Tedy Gunawan - Jurnal Awal Titrasi Iodometri [PDF]

  • Author / Uploaded
  • witri
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WORKSHEETS PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR (KI 226) SEMESTER GENAP 2020-2021 Nama NIM JUDUL PERCOBAAN TUJUAN PERCOBAAN



HARI DAN TANGGAL PERCOBAAN



: Tedy Gunawan : 1906309 : Titrasi Iodometri : Menentukan Normalitas larutan Na2S2O3 dengan distandarisasi KIO3 Menentukan konsentrasi cuplikan Cu2+ dengan cara titrasi iodometri : Senin 29 Maret 2021



A. KAJIAN TEORI (Isi dengan lengkap tetapi ringkas) Titrasi iodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan Natrium tiosulfat untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks. Titik akhir titrasi ditetapkan dengan bantuan indicator kanji yang ditambahkan sesaat sebelum titik akhir titrasi tercapai. Larutan Natrium tiosulfat adalah standar sekunder karena sifatnya yang tidak stabil terhadap oksidasi dari udara dan asam yang terdapat dalam pelarut. Standarisasi ini dapat dilakukan dengan Kalium dikromat atau kalium iodat. (Tim PKAD UPI : 2021) Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah. (Rivai, 1995: 98) Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garamgaram besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat baku. (Basset, 1994: 82) Metode titrimetri masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan, mudah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah bahwa metode titrimetri kurang spesifik. Titrasi iodometri digunakan untuk menentukan kadar dari zat-zat uji yang bersifat reduktor dengan titrasi langsung. Sedangkan untuk titrasi iodimetri adalah kebalikannya



| 1



Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Rivai, 1995: 93) Pada larutan tembaga tiosulfat (CuSO4) endapan coklat yang terdiri dari campuran tembaga iodidda, CuI dan iod. Iod ini bisa dihilangkan dengan menambahakan Na2S2O3 atau asam sulfit dan diperoleh endapan tembaga (I) iodida yang hampir putih (Vogel, 1985). Iodida mudah dioksidasi dalam larutan asam menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid. Iod bebas ini lalu bisa diidentifikasi dari pewarnaan biru tua yang dihasilkan dari larutan kanji (Vogel, 1985). Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. (Khopkar, 2003: 145) Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit). (Bassett, 1994: 73) Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya | 2



dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol. (Underwood, 1993: 302) Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di udara : 4 H + + 4 I- + O 2



2 I2 + 2 H2O



Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. (Roth, 1988: 271) Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi : I2 + O 2



HI + IO-



3 IO-



IO3- + 2 I-



dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut : S2O32- + 2 H+



H2S2O3



8 H2S2O3



8 H2O + 8 SO2 + 8 S



Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO42- dan belerang koloidal. (Underwood, 1993: 304) Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam | 3



larutan iodium yang asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetraionat I2 + 2 S2O32-



2 I- + S4O62-



reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping. B. ALAT-ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN (isi sesuai prosedur yang akan digunakan) 1. Alat -



Botol timbang



-



Corong kaca



-



Buret 50 mL



-



Gelas ukur 10 mL



-



Neraca digital analitik



-



Batang pengaduk



-



Labu takar 100 mL



-



Pipet gindok 10 mL



-



Labu Erlenmeyer 100 mL



-



Spatula



-



Statif dan klem



-



Pipet tetes



2. Bahan -



KIO3



-



KI



-



Larutan Kanji 0,2% dan 1%



-



Larutan Na2S2O3



-



Larutan HCl 1N



-



Larutan CuSO4



-



Larutan H2SO4 4 N



-



Aquades



| 4



C. PROSEDUR PERCOBAAN 1. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N (Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N dapat menggunakan kalium iodat atau kalium dikromat. Lengkapi prosedur berikut untuk melakukan standarisasi) a. Membuat Natrium Tiosulfat 0.1 N, 500 ml (tuliskan prosedurnya) -



