Tetes Mata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dosen: Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt.,Msc Bayu Febram Prasetyo, Apt.,Msi Rini Madyastuti Purwono, Apt.,Msi Lina Noviyanti Sutardi, Apt.,Msi



Hari/Tanggal : Kelompok :



Selasa/19 Maret 2013 3 (pagi)



Praktikum Sediaan Farmasi Dan Terapi Umum SEDIAAN TETES MATA



Oleh: Nur Astri Fadzillah Mechor



B04078005



(



)



Voni Indah Dwi Susanty



B04090015



(



)



LABORATORIUM FARMASI DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013



PENDAHULUAN Sediaan steril adalah obat-obat yang disyaratkan memiliki kemurnian tinggi dan bebas dari mikroba. Persyaratan bebas mikroba ini adalah mutlak karena sediaan obat ini digunakan pada tempat sensitif seperti mata dan juga digunakan secara parenteral. Salah satu contoh sediaan steril adalah obat mata. Obat mata adalah sediaan-sediaan berupa tetes mata, salep mata, pencuci mata dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta dimasukkan dalam bentuk depo, yang digunakan pada mata utuh atau terluka. Mata merupakan suatu organ yang paling peka dari manusia. Karenanya ditetapkan bahwa persyaratan kualitas diputuskan lebih ketat terhadap obat mata. Tetes mata harus menunjukkan suatu efektivitas yang baik tergantung secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak merangsang) dan menunjukkan sterilitas (Voight R 1994).



TUJUAN Praktikum pembuatan sediaan tetes mata ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan sediaan tetes mata yang lega artis. TINJAUAN PUSTAKA Tetes mata (Guttae ophtalmicae) Obat tetes mata adalah Obat berbentuk tetes atau salep yang digunakan untuk mengobati penyakit mata (okuler). Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes harus waspada, karena obat dapat diresorpsi ke darah dan menimbulkan efek toksis, atropine (Tan dan Rahardja 2007). Karena penggunaan yang diperuntukkan untuk mata, maka obat tetes mata harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yakni steril; larutan tetes mata harus jernih dan bebas partikel; sedapat mungkin isohidris dengan cairan mata yaitu pH 7,4; sedapat mungkin isotonis, yang masih bisa diterima adalah 0,7 – 1,5 %; dan peringatan : sediaan tidak dapat digunakan 30 hari setelah dibuka. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian ekstra dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan buffer, kebutuhan akan pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat. Zat tambahan yang biasa dipakai adalah buffer pH, pengatur tonisitas (NaCl), pengatur viskositas (contoh PEG, PVP), pengatur tegangan permukaan, dan pengawet. Air mata mempunyai kapasitas buffer yang baik. Obat mata akan merangsang pengeluaran air mata dan penetralan akan terjadi dengan cepat asalkan kapasitas dapar larutan obat tersebut kecil (jumlah mol asam dan basa konjugat dari pendapar



kecil). Garam alkaloid bersifat asam lemah dan kapasitas daparnya lemah. Satu atau dua tetes larutan obat mata ini akan dinaikkan Ph-nya oleh air mata (Ansel HC 1989).



Asam borat Kristal berbentuk sisik-sisik putih, kalau diraba terasa seperti lemak, mudah larut dalam air, dan menguap dengan uap air. Jika dipanasi asam borat menjadi asam meta borat, kemudian asam biborat dan akhirnya boron oksida. Asam borat (H3BO3) merupakan asam organik lemah yang sering digunakan sebagai antiseptik, dan dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat (H2SO4) atau asam khlorida (HCl) pada boraks. Pembuatannya: asam chloride atau asam sulfat ditambahkan pada larutan boraks yang pekat dan panas, setelah didinginkan terjadi kristal-kristal asam borat. Dapat jua dibuat dari batu-batuan yang mengandung boron. Asam borat sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil. Asam borat tidak boleh diminum ataupun digunakan untuk luka terbuka karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh. Memiliki kelarutan dalam 18 bagian air, 18 bagian alkohol, dan 4 bagian dari gliserin. Berkhasiat sebagai antiseptic ekstern (Wientarsih et al. 2013). Zink sulfat Zinc sulfat ( ZnSO4)adalah suatu kristal jernih, mudah sekali larut dalam air, dalam 100 gram air melarut 139 gram pada suhu 100oC. Zinc sulfat dibuat dengan mereaksikan sisa-sisa logam seng atau seng oksida denga asam sulfat encer. Zinc sulfat terutama dipakai untuk pembuatan cat-cat seng, dalam pengecapan dan pencelupan, dalam pelapisan dengan seng dengan cara galvanisasi, dalam pengawetan kayu dan dalam obat-obatan (Ensiklopedi Umum 1977). Dalam dunia farmasi zinc sulfat merupakan salah satu sediaan yang memiliki sifat astringen, yaitu sediaan yang memliki sifat protektiva dengan cara mempresipitasi membran sel untuk menurunkan permeabilitas sel. Berkhasiat bakteriostatis lemah dan adstringens, juga bersifat emetis (menyebabkan muntah) pada dosis tinggi. Digunakan dalam tetes mata (0,5-2%) atau dalam obat kumur dengan sengklorida sebagai adstringens. Per oral sengsulfat digunakan untuk mempercepat penyembuhan borok terbuka (ulcus cruris), terutama pada pasien dengan defisiensi seng (Tan dan Rahardja 2007). Natrium klorida



