto baro (mengantar pengantin pria), rombongan membawa Idang untuk pengantin wanita berupa pakaian, kebutuhan dan peralatan sehari-hari untuk calon istri. dan pada saat Intat dara baro (mengantar pengantin wanita), rombongan akan membawa kembali talam yg tadinya diisi dgn barang-barang tersebut dgn makananan khas aceh seperti bolu, kue boi , kue karah , wajeb, dan sebagainya, sebanyak talam yang diberikan atau boleh kurang dengan jumlah ganjil. Adat membawa-bawa baik barang ataupun kue dalam adat Aceh sangatlah kental apalagi dalam sebuah keluarga baru. Saat pengantin baru merayakan puasa pertama atau lebaran pertama dan pergi kerumah salah satu kerabatnya untuk pertama kali maka wajiblah dia membawa makanan. Dan adat ini terus berlangsung hingga sang istri punya anak, yakni mertua membawa makanan dan sang istri membalasnya. 8. Peusijuek Peusijuek (pendingin) adalah adat istiadat aceh dari India juga, namun sudah beradaptasi dengan budaya Islam. Peusijuek dilakukan untuk memberi semangat, doa dan restu kepada orang yg dituju. pada pernikahan maka kedua belah pihak keluarga akan melakukan Peusijuek ditiap kesempatan. biasanya sebelum dan setelah ija kabul, ketika dipelaminan di kedua acara. Peusijuek adalah salah satu tradisi Aceh yang dilakukan pada kegiatan apapun seperti naik haji, mempergunakan barang baru seperti rumah atau kendaraan, bayi yang turun tanah, ibu yang hamil dan sebagainya. Adat diatas adalah adat yg biasanya dilakukan suku aceh. Hal ini suatu tradisi atau kebiasaan yang tidak pernah hilang di dalam kultur budaya Pidie, Aceh Besar, Bireuen dan sekitarnya. Untuk daerah timur



10



dan sekitarnya yaitu untuk suku-suku lainnya, mungkin ada beberapa penambahan dan pengurangan.



2.3 Perubahan Bentuk Pada Busana Tradisional Adat Perkawinan Aceh Besar.



11



1. Bentuk Busana Tradisional Adat Perkawinan Aceh Besar Tahun 2000 Pada tahun 2000 busana perkawinan Aceh Besar yang digunakan pasangan pria dan wanita sangatlah sederhana, tetapi masih memiliki nilai keindahan. Bagi pengantin pria busana yang digunakan cenderung berwarna hitam yang diperindah dengan berbagai macam motif di sekeliilingnya, sedangkan pengantin wanita kerap menggunakan busana yang berwarna merah atau kuning sesuai dengan keinginan. Masingmasing pengantin dilengkapi dengan aksesoris yang beraneka ragam dan indah. 2. Bentuk Busana Tradisional Adat Perkawinan Aceh Besar Tahun 2008 Tahun 2008.busana perkawinan Aceh Besar yang digunakan pasangan pria dan wanita sudah mulai mengalami perubahan, tetapi tidak menghilangkan unsur-unsur budaya yang diwariskan dalam berbusana adat. Bagi pengantin pria busana yang digunakan masih bernuansa hitam dan juga diperindah dengan berbagai macam motif berwarna emas di sekelilingnya, sedanngkan pengantin wanita kerap menggunakan busana yang berwarna merah atau kuning dan juga tambahan berwarna hitam sesuai dengan keinginan. Masing-masing pengantin dilengkapi dengan aksesoris yang beraneka ragam dan indah. 3. Bentuk Busana Tradisional Adat Perkawinan Aceh Besar Tahun 2016 Tahun 2016 busana perkawinan Aceh Besar yang digunakan pasangan pengantin pria dan wanita sudah mengalami perubahan yang signifikan, tetapi tidak menghilangkan unsur-unsur budaya yang diwariskan dalam berbusana adat. Bagi pengantin pria busana yang digunakan sudah mulai beraneka macam warna dan motif, sedangkan pengantin wanita disesuaikan warna busana dengan pengantin pria sesuai dengan keinginan pengantin yang memakainya. Masing-masing pengantin dilengkapi dengan aksesoris yang beraneka macam dan indah, pada tahun 2016 aksesoris yang dipakai pengantin wanita jauh berbeda dengan tahun 2000. Penambahan berbagai macam aksesoris menjadikan pengantin menjadi lebih mempesona. 2.4 Tata Rias Serta Pakaian Pengantin Aceh A. Tata Rias Wajah Dan Rambut Wajah dan rambut adalah unsur yang penting dan pertama - tama terlihat di dalam penampilan seseorang. Dalam menangani tata rias pengantin sangat berbeda antara pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan. Biasanya tata rias wajah dan rambut pengantin laki-laki dikaitakan dengan sederhana tanpa memerlukan bahan-bahan dan alat-alat yang banyak macamnya. Sedangkan bagi pengantin wanita, merias wajah. Demikian pula bahan-bahan dan alat-alat yang dipergunakan cukup banyak macamnya. Oleh karena itu di dalam tata rias pengantin, seringkali