Melakukan perhitungan massa Natrium tiosulfat yang harus ditimbang



-



Menimbang 12,4093 gram natrium tiosulfat



-



Melarutkan Natrium tiosulfat dengan aquades



-



Memasukkan ke labu takar 500 mL



-



Menambahkan aquades hingga batas miniskus



-



Mengaduk hingga larut sepenuhnya



b. Membuat Kalium Dikromat 0.1 N , 100 ml (tuliskan prosedurnya) -



Melakukan perhitungan massa Kalium dikromat yang harus ditimbang



-



Menimbang 2,49 gram Kalium dikromat



-



Melarutkan Kalium dikromat dengan aquades



-



Memasukkan ke labu takar 100 mL



-



Menambahkan aquades hingga batas miniskus



-



Mengaduk hingga larut sepenuhnya



c. Membuat Larutan HCl 2 N, 100 ml (tuliskan prosedurnya) -



Menghitung volumen HCl 37% yang harus diencerkan



-



Memipet 16,5 mL HCl pekat



-



Memasukkan ke dalam labu takar 100 mL



-



Menambahkan aquades hingga batas miniskus



d. Membuat Larutan Indikator Amilum 1%, 50 ml (tuliskan prosedurnya) -



Melakukan perhitungan massa Amilum yang harus ditimbang



-



Menimbang 0,5 gram Amilum



-



Melarutkan Amilum dengan aquades



-



Memasukkan ke labu takar 50 mL



-



Menambahkan aquades hingga batas miniskus



-



Mengaduk hingga larut sepenuhnya



e. Standarisasi Natrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat (tuliskan prosedurnya) -



Membuat larutan KIO3 0,1 N sebanyak 100mL



-



Memasukkan Natrium tiosulfat ke dalam buret | 5



-



Memipet 10 mL KIO3 ke dalam labu Erlenmeyer



-



Menambahkan 10 mL aquades ke dalam labu Erlenmeyer



-



Menambahkan 1 gram KI dan 5 mL HCl 1 N secara bersamaan



-



Lakukan titrasi hingga terbentuk larutan berwarna kuning pucat



-



Menambahkan 2 mL larutan kanji 0,2%



-



Melakukan titrasi kembali hingga warna biru larutan hilang



2. Penetapan Kadar Cu pada sampel larutan CuSO4 Penetapan kadar Cu dapat dilakukan dengan prosedur berikut: Isi buret dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi. Pipet 25 mL larutan sampel (CuSO4) secara kuantitatif dan masukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Tambahkan 1 gram KI dan 5 mL larutan H2SO4 4N (tambahkan secara bersamaan). Lakukan titrasi sampel (CuSO4) dengan larutan Na2S2O3 sesegera mungkin sampai warna coklat memudar. Tambahkan 2 mL larutan kanji 1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru menghilang. (catatan: titrasi dilakukan secara triplo hingga diperoleh perbedaan volume setiap titrasi ± 0,05 mL)



D. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 1. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N (lengkapi tabel berikut sesuai data sekunder yang diberikan) Volume KIO3



Konsentrasi KIO3



Volume Na2S2O3



Konsentrasi Na2S2O3



No



(mL)



(N)



(mL)



(N)



1



10



0,1



5,85



0,171



2



10



0,1



5,81



0,172



3



10



0,1



5,92



0,168



4



10



0,1



5,75



0,173



5



10



0,1



5,83



0,171



Rerata



10



0,1



5,83



0,171



a



| 6



Perhitungan : Mol ekivalen KIO3



= mol ekivalen Na2S2O3



(N1 X V1 ) = (N2 X V2) 1) (N1 X V1 ) = (N2 X V2) N 2=



10 mL x 0,1 N =0,171 N 5,85 mL



2) N 2=



10 mL x 0,1 N =0,172 N 5,81 mL



3) N 2=



10 mL x 0,1 N =0,168 N 5,92 mL



4) N 2=



10 mL x 0,1 N =0,173 N 5,75 mL



5) N 2=



10 mL x 0,1 N =0,171 N 5,83 mL



Jadi konsentrasi larutan Na2S2O3 adalah 0,171 N 2. Penetapan Kadar Cu (lengkapi tabel berikut sesuai data sekunder yang diberikan) Volume Na2S2O3 Konsentrasi Na2S2O3 Volume Sampel No 1



(mL)



Konsentrasi Cu



14,17



(N) 0,171



(mL) 10



dalam Sampel (N) 0,242



2



14,28



0,171



10



0,244



3



14,20



0,171



10



0,242



4



14,10



0,171



10



0,241



5



14,18



0,171



10



0,242



Rerata



14,19



0,171



10



0,242



Perhitungan mol ekivalen Cu



V1 X N1



= mol ekivalen Na2S2O3 = V 2 X N2



1) N CuSO4 x V CuSO4 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 N CuSO 4=



N Na 2 S 2 O 3 x V Na 2 S 2 O V CuSO 4 | 7



N CuSO 4=



0,171 N x 14,19 mL 10 mL



N CuSO 4=0,242 N 2) Kadar Cu dalam Sampel ( mg ) 