Nacl yang juga dikenal sebagai garam meja, atau garam karang, merupakan senyawa ion dengan rumus nacl. Nacl adalah garam yang paling berperan penting dalam salinitas laut dan dalam cairan ekstraselular dari banyak organism multiselular. Garam sangat umum digunakan sebagai bumbu makanan dan pengawet. Nacl adalah garam yang berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih yang dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alcohol. Normal saline atau disebut juga nacl 0,9% merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. Nacl dalam setiap liternya mempunyai komposisi nacl 9,0 gram dengan osmolalitas 308 mOsm/1 setara dengan ion-ion na+ 154mEq/1 dan Cl 154 mEq/1 (ISO Indonesia 2008). Nacl 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh, karena alas an inin tidak ada reaksi hipersensitivitas dari nacl. Normal saline aman digunakan dalam kondisi apapun (Lilley & Aucker 1999). Nacl mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini mempengaruhi sel darah merah. Nacl tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering digunakan nacl 0,9%. Ini adalah konsentrasi normal dari nacl dan untuk alasan ini nacl disebut juga normal saline (Lilley & Aucker 1999). Nacl 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relative lebih murah. ALAT DAN BAHAN: Alat-alat yang digunakan antara lain kertas perkamen, sendok tanduk, timbangan, gelas piala, gelas ukur 100 ml, kertas saring, dan botol obat. Bahan-bahan yang digunakan antara lain asam borat 5%, Zinc Sulfat, NaCl, dan aquades.



METODE:



Timbangan dilakukan peneraan terlebih dahulu dan dialasi kertas perkamen. Peneraan juga dilakukan terhadap botol obat, yaitu dengan memberi tanda pada botol setelah dimasukkan air sebanyak 25 ml. Semua bahan ditimbang yaitu asam borat 0,18 gr, Zinc sulfat 0,24 gr, dan NaCl 0,145 gr. Asam borat dilarutkan dalam 10 ml aquades dalam gelas piala, dalam gelas lain zinc sulfat dilarutkan menggunakan 5 ml aquades. Kedua larutan dicampurkan di dalam gelas ukur. Selanjutnya Nacl dilarutkan dengan 10 ml aquades, kemudian dicampurkan dengan larutan yang telah ada di dalam gelas ukur (larutan asam borat dan zinc sulfat) sampai 30 ml. larutan yang telah terbentuk kemudian disaring dengan kertas saring, filtrate pertama ± 2-3 ml digunakan untuk membilas botol yang sudah dilakukan peneraan 25 ml. Penyaringan dilanjutkan, filtrat ditampung dalam botol sampai batas tera. Setelah larutan dibotolkan, botol disumbat dengan prop gabus dan disterilkan dengan cara direbus selama 30 menit. Setelah steril kemudian botol ditempel dengan etiket warna biru. No. 5