12



orang melupakan tata rias pengantin laki-laki. Bila menyebut tata rias pengantin, yang menjadi perhatian orang adalah pengantin wanita. 1. Upacara boh gaca Pasca masa yang lampau, awal dari usaha untuk memperindah wajah pengantin wanita di dalam masyarakat Aceh, dimulai dengan upacara boh gaca atau malam berinai. Disebut boh gaca, karena kepada calon pengantin perempuan di pakaikan pacar. Gaca atau daun pacar (lawsonia alba, keluarga rumpun lyghrarierae) yang dipakai oleh pengantin perempuan adalah daun pacar.yang telah ditumbuk halus. Mengenai tehnik memperoleh dan menggiling daun pacar, akan dijelaskan pacta waktu membahas ten tang persiapan juru rias dan calon pengantin. Upacara boh gaca berlangsung selama 3-7 malam. Adapun anggota tubuh yang diberi pacar yaitu seluruh kuku tangan, telapak tangan, kuku kaki, dan telapak kaki. Pacta telapak Kaki pemakaian pacar ini agak menonjol sedikit ke atas, sehingga walaupun telapak kaki menginjak tanah namun pacar tersebut masih terliha t di pinggir kaki. Pemakaian pacar ini dilaksanakan pad a malam hari secara berturut-turut. Bagi yang menyelenggarakan 7 hari, berarti telah dimulai 7 hari sebelum tiba waktunya dipersandingkan, demikian pula yang menyelenggarakan 3 hari. Pemakaian pacar dilakukan di rumah pengantin perempuan, biasanya di depan pelaminan atau di kamar pengantin. Waktu yang dipergunakan untuk memakai pacar adalah malam hari, karena setelah memakai pacar sang pengantin tidak dapat lagi bergerak. Pacta keesokkan harinya pacar yang dipakai itu telah kering dan dapat dibersihkan sendiri . Oleh karena itu disebutlah malam berinai. Upacara ini dimulai oleh salah seorang yang tertua di dalam keluarga dan ahli dalam soal tersebut atau oleh orang lain yang dituakan menurut adat. Hal ini mengandung makna agar upacara ini mendapat berkah dan dapat berlangsung dengan selamat. Setelah itu dilanjutkan oleh orang-orang tua yang lain serta temantemannya sendiri. Makna dari pemakaian pacar secara bersama ini baik oleh orang tua maupun oleh temannya, yakni sebagai tanda merasa bersuka cita bersama pengantin, dan untuk mengantar caJon pengantin ke jenjang perkawinan. Tata cara pemakaian gaca atau pacar setelah dara baro (pengantin perempuan) ditepung tawar (peusijuk), kemudian dara baro dibaringkan atau didudukkan di atas tilam yang telah disulam dengan benang kasab. Di atas tilam tersebut diletakkan pula sebuah tilam tempat duduk yang juga disulam dengan benang kasab disebut tilam duk. Selain itu masih terdapat sebuah ban tal yang juga berkasab, dan di samping tilam dibentangkan tikar yang dianyam dengan aneka warna (tika meusujo). Fungsi dari tilam dan bantal ialah sebagai tempat untuk membaringkan dara baro pacta saat dia diberi pacar di bagian kaki. Tllam duk berfungsi sebagai tempat duduk



13



dara baro, ketika ia diberi pacar pada tangan. Sedangkan tika meusujo untuk digelarkan di atas tilam. Arti yang terkandung di dalam penggunaan perlengkapan yang serba baru dan mewah ini, adalah sebagai penghormatan dari keluarga kepada dara baro. Cara memakai pacar pada tangan berbeda dengan pada kaki. Pada telapak tangan pacar dibentuk menyerupai sulur daun atau bunga dan ada pula yang berbentuk bulan sabit dengan bintang di tengahnya, sehingga indah untuk dipandang. Pada ujung jari tangan pacar dibentuk menyerupai pucuk rebung atau tumpal, yang ujungnya bertemu dengan pacar yang diberikan di kuku. Sedangkan di kaki hanya dibentuk pada ujung anak kaki berbentuk motif pucuk rebung dan bertemu dengan pacar di kuku kaki. Pekerjaan ini diulang selama 3- 7 malam berturutturut. Menurut keterangan informan fungsi dari pembenan pacar kepada dara baro, adalah untuk keindahan semata-mata. Dewasa ini upacara boh gaca sebagian besar tidak lagi dilakukan sebagaimana yang diutarakan di atas. Sebagian besar anakanak gadis sudah enggan dihias dengan pacar. Kalaupun ada yang mau memakai pacar, hanya dikerjakan dengan sederhana saja. 2. koh andam Tahap yang kedua dari merias pengantin wanita setelah selesai acara boh gaca adalah koh andam, yaitu memotong rambut yang ada di bagian muka, sehingga berbentuk jumbai-jumbai atau yang lazim disebut pony. Andam mempunyai dua bentuk yaitu andam biasa dan andam buleun (pony yang dipotong berbentuk bulan sabit). Sebagaimana halnya dengan boh gaca, demikian pula koh andam, mempunyai fungsi estetis yaitu untuk memperindah diri. Koh andam selain mempunyai fungsi seperti tersebut di atas, juga mengandung makna simbolis yaitu merupakan pengorbanan dari seorang gadis. Dengan telah memotong rambut, berarti ia telah mengorbankan sebagian dari kecantikannya, karena rambut merupakan kecantikan dari seorang gadis. Setelah dipotong rambutnya, gadis tersebut diharapkan sejak saat itu tidak tertarik lagi kepada pria yang lain dan demikian pula sebaliknya. Setelah calon pengantin melakukan koh andam, selanjutnya wajah pengantin dirias agar tampil cantik dan segar. Rias wajah pada pengantin putri Aceh sebaiknya memberi kesan serasi dengan warna busana yang dikenakannya. Warna alas bedak dan bedak disesuaikan dengan warna kulit pengantin putri dan memberi kesan putih kemerahan. Adapun tahapan-tahapan merias wajah adalah sebagai berikut : 1. Pembersihan a. Tuangkan susu pembersih/cream dicawan kecil yang telah tersedia, mulai pembersihan keseluruh wajah dan leher.



14



b. Setelah diangkat dengan tissue diberikan penyegar face tonic atau astringent sesuai dengan jenis kulit, dituangkan pada kapas lalu ditepuktepuk keseluruh wajah. 2. Merias wajah  



Setelah dilakukan pembersihan, wajah diberikan pelembab atau moisturizer.







Setelah itu aplikasikan alas bedak atau foundation merata keseluruh wajah dan leher. Setelah itu berikan bedak tabur atau face powder dengan cara menepuk-nepuk atau ditekan-tekan pada wajah dan leher secara perlahan dan merata, untuk meratakan bedak gunakan sikat wajah atau face brush dengan arah kebawah dan kesamping.







Membentuk alis. Warna alis disesuaikan dengan warna rambut dan dibentuk sesuai dengan bentuk wajah (melengkung indah).







Merias mata. Tidak ada ketentuan warna hanya disesuaikan dengan warna busana dan kombinasi harus serasi dan membaur. Pada kelopak mata diberi warna terang, pada sudut mata bagian luar diberi warna gelap, highlight diberi warna putih atau krem. Memakai garis mata (eye liner) untuk memberi kesan mata lebih indah. Mengenakan maskara agar bulu mata terlihat lentik dan tebal.