Massa Cu BE =



Mm 63.5 g /mol = = 31,75 e 2



g/mol w=



N CuSO 4 ×V CuSO 4 × BE 1000



w



=



0,242 N ×10 mL × 31,75 g /mol 10 00 w = 0,076 g w = 76 mg 



Kadar Cu



Kadar Cu (ppm) ¿ ppm=



w V



76 mg =760 ppm 0,01 L



| 8



D. DISKUSI DAN PEMBAHASAN (isi dengan lengkap tetapi ringkas) Praktikum ini berjudul penentuan kadar CuSO4 dengan metode iodometri. Bertujuan untuk menentukan kadar Cu dalam CuSO4. Iodometri merupakan titrasi tidak langsung terhadap zat-zat oksidator seperti yang akan diuji pada praktikum kali ini (CuSO 4), CuSO4 akan direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin dalam jumlah tertntu, kemudian ditentukan kembali dengan Na2S2O3 baku. Langkah pertama adalah standarisasi Larutan natrium tiosianat. Standarisasi natrium tiosulfat yang digunakan karena Na2S2O3 merupakan larutan sekunder yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi larutan baku primer.  Dapat dilakukan menggunakan kalium iodat ataupun kalium dikromat.  mula-mula yaitu membuat Larutan Na2S2O3 0,1 N dengan volume 500 ml.  Dengan cara menimbang 12, 4093 gram Na2S2O3 kemudian dilarutkan dalam 500 ml aquades lalu diaduk hingga larut sepenuhnya. Langkah selanjutnya yaitu membuat larutan kalium dikromat 0,1N  dengan volume 100 ml.  yaitu dengan cara menimbang 2,49 gram kalium dikromat kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades dan diaduk hingga larut sepenuhnya. kemudian membuat larutan HCl 2N Yaitu dengan cara memipet 16,5 ml HCL 37% kemudian diencerkan dengan menambahkan 100 ml aquades . Selanjutnya adalah membuat larutan indikator amilum 1% dengan volume 50 ml.  dilakukan dengan cara menimbang 0,5 gram amylum kemudian melarut kan amylum tersebut dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan aquades kemudian diaduk hingga larut sepenuhnya. Pada tahap standarisasi Na2S2O3 Dengan kalium iodat yaitu dengan cara memasukkan natrium  tiosianat ke dalam Buret, Buret yang digunakan adalah Buret yang gelap karena mudah teroksidasi oleh cahaya matahari. Kemudian memipet 10 ml kalium iodat ke dalam labu Erlenmeyer, lalu ditambahkan 1 gram kalium iodida dan 5 ml HCL 1N secara bersamaan.  Fungsi larutan KI yaitu untuk menghasilkan ion iodidia yang akan bereaksi lebih lanjut dengan natrium triosulfat menjadi I2. Fungsi latutan HCl sebagai pemberi suasan asa, karena pada titrasi iodometri harus berada pada pH kurang dari 8 (asam). Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Iodium sukar larut dalam air, untuk mempertinggi larutannya maka iodium dilarutkan dalam larutan KI sehingga terbentuk tri ioda. Dimana I2 diikat oleh KI sehingga menpunyai tekanan uap yang lebih rendah dari pada air murni dan kemampuan penguapannya berkurang. Makin besar kadar KI, makin besar kelarutan I2 didalamnya. Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau | 9



nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida. Langkah selanjutnya adalah mulai mentitrasi dengan membuka keran berat perlahan-lahan titrasi dihentikan ketika mulai muncul larutan berwarna kuning pucat,  setelah terlihat larutan berwarna kuning pucat dan ditambahkan 2 mL indikator kanji. Indikator kanji sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena, larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan pengawet. Pada saat penambahan indikator kanji hutan akan berubah berwarna biru kemudian ketika titrasi dilanjutkan maka titrasi akan mencapai titik akhir pada keadaan warna biru mulai hilang. Reaksi yang terjadi pada tahap standarisasi ini adalah KIO3 + 5KI + 3H2SO4  3I2 + 3K2SO4 + 3H2O ; I2 + 2 Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6 Maka volume natrium tiosulfat rata-rata yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 5,832 mL.  Langkah selanjutnya adalah titrasi untuk  menentukan kadar C dalam sampel. Penetapan kadar Cu pada sampel larutan dilakukan dengan titrasi CuSO4 dengan natrium tiosulfat.  dengan menambahkan 10 ml larutan sampel CuSO4 ke dalam labu Erlenmeyer Kemudian ditambahkan 1 gram KI dan 5 ml larutan asam sulfat 4N. Sama seperti halnya pada proses standarisasi natrium tiosulfat harus berada dalam suasana asam. Langkah selanjutnya adalah titrasi untuk  menentukan kadar C dalam sampel. Penetapan kadar Cu pada sampel larutan dilakukan dengan titrasi CuSO4 dengan natrium tiosulfat.  dengan menambahkan 10 ml larutan sampel CuSO4 ke dalam labu Erlenmeyer Kemudian ditambahkan 1 gram KI dan 5 ml larutan asam sulfat 4N. Sama seperti halnya pada proses standarisasi natrium tiosulfat harus berada dalam suasana asam. Larutan natrium tiosulfat adalah berwarna coklat titrasi akan dihentikan sementara ketika warna coklat mulai memudar. Ketika warna coklat memudar maka ditambahkan 2 ml larutan kanji 1%,  setelah penambahan larutan kanji tersebut larutan akan berubah menjadi warna biru. Reaksi yang terjadi adalah Reduksi    : I2(g) + 2 e-         