19 Maret 2013 Kucing (B) milik Tn. Aji



Berikan 3 kali dua tetes pada mata kiri dan kanan



Berikut perhitungan bahan yang diperlukan: Tetes mata dilebihkan 20% Acid boric = 5% x 3 gr = 0.15 gr, untuk 30 ml maka = 20% x 0.15 gr = 0.18 gr Zinc sulfat = 20% x 0.2 gr = 0.24 gr NaCl = {0.52 – b1 x C}/b2, konstanta = 0.52 Titik beku acid boric (b1) = 0.288 Titik beku zinc sulfat (b1) = 0.086 Titik beku NaCl (b2) = 0.576 NaCl = {0.52 – (4 x 0.15 x 0.288 + 4 x 0.24 x 0.086)}/0.576 = 0.483 gr/100 ml = 0.483% Untuk 30 ml larutan, NaCl yang diperlukan: 0.483/100 x 30 = 0.145 gr



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari praktikum kali ini adalah suatu sediaan tetes mata yang telah ditempel dengan etiket. Berikut adalah bahan2 utama yang terkandung di dalam sediaan tetes mata.



R/ Sol. Acid Boric 5%



3g



Zinc Sulfat



0,2 g



NaCl



0,145 g untuk 30 ml larutan



Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan obat steril. Sesuai dengan namanya maka sediaan ini merupakan sediaan yang disterilkan, tidak berwarna dan tidak berbau. Sediaan steril yang dibuat kali ini adalah obat tetes mata. Bahan-bahan obat yang digunakan dalam sediaan tetes mata adalah boric acid (asam borat) sebagai antiseptik dan zinc sulfat yang berfungsi sebagai adstringen. Selain itu, digunakan juga zat tambahan yaitu natrium klorida (NaCl) yang berfungsi sebagai pengatur tonisitas. Khasiat dari keseluruhan obat adalah sebagai antiseptik. Drh. Miranti Alamat: Jl. Cibanteng 2, Bogor SIP: 0125/SIP/JB/04 Bogor,……………. R/ Sol. Acidi Borici 3g Zinc Sulfat 0,2 g NaCl qs m.f.sol. Isot ad 25 ml s.t.d.d gutt II.o.d.s ………………………………paraf Pro : Kucing (B) Milik : Tn. Aji Alamat : Jl. Riau 14, Bogor



Berdasarkan resep yang diberikan, dinyatakan bahan-bahan dan jumlah serta bentuk sediaan yang akan dibuat. Symbol m.f.sol. Isot memiliki panjangan misce fac solution isotonis, bermaksud campur dan buatlah cairan isotonis. Sedangkan symbol s.t.d.d. gutt II.o.d.s panjangannya signa ter dedie guttae duo occlus dexter et sinister, yang bermaksud berilah tiga kali sehari dua tetes pada mata kanan dan kiri. Kemudian dilakukan pencampuran ketiga bahan di atas berdasarkan metode. Untuk jumlah bahan Nacl, dilakukan perhitungan seperti yang dicantumkan di metode untuk mendapatkan nilai cairan yang isotonis yang sesuai dengan tekanan osmosis cairan mata. Sebelum dilakukan pencampuran, semua bahan dihitung dan ditimbang terlebih dahulu. Tetes mata harus dilebihkan 20% agar dihasilkan sediaan 30 ml sehingga perhitungan semua bahan obat harus dikali 20% dari berat yang ditentukan di resep. Hal ini agar kehilangan bahan yang terjadi akibat filtrasi dan untuk membilas botol dapat dikompensasi. Dihasilkan 20% x 0.2 = 0.24 gram zinc sulfat dan 20% x (5% x 3) = 0.18 gram acid boric. Adapun untuk penambahan NaCl, dilakukan perhitungan berdasarkan penurunan titik beku tiap bahan obat dikali berat bahan yang ditentukan. Rumus yang dipergunakan adalah NaCl = 0.52 – b1 x C/b2, 0.52 merupakan konstanta, C konsentrasi/berat bahan obat, dan b1/b2 adalah titik beku dari bahan obat. Hasil dari perkalian b1 x C yang kemudian dikali 4 tujuannya adalah agar dihasilkan larutan sebanyak 100 ml dari 25 ml larutan. Karena larutan yang dibutuhkan sebanyak 30 ml, maka NaCl yang dihasilkan dikali 30. Penambahan NaCl dilakukan karena cairan tubuh termasuk cairan mata, mempunyai tekanan osmosis yang sebanding dengan larutan NaCl dalam air 0.9%. Suatu larutan NaCl dengan konsentrasi tersebut dikatakan isoosmotik atau memiliki suatu keadaan osmosis yang seimbang dengan cairan fisiologi. Suatu sediaan parenteral ataupun sediaan tetes mata lebih dianjurkan memiliki tekanan osmotic hipertonis daripada hipotonis. Hal ini karena pada saat larutan hipertonis masuk ke dalam tubuh, sel hanya akan mengalami krenasi yang reversible dengan pengenceran dari cairan tubuh sendiri. Sedangkan jika larutan hipotonis memasuki tubuh, maka larutan tersebut dapat menyebabkan lisis sel yang irreversible. Setelah dihasilkan larutan dan dimasukkan ke dalam botol, dilakukan sterilisasi selama 30 menit dalam air mengalir/dikukus. Hal ini dimaksudkan agar