Memakai bayangan hidung.







Memberikan pemerah pipi atau blush on.







Mengenakan lipstick dan lipgloss, hendaknya dipilih warna cerah dan serasi dengan warna pemerah pipi atau diserasikan dengan warna busana misalnya merah cerah, oranye, pink dan lain-lain.



3. Tata rias rambut Tata rias rambut. Merjas rambut dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satu di antaranya koh an dam (pony) seperti yang telah disebutkan. Di samping membentuk pony, pengantin dirias rambutnya dalam bentuk sanggul. Di Aceh dikenal ada 4 bentuk sanggul (sanggoy), sebagaimana yang telah disebutkan di dalam bahasa Aceh, ok ureueng baroh meukrusong bungong, ok ureueng tunong sang goy boh guda, ok ureueng Pidie meujeurabat ceukeh, ok ureueng Aceh meukipaih cina". Maksudnya sanggul orang hilir (yang mendiarni tepi pantai) dibentuk seperti lingkaran bunga, sanggul orang pedalaman berbentuk cot (berben



15



tuk penis kuda), sanggul orang Pidie berbentuk beuliung, dan sanggul orang Aceh berbentuk kipas cina. Apabila diperhatikan dari sudut letak sanggul ini, maka jenis sanggul dapat disebutkan, yaitu sanggoy dhoe (sanggul dahi), sanggoy kudok (sanggul kuduk), sanggoy cor atau sanggoy pucak ulee (sanggul tinggi dipuncak kepala), dan sanggoy singet (sanggul berbentuk kipas). Penataan sanggul ini baru mulai dikerjakan menjelang pengantin duduk bersanding, atau pagi hari pada hari upacara peresmian perkawinan. Dengan pengertian lain bahwa merias rambut dalam bentuk sanggul baru dikerjakan apabila sudah tiba saatnya untuk dirias dengan lengkap. Merias rarnbut sesungguhnya sudah dimulai sejak dilaksanakan upacara koh andam seperti yang telah disebutkan terdahulu. Pada masa sekarang koh andam ini sudah jarang sekali dilaksanakan dan bahkan dapat disebut sudah mulai dilupakan. Demikian pula halnya dengan bentuk sanggul yang dipergunakan untuk pengantin, hanya dua jenis yaitu sanggoy kipaih yang disebut juga sanggoy cakceng dan sanggoy cot atau sanggoy pucak ulee. Dari kedua jenis ini yang digemari hanya sanggoy pucak ulee. Hal ini disebabkan karena mereka yang memiliki rambut pendek agak sukar untuk dibentuk sanggoy cakceng. cara membuat sanggol kipah (sanggoy cakceng) dan sanggoy cot (sanggoy puncak ulee). Untuk membuat sanggul kipas caranya sebagai berikut. Mula-mula rambut disisir dan diambil tengahnya sedikit dan agak berat kekanan, lalu plintir dan dijepit. Kemudian rambut disasak keliling, bahagian depan didahulukan kemudian bahagian belakang, sehingga nampak rapi seluruhnya. Lalu tempelkanlah sanggul yang telah dibetuk yang tengahnya diisi dengan pelepah pisang, atau daun pandan, bentuk sanggul tersebut menyerupai sanggul asli yaitu rambut panjang diikat agak longgar di tengah kepala. Ikatan ini dibagi dua, dan dililit di pelepah pisang sudut ke sudut kepala bagian tengah, seolah-olah membentuk angka delapan dan pelepah pisang atau daun pandan harus tertutup rarnbut dengan rapi, sehingga bentuk angka delapan tidak nyata melintang dari kanan ke kiri. Besar dan bentuk sanggul harus disesuaikan dengan ben tuk m uka, kepala dan badan. Sanggul cot cara membuatnya: mula-mula rambut disisir, lalu disasak seluruhnya. Kemudian setelah disasak, rambut diangkat ke atas seluruhnya, sehingga berbentuk menggelembung di samping secara merata, lalu diplintir rambut yang di tengah-tengahnya. Sesudah itu baru ditumpel sanggul yang telah dibentuk. Apabila pengantin tersebut memiliki rambut yang panjang, rambut tersebut dapat dililit atau dapat dibentuk sanggul dari rambutnya sendiri. semuanya sependapat bahwa fungsi dari sanggul ini semata-mata untuk keindahan pengantin. Sanggul dibuat seindah mungkin, karena rambut merupakan mahkota yang sangat berharga bagi kaum wanita.



16



Alat-alat yang digunakan Dalam penataan sanggul sempol gampang kemang untuk sanggul pengantin 1. Cemara tanpa isi dengan panjang 60-80 cm 2. Sisir sasak 3. Minyak rambut atau hair spray 4. Jepit 5. Harnet 6. Karet, pelepah pisang. Menata rambut dikerjakan setelah merias wajah selesai. Sanggul dinamakan sanggul cak-ceng. Sanggul ini disebut sanggul cak-ceng yang berarti sanggul tarik (ketat). Bahan dan alat yang dibutuhkan : 1 bh cemara tanpa tulang, sisir sasak, jepit, harnet, hairspray, pelepah pisang. Tahapan membentuk sanggul cak-ceng : §  Rambut disisir rapi ke arah puncak kepala tanpa sasakan dan diikat dengan karet.  §  Tambahkan cemara pada ikatan rambut. §  Sanggul ini dibuat dengan meletakkan pelepah pisang dibagian atas, lalu cemara dan rambut pengantin dililitkan membentuk angka delapan. Ujung cemara harus berakhir disebelah kanan bagian atas. Kanan melambangkan bahwa tujuan hidup adalah menuju kebaikan dan kebenaran, sedangkan atas bermakna bahwa kebaikan itu harus berada di atas segalanya, juga memberi makna keberhasilan dan peningkatan. §  Setelah sanggul terbentuk dirapikan, diberi harnet dan hairspray. §  Selanjutnya diberikan bunga segar dan perhiasan. Bunga segar terdiri dari : §   Bunga jeumpa meususon (cempaka bersusun dua lapis) yang diletakkan dibagian depan sanggul. §  Bungong tajok menutupi pelepah pisang yang menonjol dikanan-kiri sanggul. §  Rampoe teusok dililitkan pada sekeliling sanggul membentuk angka delapan. §  Satu untai melati juga dipasang mengikuti bentuk sanggul mengelilingi bungong tajok. §  Untaian rampoe yang panjangnya 60 cm dipasang di depan sanggul yang ujung-ujungnya dibiarkan menjuntai sampai dikanan-kiri telinga. §  Preuk-preuk yang panjangnya kurang lebih 25 cm dipasang dibelakang bagian bawah sanggul untuk menutupi pertumbuhan anak rambut dan tengkuk sebanyak lima atau enam untai. §  Tiga untai preuk-preuk dipasangkan di atas sanggul berjuntai 17