        2 I-(aq)                                       



Oksidasi   : 2 S2O32-(aq)        



   



S4O62-(aq)+ 2 e-                                                           



Redoks     : 2 S2O32-(aq) + I2(g)            S4O62-(aq) + 2 I-(aq) | 10



Dalam larutan terjadi reaksi Reduksi    : Cu2+(aq) + e-            Cu+(aq)                       x 2         Oksidasi   : 2 I-(aq)          



 I2(g) + 2 e-              x 1                      



Redoks     : 2 Cu2+(aq) + 2 I-(aq)  2Cu+(aq) + I2(g) Titrasi akan mencapai titik akhir ketika warna biru tersebut mulai hilang maka dicatat natrium tiosulfat yang digunakan adalah rata-rata 14,186 mL. Berdasarkan  perhitungan kadar CO2 dalam sampel adalah 36,26%.



E. KESIMPULAN (isi dengan lengkap tetapi ringkas) Pada praktikum “penentuan kadar tembaga (II) dengan titirasi iodometri” memiliki tujuan dapat menentukan konsntrasi larutan Na2S2O3 dengan distandarisasi larutan KIO3 serta dapat menentukan kadar Cu2+ dengan titrasi iodometri. Prinsip dasar percobaan ini adalah titirasi iodometri sedangkan prinsip kerjanya yaitu penimbangan, pemipetan, pelarutan, pengenceran dan titirasi. Analisis hasil pada percobaan ini didapat konsentrasi larutan Na2S2O3 sebesar 0,171 N dan konsentrasi larutan Cu2+ sebesar 0,121 M, dengan kadar 760 ppm



G. REFERENSI (isi sesuai referensi yang digunakan) Basset J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Khopkar S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik, Terjemahan Saptorahardjo, edisi pertma. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Rivai, Harrizal. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Roth, J., Blascheke, G. 1988. Analisa Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Underwood.AL, Day, RA. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V. Jakarta: Erlangga. Vogel. 1985. Analisa Anorganik Kalitatif makro dan semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka. | 11



LAMPIRAN Soal dan Jawaban PRE-LAB (Jawablah soal-soal berikut ini) 1. Jelaskan sumber kesalahan yang mungkin terjadi pada titrasi iodometri? 2. Bagaimana cara membuat larutan H2SO4 dari larutan pekat ? Dengan cara mengencerkan larutan H2SO4 pekat dengan menambahkan aquades sebanyak tertentu, sesuai konsentrasi larutan yang ingin ditentukan. 3. Bagaimana cara membuat larutan indikator kanji Membuat Larutan Indikator Amilum 1%, 50 ml -



Melakukan perhitungan massa Amilum yang harus ditimbang



-



Menimbang 0,5 gram Amilum



-



Melarutkan Amilum dengan aquades



-



Memasukkan ke labu takar 50 mL



-



Menambahkan aquades hingga batas miniskus



-



Mengaduk hingga larut sepenuhnya



4. Mengapa larutan yang telah dititrasi jika dibiarkan lama warnanya akan kwmbali menjadi biru ? Karena proses iodometri itu yaitu terjadi perubahan warna pada titik ekivalen dari tak berwarna menjadi biru dan titrasi harus dilakukan dengan cepat karena iodin mudah teroksidasi dengan udara bebas. 5. Apa fungsi penambahan KI dan HCl ? Fungsi KI untuk menghasilkan ion iodide yang akan bereaksi lebih lanjut dengan natrium tiosulfat menjadi iodin Fungsi HCl sebagai pemberi suasan asam, karena pada titrasi ini harus berada pada pH