dihasilkan larutan yang steril karena umumnya larutan untuk mata tidak boleh mengandung bahan pengawet karena akan menyebabkan iritasi pada jaringan di dalam mata. Pada waktu praktikum tidak dilakukan sterilisasi. Pada sediaan obat yang steril hal yang aling di khawatirkan adanya kehadiran endotoksin atau pirogen dalam sediaan obat tersebut. Oleh itu dilakukan beberapa cara pensterilasian atau control kadar endotoksin terhadap pelengkapan medis yang akan dipasarkan. Berikut adalah beberapa cara yang digunakan dalam mengontrol kadar endotoksin:



Metode control



Metode Depyrogenation



Pemanasan (Heat)



Produk dipanaskan dalam oven divalidasi biasanya 250300°C selama 30 min hingga 2 jam.



Acid base hydrolysis



Menggunakan asam atau hidrolisis basa untuk mengurangi atau menghilangkan aktivitas biologis bakteri lipopolisakarida



Oksidasi



Menggunakan agen seperti hydrogen peroksida, asam nitrat, ozon dan lain-lain



Ionising radiation



Radiasi gamma



Distillation



Menghilangkan endotoksin menggunakan air yang mendidih dan perubahan fase dari cairan ke uap dan kembali lagi ke cairan



Ultra filtration



Melalui filter yang berukuran 0.002 mikron yang mampu menyingkirkan semua molekul yang memiliki berat berukuran 10.000 atau lebih seperti endotoksin.



Reverse osmosis



Lapisan tipis membrane komposit yang digunakan bersamaan dengan reverse osmosis



Activated carbon



Penyerapan endotoksin secara fisik dengan arang yang diaktifkan



Hydrophobic



Resin tertentu memiliki afinitas tertentu yang unik untuk mengikat endotoksin. Ia mampu melekat pada media hidrofobik



Sumber: CTM 2011



KESIMPULAN Sediaan obat yang dibuat pada praktikum ini berupa larutan yang dikemas dalam botol, berkhasiat sebagai obat tetes mata, terdiri atas campuran akuades, asam borat, zink sulfat, dan natrium klorida. Sediaan diberi etiket biru sebagai tanda bahwa obat ini digunakan untuk pemakaian luar.



DAFTAR PUSTAKA Ansel



H



C.



1989. Pengantar



penerjemah. Jakarta:



UI



Bentuk



Sediaan



Press. Terjemahan



Farmasi. Ibrahim



F,



dari: Introduction



to



Pharmaceutical Dosages Forms. [CTM] Creganna Tactx Medical. 2011. Endotoxin Control In Medical Device Manufacturing. Galway: Creganna-Tactx Medical. Ensiklopedi Umum. 1977. Ensiklopedi Umum Edisi ke-2. Yogyakarta: Kanisius. http://books.google.co.id/books?id=BJrFsQ0SwzgC&printsec=frontcover&so urce=gbs_navlinks_s#v=onepage&q=&f=false [24 maret 2013] ISFI. 2008. ISO Indonesia vol. 43. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Lilley & Aucker. (1999). Pharmacology and The Nursing Process. 2nd edition. Mosby. Inc. Tan HT, K Rahardja. 2007. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya. Edisi ke-6. Jakarta: Elex Media Komputindo.



Voigt R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Ed ke-5. Soendani N, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Lehrbuch Der Pharmazeutischen Technologie. Wientarsih I, Bayu FP, Rini MP, Lina NS. 2013. Jurnal Praktikum Sediaan Farmasi dan Terapi Umum. Bogor: Laboratorium Farmasi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.