kebelakang. §  Jeumpa meususon mengelilingi sanggul sampai bertemu dengan jeumpa meususon yang dipasang diatas sanggul.                                                   c. Perhiasan : §  Patam dhoe diikat kebelakang kepala dengan tali hitam yang dialasi melati. Ini dipasang sebelum memasang bunga-bunga/ preuk-preuk. §  Bungong OK sebanyak 1-3 tangkai yang bentuknya menyerupai bungong jeumpa (bunga cempaka), bungong kepula (bunga tanjung) dapat dipakai 1-3 tangkai bunga tanjung atau 5-7 bunga pada bagian belakangnya. Bunga cempaka lebih ditonjolkan karena dapat memberi kesan khas Aceh. §  Ayeum gumbak dipasang dikanan-kiri  sanggul pada ujung pelepah pisang dalam jumlah satu, dua atau tiga untai. §  Bungong tajok meuh dipasang sebagai penutup tangkai ayeum gumbak jumlah 1-3 dikanan-kiri. §  Bungong got-got atau kembang goyang dipasang dibelakang bungong OK sebanyak 7 tangkai pada barisan pertama, yang 5 tangkai menghadap lurus ke depan sedangkan yang 1 dikanan-kiri menghadap kesamping. Barisan kedua 5 tangkai, 3 tangkai menghadap lurus kebelakang sedangkai 1 tangkai dikanan-kiri menghadap kesamping. Barisan ketiga 3 tangkai, 1 tangkai menghadap lurus kebelakang, 1 tangkai dikanan-kiri menghadap kesamping. §  Semua ini melambangkan dalam menuju cita-cita luhur tidak pernah melupakan apa yang ada disekeliling kita dan asal-usul kita. Ciri-ciri sanggul cak-ceng : §  Rambut tidak disasak. §  Sanggul melintang dipuncak kepala. §  Sanggul membentuk angka delapan membentuk kesamping dan pelepah pisangnya kelihatan dibagian kiri dan kanan. §  Besar sanggul disesuaikan dengan bentuk kepala dan tubuh.



4. Tata Rias Wajah Merias wajah merupakan bagian terakhir dari tata rias pengantin perempuan. Merias wajah pengantin secara tradisional seperti yang dipraktekkan pacta masa yang lampau, seluruhnya memakai bahan tradisional yang dapat diramu sendiri. Kalau pacta bentuk tata rias wajah modern dimulai dengan membersihkan wajah terlebih dahulu, demikian pula halnya dengan yang tradisional. Membersihkan wajah pacta masa yang lampau disebut upacara peumano (upacara mandi) dengan 18



mempergunakan berbagai ramuan. Mengenai upacara mandi ini diuraikan secara lebih luas di bahagian yang akan datang. Selesai dibersihkan dengan cara mandi berlimau, baru diberi bedak. Bedak tradisional bahannya terdiri dari beras, kunyit, kayu cendana, jeruk perut dan bunga rampai. Beras direndam bersama jeruk purut terlebih dahulu, lalu ditumbuk bersama kunyit yang masih mentah. Selesai ditumbuk kemudian dijemur dan pada saat dijemur ditabur kayu cendana serta bungabungaan agar baunya. dapat ke dalam bedak. Dengan dernikian bedak tersebut menghasilkan aroma yang harum yang berasal dari keharuman kayu cendana dan bunga-bungaan itu. Pemakaian bedak pacta pengantin selalu disesuaikan dengan wajahnya agar nampak serasi dan indah. Fungsi dari pemakaian bedak tradisional ini selain dapat memperindah wajah, dapat pula berfungsi melindungi agar selalu nampak segar. Memberi wama merah pacta pipi seperti yang Jazimnya dipergunakan oleh beberapa suku bangsa seperti Jawa, pacta suku bangsa Aceh hal yang dernikian tidak dijumpai. Selain memberi bedak untuk merias wajah masih dikerjakan lagi pembentukan alis, menghitamkan kelopak mata dan memerahkan bibir. Alis mata dibentuk dengan memberi wama hitam yang bahannya arang dari anak kemiri yang telah dibakar. Membentuk alis mata dengan arang anak kemiri, selain dapat memperindah alis juga dapat menyuburkan alis mata. Kelopak mata pun diberi wama hitam secara tipis pada pinggir bahagian bawah dengan serema. Serema ini bahannya didapat dari getah kayu yang keluar pada waktu dibakar, dan kemudian dioleskan dengan sebatang kayu kecil yang telah dibuat khusus untuk itu. Untuk pemerah wama bibir biasanya dipergunakan air sirih yang telah dicampur dengan gambir. Sirih yang dipergunakan ini merupakan sirih khusus yang telah diberi mafltra oleh salah seorang dukun. Dengan mantra ini diharapkan agar pengantin selama satu hari dan khususnya pada saat pelaminan dapat terus tersenyum dan tidak nampak muram. Pemberian mantra pada sirih disebut peumaneh, yang artinya usaha untuk selalu nampak manis. Arti lain yang terkandung di dalam peumaneh ini, diharapkan sejak saat itu mereka yang baru membentuk rumah tangga agar terus dapat hidup dengan rukun dan harmonis, seperti yang diperlihatkan pada saat mereka bersanding selalu dalam keadaan senyum. Peumaneh ini juga digunakan oleh pengantin laki-laki. Merias pengantin laki-laki dilakukan secara sederhana, jika dibandingkan dengan merias pengantin perempuan. Pengantin lakilaki seperti halnya dengan pengantin perempuan, kepada dia juga dipakaikan pacar. Pemakaian pacar kepada pengantin laki-laki hanya pada tangan sebelah kiri dan kedua belah telapak kaki. Pada telapak tangan pacar dibentuk menyerupai sulur daun atau disebut juga gaca krawang. Tata cara



19



memakai pacar, fungsi dan artinya sama seperti yang telah dijelaskan pacta pengantin perempuan. Upacara koh andam juga dilakukan pada pengantin laki-laki, dan ram but yang dipotong adalah ujung-ujung ram but di sekeliling kepala dan bukan rambut di bahagian depan seperti pada pengantin wanita. Pemakaian bedak juga dilakukan dengan sangat tipis sekali, sehingga tidak seperti yang dipakai pada pengantin wanita.



B. Tata Busana. a. Busana wanita. Fase kedua setelah pengantin wanita dirias wajahnya, adalah mengenakan pakaian yang terdiri dari celana ( seuleuweu), baju (bajee), kain (ija pinggang), selendang (ija sawak) dan selop. 1. celana ( seuleuweu) Pengantin wanita, mula-mula mengenakan celana panjang yang disebut celana Aceh, yaitu yang pinggangnya Iebar dan pada ujung kaki agak menyempit. Pada ujung kaki celana disulam dengan kasab dalam berbagai motif, ada yang bermotif sulur daun, ada yang pucok rebong (tumpal) dan ada pula yang bermotif bunga, atau bungong awan-awan (awan berarak, pinggir awan). Menurut informasi, penggunaan sulam kasab dengan motif tersebut selain berfungsi memperindah celana, juga mengandung makna kesuburan terutama pada motif pucok reubong, dan kebersamaan yang pada motif sulur daun sertaa wan berarak. Walaupun sulaman pada ujung celana mempergunakan berbagai motif, namun motif dasar (tumpal) tetap ditonjolkan dalam sulaman tersebut. Adapun warna dari celana tersebut pada zaman dahulu terdiri dari warna kuning, hijau, merah dan hitam. Penggunaan warna ini disesuaikan dengan stratiflkasi sosial yang berlaku. Saat ini hampir seluruh celana yang dipakai pada pengantin berwarna hitam. Tinggi celana menutupi mata kaki dan ikat pinggang diikat sekuat-kuatnya sehingga tidak melorot. 2. Baju (bajee). Selesai memakai celana, kemudian baju. Mengenai baju yang dipergunakan · yakni yang berlengan panjang, krah bulat atau sering disebut model krah cina dan memakai kancing di bahagian depan. Baju yang dipakai oleh pengantin, biasanya berbeda dengan baju yang dipakai sehari-hari. Baju pengantin lazimnya tidak diberi sulam emas atau kasab, karena di atas baju ini nanti akan digantung berbagai perhiasan, baik di tangan, dada, maupun leher.Sering pula 20



dijumpai di dalam busana pengantin tradisional, baju yang telah disulam, hal ini disebabkan sebagian besar juru rias tidak memiliki perhiasan yang cukup. Mengenai wama sama halnya dengan celana, yaitu merah, kuning, hijau dan hitam. Dewasa ini untuk busana pengantin wanita lebih suka mempergunakan wama merah, hijau atau kuning. Adapun sulaman pada baju, seperti juga telah dijelaskan pada sulaman celana dijumpai motif tumpal, awan berarak, pinggir awan, sulur daun dan bunga-bungaan. Sulaman tersebut memberikan kesan keindahan kepada si pemakai, sungguhpun tidak lagi memakai perhiasan yang dibuat dari emas. Sedangkan makna simbolis yang terkandung di dalamnya yaitu meliputi kesuburan, kebersamaan atau kegotongroyongan dan juga keakraban. Wama merah dan kuning merupakan lambang kebesaran sedangkan hijau menunjukkan lambang keislaman dan putih lambang kesucian. Baik bahan baju maupun bahan celana dapat dipergunakan beledru, saten atau sutera. Pada waktu yang lampau lebih banyak dipergunakan bahan dari sutera 3. kain (ija pinggang). Pada tata busana ini, selain memakai celana dan baju, juga memakai kain di pinggang. Pemakaian kain di pinggang disebut ija pinggang, yang menutup sebagian celana dan baju. Setelah selesai memakai celana dan baju, lalu di atasnya dililitkan kain. Tehnik pemakaian kain dipinggang ini dengan cara memasukkannya ke pinggang, lalu dihubungkan dengan kedua ujung kain di bahagian depan sehingga berbentuk lipatan atau berlipit.Tinggi kain biasa agak sedikit di bawah lutut, sedangkan pada zaman dahulu tinggi sedikit di atas mata kaki. Kain yang dipakai di pinggang pada masa yang lampau, ditenun khusus dari bahan sutera. Kain ini disulam benang emas atau kasab, dan pada bahagian pinggang selalu diberi wama merah. Dengan kata lain kain pinggang ini terdiri dari dua bahagian yang di atas berwama merah dan yang di bawah terdiri dari wama yang lain, yaitu hijau, merah, kuning dan hitam. Kain yang dipakai di pinggang ini selalu kon tras warnanya dengan baju dan celana yang dipakai. Guna menahan kain supaya tidak turun, di pinggang sang pengantin dililitkan seutas tali pinggang yang di dalam bahasa Aceh disebut taloe pending atau taloe keuing terbuat dari emas · ataupun perak bersepuh emas. Pada kain pinggang yang ditenun khusus ini, bagian kakinya disulam dengan motif pucok reubong dan di atasnya dengan menggunakan motif-motif yang lain. Pada kain ini pun terdapat motif binatang, motif bludru dan lainlain. Ada pun motif bunga yang sering dijumpai adalah motif bunga anjung serta motif-motif lain yang umum dipergunakan di Aceh, seperti



21



yang telah diuraikan di atas. Selain fungsinya untuk memberi keindahan kepada si pemakai, makna-makna lain tidak banyak yang dapat diutarakan dan hal ini sama dengan pengungkapan pada motif yang terdapat pada celana dan baju. Unsur-unsur poko busana pengantin wanita suku bangsa Aceh secara tradisional, hanya terdiri dari tiga bagian (celana, baju dan kain pinggang). Namun setelah dimodefikasi pada pakaian pengantin wanita ditemukan unsur-unsur baru yang merupakan tambahan. Walaupun merupakan kreasi. Tambahan busana ini oleh sebagian orang telah pula dianggap sebagai perlengkapan busana tradisional dari pengantin Aceh. Busana tambahan ini dimaksudkan adalah ija iwak (selendang). 4. Selendang (ija sawak) Unsur-unsur pokok busana pengantin wanita suku bangsa Aceh secara tradisional, hanya terdiri dari tiga bagian (celana, baju dan kain pinggang). Namun setelah dimodefikasi pada pakaian pengantin wanita ditemukan unsur-unsur baru yang merupakan tambahan. Walaupun merupakan kreasi. Tambahan busana ini oleh sebagian orang telah pula dianggap sebagai perlengkapan busana tradisional dari pengantin Aceh. Busana tambahan ini dimaksudkan adalah ija iwak (selendang) dan seupatu (sepatu). b. Busana pria. Tata busana pada pengantin laki-laki hampir tidak berbeda dengan busana yang dipakai pacta pengantin perempuan, yang terdiri dari celana, kain pinggang, baju dan kopiah. Mula-mula pengantin laki-laki dipakaikan sehelai celana yang ujung kakinya agak lebar. Pacta ujung kaki celana, seperti halnya ujung kaki celana pengantin perempuan diberi sulaman. Motif sulaman yang paling umum dipergunakan untuk celana laki-laki berupa pilih tali yang membentuk motif secara keseluruhan berbentuk pucuk tebung. Celana yang disulam pacta kaki disebut seluweu meutunjong. Fungsi dari pemberian sulaman ini sudah jelas untuk menciptakan keindahan sedang maknanya sama seperti pada motif busana pengantin perempuan. Selesai menggunakan celana, di atasnya dililitkan sehelai kain pinggang yang telah disulam pula atau kain songket yang mudah diperolehnya. Tinggi pemakaian kain pinggang sebatas lutut atau baik sedikit di atas lutut. Cara pemakaiannya dengan melilitkan di pinggang, dengan menggulungkan dari sebelah kanan ke kiri terlebih dahulu, baru yang sebelah kiri ke kanan. Dengan demikian gulungan sebelah kanan di bawah dan gulungan sebelah kiri berada di atas. Hal ini dilaksanakan sesuai dengan tata cara Islam. Pada pinggang dililitkan pula seuntai tali pinggang sebagai penahan kain.



22



Tahap yang ketiga dari susunan pengantin laki-laki memakai baju. baju berlengan panjang, berbentuk krah cina. Pada leher bagian depan, saku dan ujung tangan diberi sulaman. Motifsulaman pada leher, saku dan ujung tangan bermotif pucuk rembung, sedangkan pacta bagian depan atau tepatnya pada lobang kancing disulam dengan motif daun berpucuk tiga dengan tehni menjalar ke kiri dan ke kanana. Pada setiap lobang kancing diberikan kancing baju yang terbuat dari emas, yang disebut boh dukma atau sering juga disebut boh bajee Aceh ( kancing baju Aceh). Bentuknya seperti piramid yang meruncing ke atas. Pada kancing ini terdapat pilgram-piligram kecil. Baju dipakai di atas kain pinggang, sehingga urutannya baju berada di atas kain pinggang dan kain pinggang berada di atas celana. Dengan demikian celana hanya nampak dari lutut ke bawah, kain pinggang nampak dari kaki baju sampai lutut. C. Aksesoris. Seperti halnya dengan tata rias pengantin pada setiap suku bangsa. seorang pengantin perempuan maupun laki-laki setelah dirias wajahnya, dipakaikan busana dan terakhir dilengkapi dengan bermacam jenis perhiasan sehingga berkesan indah cantik, anggun dan mempesona. Pada bagian ini akan mendeskripsikan benda benda perhiasan yang dipakai dalam tata rias pengantin baik laki - laki maupun perempuan. Sebagaimana diketahui bahwa pengantin perempuan lebih dominan dalam mempergunakan perhiasan, jika dibandingkan dengan yang dipakai pengantn Jaki-laki. Penggunaan perhiasan pada garis besarnsya dapat dikelompokkan sesuai dengan tempat pemakaian yaitu perhiasan kepala, badan, tangan dan kaki. a. Perhiasan kepala Perhiasan yang dipakai di kepala dan rambut pengantin perempuan terdiri dari patam dhoi, cucok ok atau cucok sanggoy (berbentuk bungong sunteng, bungong ok), bungong tajok, priekpriek dan ulee ceeumara. Berikut ini akan dijelaskan motif-motif atau bentuk dari setiap benda tersebut. 1. Cucok ok atau cucok sanggoy (tusuk rambut atau tusuk sanggul ini ada bermacam-macam bentuknya. Ada yang berbentuk bungong sunteng (bunga sunging) berbentuk bungong tajok (sejenis bungan tanjung). bungong jeumpa (bunga cempaka), bungong ok (bunga rumput). Dari berbagai bentuk/motif dirangkaikan menjadi satu, dan diikat dengan sehelai emas. Bahannya terbuat dari emas atau perak sepuh emas, yang tentu saja erat hubungannya dengan pelapisan sosial di dalam masy arakat. Pada kembang tersebut diberi sedikit tangkai dan tempat ikatan tersebut berbentuk melengkung, dengan bentuk yang demikian disebut ceukam sanggoy (penyekam sanggul ).



23



2. Di samping tusuk sanggul, dipakai pula perhiasan rambut yaitu priek-priek dan ayeum gumbak atau ulee ceumara. Priekpriek yaitu sejenis mainan yang berbentuk JUmbai-rumbai yang digantungkan di sanggul bagian kiri dan kanan. Ayeum jimbak atau ulee ceumara, sejenis hiasan rambut yang berbentuk putik bunga, digantung juga pada sanggul di sebelah kiri dan kanan dibagian belakang. 3. Salah satu lagi perhiasan kepala atau rambut yang tidak boleh tinggal adalah patam dhoi. Berbentuk seperti mahkota. Sebagaimana hiasan pada mahkota, demikian juga pada patam. Dari sekian banyak perhiasan yang dipergunakan di kepala, hanya salah satu benda yang dapat memberikan indikasi tentang arti simbolik, yaitu pemakaian patam dhoi. Patam dhoi ini memberikan makna bahwa sejak saat itu pengantin wanita telah dinobatkan sebagai isteri yang sah bagi suaminya. Selain itu juga mempunyai makna bahwa ia telah terlepas dari tanggung jawab orang tuanya. 4. Kawet bajee atau keutab bajee (broe ), bentuknya menyerupai bunga, yang disematkan sebagai kancing baju. Sedangkan ganceng atau keutab lhee lapeh (keutab tiga lapis), benutknya menyerupai bulan sabit yang bersusun tiga, yang antara satu dengan lainnya dihubungkan dengan rantai. Apabila mainanya hanya terdapat satu saja atau tidak bersusun, maka namanya hanya terdapat satu saja atau tidak bersusun, maka namnya disebut seurapi. Pada setiap mainan ini selain diberi berukiran sebagaimana lazimnya pada perhiasan lain, diberikan pula permata dari mutiara atau batu jacob dari berbagai warna. Di setiap ujung yang berbentuk bulan sabit ini, lapisan atasnya diberi rantai yang agak panjang untuk digantungkan di leher. 5. Simplah yaitu sejenis perhiasan yang berbentuk bintang yang dirangkaikan dengan rantai dan digantung di kedua pundak dengan cara menyilang (simplah) di bagian dada dan juga menyilang di bagian belakang, Terakhir perhiasan yang dipergunakan di pinggang adalah taloe keuing atau taloe pending (tali pinggang) berbentuk lempengan bersegi empat yang dirangkaikan antara satu dengan yang lainnya. Tempat mengikat kedua ujungnya di bagian depan dipergunakan bentuk yang lain yang lebih besar dan disebut pending. Dalam kaitannya dengan tata rias pengantin, perhiasan yang dipakai di leher, dada dan pinggang, tehnik pemaiaannya dapat diuraikan se bagai berikut. Pertama-tama dipakai terlebih dahulu simplah di atas pundak dengan menyilang di bagian dada dan belakang. pada lehemya dipakai klah taku yang melilit di seluruh leher, karena ukurannya persis 24



leher krah baju tidak nampak lagi sama sekali. Berikutnya dipasang secara berturut-turut keutab lhee lapeh, berbagai jenis kalung seperti beuntuk boh agok, beuntuk boh muling, beuntuk paun. Pemakaian perhiasan kalung ini walaupun jenisnya sangat banyak dan motifnya berbeda-beda, tetapi yang dipakai berkisar antara lima sampai tujuh macam.Dimulai kalung yang pendek sampai kepada kalung yang panjang talinya. 6. Perhiasan yang dipergunakan di telinga pacta tata rias pengantin, terutama pada masa yang lampau ada dua jenis yaitu yang disebut dengan subang (kerabu). dan anteng-anteng gluyung (anting-anting) nama jenis-jenis subang bermam -macam, disesuaikan dengan bentuk atau motifnya seperti subang meulimpok subang mencintro dan subang bungor meulu (subang berbentuk bunga melati). Bentuk subang pacta umumnya bulat, seperti subang meucintra merupakan subang yang besar dan berbentuk bunga matahari, sedang subang ulimpok bentuknya sama, tetapi perbedaannya terletak. pacta permata yang melengkapi pacta subang meuncintra terdapat sebuah permata yang besar di tengah-tengahnya dan dikelilingi dengan permata yang lain dipinggirnya, sedangkan sumbang meulimpok hanya satu mata di tengahnya saja. Subang bungong meulu, bentuknya kecil menyerupai kembang melati. Dalam kaitannya dengan karangan ini terutama yang menyangkut tata rias, jenis-jenis subang seperti yang telah disebutkan di sampung bedanya sudah langka dan subang ini sudah sangat jarang dipakainya. Untuk menghiasi telinga lebih sering dipergunakan anteng~nteng (anting-anting) yang bentuknya berumbai-umbai, yang terlihat sperti daun-daunan kecil yang dirangkaikan. Dengan bergesernya eksistensi perhiasan-perhiasan tradisional, untuk perhiasan telinga juga diperkenalkan kreasi baru yang berciri khas dengan Aceh yaitu subang pinto Aceh. Bentuknya sangat khas menyerupai pintu rumah Aceh dan di ujung sebelah bawah diberi berumbai yang agak pendek. Jenis inilah yang sekarang sangat digemari teerutama oleh gadis-gadis remaja terutama untuk kepen tingan pada tata rias pengantin. Aksesories pengantin laki – laki diantaranya. Di kepala pengantin laki-laki selain kopiah yang merupakan salah satu bagian dari busana lengkap bagi pengantin, di kopiah ini turut pula diberi hiasan. Seperti telah dijelaskan terdahulu, kopiah yang dipergunakan adalah kupiah meukutob. Pada kopiah ini setelah dililit kain tangkulok yang di bagian depan/muka berbentuk ban bulat dan di bagjan belakang membentuk segi tiga yang kedua ujungnya ke atas. Selain dihias dengan tengkulok, masih diberikan sebuah perhiasan lagi yang disebut tampok kupiah (tampuk kopiah). Tampok kupiah sebagai benda 25



perhiasan berbentuk bintang persegi delapan, terdiri dari tiga atau empat tingkat, terbuat dari emas atau perak sepuh emas. Bagian atas berbentuk bunga melur, pada setiap tajuk bunga terdapat sebuah permata yang berdiri tegak di atas daun. Permata yang paling besar terdapat pada tajuk bunga yang paling atas. Pada perhiasan ini diberi pula hiasan/ornamen yang bermotif sulur simetris. Perhiasan ini ditempatkan atau ditempelkan di puncak kopiah. kopiah dan tangkuluk menunjukkan sikap keperkasaan pada seorang laki-laki, hal yang demikian dipertegas lagi dengan penggunaan rencong atau siwah. Rencong dan siwah yang merupakan lam bang keperkasaan tidak sembarang waktu dapat dipergunakan, oleh karena itu ia diikat dengan pita. Hal yang menunjukkan benda tersebut baru dapat dipergunakan apabila betul-betul sangat dibutuhkan. Arti ataupun makna-makna lain yang terdapat pada perhiasan yang dipergunakan oleh pengantin laki-laki, terutama yang menyangkut dengan simbulsimbul adalah sama seperti yang telah dijelaskan pada perhiasan pengantin perempuan. b. Aksesories badan 1. Taloe keuing atau taloe pending (ikat pinggang) merupakan satu-satunya perhiasan yang dipergunakan di pinggang. Tali pinggang dipasang di atas kain pinggang, sehingga tertutup ujung kain yang sebelah atas. Setelah selesai diberikan ikat pinggang, ujung kain sebelah atas sudah tersembunyi ke dalam ikat pinggang. 2. Bagian anggota tubuh lainnya yang juga dihias dengan perhiasan yaitu kedua belah tangan pengantin. Jenis-jenis perhiasan yang dipakai dipergelangan tangan dan lengan terdiri dari berbagai jenis seperti sawek meurantee, sawek pucok reubong, gleung kruncong, ajeumat meuraket, ikai, boh rue bungkoih dan euncin. Pemakaian perhiasan lebih dulu dipasang di lengan atau tepatnya di atas siku sebelah kiri dengan ikai (gelang lengan). Pacta lengan ini dipasang pula ajeu mat meuraket (ajimat yang telah dirangkaikan) yang terdiri dari beberapa buah dirangkai menjadi satu untai. Di dalam ajimat ini terdapat ayatayat AI Qur'an dan doa-doa yang ditulis di kertas dan dimaksukkan ke dalamnya. Ajeumat meuraket dipasang pacta lengan sebelah kanan dan kiri di bawah ikai. Di pergelangan tangan di sebelah kanan dan kiri dipasang secara berturut dari atas ke bawah dimulai dengan gleung krungcong (gelang krongcong), sawek meurante (sawek berbentuk pucuk rebung tumpal), dan yang paling bawah dipakai lagi gelang kroncong. Pacta jari tangan terutam~ jari manis dipakai cincin. Cincin (euncin) di dalam masyarakat Aceh dikenal ada



26



berbagai jenis seperti euncin awe siblah (cincin belah rotan), euncin boh jan tong (cincin berbentuk jantung), euncin bungong seulupok (cincin berbentuk bunga teratai), euncin (cincin bulat) dan masih banyak jenis lainnya. Biasanya di dalam tata rias, cincin dipakai pacta jari manis di sebelah kiri dan kanan masing-masing sebuah cincin. Untuk melengkapi perruasan pacta tangan dipegang pula dengan tangan sebelah kanan sehelai kain bungkus yang keempat ujungnya telah dig;.mtung dengan boh rue bungkoih (sejenis perhiasan yang berbentuk buah eru). Salah satu lagj perhiasan untuk pengantin laki-laki yang harus ada yaitu perhiasan yang dipakai di pinggang. Perhiasan yang digunakan di pinggang ini kalau tidak dipakai rencong, tentu dipakai siwah. Baik rencong maupun siwah, kedua-duanya merupakan senjata tusuk .tradisional yang khas terdapat di Daerah Aceh. Beda antara keduanya terletak pada gagang. Gagang rencong seperti lazimnya dilihat berbentuk melengkung, gagang siwah berbentuk bulat sedang ujungnya besar dan rata. Pada sarung dan gagang rencong yang berfungsi sebagai benda perhiasan dilapisi dengan emas, yang diberi ukiran dalam berbagai motif. Rencong yang telah dilapisi dengan emas pada gagang, kadang turut pula diberi permata disebut reuncong meupucok (rencong berpucuk). Siwah seperti halnya dengan rencong juga dilapisi dengan emas atau suasa pada sarung dan gagangnya. Pada gagang siwah selalu terdapat permata, sehingga kelihatannya lebih gemerlap jika dibandingkan deng;m rencong. Baik siwah maupun rencong yang dipakai sebagai perhiasan pengantin selalu diikat dengan sehelai pita berwarna merah, kuning atau hijau, yang diikat antara sarung dan gagang. Setelah selesai diikat dengan pita rencong atau siwah diselipkan ke pinggang sebelah kiri dan pita terse but berada di luar baju. Dalam melengkapi perhiasan bagi pengantin laki-laki, kadang dipergunakan juga cincin. Biasanya kalau pengantin laki memakai cincin selalu dipilih cincin yang bermata dan dipakai di jari manis tangan kiri. Salah satu lagi perhiasan yangjuga merupakan pelengkap adalah penggunaan tali jam. Tali jam berbentuk rantai dan mempunyai mainan, salah satu ujungnya diikat pada kancing baju dan ujung yang satu lagi dimasukkan ke saku sebelah kiri. Tali jam terse but melentur, mainannya berada di atas saku baju. Kedua jenis mainan ini merupakan unsur pelengkap, yang kadang-kadang sering ditinggalkan. c. Aksesories kaki Kaki merupakan bagian yang terakhir yang turut diberi perhiasan. Satu-satunya perhiasan yang dipakai di kaki yaitu gleung kaki (gelang kaki). Pemakaian gelang kaki di sebelah kaki kanan dan kiri dan ditempatkan di atas celana.



27



spenggunaan sepatu. Pacta waktu yang lampau masyarakat etnis Aceh tidak mempergunakan sepatu baik penganti maupun di dalam kehidupan sehari-hari. Sepatu yang dipergunakan pacta pengantin sebagai kreasi baru, biasanya berwarna hitan dan disulam umumnya berbentuk sulur daun atau bunga atau kembang.



BAB III PENUTUP 1.1. Kesimpulan 1.2. Saran Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan diharapkan untuk memberi saran agar dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi. Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kalangan luas.



28



DAFTAR PUSTAKA /tata%20rias%20pengantin%20indonesia/TATA%20RIAS%20PENGANTIN.pdf https://www.academia.edu/21053988/ACEH_02445 repositori.kemdikbud.go.id http://www.seputarpernikahan.com/uniknya-baju-pengantin-pada-pernikahan-adataceh/ https://id.m.wikipedia.org



29